HASIL REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN

17. Tidak Ada Data 2. Data digital kawasan hutan bersumber dari Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan untuk 24 provinsi Tahun 1999-2004 termasuk didalamnya 5 provinsi yang merupakan hasil pemekaran wilayah Provinsi Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah bersumber dari Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK. Penutupan lahan disajikan pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain. Kawasan Hutan berdasarkan fungsinya terdiri dari Hutan Lindung, Hutan Konservasi KSA-KPA dan Taman Buru, Hutan Produksi Hutan Produksi Tetap HP, Hutan Produksi Terbatas HPT, Hutan Produksi yang dapat dikonversi HPK. B. Analisa dan Penyajian Data Rekalkulasi sumber daya hutan dilaksanakan melalui analisa data penutupan lahan pada kawasan hutan provinsi dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis. Tahapan rekalkulasi adalah sebagai berikut : 1. Penyiapan data digital kawasan hutan dan penutupan lahan provinsi, 2. Overlay data digital penutupan lahan dengan data kawasan hutan, 3. Penghitungan luas penutupan lahan pada setiap kawasan hutan. Dalam penghitungan luas menggunakan spesifikasi: proyeksi yang digunakan adalah Mercator, spheroid WGS 84, angka luas dibulatkan kedalam ribu ha belum memperhatikan tubuh air: danau dan sungai besar. 4. Penyajian luas penutupan lahan dalam bentuk peta, diagram dan tabel. Proses selengkapnya disajikan pada Bagan 1. Gambar 1. Bagan Alur Proses Rekalkulasi Sumberdaya Hutan

BAB III HASIL REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN

A. Rekalkulasi pada Penutupan Lahan Indonesia Sumber : Data Digital Penutupan Lahan Hasil Penafsiran Citra Landsat 7 ETM+ Liputan Tahun 20022003 Gambar 2. Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2003 Kalkulasi penutupan lahan dilakukan terhadap seluruh daratan Indonesia seluas 187,9 juta ha pada 7 kelompok pulau besar atau 31 provinsi, yang terdiri dari kawasan hutan seluas 133,57 juta ha atau 71,1 dan Areal Penggunaan Lain APL seluas 54,34 juta ha atau 28,9 Tabel III.1. Persentase dihitung terhadap luas seluruh daratan Indonesia 187,9 juta ha. Hasil rekalkulasi penutupan lahan selengkapnya adalah: 1. Luas penutupan lahan berhutan adalah 93,92 juta ha atau 49,9 , non hutan seluas 83,21 juta ha atau 44,3 dan tidak teramati karena tertutup awan atau tidak tersedia data seluas 10,73 juta ha atau 5,7 . Tabel III.1 dan Gambar 3. Gambar 3. Diagram Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2003 2. Penutupan lahan pada kawasan hutan sebesar 71,1 atau 133,48 juta ha, 45,7 atau 85,96 juta ha masih berhutan, 20,8 atau 39,09 juta ha merupakan lahan tidak berhutan non hutan dan selebihnya 4,5 atau 8,52 juta ha tidak teramati karena awan dan tidak ada data Tabel III.1. Persentase dihitung terhadap luas seluruh daratan Indonesia 187,9 juta ha. Tabel III.1 Penutupan Lahan Indonesia Ribu Ha Gambar 4. Diagram Penutupan Lahan Indonesia Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan 3. Penyebaran penutupan lahan berhutan untuk total kawasan hutan dan areal penggunaan lain menurut kelompok pulau besar, yang terluas terdapat di Pulau Papua yaitu seluas 31,73 juta ha atau 33,8 dari luasan total lahan berhutan 93,92 juta ha, dan Kalimantan seluas 25,44 juta ha atau 27,1 , sedangkan yang terkecil adalah pada Pulau Bali dan Nusa Tenggara seluas 1,41 juta ha atau 1,5 . Pulau-pulau yang lain memiliki luas penutupan lahan hutan kurang dari 15 . Data selengkapnya tersaji pada Tabel III.2. Tabel III.2 Penutupan Lahan