Uji Transportasi Ikan Maskoki (Carassius auratus Linnaeus) Hidup Sistem Kering dengan Perlakuan Suhu dan Penurunan Konsentrasi Oksigen

!

x

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: " #
%&$'
(
(&(
) %
' *
$ +) +
$, (
- )
$
&
'$
( + . adalah
karya saya sendiri dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum pernah
dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini. Hasil penelitian atau gambar boleh dikutip untuk kepentingan non
komersial dengan menyebutkan sumbernya.
$

Bogor, Mei 2008

Bhayu Sufianto
F051040121

ix

BHAYU SUFIANTO. Uji Transportasi Ikan Maskoki (
Linnaeus) Hidup Sistem Kering dengan Perlakuan Suhu dan Penurunan
Konsentrasi Oksigen. Dibimbing oleh SAM HERODIAN dan RIDWAN
AFFANDI.

Ikan hias merupakan komoditas perikanan yang juga ikut menyumbang
banyak devisa, nilai ekspornya sangat besar dan cenderung meningkat dari tahun
ke tahun. Ikan maskoki (
) termasuk salah satu jenis ikan hias

yang non8temporer, peluang pasarnya selalu stabil bahkan menunjukkan
peningkatan. Pada pengangkutan ikan hias dengan media air untuk tujuan ekspor
dinilai kurang effisien, karena berat air yang yang digunakan sebagai media juga
ikut membebani biaya pengangkutan. Sistem pengangkutan ikan hidup tanpa
media air dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi biaya angkut dan
memungkinkan jumlah ikan yang diangkut lebih besar.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan berbagai faktor (waktu
pemingsanan, suhu pemingsanan, suhu penyimpanan, penurunan konsentrasi O2,
dan lama transportasi) yang optimum terhadap kelulusan hidup (
)
ikan selama transportasi (statis) sistem kering. Pada penelitian ini juga dilakukan
uji toksisitas, pengukuran densitas kamba dan daya serap air terhadap media
pengisi; pengukuran efisiensi kemasan; serta pengamatan terhadap kondisi ikan
maskoki selama proses pemingsanan, pengemasan, pembongkaran, dan
penyadaran.
Setelah dilakukan uji toksisitas selama 24 jam, dinyatakan bahwa busa
yang digunakan sebagai media pengisi pada penelitian ini aman bagi ikan
maskoki. Busa tersebut mempunyai daya serap air yang baik, yaitu sebesar
57.32% berat basah atau 135.23% berat kering. Busa tersebut juga mempunyai
densitas kamba yang rendah, yaitu 0.074 gram/cm3, sehingga busa lebih ringan

jika digunakan sebagai media pengisi, kapasitas angkutnya lebih besar, dan
kandungan udara di dalam rongga busa tersebut lebih besar. Jenis kemasan rak
biasa yang dapat memuat 30 ekor ikan dengan busa lembab sebagai media pengisi
mempunyai efisiensi kemasan sebesar 56%. Sedangkan pada jenis kemasan rak
berisi udara yang dapat memuat 60 ekor ikan dengan busa lembab sebagai media
pengisi, mempunyai efisiensi kemasan sebesar 46%.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa waktu pemingsanan selama
8 jam, suhu pemingsanan pada 60C, suhu simpan pada 180C, dengan penurunan
konsentrasi O2 sebesar 0% di dalam kemasan (konsentrasi O2 di dalam kemasan
±21%) dapat mempertahankan hidup ikan maskoki dengan nilai SR 100% selama
24 jam waktu transportasi (statis) sistem kering. Semakin lama waktu
pemingsanan yang dilakukan sebelum pengemasan, dapat memperbesar kelulusan
hidup (SR) ikan maskoki selama transportasi sistem kering. Dengan
diturunkannya konsentrasi O2 di dalam kemasan, tidak dapat memperbesar
kelulusan hidup (SR) ikan maskoki selama transportasi sistem kering.

xii

/ Examination of Dry System Transportation of Live
Goldfish (

Linnaeus) with temperature and reduced oxygen
concentration Treatments. Under Supervision of
and
0
/
This research aimed to discover the optimum factors (sedation rate, sedation
temperature, storage temperature, reduced O2 concentration, and period of
transportation) influenced to survival rate during dry system transportation (static)
of live goldfish. Observation on fish condition during sedation, packaging,
unpacking, and refreshing process; toxicity test on filler; bulk density
measurement on filler; water absorption of filler; and container efficiency were
also performed. The results showed that the optimum sedation temperature is at
60C, the optimum storage temperature is at 180C, the best sedation rate is eight
hours from normal temperature (± 270C) down to 60C, the best reduced O2
concentration is 0 % reduction in O2 concentration (package which was contained
±21% O2 concentration), and the longest period of transportation (static) is 24
hours by normal atmosphere packaging. The filler was known harmless for live
goldfish after 24 hours of toxicity test. The bulk density of filler is 0.074
gram/cm3 and the capacity of water absorption of filler is 57.32% wet weight or
135.23% dry weight.


