Perempuan Penjaga Parkir (Studi Deskriptif tentang perempuan sebagai penjaga parkir di Kota Medan ).

(1)

PEREMPUAN PENJAGA PARKIR

(Studi Deskriptif Tentang Perempuan Sebagai Penjaga Parkir di Kota Medan )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dalam Bidang Antropologi

Disusun Oleh :

Dangiel Sitorus

050905021

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan oleh Dangiel Sitorus, Nim: 050905021 guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada jurusan Ilmu Antropologi.

Judul mengambil studi kasus Perempuan Penjaga Parkir di Kota Medan, kususnya di Kelurahan Babura Kec. Medan Baru Kotamadya Medan. Perempuan bekerja penjaga parkir adalah fenomena yang sangat menarik untuk dijadikan skripsi karena terlibat perempuan bekerja diluar rumah. Alasan mereka bekerja adalah untuk mencari pekerjan yang layak dan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.Akibat ketiadaan keahlian dan pendidikan mereka terpaksa menerima tawaran bekerja dalam sektor informal.

Babura salah satu Kelurahan yang berada di Kota Medan. Khususnya para migran yang datang dari Tapanuli kususnya suku Batak Toba yang bekerja sebagai penjaga parkir. Pada umumnya alasan mereka bekerja adalah untuk menambah penghasilan, mencari jaringan, memperbaiki kehidupan nantinya. Selain faktor ekonomi, ternyata ada faktor-faktor lain yang membuat mereka bekerja yaitu adanya untuk kesenangan masa muda dan memperluas jaringan- jaringan sosial dan hubungan- hubungan sosial yang bisa membina sesama perempuan penjaga parkir. Dalam hubungan tempat tinggal, para perempuan yang selalu terjaga kebersamaan yang baik. Dengan adanya berbagai jaringan dan yang dilakukan oleh para penjaga parkir perempuan.

Adanya hubungan- hubungan sosial yang mengikat mereka dalam lingkungan ini membawa dampak terhadap hubungan- hubungan mereka dalam kontesk kerja. Dalam bekerja mereka membentuk beberapa kelompok yang didasakan pada hubungan- hubungan sosial di atas. Karena dasar pembentukan kelompok adalah hubungan- hubungan atau jaringan sosial, demi kekompakan mereka dalam tempat kerja yang saling memberikan dorongan yang bisa membuat mereka semangat dalam pekerjaanya. Dengan penciptaan suatu kerja sama yang baik antara penjaga parkir ini maka kelompok sosial mereka juga akan terjaga dan jaringan sosianya akan baik selamanaya. Mereka tidak mempunyai keinginan untuk bekerja pada sektor informal lainya, walaupun sebenarnya banyak sektor informal yang lebih mengangkat harkat dan martabat dan meningkatkan penghasilan mereka.


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRASI ………i

DAFTAR ISI………..ii

DAFTAR TABEL ………vii

KATA PENGANTAR……….viii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Lokasi Penelitian ... 7

1.6 Tinjauan Pustaka ... 7

1.6.1 Prespektif Agama ... 10

1.6.2 Prespektif Budaya ... 11

1.6.3 Prespektif Keluarga ... 12

1.6.4 Perempua n Karir ... 13

1.6.5 Metode Penelitian ... 15

1.6.6 Analisis Data ... 17

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1Sejarah Kota Medan ... 19

2.2 Kota Medan Secara Geografis ... 20


(4)

2.4 Kota Medan Secara Kultural ... 25

2.5. Kota Medan Secara Ekonomi ... 26

2.6 Kota Medan Secara Sosial ... 28

2.7 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Babura ...32

2.7.1 Sarana Pemukiman ... 32

2.7.1.1 Sarana Kesehatan ... 32

2.7.1.2 Sarana Perumahan Penduduk ...32

2.7.1.3 Sarana Jalan dan Pengangkutan ... 33

2.7.1.4 Sarana Pendidikan ... 33

2.7.2 Keadaan Penduduk... 34

2.7.2.1 Jumlah Penduduk ... 34

2.7.2.2 Mata Pencaharian ... 34

BAB III : AKTIFITAS KEHIDUPAN PEREMPUAN PENJAGA PARKIR DI KELURAHAN BABURA KECAMATAN MEDAN BARU 3. kehidupan perempuan penjaga parkir……….37

3.1 Identitas Informan ... 40

3.1.1 Umur Informan... 40

3.1.2 Tingkat Pendidikan ... 42

3.1.3 Status Perkawinan Informan ... 43

3.1.4 Alasan Perempuan Bermigran ... 45


(5)

3.1.6 Alasan Perempuan Bekerja Menjadi Penjaga

Parkir ... 49

3.2 Aktifitas Perempuan Penjaga Parkir ... 53

3.2.1 Aktifitas Penjaga Parkir ... 53

3.2.2 Sistem Pengupahan Jam Kerja ... 56

3.3 Alokasi Pembagian Waktu ... 61

3.4 Peranan Istri dalam Keluarga... 64

BAB IV : POLA JARINGAN SOSIAL DAN PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PENJAGA PARKIR PEREMPUAN 4.1 Pola Jaringan Sosial dalam Lingkungan Tempat Parkir Perempuan ... 67

4.1.1 Jaringan Penjaga Parkir Laki-laki Dengan Penjga Parkir Perempun ... 68

4.1.2 Jaringan Sosial dalam Ketetanggaan ... 70

4.1.3 Jaringan Sosial dalam Perkumpulan Sesama Tukang Parkir ... 72

4.1.4 Jaringan Sosial dalam Kelompok Arisan ( Jula-Jula) ... 73

4.1.5 Jaringan Sosial dalam Mencari Tempat Parkir ... 75

4.1.6 Jaringan Sosial dalam Lingkungan Kerja ... 76

4.1.7 Jaringan Sosial Antara Pribadi dan Sesama Penjaga Parkir ... 77


(6)

4.1.8 Jaringan Sosial dalam Keluarga ... 77 4.1.9 KebersamaanAntara Penjaga Parkir dengan Keluarga

Di Kampung ... 79 4.2 Berbagai Pandangan Masyarakat Terhadap

Perempuan Penjaga Parkir ... 80 4.2.1 Pandangan Penjaga Parkir Laki-Laki

Terhadap Perempuan penjaga parkir ... 81 4.2.2 Pandangan Masyarakat Pegawai Negeri Atas

Profesi Perempuan penjaga parkir ... 82 4.2.3 Pandangan Mahasiswa Terhadap Profesi

Perempuan penjaga parkir... 83 4.2.4 Pandangan Masyarakat Di Sekitar Kelurahan

Babura Terhadap Penjaga Parkir Perempuan ... 84

BAB V : KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan Dan Saran- saran... 87


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Laju Pertumbukan dan Kepadatan Penduduk ... 24

Tabel 2 StatistiK Ekonomi Medan ... 27

Tabel 3 Statistik Sosial Pembagunan Kota Medan ... 29

Tabel 4 Klasifikasi Rumah Tempat Tinggal ... 33

Tabel 5 Sarana Pendidikan Babura ... 34

Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 35

Tabel 7 Mata Pencaharian Babura ... 36

Tabel 8 Umur Informan ... 41

Tabel 9 Tingkat Pendidikan Informan... 43

Tabel 10 Status Perkawinan Informan ... 44

Tabel 11 Alasan Pindah Ke Medan ... 45

Tabel 12 Lamanya Menetap Di Babuara ... 47

Tabel 13 Status Kepemilikan Rumah ... 48

Tabel 14 Alasan Bekerja Informan ... 49

Tabel 15 Pekerjaan Suami Informan ... 50

Tabel 16 Penghasilan Suami Informan ... 51


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas anugerahnya maka penulis dapat melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “PEREMPUAN PENJAGA PARKIR”Studi Deskriptif tentang perempuan sebagai penjaga parkir di Kota Medan ). Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat sarjana S-1 bidang Antropologi Sosial di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus atas perhatian dan peranserta kepada :

1. Bapak Prof. Dr.Badaruddin Rangkuti., M.Si . selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.Si., sebagai Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang telah banyak membantu mulai awal perkuliahan hingga penulisan skripsi.

3. Ibu Dra. Sabariah Bangun M.Soc. Sc, sebagai Pembimbing Utama, yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi penulis. 4. Bapak Drs. Irfan Simatupang, M.si dan Bapak Dr. R. Hamdani Harahap,

M.Si. sebagai penguji, yang memberikan masukan guna perbaikan hasil penulisan ini.


(9)

5. Ibu Dra. Sri Alem Sembiring, M.Si., Ibu Dra. Ryta Tambunan, M.Si., selaku pengajar pada Departemen Antropologi, dan seluruh staf pengajar pada Departemen Antropologi FISIP USU yang membimbing penulis selama dalam perkuliahan serta staf Administrasi FISIP USU.

6. Ibu Ibu T. Sianipar, Ibu. Waruwu, Yani, dan masih banyak perempuan yang tidak disebutkan satu persatu dan Bapak T.Tarigan serta seluruh kalangan yang memberikan informasi dan data- data yang di perlukakan peneliti yang berada di kelurahan Babura,

7. Khusus kepada Bapak dan Mama tercinta, terima kasih atas kesabaran dan dukungan serta doa kepada penulis sampai skripsi ini selesai.

8. Buat Abang saya yakni Bang Wesli Sitorus dan buat Kakak Lenny Sitorus SE serta adik-adik Melda Sitorus, Ganda Sitorus yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

9. Keluarga Inang guda Uda, Opung, Septi, Enrik, Roberto,Lilis, Elpi, dan semuanya keluarga yang tidak bisa di sebutkansatu persatu terimakasih semagat yang kalian berikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi..

