jtstikesmuhgo gdl megawatia0 1440 1 bab1 3 i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Termoregulasi Pada Sdr.E : Febris
Diruang Cempaka RSUD Kebumen.
B. Latar Belakang
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang penderita
mengalami demam terus-menerus selama 1 minggu dengan suhu diatas 38,3
o
C dan belum
ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama 1 minggu secara intensif dengan
menggunakan sarang laboratorium dan penunjang lainya (Soeparman, 2002 ).
Salah satu kondisi tersebut yaitu demam/febris adakalanya demam ringan hingga
demam panas sekali, sehingga usaha mengobatinya pun bermacam-macam, mulai dari cara
sederhana sampai ada yang pergi ke dokter , /Rumah sakit ,namun jarang orang mengetahui
apa penyebabnya. Beberapa hal yang mempercepat penyebaran demam dinegara urbanisasi
kepadatan penduduk . Sumber air minum dan standar hygiene industri pengolahan makanan
yang masih rendah. (Soegijanto, 2002).
Demam (fever, febris) adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkandian yang
normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termogulasi yang terletak dalam
hipotalamus anterior” (Isselbacher, 2004)
Terjadinya Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme
(virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti
kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke
dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam
(pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus
anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam.
Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh
jarang sekali melebihi 41ºC.( Soeparman, 2002).
Demam atau febris merupakan pengeluaran panas yang tidak mampu untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas yang mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih
hanya 29-52% sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolik dan 1112% dengan penyakit lain Dampak demam jika tidak mendapatkan penenganan lebih lanjut
antara lain dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis dan kejang demam (Febrile
Convulsion).
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui perbedaan penurunan suhu yang
sigifikan pada klien febris antara diberikan kompres hangat dengan tanpa kompres hangat
pada reseptor suhu. Jenis penelitian yang digunakan adalah true eksperimental dengan pretest
posttest control group design. Sampel yang digunakan purposive sampel dengan kriteria
inklusi antara lain klien dengan peningkatan suhu tubuh ( suhu diatas 37,5 ?C ), klien
mendapat terapi farmakologi (antipiretik), klien tidak mengalami dehidrasi sedang atau berat,
tidak mengalami demam siklik (tyfoid fever). Pengambilan data dengan cara observasi dan
eksperimen dengan pemberian kompres hangat pada reseptor suhu pada klien febris.
Berdasarkan hal tersebut di atas disusunlah karya tulis ini yang lebih lanjut akan
menguraikan penanganan dan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan termoregulasi pada
pasien dengan gangguan febris.
C. Tujuan
Tujuan penulis ada 2 bagian yaitu :
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan termoregulasi pada
pasien dengan Febris.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan
termoregulasi dengan febris.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan termoregulasi dengan febris.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan termoregulasi dengan febris.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan dengan febris.
e. Mampu melaksanakan evaluasi Asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan termoregulasi dengan febris.
D. Pengumpulan Data
1. Observasi dan pemeriksaan fisik : penulis melakukan pengamatan dan pemeriksaan fisik
terhadap pasien.
2. Interview : penulis melakukan pengumpulan data dengan Tanya jawab kepada pasien dan
keluarga pasien.
3. Studi literature/dokumentasi
Pengumpulan data tentang keadaan pasien dari catatan medik,catatan keparawatan,hasil
laboratorium,pemeriksaan lain serta buku keperawatan.
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang penderita
o
mengalami demam terus – menerus selama 3 minggu dengan suhu tubuh diatas 38,3 C
dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama 1 minggu secara
intensif dengan menggunakan sarang laboratorium dan penunjang medis lainnya
(Soeparman, 2002 ).
Febris adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko untuk
o
mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,8 C peroral atau
o
38,8 C perektal karena factor eksternal.” (Carpenito, 2002).
Febris (demam belum terdiagnosa) adalah suatu keadaan seorang pasien
o
mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan diatas 38,3 C dan
tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara
intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis
lainnya”(Nelwan, 2003).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkaian yang normal sebagai
akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.
Hipertermia merupakan kenaikan suhu tubuh diatas titik penyetelan (set poin)
hipotalamus sebagai akibat dari kalangan panas yang tidak memadai (misalnya seperti
yang terlihat pada waktu latihan jasmani, minum obat yang menghambat perpirasi,
lingkungkungan yang panas dari lain – lain) (Iseelbechtter, 2004).
Demam adalah peningkatan titik patokan (set poin) suhu di hipotalamus. Dengan
meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk
meningkatkan suhu tubuh, tubuh berespon dengan menggigil dan meningkatlkan
metabolisme basal. Demam atau febris adalah keadaan dimana ter adi kenaikan suhu
hingga 37 0 C atau lebih. Ada uga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,5 0 C.
Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40 0C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Julia,
2003).
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan pengertian demam adalah
peningkatan suhu tubuh diatas penyetelan set poin di hipotalamus yang terus – menerus
dan diteliti selama 1 minggu ditemukan penyebabnya. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa febris adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami
o
kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkandian yang normal (lebih tinggi 37,8 C peroral
o
atau 38,8 C perektal) sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang
terletak dalam hipotalamus anterior. ( Carpenito, 2002).
B. Etiologi
Demam biasanya disebabkan oleh infeksi selain itu uga disebabkan oleh keadaan
toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Gangguan pada pusat
regulasi suhu sentral dapat meninggi dan temperatur seperti pada head stroke, peredaran
otak, atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat ter adinya
reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peningkatan temperatur (Soeparman, 2002 ).
Demam ter adi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain (Julia, 2003).
Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi ( Guyton,2002).
C. Anatomi Patologi
Keadaan demam se ak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai petanda
penyakit. Suhu penderita biasanya diukur dengan termometer air raksa dan tempat
pengambilannya dapat diaksila, oral atau rektum. Suhu tubuh normal berkisar antara
36,5 0 C – 37,2 0C. Suhu sub normal dibawah 36 0 C. Dengan demam pada umumnya
diartikan suhu tubuh diatas 37,2 0 C. Hiperpireksia adalah suhu kaadaan kenaikan suhu
tubuh sampai setinggi 41,2 0C atau lebih, hipertermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah
3,5 0C Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu tubuh di aksila, oral dan
rektum. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,5 0C, suhu rektal lebih
tinggi dari pada suhu oral. Demam ter adi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yaag dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan
suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan
interleukin 1 . Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta
mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsug dapat menyebabkan
suatu pireksia (Soeparman, 2002 ).
D. Patofisiologi
Demam ini ter adi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan
suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan
interleukin 1 . Didalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta
mengakibatkan peningkatan sintetis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan
pireksia.