Keywords: Dry system transportation, goldfish, sedation, temperature, reduced O2
concentration

ix

1
(

( %' * , (
%' ) , ) +

2' ) +3

!
)

+

xiv


Testis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

!

ix

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr

xvi

Judul Tesis

: Uji Transportasi Ikan Maskoki (
Linnaeus) Hidup Sistem Kering dengan Perlakuan Suhu
dan Penurunan Konsentrasi Oksigen


Nama

: Bhayu Sufianto

NRP

: F051040121

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA.
Anggota

Dr. Ir. Sam Herodian, MS.
Ketua

Diketahui,

Ketua Program Studi

Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. Wayan Budiastra, MAgr.

Tanggal Ujian : 18 April 2008

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Lulus :

ix

Puji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah8Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan karya ilimiah ini.
Karya ilmiah ini merupakan sebagian kecil dari nikmat dan kasih sayang8Nya
yang diberikan kepada penulis. Judul yang dipilih pada karya ilimiah ini adalah
“Uji Transportasi Ikan Maskoki (


Linnaeus) Hidup Sistem

Kering dengan Perlakuan Suhu dan Penurunan Konsentrasi Oksigen”.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ayahanda R. A Sofyan, MPH.
Mkes yang telah banyak berkorban dan bersabar dalam mendukung kemajuan
studi penulis, Ibunda Dra. Suwarni (Alm.), Utari, dan Dhanu yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan, dan do’a yang membuat penulis ter8
untuk menyelesaikan kuliah dan karya ilmiah ini dengan sebaik8baiknya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sam Herodian, MS dan
Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA yang telah bersedia memberikan bimbingan dan
arahan yang sangat bermanfaat untuk pengembangan wawasan penulis, juga
kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, MAgr selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukkan demi kesempurnaan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Pak Suyaden dan Udin Reza, Spi yang telah banyak memberi bantuan dan
berkenan meminjamkan kepada penulis peralatan – peralatan yang sangat
dibutuhkan, Pak Parma dan Mas Andri atas segala bantuannya. Terima kasih
kepada teman – teman: Riksan THH’36 dan Fajar BDP’37 atas pinjaman
motornya, Yandra dan Cha2 TEP’40 atas bantuan serta ide – idenya, Agung
‘Jagung’ BDP’38 atas resep


!

!

, Asep Horti’40

atas pinjaman printernya, Ubay TPP’05, Rahman STP’38, Hendro MSP’38, teman
– teman TPP’04 atas segala dukungan dan bantuannya.
Dengan kerendahan hati, semoga karya ilmiah ini memberi manfaat bagi
yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2008

Bhayu Sufianto

xviii

0
Penulis dilahirkan di Jakarta pada Tanggal
14 Februari 1981. Anak pertama dari tiga bersudara dari
Ayahanda R. A. Sofyan MPH. Mkes dan ibunda

Dra. Suwarni (Alm.). Penulis menamatkan pendidikan
S1 pada Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor
pada Tahun 2004. Pada Tahun yang sama, penulis
melanjutkan studinya pada Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada Tahun 2008.

ix

, *
............................................................................................

iii

...............................................................................................

iv

.................................................................................................

vii

...................................................................................

viii

..............................................................................................

ix

......................................................................................

xi

.................................................................................

xii

.............................................................................

xiii

.................................................................................

1

1.1. Latar Belakang..................................................................................

1

1.2. Tujuan ..............................................................................................

3

......................................................................

4

Linnaeus)..................................

4

2.1.1. Biologi ikan maskoki ...........................................................
2.1.2. Morfologi ikan maskoki ......................................................

4
6

22. Metabolisme Ikan ...........................................................................

9

23. Respirasi Ikan .................................................................................

10

2.4. Transportasi Ikan Hidup ...............................................................

23

2.4.1. Sistem basah .......................................................................
2.4.2. Sistem kering ......................................................................

24
27

2.5. Kemasan Transportasi ...................................................................

33

2.6. Media Pengisi Kemasan ................................................................

35

0

/

/
2.1. Ikan Maskoki (

x

/

4/

4/

.................................................................

