Karakteristik Tanah dengan Horison Penimbunan Liat yang Berkembang dari Batuan Sedimen dan Volkanik

KARAKTERISTIK TANAH DENGAN HORISON
PENIMBUNAN LIAT YANG BERKEMBANG DARI
BATUAN SEDIMEN DAN VOLKANIK

OLEH :
AFRA D. N. MAKALEW

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

ABSTRAK
AFRA D.N. MAKALEW. Karakteristik Tanah dengan Horison Penimbunan Liat
yang Berkembang dari Batuan Sedimen dan Volkanik. Dibimbing oleh
SARWONO HARDJOWIGENO, SUDARSONO, BUDI MULYANTO, dan
SUBAGYO HARDJO-SUBROTO.
Pemanfaatan tanah-tanah yang memiliki horison akumulasi atau
penimbunan liat banyak menghadapi faktor pembatas produksi. Horison yang
relatif padat di bawah lapisan olah dan dekat dengan permukaan tanah
mengakibatkan laju perkolasi terhambat, tanah cepat jenuh air dan mudah
tererosi, serta terbatasnya daerah perakaran tanaman, sehingga produktivitas

tanah menjadi terbatas. Di Indonesia tanah-tanah yang memiliki horison
penimbunan liat seperti Alfisol (5,2 juta ha), Ultisol (45,8 juta ha), dan Inceptisol
(70,5 juta ha) merupakan alternatif untuk pengembangan usaha pertanian.
Tanah-tanah tersebut dapat berkembang dari bahan induk sedimen (batuliat dan
batukapur) maupun pada bahan induk bahan volkan (volkanik).
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi sifat-sifat tanah
dengan horison penimbunan liat dan proses-proses pembentukannya, yang
berkembang dari batuan sedimen (batuliat dan batukapur) dan batuan volkanik
(andesitik dan dasitik); (2) membandingkan sifat-sifat horison penimbunan liat
dan proses-proses pembentukannya pada tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol,
baik pada regim kelembaban tanah akuik, perudik, maupun ustik; (3) mengetahui
sifat-sifat horison penimbunan liat yang penting kaitannya dengan pengelolaan
tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol, baik yang berkembang dari batuliat,
batukapur, maupun batuan volkanik (andesitik dan dasitik).
Penelitian dilaksanakan pada 10 pedon pewakil yang tersebar di daerah
Kabupaten Bogor dan Banten. Lokasi pedon-pedon pewakil tanah Ultisol, Alfisol,
dan Inceptisol yang terletak di desa Cendali, Cijayanti-1, Cijayanti-2, PasircabeJonggol, Ciampea dan Jasinga (Kabupaten Bogor), dan Cipocok-Serang
(Kabupaten Banten). Parameter yang diamati meliputi sifat-sifat fisika, kimia,
mineralogi, dan mikromorfologi (irisan tipis) tanah, penentuan horison
penimbunan liat merupakan argilik atau bukan argilik menggunakan kriteria

dalam Taksonomi tanah (Soil Survey Staf, 2003).
Hasil penelitian diperoleh bahwa : (1) Karakteristik tanah dengan horison
penimbunan liat berbeda-beda pada setiap jenis bahan induk, baik yang
berkembang dari batuan sedimen maupun batuan volkanik, jumlah peningkatan
kandungan liat, ketebalan horison penimbunan liat, dan bukti adanya iluviasi liat
sebagai kriteria argilik, hanya dijumpai pada pedon AM7 dan AM8 (perudik) yang
berkembang dari bahan Volkanik-Andesitik, serta pedon AM10 (akuik)
berkembang dari bahan Volkanik-Dasitik. Horison penimbunan liat pedon-pedon
AM1, AM2, dan AM3 (batuliat), AM4,AM5, dan AM6 (batukapur), dan AM9
(bahan volkanik-dasitik diidentifikasi sebagai horison kambik. (2) Horison argilik
relatif lebih tebal terdapat pada pedon AM8 (125 cm) dengan letak 20 cm dari
permukaan tanah, pada pedon AM10 (114 cm) terletak relatif lebih dalam, yakni
pada 26 cm dari permukaan tanah, sedangkan pedon AM7 (86 cm) terletak pada

ii

kedalaman 19 cm. Sedangkan ketebalan horison kambik paling tebal terdapat
pada pedon AM1 dan AM3 yang berkembang dari batuliat, yakni 120 cm. Paling
tipis dijumpai pada pedon AM2 (perudik) yang berkembang dari batuliat, yakni 99
cm dari permukaan tanah. Rata-rata jumlah peningkatan liat total 48,9%,

merupakan peningkatan tertinggi yang dijumpai pada pedon-pedon yang
berkembang dari bahan volkanik-dasitik. Diikuti
oleh pedon-pedon yang
berkembang dari batuliat sebesar 37,9%, volkanik-andesitik sebesar 34,4%.
Sementara peningkatan paling rendah, sebesar 19,9%, terdapat pada pedonpedon dari batukapur. Peningkatan liat total tersebut cenderung lebih tinggi pada
pedon yang memiliki regim kelembaban akuik dibanding perudik dan ustik. Hasil
pengamatan irisan tipis pada horison argilik mendapatkan bahwa selaput liat
(berdasarkan ada tidaknya laminasi) terlihat dengan urutan tingkat
perkembangan : dari sangat berkembang sampai kurang berkembang. Urutan
tingkat perkembangannya dari yang sangat berkembang adalah bahan volkanikdasitik (AM10) kemudian volkanik-andesitik (AM8). Selaput liat yang paling tebal
dijumpai pada pedon AM10 (volkanik-dasitik), kemudian AM8 (volkanikandesitik). Berdasarkan pengamatan ketiga sifat horison penimbunan liat
(terutama ketebalan dan jumlah peningkatan liat halus), dapat disimpulkan
bahwa genesis horison argilik dan bukan argilik sangat dipengaruhi oleh faktor
bahan induk, yang berinteraksi dengan faktor pembentuk tanah lainnya seperti
iklim dan topografi. (3) Adanya horison argilik dapat menimbulkan aliran air
bawah permukaan, sehingga sifat-sifat penting horison penimbunan liat yang
berkaitan dengan pengelolaan tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol adalah letak
dan ketebalannya.