10. Senior-senior saya yang baik hati dalam membantu dan memberikan semangat kepada abang Abu, Bang Sandrak Manurung, Kakak Aulia (Kekem), Kakak Marta, Kakak Nanik, terima kasih atas bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

11. Kerabat-kerabat mahasiswa/i Antropologi Fisip USU yakni Eva Manurung, Christon, Bambang , Minartina Saragih, Naomi Nova Aritonang, Sulia Rimbi, Erna D. Aritonang, Alissa, Heri Manurung, Heri


(10)

Meiny Saragih, Santi, Minarwati, Toni Manurung, Roseva, Salsa, Tuti, dan seluruh anak Antropologi 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan, Terima kasih atas dorongan dan semangat serta bantuan yang diberikan dalam lapangan dan dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Terima kasih buat kamu adek yang selalu bemberikan dorongan dan semagat buat abang dalam megerjakan skripsi ini. L.Silaen

13. Terima kasih buat teman- teman satu kost Betani CAMP: Amir, Aditia, Togu, Josep, Ramles, wosvi, Rapael, Mundin, Sari, Tina, Pretty, Anto sitorus dan tidak bisa disebutkan satu persatu dan terima kasih buat ibu kost, Abang Anre sekeluarga, Kakak Nurhaini dan selaku Abang kos selama penulis tingal dalam perkuliahan.

14. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak penulis sebutkan di sini. Penulis Menyadari akan keterbatasan penulis, ilmu yang dimiliki maka skripsi atau hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, November 2010

Penulis


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan oleh Dangiel Sitorus, Nim: 050905021 guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada jurusan Ilmu Antropologi.

Judul mengambil studi kasus Perempuan Penjaga Parkir di Kota Medan, kususnya di Kelurahan Babura Kec. Medan Baru Kotamadya Medan. Perempuan bekerja penjaga parkir adalah fenomena yang sangat menarik untuk dijadikan skripsi karena terlibat perempuan bekerja diluar rumah. Alasan mereka bekerja adalah untuk mencari pekerjan yang layak dan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya.Akibat ketiadaan keahlian dan pendidikan mereka terpaksa menerima tawaran bekerja dalam sektor informal.

Babura salah satu Kelurahan yang berada di Kota Medan. Khususnya para migran yang datang dari Tapanuli kususnya suku Batak Toba yang bekerja sebagai penjaga parkir. Pada umumnya alasan mereka bekerja adalah untuk menambah penghasilan, mencari jaringan, memperbaiki kehidupan nantinya. Selain faktor ekonomi, ternyata ada faktor-faktor lain yang membuat mereka bekerja yaitu adanya untuk kesenangan masa muda dan memperluas jaringan- jaringan sosial dan hubungan- hubungan sosial yang bisa membina sesama perempuan penjaga parkir. Dalam hubungan tempat tinggal, para perempuan yang selalu terjaga kebersamaan yang baik. Dengan adanya berbagai jaringan dan yang dilakukan oleh para penjaga parkir perempuan.

Adanya hubungan- hubungan sosial yang mengikat mereka dalam lingkungan ini membawa dampak terhadap hubungan- hubungan mereka dalam kontesk kerja. Dalam bekerja mereka membentuk beberapa kelompok yang didasakan pada hubungan- hubungan sosial di atas. Karena dasar pembentukan kelompok adalah hubungan- hubungan atau jaringan sosial, demi kekompakan mereka dalam tempat kerja yang saling memberikan dorongan yang bisa membuat mereka semangat dalam pekerjaanya. Dengan penciptaan suatu kerja sama yang baik antara penjaga parkir ini maka kelompok sosial mereka juga akan terjaga dan jaringan sosianya akan baik selamanaya. Mereka tidak mempunyai keinginan untuk bekerja pada sektor informal lainya, walaupun sebenarnya banyak sektor informal yang lebih mengangkat harkat dan martabat dan meningkatkan penghasilan mereka.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kajian tentang perempuan merupakan suatu kajian yang tidak habis-habisnya dan banyak menarik perhatian para ahli. Hal ini terbukti dengan banyaknya berbagai penelitian selama ini terhadap masalah perepuan terutama tentang peranan perempuan dalam ekonomi rumah tangga. Namun penelitian tentang peranan perempuan ini selalu kembali kepada kenyataan bahwa tidak ada defenisi yang seragam mengenai peranan perempuan, tetapi selalu kebudayaan tertentu. Perempuan sebagai individu yang bebas juga memiliki harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, minat-minat, dan potensinya sendiri. Menurut pandangan psikologis humanistik, yang menenkankan nilai positif manusia, perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya, yaitu sesuatu yang pada akhirnya juga membawa dampak positif pada pengembangan umat manusia secara umum ( E. K. Poewandari, 1995 : 314 ).

Sebenarnya dapat dikatakan bahwa perbedaan-perbedaan yang mendasar antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Salah satunya adalah presentase keterlibatan di pasar tenaga kerja, perempuan masih tertinggal jumlahnya daripada laki-laki. Alasan yang lain adalah persoalan jenis pekerjaan, perempuan biasanya terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang dianggap kurang terampil, kurang stabil (mudah mengalami penyusutan), berupa relatif lebih rendah daripada laki-laki dan kemungkinan untuk naik jenjang sangat kecil. Pekerja perempuan yang terlibat dalam sektor informal, biasanya berasal dari


(13)

rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah. Di mana bekerja menjadi suatu strategi menghadapi tekanan ekonomi sekaligus mewujudkan rasa tanggungjawab terhadap kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Adapun alasan lain mengapa perempuan ingin bekerja ialah karena mereka ingin memiliki uang sendiri dan agar biasa mengambil keputusan sendiri tanpa harus minta izin atau berembug dengan suami (Abdullah, 1997 : 230)

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa dari tahun ke tahun, makin banyak perempuan yang berperan ganda. Sebagian perempuan bekerja karena memang kondisi rumah tangga yang menuntut agar mereka ikut berperan serta dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan diri sendiri, yaitu untuk kepuasan batin dan sarana aktualisasi. Bagi sebagian wanita dengan kelas ekonomi menengah ke atas, bekerja dianggap sebagai sarana untuk menjalin komunikasi dengan dunia luar. Untuk kalangan perempuan dengan kelas ekonomi bawah, sebetulnya peran ganda bukan suatu hal yang baru. Sejak dulu mereka biasa bekerja sambil tetap mengasuh anak sehingga punya suami ataupun tidak, mereka tetap dituntut untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan. Sehingga pada situasi ini perempuan akan tersudutkan pada kondisi yang sulit, karena bekerja di satu sisi bagi mereka adalah suatu keharusan, maka seringkali memaksa mereka menerima pekerjaan tanpa pertimbangan yang matang, apapun jenis pekerjaan itu.

Hal ini biasanya diakibatkan akses terhadap lapangan pekerjaan dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Kaum perempuan dirasakan akan semakin sulit untuk berkompetisi, terutama dengan kaum laki-laki. Akhirnya


(14)

ekonomi. Sehingga keadaan semacam inilah yang akhirnya membua “ bargaining power “. perempuan menjadi lemah, dan mereka terpaksa menerima jenis pekerjaan yang sebetulnya kurang disukai atau bahkan dianggap kurang sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan. Situasi ini akhirnya juga menempatkan perempuan sebagai pihak yang mudah untuk dipemainkan pihak lain, seperti mandor, calo, dan para pengusaha.

Banyak perempuan yang memilih pekerjaan sektor informal. Biasanya jenis pekerjaan yang mereka geluti adalah jenis pekerjaan yang dekat dengan aktivitas kesehariannya seorang perempuan, seperti : berdagang, membuka warung, menjahit pakaian, menjadi pekerja salon, dan sebagainya. Namun kenyataannya sekarang, tidak ada lagi pembatasan tempat di mana perempuan tidak dapat bekerja. Hal ini dilihat dari pekerjaan-pekerjaan perempuan sekarang yang menggeluti bidang yang dahulu diketahui sebagai lahannya kaum lelaki, antara lain : penjaga pom bensin, supir angkutan umum, tukang becak, tukang bengkel, dan penjaga parkir. Untuk kawasan yang relatif maju dan berpenduduk cukup besar di Indonesia, Kota Medan merupakan salah satu kota yang banyak menjanjikan peluang untuk berusaha dan bekerja. Salah satunya adalah sebagai penjaga parkir. Kondisi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang merupakan imbas dari globalisasi. Masyarakat dengan berbagai kultur secara sengaja tidak akan berperan sebagai pencipta dan pengguna teknologi. Salah satunya adalah perkembangan tingkat pembangunan seperti mall, ruko, indomaret, rumah makan dan lain-lain tidak memberikan peluang bagi perempuan untuk bekerja sebagai penjaga parkir.


(15)

Pada kasus perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir, mereka masih dianggap aneh dan dipadang sebelah mata oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal ini bukan hanya menyangkut pergeseran isu perempuan feminin, namun juga anggapan bahwa perempuan sedikit banyak akan mengalami kendala dengan situasi sosial yang notabene masih jarang dikerjakan oleh kaum hawa. Belum lagi hal ini dikaitkan dengan pandangan perempuan sendiri yang pada faktanya kebanyakan tidak ingin memilih jenis pekerjaan yang biasanya menjadi lahannya laki-laki, apalagi pekerjaan sebagai penjaga parkir. Hal ini sedikit banyak juga berkaitan dengan fakta bahwa dunia kerja laki-laki itu identik dengan kekerasan dan persaingan. Sehingga apabila kaum perempuan memasukinya mungkin akan ada potensi untuk dilecehkan dan mendapat berbagai stereotipe negatif pada mereka.

Fenomena ini bukan hanya memperlihatkan pergeseran peran yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam sektor publik, namun juga anggapan yang selama ini dikonstruksikan dalam masyarakat, bahwa perempuan adalah sosok feminin, lemah, dan harus dilindungi ternyata berangsur-angsur bergeser. Sekarang perempuan juga dituntut harus mampu “ menghandle” jaman dan berbagai persoalan hidup yang semakin kompleks.

Keadaan ini semakin menarik bukan hanya karena jenis pekerjaannya cukup “menantang “ tapi juga kita ketahui bersama bahwa pada sebagian besar masyarakat (keluarga) di Indonesia masih sangat kental budaya patriakhinya, tidak terkecuali di Kota Medan. Di mana budaya ini selalu mengedepankan kepentingan dan pendapat dari ayah/ anak laki-laki daripada perempuan. Sehingga


(16)

perempuan jarang diberi kesempatan, hak, dan kebebasan mengeluarkan pendapat atau kehendak termasuk dalam hal memilih jenis pekerjaan.