37

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................

37

3.2. Bahan dan Alat .............................................................................

37

3.2.1. Bahan .................................................................................
3.2.2. Alat .....................................................................................

37
43

3.3. Tahapan dan Prosedur Penelitian .................................................

47

3.3.1. Pengujian toksisitas media pengisi ..................................
3.3.2. Daya serap air media pengisi ...........................................
3.3.3. Densitas kamba media pengisi .........................................
3.3.4. Efisiensi kemasan ............................................................
3.3.5. Pemingsanan ikan ............................................................
3.3.6. Menentukan suhu pemingsanan optimum .......................
3.3.7. Menentukan suhu penyimpanan optimum .......................
3.3.8. Pengaruh waktu pemingsanan terhadap SR .....................
3.3.9. Pengaruh penurunan konsentrasi O2 terhadap SR ...........
3.3.10. Menentukan waktu transportas (statis) optimum .............

50
50
51
51
52
54
54
55
56
58

.........................................................

59

4.1. Pengujian Toksisitas Media Pengisi ............................................

59

4.2. Daya Serap Air Media Pengisi .....................................................

60

4.3. Densitas Kamba Media Pengis ....................................................

66

4.4. Efisiensi Kemasan ........................................................................

68

4.5. Pemingsanan Ikan Maskoki .........................................................

70

4.6. Suhu Pemingsanan Optimum .......................................................

73

4.7. Suhu Penyimpanan Optimum ......................................................

77

4.8. Pengaruh Waktu Pemingsanan terhadap SR ................................

79

4.9. Pengaruh Penurunan Konsentrasi O2 terhadap SR ......................

82

..........................................................

87

5. 1. Kesimpulan ..................................................................................

87

5. 2. Saran ............................................................................................

88

...............................................................................

89

..............................................................................................

94

xi

&/
1. Sifat – sifat

, *
sebagai bahan insulasi ....................................

34

2. Kondisi ikan maskoki pada pengujian toksisitas media pengisi .........

59

3. Daya serap air media pengisi busa ......................................................

60

4. Daya serap air beberapa media pengisi (Prasetyo, 1993) ...................

61

5. Daya serap air beberapa media pengisi (Muslih, 1996) .....................

62

6. Daya serap air media pengisi rumput laut (Muslih, 1996) .................

62

7. Hasil pengamatan terhadap bau media pengisi (Prsetyo, 1993) .........

64

8. Hasil pengamatan terhadap bau media pengisi (Muslih, 1996) ..........

65

9. Densitas kamba media pengisi busa ...................................................

66

10. Kondisi ikan maskoki selama proses pemingsanan ............................

72

11. Kondisi ikan maskoki pada proses penyadaran ..................................

73

12. Penentuan suhu pemingsanan optimum ..............................................

74

13. Penentuan suhu penyimpanan optimum .............................................

77

14. Hasil pengaturan volume air terhadap waktu pemingsanan ...............

80

15. Pengaruh lama waktu pemingsanan terhadap SR ...............................

80

16. Pengaruh penurunan konsentrasi O2 terhadap SR ..............................

83

!

xii

&/

, *

1. Morfologi ikan maskoki (Liviawaty dan Afrianto, 1999) ..................

8

2. Proses pertukaran gas (Affandi dan Tang, 2002) ...............................

12

3. Hubungan antara temperatur dengan laju konsumsi O2
aktif dan standar pada ikan maskoki (Fry dan Hart, 1948) .................

16

4. Kecepatan renang ikan
!
yang berhubungan
dengan temperatur dan kandungan O2 di dalam air (Fry, 1957) .........

17

5. Efek dari kandungan O2 dan temperatur terhadap
tingkat konsumsi O2 pada ikan
!
(Fry, 1957) ............

18

6. Perbedaan tipe kecepatan konsumsi O2 pada
tiga spesies ikan yang berbeda pada suhu 200C (Fry, 1957) ..............

20

7. Pengaruh kandungan O2 terlarut di media terhadap
tingkat konsumsi O2 oleh ikan (Affandi dan Tang, 2002) ..................

21

8. Kurva hubungan antara kadar CO2 dan tingkat
konsumsi O2 oleh ikan (Affandi dan Tang, 2002) ..............................

23

9. Ikan maskoki (

Linnaeus) .......................................