Berhutan pada 7 Kelompok Pulau Besar Gambar 5. Diagram Penutupan Lahan Berhutan pada 7 Kelompok Pulau Besar 4. Penyebaran penutupan lahan berhutan pada kawasan hutan seluruh Indonesia adalah 14,37 juta ha atau 15,29 terdapat pada kawasan hutan konservasi, 22,10 juta ha atau 23,53 pada kawasan hutan lindung dan 49,50 juta ha atau 52,70 pada kawasan hutan produksi. Lahan behutan pada Areal Penggunaan Lain seluas 7,96 juta ha atau 8,47 Tabel III.3. Persentase dihitung terhadap luas total lahan berhutan Indonesia seluas 93,92 juta ha. Tabel III.3 Penyebaran Penutupan Lahan Berhutan di Indonesia Gambar 6. Diagram Penutupan Lahan Berhutan Indonesia Di Dalam dan Di Luar Kawasan Hutan 5. Kondisi kawasan hutan dapat dikelompokkan atas hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman Tabel III.4. Pada penutupan lahan berhutan seluas 93,92 juta ha, 44,77 juta ha atau 47,7 merupakan hutan primer, 45,15 juta ha atau 48,1 merupakan hutan sekunder dan selebihnya merupakan hutan tanaman, yaitu seluas 4 juta ha 4,3 . Kondisi hutan primer terluas pada hutan lindung, sedangkan hutan sekunder umumnya terdapat pada hutan produksi, dan sebagian pada hutan lindung. Kondisi hutan pada areal penggunaan lain sebagian besar merupakan hutan sekunder. Hutan tanaman banyak terdapat pada hutan produksi. Tabel III.4 Kondisi Penutupan Lahan Berhutan Luas penutupan lahan berdasarkan kondisi hutan per fungsi kawasan hutan untuk masing-masing provinsi disajikan pada lampiran 1 . Sedangkan kondisi penutupan lahan berdasarkan 23 klas penutupan beserta peta per provinsi untuk 31 provinsi disajikan secara lengkap pada Lampiran 2 . B. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Konservasi KSA-KPA Penutupan lahan pada kawasan hutan konservasi meliputi penutupan lahan di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru. Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada hutan konservasi per provinsi pada Tabel III.5, terlihat bahwa : a. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan lebih dari 80 terhadap luas total kawasan hutan konservasi wilayahnya, terdapat di Pulau Sumatera Provinsi N.A Darussalam: 89,2 atau 734,3 ribu ha dari luasan 823,2 ribu ha, Sumatera Utara: 88 atau 237,6 ribu ha dari luasan 269,9 ribu ha, Riau: 88,5 atau 325,2 ribu ha dari luasan 367,6 ribu ha, Bengkulu: 87,6 atau 399,8 ribu ha dari luasan 456,5 ribu ha, Pulau Jawa Jawa Timur 83,6 atau 191,4 ribu ha dari luasan 228,8 ribu ha dan Pulau Sulawesi Provinsi Gorontalo: 88 atau 170,8 ribu ha dari luasan 194,1 ribu ha, Sulawesi Tengah: 81,7 atau 495,8 ribu ha dari luasan 607,1 ribu ha, Sulawesi Utara: 81,4 atau 201,7 ribu ha dari luasan 247,9 ribu ha. b. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar 50 - 80 terhadap luas total kawasan hutan konservasi wilayahnya terdapat di Pulau Sumatera Provinsi Sumatera Barat: 79 atau 608,5 ribu ha dari luasan 770,6 ribu ha, Jambi: 59 atau 418,4 ribu ha dari luasan 709,7 ribu ha, Pulau Jawa Provinsi Jawa Barat: 74,5 atau 98,6 ribu ha dari luasan 132,3 ribu ha, Banten: 73,9 atau 61,6 ribu ha dari luasan 83,4 ribu ha, Pulau Sulawesi Provinsi Sulawesi Selatan: 75,3 atau 97,4 ribu ha dari luasan 129,4 ribu ha, Pulau Bali dan Nusatenggara Provinsi Bali: 71,5 atau 17,1 ribu ha dari luasan 23,9 ribu ha dan seluruh provinsi di Pulau Kalimantan, Pulau Maluku dan Maluku Utara serta Papua. c. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan kisaran 25 - 50 terdapat di Pulau Sumatera Provinsi Sumatera Selatan: 48,7 , Lampung: 35,9 , Pulau Jawa Provinsi DIY: 43,4 , Jawa Tengah: 31 , Pulau Sulawesi Provinsi Sulawesi Tenggara: 43,3 , Pulau Bali dan Nusatenggara Provinsi NTT: 44,8 , NTB: 31,7 . d. Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki provinsi dengan penutupan lahan hutan paling kecil yaitu provinsi DKI Jakarta seluas 100 ha 20,6 dari luasan 400 ha. Sedangkan provinsi yang tidak memiliki kawasan hutan konservasi adalah Provinsi Bangka Belitung Pulau Sumatera. Data penutupan lahan di kawasan hutan konservasi selengkapnya disajikan pada Tabel III.5 berikut ini : Tabel III.5 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Konservasi per Provinsi Ribu Ha Hutan Konservasi terdiri dari: Kawasan Suaka Alam KSA, yang meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa; Kawasan Pelestarian Alam KPA yang meliputi Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam; serta Taman Buru. Masing-masing kawasan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga pengelolaannya pun akan berbeda pula. Kondisi penutupan lahan pada masing-masing kawasan konservasi merupakan bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaannya. C. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Lindung HL Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada hutan lindung per provinsi pada Tabel III.6, terlihat bahwa : 0. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki lahan berhutan terluas di dalam kawasan hutan lindungnya yaitu 95,5 atau 797,1 ribu ha dari luasan 834,7 ribu ha. Sedangkan provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan ≥ 80 selain Provinsi Kalimantan Tengah yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 84,5 atau 1,57 juta ha dari luasan 1,86 juta ha, Jawa Timur 85,3 atau 300,3 ribu ha dari luasan 351,9 ribu ha, Kalimantan Barat 80 atau 1,84 juta ha dari luasan 2,30 juta ha, Kalimantan Timur 83,5 atau 2,33 juta ha dari luasan 2,79 juta ha, Gorontalo 80,7 atau 139,0 ribu ha dari luasan 172,3 ribu ha, Sulawesi 1. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan pada kawasan hutan lindungnya berkisar 50 – 80 terdapat di Pulau Sumatera Provinsi Riau: 65,6 atau 254,2 ribu ha dari luasan 387,4 ribu ha, Sumatera Barat: 59,4 atau 556,9 ribu ha dari luasan 938,2 ribu ha, Bengkulu: 70,6 atau 173,6 ribu ha dari luasan 245,9 ribu ha, Jambi: 70,1 atau 121,5 ribu ha dari luasan 173,3 ribu ha, Pulau Jawa Provinsi Banten: 60,8 atau 18,2 ribu ha dari luasan 30 ribu ha, DKI Jakarta: 65,5 atau 78 ha dari luasan 119 ha, Jawa Barat: 56,6 atau 164,7 ribu ha dari luasan 290,9 ribu ha, Jawa Tengah: 63,2 atau 47,1 ribu ha dari luasan 74,6 ribu ha, Pulau Kalimantan Provinsi Kalimantan Selatan: 75,3 atau 367,8 ribu ha dari luasan 488,8 ribu ha, Pulau Sulawesi Provinsi Sulawesi Utara: 52,2 atau 95,6 ribu ha dari luasan 183,0 ribu ha, Sulawesi Tenggara: 65 atau 701,9 ribu ha dari luasan 1,08 juta ha, Sulawesi Barat: 76 atau 512,9 ribu ha dari luasan 675,3 ribu ha, Sulawesi Selatan: 53,6 atau 704,8 ribu ha dari luasan 1,31 juta ha, Pulau Bali dan Nusatenggara Provinsi NTB: 54,4 atau 261,2 ribu ha dari luasan 480,4 ribu ha, NTT: 51,5 atau 358,2 ribu ha dari luasan 695,3 ribu ha, Provinsi Maluku 59,9 atau 381,0 ribu ha dari luasan 635,7 ribu ha dan Provinsi Maluku Utara 76,7 atau 551,3 ribu ha dari luasan 719,1 ribu ha. 2. Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, DI Yogyakarta dan Bali memiliki lahan berhutan di kawasan hutan lindungnya kurang dari 50 . Provinsi Lampung memiliki lahan berhutan terkecil yaitu 13,9 atau 44,4 ribu ha dari luasan 318,1 ribu ha. 3. Data penutupan lahan pada kawasan hutan lindung selengkapnya disajikan pada Tabel III.6 berikut ini : Tabel III.6 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Lindung per Provinsi Ribu Ha Untuk Provinsi DKI Jakarta dengan luasan lahan berhutan yang minim memerlukan peran kawasan lindung setempat yaitu sempadan sungai, danau dan jalur hijau serta pembangunan hutan kota sebagai upaya konservasi dan pengatur tata air untuk wilayah tersebut. Hutan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, memelihara kesuburan tanah dan mencegah intrusi air laut. Di sisi lain pertambahan penduduk telah menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap kawasan hutan, khususnya hutan lindung, untuk memenuhi kebutuhan akan lahan garapan bagi masyarakat sekitar hutan. Terbukanya penutupan lahan berhutan pada hutan lindung akibat penebangan liar dan alih guna lahan menjadi lahan pertanian telah menyebabkan berbagai bencana erosi dan tanah longsor, timbulnya kekeringan pada saat musim kemarau dan banjir pada saat musim hujan, seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Untuk mencegah terbukanya penutupan lahan berhutan di hutan lindung, pemanfaatan kawasan hutan lindung yang sesuai dengan daya dukung kawasan dapat dilakukan dengan mempertahankan jenis kayu-kayuan penghasil produk hasil hutan bukan kayu dan tanaman budidaya bagi D. Rekalkulasi pada Kawasan Hutan Produksi Penutupan lahan pada kawasan hutan produksi terdiri dari penutupan lahan di Hutan Produksi Tetap HP, Hutan Produksi Terbatas HPT dan Hutan Produksi yang dapat di-Konversi HPK. 0. Hutan Produksi Tetap HP Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada hutan produksi tetap per provinsi pada Tabel III.7, terlihat bahwa : a. Provinsi Papua memiliki lahan berhutan terluas yaitu 81,3 atau 8,09 juta ha dari luasan 9,95 juta ha. Sedangkan provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 50 – 80 terdapat di Pulau Sumatera Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam: 61,4 atau 396,5 ribu ha dari luasan 645,5 ribu ha, Riau: 63,8 atau 1,16 juta ha dari luasan 1,82 juta ha, Sumatera Barat: 64,9 atau 274,9 ribu ha dari luasan 423,8 ribu ha, Bengkulu: 54 atau 20,5 ribu ha dari luasan 38,0 ribu ha, Pulau Jawa Provinsi Jawa Tengah: 69,6 atau 331,0 ribu ha dari luasan 475,6 ribu ha, DI Yogyakarta: 69,9 atau 8,8 ribu ha dari luasan 12,6 ribu ha, Jawa Timur: 76,8 atau 647,5 ribu ha dari luasan 842,6 ribu ha, Pulau Kalimantan Provinsi Kalimantan Tengah; 54,9 atau 3,29 juta ha dari luasan 5,99 juta ha, Pulau Sulawesi Provinsi Sulawesi Utara: 51,5 atau 34,2 ribu ha dari luasan 66,4 ribu ha, Gorontalo: 61,9 atau 61,5 ribu ha dari luasan 99,4 ribu ha, Sulawesi Tengah: 67,8 atau 315,9 ribu ha dari luasan 465,9 ribu ha , Sulawesi Barat: 66,3 atau 42,7 ribu ha dari luasan 64,4 ribu ha, Provinsi NTT 54 atau 169,4 ribu ha dari luasan 313,8 ribu ha dan Provinsi Maluku Utara 60,8 atau 323,4 ribu ha dari luasan 531,5 ribu ha. b. Provinsi yang memiliki lahan berhutan kurang dari 50 yaitu Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Bali, NTB dan Maluku. c. Provinsi yang memiliki lahan berhutan kurang dari 5 yaitu Lampung 4,9 atau 8,2 ribu ha dari luasan 169,9 ribu ha, DKI Jakarta 2,8 atau 6 ha dari 200 ha dan Bali 4,5 atau 100 ha dari luasan 2,1 ribu ha. Data penutupan lahan pada kawasan hutan produksi tetap, selengkapnya disajikan pada Tabel III.7 berikut ini : Tabel III.7 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Produksi Tetap per Provinsi Ribu Ha Kawasan hutan produksi tetap umumnya diperuntukkan bagi pemanfaatan hasil hutan kayu. Dari 31 provinsi di seluruh Indonesia, 16 provinsi diantaranya