BAB 1 PENDAHULUAN A. JUDUL PROFESI PENJAGA PARKIR PEREMPUAN DI DAERAH KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI KAJIAN BIAS GENDER

BAB 1
PENDAHULUAN
A. JUDUL
PROFESI PENJAGA PARKIR PEREMPUAN DI DAERAH KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI
KAJIAN BIAS GENDER

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Kajian tentang perempuan merupakan suatu kajian yang tidak habis-habisnya dan
banyak menarik perhatian para ahli. Hal ini terbukti dengan banyaknya berbagai
penelitian selama ini terhadap masalah perepuan terutama tentang peranan perempuan
dalam ekonomi rumah tangga. Namun penelitian tentang peranan perempuan ini selalu
kembali kepada kenyataan bahwa tidak ada defenisi yang seragam mengenai peranan
perempuan, tetapi selalu kebudayaan tertentu. Perempuan sebagai individu yang bebas
juga memiliki harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, minat-minat, dan potensinya
sendiri. Menurut pandangan psikologis humanistik, yang menenkankan nilai positif
manusia, perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang seoptimal mungkin demi
pengembangan dirinya, yaitu sesuatu yang pada akhirnya juga membawa dampak positif
pada pengembangan umat manusia secara umum ( E. K. Poewandari, 1995 : 314 ).
Sebenarnya dapat dikatakan bahwa perbedaan-perbedaan yang mendasar antara
tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Salah satunya adalah presentase
keterlibatan di pasar tenaga kerja, perempuan masih tertinggal jumlahnya dari pada lakilaki. Alasan yang lain adalah persoalan jenis pekerjaan, perempuan biasanya terlibat

dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang terampil, kurang stabil (mudah

mengalami penyusutan), berupa relatif lebih rendah dari pada laki-laki dan kemungkinan
untuk naik jenjang sangat kecil. Pekerja perempuan yang terlibat dalam sektor informal,
biasanya berasal dari rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah.
Di mana bekerja menjadi suatu strategi menghadapi tekanan ekonomi sekaligus
mewujudkan rasa tanggungjawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya.
Adapun alasan lain mengapa perempuan ingin bekerja ialah karena mereka ingin
memiliki uang sendiri dan agar biasa mengambil keputusan sendiri tanpa harus minta izin
atau berembug dengan suami (Abdullah, 1997 : 230)
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun, makin banyak
perempuan yang berperan ganda. Sebagian perempuan bekerja karena memang kondisi
rumah tangga yang menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan diri
sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi. Bagi sebagian wanita dengan
kelas ekonomi menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin
komunikasi dengan dunia luar. Untuk kalangan perempuan dengan kelas ekonomi bawah,
sebetulnya peran ganda bukan suatu hal yang baru. Sejak dulu mereka biasa bekerja
sambil tetap mengasuh anak sehingga punya suami ataupun tidak, mereka tetap dituntut
untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan. Sehingga pada situasi ini perempuan akan

tersudutkan pada kondisi yang sulit, karena bekerja di satu sisi bagi mereka adalah suatu
keharusan, maka seringkali memaksa mereka menerima pekerjaan tanpa pertimbangan
yang matang, apapun jenis pekerjaan itu.
Hal ini biasanya diakibatkan akses terhadap lapangan pekerjaan dan rendahnya
tingkat pendidikan yang dimiliki. Kaum perempuan dirasakan akan semakin sulit untuk

berkompetisi, terutama dengan kaum laki-laki. Akhirnya mengakibatkan banyak
perempuan yang masih tertinggal, khususnya dalam sektor ekonomi. Sehingga keadaan
semacam inilah yang akhirnya membuat
“bargaining power“. perempuan menjadi lemah, dan mereka terpaksa menerima jenis
pekerjaan yang sebetulnya kurang disukai atau bahkan dianggap kurang sesuai dengan
kodratnya sebagai perempuan. Situasi ini akhirnya juga menempatkan perempuan sebagai
pihak yang mudah untuk dipermainkan pihak lain, seperti mandor, calo, dan para
pengusaha.
Banyak perempuan yang memilih pekerjaan sektor informal. Biasanya jenis
pekerjaan yang mereka geluti adalah jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas
kesehariannya seorang perempuan, seperti : berdagang, membuka warung, menjahit
pakaian, menjadi pekerja salon, dan sebagainya. Namun kenyataannya sekarang, tidak
ada lagi pembatasan tempat di mana perempuan tidak dapat bekerja. Hal ini dilihat dari
pekerjaan-pekerjaan perempuan sekarang yang menggeluti bidang yang dahulu diketahui