iii


ABSTRACT
AFRA D. N. MAKALEW. Characteristics of Soil with Clay Accumulation Horizons
in Sedimentary and Volcanic Rocks. Under Supervision of SARWONO
HARDJOWIGENO, SUDARSONO, BUDI MULYANTO, and SUBAGYO
HARDJOSUBROTO.
A study of soil with clay accumulation horizon was conducted on 10
pedons of Ultisols, Alfisols, Inceptisols derived from sedimentary and volcanic
rocks. The investigation was aimed to study the characteristics of soil with clay
accumulation horizons through the use of physical, chemical, mineralogical,
macro- and micro-morphological data. Soil morphology and particle size
distributions indicated that not all of the B horizons of pedons sampled meet the
argillic horizon definition. Microscopic study resulted that, not all pedons sampled
have visible clay skins as the evidence of clay transportation. Kinds of parent
materials affect morphology and physical characteristics of soil with clay
accumulation horizon, i.e. on the thickness, depth, position of maximum fine and
total clay content. Thin sections of Bt horizons of AM8 and AM10 pedons showed
illuvial features, confirming the presence of an argillic. Clay position is lying
adjacent to voids, occur as a limpid clay coating, some superimposed with
ferruginous coating. Kaolinite, smectite, and haloysite were dominant clay

minerals of the clay accumulation horizons, which are also found at the upper
horizons of the observed pedons. Similarity in characteristics of the surface and
subsurface horizons, especially on the composition of soil sand fraction mineral
and clay mineral, proved that the clay comes from the same soil material. It was
also concluded that the formation of clay accumulation horizons as Bt in the
studied pedons dominated by elluviation and illuviation processes, and the
formation of clay accumulation horizons as Bw were dominated by the
sedimentation processes . Some important results of this research showed that
(1) Not all of the sampled pedons have argillic horizons. Only AM7, AM8 and
AM10 pedons meet all requirements of argillic criterias ; The uppper boundary of
argillic was found at 26 cm from the soil surface on AM10 pedon, on AM8 it was
at 20 cm, and at 19 cm from the soil surface found on AM7 pedon; Pedons
derived from volcanic rocks have the highest average total clay contents, i.e.
48.9%, followed respectively by pedons developed from claystone 37,9%,
andesitic-volcanic rocks 34.4%, and limestone 19.9%; Development of clay skins
was found strongest on soils derived from dasitic-volcanic rocks; (2) Types of
parent material together with other soil forming factors (climate and topography)
affect characteristics of clay accumulation horizons, especially on the thickness
and content of fine clay; (3) Thickness and position of clay accumulation horizons
from the soil surface are the main properties that most related to management of

Alfisols, Ultisols, and Inceptisols.
Key words : Clay accumulation horizon, Elluviation, Illuviation, Argillic, Cambic,
Ultisols, Alfisols, Inceptisols, Sedimentary and Volcanic rocks.

iv

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

v

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakteristik
Tanah dengan Horison Penimbunan Liat yang Berkembang dari Batuan
Sedimen dan Volkanik adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor,

Desember 2006

Afra Donatha Nimia Makalew
NRP 995032

vi

KARAKTERISTIK TANAH DENGAN HORISON
PENIMBUNAN LIAT YANG BERKEMBANG DARI
BATUAN SEDIMEN DAN VOLKANIK

OLEH :
AFRA D. N. MAKALEW


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

vii

Judul

:

Nama
Nrp
Program Studi

:
:

:

Karakteristik Tanah dengan Horison Penimbunan Liat
yang Berkembang dari Batuan Sedimen dan Volkanik
Afra Donatha Nimia Makalew
995032
Ilmu Tanah
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Sarwono Hardjowigeno,MSc
Ketua

Dr.Ir. Budi Mulyanto,MSc
Anggota

Prof.Dr.Ir. Sudarsono,MSc
Anggota

Dr.Ir. Subagyo Hardjosubroto,MSc.APU

Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Tanah

Dr.Ir. Komaruddin Idris,MS

Tanggal Ujian : 12 September 2006

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro,MS

Tanggal Lulus :

viii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tomohon-Minahasa pada tanggal 19 Januari 1965

sebagai anak ke-8 dari pasangan P.D.Makalew (Alm) dan Chatarina Wanget
(Almh). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1992,
penulis diterima di Agricultural and Food Engineering Program, Asian Institute of
Technology (AIT) Bangkok, Thailand dan menamatkannya pada tahun 1993.
Kesempatan untuk melanjutkan program doktor pada program studi Ilmu Tanah
Sekolah Pascasarjana IPB Bogor diperoleh pada tahun 1999. Beasiswa
pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Universitas Mercu Buana Jakarta dan
BPPS Dikti (Tahun 2000 – 2003).
Penulis bekerja sebagai Dosen Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado sejak 1988 sampai 1994, dan
sebagai Dosen KOPERTIS Wilayah III ditempatkan di Fakultas Pertanian
(sekarang Fakultas Manajemen Agribisnis) Universitas Mercu Buana (UMB)
Jakarta sejak tahun 1995 sampai sekarang.

ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa,
sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini
berhubungan dengan sifat-sifat dan pembentukan horison penimbunan liat pada
tanah-tanah yang berkembang dari batuan sedimen dan volkanik.
Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Sarwono Hardjowigeno, MSc. sebagai Ketua Komisi
Pembimbing
2. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing
3. Dr. Ir. Budi Mulyanto, MSc. Sebagai Anggota Komisi Pembimbing
4. Dr. Ir. Subagyo Hardjosubroto, MSc. APU. sebagai Anggota Komisi
Pembimbing
5. Rektor, Dekan SPs, Ketua Program Studi Ilmu Tanah SPs IPB
6. Program Beasiswa BPPS-Dikti
7. Rektor Universitas Mercu Buana, Dekan, Ketua Jurusan Agronomi,
seluruh Staf Pengajar, dan Karyawan Fakultas Managemen Agrbisinis
UMB Jakarta
8. Seluruh Staf Pengajar dan Mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah SPs IPB
9. Ketua dan seluruh Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian IPB
10. Staf Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan Fakultas Pertanian IPB
11. Staf Laboratorium Mineral, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor
12. Staf Laboratorium Tanah, Fakultas Geografi UGM Yogyakarta
13. Mahasiswa HIMPIT, Mahasiswa Program Ilmu Tanah SPs-IPB Angkatan
’99, dan rekan-rekan kelompok G-8
14. Orangtua, suami, dan anak-anak
Akhirnya penulis mengharapkan disertasi ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi ilmu yang terkait dan bagi para pembaca.
Bogor, Desember 2006
Penulis

x

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA.…………………………………………………………...........….......
DAFTAR TABEL.…….…………………..……………………...........…............
DAFTAR GAMBAR ...………………………………………………..................
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………............