Pengaruh autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer
sehingga pengeluaran ( dissipasion) panas menurun dan penderita merasa demam. Suhu
badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga
mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya
kepermukaan, maka rasa demam bertambah pada seorang penderita (Soeparman, 2002 ).
Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1 yang
disebut pirogen endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif, makrofag dan sel
– sel yang mengalami cidera. Interleukin 1 tampaknyamenyebabkan panas dengan
menghasilkan prostaglandin yang merangsang hipotalamus. Apabila sunber interleukin 1
dihilangkan (misalnya setelah sistem imun berhasil mengatasi mikroorganisme), maka
kadarnya akan turun. Hal ini akan mengembalikan titik patokan suhu ke normal. Untuk
jangka waktu singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan tersebut
dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi. Sebagai responnya
hipotalamus akan merangsang berbagai respon misalnya berkeringat untuk
mendinginkan tubuh (Corwin, 2001).
E. Manifestasi klinis Tanda dan Gejala
Banyak gejala yang menyertai demam yaitu :
1. Demam
2. Suhu meningkat
3. Menggigil
4. Lesu, dan gelisah
5. Berkeringat, wajah merah
6. Selera makan turun
7. Peningkatan frekuensi pernafasan
8. Dehidrasi
9. Hangat pada sentuhan
(Julia, 2003)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita Demam yaitu:
a. Mengawasi kondisi klien (monitor suhu berkala 4-6 jam)
b. Berikan motivasi untuk minum banyak
c. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
d. Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha
e. Pemberian obat Antipiretik
f. Pemberian Antibiotik sesuai indikasi
(
Mansjoer, 2009)
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien demam menurut (Mansjoer, 2009) Yaitu:
a. Pemeriksaan leukosit : Pada kebanyakan kasus demam jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada dalam batas normal,kadang kadang terdapat leukositosis walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit berguna untuk pemeriksaan demam.
b. Pemeriksaan SGOT (Sserum glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan ISGPT(
Serum Glutamat Piruvat Transaminase) SGOT SGPT sering meningkat tetapi kembali
normal setelah sembuhnya demam, kenaikan SGOT SGPT tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.
c. Uji Widal : Uji widal aalah suatu reaksi antigen dan antibody / agglutinin. A gglutinin
yang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam pasien. Antigen yang
didigunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
telah diolah dilaboratoriaum. Maksud uji Widal ini adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam thypoid.
Infeksi
septikimia
H. Pathway
Mual muntah
Masukan
nutrisi in
adekuat
Bakteri dalam darah
Mengeluarkan toksin
Kehilangan
cairan
Sintetis dan pelepasan
Pirogen oleh leukosit pada
Jaringan yang meradang
Tindakan
rehidrasi dg
cairan
parenteral
Kelemahan
fisik
Perubahan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Menghasilkn
prostaglandin
Tindakan
invasif
Merangsang
Pengaturan suhu
dihipotalamus
Port de
entry
Intoleransi
aktivitas
Pembebasan interlikuin 1 oleh
Neutrofil, makrofag dan sel yang cidera
Pengaturan suhu
Tidak seimbang
Penurunan suplai
O2 ke j aringan
Dan sel
Resiko
infeksi
Penurunan suplai
O2 ke otak
Pusing
(Smaltzer, 2002: Price Silvia, 2006)
Metabolisme
meningkat
hipertermi
Gg perfusi
jaringan
serebral
Nyeri akut
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Ketidakefekti
fan
termoregulasi
Ketidaktahua
n keluarga
Kurang
informasi
Kurang
pengetahuan
1. Pengkajian
a) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b) Riwayat kesehatan
c) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
d) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam
(misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah
menggigil, gelisah.
e) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien).
f) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak).
1). Data dasar pengkajian pasien.
a). Bernafas dengan normal
Fungsi mental
: mungkin menurun, letargi, kegelisahan
Warna kulit
: pucat atau sianosis.
b). Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual muntah,
c). Eliminasi
Peningkatan jumlah urine
d). Berpakaian: ketidakmampuan dalam berpakaian
Kelemahan atau keletihan dalam berpakain
e). Personal Hygiene
Keletihan atau kelemahan, kelemahan saat aktivitas perawatan diri, penampilan
menandakan kelalaian perawatan personal.
f). Gerak dan keseimbangan
Keletihan, kelemahan terus-menerus sepanjang hari, nyeri dada sesuai dengan aktivitas.
g). Istirahat dan Tidur
Insomnia, gelisah jika suhu tubuh naik pada saat istirahat/tidur.
h). Temperatur Suhu dan Sirkulasi
Terjadi peningkatan suhu tubuh dan sirkulasi.
i). Rasa aman dan nyaman
Perasaan tidak nyaman , tidak tenang, gelisah.
j). Berkomunikasi dengan orang lain.
Marah, ketakutan, mudah tersinggung
k). Bekerja
Kemampuan bekerja terganggu
l). Spiritual
Terganggunya aktivitas spiritual seperti biasanya
m). Belajar
n). Rekreasi
-
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d peningkatan metabolisme tubuh.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
4. Resiko infeksi b.d masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap tindakan infasif.
5. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai penyebab dan perawatan
demam.
J. Fokus Intervensi
1. Hipertemi b.d peningkatan metabolisme tubuh.
a. Tujuan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan
b. Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan
menggigil/diaporesi.
Rasional: mengetahui adanya peningkatan suhu pasien.
2) Pantau suhu lingkungan , batasi/tambahkan linen tempat tidur
sesuai indikasi.
Rasional:mengetahui suhu peningkatan atau penurunan.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol.
Rasional:untuk menurunkan panas.
4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA (Aspirin),
paracetamol, Asetaminofen, Tylenol.
Rasional:pemberian obat sesuai program (Doenges, 2000)
2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.
a. Tujuan melaporkan penurunan berat sakit kepala, tekanan darah dalam
batas normal.
b. Intervensi :
1) Posisikan pasien head up 30 0
Rasional: memberikan kenyamanan dengan posisi head up.
2) Pantau tanda – tanda vital.
Rasional: mengetahui nilai kekuatan darah dan nadi pasien.
3) Pantau masukan dan keluaran.
Rasional: masukan dan keluaran sedikit atau banyak.
4) Berikan teknik relaksasi (masase, imajinasi, asist).
Rasional: mengurangi rasa nyeri pasien (Doenges, 2000).
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
a. Tujuan pasien melakukan aktivitas mandiri dan tampak segar.
b. Intervensi :
1) Kaji aktivitas pasien.
Rasional: mengetahui adanya peningkatan aktivitas.
2) Monitor tanda – tanda vital.