sebagai lahannya kaum lelaki, antara lain : penjaga pom bensin, supir angkutan umum,
tukang becak, tukang bengkel, dan penjaga parkir. Untuk kawasan yang relatif maju dan
berpenduduk cukup besar di Indonesia, Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang
banyak menjanjikan peluang untuk berusaha dan bekerja. Salah satunya adalah sebagai
penjaga parkir. Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) yang merupakan imbas dari globalisasi. Masyarakat dengan
berbagai kultur secara sengaja tidak akan berperan sebagai pencipta dan pengguna
teknologi. Salah satunya adalah perkembangan tingkat pembangunan seperti mall, ruko,

indomaret, rumah makan dan lain-lain tidak memberikan peluang bagi perempuan untuk
bekerja sebagai penjaga parkir.
Pada kasus perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir, mereka masih
dianggap aneh dan dipadang sebelah mata oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal ini
bukan hanya menyangkut pergeseran isu perempuan feminin, namun juga anggapan
bahwa perempuan sedikit banyak akan mengalami kendala dengan situasi sosial yang
notabene masih jarang dikerjakan oleh kaum hawa. Belum lagi hal ini dikaitkan dengan
pandangan perempuan sendiri yang pada faktanya kebanyakan tidak ingin memilih jenis
pekerjaan yang biasanya menjadi lahannya laki-laki, apalagi pekerjaan sebagai penjaga
parkir. Hal ini sedikit banyak juga berkaitan dengan fakta bahwa dunia kerja laki-laki itu
identik dengan kekerasan dan persaingan. Sehingga apabila kaum perempuan

memasukinya mungkin akan ada potensi untuk dilecehkan dan mendapat berbagai
stereotype negatif pada mereka.
Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan pergeseran peran yang terjadi antara
laki-laki dan perempuan dalam sektor publik, namun juga anggapan yang selama ini
dikonstruksikan dalam masyarakat, bahwa perempuan adalah sosok feminin, lemah, dan
harus dilindungi ternyata berangsur-angsur bergeser. Sekarang perempuan juga dituntut
harus mampu “ menghandle” jaman dan berbagai persoalan hidup yang semakin
kompleks.
Keadaan ini semakin menarik bukan hanya karena jenis pekerjaannya cukup
“menantang“ tapi juga kita ketahui bersama bahwa pada sebagian besar masyarakat
(keluarga) di Indonesia masih sangat kental budaya patriakhinya, tidak terkecuali di Kota

Yogyakarta. Di mana budaya ini selalu mengedepankan kepentingan dan pendapat dari
ayah/ anak laki-laki daripada perempuan. Sehingga perempuan jarang diberi kesempatan,
hak, dan kebebasan mengeluarkan pendapat atau kehendak termasuk dalam hal memilih
jenis pekerjaan.
Di Kota Yogyakarta sendiri, kebebasan perempuan yang berprofesi penjaga parkir
bisa dikatakan belum begitu mendapat sorotan. Hal ini selain dikarenakan jumlah mereka
yang memang sedikit, juga karena daerah atau tempat kerja (parkiran) mereka yang
memang berbeda satu sama lain, sehingga sulit untuk menemukan mereka berada di suatu

tempat yang sama. Daerah atau tempat kerja mereka di wilayah Kota Yogyakarta, antar
lain : Malioboro, Daerah Gejayan, Daerah Alun-alun kidul dan Daerah Tugu Yogyakarta.
Memang nantinya masih banyak tantangan yang akan didapat kelompok tersebut karena
mereka dianggap “mencuri “ lahannya laki-laki, yag didukung oleh faktor-faktor cultural
dan sosial yang juga akan menghambat kemajuan perempuan. Untuk itu dituntu suatu
keberanian dan daya juang yang tinggi bagi seorang perempuan tukang becak untuk
meruntuhkan berbagai anggapan miring tersebut dan selanjutnya merekosntruksi
anggapan yang baru, yang mana anggapan yang tidak menyudutkan perempuan.
Sehingga diharapkan perbedaan gender yang melahirkan berbagai peran bagi
setiap orang, tidak lagi menimbulkan berbagai permasalahan ketidakadilan, seperti
pelecehan seksual, stereotipe,marginalisasi, ataupun eksploitasi pada perempuan.
Termasuk dalam situasi perempuan yang bekerja sebagai penjaga parkir. Untuk itu saya
sebagai peneliti merasa tertarik untuk melihat kegiatan dan interaksi perempuan penjaga
parkir ini sehari-hari, baik antara sesama penjaga parkir perempuan maupun dengan
penjaga parkir laki-laki.

