PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TEMPE KEDELAI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN GALUR DEUTSCHLAND-DENKEN-YOKEN (ddY) OBESITAS

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF FEEDING SOY TEMPE ON FASTING BLOOD GLUCOSE LEVELS IN OBESE DEUTSCHLAND-DENKEN-YOKEN (ddY) STRAIN

MALE MICE (MUS MUSCULUS L.)

By

TRI SUHANDA

Obesity is a predisposing factor for the onset of elevated blood sugar levels, this is due to the toxic effects of lipid accumulation in body tissues which causes a decrease in insulin sensitivity so that disrupt the use and storage of glucose. Obesity can be avoided by adjusting lifestyle and diet. Food that is associated with a decrease in blood glucose levels is soy tempe. Soy tempe has a high isoflavone content in the form of genistein, glisitein, daidzein and factor-II. Isoflavones improving insulin sensitivity, improve insulin secretion, blocking intestinal glucose absorption and are antioxidants. The aim of this study is to know the effect of feeding soy tempe on fasting blood glucose levels in obese ddY strain male mice. This is true experimental study in pre-post test with randomized control group design. This study was preserved for 28 days with 25 samples of ddY strain male mice (Mus musculus L.) alloted into 4 groups, normal control group (K1), obese control group (K2), the group feed soy tempe 2 gram/day (KP1) and the group feed soy tempe 4 gram/day (KP2). The results of analysis with paired t-test show significant differences in groups of KP1 (p = 0.016) and KP2 (p = 0.016). the results of analysis with One Way-Anova test show significant difference in groups of K1 vs K2 (p = 0.000), K2 vs KP1 (p = 0.000) and K2 vs KP2 (p = 0.000). The conclusion of this study is feeding soy tempe gives impact on lowering blood glucose levels in obese ddY strain male mice.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TEMPE KEDELAI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN

GALUR DEUTSCHLAND-DENKEN-YOKEN (ddY) OBESITAS

Oleh

TRI SUHANDA

Obesitas merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya peningkatan kadar gula darah, hal ini disebabkan efek toksis dari akumulasi lipid di jaringan tubuh yang menyebabkan penurunan sensitivitas insulin sehingga menganggu penggunaan dan penyimpanan glukosa. Obesitas dapat dihindari dengan mengatur gaya hidup dan pola diet. Bahan makanan yang dihubungkan dengan penurunan kadar glukosa darah adalah tempe kedelai. Tempe kedelai memiliki kandungan isoflavon yang tinggi berupa genestein, glisitein, daidzein dan faktor-II. Isoflavon berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin, memperbaiki sekresi insulin, menghalangi penyerapan glukosa usus dan bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tempe terhadap kadar glukosa darah puasa mencit jantan galur ddY obesitas. Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan pre-post test with randomized control group design. Penelitian ini dilakukan selama 28 hari dengan menggunakan 25 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur ddY yang di bagi kedalam 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol normal (K1), kelompok kontrol obesitas (K2), kelompok yang diberi pakan tempe 2gram/hari (KP1) dan kelompok yang diberi pakan tempe 4gram/hari (KP2). Hasil analisis dengan uji t-berpasangan terdapat perbedaan bermakna pada kelompok KP1 (p = 0,016) dan KP2 (p = 0,016). Pada uji One

Way˗Anova perbedaan bermakna didapatkan pada kelompok K1 vs K2 (p = 0,000), K2 vs KP1 (p = 0,000) dan K2 vs KP2 (p = 0,000). Kesimpulan dari

penelitian ini adalah pemberian pakan tempe kedelai berpengaruh dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit jantan galur ddY obesitas.


(3)

Oleh : TRI SUHANDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TEMPE KEDELAI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN GALUR DEUTSCHLAND-DENKEN-YOKEN (ddY) OBESITAS

(Skripsi)

Oleh : TRI SUHANDA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman

1. Struktur senyawa isoflavon pada tempe ...15

2. Jalur utama metabolisme karbohidrat ...19

3. Metabolisme glukosa ...22

4. Glukosa transporter pada manusia...23

5. Mekanisme Translokasi GLUT-4 di sel otot dan adipose ...25

6. Jalur sinyal insulin dalam metabolism glukosa di sel otot dan adipose ....26

7. Skema reaksi umum yang terjadi pada strip Accu-chek...30

8. Tes glukosa darah menggunakan Glukometer...32

9. Pemeriksaan glukosa darah denganautonomic monitoring...34

10. Mencit (Mus musculus L.) ...35

11. Mencit galur ddY model TSNO dan TSOD ...38

12. Grafik berat badan, glukosa darah dan glukosa dalam urin...40

13. Kerangka Teori ...41

14. Kerangka Konsep...38

15. Diagram Alur Penelitian ...51

16. Rerata kadar GDP 8 jamPre-testpada masing-masing kelompok ...58

17. Rerata kadar GDP 8 jamPost-testpada masing-masing kelompok ...59


(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...i

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR...iv

DAFTAR LAMPIRAN...v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...4

1.3. Tujuan Penelitian ...4

1.3.1. Tujuan Khusus ...4

1.3.2. Tujuan Umum ...5

1.4. Manfaat Penelitian ...5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas...6

2.1.1. Definisi Obesitas...6

2.1.2. Penyebab Obesitas ...7

2.1.3. Penentuan Obesitas ...9

2.2. Tempe ...11

2.2.1. Definisi Tempe ...11

2.2.2. Jenis Tempe ...11

2.2.3. Kandungan Tempe...12

2.2.4. Proses Pembuatan Tempe ...16

2.3. Glukosa Darah ...18

2.3.1. Definisi Glukosa Darah ...18

2.3.2. Metabolisme Glukosa Darah ...18

2.3.3. Pengankut Glukosa Darah ...22

2.3.4. Glukosa transporter pada manusia...24

2.3.5. Kadar Glukosa Darah ...26

2.3.6. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah...28

2.4. Mencit (Mus musculus L.)...35

2.4.1. Jenis-jenis Mencit...37


(7)

2.6. Kerangka Konsep...42

2.7. Hipotesis ...42

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian...43

3.2. Tempat dan Waktu ...43

3.2.1. Tempat ...43

3.2.2. Waktu ...44

3.3. Populasi dan Sampel ...44

3.3.1. Populasi...44

3.3.2. Sampel...44

3.3.3. Kriteria Penelitian ...45

3.4. Alat dan Bahan...46

3.4.1. Alat...46

3.4.2. Bahan ...46

3.5. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ...47

3.5.1. Identifikasi Variabel...47

3.5.2. Definisi Operasional Variabel...47

3.6. Prosedur Penelitian ...48

3.6.1. Alur Penelitian ...48

3.6.2. Prosedur Pemberian Tempe ...50

3.6.3. Prosedur Pengambilan Darah Mencit ...50

3.7. Diagram Alur Penelitian ...51

3.8. Rancangan Analisis Data ...52

3.8.1. Uji Normalitas Data (p>0,05) ...52

3.8.2. Uji Homogenitas Data (p>0,05)...52

3.8.3. Uji Parametrik (Dependent t-test) ...53

3.8.4. Uji Parametrik (One Way-Anova) ...53

3.9. Etika Penelitian ...53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ...56

4.1.1. Hasil pengukuran GDPpre-testdanpost-testmasing-masing kelompok ...56

4.1.2. Hasil Uji normalitas dan homogenitas ...57

4.1.3. Hasil uji t-berpasangan ...58

4.1.4. Hasil UjiOne-way Anova...57

4.2. Pembahasan...62

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...68

5.2. Saran ...69

DAFTAR PUSTAKA...70


(8)

Lampiran

1. Perhitungan Uji Statistik 2. Dokumentasi Penelitian


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Status gizi berdasarkan IMT menurut WHO ...10

2. Status gizi berdasarkan IMT menurut Kementerian Kesehatan RI ...11

3. Jenis-jenis tempe...12

4. Kandungan tempe ...13

5. Pengangkut glukosa yang utama ...23

6. Kadar glukosa darah ...28

7. Kadar glukosa berdasarkan persentase nilai tes HbA1C ...34

8. Klasifikasi hewan dengan diabetes tipe 2 ...40

9. Definisi Operasional Variabel ...48

10. Hasil pengukuran GDP pre-test dan post-test pada masing-masing kelompok ...56

11. Hasil uji normalitas saphiro-wilk terhadap kadar GDP pre-test dan post-testpada masing-masing kelompok ...57

12. Hasil uji homogenitas levene terhadap kadar GDP pre-test dan post-testpada masing-masing kelompok ...57

13. Rerata kadar GDP 8 jampre-testpada masing-masing kelompok ...58

14. Rerata kadar GDP 8 jamPost-testpada masing-masing kelompok ...59

15. Hasil uji t-berpasangan di masing-masing kelompok...56


(10)

(11)

(12)

Ayahanda, Ibunda, adik-adik dan

Keluarga Besarku tercinta.


(13)

(14)

Penulis dilahirkan di kota Menggala kabupaten Tulang Bawang, Lampung pada tanggal 16 April 1994, sebagai anak pertama dari 5 bersaudara, dari Bapak Hi.Subirlan dan Ibu Hj.Rosada.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 03 DWT Jaya pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 03 Banjar Agung pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 02 Menggala pada tahun 2011.

Pada Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif pada organisasi BEM FK Unila, PMPATD PAKIS Rescue Team, FSI Ibnu, Lunar dan GEN-C. Penulis juga pernah menjabat sebagai ketua PANSUS FK Unila saat Pemilihan Raya (PEMIRA) pada tahun 2013. Penulis juga pernah menjadi peserta karya tulis ilmiah tingkat nasional dan sebagai Finalis pada poster ilmiah tingkat nasional yang diadakan oleh Universitas Atma Jaya Jakarta pada tahun 2014.


