Krisis Ekonomi dan Distorsi Pasar Agribisnis
KRISIS EKONOMI DAN
DISTORSI PASAR AGRIBISNIS
Oleh: Ir, Imam Teguh Saptono,MM
(Alumni MMA-IPB Angkatan I 11,
bekerja sebagai Analis Pasar Modal di salah satu Bank BUMN)
oleh pihak penjual maupun pembeli
Pada artikel "Prospek dan
Kiat Usaha Agribisnis di Tengah
Kondisi Krisis Moneter (Agrimedia,
Vol 4 No. I).", saya menyoroti
Dengan adanya krisis moneter
dan mobilitas faktor produksi yang
yang
tinggi (dapat bergerak bebas tanpa
mata uang Rupiah hingga 70% lebih
hambatan).
akan
Dengan kondisi seperti
ini produsen akan
memilih
mengkombinasikan
dari
krisis
produk
impor
secara
yang
signifikan,
dan
disisi
faktor produksinya sedemikian rupa
berlawanan
akan
mengakibatkan
guna menghasilkan sejumlah output
naiknya permintaan produk-produk
bcrorientasi
harga
ekonomi
karakteristik
dasarkan
dari
keterkaitan
yang
'~omard
dan
"bac:buard
linkage"
dengan
faktor-faktor
produksi
dan
sumberdava
domestik.
Maka
dapat
kepada
produsen dan konsumen (lokal)
ulang ',re-
~lntuk meng'atur
adjustment"
baik
Apalagi jika produk
semakin
mengindikasikan
memiliki
kuat
rnenjadi
harga ini secara otomatis akan
produk
yang
(karena
dibayangkan bahwa mekanisme
atas
agribisnis
ekspor
kompetitif).
Hal tersebut saya
di
naiknya
komponen
arti luas dan komprehensif yakni
kemukakan
mengakibatkan
pemanfaatan
terhadap sektor pertanian dalam
Agribisnis.
terdepresinya
dan
tentang peluang dan prospek yang
positif
menyebabkan
faktor
dari
komhinasi
dan
produksi
pola
konsu~nsinya menjadi
lebih
beroricntasi kcpada input dan
output
tertentu hingga tcrcapai kondisi biaya
lokal.
Tetapi yang
terjadi
dipasar
marginal (MR), dimana penerimaan
halnya,
jeruk
bawahi bahwa pernyataan tersebut
marginal tersebut tidak lain adalah
otomatis
didasarkan atas pemikiran naif yang
harga output
produk tersebut di
Mandarin, demikian halnya, ape1
pasar. Dalam ilmu ekonomi kondisi
Malang ternyata tetap tidak mampu
tersebut dikatakan sebagai kondisi
menggeser ape1 New Zealand .
optimal.
Celakanya lagi ha1 ini ridak semata-
agribisnis tersebut memiliki target
marginal
pemasaran ekspor. Perlu saya garis
membayangkan bahwa struktur pasar
yang ada baik pasar input maupun
pasar output berjalan atas dasar pasar
persaingan sempurna.
Dengan ciri-
ciri pokok bahwa harga yang terjadi
murni
ditentukan
atas
interaksi
kekuatan penawaran dan permintaan,
informasi bersifat transparan baik
Volume 4 No.2 Juni 1998
(MC)
=
penerimaan
Dengan demikian dapat
tidak
demikian
Pontianak
tidak
menggantikan
disimpulkan bahwa harga di pasar
mata
adalah indikator pokok pemilihan
konsumen
keputusan
dan
melainkan harga buah-buahan impor
konsumen (termasuk para pemilik
yang ternyata masih terlihat cukup
faktor produksi).
kompetirif di pasar, mengapa ?.
para
produsen
disebabkan
jeruk
yang
,
oleh
sulit
preferellsi
diubah
ISSN: 0853-8468
Sementara dari sisi konsumen
Setidaknya
dari
beberapa
juga terlihat suatu fenomena yang
contoh fenomena diatas (dm masih
tidak kalah menariknya, semenjak
banyak yang lain) bahwa telah terjadi
saya SD (22 tahun yang lalu), saya
suatu distorsi pasar yang begitu
mengenal t e m p sebagai makanan
tinggi di sektor
asli bangsa Indonesia,
dan tidak
jarang Bu Guru pernah menyebutkan
sindiran bagi bangsa Indonesia sebagi
bangsa tempe. Melihat statistik yang
ada saya yakin bahwa konsumen
terbesar tempe di dunia boleh jadi
adalah Indonesia.