Guna mengetahui dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan
yang mungkin akan timbul karena jenis pekerjaan yang mereka geluti jauh dari bayangan
dan harapan perempuan kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat
sorotan dari masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Yogyakarta, bahkan masih

banyak pihak yang belum mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan
nantinya hasil penelitian ini dapat membuka cakrawala dan pemikiran masyarakat umum
tentang bagaimana kegiatan, interaksi, dan hubungan kerja di tempat kerja mereka dan
tingginya daya juang yang dapat dilakukan oleh kaum perempuan.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat di identifikasikan
berbagai masalah, antara lain:
1. Penjaga Parkir Perempuan dalam kajian bias gender
2. Bias gender dalam ekonomi keluarga
3. Pemberdayaan perempuan dalam menyamaratakan perekonomian keluarga
D. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah dan uraian di atas maka permasalahan yang ada
harus dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian
penelitian agar diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang diteliti.
Cakupan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada Profesi Penjaga Parkir Perempuan di
Daerah Kota Yogyakarta Sebagai Kajian Bias Gender

E. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah
diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Bagaimana interaksi sosial penjaga parkir perempuan dengan penjaga parkir laki-laki?
2. Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap penjaga parkir perempuan?
3. Bagaimana mengupayakan kesetaraan gender dalam profesi penjaga parkir perempuan
dengan penjaga parkir laki-laki?

F. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah ?
1. Untuk melihat dan mengetahui Bagaimana interaksi sosial penjaga parkir perempuan
dengan penjaga parkir laki-laki.
2. Untuk melihat dan mengetahui Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap
penjaga parkir perempuan.
3. Untuk melihat dan mengetahui Bagaimana mengupayakan kesetaraan gender dalam
profesi penjaga parkir perempuan dengan penjaga parkir laki-laki.

G. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah:
1. Karya ilmiah, yang membahas Profesi penjaga parkir perempuan di daerah kota
Yogyakarta sebagai kajian bias gender, yang kedepannya dapat digunakan sebagai
sumber referensi bagi mahasiswa maupun akademisi.

2. Pandangan Masyarakat, agar dalam profesi penjaga parkir perempuan dan penjaga
parkir laki-laki sama rata tidak ada perbedaan-perbedaan sehingga tidak menjadikan bias
gender dalam perekonomian.
H. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis, adapun manfaat yang diharapkan antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
Penelitian mengenai Profesi penjaga parkir perempuan di daerah kota Yogyakarta
sebagai kajian bias gender untuk meningkatkan kesetaraan gender dalam bidang ekonomi
ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian-penelitian dengan tema yang sama atau
relevan sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu sosial sebagai
ilmu yang interdisipliner dan multidispliner
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan selama
menempuh studi pendidikan kedalam karya nyata. Selain itu melalui penelitian ini
peneliti dapat mengetahui bagaimanakah Profesi penjaga parkir perempuan di daerah
kota Yogyakarta sebagai kajian bias gender.
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini yang diharapkan adalah :

1.Memberikan manfaat peneliti agar lebih memahami permasalahan yang mungkin
dialami oleh perempuan penjaga parkir dalam ruang lingkungan keluarga dan
pekerjaannya.
2. Sebagai sumbangan bagi masyarakat agar lebih mengetahui dan memperluas wacana
kehidupan perempuan penjaga parkir dan agar posisi perempuan dalam keluarga,
pekerjaan, dan lingkungan sekitarnya mendapat tempat yang layak, dihormati, dan diberi
kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkompetisi dan maju.
b. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pijakan dasar untuk
mengaplikasikan teori yang telah didapatkan dalam kuliah mengenai masalah-masalah
ekonomi yaitu pendapatan bagi perempuan di sektor publik. Selain itu penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai referensi kajian untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang
relevan.