(15)

Alhamdulillahirabbil 'alamin, Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang melimpahkan nikamt dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Pakan Tempe Kedelai Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Mencit (Mus Musculus L.) Jantan Galur Deutschland-Denken-Yoken (ddy) Obesitas” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Penghargaan dan ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antaralain kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;


(16)

dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini secara langsung di kampus maupun dengan media email, tanpa mengurangi perhatiannya walaupun harus membagi waktu dengan banyak mahasiswa bimbingan lainnya. Terimakasih atas kebaikan hati dokter yang mengijinkan saya untuk mengikuti penelitian dokter sehingga saya dapat menyusun skripsi ini, terimakasih pula atas nasihat dan dukungannya selama ini, hal ini tidak akan pernah saya lupakan;

4. Ibu dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes., Sp.PK selaku Pembimbing Kedua yang sangat baik hati dan sabar dalam memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak dr. Ade Yonata, M.MolBiol., Sp.PD., selaku Pembahas pada Seminar Proposal dan Seminar Hasil. Terimakasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;

6. Ibu dr. Rika Lisiswanti, M.MedEd., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terimakasih atas kesediannya untuk menjadi penguji utama. Terimakasih pula atas saran dan kritiknya yang sangat membangun;

7. Ibu dr. Indri Windarti, Sp.PA., selaku pembimbing akademik hingga semester 6, terimakasih atas nasihatnya;

8. Ibu dr.Ratna Dewi Puspita Sari, Sp.og., selaku pembimbing akademik saat semester 7, terimakasih atas nasihatnya;

9. Buya, Hi. Subrilan, yang selalu mendoakan, memberikan nasihat, menguatkan dan mendukung saya dalam menyelesaikan pendidikan


(17)

kelak;

10. Umi, Hj. Rosada, yang selalu mendoakan anak-anaknya dalam setiap solatnya, yang selalu memberikan nasihat dan dukungan demi kebaikan anak-anaknya, sosok ibu yang sangat perhatian dan pengertian, terimakasih umi atas segala kasih sayang mu, engkau adalah ibu terbaik di dunia ini, semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak;

11. Adik-adik saya, Suhendra, Eki Tri Suenda, Rehan Jaya dan Putri Wulan Dari, yang selalu menjadi penyemangat saya dalam menuntut ilmu;

12. Seluruh keluarga besar saya kakek dan nenek, paman dan bibi, serta keluarga besar lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, terimakasih atas doa dan dukungannya;

13. Ibu Nuriah, yang sangat sabar mengajari dan membimbing mengenai prosedur penelitian. Terimakasih telah meluangkan waktunya dalam membimbing kami sehingga kami menjadi paham dan bisa melakukan penelitian;

14. Seluruh Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk menggapai cita-cita;

15. Seluruh pegawai Bagian Akademik Universitas Lampung yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terrimakasih atas bantuan dan dukungannya;


(18)

Terrimakasih atas bantuan dan dukungannya;

17. Rekan-rekan satu tim penelitian dan seperjuangan, Eduard, Kharisma MR, Lana Asfaradila, Huzaimah, Kurnia Fitri dan Nindriya Kurniandari yang telah berkontribusi baik dalam pikiran, waktu, tenaga dan materi sejak sebelum, selama dan setelah penelitian ini. Terimakasih untuk bantuan dan kerjasama selama ini;

18. Seluruh sejawat, teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kekompakan, canda, tawa selama 3,5 tahun yang telah memberikan warna serta makna tersendiri. Semoga kebersamaan dan kekompakkan selalu terjalin baik sekarang maupun kedepan nanti;

19. Teman satu kosan saya Amri Yusuf, Andika Yusuf R, Andrian Prasetya Wicaksono, M.Ridho Ansori, Marco Manza, M.Muhlis R, Widyan HP yang selalu berbagi cerita, semangat, keluh kesah, tawa dan kebersamaannya;

20. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2015) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran;

21. Terimakasih banyak untuk Yuda Ayu Kusuma Wardani yang selalu memberikan motivasi, semangat doa dan dukungannya. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini;

22. Terimakasih untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan dalam LASKAR MANDIRI angkatan 88, SMAN 02 Menggala, atas ras kekeluargaan dan kebersamaan yang terus terjalin sampai sekarang;


(19)

membalas semua kebaikan yang telah diberikan;

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun, Penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga segala perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari Allah SWT.

Bandar Lampung, 7 Januari 2016 Penulis


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obesitas adalah peningkatan berat badan melampaui batas kebutuhan fisik dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). Obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Apabila dibiarkan obesitas dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, stroke, gangguan fungsi hati dan empedu, gangguan pernafasan, osteoarthritis, kanker, gangguan menstruasi, infertilitas, impotensi, dan lain-lain (Lebowitzet al., 2012).

Penderita Obesitas di dunia semakin hari semakin bertambah. Telah terjadi peningkatan jumlah penderita obesitas sebesar lebih dari dua kali lipat semenjak tahun 1980 dan akan terus meningkat. Pada tahun 2014, lebih dari dari 1,9 miliar orang dewasa usia 18 tahun keatas memiliki kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut lebih dari 600 juta orang mengalami obesitas (World Health Organization, 2015).


(21)

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 penduduk berusia > 18 tahun yag mengalami obesitas sebesar 15,4%. Dari 15,4% penduduk yang obesitas tersebut terdiri dari laki-laki 19,7% dan perempuan 32,9%. Sedangkan prevalensi obesitas pada usia 5-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun berturut-turut sebesar 8,8%, 2,5% dan 1,6% (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Obesitas merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya peningkatan kadar gula darah, hal ini disebabkan karena efek toksik dari akumulasi lipid di jaringan seperti otot rangka dan hati sehingga menyebabkan penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang dikenal dengan resistensi insulin. Penurunan sensitivitas insulin menganggu penggunaan dan penyimpanan glukosa, sehingga akan meningkatkan kadar glukosa di dalam darah (Guyton & Hall, 2012).

Obesitas dapat di hindari dengan mengatur gaya hidup, salah satunya adalah mengatur pola diet. Pengaturan diet merupakan perubahan gaya hidup yang cukup efektif dalam menurunkan glukosa darah. Salah satu bahan makanan yang dihubungkan dengan penurunan glukosa darah adalah tempe (Ghozaliet al., 2010).

Tempe merupakan makanan tradisional khas indonesia dan sudah dikenal berabad-abad silam serta telah di produksi dan dikonsumsi secara turun-temurun. Indonesia sendiri menjadi negara produsen tempe terbesar di dunia


(22)

dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata pertahun di Indonesia saat ini sekitar 6,45 kg/orang (Badan Standardisasi Nasional, 2012).

Tempe merupakan hasil fermentasi kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus oryzae sp. Proses fermentasi menyebabkan pemecahan ikatan peptida pada kedelai sehingga protein kedelai mudah dicerna (Setyowati et al, 2008). Tempe termasuk sumber protein nabati yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tempe tergolong sumber makanan dengan kandungan asam amino esensial dan non esensial yang lengkap, kadar lemak jenuh rendah, isoflavon tinggi, serat tinggi, indeks glikemik rendah (glycemic index <55) dan mudah dicerna. Kandungan isoflavon pada tempe diduga berperan dalam proses pengendalian gula darah, beberapa penelitian juga telah menghubungkan pengaruh konsumsi isoflavon pada tempe terhadap kondisi diabetes. Selain itu serat tinggi pada tempe memperlambat absorbsi glukosa di dalam usus. indeks glikemik yang rendah juga menjadikan respon glukosa darah tubuh rendah (Rahadiyanti, 2011).

Penelitian tempe terhadap glukosa darah sudah pernah dilakukan, yaitu oleh Ghozali pada tahun 2010. Pada Penelitian tersebut digunakan 50 ekor tikus jantan Sprague Dawley diabetes dengan berat 200 gram yang diberi pakan tempe kedelai varietas Americana dengan kandungan asam amino arginin


(23)

1,4% dan isoflavon (genistein) 0,22 g/kg, diet menunjukkan penurunan kadar glukosa darah dari 281,5 mg/dl menjadi 187,66 mg/dl setelah 14 hari pemberian (Ghozaliet al., 2010).

Penelitian mengenai pengaruh tempe terhadapa glukosa darah tikus diabetes sudah pernah dilakukan. Namun, penelitian mengenai pengaruh pemberian pakan tempe terhadap glukosa darah mencit obesitas belum pernah dilakukan. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian pakan tempe terhadap glukosa darah mencit obesitas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah pemberian pakan tempe kedelai pada mencit (Mus musculus L.) jantan obesitas galur ddY mampu menurunkan kadar glukosa darah puasa?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tempe kedelai terhadap kadar glukosa darah puasa mencit jantan galur ddY obesitas.


(24)

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapaun tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui rerata kadar glukosa darah puasa mencit normal. b. Untuk mengetahui rerata kadar glukosa darah puasa mencit obesitas. c. Untuk mengetahui rerata kadar glukosa darah puasa mencit obesitas

yang di beri pakan tempe 2 gr/hari.

d. Untuk mengetahui rerata kadar glukosa darah puasa mencit obesitas yang di beri pakan tempe 4 gr/hari.

e. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tempe 2 gr/hari dan 4 gr/hari terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa mencit obesitas.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, yaitu :

1. Dapat diketahui manfaat tempe dalam menurunkan kadar glukosa darah. 2. Menjadikan tempe sebagai makanan yang memenuhi kebutuhan gizi

seimbang.

3. Meningkatkan keinginan masyrakat untuk gemar mengkonsumsi tempe.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Obesitas

2.1.1.Definisi Obesitas

Obesitas berasal dari bahasa latin yang berarti makan berlebihan. Obesitas merupakan istilah yang digunakan dalam menunjukkan adanya kelebihan berat badan (Rahmawati, 2009). Istilah obesitas sendiri menurut kamus kedokteran Dorland (2012), adalah peningkatan berat badan melampaui batas kebutuhan fisik dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2015).

National Institutes of Health (NIH) menjelaskan bahwa obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style (NIH, 2012). Konsumsi makanan berlebih tersebut kemudian akan


(26)

disimpan oleh tubuh dalam bentuk timbunan lemak yang akan tersebar di bagian-bagian tertentu seperti pinggang, perut, lengan bagian atas, dan bagian tubuh lainnya yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan (Putri, 2012).