Rasional: mengetahui nilai kekuatan darah dan nadi
3) Bantu klien dalam beraktivias.
Rasional: pemenuhan kebutuhan dalam beraktivitas (Doenges,
2000)
4. Resiko infeksi b.d masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap tindakan invasif.
a. Tujuan infeksi tidak terjadi.
b. Intervensi :
1) Batasi alat – alat invasif (IV, spesimen laboratorium untuk yang
benar – benar perlu saja).
2) Amati terhadap manifestasi klinis infeksi.
3) Kurangi organisme yang masuk kedalam individu dengan mencuci
tangan secara cermat.
4) Berikan terapi antimikroba yang telah diresepkan dalam waktu 15
menit dari waktu yang telah dijadwalkan.
Rasional: mencegah tidak terjadi resiko infeksi (Doenges, 2000).
5. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai penyebab dan perawatan
demam.
a. Tujuan pasien mengatakan atau memperlihatkan peningkatan pengetahuan
mengenai penyabab dan perawatan demam.
b. Intervensi :
1) Identifikasi penyebab febris.
Rasional: mengertahui penyebab febris.
2) Berikan instruksi dan informasi tertulis.
3) Jelaskan tentang perawatan demam.
Rasional: meningkatkan pengetahuan keluarga cara merawat pasien
demam (Doenges, 2000).
BAB III
RESUME KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 23 Juli 2012 pada pukul 11.00 WIB oleh
Megawati di Ruang Cempaka (U4) RSUD KEBUMEN.
1. Identitas Pasien
Pasien bernama Sdr.E berumur 28 tahun, jenis kelamin laki-laki beragama
islam, beralamat tanjung meru Rt 1/3 Kutowinangun, pendidikan tidak sekolah, pekerjaan
tidak bekerja, suku bangsa jawa Indonesia, masuk kerumah sakit pada tanggal 23 juli
2012 pukul 02.45 WIB, No.Rekam medis 844228 dengan diagnosa medis febris.
Penanggung jawab Tn. R. berumur 65 tahun, beragama islam , bekerja sebagai petani,
hubungan dengan pasien adalah ayah kandung.
2. Riwayat keperawatan
Pasien datang dari IGD dengan keluhan panas sejak ±4 hari, pasien sebelum
dibawa ke RSUD kebumen, pasien dibawa ke puskesmas kemudian tidak membaik
panas muncul kembali sehingga pasien dilarikan ke Rumah Sakit pada tanggal 23 juli
2011 pukul 02.45 WIB pada saat diIGD didapatkan hasil ttv TD:130/90mmhg,
N:79xmnt, S:39ºC, R:23x/mnt. Kemudian pasien di pindah ke ruang Cempaka. Saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 23 juli 2011 pukul 11.00 WIB didapatkan hasil dari
keluarga pasien, keluarga pasien mengatakan pasien panasnya naik turun, dan pasien
mengeluh pusing nyeri seperti yeng-yengan pasien menunjukan nyeri dengan menggigit
mulutnya dan mengarahkan tanganya kekepala di bangsal terdapat hasil ttv
Td:130/80x/mnt, N;80x/mnt, S:38°C, R:23x/mnt dan mendapatkan terapi ceftriaxon
1x2000mg, ranitidine 2x50mg, paracetamol3x500mg, dan cairan infus RL20tetes/menit.
Riwayat penyakit dahulu keluarga pasien mengatakan belum pernah mengalami
sakit yang di alami saat ini, klien belum pernah di rawat di Rumah sakit sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga , keluarga pasien mengatakan dalam keluarga tidak
ada yang menderita penyakit menular (TBC, hepatitis, HIV). Penyakit menurun
(hipertensi, DM, asma).
3. Fokus Pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 23 juli 2012 pukul 11.00 WIB keluarga
pasien mengatakan panasnya naik turun sejak ±4hari yang lalu, panas muncul pada
malam hari dan siang hari. Keluarga pasien mengatakan klien mengeluh nyeri pusing saat
ditanya pusing dibagian kepala dan tidak menyebar kesistem organ lain pasien merasa
tenang setelah dikompres dan dipijit kepalanya , keluarga pasien mengatakan belum tahu
tentang penyakitnya yang diderita dan apa penyebabnya dan bagaimana perawatannya,
keluaga klien hanya mengetahui sekilas saja.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
komposmentis, tanda-tanda vitalnya TD:130/80mmhg, N:80x/mnt, R:23x/mnt, S:38°C
dan hasil pemeriksaan fisik pada mata konjungtiva tidak anemis, ekstremitas atas tangan
kiri terpasang infus RL 20tetes/menit pada hasil pengkajian pola fungsional menurut
virgina handerson rasa aman dan nyaman didapatkan data obyektif klien tampak gelisah
saat suhu tubuh tinggi dan nyeri pusing muncul dengan menggigit mulutnya dan tampak
memegangi kepala.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin yang pada tanggal 23 Juli 2012
di dapatkan hasil : UREA 29,4 mg/dl yang nilai normalnya 10-50mg/dl,CREA 1,37
mg/dl yang nilai normalnya 0,6-1,1 mg/dl, SGOT 15,1 u/l yang nilai normalnya 1-37u/l,
SGPT 10.8u/l yang nilai normalnya 1-42u/l. Hasil pemeriksaan uji widal pada tanggal 24
Juli 2012 St H1/200 negatif.
Pada tanggal 23 juli 2012 klien mendapatkan terapi ceftriaxon 1x 2000mg,
ranitidine 2 x 50 mg, paracetamol 3x500mg.
B. ANALISA DATA
Pada tanggal 23 juli 2012 pukul 11.00 ditemukan data subyektif. Keluaraga
pasien mengatakan panas naik turun sejak ±4 hari yang lalu panas muncul pada malam
dan siang hari dan data obyektifnya : klien tampak lemah dan tiduran saja, akral hangat
o
TD:130/80mmhg N:80x/menit S:38 c RR:23x/M. pada tanggal 24 juli 2012 pukul 08.00
ditemukan data objektif tangan kanan terdapat plebitis. dan dari hasil analisa data
pada tanggal 23 juli 2012 penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa masalah
keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan termoregulasi berhubumgan dengan
proses penyakit.
Hasil pengkajian yang kedua didapatkan data subjektif: klien mengeluh pusing
nyeri dikepala , nyeri pusing tidak menyebar kesistem organ lain, nyeri timbul saat suhu
klien naik dan panas tinggi, nyeri datang ±10 menit dan data objektifnya klien tampak
gelisah jika nyeri pusing timbul. Dari hasil analisa data penulis dapat mengambil
kesimpulan masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis.