memiliki penutupan lahan berhutan di hutan produksi tetap lebih dari 50 . Kondisi Hutan Produksi Tetap didominasi oleh jenis hutan sekunder kecuali pulau Papua yang masih memiliki hutan primer cukup luas. Hutan sekunder di Pulau Sumatera meliputi 2,56 juta ha sedangkan hutan primernya hanya 142,7 ribu ha. Pulau Jawa memiliki hutan tanaman yang terluas dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya antara lain tanaman jati dan pinus, sesuai kelas perusahaan yang dikelola oleh Perum Perhutani. Pulau Bali, Sulawesi dan Papua memiliki hutan tanaman yang relatif sedikit dibandingkan dengan hutan tanaman di pulau lainnya. Oleh karena itu, kegiatan hutan tanaman di wilayah tersebut dapat lebih dikembangkan guna meningkatkan pasokan kayu untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan. 1. Hutan Produksi Terbatas HPT a. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki lahan berhutan terluas sebesar 88 atau 2,97 juta ha dari luasan 3,38 juta ha. Provinsi-provinsi lain yang memiliki lahan berhutan lebih dari 80 adalah provinsi Gorontalo 81,1 atau 285,7 ribu ha dari luasan 352,4 ribu ha, Sulawesi Tengah 83,7 atau 1,19 juta ha dari luasan 1,42 juta ha dan Papua 87,2 atau 3,21 juta ha dari luasan 3,68 juta ha. b. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 50-80 untuk Pulau Sumatera adalah: Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 50,9 19,2 ribu ha dari luasan 37,7 ribu ha, Riau 55,1 1,28 juta ha dari luasan 2,33 juta ha, Sumatera Barat 61,2 136,6 ribu ha dari luasan 223,3 ribu ha, Bengkulu 55,8 103,6 ribu ha dari luasan 185,5 ribu ha, Jambi 60,2 181,1 ribu ha dari luasan 301,0 ribu ha. Di Pulau Jawa adalah: Jawa Tengah 57,9 atau 68,3 ribu ha dari luasan 117,8 ribu ha, dan di Kalimantan adalah: Kalimantan Barat 62,5 1,5 juta ha dari luasan 2,41 juta ha, Kalimantan Timur 77,7 4,02 juta ha dari luasan 5,17 juta ha, Kalimantan Selatan 68,5 90,8 ribu ha dari luasan 132,6 ribu ha. Di Pulau Sulawesi adalah: Sulawesi Utara 64,3 140,2 ribu ha dari luasan 218,1 ribu ha, Sulawesi Tenggara 68,1 314,6 ribu ha dari luasan 462,2 ribu ha, Sulawesi Barat 76,2 275,7 ribu ha dari luasan 361,6 ribu ha. Provinsi lainnya adalah: NTB 56,4 157,0 ribu ha dari luasan 278,2 ribu ha, Maluku 65 604,9 ribu ha dari luasan 929,9 ribu ha, Maluku Utara 70,6 468,3 ribu ha dari luasan 663,3 ribu ha. c. Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Bali memiliki lahan berhutan kurang dari 50 . Sedangkan Provinsi Lampung memiliki lahan berhutan dengan persentase terkecil yaitu 14,1 atau 5 ribu ha dari luasan 35,3 ribu ha. d. Data penutupan lahan pada kawasan hutan produksi terbatas, selengkapnya disajikan pada Tabel III.8 berikut ini : Tabel III.8 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas per Provinsi Ribu Ha Kawasan Hutan Produksi Terbatas HPT merupakan cadangan potensi kayu dan sumber benih permudaan alam. Dari hasil rekalkulasi sumberdaya hutan pada seluruh provinsi, sebagian besar provinsi memiliki lahan berhutan kurang dari 80 dengan penutupan hutan sekunder yang lebih luas dibandingkan hutan primernya. Hanya 4 provinsi yang memiliki lahan berhutan yang lebih dari 80 yaitu Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Papua. Pada hutan produksi terbatas, pulau Sumatera dan Jawa memiliki hutan tanaman yang relatif lebih luas dibandingkan pulau-pulau lainnya. Upaya regenerasi jenis-jenis kayu unggulan dan langka penting untuk dipertimbangkan dalam rangka pengembangan hutan tanaman dan mempertahankan keanekaragaman jenis flora endemik yang ada di Indonesia. 