x
xii
xiii
xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang..………………………………………………….............
1
Tujuan…………………………………………………………........….....
4
Hipotesis.……………………………………………………………..........
4
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Horison Penimbunan Liat…………………………….…………
5
Genesis Horison Penimbunan Liat.…………………….………………..
9
Mikromorfologi Horison Penimbunan Liat………………………............ 14
Bahan Induk Tanah.……..……………………………………….…...…... 18
Tanah-tanah dengan Horison Penimbunan Liat.…..…........................ 20
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu ..………………………………………...….............
25
Bahan Penelitian……………………………………………….......…....... 28
Metodologi Penelitian……………………………………………......…...
28
Analisis Data……………………………………………………......……... 31
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Lokasi Penelitian.................................................................................... 33
Geologi.................................................................................................. 33
Topografi................................................................................................ 36
Iklim........................................................................................................ 37
Penggunaan Lahan............................................................................... 38
Vegetasi................................................................................................. 40
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Morfologi dan Fisika tanah.....………………………….................. 42
Sifat Kimia Tanah..................................……………………....…........
56
Mineralogi Horison Permukan dan Penimbunan Liat........………...…
75
Horison Diagnostik................................................................................. 94
Klasifikasi Tanah Pedon-Pedon Pewakil............................................... 104
Karakteristik Horison Argilik dan Kambik.............................................. 106
Implikasi Adanya Horison Penimbunan Liat.......................................... 121
KESIMPULAN DAN SARAN ….………………………………………. .............. 124
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….……….............. 126
LAMPIRAN…………………………………………………………………...............130

xi

DAFTAR TABEL
No.

Halaman

1.

Lokasi, Jenis Bahan Induk, dan Regim Kelembaban Tanah
Pedon-Pedon Pewakil…………………………………………….........….

2.

Jenis-jenis Analisis Tanah, Metode dan Kegunaannya dalam Penelitian 30

3.

Curah Hujan (mm) Bulanan ( Rata-rata 10 tahun)
di daerah penelitian ................................................................................ 39

4.

Data Suhu Udara Maksimum Minimum, dan Rata-rata Bulanan
di daerah Kabupaten Bogor , diwakili stasiun Darmaga (259 dpl)
(1989-1999)............................................................................................. 40

5.

Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil
yang Berkembang dari Batuliat...........................................................
43

6.

Siifat Morfologi dan Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil
yang Berkembang dari Batukapur......................................................… 47

7.

Siifat Morfologi dan Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil
yang Berkembang dari Bahan Volkanik-Andesitik.............................……51

8.

Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil
yang Berkembang dari Bahan Volkanik-Dasitik.................................……53

9.

Beberapa Sifat Kimia Masing-masing Horison dari
Pedon Pewakil (Batuliat)…….…………………………………...………......57

10.

Beberapa Sifat Kimia Masing-masing Horison dari
Pedon Pewakil (Batukapur)………………………………………..…….. ....63

11.

Beberapa Sifat Kimia Masing-masing Horison dari
Pedon Pewakil Bahan Volkanik-Andesitik………………….………… ......67

12.

Beberapa Sifat Kimia Masing-masing Horison dari
Pedon Pewakil Bahan Volkanik-Dasitik....…………………….………........70

13.

Penyebaran Mineral Fraksi Pasir Total pada Horison Eluviasi
dan Horison Iluviasi…...............................................................................76

25

xii

14.

Jenis Mineral Liat pada Horison Eluviasi dan Iluviai Maksimum
setiap Pedon Pewakil................................................................................79

15.

Mineral Liat yang Dominan pada Horison Iluviasi dan
Horison di Atasnya pada Masing-masing Pedon Pewakil…………..…… 94

16.

Jumlah Liat Total pada Horison Eluviasi dan Horison Iluviasi, serta
Jumlah Minimal Liat Total sebagai Horison Penimbunan liat
(Argilik)......................................................................................................98

17.

Batas Atas dan Bawah, serta Ketebalan Horison Iluviasi pada
Masing-masing Pedon Pewakil………………………………………….......99

18.

Tebal, Jumlah, dan Perkembangan Selaput Liat pada masing-masing
Horison Iluviasi Masing-masing Pedon Pewakil AM8 dan AM10………101

19.

Hasil Identifikasi Horison Penimbunan Liat (Argilik) Berdasarkan Kriteria
Jumlah Kandungan Liat, Ketebalan Horison, dan Selaput Liat pada
Pedon Pewakil............................................................... ........................103

20.

Pedon Pewakil dan Klasifikasi Tanahnya…………………………..……..104

21.

Kandungan Liat Halus dan Liat Total Maksimum (%) pada
Masing-masing Kedalaman Pedon Pewakil............................................109

22.

Mikromorfologi Horison Penimbunan Liat Beberapa Pedon Pewakil…..110

xiii

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman

1.

Peta Lokasi Pedon Pewakil di Kabupaten Bogor....................................26

2.

Peta Lokasi Pedon Pewakil di Kabupaten Serang…………….................27

3.

Peta Geologi Lokasi Penelitian (Daerah Bogor)...........………..…………34

4.

Peta Geologi Lokasi Penelitian (Daerah Serang)...........…………………35

5.

Lokasi setiap Pedon Pewakil dalam Topografi........................................37

6.

Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total dalam Tanah pada
Pedon AM1, AM2, dan AM3 yang Berkembang dari ..............................60

7.

Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total dalam Tanah pada
Pedon AM4, AM5, dan AM6 yang Berkembang dari ..............................64

8.

Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total dalam Tanah pada
Pedon AM7 dan AM8 yang Berkembang dari Bahan VolkanikAndesitik..................................................................................................68

9.

Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total dalam Tanah pada
Pedon AM9 dan AM10 yang Berkembang dari Bahan Volkanik-Dasitik...72

10a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap)
Pedon AM1 Berkembang dari Batuliat …......…..…..................................81

10b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt2)
Pedon AM1 Berkembang dari Batuliat ..........…..…..................................81

11a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap)
Pedon AM2 Berkembang dari Batuliat................……………………….….82

11b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt3)
Pedon AM2 Berkembang dari Batuliat.................……………………….…82

12a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap)
Pedon AM3 Berkembang dari Batuliat......................…………………..….83

xiv

12b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt3)
Pedon AM3 Berkembang dari Batuliat................…………………..….......83

13a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Peralihan (AB)
Pedon AM4 Berkembang dari Batukapur................…………………..…...85

13b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt2)
Pedon AM4 Berkembang dari Batukapur.................…………………..…..85

14a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap)
Pedon AM5 Berkembang dari Batukapur.............…………………..…......86

14b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt3)
Pedon AM5 Berkembang dari Batukapur..................…………………..….86

15a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap)
Pedon AM6 Berkembang dari Batukapur.....................………………..….87

15b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt2)
Pedon AM6 Berkemban dari Batukapur.....................………………..…...87

16a.

HasilAnalisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A)
Pedon AM7 Berkembang dari Bahan Volkanik-Andesitik……………...….89

16b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt3)
Pedon AM7 Berkembang dari Bahan Volkanik-Andesitik……………...….89

17a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap)
Pedon AM8 Berkembang dari Bahan Volkanik-Andesitik..…………....….90

17b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt3)
Pedon AM8 Berkembang dari Bahan Volkanik-Andesitik.…………....…..90

18a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A)
Pedon AM9 Berkembang dari Bahan Volkanik-Dasitik......…………....….91

18b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt3)
Pedon AM9 Berkembang dari Bahan Volkanik-Dasitik………………....…92

19a.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap)
Pedon AM10 Berkembang dari Bahan Volkanik-Dasitik...………………..93

19b.

Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Penimbunan Liat (Bt4)
Pedon AM10 Berkembang dari Bahan Volkanik-Dasitik………….........…93

xv

20.

Selaput Liat (Coklat kekuningan) pada Irisan Tipis Horison Bt4
dari Pedon AM8 Berkembang dari Bahan Volkanik–Andesitik...............101

21.

Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt4 Pedon AM10 yang
Berkembang dari Bahan Volkanik – Dasitik ..........................................102

22.

Distribusi Liat Halus dan Liat Total pada Tanah Inceptisol serta
Batas Argilik (Argillic line) pada Pedon AM8 dan AM10.........................108

23.

Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM2 dan AM3 yang Berkembang dari
Batuliat....................................................................................................111

24.

Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM5 yang Berkembang dari
Batukapur................................................................................................112

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1.

Deskripsi Profil Pedon AM1………………………………………......... 131

2.

Deskripsi Profil Pedon AM2………………………………………......... 132

3.

Deskripsi Profil Pedon AM3………………………………………........ 133

4.

Deskripsi Profil Pedon AM4………………………………………........ 134

5.

Deskripsi Profil Pedon AM5………………………………………........ 135

6.

Deskripsi Profil Pedon AM6………………………………………........ 136

7.

Deskripsi Profil Pedon AM7………………………………………........ 137

8.

Deskripsi Profil Pedon AM8……………..........…………………......... 138

9.

Deskripsi Profil Pedon AM9………………………………………......... 139

10.

Deskripsi Profil Pedon AM10………………………………………....... 140

11.

Regim Temperatur dan Kelembaban Tanah.........….....………......... 142
11.1 Stasiun Cimulang.................................................................... 142
11.2 Stasiun Pasirmaung.................................................................144
11.3 Stasiun Jonggol....................................................................... 146
11.4 Stasiun Dramaga..................................................................... 148
11.5 Stasiun Jasinga........................................................................150
11.6 Stasiun Serang........................................................................ 152

xvii

PENDAHULUAN
Latar belakang
Horison penimbunan liat merupakan horison dengan kandungan liat
filosilikat yang lebih tinggi daripada bahan tanah yang terletak di atasnya.
Horison ini dapat terbentuk akibat proses iluviasi liat horison di atasnya
atau dari hasil proses pelapukan in situ, atau tertimbunnya bahan tanah
dengan kandungan liat tinggi oleh bahan tanah dengan kandungan liat
yang lebih rendah. Ada tidaknya bukti iluviasi liat berupa selaput liat (clay
skin) pada horison penimbunan liat, merupakan salah satu dasar dalam
identifikasi horison argilik atau bukan argilik. Horison argilik merupakan
horison iluviasi liat yang digunakan sebagai horison bawah penciri untuk
mengklasifikasi dan interpretasi proses -proses yang dominan pada
pembentukan tanah Alfisol dan Ultisol. Selanjutnya horison penimbunan
liat tanpa bukti selaput liat, kecuali pada tanah dengan sifat vertik
termasuk dalam horison kambik yang digunakan sebagai salah satu
horison bawah penciri untuk mengklasifikasi dan interpretasi proses
pembentukan tanah Inceptisol (Soil Survey Staff, 2003 ).
Pemanfaatan tanah-tanah yang memiliki horison penimbunan liat
banyak menghadapi faktor pembatas produksi. Horison penimbunan liat
yang relatif padat di bawah lapisan olah dan dekat dengan permukaan
tanah mengakibatkan laju perkolasi terhambat, tanah cepat jenuh air dan
mudah tererosi, serta terbatasnya daerah perakaran tanaman, sehingga
produktivitas tanah menjadi terhambat (Afandi et al., 1997).

Di daerah tropika, tanah Alfisol, Ultisol, dan Inceptisol merupakan
tanah-tanah yang umum di jumpai. Penyebaran tanah-tanah ini di
Indonesia adalah Inceptisol 70,5 juta ha (37,5%), Ultisol sekitar 45,8 juta
ha (24,3%), dan Alfisol 5,2 juta ha (3%) dari luas daratan. Lahan-lahan
tersebut merupakan alternatif untuk pengembangan usaha pertanian
(Subagjo et al., 2003).
Horison penimbunan liat ditemukan pada tanah-tanah yang
berkembang dari bahan induk sedimen dan volkanik, pada beberapa
regim kelembaban tanah (akuik, perudik/udik, dan ustik). Proses
pembentukan horison penimbunan liat yang menghasilkan horison argilik
meliputi proses dispersi liat di lapisan atas, dilanjutkan dengan proses
pemindahan liat oleh air dari lapisan atas (eluviasi), dan pengendapannya
di lapisan bawah (iluviasi). Banyak faktor yang berpengaruh agar liat lebih
mudah terdispersi dalam air, sehingga lebih mudah dipindahkan. Demikian
pula, banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses pemindahan dan
pengendapan liat di lapisan bawah. Tiga tahap proses pembentukan
horison penimbunan liat, yang meliputi proses dispersi, pemindahan, dan
akumulasi liat, masing-masing memerlukan kondisi yang khusus (Buol et
al., 1980). Sedangkan proses pembentukan horison penimbunan liat yang
tidak menghasilkan argilik apabila (1) jumlah penimbunan liat tidak
memenuhi argilik, meskipun ada selaput liat, (2) jumlah penimbunan liat
memenuhi argilik tapi tidak ada selaput liat, atau (3) jumlah penimbunan
liat tidak memenuhi argilik dan tidak ada selaput liat.