Di Kota Medan sendiri, kebebasan perempuan yang berprofesi penjaga parkir biasa dibilang belum begitu mendapat sorotan. Hal ini selain dikarenakan jumlah mereka yang memang sedikit, juga karena daerah atau tempat kerja (parkiran) mereka yang memang berbeda satu sama lain, sehingga sulit untuk menemukan mereka berada di suatu tempat yang sama. Daerah atau tempat kerja mereka di wilayah Kota Medan, antar lain : Medan Baru, Daerah Medan Petisah, Lapangan Merdeka, dan daerah padang bulan dan lainya. Memang nantinya masih banyak tantangan yang akan didapat kelompok tersebut karena mereka dianggap “ mencuri “ lahannya laki-laki, yag didukung oleh faktor-faktor cultural dan sosial yang juga akan menghambat kemajuan perempuan. Untuk itu dituntu suatu keberanian dan daya juang yang tinggi bagi seorang perempuan tukang becak untuk meruntuhkan berbagai anggapan miring tersebut dan selanjutnya merekosntruksi anggapan yang baru, yang mana anggapan yang tidak menyudutkan perempuan.

Sehingga diharapkan perbedaan gender yang melahirkan berbagai peran bagi setiap orang, tidak lagi menimbulkan berbagai permasalahan ketidakadilan, seperti pelecehan seksual, stereotipe,marginalisasi, ataupun eksploitasi pada perempuan. Termasuk dalam situasi perempuan yang bekerja sebagai penjaga parkir. Untuk itu saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk melihat kegiatan dan interaksi perempuan penjaga parkir ini sehari-hari, baik antara sesama penjaga parkir perempuan maupun dengan penjaga parkir laki-laki.


(17)

Guna mengetahui dan mendalami berbagai keuntungan ataupun permasalahan yang mungkin akan timbul karena jenis pekerjaan yang mereka geluti jauh dari bayangan dan harapan perempuan kebanyakan. Apalagi kasus ini belum begitu banyak mendapat sorotan dari masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Medan, bahkan masih banyak pihak yang belum mengetahuinya. Namun yang lebih penting, diharapkan nantinya hasil penelitian ini dapat membuka cakrawala dan pemikiran masyarakat umum tentang bagaimana kegiatan, interaksi, dan hubungan kerja di tempat kerja mereka dan tingginya daya juang yang dapat dilakukan oleh kaum perempuan.

1.2.. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana interaksi sosial penjaga parkir perempuan dengan penjaga parkir laki- laki?

2. Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap penjaga parkir perempuan?.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah :

1. Untuk melihat dan megetahui interaksi sosial penjaga parker perempuan dengan penjaga parker laki- laki


(18)

2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap penjaga parkir perempuan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini yang diharapkan adalah :

1. Memberikan manfaat peneliti agar lebih memahami permasalahan yang mungkin dialami oleh perempuan penjaga parkir dalam ruang lingkungan keluarga dan pekerjaannya.

2. Sebagai sumbangan bagi masyarakat agar lebih mengetahui dan memperluas wacana seputar kehidupan perempuan penjaga parkir dan agar posisi perempuan dalam keluarga, pekerjaan, dan lingkungan sekitarnya mendapat tempat yang layak, dihormati, dan diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkompetisi dan maju.

1.5. Lokasi Penelitian

Secara umum, penelitian ini akan dilakukan di Kota Medan, yaitu di daerah kecamatan Medan Baru Kelurahan Babura. Yang meliputi jalan Abdulah Lubis, jalan Iskandar Muda, Bank BRI, Kantor pos, sekitar Kampus Medicom dan sekitar pasar Pringgan. adapun tempat-tempat lain yang menjadih lokasi penelitian di Kecamatan lain peneliti hanya memperkuat data-data yang menjadih lokasi penelitian. Adapun alasan pemilihan lokasi ini sebagai lokasi penelitian ialah karena sejauh ini peneliti melihat di daerah tersebut dapat dijumpai perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir yang tetap.


(19)

1.6. Tinjauan Pustaka

Kebutuhan sosial ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu kelompok masyarakat, dimana aspek-aspek yang dimaksudkan adalah sebagai bentuk interaksi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Aspek sosial ini sangat berpengaruh terhadap sistem perekonomian dan perilaku masyarakat itu sendiri. Sehingga aspek sosial ekonomi adalah seluruh aspek sosial yang ada dalam kehidupan ekonomi manusia termasuk di dalamnya adalah penjaga parkir.

Objek kajian penelitian sosial adalah gejala-gejala sosial atau kenyataan-kenyataan sosial. Dalam hal ini manusia tidak dilihat dari kenyataan-kenyataan fisik dan biologis, melainkan sebagai mahluk sosial (I Made Wirartha, 2006 : 87). Oleh sebab itu hendaknya masyarakat melihat penjaga parkir perempuan selayaknya sebagai mahluk sosial, layaknya laki-laki sebagai penjaga parkir.

Penjaga parkir adalah profesi yang berkaitan dengan ketertiban. Dalam hal ini, penjaga parkir adalah pekerjaan atau profesi yang bertugas untuk merapikan dan menjaga kendaraan, agar kendaraan dapat parkir dengan tertib dan aman. Pada umumnya masyarakat memandang bahwa pekerjaan penjaga parkir merupakan pekerjaan yang dipegang oleh kaum laki-laki. Namun tak dapat dipungkiri, dengan tuntutan kebutuhan yang mendesak, kaum perempuan juga tak kalah dengan kaum laki-laki dalam memerankan pekerjaan ini.

Kenyataan tersebut tak terlepas dari adanya konsep gender yang mulai sering menjadi wacana dalam masyarakat. Konsep gender merupakan suatu konsep yang memberikan penjelasan tentang peran laki-laki dengan perempuan


(20)

yang dibentuk secara sosial dan budaya. Julia Celves Mosse mengatakan bahwa gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminism atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, pekerjaan di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggungjawab keluarga dan sebagainya secara bersama-sama mengoles peranan gender . Menurut ilmu Antropologi dan ilmu Sosiologi, Gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu.

Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan mengahamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, bias mengandung dan melahirkan serta menyusui dan menopause. Sedangkan hubungan gender dengan seks adalah sebagai hubungan sosial antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedaan Suku, Agama, Status Sosial maupun nilai tradisi dan norma yang dianut.

Istilah gender mencakup peran sosial kaum perempuan dan kaum laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan seringkali sangat penting dalam menentukan posisi keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang bisa berlangsung antara perempuan dan laki-laki akan merupakan konsekuensi dari


(21)

pendefenisian gender yang semestinya oleh masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dalam masyarakat tertentu ditetapka oleh kelas, gender dan suku. Tetapi sebagian perempuan juga hidup dalam keluarga, dan hubungan gender di dalam keluarga itu mewakili aspek yang amat penting tentang cara bagaimana perempuan mengalami dunia. Pembuatan keputusan, akses terhadap sumber daya, pembagian kerja, dan hubungan di luar keluarga biasa jadi semuanya diputuskan oleh hubungan gender di dalam unit keluarga itu sendiri.

Berbicara tentang gender, tak terlepas dari adanya konsep ideologi gender. di samping itu juga terdapat berbagai prespektif mengenai gender tersebut. Nunuk P. Murniati memberikan 3 prespektif gender yaitu prespektif agama, prespektif budaya, dan prespektif keluarga.

1.6.1. Prespektif Agama

Dalam kehidupan berbudaya, manusia menciptakan berbagai aturan main untuk mengatur hubungan antar manusia dengan Sang Pencipta. Agama dalam hal ini merupakan salah satu wujud dari kebudayaan manusia. Seperti hasil budaya manusia yang lain, agama dikembangkan berdasarkan pola berpikir yang sudah ada dalam masyarakat. Ideologi gender juga mewarnai munculnya agama-agama dan perkembangannya. Warna atau pengaruh ini tampak dalam peraturan-peraturan agama. Bahkan dalam kitab suci dan ajaran agama, pengaruh itu pun tampak pula dengan jelas. Alkitab menyatakan bahwa pada mulanya laki – laki dan perempuan adalah, yaitu sama – sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27), kesetaraan/kesamaan yang dimiliki oleh laki – laki dan perempuan setelah itu adalah “telah berbuat dosa” dan “kehilangan kemuliaan


(22)

Allah” (Roma 3:23) dan perempuan diciptakan dalam rangka memenuhi kebutuhan laki – laki (Adam) akan “penolong/teman yang sepadan”, bukan pemuas nafsu, apalagi pesuruh! (Kejadian 2:20-22). Dari beberapa ajaran agama, dapat diketahui seberapa jauh agama mempunyai andil memantapkan ekses negatif dari ideologi gender.

Salah satu ekses ideologi gender adalah terbentuknya struktur budaya patriakhat. Dalam budaya ini, kedudukan perempuan ditentukan lebih rendah daripada laki-laki. Di dalam masyarakat, terjadi dominasi laki-laki atas perempuan di berbagai bidang kedudukan. Dalam keluarga, kedudukan suami lebih dominan. Situasi ini berarti meneguhkan patriarchy private (dalam keluarga). Melalui perkembangan kapitalisme yang makin matang, patriarchy private menjadi state patriarchy. Patriarkhi menjadi warna dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan sosial, manusia mencipatakan aturan-aturan agama sebagai bagian dari struktur kebudayaan.

1.6.2. Prespektif Budaya

Pada waktu manusia masih berpikir sangat sederhana, mereka belajar dari yang merek lihat dalam kehidupan. Mereka menentukan pembagian kerja untuk kelangsungan hidup. Mulailah pembagian kerja atas biologis. Sejarah mencatat bahwa, sejak zaman itu terjadi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin.dari sini kemudian muncul perbedaan jenis pekerjaan luar (public) dan pekerjaan dalam(domestic).


(23)

Tersosialisasi oleh lingkungan hidupnya. Maka hidup perempuan cenderung berkelompok, mengelola makanan dan obat-obatan. Hal ini berbeda dengan laki-laki yang bekerja diluar secara bebas. Lingkungan hidup laki-laki mensosialisaikan hidupnya berpindah-pindah. Aturan mengenai hidup dibuat perempuan yang hidupnya menetap. Budaya ini dinamakan budaya matriakhat, dengan anak dikenal dengan garis keturunan ibu.