c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran sehingga menjadi
pertimbangan dalam menyikapi Profesi penjaga parkir perempuan di daerah kota
Yogyakarta sebagai kajian bias gender.
d. Bagi Universitas dan Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi atau khasanah ilmu

pengetahuan bagi para akademisi tentang Profesi penjaga parkir perempuan di daerah
kota Yogyakarta sebagai kajian bias gender.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
a. konsep gender dalam sosial ekonomi
Kebutuhan sosial ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam
perekonomian suatu kelompok masyarakat, dimana aspek-aspek yang dimaksudkan
adalah sebagai bentuk interaksi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Aspek
sosial ini sangat berpengaruh terhadap sistem perekonomian dan perilaku masyarakat itu
sendiri. Sehingga aspek sosial ekonomi adalah seluruh aspek sosial yang ada dalam
kehidupan ekonomi manusia termasuk di dalamnya adalah penjaga parkir. Objek kajian
penelitian sosial adalah gejala-gejala sosial atau kenyataan-kenyataan sosial. Dalam hal
ini manusia tidak dilihat dari kenyataan fisik dan biologis, melainkan sebagai mahluk
sosial (I Made Wirartha, 2006 : 87).
Oleh sebab itu hendaknya masyarakat melihat penjaga parkir perempuan
selayaknya sebagai mahluk sosial, layaknya laki-laki sebagai penjaga parkir. Penjaga
parkir adalah profesi yang berkaitan dengan ketertiban. Dalam hal ini, penjaga parkir

adalah pekerjaan atau profesi yang bertugas untuk merapikan dan menjaga kendaraan,
agar kendaraan dapat parkir dengan tertib dan aman. Pada umumnya masyarakat
memandang bahwa pekerjaan penjaga parkir merupakan pekerjaan yang dipegang oleh

kaum laki-laki. Namun tak dapat dipungkiri, dengan tuntutan kebutuhan yang mendesak,
kaum perempuan juga tak kalah dengan kaum laki-laki dalam memerankan pekerjaan ini.
Kenyataan tersebut tak terlepas dari adanya konsep gender yang mulai sering menjadi
wacana dalam masyarakat.
Konsep gender merupakan suatu konsep yang memberikan penjelasan tentang
peran laki-laki dengan perempuan yang dibentuk secara sosial dan budaya. Julia Celves
Mosse mengatakan bahwa gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum
dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminism atau
maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap,
kepribadian, pekerjaan di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggungjawab
keluarga dan sebagainya secara bersama-sama mengoles peranan gender .
Menurut ilmu Antropologi dan ilmu Sosiologi, Gender itu sendiri adalah perilaku
atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau
dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa Waktu tertentu. Gender ditentukan oleh
sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang
ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan
mengahamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, bias mengandung dan
melahirkan serta menyusui dan menopause. Sedangkan hubungan gender dengan seks
adalah sebagai hubungan sosial antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling
membantu atau sebaliknya malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan
ketidaksetaraan.

Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu
dengan masyarakat lain, akibat perbedaan Suku, Agama, Status Sosial maupun nilai
tradisi dan norma yang dianut. Istilah gender mencakup peran sosial kaum perempuan
dan kaum laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan seringkali sangat penting
dalam menentukan posisi keduanya.
Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang bisa berlangsung antara perempuan dan
laki-laki akan merupakan konsekuensi dari pendefenisian gender yang semestinya oleh
masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dalam masyarakat
tertentu ditetapka oleh kelas, gender dan suku. Tetapi sebagian perempuan juga hidup
dalam keluarga, dan hubungan gender di dalam keluarga itu mewakili aspek yang amat
penting tentang cara bagaimana perempuan mengalami dunia.
Pembuatan keputusan, akses terhadap sumber daya, pembagian kerja, dan
hubungan di luar keluarga biasa jadi semuanya diputuskan oleh hubungan gender di
dalam unit keluarga itu sendiri. Berbicara tentang gender, tak terlepas dari adanya konsep
ideologi gender. Di samping itu juga terdapat berbagai prespektif mengenai gender
tersebut. Nunuk P. Murniati memberikan 3 prespektif gender yaitu prespektif agama,
prespektif budaya, dan prespektif keluarga
b. Prespektif Agama
Dalam kehidupan berbudaya, manusia menciptakan berbagai aturan main untuk
mengatur hubungan antar manusia dengan Sang Pencipta. Agama dalam hal ini
merupakan salah satu wujud dari kebudayaan manusia. Seperti hasil budaya manusia
yang lain, agama dikembangkan berdasarkan pola berpikir yang sudah ada dalam

masyarakat.