37

10. Rak pada jenis kemasan rak biasa ......................................................

38

11. Rak pada jenis kemasan rak berisi udara.............................................

39

12. Kemasan rak biasa ..............................................................................

40

13. Kemasan rak berisi udara.....................................................................

40

14. Busa tempat diletakkannya ikan .........................................................

41

15. Busa untuk menutupi ikan ..................................................................

42

16. Tabung – tabung gas O2, CO2, dan N2 ................................................

42

17. "

.......................................................................................

43

18. Bak pemingsanan ikan ........................................................................

44

19. Peti kemas ...........................................................................................

44

20. #

........................................................................................

45

.....................................................................................

46

22. Akuarium, aerator 180 Watt, dan aerator 60 Watt ..............................

46

23. Proses aklimatisasi pada ikan .............................................................

48

21.

$

xiii

&/

, *

1. Bagan alir tahapan – tahapan penelitian .............................................

94

2. Proses pengujian toksisitas media pengisi ..........................................

95

3. Sketsa jenis kemasan rak biasa ...........................................................

96

4. Sketsa jenis kemasan rak berisi udara .................................................

98

5. Pola lapisan busa8ikan8busa pada setiap
rak di dalam kemasan rak biasa ..........................................................

100

6. Pengemasan ikan di dalam kemasan rak biasa ...................................

101

7. Pola lapisan busa8ikan8busa pada setiap rak
di dalam kemasan rak berisi udara .....................................................

103

8. Pengemasan ikan di dalam kemasan
rak berisi udara ...................................................................................

104

9. Ikan yang mati dengan insang berdarah
dan bercak darah pada busa ................................................................

108

10. Ikan yang mati dalam keadaan kaku
dengan mulut terbuka .........................................................................

109

11. Pola kenaikan suhu media pengisi dari
suhu 30C, 40C, 50C, dan 60C mencapai
suhu simpan (salah satu contoh: 100C) ...............................................

110

12. Data hasil pada tahap menentukan
suhu pemingsanan optimum ...............................................................

111

13. Data hasil pada tahap menentukan
suhu penyimpanan optimum ..............................................................

113

14. Data hasil pengaruh waktu pemingsanan terhadap SR ......................

115

15. Data hasil pengaruh penurunan konsentrasi O2 terhadap SR ............

117

1

/

5/ 5/

' $

, (

+

Ikan hias merupakan komoditas perikanan air tawar yang juga ikut
menyumbangkan banyak devisa, nilai ekspornya sangat besar dan cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, jumlah ikan hias yang diekspor
dari Bogor pada tahun 2003 mencapai 6.4 juta ekor dengan nilai nominal kira –
kira Rp. 3 milyar lebih. Sedangkan pada tahun 2004, tercatat sebanyak 6.8 juta
ekor ikan hias yang diekspor dari Bogor, dengan nilai nominal Rp. 4.25 milyar
(Pikiran Rakyat, 2004). Pada tahun 2000, 2001, dan 2003 nilai ekspor ikan hias
nasional masing – masing adalah US$ 3.917; 4.623; dan 5.835 juta atau setara
dengan Rp. 35.253; 41.607; dan 52.515 milyar (Kompas, 2003). Sedangkan
menurut Sekda Jabar, Lex Laksamana, pada tahun 2004 nilai ekspor ikan hias
nasional mencapai US$ 7,3 juta dan 60% dari jumlah tersebut dikontribusi oleh
Jawa Barat (Pemda Jabar, 2006). Ikan maskoki (

) termasuk

salah satu jenis ikan hias yang non8temporer, peluang pasarnya selalu stabil
bahkan menunjukkan peningkatan. Sebagai contoh, produksi ikan maskoki di
Jakarta Selatan mengalami peningkatan dari tahun 2000 sampai 2004, yaitu dari
512.365 ekor meningkat hingga 798.428 ekor (Pemkot Jaksel, 2005).
Ikan hias yang siap untuk dijual biasanya diangkut dengan wadah yang
berisikan air. Ada dua model pengangkutan ikan hias yang biasanya dilakukan,
yaitu pengangkutan sistem terbuka dan sistem tertutup. Pada sistem terbuka
memungkinkan tetap terjadinya kontak antara udara luar dan media pengangkut
(air). Pada sistem tertutup tidak memungkinkan terjadinya kontak antara udara
luar dan media pengangkut (air), sehingga perlu diberi tambahan gas O2. Sistem
pengangkutan terbuka biasanya dilakukan jika jumlah ikan yang diangkut relatif
sedikit, jarak tempuhnya dekat, serta dalam waktu yang relatif singkat. Sistem
pengangkutan tertutup biasa dilakukan untuk mengirim ikan dalam jumlah yang
relatif banyak, pada jarak yang jauh, dan waktu yang relatif lama, misalnya pada
waktu pengiriman ikan hias untuk ekspor (Daelami, 2001).