Perubahan budaya matriakhat menjadi patriakhat, terjadi pada waktu laki-laki mengenal peternakan. Sifat peternakan yang menciptakan harta, membutuhkan pelimpahan harta sebagai warisan. Karena kebutuhan pelimpahan ini, laki-laki mulai mencari keturunannya untuk diberi hak waris pada waktu yang sama maka terjadilah perampasan hak perempuan dalam mengambil keputusan. Peristiwa perampasan ini semakin kuat ketika manusia menghargai harta lebih tinggi daripada nilai manusiawi.

Perjalanan budaya patriakat makin kuat dan mantap, ketika terjadi perubahan sosial ke masyarakat feodal. Kemudian masyarakat ini berkembang menjadi kapitalis, dan kemudian dikunci dengan sistem militeralisme. Akibat perubahan sosial tersebut, dalam masyarakat terdapat pandangan bahwa norma manusia yang dianggap benar apabila dipandang dari sudut laki-laki. Semua ini berlaku di berbagai aspek kehidupan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, bahkan agama. Keadaan ini yang melahirkan segala macam diskriminasi terhadap perempuan, walaupun akibatnya mengenai laki-laki juga.


(24)

1.6.3. Prespektif Keluarga

Ideologi gender hasil konstruksi masyarakat menimbulkan berbagai masalah keluarga, karena tidak ada kesetaraan dalam relasi antar manusia. Pemahaman bahwa setelah menikah istri adalah milik suami, mengundang perilaku suami untuk menguasai istri. Dianggapnya bahwa istri adalah hak milik suami. Istri akan menjadi tergantung karena ia dimiliki dan harus dilindungi. Padahal, dalam kenyataan belum tentu laki-laki seorang pribadi memiliki kemampuan untuk itu.

Akibat stereotipe yang memberikan lebel pada laki-laki dan perempuan, maka terjadilah pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dalam keluarga. Anak laki-laki dan anak perempuan dididik secara tradisi dan adat menurut konstruksi sosial, dan bukan atas kemampuan pribadi. Perkembangan anak akan masuk ke dalam kontak stereotipe, sehingga sulit menemukan identitas dirinya.

Setiap rumah tangga mempunyai ciri khas mengenai kegiatannya. Tetapi secara garis besar diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja ( mencari nafkah ) untuk memenuhi pangan, sandang dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan pemeliharaan pangan, sandang dan papan serta kegiatan lain yang menyangkut kebutuhan rumah tangga.

2. Kegiatan administrasi, yaitu kegiatan yang menyangkut cata mencatat. Kegiatan ini meliputi peneydiaan dan pengaturan catatan keuangan, harta dan surat-surat peting yang dibutuhkan untuk urusan keluarga ( kartu keluarga, surat kawin, ijasah, surat periksa dokter, surat keputusan dan sebagainya).


(25)

3. Kegiatan yang behubungan dengan luar, yaitu kegiatan bernegoisasi, kegiatan berhubungan antar keluarga dan kegiatan sosial lainnya.

Dari tiga macam kegiatan tersebut, setiap rumah tangga mempunyai perincian yang berbeda-beda, tergantung status keluarga.

1.1.4. Perempuan Karier

Karier adalah keseluruhan pekerjaan baik yang digaji maupun yang tidak digaji, suatu proses belajar dan peran-peran yang disandang sepanjang hidup. Biasanya, istilah karier berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan uang dan merupakan suatu pekerjaan tunggal. Namun saat ini, dalam dunia kerja, istilah karier dipandang sebagai suatu proses belajar dan pengembangan diri yang berkesinambungan. Kegiatan yang dapat disebut sebagai karier dan penunjangnya antara lain : kerja praktek, keterlibatan dalam masyarakat,kegiatan wirausaha, kegiatan budaya, pelatihan, pendidikan, minat, olah raga, dan pekerjaan sosial (Sumber :antobey.wordpress.com/2007/09/06/pengertian-karier/ -

Antara perempuan dan karier merupakan permasalahan tersendiri. Oleh karena kewajiban laki-laki adalah sama, sebaiknya sekarang takperlu lagi dipersoalkan perempuan dan karier. Yang lebih penting untuk disadari bersama, bagaimana perempuan berkarier. Perempuan sendiri dituntut untuk mengambil keputusan mengenai kedudukan dirinya. Hal ini ialah yang masih menjadi permasalahan sendiri pada perempuan Indonesia, sebab masih takut menghadapi

Tembok miring).


(26)

konflik. Oleh karena itu lah, perempuan Indonesia membicarakan tentang isu yang menyangkkut perempuan. Misalkan seperti tenaga kerja perempuan, pemerkosaan, dan sebagainya.

Perempuan dalam memili karier masih dipandang sebagai kelompok perempuan, belum banyak memandang sebagai pribadi manusia yang mempunyai kemampuan tertentu. Keadaan biologis perempuan, teori-teori menegnai pembagian kerja secara seksual dan ajaran-ajaran agama yang menciptakan ideologi tentang perempuan, ideologi gender. Ideologi ini membentuk pandangan seseorang yang akan terwujud dalam perilaku untuk mengambil keputusannya. Proses ini terjadi pula dikalangan perempuan tiu sendiri yang memandang sudah terkondisikan sejak lahir. Pandangan akan berangsur-angsur berubah, bila didalam pribadi manusia terjadi proses secara penuh.

Seperti halnya manusia laki-laki, perempuan adalah mahluk biopsikis pula. Sudut pandang yang dipergunakan untuk memandang perempuan tidak hanya sudut pandang biologis saja, tetapi juga sudut pandang psikologis. Apabila dipandang dari sudut biologis saja, nilai-nilai sosial juga akan mengkhususkan kepada hal-hal yang berlaku bagi perempuan.

Dalam melaksanakan karyanya, atau dalam meniti karier, perempuan harus menentukan pilihan secara tegas dan konseptual. Artinya pandangan atau ideologi mana yang diyakini. Bagi perempuan yang berkeluarga, tentu saja tidak dapat melepas dengan hubungan interkeluarganya. Karier di sini membutuhklan dukungan, maka perlu memperbaiki hubungan interkeluarga, sehingga dalam


(27)

mengambil keputusan secara pribadi dapat dukungan dan pengertian dari suami dan anak-anak.

1.6.5. Metode Penelitian

1. Tipe peneliti

Penelitian bertipe deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang mengumpulkan secara mendalam tentang perempuan sebagai penjaga parkir.

Dalam penelitian ada 2 jenis data yang dilakukan yaitu;

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan melakukan orsevasi dan wawancara.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk melengkapi data-data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu dari berbagai Buku- Buku, Jurnal- Jurnal, Media massa, Internet yang berhubungan dengan penelitian

Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah orservasi tanpa partisivasi. Observasi tanpa partisivasi adalah sipeneliti atau pegamat melakukaan pegamatan tanpa melibatkan diri dengan yang diamatinya. Dalam hal ini sipeneliti bertindak sebagai orang luar yang melihat gejala yang diamatin tersebut. Dengan mengunakan kacamata atau referensi dengan standar tertentu atu seorang peneliti ahli ilmu sosial misalnya dengan mengunakan konsep dan teori- teori yang digunakan dalam penelitian. Dalam orsevasi tanpa partisivasi dilakukan untuk menhendel kegiatan pada saat penjaga perempuan dalam melihat bagaimana cara kerja, aktivitasnya, cara menertipkan kereta, benda yang dipergunakan, cara


(28)

interaksi pegunjung dengan penjaga parkir perempuan dan cara kerja sama tukang parkir perempuan dan laki- laki.

Hasil pengamatan ditunjukan dalam cacatan hal yang dapat memudakan peneliti untuk membaca kembali informasi yang peneliti mendapat informasi di lapangan. Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam peneliti mengunakan wawancara atau (interview guide) dan dilakukan dengan bantuan pedoman alat perekam (tepe recorder) yang menjadih alat bantu yang bisa merekam data-data yang di dapat dilapangan. Peneliti mengkategorikan tiga informan yaitu informan pakal, informan kunci, informan biasa.

1. Informan pangkal adalah orang yang pertama kita temuin dilapangan dalam hal ini infoman pangkal yang menjadih informasi yang bisa melengkapi data-data. Ini biasanya adalah masyarakat yang tinggal di sekitar tempat penelitian tersebut yang menjadih pekerjaanya penjaga parkir.

2. Informan kunci adalah orang yang memahami atau yang mengetahui banyaknya perempuan penjaga parkir. Ini biasanya orang yang megelolah perpakiran atau orang yang menjadih bertanggung jawab atas penjaga parkir. Ini biasanya bos yang yang berada disekitar wilayah parkir tersebut dan ini juga tanggung jawab Pemerintah atau PEMKO Kota Medan.

3. Informan biasa adalah dibutukan untuk memperoleh informasi data yang mendukung seperti masyarakat sekitar.yang bertempat tinggal disekitar wilayah penjaga parkir dan masyarakat yang berkunjung disekitar penelitian.


(29)

Wawancara mendalam yang ditunjukan kepada informan pangkal yang dibutukan untuk mengelolah informasi tentang siapa- siapa yang dapat memberikan dan memperoleh informasi lebih dalam yang bertujuan yang diteliti dilapagan perempuan penjaga parkir. Wawancara ditunjukan kepada informasi tentang perempuan penjaga parkir yang berda di Kota Medan, alasan dilakukanya penelitian ini sebagai penjaga parkir perempuan untuk memperlancar wawancara terlebih dahulu dibagun baik dengan informasi dengan cara datang berkunjung ketempat pekerja perempuan penjaga parkir. Agar hubunganya baik- baik dalam mengikuiti berbagai kegitan sehari- hari para informan.

1.6.6. Analisa Data

Analisis data merupakan suatu proses pengaturan data, yang mengorganisaikan ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar (Moleong, 2000). Analisa data ini dilakukan secara kualitatif sesuai dengan metode yang akan dilakukan dalam penelitan ini. Maka semua data yan akan diperoleh disusun, diolah secara sistematis dan kemudian baru dianalisis agar dapat mempermudah kegiatan dan hasil penelitian dapat disimpulkan. Penganalisaan ini akan dilakukan dalam bentuk deskriptif analisis artinya apa yang akan dianalisis kelak, akan menghailkan suatu bentuk laporan sebagai hasil akhir dari penelitian yang dilakukan.