Semenjak krisis
ekonomi
berlangsung
tersentak
bahwa
baru
tempe
kita
sebagai
agribisnis yang
(kedele) masih diimpor.
Hal yang
lebih
murah
dibandingkan faktor produksi lokal.
Dan disisi lain perubahan yang
terjadi
dipasar
diantisipasi
tidak
mampu
atau disesuaikan oleh
isto torsi
pasar yang muncul
dapat disebabkan oleh faktor-faktor
seminggu
Tidak
kurang
sekali
rakyat
Indonesia mengkonsumsi mie
instant.
Bahkan
untuk
golongan
sekelompok
masyarakat tertentu mie instant
tersebut
sudah
nienjadi
makanan pokok untuk sarapan,
ha1 tersebut terbukti dengan semakin
maraknya warung "indomie telor"
hampir disemua tempat.
Kembali
dengan adanya krisis dewasa ini,
masyarakat
terperangah
-
diarahkan agar terjadi sinkronisasi.
Upaya penghapusan tata niaga dan
monopoli sejumlah komoditi baru
mengatasi salah satu dari sekian
banyak keruwetan dan distorsi pasar
sektor agribisnis.
Reformasi dan
restrukturisasi ini perlu dilakukan
sesegera mungkin (tanpa menuggu
tahun 2003) mengingat negara-negara
tetangga melakukan ha1 yaig
sama. Mengingat pola produksi
agribisnis yang memiliki "groce
period" maka soal "timing" ini
memegang peranan penting.
Kita sudah mengalami kepahitan
ketertinggalan kita dibidang
kelapa sawit dengan Malaysia,
sama terjadi pada fenomena
"mie-instant".
bahwa pada dasarnya faktor produksi
lokal (tanah, tenaga kerja, modal,
restrukturisasi disektor lainnya dan
menjadi
kekakuan pasadrigid).
disebabkan 80 % lebih komponennya
membuktikan
diimpor
terhadap
dolar,
ilmiah
salah, dimana faktor produksi yang
telah menuntun pada arah yang
pihak produsen dengan cepat (terjadi
kurs
penelitian
produksi lokal.
hasil sejumlah
dsb) memiliki kemampuan untuk
impor
menggantikan
komponen
tersebut.
Oleh karena itu reformasi dan
menyebabkan mekanisme harga yang
produk lokal ternyata tidak kebal
naiknya
atas kemampuan
Sementara dari
melihat
melonjaknya harga mie instant yang
pembentuk harga itu sendiri seperti
kebijakan nilai tukar rupiah, pajak
dan subsidi,tingkat bunga dan
kebijakan yang bersifat kelembagaan
seperti
penciptaan
niaga
dan
sebagainya. Disisi lain dukungan
infra
struktur
yang
rendah
buah-buahan dengan Thailand,
bahkan
swasembada
beras
dengan Vietnam. Maka mau tidak
mau kita harus mensiasati krisis yang
terjadi secara lcbih bijak. Anggap
saja bahwa krisis yang terjadi adalah
suatu koreksi dari kekuatan pasar
internasional
atas
ketidak
menyebabkan rendahnyi mobilitas
faktor-faktor produksi. Setidaknya
hampir selama 25 tahun lebih
efisiensiannya dan salah urus dari
pasar kita. Sebagai penutup, apabila
kita simak kata "krisis" dalam
bahasa China maka terkandung
sembako beberapa waktu
instrument-instrumen tersebut telah
mendistorsi
pasar
agribisnis
scdemikian rupa sehingga pilihan
untuk berproduksi, jumlah produk
terkandung dua akar kata yakni
"Wei-Chi". dimana masing-masing
akar kata mengandung rnakna yang
berbeda yakni "kondisi sulit" yang
yang lalu (termasuk nlie instant) dan
dan kombinasi input yang digunakan
bermuara
disisi lain kerugian sebesar Rp 1,2
oleh produsen tidak mencerminkan
akar kata berikutnya mengandung
trilyun yang dialami PT. Indofood
nilai riilnya, demikian pula dcngan
keputusan konsumsi masyarakat,
hingga terbentuknya preferensi dan
pola konsumsi yang tidak didasari
makna kesempatan atau peluang,
dengan melihat perubahan-perubahan
yang terjadi.
selama
ini
menjadi
salah
satu
tumpuan jenis makanan yang murah
dan memenuhi
selera/prefensinya,
disebabkan bahan baku terigu masih
tergantung
pasokan
impor.
Akibatnya timbul gejolakifenomena
"Rush"
guna meng-cover
kerugian
valas
akibat besarnya komponen produksi
yang masih harus diimpor.