2

Ikan yang diangkut dengan media air sistem tertutup biasanya menggunakan
kantung plastik sebagai alat angkut. Menurut Liviawaty dan Afrianto (1999),
kantung plastik yang baik untuk digunakan dalam pengangkutan ikan mempunyai
ukuran lebar 50 cm dan ketebalan 0.03 mm. Kantung plastik yang biasa
digunakan untuk pengangkutan ikan maskoki mempunyai panjang 1 meter. Pada
1/3 bagian dari volume kantung plastik tersebut diisi dengan air bersih, kemudian
ikan – ikan yang akan diangkut dimasukkan ke dalamnya. Sisa volume yang kira
– kira 2/3 bagian dari volume kantung plastik tersebut, kemudian diisi dengan gas
O2. Jumlah ikan maskoki, dengan ukuran panjang baku (kepala sampai pangkal
ekor) ± 5 cm, yang diangkut dengan cara ini dapat mencapai 100 ekor.
Sistem pengangkutan ikan hias dengan media air untuk tujuan ekspor dinilai
kurang effisien, karena berat air yang digunakan sebagai media juga ikut
membebani biaya pengangkutan. Katung plastik dengan panjang 1 meter dan
lebar

50 cm, yang kemudian diisi dengan air hingga 1/3 bagian dari volume

kantung plastik tersebut, maka jika ditimbang bobotnya akan mencapai berat ± 5
kg (berat ikan 100 ekor dan udara 2/3 bagian dari volume kantung diabaikan).
Ikan maskoki dengan ukuran panjang baku ± 5 cm yang berjumlah 100 ekor,
mempunyai bobot total ± 1150 gram. Sehingga Ikan maskoki dengan jumlah 100
ekor (bobot total ± 1150 gram) yang dikemas di dalam kantung plasik yang berisi
air hingga 1/3 bagian dari volume kantung plastik tersebut, jika diukur hanya
mempunyai efisiensi kemasan sebesar 23%.
Sistem pengangkutan ikan hias tanpa media air dapat menjadi salah satu
alternatif untuk mengurangi biaya pengangkutan dan memungkinkan jumlah ikan
yang dapat diangkut lebih besar. Pada sistem pengangkutan ini, ikan diangkut
pada media pengangkut yang bukan air. Ikan yang diangkut dengan sistem ini
harus dalam keadaan pingsan atau imotil. Ikan dapat dipingsankan dengan
senyawa – senyawa kimia, suhu rendah, dan arus listrik. Media pengangkut ikan
harus lembab dan dapat mempertahankan dingin sesuai suhu penyimpanan masing
– masing ikan.

3

Media pengangkut yang biasa digunakan pada sistem pengangkutan ini
adalah serbuk gergaji, serutan kayu, kertas koran, atau bahan karung goni
(Wibowo, 1993). Udang windu tambak (

Fab.) dengan bobot

2000 gram (2 kg), setelah dipingsankan dan dikemas ke dalam boks

!

bermedia pengisi/pengangkut serbuk gergaji lembab (sistem pengangkutan tanpa
media air/sistem kering), mempunyai efisiensi kemasan sebesar 50% (Karnila,
1998).

5/ /

#

,'

Penelitan ini bertujuan untuk menentukan berbagai faktor (waktu
pemingsanan, suhu pemingsanan, suhu penyimpanan, penurunan konsentrasi O2,
dan lama waktu transportasi) yang optimum terhadap kelulusan hidup (
) ikan maskoki selama transportasi (statis) sistem kering. Pada penelitian ini
juga dilakukan uji toksisitas terhadap media pengisi; pengukuran densitas kamba
dan daya serap air media pengisi; serta pengamatan terhadap kondisi ikan
maskoki

selama

penyadaran.

proses

pemingsanan,

pengemasan,

pembongkaran,

dan

4

/

/ 5/ (
/ 5/ 5/

(&(
&,&+ (

* (&(

Ikan maskoki yang terdapat di seluruh panjuru dunia ini dapat dipastikan
berasal dari negeri Cina dan disebut

!

moyang ikan maskoki adalah ikan

dalam bahasa Inggris. Nenek
, sejenis ikan karper yang tidak

bermisai/berkumis. Ikan

ini sangat mirip dengan ikan karper/ikan

mas yang ada di Indonesia, tetapi ukurannya lebih kecil dan warnanya menarik.
Perbedaan yang mencolok antara ikan

dengan ikan karper (

) adalah pada ikan karper terdapat sepasang kumis pada mulutnya,
sedangkan pada ikan

tidak terdapat kumis sama sekali (Lingga dan

Susanto, 1999).
Secara genetik atau berdasarkan kromosomnya, ikan maskoki berhubungan
dekat dengan

yang tersebar luas di seluruh penjuru Jepang dan Cina

(Kafuku dan Ikenoue, 1983). Namun demikian, secara fenotip keduanya dapat
dibedakan karena ikan maskoki memiliki sisik yang lebih sedikit (29 – 30)
dibandingkan ikan

(32 – 33) (Huet, 1994).