2.1.2.Penyebab Obesitas

Penyebab mendasar terjadinya kegemukan dan obesitas adalah ketidakseimbangan energi antara energi yang masuk dan energi yang keluar. Energi yang masuk adalah jumlah energi berupa kalori yang di dapatkan dari makanan dan minuman. Sedangkan energi yang keluar adalah jumlah energi atau kalori yang digunakan tubuh dalam hal seperti bernapas, digesti dan juga melakukan kegiatan fisik (NIH, 2012).

Asupan energi dan pengeluaran energi di pengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokan menjadi lebih spesifik seperti faktor dari individu berupa genetik dan proses metabolisme tubuh, faktor dari perilaku hidup seperti kurangnya beraktifitas fisik dan faktor dari luar termasuk faktor lingkungan seperti murahnya harga suatu makanan (Kaestner, 2009).

Secara umum obesitas terjadi akibat meningkatnya asupan makanan yang tinggi lemak dan kurangnya aktifitas fisik sehari-hari baik dalam bekerja maupun bertransportasi (WHO, 2015). Penyebab lain dari


(27)

obesitas antaralain gaya hidup tak aktif, lingkungan, genetik dan riwayat keluarga, kondisi kesehatan, obat-obatan, faktor emosional, merokok, umur, kehamilan dan kurang tidur dapat menjadi faktor resiko yang menyebabkan obesitas (NIH, 2012).

Adapun faktor resiko yang dapat menyebabkan obesitas antara lain : 1) Gaya hidup tak aktif

Saat ini kebanyakan orang menghabiskan waktu didepan televisi (TV) dan komputer saat bekerja, di sekolah dan di rumah. Selain itu banyak orang yang memiliki kendaraan pribadi untuk berpergian walau hanya dengan jarak tempuh yang pendek. Orang-orang yang tidak aktif lebih mungkin untuk menambah berat badan karena mereka tidak membakar kalori yang mereka ambil dari makanan dan minuman. Gaya hidup tidak aktif juga menimbulkan risiko untuk penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, diabetes, kanker usus besar dan masalah kesehatan lainnya (NIH, 2012).

2) Faktor Genetika

Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya obesitas, namun sangat jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian besar berkaitan dengan kelainan pada banyak gen. Pada penyebab gen tunggal, diantaranya yang sudah diketahui adalah adanya mutasi pada gen leptin, reseptor leptin, reseptor melanocortin-4, proopiomelanocortin dan pada gen PPAR- . Adanya mutasi pada multigen penyebab obesitas saat ini terus diteliti dan diketahui


(28)

bahwa individu yang berasal dari keluarga yang obesitas, memiliki kemungkinan obesitas 2-8 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang tidak obesitas. Sangat besar kemungkinan bahwa penyebab obesitas tersebut bukan hanya pada suatu gen tunggal tapi adanya mutasi pada beberapa gen (Rankinen et al., 2006).

3) Hormonal

Beberapa masalah hormon dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas, seperti hipotiroidisme, cushing syndrome, dan polycystic ovarian syndrome.

4) Obat-obatan

Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan resiko terjadinya kegemukan seperti kortikosteroid dan antidepresan.

5) Faktor emosional

Beberapa orang makan lebih banyak dari biasanya ketika mereka bosan, marah atau stres. Seiring waktu, makan berlebihan akan menyebabkan penambahan berat badan dan dapat menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas (NIH, 2012). Dan masih banyak faktor-faktor lain yang menjadi penyebab obesitas.

2.1.3.Penentuan Obesitas

Obesitas di ukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) seseorang. IMT merupakan indeks sederhana dari tinggi dan berat badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa. IMT dinyatakan sebagai berat badan dalam


(29)

kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Seseorang dikategorikan kegemukan jika IMT >25 kg/m2 dan obesitas jika IMT>30 kg/m2 (WHO, 2015).

Rumus menentukan IMT :

Keterangan :

1. BB : berat badan (kg) 2. TB : tinggi badan (m)

IMT dapat digunakan untuk menunjukan status gizi pada orang dewasa yang dapat dilihat dalam dalam tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1. Status gizi berdasarkan IMT menurut WHO

BMI Status Gizi

<18,5 Kurus

18,5-24,9 Normal

25,0-29.9 Pre-Obesitas

30,0-34,9 Obesitas kelas I

35,0-39,9 Obesitas kelas II

>40,0 Obesitas kelas III

Sumber : (WHO, 2015). IMT =


(30)

Tabel 2. Status gizi berdasarkan IMT menurut Kementerian Kesehatan RI

Status Gizi Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,4

Normal 18,5-25,5

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0-29,9 Obesitas Kelebihan berat badan tingkat sangat berat >30

Sumber : (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

2.2.Tempe

2.2.1.Definisi Tempe

Tempe adalah salah satu makanan tradisional khas Indonesia. Tempe merupakan makanan yang terbuat biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna (Badan Standardisasi Nasional, 2012).

2.2.2.Jenis Tempe

Jenis tempe bermacam-macam, tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan.


(31)

Tabel 3. Jenis-jenis tempe

No Bahan Baku Jenis/Nama Tempe

1 Kedelai (Glycine max) Tempe Kedelai

2 Ampas tahu/kedelai Tempe gembus

3 Bungkil kacang tanah Tempe bungkil (Jateng)

4 Ampas kelapa Tempe bongkrek

5 Bungkil kacang + ampas tahu Tempe enjes (Malang) 6 Koro Bengkuk (Mucuna pruriens) Tempe bengkuk (Yogya) 7 Lamtoro (Laucaena glau) Tempe Lamtoro (Yogya)

Sumber : (Priastiti, 2013).

2.2.3.Kandungan tempe

Tempe merupakan hasil fermentasi kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus oryzae sp. Proses fermentasi menyebabkan pemecahan ikatan peptida pada kedelai sehingga protein kedelai mudah dicerna (Setyowati et al, 2008). Tempe termasuk sumber protein nabati yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tempe tergolong sumber makanan dengan kandungan asam amino esensial dan non esensial yang lengkap, kadar lemak jenuh rendah, isoflavon tinggi, serat tinggi, indeks glikemik rendah (glycemic index <55) dan mudah dicerna (Rahadiyanti, 2011).


(32)

Tabel 4. Kandungan tempe

Zat Gizi Satuan Komposisi zat gizi 100 gram BDD Kedelai Tempe

Energi (kal) 381 201

Protein (gram) 40,4 20,8

Lemak (gram) 16,7 8,8

Hidrat arang (gram) 24,9 13,5

Serat (gram) 3,2 1,4

Abu (gram) 5,5 1,6

Kalsium (mg) 222 155

Fosfor (mg) 682 326

Besi (mg) 10 4

Karotin (mg) 31 34

Vitamin B1 (mg) 0,52 0,19

Air (gram) 12,7 55,3

BDD* (%) 100 100

*BDD = Berat yang dapat dimakan

Sumber : (Badan Standardisasi Nasional, 2012).

Fermentasi yang terjadi pada proses pembuatan tempe menghasilkan perubahan pada tekstur kedelai, menjadi empuk dan nilai zat gizi tempe lebih baik dari kacang kedelai.

Nilai Gizi Tempe :  Protein

Enzim -enzim yang dihasilkan kaping, menghasilkan asam amino bebas, sehingga kadarnya meningkat sampai 85 kali kadar protein kedelai.

Karbohidrat

Kedelai mengandung karbohidrat berupa sakrosa dan stakhiosa dan rifinosa. Fermentasi kedelai menjadi tempe menghasilkan karbohidrat.


(33)

Lemak

Enzim dalam kaping dapat menurunkan kadar lemak total dari 22,2% menjadi 14,4%.

Mineral

Didalam kedelai terdapat asam fitat yang merupakan senyawa forfose, yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Dengan fermentasi, kaping menghasilkan enzim fitase yang menguraikan asam fitat, sehingga forfosenya dapat dimanfaatkan tubuh.

Vitamin

Proses fermentasi dapat meningkatkan kadar vitamin B (Riboferum), Vitamin Bb (Piridoksin), asam folat, asam panthotenat dan asam nikotinat. Sedangkan kadar vitamin B1 menurun karena untuk pertumbuhan kaping dan terbentuk pula vitamin B12 oleh bakteri yang tidak ada dalam produk nabati lainnya (Kurniawan, 2012).

Tempe juga memiliki kandungan isoflavon yang tinggi berupa genestein (5,7,4′-trihidroksi isoflavon), glisitein (6-metoksi-7,4'-trihidroksi isoflavon), dan daidzein (7,4′-dihidroksiisoflavon). Selain itu proses fermentasi pada tempe juga menghasilkan senyawa isoflavon yang mempunyai aktivitas biologis yang lebih baik yakni faktor-II (6,7,4′-trihidroksi isoflavon) (Ariani & Hastuti, 2009). Struktur dari keempat senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.


(34)

Gambar 1. Struktur senyawa isoflavon pada tempe Sumber : (Ariani & Hastuti, 2009).

Genistein dan daidzein berperan sebagai antihiperglikemik melalui aktivasi glukokinase (GK), penghambatan glukosa-6-fosfatase (G6pase), phospoenol pyruvate carboxykinase (PEPCK), fatty acid sinthase (FAS), -oxidation dan carnitine palmitoyltransferase (CPT) di hati (Ghozali et al., 2010). Selain itu Genistein dapat menghambat

α-glukosidase yakni enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa) pada usus sehingga berpotensi sebagai antidiabetes karena dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara memperlambat penyerapan karbohidrat postprandial (Bintanah & Kusuma, 2010).

Faktor-II tidak terdapat pada kedelai tetapi hanya terdapat pada tempe. Proses terbentuknya faktor-II dapat dimulai dengan hidroksilasi gugus C-6 dari daidzein atau demetilasi gugus C-6 dari glisitein. Faktor-II


(35)

mempunyai aktivitas antioksidan lebih baik dari daidzein dan genistein. Aktivitas antioksidan ini dapat mengatasi radikal bebas yang ditimbulkan keadaan hiperglikemia (Ariani & Hastuti, 2009).