Volume 4 No.2 Iuni 1998
pada kewaspadaan dan
ISSN: 0853-8468
DISTORSI PASAR AGRIBISNIS
Oleh: Ir, Imam Teguh Saptono,MM
(Alumni MMA-IPB Angkatan I 11,
bekerja sebagai Analis Pasar Modal di salah satu Bank BUMN)
oleh pihak penjual maupun pembeli
Pada artikel "Prospek dan
Kiat Usaha Agribisnis di Tengah
Kondisi Krisis Moneter (Agrimedia,
Vol 4 No. I).", saya menyoroti
Dengan adanya krisis moneter
dan mobilitas faktor produksi yang
yang
tinggi (dapat bergerak bebas tanpa
mata uang Rupiah hingga 70% lebih
hambatan).
akan
Dengan kondisi seperti
ini produsen akan
memilih
mengkombinasikan
dari
krisis
produk
impor
secara
yang
signifikan,
dan
disisi
faktor produksinya sedemikian rupa
berlawanan
akan
mengakibatkan
guna menghasilkan sejumlah output
naiknya permintaan produk-produk
bcrorientasi
harga
ekonomi
karakteristik
dasarkan
dari
keterkaitan
yang
'~omard
dan
"bac:buard
linkage"
dengan
faktor-faktor
produksi
dan
sumberdava
domestik.
Maka
dapat
kepada
produsen dan konsumen (lokal)
ulang ',re-
~lntuk meng'atur
adjustment"
baik
Apalagi jika produk
semakin
mengindikasikan
memiliki
kuat
rnenjadi
harga ini secara otomatis akan
produk
yang
(karena
dibayangkan bahwa mekanisme
atas
agribisnis
ekspor
kompetitif).
Hal tersebut saya
di
naiknya
komponen
arti luas dan komprehensif yakni
kemukakan
mengakibatkan
pemanfaatan
terhadap sektor pertanian dalam
Agribisnis.
terdepresinya
dan
tentang peluang dan prospek yang
positif
menyebabkan
faktor
dari
komhinasi
dan
produksi
pola
konsu~nsinya menjadi
lebih
beroricntasi kcpada input dan
output
tertentu hingga tcrcapai kondisi biaya
lokal.
Tetapi yang
terjadi
dipasar
marginal (MR), dimana penerimaan
halnya,
jeruk
bawahi bahwa pernyataan tersebut
marginal tersebut tidak lain adalah
otomatis
didasarkan atas pemikiran naif yang
harga output
produk tersebut di
Mandarin, demikian halnya, ape1
pasar. Dalam ilmu ekonomi kondisi
Malang ternyata tetap tidak mampu
tersebut dikatakan sebagai kondisi
menggeser ape1 New Zealand .
optimal.
Celakanya lagi ha1 ini ridak semata-
agribisnis tersebut memiliki target
marginal
pemasaran ekspor. Perlu saya garis
membayangkan bahwa struktur pasar
yang ada baik pasar input maupun
pasar output berjalan atas dasar pasar
persaingan sempurna.
Dengan ciri-
ciri pokok bahwa harga yang terjadi
murni
ditentukan
atas
interaksi
kekuatan penawaran dan permintaan,
informasi bersifat transparan baik
Volume 4 No.2 Juni 1998
(MC)
=
penerimaan
Dengan demikian dapat
tidak
demikian
Pontianak
tidak
menggantikan
disimpulkan bahwa harga di pasar
mata
adalah indikator pokok pemilihan
konsumen
keputusan
dan
melainkan harga buah-buahan impor
konsumen (termasuk para pemilik
yang ternyata masih terlihat cukup
faktor produksi).
kompetirif di pasar, mengapa ?.
para
produsen
disebabkan
jeruk
yang
,
oleh
sulit
preferellsi
diubah
ISSN: 0853-8468
Sementara dari sisi konsumen
Setidaknya
dari
beberapa
juga terlihat suatu fenomena yang
contoh fenomena diatas (dm masih
tidak kalah menariknya, semenjak
banyak yang lain) bahwa telah terjadi
saya SD (22 tahun yang lalu), saya
suatu distorsi pasar yang begitu
mengenal t e m p sebagai makanan
tinggi di sektor
asli bangsa Indonesia,
dan tidak
jarang Bu Guru pernah menyebutkan
sindiran bagi bangsa Indonesia sebagi
bangsa tempe. Melihat statistik yang
ada saya yakin bahwa konsumen
terbesar tempe di dunia boleh jadi
adalah Indonesia.
Semenjak krisis
ekonomi
berlangsung
tersentak
bahwa
baru
tempe
kita
sebagai
agribisnis yang
(kedele) masih diimpor.