2

Tanah

Alfisol

dan

Ultisol

keduanya

mempunyai

horison

penimbunan liat (argilik), tetapi Ultisol bersifat lebih masam dan Alfisol
lebih alkalis. Kedua tanah ini dapat berkembang dari batuan sedimen
ataupun bahan volkanik, pada regim kelembaban tanah akuik, udik, ustik,
dan xerik. Horison penimbunan liat yang tidak memenuhi kriteria argilik,
dapat sebagai horison kambik yang dimiliki oleh tanah Inceptisol.
Permasalahan yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana sifat-sifat
horison penimbunan liat dan proses-proses pembentukannya dapat terjadi
pada lingkungan yang berbeda-beda tersebut.
Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan adalah mengenai
horison penimbunan liat yang memiliki selaput liat (argilik). Namun
demikian, Allbrook (1973) masih mempertanyakan adanya horison argilik
pada tanah-tanah Ultisol di Malaysia. Penelitian tentang sifat-sifat dan
genesis horison argilik telah dilakukan pada tanah Aridisol berbahan induk
sedimen (Nettleton et al., 1975; Southard dan Southard , 1985), pada
tanah Alfisol berbahan induk sedimen oleh Smith dan Wilding (1972).
Demikian pula penelitian tentang mikromorfologi horison argilik pada tanah
Alfisol dengan regim kelembaban tanah akuik telah dilakukan antara lain
oleh : Smeck et al. (1981), Cremeens dan Mokma (198 6), serta Stolt dan
Rubenhorst (1991). Selain itu terbentuknya horison argilik pada tanah
yang berdrainase baik sudah dilakukan Rostad et al. (1976 ). Tetapi
adanya horison argilik pada tanah-tanah berdrainase buruk atau pada
regim kelembaban tanah akuik masih diperdebatkan (Smeck et al., 1981).

3

Penelitian tentang proses pembentukan horison penimbunan liat
dengan atau tanpa selaput liat di daerah tropika basah khususnya di
Indonesia masih sangat sedikit. Hasil penelitian Cahyono (1992) pada
Ultisol Lampung dan Alfisol di Jawa Barat menunjukkan bahwa, liat iluviasi
pada Ultisol umumnya lebih banyak (2-5%) dibandingkan dengan liat
iluviasi pada Alfisol (1-2%). Kenampakan mikromorfologi yang berbeda
menurut Goenadi dan Tan (1998) dapat membantu menjelaskan prosesproses pembentukan tanah pada masing-masing tanah. Demikian juga
penelitian tentang mikromorfolgi horison penimbunan liat di Indonesia
masih sangat kurang.
Dari uraian di atas tampak bahwa penelitian tentang karakteristik
horison penimbunan liat pada bahan induk dan regim kelembaban tanah
yang berbeda masih perlu dilakukan. Demikian juga, ditemukannya
horison penimbunan liat dengan atau tanpa selaput liat pada tanah
Insceptisol, Alfisol, dan Ultisol masih perlu diteliti. Hasil penelitian ini
diharapkan

dapat

digunakan

sebagai

informasi

dasar

dalam

pengembangan ilmu pengetahuan genesis tanah dan sistem klasifikasi
tanah, serta pengelolaan tanah di Indonesia.

Tujuan
(1) Mengidentifikasi sifat-sifat tanah dengan horison penimbunan liat
dan proses-proses pembentukannya, yang berkembang dari batuan
sediment (batuliat, dan batukapur) dan batuan volkanik.

4

(2) Membandingkan sifat-sifat horison penimbunan liat dan prosesproses pembentukannya pada tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol
yang berkembang dari bahan induk sedimen atau volkanik, baik
pada regim kelembaban tanah akuik, perudik, maupun ustik.
(3) Mengetahui sifat-sifat horison penimbunan liat yang berkaitan
dengan pengelolaan tanah, baik pada tanah Ultisol, Alfisol, maupun
Inceptisol.

Hipotesis
(1) Bahan induk yang berbeda akan mempengaruhi sifat-sifat dan
pembentukan horison penimbunan liat, baik letak dari permukaan,
ketebalan,

adanya

tidaknya

selaput

liat

maupun

tingkat

perkembangannya.
(2) Sifat-sifat horison penimbunan liat dan proses pembentukannya
berbeda antara tanah Alfisol, Ultisol, dan Inceptisol, baik pada
regim kelembaban tanah akuik, perudik, maupun ustik.
(3) Terdapat sifat-sifat horison penimbunan liat yang penting kaitannya
dengan pengelolaan tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol, baik yang
berkembang dari batuliat, batukapur, maupun bahan volkanik.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Horison Penimbunan Liat
Macam-macam h orison penimbunan liat (argilik atau kambik) merupakan
horison yang terbentuk dari hasil iluviasi liat horizon di atasnya. Disebut horison
argilik apabila jumlah penimbunan liat memenuhi kriteria argilik disertai bukti
iluviasi liat berupa selaput liat. Disebut horison kambik apabila jumlah
penimbunan liat tidak memenuhi argilik walaupun ada selaput liat. Atau Jumlah
memenuhi argilik tapi tidak ada selaput liat, atau jumlah tidak memenuhi argilik
dan tidak ada selaput liat .