Hasil pengkajian yang ketiga ditemukan data subyektif keluarga klien
mengatakan belum mengetahui penyakitnya dan data obyektif keluarga klien tampak
bertanya tentang penyakitnya. Dari hasil analisa data, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa masalah keperawatan yang muncul adalah kurang pengetahuan
keluarga berhubungan dengan kurang informasi.
Berdasarkan keluhan yang paling dirasakan pasien maka dapat disusun diagnosa
prioritas sebagai berikut.
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
3. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang informasi.
C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Diagnosa pertama adalah: Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses
penyakit.
Tujuanya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
termoregulasi kembali efektif dengan kriteria hasil: suhu dalam batas normal(36-37ºc),
mukosa bibir tidak kering, akral hangat.
Intervensinya: yang dibuat adalah kaji tanda- tanda vital, pantau tanda hidrasi,
ajarkan keluraga klien cara mengompres jika panas tinggi, kolaborasi pemberian obat
injeksi ceftriaxon 1x2000mg, ranitidine 2x50mg, paracetamol3x500mg.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 Juli 2012 jam 12.00 wib
mengukur ttv pasien TD:130/80mmHg, N:80x/mnt, S:38ºc, R:23x/mnt, memberikan
kompres hangat klien tampak dikompres dengan handuk kecil, anjurkan pasien untuk
banyak minum, kemudian memberikan injeksi ceftriaxon 1x 2000mg, ranitidine 2 x 50
mg, paracetamol3x500mg.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 24 juli 2012 jam 07.00 WIB.
Memantau ttv pasien TD:120/80 mmhg, N:80x/mnt, S:36,6ºc, R21x/mnt. Memberikan
injeksi sesuai program injeksi ceftriaxon 1x2000mg, ranitidine 2x50mg, paracetamol
3x500mg, mengambil semple darah dan memasang infus pukul 10.00 respon saat diambil
pasien merasa ketakutan, menganjurkan pasien untuk banyak minum respon pasien
mendengarkan dan mau melakukanya.
Implementasi yang dilakukan tanggal 25 Juli 2012 pukul 07.00 WIB
mengobservasi tanda-tanda vital pasien TD:130/80mmhg, N:80x/mnt, S:36,5ºc,
R:23x/mnt, mempertahankan pemberian cairan infus RL, memberikan injeksi sesuai
program paracetamol3x500mg, injeksi ceftriaxon 1x2000mg, ranitidin 2x50mg.
Evaluasi tindakan pada tanggal 25 Juli 2012 pukul 20.00 WIB. Didapatkan data
subyektif keluarga pasien mengatakan panasnya turun data obyektif hasil monitoring
o
tanda- tanda vital tekanan darah: TD:130/800mmng ,N:80x/menit , S:36,5 c ,
RR:21x/menit, pasien tampak tiduran saja, mukosa bibir kering masalah belum teratasi
dilanjutkan dengan mengajukan pasien untuk banyak minum dan istirahat yang cukup,
libatkan keluarga untuk kompres hangat jika panas muncul kembali.
Diagnosa yang kedua adalah: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Tujuan: Setelahdilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
Nyeri berkurang dengan ktriteria hasil skala nyeri berkurang menjadi 2 dari skala 3,
wajah tampak rileks, dan tidak gelisah.
Intervensi yang di buat adalah observasi tanda-tanda vital pasien, kaji tingkat nyeri
/pusing, ajarkan distraksi relaksasi , memberikan posisi yang nyaman, beri kompres
hangat, kolaborasi pemberian obat terapi sesuai program antibiotik.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 Juli 2012 jam 12.00 WIB
memantau tanda-tanda vital pasien TD:130/80mmhg, N:80x/mnt, S37,5ºc, R:23x/mnt,
mengkaji tingkat skala nyeri, nyeri muncul saat suhu badan naik, nyeri pusing tidak
menyebar ke sistem yang lain nyeri hanya dirasakan dikepala, mengajarkan distraksi
relaksasi imajinasi, memberikan kompres hangat jika nyeri timbul, memberikan posisi
yang nyaman posisi semifowler dengan menggunakan bantal pasien terlihat nyaman,
menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas respon nya pasien mau duduk,
memberikan obat sesuai program.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 24 Juli 2012 pukul 07.00 WIB,
memantau tanda-tanda vital pasien , mengidentifikasi skala nyeri/pusing respon klien saat
ditanya sudah tidak merasakan nyeri pusing lagi ,mempertahan posisi pasien senyaman
mungkin posisi semifowler, menganjurkan pasien untuk tirah baring.
Implementasi yang telah dilakukan tanggal 25 juli 2012 pukul 07.00 WIB,
memantau tanda-tanda vital pasien, mempertahankan pemberian cairan infus RL infus
tetesan pasien lancar dan masih terpasang, memberikan injeksi sesuai program ceftriaxon
1x2000mg.
Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 25 Juli 2012 jam 14.00 WIB didapatkan data
subyektif ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak nyeri pusing lagi, dan data
obyektifnya klien tampak posisi semifowler, pasien tampak tenang, masalah teratasi
dilanjutkan dengan memotivasi dan keluarga untuk melakukan distraksi relaksasi jika
nyeri timbul.
Diagnosa ketiga adalah: Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x25menit diharapkan
pengetahuan keluarga tentang demam/febris dan perawatanya masalah dapat teratasi
dengan kriteria hasil keluarga dan pasien menunjukan perubahan tingkat pengetahuan,
keluarga mampu menyebutkan dan memahami tanda dan gejala demam/ febris dan
merawatnya.
Intervensi: yang dibuat adalah kaji tingkat pengetahuan klien tentang demam/febris,
kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga dalam menerima informasi, berikan
penyuluhan kesehatan tentang perawatan demam/febris yaitu cara mengompres yang
benar, libatkan keluarga dalam pemberian pendidikan kesehatan.
Implemmentasi yang telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2012 pukul 10.40 WIB.
Mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang demam/febris, melakukan pendidikan
kesehatan /memberikan informasi mengenai demam/febris dan cara perawatannya dengan
hasil keluarga pasien mampu menyebutkan kembali pengertian, penyebab, tanda dan
gejala dan cara perawatan demam/febris, keluarga memperhatikan dan mendengarkan
penjelasan perawat.
Evaluasi yang dilakukan tanggal 25 Juli 2012 pukul 14.00 WIB, didapatkan data
subyektif pasien mengatakan jadi lebih tahu tentang perawatannya setelah diskusi
bersama, keluarga pasien tampak tenang, masalah kurang pengetahuan keluarga
berhubungan dengan kurang informasi teratasi. Dilanjutkan dengan memberikan media
leflet untuk mengigatkan keluarga pasien.
