KPP HAM Abepura Masalah Anggaran Komcad
instrumen hak-hak asasi manusia internasional, membuat peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak-hak asasi, membentuk
berbagai lembaga yang terkait dengan perlindungan hak asasi, dan lain-lain, tetapi ini semua adalah tindakan-tindakan yang bersifat
prosedural formal, sehingga baru disebut HAM prosedural.
Dari uraian di atas sudah barang tentu timbul pertanyaan bagaimana implementasinya? Masih sangat jauh dari memuaskan
masalahnya. Meminjam kata-kata aktivis hak asasi, Amiruddin Al Rahab, dunia internasional juga cenderung melihat HAM dengan
ukuran prosedural formal semata. Akibatnya, citra HAM kita
2
membaik. Inilah kecerdasan Pemerintah dalam membaca situasi.” Jadi kemajuan HAM prosedural tidak serta merta berarti
kemajuan HAM substansial. Tidak kurang dari Komisi Hak Asasi Manusia Nasional Komnas HAM pun pernah melontarkan
penilaian bahwa “pelaksanaan berbagai prosedur itu tidak berarti terciptanya kondisi yang kondusif bagi penegakan HAM di
3
Indonesia.” Menyangkut implementasi, disebut masih jauh dari
memuaskan. Ada alasan dan dasar yang dapat diamati selama ini menyangkut belum tuntasnya kasus-kasus pelanggaran hak asasi
manusia berat di masa lalu, mulai kasus G30 September 1965, Kerusuhan Mei 1998, Kasus Semanggi I dan Semanggi II,
Penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998. Penilaian publik barangkali benar karena nyatanya belum ada titik terang kapan
penyelesaian kasus-kasus tersebut.
Hal ini merupakan bagian yang ada korelasinya dengan institusi lain seperti Komnas HAM yang punya kewenangan
melakukan penyelidikan kasus-kasus kejahatan HAM yang berat, Jaksa Agung yang punya kewenangan melakukan penyidikan dan
penuntutan.
Landasan Hukum
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga Pemerintah yang melaksanakan kedaulatan negara di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
87
2. Harian Kompas, “Pejabat Tinggi HAM PBB dan Politik Citra” 4 Desember 2007, hal 5 3. Ibid, hal 5