(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2. 1. Sejarah Kota Medan

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan kota medan sejak awal memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Sedang dijadikanya Medan sebagai ibukota Deli juga telah medorong kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah Kota, juga sekaligus Ibukota Sumber :

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan


(31)

sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

2.2. Kota Medan Secara Geografis

Koordinat geografis Kota Medan 3º 30º-3º 43’ LU dan 98º 35’-98º 44’ BT. Permukaan tanahnya cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 m di atas permukaan laut.

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951,


(32)

Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahanmenjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administrative,wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat


(33)

Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

2.3. Kota Medan Secara Demografis

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang


(34)

mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan sosial ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian. Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters) mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung


(35)

untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi,termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan.

Tabel Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan Tahun 2007-2009

Keterangan : Angka Sementara Pertengahan Tahun 2009

Melalui data tabel diatas diketahui, jumlah penduduk Kota Medan mengalami peningkatan dari 2,036 juta jiwa pada tahun 2007 menjadi 2,067 juta jiwa pada tahun 2006 dan 2,083 juta jiwa pada tahun 2007. Dari tahun ke tahun laju pertumbuhan mengalami peningkatan dari 1,50 persen pada tahun 2007 meningkta menjadi 1,53 persen pada tahun 2008, dan menurun kembali menjadi 0,77 persen pada tahun 2009.

Tahun Jumlah Penduduk

Laju

Pertumbuhan Penduduk

Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)

1 2 3 4 5

2007 2.036.185 1,50 265,10 7.681

2008 2.067.288 1,53 265,10 7.798


(36)

2.4. Kota Medan Secara Kultural

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi) dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan. Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

2.5. Kota Medan Secara Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang ( mengikuti pertumbuhan PDRB ) membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing retunrn to scale ( positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas ) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan


(37)

pendapatan masyarakat per kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi, relatif tetap. Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2007-2009 menunjukkan, pada tahun 2007 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen. Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2008. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen dan primer sebesar 2,93 persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen, industri jasa pengolahan sebesar 16,58 persendan jasa keuangan 13,41 persen.

Demikian juga pada tahun 20079 sektor tertier mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21 persen, disusul sektor sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer sebesar 2,86 persen. Masing masing


(38)

lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 persen.

Statistik Ekonomi Kota Medan Tahun 2007 - 2009

No INDIKATOR SATUAN TAHUN

2007 2008 2009

[1] 2 3 4 5 6

1 PDRB (ADH

berlaku)

Milyar (Rp) 42.792,45 48.849,9 5

55.455,58

2 PDRB (ADH

konstan)

Milyar (Rp) 25.257,42 27.234,4 5

29.352,92

3 PDRB Perkapita ADHB

Jutaan (Rp) 20,91 26,63 26,62

4 PDRB Perkapita ADHK

Jutaan (Rp) 12,35 13,17 14,09

5 Pertumbuhan Ekonomi

Persen (%) 6,98 7,76 7,78


(39)

7 Eksport (FOB) Milyar (US$)

3,86 4,52 5,50

8 Impor (CIF) Milyar (US$)

1,00 1,77 1,50

9 Surplus Perdagangan

Milyar (US$)

2,86 3,35 4,10

10 Investasi Milyar (Rp) 9.867,31 8.177,63 9.049,71

Sumber : www.pemko medan.go.id/mdnbar.php -

Tabel Diatas menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat pertumbuhan PDRB Kota Medan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penurunan inflasi serta peningkatan surplus perdagangan dan minat untuk melakukan investasi di Kota Medan. Semakin baik keadaan ekonomi masyarakat, maka aktivitas perdagangan dan investasi di Kota Medan semakin kondusif

tembok

2.6 Kota Medan Secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya .


(40)

Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat .

Data SUSENAS tahun 2007 memperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin.

Statistik Sosial Pembangunan Kota Medan Tahun 2007– 2009

No INDIKATOR SATUAN TAHUN

2007 2008 2009

1 2 3 4 5 6

1 Jumlah Penduduk

2.036.185 2.067.288 2.083.156


(41)

Penduduk

3 APK

- SD/MI Persen (%) 104,28 111,51 112,18

- SMP/MTs Persen (%) 99,79 94,53 98,36

- SMA/MA Persen (%) 89,04 81,09 89,34

4 APM

- SD/MI Persen (%) 91,36 91,04 91,79

- SMP/MTs Persen (%) 78,49 73,83 76,18

- SMA/MA Persen (%) 71,90 62,91 64,71

5 APS

- 07-12 Persen (%) 99,06 99,15 99,31

- 13-15 Persen (%) 95,04 92,19 94,04

- 16-18 Persen (%) 78,11 72,17 79,21

- 19-24 Persen (%) 24,09 22,90 24,19

6 Pendidikan

- Penduduk Minimal Tamat SLTA


(42)

- Buta Huruf Persen (%) 0,62 0,91 0,82

7 Angka

Kelahiran Total (TFR)

Persen (%) 2,19 2,16 2,13

8 Umur Harapan Hidup

Tahun 70,7 71,10 71,10

9 Angka Kematian Bayi (IMR)

15,84 15,10 13,80

10 Rata-rata Anak Lahir Hidup

Orang 1,50 1,39 1,34

11 Rata-rata Anak Masih Hidup

Orang 1,44 1,33 1,29

12 Anak Kesakitan Umum

Persen (%) 15,81 20,43 20,13

13 TPAK Persen (%) 66,91 62,21 58,62

14 TPT Persen (%) 12,46 15,01 14,49

15 IPM - 75,4 74,60 75,80

16 Penduduk Miskin

Persen (%) 8,62 7,77 7,09


(43)

Yang menjadih fokos penelitian adalah berada di kelurahan Babura kecamatan Medan baru, namun dalam skripsi ini peneliti pada dasarnya menkaji perempuan penjaga parkir yang berada di kota medan, namun sampai peneliti mencari informasi bahwa di kelurahan Babura inilah yang menetap perempuan yang menjadih penjaga parkir, tetapi peneliti tidak bias mendapat informasi lenkap dari hanya penjaga parkir yang merada di kelurahan Babura saja. Sebagai lengkapnya berdasarkan penelitian ini bahwa fokos penelitian ini telah di tentukan yang berada di kelurahahan Babura.

2.7. Gambaran umum lokasi penelitian Kelurahan Babura.

Kelurahan Babura, adalah salah satu di kelurahan dari Kecamatan Medan Baru yang berada di Kota Medan, yang terdapat 6 kelurahan salah satunya adalah Kelurahan Babura yang berada di lokasi jalan Gajah Mada. Kelurahan Babura ini sunggu sangat maju di lihat dari perkembangan Kota Medan bahwa kelurahan sudah termasud kota yang sudah maju dari berbagai Kota Medan lainya.

2.7.1 Sarana Fisik Pemukiman

2.7.1.1 Sarana Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu penunjang dalam menciptakan masyarakat yang sehat. Di kelurahan Babura sarana kesehatanya belum bisa di katakana lengkap karena di kelurahan Babura sendiri belum ada rumah sakit umum, puskesmas , puskesmas pembantu juga belom ada, namun poliklinik atau


(44)

balai pengobatan sudah ada 2 unit, apotik 4 unit, posyandu 5 unit, tokoh obat 2 unit, tempat dokter praktek 3 unit. ( sumber dari kantor kelurahan Babura).

2.7.1.2. sarana perumahan penduduk

Berdasarkan pendapatan yang dilakukan oleh pihak kelurakan, pemukiman di kelurahan Babura ada 3 jenis sesuai dengan bahan bagunan yang di gunakan. Klasifikasi tersebut adalah parmanen, semi parmanen dan non parmanen. Jumlah dan klasifikasi tempat tinggal tersebut dapat dilihat pada table ini

Table 2.1 Jumlah dan klasifikasi rumah rumah tempat tinggal

no Klasifikasi rumah jumlah %

1 parmanen 1700 51

2 Semi parmanen 1020 21

3 Non parmanen 900 28

jumlah 3600 100

Sumber: kantor kelurahan Babura selamat 2010.

Dari table di atas bawah yang paling banyak jumlah perumahan adalah yang parmanen sekitar 1700 buah, sedangkan rumah penduduk semi parmanen kira- kira 1020 buah.

2.7.1.3 Sarana Jalan dan Pengakutan

Di kelurahan Babura sarana dapat di kategorikan atas 3 bagian yaitu : jalan aspal, jalan macadam, jalan tanah. Semuanya kategori jalan yang sagat baik


(45)

yang mana semuanya itu sukup besar yang selalu di lalui para kendaraa bermotor baik 3 maupun 4, kecuali jalan tanah hanya biasanya di lalui kendaraan berroda dua. Jenisnya yakni adalah sarana tranportasi pengakutan umum dan sarana tranportasi pribadi, jenis tranportasi umum adalah: bus mini, becak, dan becak dayung. Sedangkan tranportasi pribadi iaiah: sepeda motor, dan kendaraan pribadi lainya.

2.7.1.4 Sarana Pendidikan

Melalui pendidikan masyarakat, dapat ditinggalkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga mereka akan berguna untuk nusa dan bangsa. Pendidikan akan berlangsung seumur hgidup dalam keliarga, sekolah dan masyarakat oleh karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga. Demikian pula halnya pendidikan kelurahan Babura ini terdapat beberapa sarana pendidikan yang dapat dimaafkan oleh masyarakat lain. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kelurahan Babura dapat di lihat dari table ini.

Table 2.2 Sarana pendidikan di kelurahan Babura

No Sarana pendidikan Jumlah

1 TK 4 buah

2 SD 2 buah


(46)

4 Perguruan tinggi 1 buah

jumlah 8 buah

Sumber: kantor kelurahan Babura tahun 2010

2.7.2 Peadaan Penduduk

2.7.2.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dibagi atas jenis kelamin yang dapat dilihat dari table 2.3

Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

Table 2.3 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di kelurahan Babura

pria wanita jumlah

4.774 5.532 10.306

Sumber : kantor kelurahan Babura tahun 2010

Dari tabel di atas dapat dikemukakan bahwa jumlah penduduk kelurahan Babura adalah 10. 306 jiwa.