PENDAHULUAN
A. Judul
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Termoregulasi Pada Sdr.E : Febris
Diruang Cempaka RSUD Kebumen.
B. Latar Belakang
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang penderita
mengalami demam terus-menerus selama 1 minggu dengan suhu diatas 38,3
o
C dan belum
ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama 1 minggu secara intensif dengan
menggunakan sarang laboratorium dan penunjang lainya (Soeparman, 2002 ).
Salah satu kondisi tersebut yaitu demam/febris adakalanya demam ringan hingga
demam panas sekali, sehingga usaha mengobatinya pun bermacam-macam, mulai dari cara
sederhana sampai ada yang pergi ke dokter , /Rumah sakit ,namun jarang orang mengetahui
apa penyebabnya. Beberapa hal yang mempercepat penyebaran demam dinegara urbanisasi
kepadatan penduduk . Sumber air minum dan standar hygiene industri pengolahan makanan
yang masih rendah. (Soegijanto, 2002).
Demam (fever, febris) adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkandian yang
normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termogulasi yang terletak dalam
hipotalamus anterior” (Isselbacher, 2004)
Terjadinya Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme
(virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti
kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke
dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam
(pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus
anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam.
Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh
jarang sekali melebihi 41ºC.( Soeparman, 2002).
Demam atau febris merupakan pengeluaran panas yang tidak mampu untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas yang mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih
hanya 29-52% sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolik dan 1112% dengan penyakit lain Dampak demam jika tidak mendapatkan penenganan lebih lanjut
antara lain dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis dan kejang demam (Febrile
Convulsion).
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui perbedaan penurunan suhu yang
sigifikan pada klien febris antara diberikan kompres hangat dengan tanpa kompres hangat
pada reseptor suhu. Jenis penelitian yang digunakan adalah true eksperimental dengan pretest
posttest control group design. Sampel yang digunakan purposive sampel dengan kriteria
inklusi antara lain klien dengan peningkatan suhu tubuh ( suhu diatas 37,5 ?C ), klien
mendapat terapi farmakologi (antipiretik), klien tidak mengalami dehidrasi sedang atau berat,
tidak mengalami demam siklik (tyfoid fever). Pengambilan data dengan cara observasi dan
eksperimen dengan pemberian kompres hangat pada reseptor suhu pada klien febris.
Berdasarkan hal tersebut di atas disusunlah karya tulis ini yang lebih lanjut akan
menguraikan penanganan dan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan termoregulasi pada
pasien dengan gangguan febris.
C. Tujuan
Tujuan penulis ada 2 bagian yaitu :
1. Tujuan umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan termoregulasi pada
pasien dengan Febris.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan
termoregulasi dengan febris.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan termoregulasi dengan febris.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan termoregulasi dengan febris.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan dengan febris.
e. Mampu melaksanakan evaluasi Asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan termoregulasi dengan febris.
D. Pengumpulan Data
1. Observasi dan pemeriksaan fisik : penulis melakukan pengamatan dan pemeriksaan fisik
terhadap pasien.
2. Interview : penulis melakukan pengumpulan data dengan Tanya jawab kepada pasien dan
keluarga pasien.
3. Studi literature/dokumentasi
Pengumpulan data tentang keadaan pasien dari catatan medik,catatan keparawatan,hasil
laboratorium,pemeriksaan lain serta buku keperawatan.
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang penderita
o
mengalami demam terus – menerus selama 3 minggu dengan suhu tubuh diatas 38,3 C
dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama 1 minggu secara
intensif dengan menggunakan sarang laboratorium dan penunjang medis lainnya
(Soeparman, 2002 ).
Febris adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko untuk
o
mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,8 C peroral atau
o
38,8 C perektal karena factor eksternal.” (Carpenito, 2002).
Febris (demam belum terdiagnosa) adalah suatu keadaan seorang pasien
o
mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan diatas 38,3 C dan
tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara
intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis
lainnya”(Nelwan, 2003).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkaian yang normal sebagai
akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.
Hipertermia merupakan kenaikan suhu tubuh diatas titik penyetelan (set poin)
hipotalamus sebagai akibat dari kalangan panas yang tidak memadai (misalnya seperti
yang terlihat pada waktu latihan jasmani, minum obat yang menghambat perpirasi,
lingkungkungan yang panas dari lain – lain) (Iseelbechtter, 2004).
Demam adalah peningkatan titik patokan (set poin) suhu di hipotalamus. Dengan
meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk
meningkatkan suhu tubuh, tubuh berespon dengan menggigil dan meningkatlkan
metabolisme basal. Demam atau febris adalah keadaan dimana ter adi kenaikan suhu
hingga 37 0 C atau lebih. Ada uga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,5 0 C.
Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40 0C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Julia,
2003).
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan pengertian demam adalah
peningkatan suhu tubuh diatas penyetelan set poin di hipotalamus yang terus – menerus
dan diteliti selama 1 minggu ditemukan penyebabnya. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa febris adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami
o
kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkandian yang normal (lebih tinggi 37,8 C peroral
o
atau 38,8 C perektal) sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang
terletak dalam hipotalamus anterior. ( Carpenito, 2002).
B. Etiologi
Demam biasanya disebabkan oleh infeksi selain itu uga disebabkan oleh keadaan
toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Gangguan pada pusat
regulasi suhu sentral dapat meninggi dan temperatur seperti pada head stroke, peredaran
otak, atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat ter adinya
reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peningkatan temperatur (Soeparman, 2002 ).
Demam ter adi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain (Julia, 2003).
Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi ( Guyton,2002).
C. Anatomi Patologi
Keadaan demam se ak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai petanda
penyakit. Suhu penderita biasanya diukur dengan termometer air raksa dan tempat
pengambilannya dapat diaksila, oral atau rektum. Suhu tubuh normal berkisar antara
36,5 0 C – 37,2 0C. Suhu sub normal dibawah 36 0 C. Dengan demam pada umumnya
diartikan suhu tubuh diatas 37,2 0 C. Hiperpireksia adalah suhu kaadaan kenaikan suhu
tubuh sampai setinggi 41,2 0C atau lebih, hipertermi adalah keadaan suhu tubuh dibawah
3,5 0C Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu tubuh di aksila, oral dan
rektum. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,5 0C, suhu rektal lebih
tinggi dari pada suhu oral. Demam ter adi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yaag dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan
suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan
interleukin 1 . Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta
mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsug dapat menyebabkan
suatu pireksia (Soeparman, 2002 ).
D. Patofisiologi
Demam ini ter adi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak berdasarkan
suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan
interleukin 1 . Didalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta
mengakibatkan peningkatan sintetis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan
pireksia.
