Kurva bonita tegakan hutan tanaman akasia, Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth. studi kasus di areal rawa gambut hutan tanaman PT. Wirakarya Sakti Jambi

KURVA BONITA
TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA
(Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth)
Studi Kasus di Areal Rawa Gambut Hutan Tanaman
PT. Wirakarya Sakti Jambi

VIEN PATRICIA
E14101011

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
Vien Patricia. Kurva Bonita Tegakan Hutan Tanaman Akasia (Acacia
crassicarpa A. Cunn. Ex Benth) Studi Kasus di Areal Rawa Gambut Hutan
Tanaman PT. Wirakarya Sakti Jambi. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir.
Endang Suhendang, MS dan Tatang Tiryana S.Hut., M.Sc.
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu
kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan bahan baku industri

hasil hutan, melalui penerapan sistem silvikultur intensif. Pengukuran dimensi
tegakan merupakan langkah awal yang seyogyanya dilakukan untuk mengetahui
bentuk pertumbuhan dan hasil tegakan, yang apabila memungkinkan dapat
dinyatakan dalam model persamaan matematika untuk pertumbuhan dan hasil.
Dari model pertumbuhan dan hasil kemudian dapat dibuat tabel tegakan yang
memuat informasi untuk pendugaan pertumbuhan dan hasil dari suatu tegakan
untuk setiap tempat tumbuhnya.
Peninggi dijadikan sebagai ukuran terbaik dalam menduga bonita karena
dinilai relatif tidak terpengaruh oleh perlakuan silvikultur jika dibandingkan
dengan parameter tegakan yang lainnya. Berdasarkan hal tersebut, penyusunan
model pertumbuhan peninggi tegakan dan kurvanya perlu dilakukan, agar dapat
digunakan sebagai dasar penentuan kelas bonita dalam kegiatan pengelolaan hutan
tanaman industri.
Jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 660
pengukuran pada 322 plot contoh tidak permanen (temporer). Untuk menyusun
model pertumbuhan peninggi tegakan digunakan metode regresi non linear,
sedangkan persamaan pertumbuhan yang digunakan dalam menyusun model
pertumbuhan peninggi adalah model Chapman-Richards, model Harbagung dan
model Schumacher. Dari ketiga model pertumbuhan peninggi dipilih satu model
pertumbuhan peninggi terbaik dalam menduga peninggi di lapangan dengan

melakukan uji koefisien determinasi ( R 2 ), koefisien determinasi terkoreksi
( R 2adj ) , RMSE dan simpangan rata-rata (S%). Berdasarkan hasil uji statistik,
diperoleh model terbaik dalam menduga pertumbuhan peninggi Acacia
crassicarpa di areal rawa gambut PT. Wirakarya Sakti Jambi adalah model
pertumbuhan peninggi Chapman-Richards dengan bentuk H = 2.339 (1 − e −0.096t )

23,806

.

Setelah model pertumbuhan peninggi terbaik terpilih selanjutnya dapat disusun
model indeks tempat tumbuh menggunakan umur indeks tujuh tahun untuk
menghitung nilai-nilai indeks tempat tumbuh pada setiap plot contoh yang
H
. Umur
dianalisis dengan persamaan sebagai berikut Si =
23,806
−0,096t
 1− e




−0,673
 1 − e

indeks tujuh tahun dipilih atas pertimbangan umur tebang yang digunakan oleh
PT. Wirakarya Sakti Jambi yakni lima sampai sembilan tahun dan pertimbangan
ketersediaan umur data peninggi yang digunakan untuk permodelan. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa nilai-nilai indeks tempat tumbuh pada plot-plot

(
(

)
)

contoh yang dianalisis cukup beragam. Nilai indeks tempat tumbuh plot contoh
terendah yang diperoleh adalah 7,31 meter sedangkan yang tertinggi adalah 28,53
meter. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah variasi
kesuburan tempat tumbuh dan keragaman genetik spesies. Nilai-nilai indeks

tempat tumbuh yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan berdasarkan
kelas umur untuk masing-masing kelas bonita. Dari tabel bonita dapat disusun
kurva bonita tegakan Acacia crassicarpa PT. Wirakarya Sakti Jambi
menggunakan enam kelas bonita.