2.7.2.2 Mata Pencaharian

Dilihat dari segi mata pencaharian penduduk kelurahan Babura sebagian besar sebagian besar buruh swasta. Pegawai negeri, peranjin dan masih banyah lagi. Mata pencaharian penduduk kelurahan Babura dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(47)

Table 2.4 Mata pencaharian di kelurahan Babura

No Pekerjaan jumlah %

1 Buruh swasta 6.495 65%

2 Pegawai negeri 350 9%

3 pengerajin 19 2%

4 pedangang 748 15%

5 penjahit 51 4%

6 Pegemudi becak atau pekerja informal penjaga parkir

190 5%

jumlah 7.853 100%

Sumber: kantor kelurahan babura tahun 2010

Dari sumber data yang di dapat dari kantor kelurahan Babura maka inilah mata pencaharian kelurahan Babura.


(48)

BAB III

AKTIFITAS KEHIDUPAN PEREMPUAN PENJAGA PARKIR DI

KELURAHAN BABURA KECAMATAN MEDAN BARU

3. Kehidupan Perempuan Penjaga Parkir

Kehidupan perempuan penjaga parkir mulai dari bermigran sampai hidup dan menetap tinggal di Kota Medan. Para perempuan yang bekerja sebagai penjaga parkir yang datang dari berbagai tempat ini bukan satu Suku melainkan berbagai suku misalnya Batak Toba, Nias, Karo, Jawa. Mereka sagat berbagia bentuk kedatangan mereka ke Kota Medan. Para dasarnya para perempuan ini ikut sama keluarga, datang sendiri dengan tujuan mencari pekerjaan yang lebih baik dari pada kehidupan yang berada dikampung.

Perempuan bukan hanya mencari pekerjaan di Kota Medan melaikan menambah jaringan dan kerja sama di berbagai kehidupan yang muncul dikalangan kehidupan sekarang ini.seperti kata Ibu H.Sianipar.

“ kehidupan ini susah yang penting senang dan kita tidak ada membebanin orang lain dalam bentuk apapun. Kami bekerja memang sangat banyak kendala dari luar maupun dalam, namun yang peting kami bisa kehidupin diri dan keluarga.”

Para perempuan yang datang ke Medan yang berbagai suku,bergai tingkat pendidikan dan keterampilan yang di miliki mereka. Dalam hal ini mereka tidak pernah membedakan itu dalam dunia kerja.perempuan ini tidak pernah berkecil hati dalam mendapat pekerjaan yang dimiliki mereka nantinya. Yang peting dalam diri mereka tidak mencuri atau membebani orang lain. .kehidupan para perempuan


(49)

yang menjadi penjaga parkir yang berada di Kota Medan khususnya di kelurahan Babura. Hal ini Nampak dari berbaagai kehidupan mareka yang tidak bisa di tutupin dari bergai kehidupan keluarga mereka. Tiap keluarga mempunyai bergai bentuk kehidupan mulai dari segi umur, pendidikan, status, suku, dan jumlah anak- anak mereka.

Perempuan dalam hal ini tidak bisa di pungkirin dari bentuk hal yang dialami berbeda –beda dalam pembagian kerja mulai dari pekerja rumah sampai pekerjaan di luar rumah yang menjadih pekerjaan perempuan sehari- harinya menjadi penjaga parkir. Dari semua perempuan yang menjadi penelitian ini sagat berbagai macam pendapat yang megenai pembagian kerja di rumah seperti yang di ungkapkan Ibu Waruwu.

“ dalam pekerjaan ini sunggu tidak ada kesempatan untuk istirahat. Karena dalam kehidupan keluarga masih minim atau belum bisa dikatakan keluarga yang sudah mampu dalam menhidupin keluarganya. Apalagi anak-anak masih belum bisa membantu dalam megerjakan pekerjaan rumah, karena masih berumur balita.”

Dalam hal ini perempuann yang menjadi bagian dari kepala rumah tangga yang ikut serta dalam bertangung jawab dalam menhidupin keluarga. perempuan ini bekerja penjaga parkir karena kurangnya pendapatan suami dalam menhidupin keluarga yang tugasnya kepala rumah tangga. Hal ini pekerjaan para pekerja perempuan ini tidak ada yang bisa mencukupin biaya rumah tangganya. Hal ini para perempuan menjadi penjaga parkir demi menhidupin keluarga dan menjadi perempuan yang mempuanyi jaringan di luar yang bisa membuat mereka menamba jaringa di luar rumah yang dapat membuat mereka lebih mendapat wawasan dari luar secara tidak langsung belajar resmi. Para perempuan ini sunggu berpikir maju dalam mencari jaringan sesama penjaga parkir yang bisa


(50)

membentuk berbagai jarigan yang saling membatu antara penjaga parkir yang satu dengan yang lain. Jaringa yang di bentuk mereka antara lain perkumpulan arisa jula-jula, perkumpulan dalam keagamaan dan jaringan yang bisa menamba ketenangan dan penghasilan suami dalam menhidupin keluarga, namun pada dasar tidak semuanya perempuan penjaga parkir ini bekerja karena kurang pendapatan suami, namun sebagian para perempuan penjaga parkir ini tidak mempunyai suami lagi untuk menhidupin keluarganya. Hal ini perempuan harus bekerja keras untuk keluarga.

Perempuan dalam hal ini sagat berbeda dengan perempuan yang mempunyai suami dengan perempuan yang tidak ada suaminya yang menjadi tulang punggu keluarga. Hal ini sagat nampak dari cara kerja yang dimiliki para perempuan yang tidak ada suami dengan perempuan yang mempunyai suami. Biasanya cara mereka bekerja berbeda dimana yang mempunyai suami biasanya lebih cepat dengan perempuan yang tidak ada suaminya. Biasanya yang mempunya suami bekerja jam 07 pagi- 17 sore. Mereka pulang lebih cepat dari suaminya karena anak- anak yang masih kecil yang belum bisa bekerja membatu pekerjaan rumah yang harus di kerjakan ibu rumah tangga.

Berbeda dengan perempuan yang tidak ada suami yang bekerja mulai jam 8.30 wib- jam 16 wib. Hal ini disebkan suami yang tidak ada. Namun berbeda dengan perempuan yang mempunyai anak- anak yang sudah bisa membantu pekerjaan rumah yang sagat megurangi beban istri yang biasanya bekerja megerjakan semua pekerja rumah mulai memasak, mencuci, memberangkatkan anak- anak sekolah. Hal ini yang bisa membuat para perempuan yang bekerja sebagai penjaga parkir ini sagat terbantu dalam semua pekerjaanya.


(51)

3.1.Indentitas Informan

Menurut Usman Pelly (1984) bahwa setelah beberapa tahun Indonesia merdeka pertumbuhan Kota Medan terus meningkat. Proses pertubuhan penduduk secara ilmiah dan arus migrasi yang terus menerus mengalir baik dari daerah sekitar maupun dari pulau lain. Para mingra datang atau berasal dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda. Budaya masing- masing melekat dalam diri dan pribadinya.

Dari kemajemukan penduduk Kota Medan terdapat suatu kecenderungan bahwa masing-masing suku bermukim secara mengelompok di sekitar tempat bekerja. Demikian juga dengan pekerjaan, juga terdapat suatu kecenderungan bahwa sesuatu jenis pekerjaan didominasi oleh sukubangsa tertentu,misalnya suku cina mereka cenderung berada di pusat kota di sekitar pusat- pusat perekonomian dan perdagangan. Suku bangsa Batak Toba pada umumnya bermukim di pusat- pusat perekonomian atau perdagangan yang berada di pusat kota yang berada di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Baru dan pusat Kota Medan lainya. Pemukiman tersebut tersebut sesuai dengan okupasi suku Batak Toba yang cenderung bekerja di bidang birokrasi,perkantoran, buruh kasar, petani dan penjaga parkir. Yang cenderung di dalamnya suku Minangkabau, mereka cenderung bekerja di bidang perdagangan kelas menengah ke bawah, serta bidang professional lain dan pada umumnya mereka bermungkim di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Baru, kemudian suku Jawa, Melayu, banyak bermungkim di daerah pinggiran Kota Medan misalnya Juanda, Sukarame, Helvetia, lapangan merdeka, yang pada umumnya mereka di bagian jenis pekerjaan okupasi buruh di berbagai perusahan, disamping sebagai petani.


(52)

Demikian juga dengan kelurahan Babura, sebagai salah satu daerah di Kota Medan yang mempuanyai masyarakat yang majemuk. Kecenderungan- kecenderungan segregasi dan okupasi terlihat dari adanaya pengelompokan – pengelompokan tempat tinggal di beberapa lingkungga yang terdapat di kelurahan Babura (telah diuraikan pada bab II). Demikian juga dengan orang Batak Toba yang cenderung tinggal lingkunagan III tersebut , maka tidak heran lagi perempuan Batak Toba yang mendominasi atau populasi perempuan penjaga parker yang berada di kecamatan Medan Baru dan ada juga di daerah- daerah lainya yang pekerjaan penjaga parkir perempuan. Dan ini tujuan peneliti menjadikan perempuan menjadih penjaga parkIr yang di dominasi oleh Suku Batak Toba, namun ada juga juga suku lainya seperti Nias dan Jawa yang menjadih objek penelitian saya.

3.2.Umur Informan

Perempuan penjaga parkir yang menjadih informan dalam penelitian ini masih tergolongdalam usia produktif yaitu 20-50 tahun. Untuk lebih jelas tentang usia para informan akan dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Umur Informan

NO Umur(tahun) jumlah %

1 20-25 1 5

2 26-30 2 10

3 31-35 2 20


(53)

5 41-45 2 30

6 46-50 1 5

jumlah 11 100

Sumber. Hasil penelitian 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah informan yang pada tingkat umur 36-40 tahun dan 41-45tahun adalah merupakan jumlah yang terbanyak dengan masing- masing jumlah yang terbanyak dengan masing- masing sejumlah 1 orang atau 60% dari jumlah keseluruhan informan sedangkang informan lainynya sebanyak 2 orang atau 20% berumur antara 31-35 tahun, 2 orang atau10% berumur antara 26-30 tahun dan berumur 20-25 tahun serta 46-50 tahun dan yang berumur20-25 tahun serta 46-50 tahun masing- masing 5%.