Hal yang
lebih
murah
dibandingkan faktor produksi lokal.
Dan disisi lain perubahan yang
terjadi
dipasar
diantisipasi
tidak
mampu
atau disesuaikan oleh
isto torsi
pasar yang muncul
dapat disebabkan oleh faktor-faktor
seminggu
Tidak
kurang
sekali
rakyat
Indonesia mengkonsumsi mie
instant.
Bahkan
untuk
golongan
sekelompok
masyarakat tertentu mie instant
tersebut
sudah
nienjadi
makanan pokok untuk sarapan,
ha1 tersebut terbukti dengan semakin
maraknya warung "indomie telor"
hampir disemua tempat.
Kembali
dengan adanya krisis dewasa ini,
masyarakat
terperangah
-
diarahkan agar terjadi sinkronisasi.
Upaya penghapusan tata niaga dan
monopoli sejumlah komoditi baru
mengatasi salah satu dari sekian
banyak keruwetan dan distorsi pasar
sektor agribisnis.
Reformasi dan
restrukturisasi ini perlu dilakukan
sesegera mungkin (tanpa menuggu
tahun 2003) mengingat negara-negara
tetangga melakukan ha1 yaig
sama. Mengingat pola produksi
agribisnis yang memiliki "groce
period" maka soal "timing" ini
memegang peranan penting.
Kita sudah mengalami kepahitan
ketertinggalan kita dibidang
kelapa sawit dengan Malaysia,
sama terjadi pada fenomena
"mie-instant".
bahwa pada dasarnya faktor produksi
lokal (tanah, tenaga kerja, modal,
restrukturisasi disektor lainnya dan
menjadi
kekakuan pasadrigid).
disebabkan 80 % lebih komponennya
membuktikan
diimpor
terhadap
dolar,
ilmiah
salah, dimana faktor produksi yang
telah menuntun pada arah yang
pihak produsen dengan cepat (terjadi
kurs
penelitian
produksi lokal.
hasil sejumlah
dsb) memiliki kemampuan untuk
impor
menggantikan
komponen
tersebut.
Oleh karena itu reformasi dan
menyebabkan mekanisme harga yang
produk lokal ternyata tidak kebal
naiknya
atas kemampuan
Sementara dari
melihat
melonjaknya harga mie instant yang
pembentuk harga itu sendiri seperti
kebijakan nilai tukar rupiah, pajak
dan subsidi,tingkat bunga dan
kebijakan yang bersifat kelembagaan
seperti
penciptaan
niaga
dan
sebagainya. Disisi lain dukungan
infra
struktur
yang
rendah
buah-buahan dengan Thailand,
bahkan
swasembada
beras
dengan Vietnam. Maka mau tidak
mau kita harus mensiasati krisis yang
terjadi secara lcbih bijak. Anggap
saja bahwa krisis yang terjadi adalah
suatu koreksi dari kekuatan pasar
internasional
atas
ketidak
menyebabkan rendahnyi mobilitas
faktor-faktor produksi. Setidaknya
hampir selama 25 tahun lebih
efisiensiannya dan salah urus dari
pasar kita. Sebagai penutup, apabila
kita simak kata "krisis" dalam
bahasa China maka terkandung
sembako beberapa waktu
instrument-instrumen tersebut telah
mendistorsi
pasar
agribisnis
scdemikian rupa sehingga pilihan
untuk berproduksi, jumlah produk
terkandung dua akar kata yakni
"Wei-Chi". dimana masing-masing
akar kata mengandung rnakna yang
berbeda yakni "kondisi sulit" yang
yang lalu (termasuk nlie instant) dan
dan kombinasi input yang digunakan
bermuara
disisi lain kerugian sebesar Rp 1,2
oleh produsen tidak mencerminkan
akar kata berikutnya mengandung
trilyun yang dialami PT. Indofood
nilai riilnya, demikian pula dcngan
keputusan konsumsi masyarakat,
hingga terbentuknya preferensi dan
pola konsumsi yang tidak didasari
makna kesempatan atau peluang,
dengan melihat perubahan-perubahan
yang terjadi.
selama
ini
menjadi
salah
satu
tumpuan jenis makanan yang murah
dan memenuhi
selera/prefensinya,
disebabkan bahan baku terigu masih
tergantung
pasokan
impor.
Akibatnya timbul gejolakifenomena
"Rush"
guna meng-cover
kerugian
valas
akibat besarnya komponen produksi
yang masih harus diimpor.
Volume 4 No.2 Iuni 1998
pada kewaspadaan dan
ISSN: 0853-8468