Ideologi

gender

juga

mewarnai

munculnya

agama-agama

dan

perkembangannya. Warna atau pengaruh ini tampak dalam peraturan-peraturan agama.
Bahkan dalam kitab suci dan ajaran agama, pengaruh itu pun tampak pula dengan
jelas. Alkitab menyatakan bahwa pada mulanya laki–laki dan perempuan adalah, yaitu
sama–sama

diciptakan

menurut

gambar

dan

rupa

Allah

(Kejadian

1:27),

kesetaraan/kesamaan yang dimiliki oleh laki–laki dan perempuan setelah itu adalah “telah
berbuat dosa” dan “kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23) dan perempuan diciptakan
dalam rangka memenuhi kebutuhan laki–laki (Adam) akan “penolong/teman yang
sepadan”, bukan pemuas nafsu, apalagi pesuruh! (Kejadian 2:20-22).
Dari beberapa ajaran agama, dapat diketahui seberapa jauh agama mempunyai
andil memantapkan ekses negatif dari ideologi gender. Salah satu ekses ideologi gender
adalah terbentuknya struktur budaya patriakhi. Dalam budaya ini, kedudukan perempuan
ditentukan lebih rendah daripada laki-laki. Di dalam masyarakat, terjadi dominasi lakilaki atas perempuan di berbagai bidang kedudukan. Dalam keluarga, kedudukan suami
lebih dominan. Situasi ini berarti meneguhkan patriarkhi private (dalam keluarga).
Melalui perkembangan kapitalisme yang makin matang, patriarchy private menjadi state
patriarchy. Patriarkhi menjadi warna dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan sosial,
manusia mencipatakan aturan-aturan agama sebagai bagian dari struktur kebudayaan.
c. Prsepktif Budaya
Pada waktu manusia masih berpikir sangat sederhana, mereka belajar dari yang
merek lihat dalam kehidupan. Mereka menentukan pembagian kerja untuk kelangsungan
hidup. Mulailah pembagian kerja atas biologis. Sejarah mencatat bahwa, sejak zaman itu

terjadi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin.dari sini kemudian muncul perbedaan
jenis pekerjaan luar (public) dan pekerjaan dalam(domestic).
Tersosialisasi oleh lingkungan hidupnya. Maka hidup perempuan cenderung
berkelompok, mengelola makanan dan obat-obatan. Hal ini berbeda dengan laki-laki
yang bekerja diluar secara bebas. Lingkungan hidup laki-laki mensosialisaikan hidupnya
berpindah-pindah. Aturan mengenai hidup dibuat perempuan yang hidupnya menetap.
Budaya ini dinamakan budaya matriakhat, dengan anak dikenal dengan garis keturunan
ibu.
Perubahan budaya matriakhat menjadi patriakhat, terjadi pada waktu laki-laki
mengenal peternakan. Sifat peternakan yang menciptakan harta, membutuhkan
pelimpahan harta sebagai warisan. Karena kebutuhan pelimpahanini, laki-laki mulai
mencari keturunannya untuk diberi hak waris pada waktu yang sama maka terjadilah
perampasan hak perempuan dalam mengambil keputusan. Peristiwa perampasan ini
semakin kuat ketika manusia menghargai harta lebih tinggi daripada nilai manusiawi.
Perjalanan budaya patriakat makin kuat dan mantap, ketika terjadi perubahan
sosial ke masyarakat feodal. Kemudian masyarakat ini berkembang menjadi kapitalis,
dan kemudian dikunci dengan sistem militeralisme. Akibat perubahan sosial tersebut,
dalam masyarakat terdapat pandangan bahwa norma manusia yang dianggap benar
apabila dipandang dari sudut laki-laki. Semua ini berlaku di berbagai aspek kehidupan,
sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, bahkan agama. Keadaan ini yang melahirkan segala
macam diskriminasi terhadap perempuan, walaupun akibatnya mengenai laki-laki juga