Pada awalnya ikan maskoki diberi nama

, yang artinya

“ikan dengan warna emas dengan tiga lapis ekor”. Tetapi rupanya perkembangan
ilmu pengetahuan dalam taksonomi ikan yang pesat, menghasilkan nama biologi
yang baru untuk ikan maskoki, yaitu

. Sedangkan sekelompok

ahli dari lembaga internasional yang mengatur tentang penamaan zoologi,
memberikan nama untuk ikan

yaitu

(Budhiman

dan Lingga, 1999).
Dal Vesco

. (1975) menyatakan bahwa ikan maskoki jarang mencapai

panjang 30 cm, sedangkan di aquarium ikan maskoki jarang mencapai ukuran 10
cm. Secara alami, ikan maskoki menyukai habitat kolam berlumpur, bendungan,
sungai, atau danau dengan pakan alami berupa zooplankton dan serangga air
(Stickney, 1979).

5

Ikan maskoki betina dapat matang telur pada umur satu tahun, sedangkan
yang jantan telah matang gonad pada usia yang lebih muda lagi. Telur ikan
maskoki memiliki diameter berukuran 0.7 – 0.5 mm dan dapat melekat pada
benda – benda di dalam air, misalnya rumput atau tanaman air. Makanan ikan
maskoki bermacam – macam dan tidak pilih – memilih makanan. Selain suka
dengan makanan alami seperti plankton dan organisme dasar perairan, ikan
maskoki juga suka dengan pelet buatan manusia. Para ahli biologi ikan
menggolongkan ikan maskoki termasuk ke dalam ikan omnivora (Budhiman dan
Lingga, 1999).
Taksonomi/klasifikasi ikan maskoki menurut Axelrod dan Schultz (1983)
adalah sebagai berikut :

Filum

:

Chordata

Subfilum

:

Craniata

Superkelas

:

Gnathostomata

Kelas

:

Ostheichthyes

Subkelas

:

Actinopterygii

Superordo

:

Teleostei

Ordo

:

Ostariophysoidei

Subordo

:

Cyprinoidea

Famili

:

Cyprinidae

Genus

:

Carassius

Spesies

:

Linnaeus

6

/ 5/ /

&$6&,&+ (

* (&(

Berbeda dengan ikan karper, ikan maskoki tidak dimakan sebagai hidangan
yang lezat. Ikan maskoki ini dimanfaatkan seratus persen sebagai ikan hias yang
disukai di berbagai penjuru dunia, karena mempunyai bentuk dan warna yang
unik dan menarik, serta menciptakan pesona yang indah bagi penggemarnya.
Bentuk luar tubuh ikan maskoki hampir menyerupai ikan karper, yaitu sama
– sama mempunyai sirip yang lengkap seperti sirip punggung, sirip dada, sirip
perut, sirip anal/dubur, dan sirip ekor. Selain itu juga ikan maskoki mempunyai
sisik yang berderet rapih. Walau pun ikan maskoki hampir menyerupai ikan
karper, terdapat banyak pula perbedaannya. Perbedaan tersebut terletak pada
bentuk badan, bentuk kepala, bentuk sisik, bentuk sirip, dan bentuk mata. Bentuk
badan ikan maskoki pendek dan gemuk, sehingga gerakan tubuhnya sangat
menarik saat berenang.
Sirip ikan maskoki berfungsi sebagai alat gerak. Sirip perut dan sirip dada
yang bekerja sama dengan gelembung udara, berfungsi sebagai kontrol terhadap
gerakan ke atas dan ke bawah. Jika di dalam gelembung udara penuh berisi udara,
maka sirip dada akan bergerak dan secara otomatis ikan maskoki akan muncul ke
permukaan air. Tetapi sebaliknya jika gelembung udara kosong dan mengecil,
maka sirip perut yang akan bergerak dan ikan maskoki akan menyelam ke bagian
dalam air.
Selain oleh bentuk sirip yang menarik, keelokan ikan maskoki banyak
dipengaruhi oleh deretan – deretan sisik yang rapih seperti genteng yang menutupi
atap rumah. Di bawah deretan – deretan sisik ini terdapat kelenjar lendir yang
berfungsi sebagai pelindung tubuh dari gesekan dan mencegah infeksi karena
luka. Sisik – sisik ini mempunyai warna yang gelap karena mengandung bahan
yang membentuk kristal (C5H5N5O) di dalam sisik, misalnya warna
merah pada ikan maskoki varietas Wakin dan Ryukin. Jika di dalam sisik ikan
tersebut tidak terdapat