2. Hutan Produksi yang dapat di-Konversi HPK Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada hutan produksi yang dapat dikonversi per provinsi pada Tabel III.9, terlihat bahwa : a. Tidak seluruh provinsi memiliki kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. Provinsi NA. Darussalam, Bengkulu, Jambi, Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, Bali, NTB dan seluruh provinsi di Pulau Jawa tidak memiliki kawasan HPK. Tengah 73,9 atau 201,2 ribu ha dari luasan 272,2 ribu ha dan Papua 75,9 atau 6,66 juta ha dari luasan 8,78 juta ha. c. Provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 50 – 70 adalah Provinsi Sumatera Barat 52,1 atau 93,2 ribu ha dari luasan 178,9 ribu ha, Kalimantan Barat 57,1 atau 287,9 ribu ha dari luasan 504,3 ribu ha dan Sulawesi Utara 61,3 atau 9,4 ribu ha dari luasan 15,3 ribu ha. d. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan kurang dari 50 adalah Provinsi Sumatera Utara 16,6 atau 59,7 ribu ha dari luasan 360,4 ribu ha, Riau 21,3 atau 982,6 ribu ha dari luasan 4,61 juta ha, Sumatera Selatan 1,2 atau 7,1 ribu ha dari luasan 590,5 ribu ha, Kalimantan Tengah 31 atau 1,34 juta ha dari luasan 4,32 juta ha, Kalimantan Selatan 20,3 atau 40,4 ribu ha dari luasan 199,3 ribu ha, Gorontalo 45,7 atau 9,3 ribu ha dari luasan 21,5 ribu ha, Sulawesi Tenggara 22,3 atau 38,7 ribu ha dari luasan 173,6 ribu ha, Sulawesi Barat 32,1 atau 25,9 ribu ha dari luasan 80,7 ribu ha, Sulawesi Selatan 44,3 atau 10,1 ribu ha dari luasan 22,7 ribu ha, NTT 13 atau 14,9 ribu ha dari luasan 114,3 ribu ha, Maluku 36,4 atau 597,3 ribu ha dari luasan 1,64 juta ha dan Maluku Utara 36,7 atau 313 ribu ha dari luasan 853,5 ribu ha. e. Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan berhutan terkecil seluas 7,1 ribu ha atau 1,2 dari luasan 590,5 ribu ha. f. Provinsi yang memiliki luas kawasan HPK relatif kecil dibandingkan provinsi lainnya adalah Provinsi Sulawesi Utara seluas 15,3 ribu ha dengan penutupan berhutan sebesar 61,3 . Data penutupan lahan pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi selengkapnya disajikan pada Tabel III.9 berikut ini : Tabel III.9 Luas Penutupan Lahan pada Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Di-Konversi per Provinsi Ribu Ha Hutan Produksi yang dapat di-Konversi HPK adalah kawasan hutan di luar hutan tetap dan tidak setiap provinsi memiliki HPK. Umumnya kawasan HPK diperuntukkan bagi kegiatan transmigrasi dan perkebunan, dengan alternatif pelepasan kawasan menjadi kawasan Non Hutan Negara atau Areal Penggunaan Lain APL. Pelaksanaan kegiatan transmigrasi dan perkebunan yang belum dilaksanakan sesuai ketentuan dapat mengakibatkan timbulnya okupasi areal oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyempurnaan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan yang dapat dikonversi, terutama dalam hal regulasi proses pelepasan kawasan hutan untuk penggunaan non kehutanan, sehingga kegiatan pemanfaatan kawasan tersebut dapat memberikan jaminan sumber daya alam dan keberlangsungan pengusahaannya. E. Rekalkulasi pada Areal Penggunaan Lain Berdasarkan hasil penghitungan luas penutupan lahan pada areal penggunaan lain per provinsi pada Tabel III.10, terlihat bahwa : 1,64 juta ha dari luasan 4,81 juta ha, Sulawesi Tengah 33,2 atau 641,3 ribu ha dari luasan 1,93 juta ha, NTT 34,5 atau 1,07 juta ha dari luasan 3,10 juta ha dan Papua 57,8 atau 625,6 ribu ha dari luasan 1,08 juta ha. 1. Provinsi-provinsi yang memiliki lahan berhutan berkisar antara 10-30 di Pulau Sumatera adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 