d. Prespektif Keluarga
Ideologi gender hasil konstruksi masyarakat menimbulkan berbagai masalah
keluarga, karena tidak ada kesetaraan dalam relasi antar manusia. Pemahaman bahwa
setelah menikah istri adalah milik suami, mengundang perilaku suami untuk menguasai
istri. Dianggapnya bahwa istri adalah hak milik suami. Istri akan menjadi tergantung
karena ia dimiliki dan harus dilindungi. Padahal, dalam kenyataan belum tentu laki-laki
seorang pribadi memiliki kemampuan untuk itu.
Akibat stereotipe yang memberikan lebel pada laki-laki dan perempuan, maka
terjadilah pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dalam keluarga. Anak laki-laki dan
anak perempuan dididik secara tradisi dan adat menurut konstruksi sosial, dan bukan atas
kemampuan pribadi. Perkembangan anak akan masuk ke dalam kontak stereotipe,
sehingga sulit menemukan identitas dirinya.
Setiap rumah tangga mempunyai ciri khas mengenai kegiatannya. Tetapi secara
garis besar diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja ( mencari nafkah ) untuk
memenuhi pangan, sandang dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan
pemeliharaan pangan, sandang dan papan serta kegiatan lain yang menyangkut kebutuhan
rumah tangga.
2. Kegiatan administrasi, yaitu kegiatan yang menyangkut cata mencatat. Kegiatan ini
meliputi peneydiaan dan pengaturan catatan keuangan, harta dan surat-surat peting yang
dibutuhkan untuk urusan keluarga ( kartu keluarga, surat kawin, ijasah, surat periksa
dokter, surat keputusan dan sebagainya).

3. Kegiatan yang behubungan dengan luar, yaitu kegiatan bernegoisasi, kegiatan
berhubungan antar keluarga dan kegiatan sosial lainnya. Dari tiga macam kegiatan
tersebut, setiap rumah tangga mempunyai perincian yang berbeda-beda, tergantung status
keluarga.
e. Perempuan Karier
Karier adalah keseluruhan pekerjaan baik yang digaji maupun yang tidak digaji,
suatu proses belajar dan peran-peran yang disandang sepanjang hidup. Biasanya, istilah
karier berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan uang dan merupakan suatu
pekerjaan tunggal. Namun saat ini, dalam dunia kerja, istilah karier dipandang sebagai
suatu proses belajar dan pengembangan diri yang berkesinambungan. Kegiatan yang
dapat disebut sebagai karier dan penunjangnya antara lain : kerja praktek, keterlibatan
dalam masyarakat,kegiatan wirausaha, kegiatan budaya, pelatihan, pendidikan, minat,
olah raga, dan pekerjaan sosial (Sumber :antobey.wordpress.com/2007/09/06/pengertiankarier).
Antara perempuan dan karier merupakan permasalahan tersendiri. Oleh karena
kewajiban laki-laki adalah sama, sebaiknya sekarang tidak perlu lagi dipersoalkan
perempuan dan karier. Yang lebih penting untuk disadari bersama, bagaimana perempuan
berkarier. Perempuan sendiri dituntut untuk mengambil keputusan mengenai kedudukan
dirinya. Hal ini ialah yang masih menjadi permasalahan sendiri pada perempuan
Indonesia, sebab masih takut menghadapi konflik. Oleh karena itu lah, perempuan
Indonesia membicarakan tentang isu yang menyangkkut perempuan. Misalkan seperti
tenaga kerja perempuan, pemerkosaan, dan sebagainya.