3.3. Tingkat Pendidikan

Karena pekerjan ini merupakan pekerjaan di sektor informan yang hanya sedikit memerlukan kealihan, dan tidak mementingkan pendidikan, maka pada umumnya perempuan penjaga parkir di kelurahan Babura kecamatan medan baru ini. Masih tergolongberpendidikan rendah. Sebagaian besar dari mereka hanya berpendidikan SD, bahkan ada juga di antarnya ada juga yang buta huruf atau tidak tamat dari SD, namun ada juga yang tamat dari SLTP hanya kira kira 3 orang saja. Karena rendanya tingkat pendidikan inilah para perempuan penjaga parkir bekerja di pasaran atau di kalangaan para dunia keras dan kejam. Demi kehidupan dirinya dan kelu arganya. Untuk lebih jelas megenai tingkat pendidikan informan dapat dilihat dalam daftar table berikut ini.


(54)

Tabel 2 Tingkat Pendidikan Informan

NO Tingkat pendidikan jumlah %

1 Buta huruf 1 10

2 Tidak tamat SD 3 30

3 Tamat SD 4 50

4 Tamat SLTP 3 10

jumlah 11 100

Sumber. Hasil Penelitian 2010

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 2 orang dari informan tidak pernah menduduki bangku sekolah dan buta huruf. Sedangkan yang berpendidiakan tingkat SLTP ke atas tidak ada. Sebahagian besar dari informan hanya berpendidiakan tidak tamat SD dan hanya tamat SD.

3.4. Status Perkawinan Informan

Para perempuan penjaga parkir yang berada di Kota Medan kususnya di Kecamatan Medan Baru Kelurahan Babura ini adalah para ibu rumah tangga yang mempunyai keluarga dan anak- anak. Sebagian besar mereka masih terikat hubunggan perkawinan. Informan yang menjawab seperti ini sebanyak 17 orang atau 85% dari keseluruhan informan yang berada di kota medan kususnya di kecamatan medan baru. Sedangkan 3 orang lagi atau 15% adalah para ibu rumah tangga yang sudah menjanda denggan tanggung jawab menjagah anak- anaknya. Untuk lebih jelas tentang hal tersebut dapat dilihat dalam table di bawah ini.


(55)

NO Status perkawinan jumlah % 1

2

Bersuami janda

8 3

85 15

jumlah 11 100

Sumber; Hasil Penelitian 2010

Para informan yang masih terikat hubungan perkawinan merupakan jutru keluarga batih yang terdiri dari seorang suami, istri, dan beberapa orang anak-anak. Dari hasil penelitian informan, tidak ada di antara mereka mengakui bahwa suami mereka telah kawin lagi, atau poligami. Mereka mengakui bawah mereka adalah istri pertama dan satu- satunya istri suaminya.

Sedangkan para informan yang sudah tidah bersuami (menjanda) yaitu sebanyak 3 orang. Mereka menjadikan janda karena suami mereka telah meninggal dunia. Ketika peneliti menanyakan apakah mereka tidak mempunyai keinginan untuk menikah lagi, mereka mengatkan bahwa mereka sudah mempunyai mempunyai anakdan yang paling peting bagi mereka dalah untuk memenuhi kebutuhan anak-anak dan biaya sekolah biar tidak serupah lagi nasib mereka nantinya. Seperti ungkapan ibu T. Sianipar ;

“ Anakon hi do hamorahon di au”

Yang artinya bahwa anak adalah harta yang paling penting dan paling berharga. Sehingga mereka akan memperjuangkan segalanya demi keberhasilan anaknya. Hingga para wanita bersedia menjadi penjaga parkir, demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan menyekolahkan anaknya hingga kejenjang yang paling tinggi. Karena mereka pada umumnya beranggapan bahwa sekolah adalah


(56)

sarana yang paling memungkinkan untuk meningkatkan taraf hidup dan martabat keluarga dimasa mendatang.

3.5. Alasan Perempuan Bermigrasi dan Lama Menetap di Kecamatan Medan Baru

Para perempuan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah perempuan yang berprofesi sebagai penjaga parkir yang pada umumnya adalah para pendatang yang bermigrasi ke Kota Medan dan mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda yaitu diantaranya berasal dari daerah Karo, Tapanuli Utara dan sebagian datang dari daerah Nias. Berikut adalah alasan para perempuan penjaga parkir bersedia pindah dari daerah asalnya.

Tabel 4 Alasan Pindah ke Kota Medan

No Alasan jumlah %

1 Ikut suami 7 60

2 Ikut famili 2 20

3 Datang sendiri 2 20

jumlah 11 100

Sumber: Hasil Penelitian 2010

Para informan yang mengakui pindah ke kelurahan Babura Kecamatan Medan Baru ini adalah karena ikut suami dan karena kesulitan ekonomi dikampung dimana mereka tidak memiliki lahan pertanian dan tempat pekerjaan lagi yang mengakibatkan pilihan untuk pindah ke Medan merupakan pilihan yang pertama seperti terlihat dari hasil wawancara penelitian dengan ibu T. Sianipar


(57)

“Kami sekeluarga pindah dari daerah asal ( Tarutung Taput ) pada tahun 1989 ke kelurahan Babura ini. Kami pindah ke sini karena dikampung sudah sulit mencari nafkah dan lahan pertanian semakin sempit dan suami tidak ada pekerjaan”.

Selain itu beberapa orang informan mengatakan alasannya pindah ke kelurahan Babura adalah karena ikut familinya, seperti yang dialami seorang di antara penjaga parkir ( ibu .P. Br Manullang ).

“kami sekeluarga datang ke Medan dan menetap di sinih karena di ajak oleh amang boruku( suami saudara perempuan ayah) sekitar tahun 1993. Mereka mengajak kami sekeluarga karena dia bilang di medanbanyak pekerjaan. Mula- mula kami tinggal di rumanya,, baru setelah suami saya bekerja sebagai penjaga warung dan kami bias menyewa rumah dan saya jadihnya merit dan menjadi penjaga parkir”.

Selanjutnya ada satu alasan lagi yang merupakan alasan yang paling banyakm dari informan, yaitu karena datang sendiri. Mereka pada awalnya dating ke Kota Medan muntuk merantau pada waktumasih gadis. Selanjutnya mereka menikah di Kota Medan setelah mereka berkeluargga menetap di kelurahn Medan Baru tersebut.

Selanjutnya disini peneliti juga akan menyajikan data tentang lamanya para informan menetap di kelurahan Babura Kecamatan Medan baru ini. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5 Lamanya menetapnya di Kelurahan Babura

NO Lama (tahun) jumlah %

1 0-5 1 10

2 6-10 2 35


(58)

4 16-20 3 15

5 20 lebih 2 10

jumlah 11 100

Sumber: hasil penelitian 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar para perempuan penjaga parkir yang sudah menetap di Kelurahan Babura di atas 5 tahun.

3.6. Status Pemilihan Rumah

Berdasarkan pemilikan rumah para informan yang pada umumnya yang telah lama menetap di Kelurahan Babura yaitu di atas 5 tahun, seperti yang telah disebutkan di atas. Mereka pada umumnya telah memiliki rumah sendiri walaupun tanah pertapakan yang di tempati adalah milik pemerintah ( PJKA ) yang sewaktu- waktu mereka rela meninggalkan perumahan mereka. Namun ada peraturan yang menyatakan bahwa mereka membayar pajak kepada pihak pemerintah. Selain itu para informan yang memiliki rumah dengan cara mencicil kepada orang yang memberikan pinjaman pada saat hendak mendirikan rumah mereka. Hal ini lebih jelas dengan tabel di bawah ini :

Tabel 5 Status kepemilikan rumah

NO Alternatif jawapan jumlah %

1 Rumah sendiri 7 65

2 Rumah sewa 3 25

3 Rumah cicilan 1 10

jumlah 11 100


(59)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 7 orang ( 65 % ) dari informan menempati rumah sendiri yang walaupun tanah pertapakanya merupakan PJKA.

Dilihat dari konstrusi bangunan, rata- rata rumah para informan adalah semi parmanen atau setengah batu dengan dinding papan dan beratap seng. Lantai rumah hampir semunya terbuat dari bahan semen. Walaupun ada beberapa rumah yang berlantai papan. Setiap rumah paling banyak memiliki dua kamar tidur dengan sebuah ruang tamu ditambah ruangan untuk dapur. Satu kamar untuk orang tua dan satu kamar untuk anak- anak mereka. Ada juga rumah yang menjadikan ruang tamu menjadi ruang tidur pada malam hari bagi anak- anak yang sudah dewasa, khususnya para laki- laki.

3.2 Alasan Perempuan Bekerja Menjadi Penjaga Parkir

Pada umumnya alasan manusia bekerja adalah karena kebutuhan hidup dan kebutuhan ekomoni yang menjadi tidak heran lagi melihat status sosial dan status gender di mana tidak ada lagi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal mencari pekerjaan demi memperjuangankan hidup dan keluarga. Sama halnya dengan penelitian yang telah ada tentang wanita yang bekerja, seperti penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (1988) mengenai motivasi kerja Perempuan Batak Toba, Pakpahan (1991) tentang wanita Parlangsam, Silalahi ( 1994 ) tentang Perempuan dalam Ekonomi Rumah Tangga, Fitriani (1990) mengenai Peranan Wanita Jawa dalam Kehidupan Ekonomi Rumah Tangga ( yang semuanya ini telah disebutkan dalam perempuan mencari hidup dan mempertahankan keluarganya ).


(60)

Demikian juga dengan para perempuan penjaga parkir di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Baru yang menjadi faktor mereka bekerja adalah karena mereka harus mempertahanakan kehidupan keluarganya. Selain itu adanya faktor yang harus dilakukan dalam kehidupan sosialnya baik antara perempuan penjaga parkir dan penjaga parkir laki – laki. Konteks kegiatan mengurangi perempuan menganggur dan tidak ada pekerjaan yang bisa menghidupi keluarga mereka.