Selain kandungan isoflavon yang tinggi tempe juga mengandung serat yang tinggi. serat pada tempe mengandung pectin, galactomannans dan arabinogalactans dengan viskositas tinggi, bentuk polisakarida ini memperlambat pengosongan lambung dan absorbsi glukosa sehingga diet serat dari tempe dapat menurunkan kadar toleransi glukosa (Bintanah & Kusuma, 2010).

2.2.4.Proses Pembuatan tempe

Berikut ini adalah langkah-langkah proses pembuatan tempe :

1) Agar benar-benar mendapatkan biji kedelai yang bagus, dilakukan penyortiran. Caranya, tempatkan biji kedelai pada tampah, kemudian ditampi.

2) Biji kedelai dicuci dengan air yang mengalir.

3) Biji kedelai yang sudah bersih dimasukkan ke dalam panci berisi air, kemudian direbus selama 30 menit atau sampai mendekati setengah matang.

4) Kedelai yang sudah direbus direndam selama semalam hingga menghasilkan kondisi asam.


(36)

5) Keesokan harinya, kulit arinya dikupas. Caranya, kedelai dimasukkan ke dalam air, kemudian diremas sambil dikuliti hingga akhirnya didapatkan keping-keping kedelai.

6) Keping kedelai dicuci sekali lagi, dengan cara yang sama seperti mencuci beras yang hendak ditanak.

7) Keping kedelai dimasukkan ke dalam dandang lalu ditanak, mirip seperti menanak nasi.

8) Setelah matang, angkat, lalu dihamparkan tipis-tipis di atas tampah. Ditunggu sampai dingin, airnya menetes habis dan keping kedelai mengering.

9) Proses selanjutnya adalah menambahkan ragi. Pemberian ragi pada kedelai dicampurkan sambil diaduk hingga merata. Ukurannya, 1 kg kedelai menggunakan sekitar 1 gram ragi. 10) Bungkus kedelai yang sudah bercampur rata dengan ragi

menggunakan daun pisang atau plastik.

11) Peram bungkusan kedelai. Bila pembungkusnya berupa plastik, pemeraman dilakukan di atas kajang-kajang bambu yang diletakkan pada rak-rak. Bila pembungkusnya berupa daun, pemeraman dilakukan pada keranjang bambu yang ditutup goni. 12) Sesudah diperam semalaman, dilakukan penusukan dengan lidi.

Tujuannya agar udara segar dapat masuk ke dalam bahan tempe. 13) Peram lagi semalaman, keesokan harinya tempe yang dibuat telah


(37)

2.3.Glukosa Darah

2.3.1.Definisi Glukosa Darah

Glukosa darah merupakan jenis utama dari gula yang ditemukan dalam darah dan menjadi sumber energi utama bagi tubuh. Pankreas melepaskan hormon insulin ke dalam darah. Insulin tersebut kemudian akan membantu glukosa untuk masuk kedalam semua sel tubuh. Bila produksi insulin tidak cukup atau insulin tidak bekerja dengan cara yang seharusnya maka glukosa akan tetap didalam darah dan tidak dapat mencapai sel tubuh. Hal ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat sehingga terjadi pradiabetes atau diabetes (National institute of Diabetes and digestive and kidney diseases, 2013).

Dalam keadaan normal, konsentrasi glukosa darah manusia saat postabsorbsi berkisar antara 80-100 mg/dl. Kemudian setelah mengkonsumsi karbohidrat, kadar glukosa darah dapat meningkat sampai sekitar 120-130 mg/dl. Sedangkan selama puasa kadarnya turun sampai sekitar 60-70 mg/dl (Permana, 2011).

2.3.2.Metabolisme Glukosa Darah

Karbohidrat bertanggung jawab atas sebagian besar intake makanan sehari-hari. Fungsi dari karbohidrat dalam metabolisme adalah sebagai bahan bakar untuk oksidasi dan menyediakan energi untuk proses-proses metabolisme lainnya. Karbohidrat dalam makanan


(38)

terutama adalah polimer-polimer hexosa dan yang penting adalah glukosa, laktosa, fruktosa dan galaktosa. Kebanyakan monosakarida dalam tubuh berada dalam bentuk D-isomer. Hasil yang utama dari metabolisme karbohidrat yang terdapat dalam darah adalah glukosa (Guyton & Hall, 2012).

Glukosa adalah karbohidrat terpenting, kebanyakan karbohidrat dalam makanan diserap ke dalam aliran darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati. Glukosa adalah prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di tubuh, termasuk glikogen untuk penyimpanan, ribosa dan deoksiribosa dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu dan glikolipid serta sebagai kombinasi dengan protein dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray et al., 2012).

Gambar 2. Jalur utama metabolisme karbohidrat Sumber : (McKee & McKee, 2011).


(39)

Setelah makanan dikonsumsi, komponen makanan akan dicerna oleh serangkaian enzim di dalam tubuh. Karbohidrat dicerna oleh α-amilase di dalam air liur dan α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas yang bekerja di usus halus. Disakarida diuraikan menjadi monosakarida. Sukrase mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, laktase mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Sel epitel usus akan menyerap monosakarida, glukosa dan fruktosa bebas dan dilepaskan dalam vena porta hepatika (Harvey & Ferrier, 2011).

Berikut adalaha metabolisme glukosa di beberapa organ tubuh : a) Metabolisme glukosa di hati

Jaringan pertama yang dilewati melalui vena hepatika adalah hati. Di dalam hati, glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan Adenosina trifosfat (ATP) untuk memenuhi kebutuhan energi segera sel-sel hati dan sisanya diubah menjadi glikogen dan triasilgliserol. Insulin meningkatkan penyerapan dan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dan penyimpanannya sebagai glikogen serta triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam hati bisa mencapai maksimum sekitar 200-300 gram setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat.Sewaktu simpanan glikogen mulai penuh, glukosa akan mulai diubah oleh hati menjadi triasilgliserol (Lieberman & Marks, 2013).


(40)

b) Metabolisme glukosa di otot

Glukosa dari usus yang tidak dimobilisis oleh hati, akan mengalir dalam darah menuju ke jaringan perifer. Glukosa akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Banyak jaringan misalnya otot menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen. Otot rangka yang sedang bekerja menggunakan glukosa dari darah atau dari simpanan glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikosis. Setelah makan, glukosa digunakan oleh otot untuk memulihkan simpanan glikogen yang berkurang selama otot bekerja melalui proses yang dirangsang oleh insulin. Otot yang sedang bekerja juga menggunakan bahan bakar lain dari darah, misalnya asam-asam lemak(Wolfe, 2015).

c) Metabolisme glukosa di jaringan adiposa

Insulin merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa. Glukosa dioksidasi menjadi energi oleh adiposit. Selain itu, glukosa digunakan sebagai sumber untuk membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang disimpan di jaringan adiposa (Bell, 2001).

d) Metabolisme glukosa di otak dan jaringan saraf

Otak dan jaringan saraf sangat bergantung pada glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi. Jaringan saraf mengoksidasi glukosa menjadi karbon dioksida dan air sehingga dihasilkan ATP. Apabila glukosa turun di bawah batas normal, kepala akan merasa pusing. Pada keadaan normal, otak dan susunan saraf memerlukan sekitar 150g glukosa setiap hari (Aswani, 2010).


(41)

Gambar 3. Metabolisme Glukosa Sumber : (Rahadiyanti, 2011)

2.3.3.Pengangkut Glukosa

Membran plasma pada sel berstruktur lipid bilayer (lapis ganda lemak) sehingga menyebabkan glukosa yang bersifat hidrofilik dan ukuran molekul yang besar tidak dapat melewati membran sel. (Sherwood, 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem transport untuk mengangkut glukosa. Glukosa dapat masuk kedalam ke dalam sel melalui facilitated diffusion (difusi terfasilitasi) yakni menggunakan pengangkut glukosa atau glucose transporter (GLUT) (Wilcox, 2005).

Terdapat 14 isoform GLUT pada manusia yang sudah diketahui dan dapat dibagi kedalam 3 kelas berdasarkan spesifisitas terhadap substrat, profil kinetik dan distribusinya pada jaringan (Scheepers et al., 2004).


(42)

Gambar 4. Glukosa transporter pada manusia Sumber : (Scheepers et al., 2004)

Namun pengangkut glukosa yang utama dan sudah diketahui dengan jelas mekanisme serta fungsinya adalah GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3, GLUT 4 dan GLUT 5 (Bender & Mayes, 2012).

Tabel 5. Pengangkut glukosa yang utama

Lokasi Jaringan Fungsi

Pengangkut dua-arah fasilitatif

GLUT 1 Otak, ginjal, kolon, plasenta, eritrosit

Penyerapan Glukosa

GLUT 2 Hati, sel pankreas, usus halus, ginjal

Penyerapan atau pembebasan glukosa secara cepat

GLUT 3 Otak, ginjal, plasenta Penyerapan glukosa GLUT 4 Otot jantung dan rangka,

jaringan adiposa

Penyerapan glukosa yang dirangsang oleh insulin

GLUT 5 Usus halus Penyerapan glukosa

Pengangkut satu-arah dependen-natrium

SGLT 1 Usus halus dan ginjal Penyerapan aktif glukosa dengan melawan gradien konsentrasi Sumber : (Bender & Mayes, 2012)


(43)

Kadar glukosa darah diatur agar tetap stabil melalui suatu mekanisme homeostatik yang diatur secara ketat yang melibatkan hati, jaringan ektrahepatik dan beberapa hormon. Sel hati bersifat permeabel bebas untuk glukosa dikarenakan pada hati terdapat GLUT 2 yang memungkinkan penyerapan dan pelepasan glukosa secara cepat. Sedangkan sel jaringan ekstrahepatik selain sel pulau Langerhans pankreas bersifat relatif impermeabel dan pengankut glukosa jaringannya diatur oleh insulin (Bender & Mayes, 2012).

Insulin cepat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pemindahan glukosa kedalam jaringan adiposa dan otot dengan merekrut pengangkut glukosa (GLUT 4) dari bagian dalam sel ke membran plasma (Bender & Mayes, 2012).