Perempuan dalam memili karier masih dipandang sebagai kelompok perempuan,
belum banyak memandang sebagai pribadi manusia yang mempunyai kemampuan
tertentu. Keadaan biologis perempuan, teori-teori menegnai pembagian kerja secara
seksual dan ajaran-ajaran agama yang menciptakan ideologi tentang perempuan, ideologi
gender. Ideologi ini membentuk pandangan seseorang yang akan terwujud dalam perilaku
untuk mengambil keputusannya. Proses ini terjadi pula dikalangan perempuan tiu sendiri
yang memandang sudah terkondisikan sejak lahir. Pandangan akan berangsur-angsur
berubah, bila didalam pribadi manusia terjadi proses secara penuh.
Seperti halnya manusia laki-laki, perempuan adalah mahluk biopsikis pula. Sudut
pandang yang dipergunakan untuk memandang perempuan tidak hanya sudut pandang
biologis saja, tetapi juga sudut pandang psikologis. Apabila dipandang dari sudut biologis
saja, nilai-nilai sosial juga akan mengkhususkan kepada hal-hal yang berlaku bagi
perempuan.
Dalam melaksanakan karyanya, atau dalam meniti karier, perempuan harus
menentukan pilihan secara tegas dan konseptual. Artinya pandangan atau ideologi mana
yang diyakini. Bagi perempuan yang berkeluarga, tentu saja tidak dapat melepas dengan
hubungan interkeluarganya. Karier di sini membutuhklan dukungan, maka perlu
memperbaiki hubungan interkeluarga, sehingga dalam mengambil keputusan secara
pribadi dapat dukungan dan pengertian dari suami dan anak-anak.
2. Penelitian yang relevan
a. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Rini L. Prihatini Forum Diskusi Dosen
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN JAKARTA 2012 “GENDER DAN

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA”

yang menyebutkan fungsi

pemberdayaan perempuan dalam ekonomi keluarga, sedangkan penelitian yang
membedakan dengan penelitian diatas adalah penelitian ini akan meneliti Profesi
penjaga parkir perempuan di daerah kota Yogyakarta sebagai kajian bias gender.
b. Penelitian yang relevan dilakukan Oleh Dra. Murdiyah Winarti, M. Hum. Staf
pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Desember 2008 “PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN DALAM MENGATASI EKONOMI KELUARGA” dalam
penelitian ini lebih menjelaskan pemeberdayaan perempuan di bidang ekonomi
agar perempuan mampu mengatasi masalah ekonomi keluarga.
3. Kerangka Pikir
Kerangka berfikir dibuat untuk mempermudah proses penelitian karena
didalamnya telah mencakup tujuan dari penelitian itu sendiri. Semua jenis penelitian
apapun pasti diperlukan kerangka berfikir sebagai pijakan dalam menentukan arah
penelitian, hal ini menghindari terjadinya perluasan pengertian.
Sistematika kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pemberdayaan
Perempuan

Perempuan dan ekonomi
Profesi penjaga parkir
perempuan

Profesi penjaga parkir
perempuan

Perempuan dalam kesetaraan
gender di bidang public sektor

BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini dikembangkan suatu konsep atau kerangka pikir dengan
tujuan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Dengan adanya
kerangka pikir ini, maka tujuan yang akan dilakukan oleh peneliti didalam penelitian
akan semakin jelas karena telah terkonsep terlebih dahulu. Adapun kerangka pikir yang
ada pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan diadakan di Yogyakarta yaitu tepatnya di daerah Malioboro,
Gejayan, Monumen Tugu Yogyakarta dan Alun-Alun kidul Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian pengambilan datanya akan dilaksanakan dalam jangka waktu
1 bulan, yaitu mulai dari bulan april 2014.
3. Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan sifat dan spesifikasi yang diangkat dalam penelitian ini, maka bentuk
penelitian yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan wawancara
sebagai sumber datanya dan mencari informasi selengkap-lengkapnya dari suatu hal.

4. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer disini adalah pengambilan data dengan pedoman wawancara dan
observasi. Observasi dilakukan dengan non partisipatoris.
b. Data Sekunder
Data ini berupa sumber tertulis yaitu sumber diluar kata-kata dan tindakan yang
dikategorikan sebagai sumber data kedua, namun tetap penting keberadaannya bagi
upaya pengumpulan data penelitian. Sumber data tertulis dalam penelitian ini adalah
buku-buku, jurnal, majalah, sumber internet yang berkenaan dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan

data

merupakan

pencatatan

peristiwa-peristiwa,

hal-hal,

keterangan-keterangan, atau karekteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen
populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Pengumpulan data dapat
dilakukan menggunakan teknik tertentu, adapun teknik pengumpulan data dalam metode
penelitian kualitatif ini adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi atau data
dengan cara bertanya langsung kepada responden atau narasumber. Wawancara ini
dilakukan dengan cara komunikasi tatap muka, namun berbeda dengan kegiatan
percakapan yang kita lakukan sehari-hari. Dalam kegiatan ini, wawancara dan
narasumber belum saling mengenal sebelumnya. Pewawancara selalu menjadi pihak yang