, maka sisik ikan tidak akan bewarna alias

transparan. Sisik yang di dalamnya tidak terdapat

, dapat ditemui seperti

pada ikan maskoki varietas Calico dan Shubunkin. Pada umumnya sisik ikan
maskoki mempunyai warna dasar hitam, merah, kuning, dan putih. Warna sisik

7

tersebut tergantung pada pigmen pembawa warna yang terdapat pada masing –
masing varietas/ras ikan maskoki.
Keindahan warna dari ikan maskoki juga tergantung kepada tersedianya
bahan pemantul cahaya yang terdapat di dalam lapisan sisik. Sering dijumpai ikan
maskoki yang berwarna kuning pucat, tetapi juga sering bewarna merah, karena
tergantung kepada bahan pemantul cahaya tersebut. Selain dipengaruhi oleh
dan ada atau tidaknya bahan pemantul cahaya, keindahan ikan maskoki
juga sangat dipengaruhi oleh kadar bahan kimia di dalam air, cahaya, suhu air,
makanan, dan tentu saja faktor genetiknya.
Bentuk kepala ikan makoki juga tidak kalah menariknya, karena bentuknya
yang indah seperti pada varietas ikan maskoki Ranchu, Oranda, dan Pompon.
Kepala ikan makoki pada varietas Ranchu dan Oranda/Spenser ditutupi oleh
jaringan daging yang menebal, yaitu pada bagian atas kepala dan pipinya. Pada
varietas Ranchu, penebalan jaringan ini hampir menutupi seluruh bagian kepala
yang tampak seperti singa, karena itu varietas ikan maskoki ini sering pula disebut
“si kepala singa”. Lain halnya pada varietas Oranda, pada ikan ini mempunyai
kepala yang berjambul, sedangkan pada varietas Pompon mempunyai tambahan
hidung yang menyembul keluar, yang sewaktu – waktu hidung tersebut dapat
bergerak bila terhembus udara saat mengeluarkan nafas.
Bentuk mata ikan maskoki pada umumnya sama dengan sebagian besar
hewan vertebrata lainnya, yaitu iris matanya tidak dapat membuka dan menutup.
Lensa mata ikan maskoki tidak dapat berkontraksi luas, oleh karena itu ikan
maskoki mempunyai pandangan mata yang dekat dan terbatas. Dalam mencari
makanan, ikan maskoki lebih tergantung kepada penciumannya dari pada
penglihatannya. Walau bagaimana pun juga, bentuk mata pada ikan maskoki
menandakan varietas – varietas tertentu. Ada empat tipe bentuk mata pada
varietas ikan maskoki, yaitu mata yang normal seperti lazimnya bentuk mata ikan
karper, mata teleskop, mata teleskop yang mengarah ke atas seperti pada ikan
, dan mata yang berbentuk balon (Budhiman dan Lingga, 1999). Bentuk
tubuh luar (morfologi) ikan maskoki, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 1 di bawah ini.

8

*7 $ 5/

&$6&,&+ (

* (&(

8 9 ': )

6$

'&2 5;;;

Ikan maskoki memiliki bentuk yang beragam terutama pada bagian mata
dan sirip (Huet, 1994). Ikan ini juga memiliki variasi warna seperti merah, kuning,
putih – jingga dengan atau tanpa bintik hitam (Dal vesco

1975). Hingga saat

ini, varietas ikan maskoki sudah cukup banyak jumlahnya (Axelrod dan
Vorderwinkler, 1986). Varietas/jenis yang terkenal antara lain adalah Wakin
(
(

!

), Ryukin (!

), Demekin (

), Rancha (

), Oranda, Jikin

), Kaliko, Kaliko oranda, Shubunkin, Komet

%

(Kafuku dan Ikenoue, 1983). Budhiman dan Lingga (1999) menambahkan
terdapat vaeritas yang lainnya, yang juga sangat digemari, seperti Kokitosa
(
(

), Sisik mutiara (
), Pompon, dan

), Mata balon (

%

), Nirwana

.