Horison Argilik
Di dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2003) di sebutkan bahwa
horison argilik harus memenuhi syarat dalam hal : (1) Tebal horison yang sesuai
dengan tekstur tanahnya, (2) Bukti adanya iluviasi liat sebagai akibat eluviasi liat
dari horison di atasnya, dan (3)

Jumlah liat yang tertimbun, sesuai dengan

kandungan liat horison eluviasi.
Sifat-sifat yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi syarat sebagai suatu
horison argilik (Soil Survey Staff,1998) adalah sebagai berikut :
1. Horison argilik harus memiliki kedua hal sebagai berikut :
(a)

Salah satu dari : (1) Jika horison argilik mempunyai kelas besar
butir berlempung kasar, berlempung halus, berdebu kasar,
berdebu halus, halus, atau sangat halus, maka keteba lan
minimum 7,5 cm, atau paling kurang sepersepuluh bagian dari
seluruh tebal horison di atasnya, dipilih yang lebih tebal, atau (2)
Jika horison argilik mempunyai kelas besar butir berpasir atau
skeletal berpasir, maka ketebalan minimum 15 cm; atau (3) Jika

horison argilik seluruhnya tersusun dari lamella, maka ketebalan
gabungan dari lamella yang tebalnya 0,5 cm atau lebih, harus 15
cm atau lebih; dan
(b)

Tanda, atau bukti, adanya iluviasi liat sekurang-kurangnya berupa
salah satu bentuk berikut : (1) Adanya liat terorientasi yang
menghubungkan butir-butir pasir; atau (2) Adanya selaput liat
menyelaputi dinding pori; atau (3) Adanya selaput liat pada kedua
permukaan ped horisontal dan vertikal; atau (4) Pada irisan tipis,
memiliki bentukan liat terorientasi, yang secara mikromorfologi
berjumlah lebih dari 1 persen; atau (5) Apabila koefisien
pemuaian linier sebesar 0,004 atau lebih, dan tanah berada pada
wilayah dengan musim hujan dan kemarau yang nyata, maka
rasio liat halus terhadap liat total pada horison iluviasi adalah 1,2
kali atau lebih, dibanding rasionya pada horison eluviasi; dan

2. Apabila horison eluviasi masih ada dan tidak terdapat diskontinuitas litologi
(lithologic discontinuity ) antara horison eluviasi dan iluviasi, serta tidak terdapat
lapisan tapak bajak yang berada langsung di atas lapisan iluviasi, maka horison
iluviasi harus mengandung lebih banyak liat total dibanding horison eluviasi, di
dalam jarak vertikal 30 cm atau kurang, sebagai berikut :
(a)

Apabila salah satu bagian dari horison eluviasi, dalam fraksi tanah
halusnya mengandung liat total kurang dari 15 persen, maka
horison argilik harus mengandung minimal 3 persen (absolut) liat
lebih banyak (misalnya 10 persen vs 13 persen) ; atau

(b)

Apabila horison eluviasi, dalam fraksi tanah halus mengandung
liat total antara 15 sampai 40 persen, maka horison argilik harus
mengandung liat 1,2 kali lebih banyak dibandingkan horison
eluviasi; atau

6

(c)

Apabila

horison

eluviasi,

dalam

fraksi

tanah

halusnya

mengandung liat total 40 persen atau lebih, maka horison argilik
harus mengandung minimal 8 persen (absolut) liat lebih banyak
(misalnya 42 persen vs 50 persen).

Horison Kambik
Horison kambik merupakan horison yang terbentuk sebagai hasil proses
alterasi secara fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau
merupakan hasil kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut.
Di dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2003) dikatakan bahwa
horison kambik merupakan horison alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih.
Apabila horison tersebut tersusun dari lamela-lamela, ketebalan gabungan dari
lamela harus 15 cm atau lebih. Sebagai tambahan, horison kambik harus
memenuhi semua syarat berikut:
1. Mempunyai tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung,
atau yang lebih halus; dan
2. Menunjukkan gejala-gejala atau bukti adanya alterasi, dalam salah satu
bentuk berikut :
a. Kondisi akuik di dalam 50 cm dari permukaan tanah, atau telah
didrainase, dan semua sifat berikut:
(1) Memiliki strutur tanah,atau tidak memiliki strutur batuan
pada lebih dari setengah volume tanah; dan
(2) Warna-warna yang tidak berubah saat terbuka di udara;
dan
(3) Warna dominan, lembab, pada permukaan ped atau di
dalam matriks sebagai berikut:
(a) Value warna 3 atau kurang dan kroma 0; atau

7

(b) Value warna 4 atau lebih dan kroma satu atau
kurang; atau
(c) Sebarang value warna, kroma 2 atau kurang, dan
terdapat konsentrai redoks; atau
b. Tidak mempunyai kombinasi kondisi akuik di dalam 50 cm dari
permukaan tanah, atau telah didrainase, dan warna, lembab,
sebagaimana didefinisikan dalam butir 2.a.(3) di atas; serta
memiliki struktur tanah atau tidak memiliki struktur batuan pada
lebih dari setengah volume tanah, dan memenuhi satu atau lebih
sifat berikut:
(1) Menunjukkan kroma lebih tinggi, value warna lebih tinggi,
warna hue lebih merah, atau kandungan liat lebih tinggi
dibanding horison yang terletak di bawahnya, atau
horison yang berada di atasnya; atau
(2) Gejala atau bukti adanya pemindahan senyawa karbonat
atau gipsum; dan
3. Memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi persyaratan untuk epipedon
antropik, histik, folistik, melanik, molik, plagen, atau umbrik, duripan atau
fragipan, atau horison argilik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik,
petrogipsik, placik, atau spodik; dan
4. Bukan suatu bagian dari suatu horison Ap, warnanya tidak cukup gelap
(tidak memenuhi persyaratan epipedon molik atau umbrik), dan tidak
bersifat rapuh.

Genesis Horison Penimbunan Liat
Dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999) horison argilik
merupakan penciri utama untuk tanah Alfisol dan Ultisol. Namun demikian, kedua