GLUT 4 adalah pengangkut glukosa yang utama dan terutama terletak pada sel otot dan sel adiposa. Pada sel otot dan sel lemak normal, GLUT-4 didaur ulang antara membran plasma dan vesikel penyimpanan intraseluler. GLUT-4 berbeda dari transporter glukosa lain, yaitu sekitar 90 persen terletak di intrasel saat kondisi tidak ada rangsang insulin atau rangsangan lain seperti olahraga. Dengan adanya insulin atau stimulus lain, keseimbangan dari proses daur ulang ini diubah untuk mendukung translokasi GLUT-4 dari vesikel penyimpanan intraseluler ke arah membran plasma dan juga ke tubulus transversa pada sel otot. Sehingga


(44)

memaksimalkan kecepatan pengangkutan glukosa ke dalam sel (Shepherd & Kahn, 1999).

Berbeda dengan GLUT 4 yang terutama terdapat pada sel otot dan sel adiposa, pada sel otak terdapat GLUT 1 yang memungkinkan perbindahan glukosa dari darah ke dalam sel tanpa membutuhkan insulin sehingga mampu membertahankan asupan glukosa untuk otak (Shepherd & Kahn, 1999).

Gambar 5. Mekanisme Translokasi GLUT-4 di sel otot dan adipose Sumber : (Shepherd & Kahn, 1999)


(45)

Gambar 6. Jalur sinyal insulin dalam metabolism glukosa di sel otot dan adiposa

Sumber : (Shepherd & Kahn, 1999)

2.3.4.Kadar Glukosa Darah

Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa. Tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan, yaitu sekitar 80-100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan dan bekerja (Cranmer, 2014).

Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis glukosa dari laktat, gliserol dan asam amino di hati melalui jalur


(46)

glukonoegenesis dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antarjaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik yaitu insulin dan glukagon (Sinha, 2013).

Glukosa yang dihasilkan begitu masuk dalam sel akan mengalami fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat, yang dibantu oleh enzim hexokinase sebagai katalisator. Hati memiliki enzim yang disebut glukokinase, yang lebih spesifik terhadap glukosa. Seperti halnya hexokinase, glukosa akan meningkat kadarnya oleh insulin dan berkurang pada saat kelaparan dan diabetes. Glukosa-6-fosfat dapat berpolimerisasi membentuk glikogen, sebagai bentuk glukosa yang dapat disimpan, terdapat dalam hampir semua jaringan tubuh, tetapi terutama dalam hati dan otot rangka (Guyton & Hall, 2012).

Berdasarkan NIH, 2013. Kadar glukosa darah normal pada orang yang bukan diabetes adalah :

 Antara 70-130 mg/dl sebelum makan


(47)

Tabel 6. Kadar glukosa darah Kadar Glukosa Darah mg/dl (mmol/L)

Sangat Tinggi 400-800 (22.2-44.4) Sakit perut Sulit bernafas

Tinggi 200-400 (11.1-22.2) Rendah Energi

Normal

< 5 tahun 80-200 (4.5-11.1)

5-11 tahun 70-180 (3.9-10.0) Baik

≥ 1β tahun 70-150 (3.9-8.3)

Rendah <60 ( < 3.3) Berkeringat, lapar, gemetar Sumber : (Chase & Maahs, 2011).

2.3.5.Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Setelah pencernaan makanan yang mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak melebihi 170 mg/dl. Banyak hormon ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang adekuat baik dalam keadaan normal maupun sebagai respon terhadap stres. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk memantau keberhasilan mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan yang berlebihan dari normal, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah, menandakan terjadinya gangguan homeostatis dan sudah semestinya mendorong tenaga analis kesehatan melakukan pemeriksaan untuk mencari etiologinya (Sacher & McPherson, 2004).

Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan dengan dua cara yakni tes glukosa darah dan tes HbA1C (National institute of Diabetes and digestive and kidney diseases, 2013).


(48)

1) Tes glukosa darah

Tes glukosa darah dapat dilakukan dengan self testing atau autonomic monitoring.

a) Self testing

Menggunakan meteran glukosa darah (Glukometer) untuk menguji tingkat gula darah dengan cara menempatkan setetes darah dari jari ke strip pengujian. Meteran membaca strip, dan hasilnya muncul sebagai angka di layar monitor (National institute of Diabetes and digestive and kidney diseases, 2013).

Glukometer adalah alat untuk melakukan pengukuran kadar glukosa darah kapiler. Alat ini menggunakan metode enzimatis diantaranya metode heksokinase, glukosa oksidase dan glukosa dehidrogenase. Enzim-enzim yang digunakan bekerja secara spesifik pada glukosa sehingga memberikan hasil yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan metode lainnya. Darah yang digunakanpun hanya sejumlah kecil sampel darah (1-2µL) yang diaplikasikan pada strip sekali pakai. Prinsip kerja dari alat ini adalah enzim yang terdapat pada strip secara spesifik bereaksi dengan glukosa kemudian enzim tersebut menyampaikan elektron ke elektroda untuk pengukuran secara elektrokimia atau ke molekul indikator yang mengalami perubahan warna. Pengukuran dapat dilakukan secara elektrokimia dan fotometri (Hönes J et al., 2008).


(49)

Gambar 7. Skema reaksi umum yang terjadi pada strip Accu-chek Sumber : (Hönes J et al, 2008).

Selain metode enzematis yang terdapat pada glukometer, terdapat pula metode lainnya untuk mengukur kadar glukosa darah yakni:  Metode oksidasi-reduksi

Pengukuran kadar glukosa darah berdasarkan pada sifatnya sebagai zat pereduksi dalam larutan alkali panas. Metode ini tidak spesifik karna adanya zat-zat non glukosa lain yang bersifat mereduksi.

 Metode Kondensasi

Senyawa amin aromatik yang banyak digunakan untuk penentuan kadar glukosa adalah o-toluidin, yang akan membentuk glikosilamin yang selanjutnya membentuk produk berwarna hijau biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang ± 630 nm. Reaksi ini berlangsung cepat dan memiliki sensifitas yang tinggi. Reaksi dengan o-toluidin lebih cepat dan spesifik dibandingkan dengan senyawa amin aromatik lainnya (Dubowsky, 2008).


(50)

Keuntungan menggunakan glukometer :

 Cukup akurat untuk memantau glukosa darah sehari-hari

 Dapat menyimpan setidaknya 100 hasil pembacaan

 Mudah di gunakan di klinis ataupun dirumah

 Ukurannya kecil

 Waktu pembacaan nilai cepat

 Cukup dengan setetes darah (darah kapiler)

 Darah hanya di tempelkan pada ujung strip tidak perlu dimasukan dalam glukometer

 Pembersihan mudah bahkan mungkn tidak perlu (Chase & Maahs, 2011).

Kekurangan menggunakan glukometer:

 Dapat tejadi false low bila strip tidak dipasang dengan tepat, tetesan darah yang terlalu sedikit atau meremas jari pasien terlalu kuat

 Dapat terjadi false high bila jari pasien yang diperiksa terkontaminasi dengan gula atau produk lain yang mengandung glukosa

 Strip yang rusak menghasilkan false low/false high

 Pasien shock dan penderita Polycythemia tidak dianjurkan karna dapat menghasilkan false low

 Pasien dehidrasi dan anemia tidak dianjurkan karna dapat menghasilkan false high


(51)

 Power baterai dalam keadaan rendah menghasilkan kode error pada monitor (Food and Drug Administration, 2015).

Gambar 8. Tes glukosa darah menggunakan Glukometer. Sumber : (Eisenberg, 2012).

Penggunaan glukometer dengan sampel darah kapiler telah banyak dilakukan karena mudah melakukan, tidak menyakitkan bagi penderita dan biayanya lebih murah dibandingkan plasma vena serta memiliki keakuratan yang cukup baik. pemeriksaan glukosa darah kapiler yang diukur dengan alat glukometer ternyata memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 90% (Rolka et al., 2001).

Waktu pemeriksaan glukosa tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia) dan di antara siklus tidur


(52)

(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala) (Permana, 2011).

Macam-macam waktu pemeriksaan glukosa darah antaralain :  Glukosa darah sewaktu

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut (Permana, 2011).  Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan

Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan (Permana, 2011).

b) Autonomic monitoring

Autonomic monitoring merupakan sistem pemantauan kadar glukosa darah secara real time sepanjang hari. Berupa perangkat kecil yang dipakai pada ikat pinggang. Perangkat tersebut memiliki sensor yang menempel pada perut berupa jarum kecil yang dilekatkan dengan pita. Sistem memeriksa kadar glukosa darah setiap 1 sampai 5 menit. Perangkat tersebut juga memiliki monitor yang menampilkan kadar glukosa (National institute of Diabetes and digestive and kidney diseases, 2013).


(53)

Gambar 9. Pemeriksaan glukosa darah dengan autonomic monitoring Sumber : (Eisenberg, 2012).

2) Tes HbA1C

Tes HbA1C atau tes hemoglobin terglikosilasi, disebut juga sebagai glikohemoglobin atau hemoglobin glikosilasi merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan HbA1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun. Memiliki kadar HbA1C 7 persen atau di bawah itu berarti gula darah telah dikendalikan dengan baik selama 3 bulan terakhir (National institute of Diabetes and digestive and kidney diseases, 2013).

Tabel 7. Kadar glukosa berdasarkan persentase nilai tes HbA1C HbA1C (%) Rerata glukosa darah (mg/dl)

6% 135 mg/dl

7% 170 mg/dl

8% 205 mg/dl

9% 240 mg/dl

10% 275 mg/dl

11% 310 mg/dl

12% 345 mg/dl


(54)

2.4.Mencit (Mus musculus L).

Menurut Kimbal (1996), mencit diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Classis : Mamalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus Musculus L.