Pada sub selanjutnya dari tulisan ini adalah tentang alasan bekerja sebagai penjaga parkir perempuan. Hal itu bisa dilihat dari tabel berikut ini.

Table 5 Alasan Bekerja Sebagai Penjaga Parkir

NO Alasan bekerja jumlah % 1 Menambah penhasilan 8 85 2 Memperluas pergaulan 2 10 3 Megisih waktu lowong

pekerjaan

1 5

jumlah 11 100

Sumber: dari hasil penelitian 2010

Seperti yang terlihat pada tabel di atas, yang menjadi alasan mereka bekerja sebagai penjaga parkir perempuan adalah karena keadaan ekonomi dan status sosial sekarang ini semakin tidak nampak perbedaan antara perempuan dan laki- laki. Ini bisa dilihat dari keadaan bangsa dan keadaan perekonomian semakin terpuruk dan melemah. Hal itulah yang membuat para perempuan memilih bekerja sebagai penjaga parkir. Bahkan beberapa orang di antara mereka ( 3 orang ) selain sebagai seorang ibu rumah tangga juga merangkap sebagai kepala rumah


(1)

memengtinkan tingkat pendidikan. Kebanyakan informan statusnya perkawiananya masih bersuami dan sebagian kecil mereka hanya janda.

Seperti yang telah disebutkan di atas alasan mereka sebagaian penjaga parkir adalah karena menjaga hidup dan setelah merekah menikah mereka juga mementinkan kehidupan ekonomi keluargganya. Adapun juga alasan- alasan lain tersebut di antaranya adanya hubungan-hubungan sosialnya dan jaringgan dalam lingkungan setempat tinggal dan dalam konteks pekerja sebagai penjaga parkir. Sebab kebanyakan suami perempuan penjaga parkir ini pekerjaan juga hampir sama dengan istirnya yang hanya bekerja di kalangan informal yang sagat keras dan upahnya tidak mencukupin kehidupan keluargganya. Itulah alasan perempuan ini ikut serta mencari nafkah demi kelangsung hidup keluarga.

Perluanya penjaga parkir dalam kehidupan sekarang adalah untuk membantu kelangsungan ketertipan kendaraan, dimana keluar masuknya kendaran dan juga menjaga keamanan para kendaraan dari berbagai macam manusia. Untuk itu penjaga parkir penting ada dalam kalanggan Kota yang cukup ramai dan padat. Karena parkir sagat membantu kalangan pendatang atau kalangan pengendara untuk memarkirkan kendaraanya. Proses ini sagat banyak membantuh para pendatang untuk berkunjung dalam tempat parkir yang berada di Kota Medan khususnya di kelurahan Babura kecamatan Medan baru.

Sebagaian besar sektor informal lainya, yang pola kegitanya tidak terarur baik dalam perlengkapan alat- alatnya yang suadah dipersiapkan dinas PEMKO Kota Medan. Dalam artian waktu, kegitaan menjadi penjaga parkir tidak mempunyai jam kerja menetap karerna dalam pekerjaan ini di pegan perempuan atau istri yang menjadi Ibu rumah tangga, namun sebagian besar perempuan penjaga parkir ini


(2)

sudah bisa mekerja dengan jam kerja yang sudah menetap karena mereka sudah mempunyai anak perempuan yang bisa mengantikan pekerjaan rumah lainya. Jadi perempuan ini sudah bisa dikatakan pekerjaanya tetapnya adalah penjaga parkir.

Pekerjaan ini sagat berat dan mempunyai resiko yang tinggi dimana kalangan masyarakat sagat berbeda-beda dalam persepsi dalam menangapin persolan seperti halnya dengan pekerjaan perempuan penjaga parkir. Yang berbeda- beda pendapat tentang mereka yang bekerja di kalanggan pekerjaan yang keras dan butuh tenaga yang kuat serta tanggu jawab yang tinggi. Dan perempun seperti ini harus penuh kesabaran dalam menangapin kata- kata yang muncul dari masyarakat atau kalangan keluarga yang pekerjaan kita sebagai penjaga parkir. Hubungan kekerabatan yang terjadi di antara penjaga parkir ini cukup baik dalam tetangga, dan hubungan yang terjalin dalam berbagai kegiatan yang lainya. Ini biasanya dilakukan untuk mempererat hubungan yang baik di antara penjaga parki lak-laki maupun perempuan yang membentuk jaringan sosial yang baik di antara perempuan penjaga parkir. Dalam setiap kelompok penjaga parkir ini ada kekuatan yang baik di antara mereka yang bisa membentuk kekerabatan yang kuat.

Kemudian suatu kelompok juga mempunyai nilai yang dipergunakan untuk melihat kelompok yang lain antara penjaga parkir dengan bos atau orang yang bertanggung jawab dalam keberadaan mereka, gaji dankepentingan lainya. Hal ini sudah menjadi hubungan yang tidak bisa di pisahkan dalam pekerjaan ini yang membentuk hubungan- hubungan yang baik. Dalam hubungan- hubungan ini rasa perbedaan di antara penjaga parkir perempuan dengan laki laki tidak ada memunculkan dampak yang bisa memisahkan mereka dari berbagai kalangan


(3)

masyarakat. Dan sebaliknya juga hubungan penjaga parkir dengan bos juga baik demi kelancaran di antara mereka dan cara perjanjian para penjaga parkir yang sudah ada patokan gaji yang sudah disetujui dengan bersama.

Demikianlah para perempuan penjaga parkir yang berada di sekitar kelurahan Babura ini berjuang keras demi kelangsungan hidup dan kelangsungan kehidupan keluarga dalam kehidupan sosial tanpa memperdulikan pekerjaan yang sangat keras dan banyak tantangan dan pandangan dari berbagai pihak masyarakat.

5.2. Saran- saran

Melalaui kesimpulan di atas dapat di ketahui apa, siapa, dan bagaimana penjaga parkir perempuan dalam bekerja dalam menangapain berbagai padangan masyarakat terhadap profesi mereka sebagai pekerja sector informal dan. Demi meningkatkan taraf hidup keluarganya merupakan contoh inisiatif seorang perempuan dalam keluarga.

Kesedian perempuan penjaga parkir ini yang berperan sebagai ibu rumah tangga sekaligus mencari nafkah tanpa berniat untuk lebih tinggi dalam kedudukanya dalam rumah tangga. Yang menjadi kepala rumah tangga, namun dalam hal ini perempuan sagat berperan dalam situasi apapun demi kelangsungan hidup keluarga.

Bagi suami hendaknya dapat memberikan penilain yang lebih lagi dalam sekedar penilain yang didasarin pada nilai- nilai budaya saja. Kalau memang dalam hal bekerja keras sudah menjadi salah satu dari kebiasaan dari suku Batak Toba dan seluruh perempuan yang menjadi penjaga parkir. Sungu baiknya apabila


(4)

kesanggupan suami dalam mencari nafkah sudah semaksimal mungkin tetapi masih harus di bantu oleh istri yang tidak ada salahnya apabila suami ikut membatu dalam bidang pekerjaan rumah tangga.

Dari segi akedemis dalam mengkaji permasalahan perempuan, konflik yang muncul atau pandangan dari masyarakat sagat muncul banyak dengan berbagai pendapat atau tanggapan terhadap perempuan penjaga parkir. Terlebih lagi persepsi terhadap aktifitas ekonomi keluarga yang menjadi persoalan- soalan pada masyarakat yang menjadi penjaga parkir.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan

1997 sangkan paran Gender. Yokyakarta : Pustaka Pelajar. Daulay, harmona

2007 Perempuan dan kemelut Gender. Medan : USU Press. Pustaka Pelajar

Gerungan. A. W

2002 Psikologi sosial. Jakarta: PT. Rafika Adhitama. Helzner, Briggite

1997 Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta : Pustaka Utama Grafifi.

Moleong, Lexy J

2006 Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mosse, Julia Cleves

1996 Gender dan Pembangunan. Yokyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis Center dan Pustaka pelajar.


(5)

2004 Getar Gender : Perempuan Indonesia dalam Prespektif Agama, Budaya, dan Keluarga. Magelang : Yayasan Indonesia Tera. Poewandari E. K. ( Ed)

1995 Kajian Wanita dalam Pembangunan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Ismaini

1976 Mingra Batak Toba ke aceh Tenggara, Jakarta, berita antropologi.

Pelly, Usman

1984 Hubungan Antar Etnis, makalah pada seminar sejarah lokal, Dep dan budaya , Hotel Tiara,Medan, 17-20 sep 1984.

Sianipar, Wilmar

1988 Motivasi Kerja Wanita suku Bangsa Batak Toba, Skripsi, FISIP USU, Medan.

Silalahi, Kartini

1985 Wanita Pekerja Sektor Informal Suku Bangsa Batak Toba Skripsi Antropologi USU, Medan.

Budiman, Ariif

1985 Pembagian Kerja Secara Seksual, Jakarta, PT. Gramedia. Suparlan , Parsudi

1986 Masyarakat, Stutur Sosial, dalam Wijaya, individu, Keluarga, dan Masyarakat, CV. Akademi Pressindo, Jakarta.

Sajogyo, Pujiwati

1983 Peranan Wanita dalam perkembangan masyarakat Desa, YPII dan Rajawali, Jakarta.

Tricahyaho, Tri Bambang

1983 Pengembang kesempatan kerja, Yogjakarta, BPFE. Nasution, M.H

1991 Kaum Wanita Dalam Sistim Marga dalam peranan dan kedudukan Wanita Indonesia, Maria Ulfah dan T. O. Ihroni (ed), Gadjah Mada University Press.


(6)

Situmorang, Victor

1988 Kedudukan Wanita di Mata Hukum, PT. Bina Aksara, Jakarta. Handayani, Eva

1992 Wanita Mentawai dan Pekerjaanya, Skripsi Antropologi USU, Medan.

Boserup, Ester

1984 Peranan Wanita Dalam Perkembangan Ekonomi, Yayasan Obor , Indonesia, Jakarta.

Sumber lain :

Pramareola14.wordpress.com/2009/…/memahami-arti -gender/-tembolok-mirip.

antobey.wordpress.com/2007/09/06/pengertian-karier/ - Tembok miring www.pemkomedan.go.id/mdnbar.php - Tembok