8

ordo tanah ini mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Alfisol adalah tanah yang
relatif muda, sehingga pencucian basa-basa dan pelapukan mineral belum begitu
lanjut. Sedangkan Ultisol adalah tanah yang relatif tua, sehingga pencucian
basa-basa dan pelapukan mineral sudah cukup lanjut. Karena itu, Alfisol
mempunyai kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) yang lebih tinggi, yaitu
35% atau lebih pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah atau kedalam
125 cm dari batas atas argilik. Sementara Ultisol mempunyai kejenuhan basa
(berdasarkan jumlah kation) lebih kecil yaitu kurang dari 35% pada kedalaman
180 cm dari permukaan tanah atau 125 cm dari batas atas argilik, dengan
kandungan mineral mudah lapuk lebih rendah.
Alfisol dan Ultisol dapat berkembang dari bahan induk batuan sedimen
maupun bahan volkanik. Soil Survey Staff (1975 ; 1999) mendefinisikan tanah
Alfisol sebagai ”tanah-tanah yang mempunyai horison akumulasi liat (argilik),
dengan kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 1,8 meter dari
permukaan tanah, atau 1,25 meter dari batas atas horison argilik, lebih besar
atau sama dengan 35%. Sedangkan tanah Ultisol adalah ”tanah-tanah dengan
horison akumulasi liat (argilik), dengan kejenuhan basa (jumlah kation) pada
kedalaman 1,8 meter dari permukaan tanah, atau 1,25 meter dari batas atas
horison argilik, lebih kecil dari 35%.
Horison penimbunan liat dihasilkan oleh satu atau lebih proses yang
terjadi secara bergantian ataupun berlangsung tahap demi tahap. Proses
tersebut dapat mempengaruhi horison permukaan, horison bawah permukaan,
ataupun keduanya. Selain itu, proses-proses tersebut berbeda-beda untuk setiap
tanah. Pada beberapa tanah iluviasi liat terjadi secara nyata, sementara pada
tanah yang lain, sulit dibedakan dengan liat yang dihasilkan dari proses
pelapukan in situ. Namun menurut Soil Survey Staff (1999) tidak semua proses
dapat dipahami, atau dijelaskan secara lengkap. Tanah-tanah yang menunjukkan

9

perbedaan pada sifat-sifat horison argiliknya seperti kandungan liat terakumulasi,
serta ketebalan dan letak horison penimbunan liat dari permukaan, mungkin
akan berpengaruh pada pengelolaan tanah.
Allbrook (1973) menyatakan bahwa di daerah tropika basah, di mana
tidak ada periode kering yang menghambat aktivitas biologi, adanya horison
argilik masih diragukan. Bukti-bukti iluviasi liat di daerah tropika basah sering
tidak dijumpai dalam horison, sebagai akibat dari proses pencucian yang
ekstensif (Buol et al., 1980), ataupun tidak dijumpai oleh karena kegiatan
aktivitas fauna tanah (Rust, 1983; Buurman, 1980).
Walaupun dengan intensitas yang berbeda, proses pembentukan horison
argilik, baik pada Alfisol ataupun Ultisol, mencakup dua proses utama yaitu (1)
eluviasi, dan (2) iluviasi liat. Kedua proses tersebut dapat terjadi melalui tiga
tahapan proses yang berlangsung secara berturut-turut yaitu (1) dispersi butirbutir tanah primer di lapisan atas; (2) translokasi, atau pemindahan liat, dari
lapisan atas ke lapisan bawah, dan (3) immobilisasi

(pengendapan) liat di

lapisan bawah (Buol et al., 1980)
Birkeland (1974) menyatakan beberapa proses yang diduga dapat
menyebabkan terbentuknya penimbunan liat adalah: (1) terjadinya hancuran
iklim dengan intensitas tinggi pada bagian atas solum tanah, sehingga terjadi
disintegrasi mineral primer menjadi mineral sekunder (liat), yang selanjutnya
terangkut ke bawah oleh air perkolasi, dan diendapkan di horison B, dan (2)
terjadinya pembentukan liat in situ pada horison B.

Dispersi
Dispersi adalah proses terpencarnya partikel-partikel tanah di dalam
suatu larutan. Partikel-partikel tanah tersebut, yakni liat halus, liat kasar, debu
halus, debu kasar dan lainnya, pada mulanya terikat satu sama lain dengan

10

bahan perekat karbonat, seskuioksida (Al dan Fe), atau bahan organik, sehingga
liat sulit dipindahkan oleh air ke horison lain. Dispersi akan berjalan dengan baik,
bila air tersedia dalam jumlah cukup, dan kondisi memungkinkan terjadinya
penghancuran bahan-bahan perekatnya (Buol et al., 1980).
Agar butir-butir tanah dapat terdispersi, maka bahan-bahan perekat
seperti karbonat (kapur), besi, dan bahan organik harus tercuci lebih dulu dari
permukaan tanah. Buol et al. (1980) mengatakan bahwa karbonat (dan
bikarbonat) merupakan flokulan yang kuat, sehingga dalam pembentukan Alfisol
perlu dicuci lebih dulu, agar plasma (liat) menjadi lebih mudah bergerak bersama
dengan air perkolasi. Dengan pencucian karbonat ini, tanah di lapisan atas
menjadi lebih masam, kadang-kadang sampai mencapai pH 4,5. Besi sebagai
flokulan lain mengalami pencucian dari lapisan atas, setelah karbonat
dibebaskan.
Pada tanah Ultisol, pencucian basa -basa berjalan ekstensif dan sangat
lanjut, sehingga tanah bereaksi masam dan kejenuhan basa rendah sampai di
lapisan bawah tanah (1,8 m dari permukaan tanah). Di wilayah tropika basah,
karena suhu yang cukup tinggi (>22 0C) dan pencucian yang kuat dalam waktu
yang cukup lama, maka terjadilah pelapukan yang kuat terhadap mineral-mineral
yang mudah lapuk.

Translokasi
Proses mobilisasi dan translokasi liat dipengaruhi, antara lain oleh jenis
pori (Mohr et al., 1972). Biasanya air tidak tertahan dalam pori non kapiler, akan
tetapi akan bergerak masuk ke dalam bagian tanah yang memiliki pori kapiler.
Jika horison bagian bawah memiliki tekstur lebih kasar, maka air cenderung
tertahan pada bagian atas. Selanjutnya diuraikan pula bahwa bila elektrolit dalam
larutan rendah, maka liat dapat terdispersi. Rendahnya elektrolit dalam tanah

11

dapat disebabkan oleh pelapukan dan pencucian tanah yang terjadi secara
kontinyu, atau disebabkan oleh proses pemasaman lapisan permuka an tanah,
akibat tercucinya kation kalsium digantikan oleh hidrogen.
Air merupakan medium utama dalam proses pemindahan partikel tanah.
Eswaran dan Sys (1979) menyatakan bahwa proses pemindahan liat berjalan
lebih baik pada tanah yang mengalami kering dan basah bergantian, dibanding
dengan tanah yang terus menerus kering atau terus menerus basah. Selain itu
juga disebutkan bahwa horison argilik terbentuk lebih baik pada tanah
berlempung (loamy) daripada tanah berpasir atau berliat. Kadar liat yang terlalu
rendah pada tanah berpasir kurang mendukung pembentukan horison argilik,
sedang kadar liat yang terlalu tinggi pada tanah berliat, menghambat pergerakan
air dan proses pemindahan liat.
Pergerakan liat tersebut dapat terjadi dari satu horison ke horison-horison
lainnya, atau hanya pada satu horison saja. Kesamaan susunan mineralogi dari
liat halus antara horison eluviasi dan horison iluviasi , terlihat jelas. Sehingga
kesamaan tersebut mendukung pendapat, bahwa liat secara dominan berpindah
dari bahan tanah di atas, dan bukan hasil dekomposisi yang kemudian tersintesa
membentuk partikel yang berukuran liat.
Proses pelarutan liat filosilikat dapat mengakibatkan kehilangan liat dalam
tanah. Kehilangan tersebut biasanya terjadi pada horison atas, dimana prose s
pelapukan terjadi sangat intensif. Dengan demikian, akibat proses tersebut maka
perbedaan tekstur secara vertikal dapat terjadi.
Menurut Buol et al., (1980), translokasi liat pada Alfisol terjadi pada
lingkungan yang agak masam atau dalam lingkungan “sodik-alkalin”, sedangkan
pada Ultisol terjadi dalam lingkungan yang lebih masam. Selama pemindahan
liat, pada Ultisol sering disertai pemindahan seskuioksida (Al2O3 dan Fe2 O3) dan
bahan organik.

12

Pengendapan
Pengendapan (immobilisasi) liat dapat disebabkan oleh (1) air perkolasi
tidak cukup banyak, sehingga tidak dapat meresap lebih jauh ke dalam tanah; (2)
butir-butir tanah yang mengembang dan menutup pori-pori tanah, sehingga air
perkolasi lambat bergerak; (3) penyaringan oleh pori-pori halus yang tersumbat;
(4) flokulasi liat bermuatan negatif oleh besi oksida yang bermuatan positif di
horison Bt, dan (5) oleh kejenuhan basa yang lebih tinggi. Pada tanah masam,
kation Al3+ memiliki kemampuan yang kuat dalam memflokulasi liat. Mobilitas liat
dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Soil Survey Staff (1999) mengemukakan bahwa liat dapat bergerak,
apabila bahan pengikat (seskuioksida atau lainnya) terlarut lebih dahulu. Proses
pembasahan tanah yang kering, dapat memicu kerusakan fabrik tanah dan
mendispersi liat. Dikatakan pula bahwa pada tanah-tanah yang kering secara
periodik, suspensi liat akan bergerak ke bagian bawah, dan berhenti di bagian
tanah yang kering dimana larutan tanah akan diserap oleh butir-butir struktur
tanah (ped). Selama penyerapan tersebut permukaan ped berlaku sebagai filter,
agar liat tidak masuk ke bagian dalam ped. Dengan demikian, liat tersebut akan
menyelaputi ped tanah, membentuk suatu lapisan yang terorientasi dan dikenal
dengan selaput liat (clay skin).
Khalifa dan Buol (1968) menyatakan bahwa terjadinya selaput liat
berkaitan dengan akumulasi liat dalam bentuk koloid, selaput liat, atau selaput
tipis liat (clay film). Selaput tipis liat tersusun dari kristal-kristal liat alumino-silikat
iluviasi yang terorientasi, yang oleh Buol dan Hole (1961) disebut dengan ”clay
skin” dan oleh Brewer (1976) disebut ”illuviation argillan” untuk mendeskripsi
adanya alumino-silikat liat yang mengalami translokasi.

13

Mikromorfologi Horison Penimbunan Liat

Tanah Ultisol
Bullock

dan

Thompson

(1985)

menyatakan

ekspresi

sifat-sifat

mikromorfologi horison argilik tergantung dari distribusi ukuran butir tanah secara
keseluruhan, bukan hanya ditentukan oleh ukuran butir yang tersedia untuk
translokasi, tetapi juga pengaruh dari ukuran pori yang dapat dile wati oleh
partikel iluviasi.
Federoff dan Eswaran (1985) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan
kenampakan mikromorfologi argilik pada Ultisol berdrainase baik, dan Ultisol
berdrainase buruk. Pada tanah Ultisol yang berdrainase baik, terbentuk horison
iluviasi yang baik, terdiri dari free packing skeleton grain yang sebagian besar
diselaputi oleh plasma. Seringkali dijumpai kenampakan tekstur yang berkaitan
dengan pengolahan tanah yang disebut agricutan. Horison B umumnya
mengandung argilan, tetapi jumlah atau presentasi banyaknya sangat bervariasi,
dari sangat sedikit sampai sangat tinggi persentasinya. Juga dijumpai, setiap pori
diselaputi atau diisi oleh liat, sedangkan pada bagian lainnya kandungan argilan
dijumpai secara sporadik. Argilan dijumpai juga pada bidang permukaan pori di
antara vugh dan packing void, tapi agak jarang pada channel voids . Argillan
tersebut terdapat sebagai selaput pada pori yang berukuran besar, dan sebagai
pengisi pada pori yang berukuran kecil.
Fedoroff dan Eswaran (1985) menyatakan bahwa, argilan pada horison
B, seringkali dalam bentuk microlaminated

yang secara umum bentuk

laminasinya sempurna. Warnanya berkaitan dengan warna plasma, warna
interferensinya (interference colour) lemah sampai sedang, dari abu-abu sampai
kuning pucat. Bila liat kaolinit dominan, keteraturan susunan atau struktur bahan
halus atau plasmik fabriknya (plasmic fabric ) cenderung insepik atau undulik,

14

plasmanya tampak berlilin (waxy). Bila matriks tanahnya kaya seskuioksida,
maka insepik plasmik fabrik akan tertutup dan berubah menjadi isotik. Warna
plasma berkisar dari merah ke kuning. Butiran kasarnya (skeleton grain) terdiri
dari mineral yang resisten, didominasi oleh kuarsa dan sedikit mineral mudah
lapuk yang dapat dihitung, seperti biotit, feldspar, dan muskovit.
Pada tanah Ultisol yang berdrainase buruk, pada zona dimana air tanah
berfluktuasi, horison bagian bawah tereduksi, maka argilan umumnya berwarna
pucat, dari kelabu sampai kuning pucat. Pada zona dimana terjadi oksidasi besi,
maka argilan tampak berwarna merah atau bintik-bintik merah. Laminasi dari
argilan tidak dijumpai, atau kalaupun tampak,