Gambar 10. Mencit (Mus muculus L.) Sumber : (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Mencit (Mus musculus L.) mempunyai berat 10-40 gram, panjang 6-10 cm dengan hidung runcing, ekor sama atau lebih panjang dari kepala dan badan dengan ukuran 7-11 cm. Pada ekor tidak ada rambut, memiliki telinga tegak, memiliki bulu berwarna putih keabu-abuan pada bagian perut dan keabuan pada bagian punggung (Departemen Kesehatan RI, 2001).


(55)

Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%. Kadar glukosa darah mencit normal berkisar 62-175 mg/dl. (Nicholas 2003). Mencit banyak digunakan sebagai hewan coba dikarenakan siklus hidup relatif pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksi mirip hewan lain, seperti sapi, kambing, domba dan babi (Molole & Pramono, 1989).

Berbagai keunggulan mencit seperti cepat berkembangbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi, dan sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Mencit rumah dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun, dengan lama produksi ekonomi 9 bulan dan masa kehamilan 19-21 hari. Mencit merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting bagi manusia untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi baik. Mencit yang banyak digunakan sebagai hewan model laboratorium dan peliharaan adalah mencit putih. Mencit memiliki beberapa keunggulan antara lain penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena tubuhnya kecil, sehat, bersih, kemampuan reproduksi tinggi dengan masa kebuntingan singkat, serta memiliki karakteristik produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia lainnya (Molole & Pramono, 1989).


(56)

2.4.1.Jenis-jenis mencit

Saat ini mencit model obesitas menjadi hal penting dalam penelitian untuk memahami interaksi diet tinggi lemak dan perkembangan obesitas. Makanan yang kaya lemak telah terbukti menghasilkan peningkatan berat badan dan diabetes dalam berbagai strain tikus dan mencit. Dalam 20-30 tahun terakhir, telah banyak penelitian yang mempelajari karakteristik respon dari hewan uji yang diberikan diet tinggi lemak (Wang & Liao, 2013).

Beberapa hewan uji menunjukan peningkatan lemak tubuh sementara yang lain tidak terdapat kenaikan berat badan saat di induksi diet tinggi lemak. Sebagai contoh, tikus galur Spraque-Dawley ketika diberi makanan dengan diet tinggi lemak memiliki perkembangan yang berbeda-beda terhadap kondisi obesitas. Pada mencit A/J dan mencit C57BL/KSJ mereka relatif tahan terhadap diet tinggi lemak bila dibandingkan dengan mencit C57BL/6J. Mencit C57BL/6J adalah model yang sangat baik dalam meniru gangguan metabolisme manusia karena ketika diberi makan ad libitum dengan diet tinggi lemak, mencit ini menjadi obesitas, hiperinsulinemia, hiperglikemia, dan hipertensi, tetapi ketika diberi makan biasa, mereka tetap ramping tanpa kelainan metabolik (Wang & Liao, 2013).


(57)

Banyak model mencit yang telah dilaporkan bisa mengalami diabetes secara spontan. Masing-masing galur memiliki perbedaan proses dalam mecapai kondisi diabetes dan tidak memuaskan saat digunakan untuk mempelajari komplikasi dari diabetes itu sendiri, sehingga diperlukan galur baru dalam mempelajari diabetes. Tsumura dkk telah menemukan mencit model baru dari galur ddY, yakni mencit jantan TSOD (Tsumura, Suzuki, Obese Diabetes). Nama ddY sendiri diambil dari nama Deutschland, Denken dan Yoken yang menunjukkan daerah asal mencit tersebut sedangkan nama TSOD diambil dari nama peneliti yang menemukan mencit model obesitas tersebut. Selain mencit ddY TSOD terdapat juga turunan dari mencit galur ddY yakni TSNO (Tsumura, Suzuki, Non Obesity) yang merupakan mencit galur ddY yang tidak menunjukkan tanda obesitas dan urinary glucose (Suzuki et al., 1999).

Gambar 11. Mencit galur ddY model TSNO dan TSOD Sumber : (Institute for Animal Reproduction, 2005).

Kanan : TSNO, Jantan, usia 10 minggu Kiri : TSOD, Jantan, usia 10 minggu


(58)

TSOD adalah mencit yang secara alami dapat menjadi obesitas dan dapat menunjukkan gejala poliuria, polidipsia, polifagia. Glukosa dapat ditemukan di dalam urin mencit (urinary glucose) serta terjadi peningkatan asupan makan dan minum, juga telihat terjadi penambahan berat badan dan lemak tubuh. pada pemeriksaan darah terlihat adanya peningkatan kadar dari parameter diabetes di dalam darah seperti glukosa, insulin dan lipid. Pada studi histologi ditemukan kondisi hypertropi pada pulau pankreas tanpa ada tanda dari insulitis atau pembentukan jaringan fibrosa. Kondisi hyperglikemia, hyperinsulinemia dan hyperthropy terlihat sangat menonjol pada usia produktif mencit. Melihat dari hal tersebut mencit model TSOD jantan galur ddY sangat berguna pada penelitian mengenai obesitas, diabetes serta komplikasinya (Suzuki et al, 1999).

Gambar 12. Grafik berat badan, glukosa darah dan glukosa dalam urin Sumber : (Institute for Animal Reproduction, 2005).


(59)

Tabel 8. Klasifikasi hewan dengan diabetes tipe 2 Kategori Model Model diabetes type 2

Obesitas Non Obesitas I Hewan diabetes spontan

atau karena genetik

Mencit ob/ob Mencit db/db Mencit KK Mencit KK/Ay Mencit NZO

Mencit NONcNZO10 Mencit TSOD Mencit M16 Tikus Zucker fatty Tikus ZDF Tikus SHR/N-CP Tikus JCR/LA-cp Tikus OLETF Monyet rhesus obes

Tikus Cohen diabetic Tikus GK

Tikus Torri Non obese C57BL/6

Mencit mutant Akita Mencit ALS/Lt

II Induksi Diet/nutrisi hewan diabetes

Tikus Sand Mencit C57/BL 6J Mencit Spiny

---

III Induksi kimiawi hewan diabetes

Mencit obesitas diberi GTG Tikus dewasa, mencit dengan dosis rendah ALX atau STZ Tikus Neonatal STZ IV Hewan bedah diabetes Tikus diet obes diabetes lesi

VHM

Hewan dengan

pancreatectomized partial seperti anjing, primata, babi dan tikus.

V Hewan diabetes transgenic/knock-out

Mencit 3 reseptor knockout

Mencit Uncoupling protein (UCPI) Knock-out

Mencit transgenic atau knockout melibatkan genetik dari reseptor insulin serta komponennya dalam menurunkan sinyal insulin seperti IRS-1, IRS-2, GLUT-4, PTP-1B dan lainnya Mencit PPAR- tissue spesific knockout Mencit glucokinase atau GLUT 2 gene knockout Tikus Human islet amyloid polypeptide overexpressed (HIP rat)

Keterangan : KK, Kuo Kundo; KK/Ay, KK obese kuning; VMH, Ventromedial hypothalamus; ZDF, Zucker diabetic fatty; NZO New Zealand Obese; TSOD, Tsumura Suzuki obese diabetic; SHR/N-cp, spontaneously hypertensive rat/NIH-courpulent; JCR, James C Russel; OLETF, Otuska Long Evans Tokushima fatty; GTG, gold thioglucose; ALX, alloxan; STZ, streptozotocin; GLUT-, glucose transporter; IRS, insulin receptor substrate; GK, Goto-Kakizaki; PPAR, Peroxisome proliferator activated receptor, PTP, phosphotyrosine phosphotase; ALS, alloxan sensitive. (Srinivasan & Ramarao, 2007).


(60)

2.5.Kerangka Teori

Gambar 13. Kerangka Teori

Sumber : (Lebowitz et al., 2012; Wulan et al., 2011)

 Herediter

 Aktivitas Fisik

 Hormonal

 Pola Makan

OBESITAS

GLUKOSA DARAH ↑

TEMPE

GLUKOSA DARAH Akumulasi lipid di jaringan adiposa, otot

rangka & hati

Asam lemak bebas ↑ Adiponektin : TNF-α IL-6 Leptin Resistin Hati Glukoneogenesis Otot

Uptake Glukosa darah ↓ Pankreas

Sekresi insulin terganggu, Apoptosis

Isoplavon : genistein, daidzein, glisitein, faktor II


(61)

2.6.Kerangka Konsep

Gambar 11. Kerangka Konsep

2.7.Hipotesis

H0 : Tidak terdapat pengaruh pemberian tempe kedelai terhadap glukosa

darah puasa mencit jantan galur ddY obesitas.

H1: Terdapat pengaruh pemberian tempe terhadap glukosa darah puasa

mencit jantan galur ddY obesitas.

Variabel Independent : OBESITAS

TEMPE

Variabel Dependent :

KADAR GLUKOSA DARAH↓


(62)

III. METODE PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan pre-post test with randomized control group design. Pemilihan subjek penelitian untuk pengelompokan dan pemberian perlakuan menggunakan metode random sampling. Penelitian ini menggunakan mencit jantan galur ddY yang dibagi menjadi 4 kelompok. Terdiri atas kelompok kontrol normal (K1), kelompok kontrol obesitas (K2), kelompok pemberian pakan tempe 2 gr/hari (KP1) dan kelompok pemberian pakan tempe 4 gram/hari (KP2).

3.2.Tempat dan Waktu

3.2.1.Tempat

Pemeliharaan mencit dilakukan di animal house Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pengambilan dan pengukuran gula darah puasa dilakukan di Laboratorium Biologi-Biokimia Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(63)

3.2.2.Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai bulan Oktober 2015.

3.3.Populasi dan Sampel

3.3.1.Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah mencit (Musmusculus L.) jantan galur ddY berusia 6-8 minggu dengan berat badan rata-rata 20-40 gram. Mencit diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

3.3.2.Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor mencit. Dimana dibagi atas 4 kelompok. Sesuai rumus Federer. rumus penentuan besar sampel untuk uji eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) adalah:

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini akan menggunakan 4 kelompok sehingga perhitungan sampel menjadi :

t(n-1) ≥15

4 (n-1) ≥ 15 4n-4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75


(64)

Jadi sampel yang digunakan pada tiap kelompok adalah 5 ekor mencit jantan (n ≥4,75). Sehingga pada penelitian ini digunakan 20 ekor mencit jantan dan dibagi menjadi empat kelompok secara acak. Pembagian empat kelompok mencit, yaitu :

Kelompok K1 : 5 mencit kontrol normal yang diberi pakan standar dan minum secara ad libitum

Kelompok K2 : 5 mencit kontrol obesitas yang diberi pakan tinggi lemak tinggi protein dan minum secara ad libitum

Kelompok KP1 : 5 mencit obesitas yang diberi pakan tinggi lemak tinggi protein + tempe 2gr/hari dan minum secara ad libitum

Kelompok KP2 : 5 mencit obesitas yang diberi pakan tinggi lemak tinggi protein + tempe 4gr/hari dan minum secara ad libitum.

3.3.3.Kriteria Penelitian a. Kriteria inklusi :

1) Mencit jantan galur ddY obesitas 2) Berumur 6-8 minggu

3) Berat badan mencit normal rata-rata 20-30 gram 4) Berat badan mencit obes rata-rata 31- 40 gram 5) Bergerak aktif


(65)

7) Tidak tampak adanya kelainan anatomis ataupun bekas luka. b. Kriteria eksklusi :

1) Terjadi penuruanan berat badan selama proses pemeliharaan lebih dari 10% dari awal penelitian

2) Tampak sakit selama proses pemeliharaan (gerak terbatas, bulu terlihat kusam, terdapat luka gigitan, kotoran cair).

3.4.Alat dan Bahan

3.4.1.Alat

a. Timbangan analitik b. Gunting

c. Alat tulis d. Glukometer e. Kandang mencit f. Tempat makan mencit 3.4.2.Bahan

a. Tempe kedelai b. Pakan standar mencit

c. Pakan tinggi lemak tinggi protein d. Aquades


(66)

3.5.Identifikasi variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1.Identifikasi Variabel

1. Variabel perlakuan adalah pemberian tempe dengan dosis 2 gram/hari dan 4 gram/hari

2. Variabel respon pada penelitian ini adalah perubahan kadar glukosa darah puasa mencit jantan galur ddY.

3.5.2.Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan penjelasan dan memperlihatkan variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini, maka diberikan definisi konsep dan operasional sesuai dengan tujuan penelitian ini.


(67)

Tabel 9. Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Alat ukur

(satuan)

Hasil Ukur Jenis Variabel 1 Tempe Tempe yang digunakan

dalam penelitian ini adalah tempe kedelai kuning. Yang berasal dari fermentasi kedelai kuning akibat aktivitas mikroorganisme, dan perubahan enzim yang terlibat.

Timbangan analitik (gram)

Pada penelitian ini mencit diberi pakan tempe pada kelompok

obesitas sebanyak 2gram/hari dan 4gram/hari. Tempe diberikan selama 28 hari.

Numerik

2 Glukosa darah

Pada penelitian ini Gula darah yang dimaksud adalah Gula darah puasa (GDP) yang diketahui dari pemeriksaan darah mencit yang di ambil pada hari pertama sebelum perlakuan dan di hari ke-29 setelah perlakuan dimana sebelumnya mencit telah dipuasakan terlebih dahulu selama 8 jam.

Glukometer Nilai : mg/dl Numerik

3 Mencit Obesitas

Pada penelitian ini mencit Obesitas adalah mencit yang telah di beri perlakuan dengan pemberian pakan tinggi lemak tinggi protein selama 28 hari.

Timbangan Kategori 20-30 gram = normal 31-40 gram = obesitas

Kategorik

3.6.Prosedur Penelitian

3.6.1.Alur Penelitian

Penelitian ini merupakan uji eksperimental dalam bidang ilmu Biokimia-Biologi Molekuler dan ilmu Patologi Klinik. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe pada mencit jantan obesitas. Mencit dipilih secara acak. Mencit dibagi atas 4


(68)

kelompok besar yang terdiri dari 5 mencit jantan tiap kelompoknya. Sehingga total keseluruhan melibatkan 20 ekor mencit jantan. Pada penelitian ini terdiri atas kelompok kontrol normal (K1), kontrol obesitas (K2), kelompok pemberian tempe 2 gram/hari (KP1) dan kelompok pemberian tempe 4 gram/hari.

Mencit diadaptasi di Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung selama 7 hari. Setiap kelompok dipelihara pada lokasi dan waktu yang sama serta kondisi yang sesuai. Untuk kelompok kontrol diberi pakan standar BR-2 dan minum. Kemudian kelompok kontrol 2 diberi pakan standar BR-2 dengan kombinasi makanan tinggi lemak dan protein serta minum. Sedangkan untuk kelompok perlakuan dikombinasikan dengan tempe. Untuk kelompok perlakuan 1 (KP1) diberikan tempe sebanyak 2 gram/hari, dan kelompok perlakuan 2 (KP2) diberikan tempe sebanyak 4 gram/hari. Dihari ke-1 mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 8 jam kemudian sampel darah diambil dari ujung ekor yang dilukai dan ditempelkan pada strip Glucometer Accu-chek. Setelah beberapa detik angka kadar glukosa darah akan muncul pada alat tersebut. Pada hari ke-29 mencit juga dipuasakan selama 8 jam kemudian sampel darah kembali diambil melalui vena cauda dibagian ekor mencit melalui perlukaan dan ditempelkan pada strip Glucometer Accu-chek.


(69)

Pengukuran kadar gula darah puasa dilakukan dilaboratorium Biologi-Biokimia Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Hasil penelitian berupa data dan ditabulasi untuk mengetahui pengaruh pemberian tempe terhadap kadar glukosa darah puasa mencit jantan galur ddY obesitas.

3.6.2.Prosedur Pemberian Tempe

Berdasarkan data dari Guidelines for the Housing Of Mice In Scientific Institutions 2012. Konsumsi pakan mencit berkisar dari 4-8 gram/hari dan konsumsi air 5-8 ml/hari. (Fawcett, 2012). Pakan tempe diberikan dengan dosis 2 gram/hari pada KP1 dan 4 gram/hari pada KP2. Tempe diberikan satu kali pada pagi hari dengan meletakkan pada tempat makan mencit dan dipastikan agar habis ketika siang hari setelah itu mencit tetap diberikan pakan tinggi lemak tinggi protein untuk mencit obesitas dan pakan standar untuk mencit normal.

3.6.3.Prosedur Pengambilan Darah Mencit

Mencit dimasukkan kedalam wadah seperti tabung dengan bagian kepala ditutupi jaring dan bagian belakang ditutup dengan penghalang tanpa menutupi ekor. Kemudian bersihkan ekor mencit menggunakan kasa steril. Setelah itu ekor mencit di gunting menggunakan gunting yang telah disterilkan. Darah yang keluar kemudian didekatkan dengan strip glukometer kemudian di baca hasilnya lalu di catat.


(70)

3.7.Diagram Alur Peneliian

Gambar 15. Diagram Alur Penelitian Hari ke-29 mencit di puasakan selama 8 jam

Analisis data

Sampel diperiksa di Laboratorium Biologi-Biokimia Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Pengambilan sampel darah melalui vena cauda ekor mencit Mencit Obesitas

Mencit di beri pakan standar

KP2 KP1

K2

Mencit di beri konsumsi tinggi lemak dan protein berupa pelet serta diberikan Tempe 2 gram/hari selama 28 Mencit di beri

konsumsi tinggi lemak dan protein berupa pelet selama 28 hari. Mencit dipelihara

selama 28 hari

Mencit di beri konsumsi tinggi lemak dan protein berupa pelet dan serta diberikan Tempe 4 gram/hari Hari ke-1 mencit dipuasakan selama 8 jam, kemudian diukur kadar

glukosa darahnya dan dicatat

K1 K2 KP1 KP2

Mencit diadaptasikan di laboratorium selama 7 hari

Mencit dipilih secara acak (simple random sampling) untuk menghindari bias, kemudian di kelompokkan


(71)

Keterangan :

K1 = Kelompok kontrol normal K2 = Kelompok kontrol obesitas

KP1 = Kelompok perlakuan pemberian pakan tempe 2 gram/hari KP2 = Kelompok Perlakuan pemberian pakan tempe 4 gram/hari.

3.8.Rancangan Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini diproses dengan program SPSS Version 21.0.0.0 for windows 64 bit, dengan prosedur sebagai berikut :

3.8.1.Uji Normalitas Data (p>0,05)

Pengujian normalitas data menggunakan Shapiro Wilk test untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal karena populasi <50. Hasil uji normalitas ini untuk menetukan analisis data berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal atau non parametrik apabila data tidak berdistribusi normal.

3.8.2.Uji Homogenitas Data (p>0,05)

Pengujian homogenitas data menggunakan Levene test untuk mengetahui data homogen atau tidak homogen. Hasil uji homogenitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik untuk data homogen normal atau non parametrik apabila data tidak homogen.


(72)

3.8.3.Uji Parametrik (Dependent t-test)

Untuk menguji pengaruh kelompok kontrol normal (K1), kelompok kontrol obesitas (K2), kelompok pemberian tempe 2 gram/hari (KP1) dan kelompok pemberian tempe 4 gram/hari (KP2) sebelum dan 28 hari setelah perlakuan. Apabila distribusi data tidak normal maka digunakan uji alternatif berupa uji Wilcoxon. Hipotesis dianggap bermakna bila p<0,05.

3.8.4.Uji Parametrik (One way- Anova)

Dilakukan untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok kontrol 1 (K1), kelompok kontrol 2 (K2), kelompok perlakuan (KP1) dan kelompok perlakuan 2 (KP2) terhadap glukosa darah mencit obesitas yang diberi tempe. Bila tidak memenuhi syarat uji parametrik, digunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis. Hipotesis dianggap bermakna bila p<0,05. Jika pada uji One way-Anova atau Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p<0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post-Hoc LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok.

3.9.Etika Penelitian

Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu sebagai berikut :


(73)

1. Replacement

Adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. 2. Reduction

Adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap dapat mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu t(n-1) ≥ 15, Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok.

3. Refinement

Adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi, yaitu sebagai berikut.

a. Bebas dari rasa lapar dan haus, dalam penelitian ini hewan coba diberikan pakan dan minum standar secara ad libitum.

b. Bebas dari ketidaknyamanan, dalam penelitan ini hewan coba ditempatkan di animal house degan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi menjadi 5 ekor tiap kandang. Animal house berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya, sehingga dapat mengurangi stres pada hewan coba.


(74)

c. Bebas dari nyeri dan penyakit. Dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan coba jika diperlukan.

Prosedur perlakuan dan pengambilan sampel selama penelitian telah dijelaskan dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan prinsip etika penelitian hewan coba. Hal ini dilakukan untuk menghargai kehidupan hewan coba sesuai dengan etika penelitian yang berlaku. (Ridwan, 2013).

Pada penelitian ini peniliti telah mengajukan surat permohonan lolos etika penelitian kepada tim etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


(1)

5.2.Saran

Adapun saran yang ingin peneliti sampaikan adalah :

1. Penelitian ini mendapatkan hasil yang bermakna bahwa konsumsi tempe menurunkan kadar glukosa darah. Sehingga dianjurkan kepada masyrakat untuk mengkonsumsi tempe secara rutin.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh tempe dalam menurunkan kadar glukosa darah pada manusia.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2004. All About Blood Glucose for People with Type 2 Diabetes, USA.

Ariani, S.R.D. & Hastuti. 2009. Analisis Isoflavon dan Uji Aktivitas Antioksidan Pada Tempe dengan Variasi Lama Waktu Fermentasi dan Metode Ekstraksi [report]. Surakarta: UNS Surakarta.

Aswani, V. 2010. How Well Do You Understand Blood Glucose Levels? Medscape. [di akses September 16, 2015] tersedia di : http://www.medscape.com/viewarticle/438144.

Badan Standardisasi Nasional, 2012. Tempe : Persembahan Indonesia untuk Dunia, Jakarta.

Bell, D.S. 2001. Importance of Postprandial Glucose Control. Medscape. [di akses

September 16, 2015] tersedia di :

http://www.medscape.com/viewarticle/410819

Bender, D.A. & Mayes, P.A., 2012. Glukoneogenesis & Kontrol Glukosa Darah. Dalam: Biokimia Harper. Jakarta: EGC. hlm. 174–83.

Bintanah, S. & Kusuma, H.S. 2010. Pengaruh Pemberian Bekatul dan Tepung Tempe Terhadap Profil Gula Darah Pada Tikus Yang Diberi Alloxan. Jurnal Pangan dan Gizi. 10(02):1–9.

Chase, H.P. & Maahs, D.M. 2011. Blood Sugar (Glucose) Testing. Dalam: A First Book for Understanding Diabetes. New York: The Pink Panther. hlm 49–61.

Cranmer, H. 2014. Neonatal Hypoglycemia. Medscape. [di akses September 16, 2015] tersedia di : http://emedicine.medscape.com/article/802334-overview


(3)

Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman Pengendalian Tikus di Rumah Sakit [report]. Jakarta.

Dorland, W.A.N. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland 28th ed. Jakarta: EGC. Dubowsky, K.M. 2008. An O-toluidine Method for Body-Fluid Glucose

Determination. Clin Chem. 11(54):1919–20.

Eisenberg, J.M. 2012. Methods for Delivering Insulin and Monitoring Blood Sugar [report]. Texas.

Fawcett, A. 2012. Guideline 22 Guidelines for the Housing of Mice in Scientific Institutions Table of Contents. West Pennant Hills.

Food and Drug Administration. 2015. Common Problems with the Use of Glucose Meters at the Point of Care. USA.

Ghozali, D.S., Handharyani, E. & Rimbawan. 2010. Pengaruh tempe terhadap kadar gula darah dan kesembuhan luka pada tikus diabetik. Cdk. 37(3):167– 173.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2012. Metabolisme Karbohidrat dan Pembentukan Adenosin Trifosfat. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Jakarta: EGC. hlm. 871–81.

Harvey, R.A. & Ferrier, D.R. 2011. Intermediary Metabolism. Dalam: Lippincott’s Illustrated Reviews Biochemistry. USA: Lippincott Wiliams & Wilkans. hlm 83–137.

Hönes J, Müller P & Surridge N. 2008. The technology behind glucose meters: test strips. Diabetes Technol Ther. 10(suppl1):s10–s26.

Institute for Animal Reproduction. 2005. Mouse TSOD (Metabolic syndrome model animal) TSNO (Control of TSOD) [report]. Japan.

Kaestner, R. 2009. Obesity : Causes, Consequences and Public Policy Solutions. Chicago : The Illinois Report. hlm 94–102.

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Cara Mencegah dan Mengatasi Obesitas [report]. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.


(4)

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. hlm 216–25.

Kimball, J., Tjitrosomo SS., Soegiri N. 1996. Biology. Addison Wisley Publishing Company.

Kurniawan, A., 2012. Gizi seimbang untuk mencegah hipertensi [report]. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat.

Lebowitz, J., Pazirandeh, M. & Stern, C. 2012. The Effects of Obesity and Overweight on Health Monitoring for BMI at Every Visit. California : California Pharmacist.

Lieberman, M. & Marks, A.D. 2013. Carbohydrate Metabolism. Dalam: Basic Medical Biochemistry A Clinical Approach, Edisi 4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. hlm 478–80.

McKee, T. & McKee, J.R. 2011. Carbohydrate metabolism. Dalam: Biochemistry: The Molecular Basis of Life. OUP. hlm 1–43.

Molole, M.B. & Pramono, C.S. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan Laboratorium [report]. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Murray, R.K., Granner, D.K. & Rodwell, V.W. 2012. Bioenergetika & Metabolisme Karbohidrat & Lipid. Dalam: Biokimia Harper. Jakarta: EGC. hlm 119–27.

National institute of Diabetes and digestive and kidney diseases. 2013. Your Guide to Diabetes Type 1 and Type 2. Chicago : National Institute of Healt. National Institutes of Healt. 2012. What Are Overweight and Obesity?. [di akses

August 20, 2015] tersedia di: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/obe

Nicholas, J.B. 2003. The Laboratory Mouse [report]. Florida: University Veterinarian.

Pradipta, J.S. 2014. Pengaruh Tepung Tempe Kedelai (Glycine Max L.Merrill) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Swiss Webster Jantan Dewasa Yang Diinduksi Glukosa. Universitas Kristen Maranatha.


(5)

Permana, C. 2011. Perbedaan Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa yang Diperiksa Segera dengan Ditunda Selama 1 Jam pada Suhu Ruang [skripsi]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.

Priastiti, D.A. 2013. Perbedaan Kadar Kolesterol Ldl Penderita Dislipidemia Pada Pemberian Tempe Kedelai Hitam Dan Tempe Kedelai Kuning [skripsi]. Semarang: Universitas Diponogoro.

Putri, R. 2012. Hubungan Obesitas dengan Citra Tubuh pada Mahasiswa Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rahadiyanti, A. 2011. Pengaruh Tempe Kedelai Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Prediabetes [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Rahmawati, N. 2009. Aktifitas fisik, konsumsi makanan cepat saji (fastfood) dan

keterpaparan media serta faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada siswa SD Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan tahun 2009 [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rankinen, T. et al. 2006. The human obesity gene map: the 2005 update. Obesity 14(4):529–644.

Rolka, D.B. et al. 2001. Performance of recommended screening tests for undiagnosed diabetes and dysglycemia. Diabetes care 24(11):1899–903. Sacher, R.A. & McPherson, R.A. 2009. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan

laboratorium 11th ed. Jakarta: EGC.

Setyowati, R., Sarbini, D. & Rejeki, S. 2008. Pengaruh Penambahan Bekatul Terhadap Kadar Serat Kasar, Sifat Organoleptik dan Daya Terima pada Pembuatan Tempe Kedelai (Glycine max (L) Meriil). Jurnal Penelitian Sains & Teknologi 9(1):52–61.

Scheepers, A. Joost, H.-G. & Schurmann, A., 2004. The Glucose Transporter Families SGLT and GLUT: Molecular Basis of Normal and Abberant Function. Parenteral and Enternal Nutrition, 28(5):364–71.

Shepherd, P.R. & Kahn, B.B., 1999. Glucose Transporters and Insulin Action. The New England Journal of Medicine, 341(4): 248–57.


(6)

Sinha, S. 2013. Fructose 1,6-Diphosphatase Deficiency. Medscape. [di akses

September 16, 2015] tersedia di:

http://emedicine.medscape.com/article/943882-overview

Srinivasan, K. & Ramarao, P. 2007. Animal models in type 2 diabetes research: an overview. The Indian journal of medical research 125(3):451–72.

Suarsana, I.N. et al. 2008. Aktivitas Daya Hambat Enzim α−Glukosidase dan Efek Hipoglikemik Ekstrak Tempe pada Tikus Diabetes. Jurnal Veteriner.9(3):122–27.

Suarsana, I.N., Priosoeryanto, B.P. & Wresdiyati, T. 2010. Sintesis Glikogen Hati dan Otot pada Tikus Diabetes yang Diberi Ekstrak Tempe. Jurnal Veteriner. 11(3):190–95.

Suzuki, W. et al. 1999. A new mouse model of spontaneous diabetes derived from ddY strain. Exp anim 48(3):181–89.

Wang, C. & Liao, J.K. 2013. A Mouse Model of Diet-Induced Obesity and Insulin Resistance. Methods Mol Biol 10(5):421–33.

Wilcox, G. 2005. Insulin and insulin resistance. The Clinical Biochemist Reviews, 26(2):19–39.

Wolfe, L.C. 2015. G6PD Deficiency. Medscape. [di akses September 16, 2015] tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/119184-overview.

World Health Organization. 2015. Obesity and overweight [report]. WHO Media centre.

Wulan, S.N. et al. 2011. Pengujian Efek Hipoglisemik kedele, Fraksi Protein Kedele dan Tempe pada Tikus Diabetes. Jurnal Teknologi Pertanian 3(2):94– 102.