17,3 atau 392,2 ribu ha dari luasan 2,26 juta ha, Sumatera Barat 11,6 atau 191,3 ribu ha dari luasan 1,64 juta ha, di Pulau Jawa adalah: Jawa Timur 12,1 atau 419 ribu ha dari luasan 3,46 juta ha. Di Kalimantan adalah: Kalimantan Barat 16,7 atau 942,4 ribu ha dari luasan 5,64 juta ha, Kalimantan Tengah 15,8 atau 10,2 ribu ha dari luasan 64,6 ribu ha, Kalimantan Selatan 10,4 atau 198,4 ribu ha dari luasan 1,91 juta ha. Di Pulau Sulawesi adalah: Gorontalo 12,9 atau 44,9 ribu ha dari luasan 348,8 ribu ha, Sulawesi Tenggara 11,3 atau 123,4 ribu ha dari luasan 1,09 juta ha, Sulawesi Barat 10,5 atau 51,9 ribu ha dari luasan 496,4 ribu ha. Provinsi lainnya adalah: NTB 22,7 atau 210,4 ribu ha dari luasan 925,1 ribu ha, Maluku 24,9 atau 92,3 ribu ha dari luasan 370,5 ribu ha dan Maluku Utara 25,6 atau 83,7 ribu ha dari luasan 326,6 ribu ha. 2. Provinsi Lampung 0,5 atau 11,3 ribu ha dari luasan 2,43 juta ha dan DKI Jakarta 0,1 atau 100 ha dari luasan 70 ribu ha merupakan provinsi dengan luasan lahan berhutan kurang dari 1 . 3. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas kawasan areal penggunaan lain terkecil seluas 64,6 ribu ha dengan lahan berhutan sebesar 15,8 atau 10,2 ribu ha dari luasan 64,6 ribu ha. Data penutupan lahan pada areal penggunaan lain selengkapnya disajikan pada Tabel III.10 berikut ini : Tabel III.10 Luas Penutupan Lahan pada Areal Penggunaan Lain APL Per Provinsi Ribu Ha Dari total Areal Penggunaan Lain seluas 54.34 juta ha, seluas 7.96 juta ha atau 14,6 merupakan penutupan berhutan. Penutupan lahan berhutan di APL didominasi oleh penutupan hutan sekunder seluas 5,79 juta ha. Keberadaan hutan primer pada APL seluas 1,06 juta ha memerlukan kecermatan dalam pengelolaannya yaitu dalam hal penataan batas dan pemanfaatannya, karena merupakan aset yang penting sebagai sistem penyangga kehidupan di tengah maraknya penebangan di dalam kawasan hutan. Areal ini juga dapat dicadangkan sebagai kawasan hutan negara sebagai alternatif pengganti peran fungsi hutan dari kawasan hutan yang telah terdegradasi. Sebagai contoh, hutan primer di APL pada Provinsi Kalimantan Timur yang meliputi 295,9 ribu ha, sementara kerusakan hutan akibat penebangan liar dan kebakaran hutan terus bertambah. F. Perbandingan Persentase Luas Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2000 dan 2003 Penafsiran penutupan lahan Indonesia dengan menggunakan citra landsat 7 ETM+ telah dilakukan berdasarkan liputan tahun 19992000 dan tahun 20022003. Untuk mengetahui perubahan penutupan lahan antara tahun 19992000 sampai tahun 20022003, pada Tabel III.11 berikut disajikan perbandingan luas penutupan lahan berdasarkan citra landsat liputan tahun 19992000 dan liputan tahun 20022003 dalam bentuk persentase terhadap luas total daratan Indonesia. Pada tabel di atas terlihat persentase penutupan lahan berhutan di dalam kawasan hutan bertambah untuk Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku dan Papua. Sedangkan Pulau Sumatera dan Kalimantan mengalami pengurangan penutupan lahan berhutan. Bertambahnya penutupan berhutan belum tentu disebabkan oleh adanya reforestasi atau penghutanan kembali, karena persentase Tidak Ada Data umumnya juga berkurang. Hal ini berarti di tahun 2003 ada data baru yang dapat diamati, dimana pada pengamatan tahun 2000 tertutup awan atau tidak tersedia data sedangkan di tahun 2003 teramati berupa penutupan berhutan. Kecuali untuk kawasan hutan di Pulau Jawa, peningkatan persentase lahan berhutan dari 14,0 menjadi 16,2 diiringi dengan pengurangan lahan non hutan dari 8,9 menjadi 6,7 , dengan persentase yang tetap untuk Tidak Ada Data 0,5 . Untuk Pulau Sulawesi peningkatan persentase lahan berhutan dibarengi dengan peningkatan lahan non hutan, sedangkan persentase Tidak Ada Data berkurang, sehingga dapat diduga selain reforestasi juga dapat disebabkan oleh adanya data yang baru diketahui. Perubahan penutupan lahan untuk APL memiliki kecenderungan perubahan yang sama dengan kawasan hutan, kecuali APL di Pulau Sulawesi mengalami penurunan persentase penutupan lahan berhutan, sementara non hutan meningkat dan Tidak Ada Data berkurang. Sedangkan di Papua luas berhutan di APL relative tetap walaupun non hutan meningkat dan Tidak ada Data menurun. Kondisi penutupan lahan bersifat dinamis dan berubah dengan cepat. Dalam perkembangannya selama tahun 2000 sampai dengan 2003, terjadi perubahan penutupan lahan pada kawasan hutan khususnya pada kawasan hutan produksi. Pada hutan produksi yang terkait dengan HPH terjadi pengurangan jumlah HPH yang cukup signifikan yang berdampak pada berkurangnya perubahan lahan hutan menjadi lahan non hutan. Jumlah HPH pada tahun 2000 sebanyak 362 unit dengan total luas 39,16 juta ha, sedangkan pada tahun Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, pada tahun 2000 sebaran kawasan konservasi daratan di Indonesia sebanyak 356 unit dengan luas total 17,85 juta ha. Pada tahun 2003 mengalami peningkatan luas kawasan konservasi daratan menjadi 447 unit dengan luas total 21,51 juta ha dan menjadi seluas 4,73 juta ha 39 unit pada kawasan konservasi laut. Dengan meningkatnya luas kawasan konservasi diharapkan dapat menekan laju deforestasi degradasi hutan. Kegiatan pelepasan kawasan untuk kegiatan perkebunan dan transmigrasi serta penggunaan kawasan untuk kuasa pertambangan juga berpengaruh terhadap dinamika kondisi penutupan lahan. Sampai dengan tahun 2000, kawasan hutan seluas 4,56 juta ha telah dilepaskan untuk digunakan bagi kegiatan perkebunan dan transmigrasi. Adanya moratorium penghentian sementara pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan pada tahun 2000 menyebabkan tidak ada lagi pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan sampai dengan tahun 2003 . Akan tetapi moratorium ini hanya berlaku bagi permohonan baru, sedangkan proses permohonan yang sudah berjalan tetap dilanjutkan walaupun sampai tahun 2003 belum ada realisasi pelepasan kawasan hutan. Demikian pula untuk kegiatan transmigrasi, dari 1997 sampai dengan Agustus 2005 tidak ada SK Pelepasan Kawasan Hutan yang diterbitkan. Kawasan hutan yang telah dipinjampakaikan untuk kegiatan non kehutanan sampai dengan Maret 2005 adalah seluas 76.975,14 ha, dan seluas 76.962,08 ha diantaranya digunakan untuk kegiatan pertambangan terbuka antara lain batubara, emas dmp dan mineral pengikutnya, serta pengeboran panasbumi Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan. Kegiatan pertambangan terbuka, termasuk sarana pendukungnya seperti jalan, base camp, dan lainnya, menjadi salah satu sebab terbukanya tutupan hutan menjadi tidak berhutan. Realisasi tahun 2003 tidak dimasukkan dalam perhitungan untuk menghindari over estimate, karena data citra landsat yang digunakan merupakan hasil akuisisi dari tanggal 2 Februari 2002 sampai 31 Mei 2003, sedangkan penanaman HTI umumnya dilaksanakan pada musim hujan di akhir tahun. Sumber data realisasi hutan tanaman: Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Berdasarkan surat Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 603MENHUTBUN-VIII2000 tanggal 22 Mei 2000

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI