Ancaman Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara

6. Memastikan ketundukan TNI pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur UU Pasal 65. Selama ini peradilan militer masih merupakan hambatan untuk pengakan hukum atas pelanggaran pidana umum termasuk pelanggaran HAM yang melibatkan anggota TNI, selain karena memasuki jurisdiksi peradilan umum, peradilan militer menjadi mekanisme impunitas melalui putusan-putusannya atas pelanggaran oleh anggota TNI yang seringkali lemah dan merugikan hak korban. 7. Pengambilalihan seluruh bisnis yang dimiliki dan dikelola TNI, baik secara langsung maupun tidak langsung Pasal 76. Proses yang seharusnya selesai pada Oktober 2009 lalu masih terlantar, belum terselesaikan sepenuhnya, termasuk dalam hal penegakan hukum terkait korupsi dan pelanggaran lainnya dalam bisnis-bisnis tersebut. Sumber persoalannya terletak pada tiadanya kemauan dan kemampuan Presiden, sehingga proses pengabilalihan bisnis TNI tidak selesai pada 2009, yang dapat dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap UU TNI. Dengan sejumlah “pekerjaan rumah” di atas, maka pengajuan RUU KCPN menjadi tidak mendesak. Upaya untuk mendahulukan pengajuan RUU KCPN sebelum UU Strategis lainnya, seperti UU Keamanan Nasional dan UU Perbantuan TNI, menjadi sulit dimengerti urgensinya. Pengamat militer Edy Prasetyono mengajukan perlunya kajian atas 3 hal sebelum pengajuan RUU KCPN, yaitu: 1. Kekuatan riil TNI dan kebutuhan back up Komcad; 2. Kejelasan tujuan Komcad, yang bisa diterima jika untuk mengatasi ancaman eksternal setelah pemerintah mengindetifikasi ancaman tersebut; dan 3. Kejelasan kompensasi, terutama terkait dengan keahlian yang harus 17 dibayar layak ketika seseorang menjadi Komcad. Usulan Edy menunjukkan keputusan untuk membangun Komcad tidak bisa asal- asalan dan bukan perkara mudah. 64 17. Ibid, hal. 86

c. Masalah Anggaran Komcad

Meskipun Pasal 37 RUU KCPN versi Desember 2008 menyatakan pendanaan Komcad bersumber dari APBN, namun dalam penjelasannya dinyatakan, “..namun mengingat penyelenggaraan Komponen Cadangan Pertahanan Negara berkaitan pula dengan kepentingan daerah, tidak menutup kemungkinan adanya sumber pendanaan yang sah seperti bantuanhibah pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.” Pembiayaan Komcad melalui APBD jelas menyalahi ketentuan tentang pembiayaan anggaran pertahanan dan memerumit pertanggungjawaban penggunaan APBD, serta berpotensi membuka peluang penyimpangan dan penyalahgunaan atasnama pembiayaan Komcad. Di sisi lain, pembiayaan oleh daerah menyebabkan kesulitan untuk melakukan kontrol dan kendali yang terpusat dalam hal penggunaan Komcad. Apalagi jika ada pembiayaan yang bersumber dari swasta dan masyarakat, maka sudah dipastikan akan memberikan pengaruh terhadap independensi pemerintah, TNI dan Komcad, terutama dalam hal membatasi pengaruh dan tukar-menukar kepetingan di balik bantuan pendanaan tersebut. UU No. 3 Tahun 2002 dengan tegas menentukan bahwa urusan pertahanan murni dibiayai negara melalui APBN Pasal 25. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Pemerintah akan merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri No. 32 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009, yang mengatur secara jelas mengenai mekanisme pemberian hibah kepada intansi vertikal, termasuk TNI dan Polri. Meski demikian, semangat dari Permendagri ini jelas bertentangan dengan kepentingan pengembangan tata kelola sektor pertahanan, terutama mengacu pada kepastian hukum dan kepentingan umum. Bacaan yang muncul kemudian adalah anggapan bahwa KCPN merupakan proyek dari TNI untuk memperoleh anggaran dari 18 sumber-sumber non APBN. Kembali pada kritik yang pernah disampaikan kelompok kerja Propatria, RUU KCPN secara umum setidaknya harus 19 memperhatikan beberapa hal berikut ini: 1. Perlunya kebijakan pertahanan negara dan keputusan politik Presiden sebagai dasar pembentukan Komcad Pasal 13-14 65 18. Bhatara Ibnu Reza, Tiga Alasan Menolak Susbtansi RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara: Suatu Kritik, makalah, 2010, hal. 8-9 19. http:www.propatria.or.idloaddownKajian20KritisKajian20Kritis20Terhadap20RUU20 Komponen 20Cadangan20Pertahanan20Negara205BApril2020035D.pdf, diunduh pada 20 Februari 2011 dan 16 UU No. 3 tahun 2002, tidak cukup hanya berpegang pada Pasal 7, 8, dan Pasal 9 UU No. 3 tahun 2002. 2. Sebagai bagian dari kerangka pembangunan sistem pertahanan, pembentukan Komcad merupakan bagian dari sistem pertahanan negara. Namun hingga saat ini Indonesia belum memiliki perencanaan pertahanan defense planning yang didasarkan pada strategic defense review yang memuat analisis kebutuhan dan pembacaan ancaman. 3. Perlu penjelasan tentang perbedaan Komcad dengan Wamil yang “tercampuraduk” dalam RUU KCPN. 4. Perumusan syarat-syarat pengangkatan SDM dan penetapan SDA, SDB, sarana dan prasarana sebagai Komcad, tidak berimbang, lebih menekankan SDM. 5. Harus disiapkan mekanisme yang memungkinkan warga negara menolak untuk diangkat dan ditetapkan sebagai Komcad. 6. Struktur Komcad yang tidak disesuaikan sesuai dengan fungsi sebagai pemberi dukungan kepada komponen utama, yang ditata berdasarkan faktor: a fungsi Komcad; b relevansinya dalam memberi dukungan kepada komponen utama; dan c postur kekuatan komponen utama. 7. Ketidakjelasan rumusan fungsi Komcad. Lazimnya Komcad mengikuti fungsi pertahan, yaitu fungsi intelijen, fungsi tempur dan fungsi territorial. Penggunaannya harus untuk menghadapi ancaman eksternal, bukan untuk operasi militer selain perang. Penggunaan Komcad harus didasarkan pada keputusan politik, kebutuhan fungsional, pembatasan waktu, dan dikerahkan berdasarkan skala ancaman dan kebutuhan penguatan komponen utama. 8. Pembentukan Komcad sangat tergantung pada kemampuan keuangan negara karena pembiayaannya harus sepenuhnya berasal dari anggaran negara. 9. Perlu diatur mekanisme pengawasan penggunaan keuangan Komcad. Penutup Penyusunan RUU KCPN yang dilakukan dengan persoalan- persoalan seperti 1. Belum tuntasnya agenda reformasi pertahanan 66 lainnya; 2. Mengandung masalah terkait potensi pelanggaran hukum dan HAM; 3. Adanya ketidakjelasan anggaran pembiayaan Komcad dari total anggaran pertahan dan kemungkinan untuk dapat dibiayai dari anggaran tersebut; dan 4. Tidak adanya assessment atas ancaman dan kekuatan komponen utama, semakin menunjukkan ketidakrelevanan pengajuannya saat ini, baik ditinjau dari kebutuhan legislasi sektor pertahanan maupun kebutuhan pertahanan negara sendiri. Pembentukan yang tergesa-gesa ini mengesankan bahwa tujuan pembentukan Komcad melalui RUU ini adalah melipatgandakan kekuatan TNI, bukan untuk memperkuat sistem pertahanan, mengingat rumusan sistem pertahanan Indonesia masih simpang siur rujukannya. Akibatnya, Komcad dimungkinkan melakukan tugas yang tidak berbeda dengan TNI, termasuk dalam tugas operasi militer selain perang, yang tidak menjadi bagian dari rancangan sistem pertahanan negara yang murni ditujuan untuk menghadapi ancaman eksternal dan memungkinkan pelibatan Komcad jika dibutuhkan komponen utama. Komcad seharusnya tidak ditujukan untuk dikerahkan pada masa darurat sipil dan darurat militer, apalagi untuk operasi militer selain perang. Kerancuan antara Komcad, komponen pendukung dan Wamil serta kemungkinan, pembiayaan dari APBD atau swasta dan indvidu menambah kerumitan pemahaman atas maksud dan tujuan RUU ini. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa RUU KCPN menjadi agenda yang tidak relevan untuk diprioritaskan saat ini oleh Pemerintah, termasuk dijadikan sebagai agenda Prolegnas 2009- 2014. Pemerintah perlu memprioritaskan legislasi lain seperti RUU Keamanan Nasional, RUU Intelijen dan amandemen UU Peradilan Militer. RUU KCPN yang akan diajukan kembali setelah selesainya prioritas-prioritas lain terkait reformasi sektor keamanan harus mendapat kajian yang komprehensif, dengan memperhatikan prinsip- prinsip demokrasi, tata pemerintahan yang baik, HAM dan partisipasi publik. 67