Pengaruh autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer
sehingga pengeluaran ( dissipasion) panas menurun dan penderita merasa demam. Suhu
badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga
mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya
kepermukaan, maka rasa demam bertambah pada seorang penderita (Soeparman, 2002 ).
Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1 yang
disebut pirogen endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif, makrofag dan sel
– sel yang mengalami cidera. Interleukin 1 tampaknyamenyebabkan panas dengan
menghasilkan prostaglandin yang merangsang hipotalamus. Apabila sunber interleukin 1
dihilangkan (misalnya setelah sistem imun berhasil mengatasi mikroorganisme), maka
kadarnya akan turun. Hal ini akan mengembalikan titik patokan suhu ke normal. Untuk
jangka waktu singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan tersebut
dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi. Sebagai responnya
hipotalamus akan merangsang berbagai respon misalnya berkeringat untuk
mendinginkan tubuh (Corwin, 2001).
E. Manifestasi klinis Tanda dan Gejala
Banyak gejala yang menyertai demam yaitu :
1. Demam
2. Suhu meningkat
3. Menggigil
4. Lesu, dan gelisah
5. Berkeringat, wajah merah
6. Selera makan turun
7. Peningkatan frekuensi pernafasan
8. Dehidrasi
9. Hangat pada sentuhan
(Julia, 2003)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita Demam yaitu:
a. Mengawasi kondisi klien (monitor suhu berkala 4-6 jam)
b. Berikan motivasi untuk minum banyak
c. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
d. Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha
e. Pemberian obat Antipiretik
f. Pemberian Antibiotik sesuai indikasi
(
Mansjoer, 2009)
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien demam menurut (Mansjoer, 2009) Yaitu:
a. Pemeriksaan leukosit : Pada kebanyakan kasus demam jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada dalam batas normal,kadang kadang terdapat leukositosis walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit berguna untuk pemeriksaan demam.
b. Pemeriksaan SGOT (Sserum glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan ISGPT(
Serum Glutamat Piruvat Transaminase) SGOT SGPT sering meningkat tetapi kembali
normal setelah sembuhnya demam, kenaikan SGOT SGPT tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.
c. Uji Widal : Uji widal aalah suatu reaksi antigen dan antibody / agglutinin. A gglutinin
yang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam pasien. Antigen yang
didigunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
telah diolah dilaboratoriaum. Maksud uji Widal ini adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam thypoid.
Infeksi
septikimia
H. Pathway
Mual muntah
Masukan
nutrisi in
adekuat
Bakteri dalam darah
Mengeluarkan toksin
Kehilangan
cairan
Sintetis dan pelepasan
Pirogen oleh leukosit pada
Jaringan yang meradang
Tindakan
rehidrasi dg
cairan
parenteral
Kelemahan
fisik
Perubahan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Menghasilkn
prostaglandin
Tindakan
invasif
Merangsang
Pengaturan suhu
dihipotalamus
Port de
entry
Intoleransi
aktivitas
Pembebasan interlikuin 1 oleh
Neutrofil, makrofag dan sel yang cidera
Pengaturan suhu
Tidak seimbang
Penurunan suplai
O2 ke j aringan
Dan sel
Resiko
infeksi
Penurunan suplai
O2 ke otak
Pusing
(Smaltzer, 2002: Price Silvia, 2006)
Metabolisme
meningkat
hipertermi
Gg perfusi
jaringan
serebral
Nyeri akut
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Ketidakefekti
fan
termoregulasi
Ketidaktahua
n keluarga
Kurang
informasi
Kurang
pengetahuan
1. Pengkajian
a) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b) Riwayat kesehatan
c) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
d) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam
(misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah
menggigil, gelisah.
e) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien).
f) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak).
1). Data dasar pengkajian pasien.
a). Bernafas dengan normal
Fungsi mental
: mungkin menurun, letargi, kegelisahan
Warna kulit
: pucat atau sianosis.
b). Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual muntah,
c). Eliminasi
Peningkatan jumlah urine
d). Berpakaian: ketidakmampuan dalam berpakaian
Kelemahan atau keletihan dalam berpakain
e). Personal Hygiene
Keletihan atau kelemahan, kelemahan saat aktivitas perawatan diri, penampilan
menandakan kelalaian perawatan personal.
f). Gerak dan keseimbangan
Keletihan, kelemahan terus-menerus sepanjang hari, nyeri dada sesuai dengan aktivitas.
g). Istirahat dan Tidur
Insomnia, gelisah jika suhu tubuh naik pada saat istirahat/tidur.
h). Temperatur Suhu dan Sirkulasi
Terjadi peningkatan suhu tubuh dan sirkulasi.
i). Rasa aman dan nyaman
Perasaan tidak nyaman , tidak tenang, gelisah.
j). Berkomunikasi dengan orang lain.
Marah, ketakutan, mudah tersinggung
k). Bekerja
Kemampuan bekerja terganggu
l). Spiritual
Terganggunya aktivitas spiritual seperti biasanya
m). Belajar
n). Rekreasi
-
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d peningkatan metabolisme tubuh.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
4. Resiko infeksi b.d masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap tindakan infasif.
5. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai penyebab dan perawatan
demam.
J. Fokus Intervensi
1. Hipertemi b.d peningkatan metabolisme tubuh.
a. Tujuan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan
b. Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan
menggigil/diaporesi.
Rasional: mengetahui adanya peningkatan suhu pasien.
2) Pantau suhu lingkungan , batasi/tambahkan linen tempat tidur
sesuai indikasi.
Rasional:mengetahui suhu peningkatan atau penurunan.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol.
Rasional:untuk menurunkan panas.
4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA (Aspirin),
paracetamol, Asetaminofen, Tylenol.
Rasional:pemberian obat sesuai program (Doenges, 2000)
2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.
a. Tujuan melaporkan penurunan berat sakit kepala, tekanan darah dalam
batas normal.
b. Intervensi :
1) Posisikan pasien head up 30 0
Rasional: memberikan kenyamanan dengan posisi head up.
2) Pantau tanda – tanda vital.
Rasional: mengetahui nilai kekuatan darah dan nadi pasien.
3) Pantau masukan dan keluaran.
Rasional: masukan dan keluaran sedikit atau banyak.
4) Berikan teknik relaksasi (masase, imajinasi, asist).
Rasional: mengurangi rasa nyeri pasien (Doenges, 2000).
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
a. Tujuan pasien melakukan aktivitas mandiri dan tampak segar.
b. Intervensi :
1) Kaji aktivitas pasien.
Rasional: mengetahui adanya peningkatan aktivitas.
2) Monitor tanda – tanda vital.
Rasional: mengetahui nilai kekuatan darah dan nadi
3) Bantu klien dalam beraktivias.
Rasional: pemenuhan kebutuhan dalam beraktivitas (Doenges,
2000)
4. Resiko infeksi b.d masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap tindakan invasif.
a. Tujuan infeksi tidak terjadi.
b. Intervensi :
1) Batasi alat – alat invasif (IV, spesimen laboratorium untuk yang
benar – benar perlu saja).
2) Amati terhadap manifestasi klinis infeksi.
3) Kurangi organisme yang masuk kedalam individu dengan mencuci
tangan secara cermat.
4) Berikan terapi antimikroba yang telah diresepkan dalam waktu 15
menit dari waktu yang telah dijadwalkan.
Rasional: mencegah tidak terjadi resiko infeksi (Doenges, 2000).
5. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai penyebab dan perawatan
demam.
a. Tujuan pasien mengatakan atau memperlihatkan peningkatan pengetahuan
mengenai penyabab dan perawatan demam.
b. Intervensi :
1) Identifikasi penyebab febris.
Rasional: mengertahui penyebab febris.
2) Berikan instruksi dan informasi tertulis.
3) Jelaskan tentang perawatan demam.
Rasional: meningkatkan pengetahuan keluarga cara merawat pasien
demam (Doenges, 2000).
BAB III
RESUME KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 23 Juli 2012 pada pukul 11.00 WIB oleh
Megawati di Ruang Cempaka (U4) RSUD KEBUMEN.
1. Identitas Pasien
Pasien bernama Sdr.E berumur 28 tahun, jenis kelamin laki-laki beragama
islam, beralamat tanjung meru Rt 1/3 Kutowinangun, pendidikan tidak sekolah, pekerjaan
tidak bekerja, suku bangsa jawa Indonesia, masuk kerumah sakit pada tanggal 23 juli
2012 pukul 02.45 WIB, No.Rekam medis 844228 dengan diagnosa medis febris.
Penanggung jawab Tn. R. berumur 65 tahun, beragama islam , bekerja sebagai petani,
hubungan dengan pasien adalah ayah kandung.
2. Riwayat keperawatan
Pasien datang dari IGD dengan keluhan panas sejak ±4 hari, pasien sebelum
dibawa ke RSUD kebumen, pasien dibawa ke puskesmas kemudian tidak membaik
panas muncul kembali sehingga pasien dilarikan ke Rumah Sakit pada tanggal 23 juli
2011 pukul 02.45 WIB pada saat diIGD didapatkan hasil ttv TD:130/90mmhg,
N:79xmnt, S:39ºC, R:23x/mnt. Kemudian pasien di pindah ke ruang Cempaka. Saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 23 juli 2011 pukul 11.00 WIB didapatkan hasil dari
keluarga pasien, keluarga pasien mengatakan pasien panasnya naik turun, dan pasien
mengeluh pusing nyeri seperti yeng-yengan pasien menunjukan nyeri dengan menggigit
mulutnya dan mengarahkan tanganya kekepala di bangsal terdapat hasil ttv
Td:130/80x/mnt, N;80x/mnt, S:38°C, R:23x/mnt dan mendapatkan terapi ceftriaxon
1x2000mg, ranitidine 2x50mg, paracetamol3x500mg, dan cairan infus RL20tetes/menit.
Riwayat penyakit dahulu keluarga pasien mengatakan belum pernah mengalami
sakit yang di alami saat ini, klien belum pernah di rawat di Rumah sakit sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga , keluarga pasien mengatakan dalam keluarga tidak
ada yang menderita penyakit menular (TBC, hepatitis, HIV). Penyakit menurun
(hipertensi, DM, asma).
3. Fokus Pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 23 juli 2012 pukul 11.00 WIB keluarga
pasien mengatakan panasnya naik turun sejak ±4hari yang lalu, panas muncul pada
malam hari dan siang hari. Keluarga pasien mengatakan klien mengeluh nyeri pusing saat
ditanya pusing dibagian kepala dan tidak menyebar kesistem organ lain pasien merasa
tenang setelah dikompres dan dipijit kepalanya , keluarga pasien mengatakan belum tahu
tentang penyakitnya yang diderita dan apa penyebabnya dan bagaimana perawatannya,
keluaga klien hanya mengetahui sekilas saja.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
komposmentis, tanda-tanda vitalnya TD:130/80mmhg, N:80x/mnt, R:23x/mnt, S:38°C
dan hasil pemeriksaan fisik pada mata konjungtiva tidak anemis, ekstremitas atas tangan
kiri terpasang infus RL 20tetes/menit pada hasil pengkajian pola fungsional menurut
virgina handerson rasa aman dan nyaman didapatkan data obyektif klien tampak gelisah
saat suhu tubuh tinggi dan nyeri pusing muncul dengan menggigit mulutnya dan tampak
memegangi kepala.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin yang pada tanggal 23 Juli 2012
di dapatkan hasil : UREA 29,4 mg/dl yang nilai normalnya 10-50mg/dl,CREA 1,37
mg/dl yang nilai normalnya 0,6-1,1 mg/dl, SGOT 15,1 u/l yang nilai normalnya 1-37u/l,
SGPT 10.8u/l yang nilai normalnya 1-42u/l. Hasil pemeriksaan uji widal pada tanggal 24
Juli 2012 St H1/200 negatif.
Pada tanggal 23 juli 2012 klien mendapatkan terapi ceftriaxon 1x 2000mg,
ranitidine 2 x 50 mg, paracetamol 3x500mg.
B. ANALISA DATA
Pada tanggal 23 juli 2012 pukul 11.00 ditemukan data subyektif. Keluaraga
pasien mengatakan panas naik turun sejak ±4 hari yang lalu panas muncul pada malam
dan siang hari dan data obyektifnya : klien tampak lemah dan tiduran saja, akral hangat
o
TD:130/80mmhg N:80x/menit S:38 c RR:23x/M. pada tanggal 24 juli 2012 pukul 08.00
ditemukan data objektif tangan kanan terdapat plebitis. dan dari hasil analisa data
pada tanggal 23 juli 2012 penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa masalah
keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan termoregulasi berhubumgan dengan
proses penyakit.
Hasil pengkajian yang kedua didapatkan data subjektif: klien mengeluh pusing
nyeri dikepala , nyeri pusing tidak menyebar kesistem organ lain, nyeri timbul saat suhu
klien naik dan panas tinggi, nyeri datang ±10 menit dan data objektifnya klien tampak
gelisah jika nyeri pusing timbul. Dari hasil analisa data penulis dapat mengambil
kesimpulan masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis.