Ikan maskoki varietas Tosa atau Kokitosa (

) marupakan varietas yang

paling sering dijumpai pada setiap pedagang dan peternak ikan maskoki. Tidak
jelas dari mana asal – muasal nama Tosa atau Kokitosa ini. Sementara nama
jelas muncul dari bentuk ekor yang panjang dan kembar (

)

sehingga tampak seperti menjuntai (merumbai). Ikan maskoki varietas Tosa
memiliki sirip sebanyak 6 buah, yaitu dua buah sirip dada, dua buah sirip anus,
sebuah sirip ekor, dan sebuah lagi sirip punggung. Ukuran sirip ini umumnya
cukup panjang. Karena bentuk tubuhnya yang bulat dan gemuk, gerakan ikan
maskoki varietas Tosa ini umumnya sangat lamban.

9

Karena siripnya yang panjang dan lemah gemulai, maka setiap kali ikan
tersebut berenang, sirip – siripnya akan ikut bergerak sehingga menyuguhkan
pemandangan yang menarik seperti layaknya gerakan seorang penari balet.
Keindahan ikan maskoki varietas Tosa dikatakan sempurna manakala ikan
tersebut memiliki tubuh yang bulat dan gemuk, sirip ekornya menjuntai melebihi
panjang tubuhnya, sirip punggung tinggi (setinggi tubuhnya atau lebih) dan
berdiri tegak, kondisi tubuhnya mulus, serta warnanya merah metalik atau kuning
(Budhiman dan Lingga, 1999).

/ /

' 7&, *

(

Metabolisme adalah semua reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh mahluk
hidup, yang terdiri atas anabolisme (proses sintesis senyawa kimia kecil menjadi
molekul yang lebih besar) dan katabolisme (proses penguraian molekul besar
menjadi molekul kecil). Laju/kecepatan metabolisme cenderung dihubungkan
dengan jumlah kalori yang dapat dihasilkan, sehingga pengukuran laju
metabolisme secara tidak langsung dapat dengan mudah diukur menggunakan
kalorimetri. Akan tetapi untuk pengukuran laju metabolisme yang secara lengkap
dari suatu mahluk hidup, membutuhkan juga pengukuran terhadap besarnya
konsumsi O2, besarnya CO2 yang dihasilkan, dan besarnya jumlah nitrogen yang
diekskresikan (dibuang) bersamaan dengan pendugaan besarnya nilai kalori dari
sisa hasil buangan (kotoran).
Sesungguhnya laju konsumsi O2 sendiri dapat digunakan untuk mengetahui
secara umum intensitas dari metabolisme pada mahluk hidup aerobik. Pengukuran
terhadap laju konsumsi O2 juga digunakan untuk mengetahui kemampuan dari
suatu mahluk hidup aerobik untuk mengambil O2 ketika berada dalam berbagai
kondisi lingkungan, termasuk berbagai perubahan tekanan parsial O2 itu sendiri,
yang merupakan salah satu dari indikasi 8 indikasi paling penting untuk
mengetahui perubahan – perubahan yang terjadi di dalam suatu perairan.
Pengukuran laju metabolisme berdasarkan pengukuran laju konsumsi O2 dapat
dibagi berdasarkan dua katagori, yaitu laju konsumsi O2 minimum yang
merupakan laju konsumsi O2 terendah yang dibutuhkan suatu mahluk hidup hanya
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya saja, dan laju konsumsi O2

10

maksimum yang merupakan laju konsumsi O2 tertinggi yang dapat dicapai suatu
mahluk hidup untuk beraktifitas secara maksimum.
Laju konsumsi O2 minimum dan laju konsumsi O2 maksimum masing –
masing biasa disebut dengan laju konsumsi O2 standar (laju metabolisme standar)
dan laju konsumsi O2 aktif (laju metabolisme aktif). Sesuatu hal yang menarik
dari pola konsumsi O2 pada ikan yaitu adalah laju konsumsi O2 aktif pada ikan
biasanya hanya beberapa kali lipat dari pada laju konsumsi O2 standarnya. Pada
manusia diketahui laju konsumsi O2 aktifnya adalah sebesar 20 kali lipat dari pada
laju konsumsi O2 standarnya, ketika sedang bekerja keras. Sedangkan laju
konsumsi O2 aktif pada serangga dapat terjadi sebesar seratus kali lipat dari pada
laju konsumsi O2 standarnya (Fry, 1957).

/