bertanya dan narasumber selalu menjadi pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam
pelaksanaannya pewawancara membawa pedoman yang merupakan garis besar mengenai
hal-hal yang akan di tanyakan.
b. Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka pengumpulan data
sesuai dengan masalah penelitian, melalui proses pengamatan di lapangan. Dalam
pelaksanaan observasi, peneliti memiliki pedoman observasi yang berisi daftar mengenai
sesuatu yang ingin di observasi. Jenis-jenis observasi ini ada dua, yaitu observasi
partisipatif, dan observasi non partisipatif. Dalam observasi partisipatif dibagi menjadi
dua yaitu partisipatif penuh dan sebagian.
c. Studi pustaka
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelusuran dan penelaah literatur.
Kegiatan ini dilakukan untuk mencari sumber data sekunder yang mendukung penelitian
dengan menggunakan bahan-bahan dokumentasi, baik berupa buku, majalah maupun
arsi-arsip lainnya yang mendukung penelitian.
6. Teknik Pemilihan responden dan informan
Teknik pemilihan responden atau informan adalah sebagian atas wakil dari
populasi yang akan diteliti. Maka teknik yang akan digunakan harus memiliki ciri-ciri
yang mewakili populasinya. Pengambilan teknik pemilihan responden atau informan
dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Mereka dipilih karena karena dipercaya mewakili

satu populasi tertentu. Peneliti memilih informan atau responden berdasarkan penilaian
atas karakteristik anggota informan atau responden yang sesuai dengan penelitian yang
akan dilakukan.
Dalam penelitian ini populasinya adalah perempuan yang berprofesi penjaga
parkir di kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria yang ditetapkan peneliti untuk menjadi
responden atau sampel penelitian. Dari beberapa responden tersebut diharapkan dapat
memberikan data yang akurat sehingga dapat diperoleh data dari berbagai segi agar
sesuai dengan maksud peneliti.
7.

Validitas Data
Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data ini, peneliti menggunakan tiga cara,

yaitu sebagai berikut :
a. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang berada di luar data itu untuk pengecekan atau sebagai pembanding data. Triangulasi
dalam pengujian kreadibilitas ini dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
cara, dan berbagai waktu. Cara yang dilakukan adalah membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, dan membandingkan berbagai pendapat dan
pandangan orang lain dan membandingkan dengan isi dokumen yang terkait.
b. Mengadakan diskusi dengan teman sejawat, teknik ini dilakukan dengan cara
mendiskusikan dengan teman-teman sejawat dengan bentuk diskusi analitik sehingga
kekurangan dari penelitian dapat segera diketahui dan agar penelitian dapat segera
ditelaah.

8. Teknik Analisis Data
a. Pengumpulan data
Data diperoleh dari hasil wawancara dan observasi penjaga parkir perempuan di
Kota Yogyakarta. Reduksi Data Miles dan Huberman menyatakan bahwa proses reduksi
merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan
dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil pengisian angket. Proses reduksi data
ini dimaksudkan untuk lebih mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang
bagian data yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah untuk
dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan
kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data, kita akan dapat memahami apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Agar sajian data dapat diwujudkan
dalam bentuk matriks, grafis, jaringan atau juga berupa naratif sebagai wadah panduan
informasi tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.
Penyajian data dalam laporan penelitian ini menggunakan analisis secara naratif dan
deskriptif.
c. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu laporan. Penarikan
kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola

penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi
dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar
memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran
terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi
kokoh.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA
Hanum, Farida, 2007, Diktat Sosiologi Gender, Yogyakarta, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Sastriyani, Siti Hartati, 2008. Women in public sector [perempuan disektor publik],
Yogyakarta: Tiara Kencana
Prof. Dr. Damsar, 2009. Sosiologi Ekonomi. Kencana: Jakarta.
Bungin, Burhan, 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers
Ryadi Gunawan. Fauzie Rizal, dkk (ed), 1993, Dinamika Gerakan Perempuan di
Indonesia. Kumpulan tulisan hasil seminar. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Mosse, Julia Cleves, 1996. Gender dan Pembangunan (Terj.). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.