Hasil pengkajian yang ketiga ditemukan data subyektif keluarga klien
mengatakan belum mengetahui penyakitnya dan data obyektif keluarga klien tampak
bertanya tentang penyakitnya. Dari hasil analisa data, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa masalah keperawatan yang muncul adalah kurang pengetahuan
keluarga berhubungan dengan kurang informasi.
Berdasarkan keluhan yang paling dirasakan pasien maka dapat disusun diagnosa
prioritas sebagai berikut.
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
3. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang informasi.
C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Diagnosa pertama adalah: Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses
penyakit.
Tujuanya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
termoregulasi kembali efektif dengan kriteria hasil: suhu dalam batas normal(36-37ºc),
mukosa bibir tidak kering, akral hangat.
Intervensinya: yang dibuat adalah kaji tanda- tanda vital, pantau tanda hidrasi,
ajarkan keluraga klien cara mengompres jika panas tinggi, kolaborasi pemberian obat
injeksi ceftriaxon 1x2000mg, ranitidine 2x50mg, paracetamol3x500mg.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 Juli 2012 jam 12.00 wib
mengukur ttv pasien TD:130/80mmHg, N:80x/mnt, S:38ºc, R:23x/mnt, memberikan
kompres hangat klien tampak dikompres dengan handuk kecil, anjurkan pasien untuk
banyak minum, kemudian memberikan injeksi ceftriaxon 1x 2000mg, ranitidine 2 x 50
mg, paracetamol3x500mg.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 24 juli 2012 jam 07.00 WIB.
Memantau ttv pasien TD:120/80 mmhg, N:80x/mnt, S:36,6ºc, R21x/mnt. Memberikan
injeksi sesuai program injeksi ceftriaxon 1x2000mg, ranitidine 2x50mg, paracetamol
3x500mg, mengambil semple darah dan memasang infus pukul 10.00 respon saat diambil
pasien merasa ketakutan, menganjurkan pasien untuk banyak minum respon pasien
mendengarkan dan mau melakukanya.
Implementasi yang dilakukan tanggal 25 Juli 2012 pukul 07.00 WIB
mengobservasi tanda-tanda vital pasien TD:130/80mmhg, N:80x/mnt, S:36,5ºc,
R:23x/mnt, mempertahankan pemberian cairan infus RL, memberikan injeksi sesuai
program paracetamol3x500mg, injeksi ceftriaxon 1x2000mg, ranitidin 2x50mg.
Evaluasi tindakan pada tanggal 25 Juli 2012 pukul 20.00 WIB. Didapatkan data
subyektif keluarga pasien mengatakan panasnya turun data obyektif hasil monitoring
o
tanda- tanda vital tekanan darah: TD:130/800mmng ,N:80x/menit , S:36,5 c ,
RR:21x/menit, pasien tampak tiduran saja, mukosa bibir kering masalah belum teratasi
dilanjutkan dengan mengajukan pasien untuk banyak minum dan istirahat yang cukup,
libatkan keluarga untuk kompres hangat jika panas muncul kembali.
Diagnosa yang kedua adalah: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Tujuan: Setelahdilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
Nyeri berkurang dengan ktriteria hasil skala nyeri berkurang menjadi 2 dari skala 3,
wajah tampak rileks, dan tidak gelisah.
Intervensi yang di buat adalah observasi tanda-tanda vital pasien, kaji tingkat nyeri
/pusing, ajarkan distraksi relaksasi , memberikan posisi yang nyaman, beri kompres
hangat, kolaborasi pemberian obat terapi sesuai program antibiotik.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 Juli 2012 jam 12.00 WIB
memantau tanda-tanda vital pasien TD:130/80mmhg, N:80x/mnt, S37,5ºc, R:23x/mnt,
mengkaji tingkat skala nyeri, nyeri muncul saat suhu badan naik, nyeri pusing tidak
menyebar ke sistem yang lain nyeri hanya dirasakan dikepala, mengajarkan distraksi
relaksasi imajinasi, memberikan kompres hangat jika nyeri timbul, memberikan posisi
yang nyaman posisi semifowler dengan menggunakan bantal pasien terlihat nyaman,
menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas respon nya pasien mau duduk,
memberikan obat sesuai program.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 24 Juli 2012 pukul 07.00 WIB,
memantau tanda-tanda vital pasien , mengidentifikasi skala nyeri/pusing respon klien saat
ditanya sudah tidak merasakan nyeri pusing lagi ,mempertahan posisi pasien senyaman
mungkin posisi semifowler, menganjurkan pasien untuk tirah baring.
Implementasi yang telah dilakukan tanggal 25 juli 2012 pukul 07.00 WIB,
memantau tanda-tanda vital pasien, mempertahankan pemberian cairan infus RL infus
tetesan pasien lancar dan masih terpasang, memberikan injeksi sesuai program ceftriaxon
1x2000mg.
Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 25 Juli 2012 jam 14.00 WIB didapatkan data
subyektif ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak nyeri pusing lagi, dan data
obyektifnya klien tampak posisi semifowler, pasien tampak tenang, masalah teratasi
dilanjutkan dengan memotivasi dan keluarga untuk melakukan distraksi relaksasi jika
nyeri timbul.
Diagnosa ketiga adalah: Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x25menit diharapkan
pengetahuan keluarga tentang demam/febris dan perawatanya masalah dapat teratasi
dengan kriteria hasil keluarga dan pasien menunjukan perubahan tingkat pengetahuan,
keluarga mampu menyebutkan dan memahami tanda dan gejala demam/ febris dan
merawatnya.
Intervensi: yang dibuat adalah kaji tingkat pengetahuan klien tentang demam/febris,
kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga dalam menerima informasi, berikan
penyuluhan kesehatan tentang perawatan demam/febris yaitu cara mengompres yang
benar, libatkan keluarga dalam pemberian pendidikan kesehatan.
Implemmentasi yang telah dilakukan pada tanggal 25 Juli 2012 pukul 10.40 WIB.
Mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang demam/febris, melakukan pendidikan
kesehatan /memberikan informasi mengenai demam/febris dan cara perawatannya dengan
hasil keluarga pasien mampu menyebutkan kembali pengertian, penyebab, tanda dan
gejala dan cara perawatan demam/febris, keluarga memperhatikan dan mendengarkan
penjelasan perawat.
Evaluasi yang dilakukan tanggal 25 Juli 2012 pukul 14.00 WIB, didapatkan data
subyektif pasien mengatakan jadi lebih tahu tentang perawatannya setelah diskusi
bersama, keluarga pasien tampak tenang, masalah kurang pengetahuan keluarga
berhubungan dengan kurang informasi teratasi. Dilanjutkan dengan memberikan media
leflet untuk mengigatkan keluarga pasien.