KURVA BONITA
TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA
(Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth)
Studi Kasus di Areal Rawa Gambut Hutan Tanaman
PT. Wirakarya Sakti Jambi

VIEN PATRICIA

Skripsi
Sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar
SarjanaKehutananPada
FakultasKehutanan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul Penelitian

Nama

: KURVA BONITA TEGAKAN HUTAN TANAMAN
AKASIA (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth)
STUDI KASUS DI AREAL RAWA GAMBUT PT.
WIRAKARYA SAKTI JAMBI.
: Vien Patricia

NIP

: E14101011

Departemen

: Manajemen Hutan


Program Studi

: Manajemen Hutan

Menyetujui :
Pembimbing I

Pembimbing II

(Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS)
NIP. 130 933 588

(Tatang Tiryana S.Hut., M.Sc.)
NIP. 132 231 998

Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS)

NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus : 18 Januari 2006

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 26 November tahun 1983 di kota Palembang
sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Hadi Suyanto dan Ibu Yuliana.
Pendidikan formal mulai diikuti pada tahun 1989 di SD Negeri Penggilingan
Cakung Jakarta selama dua tahun, dan dilanjutkan di SD Xaverius VII Palembang.
Tahun 1995 melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri I Jambi dan masuk ke SMU
Negeri 3 Jambi pada tahun 1998.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001 di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada
tahun 2002 masuk ke Fakultas Kehutanan Departemen Manajemen Hutan dan
memilih Sub Program Studi Biometrika Hutan pada semester V. Sebagai syarat
memperoleh gelar sarjana, penulis menyusun skripsi berjudul “Kurva Bonita
Tegakan Hutan Tanaman Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth)
Studi Kasus di Areal Rawa Gambut Hutan Tanaman PT. Wirakarya Sakti
Jambi”.


KATA PENGANTAR
Penulisan skripsi yang berjudul “Kurva Bonita Tegakan Hutan Tanaman
Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth) Studi Kasus di Areal Rawa
Gambut Hutan Tanaman PT. Wirakarya Sakti Jambi” didasarkan atas studi
kasus pertumbuhan peninggi tegakan pada plot contoh tidak permanen yang
tersebar di areal rawa gambut HTI PT. Wirakarya Sakti Jambi. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan model pertumbuhan peninggi tegakan Acacia
crassicarpa A. Cunn. Ex Benth untuk menetapkan kelas bonita di tegakan hutan
rawa gambut Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Wirakarya Sakti Jambi.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei tahun 2005 di Departemen
Perencanaan dan Pemetaan PT. Wirakarya Sakti, sedangkan metode yang
digunakan dalam analisis data adalah metode regresi non linear.
Dari hasil analisis terhadap data, diperoleh bahwa model Chapman-Richards
adalah model terbaik dalam menduga pertumbuhan peninggi di lapangan.
Selanjutnya, dari model tersebut disusun model indeks tempat tumbuh
menggunakan umur indeks tujuh tahun untuk mengetahui sebaran nilai indeks
tempat tumbuh dari setiap plot contoh yang digunakan. Penyusunan kurva
dilakukan dengan memvariasikan nilai koefisien regresi di setiap kelas bonita
untuk memperoleh nilai peninggi pada setiap kelas umur. Penetapan kelas bonita
ini dapat menjadi langkah awal dalam penyusunan tabel tegakan guna keperluan

manajemen pengelolaan HTI untuk mencapai tujuan produksi yang optimum dan
lestari.

UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Kurva Bonita Tegakan Hutan Tanaman
Akasia (Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth) Studi Kasus di Areal Rawa
Gambut Hutan Tanaman PT. Wirakarya Sakti Jambi”. Tak lupa shallawat
serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS dan Bapak Tatang Tiryana S. Hut.,
M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan teladan
selama menyelesaikan tugas akhir, Bapak Ir. Tjetjep Ukman K., MM dan Bapak
Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc.F selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak kritik dan saran yang membangun serta Bapak Bunyan, Bapak Soleh,
Bapak Ambok, Bapak Bambang PMD dan seluruh staf RDD PT. Wirakarya Sakti
Jambi yang telah banyak membantu penulis selama melakukan pengambilan data
penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada mama dan papa yang

telah mewariskan jiwa dan raga, yang selalu ada untuk penulis dalam keadaan
apapun, serta untuk pejantan-pejantan tangguh Rangga dan Gita yang selalu
memberi semangat baru. Terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan satu
bimbingan Kania dan Oky, rekan-rekan satu kelompok PKL, MNH ’38, Pipit,
Riche, Kaka, Kiki dan lily atas dukungan yang diberikan selama ini dan kepada
Kms. Aryzad atas kebersamaannya menuju pendewasaan diri.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan
datang.

Bogor, Januari 2006

Vien Patricia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang.........................................................................................1

Tujuan Penelitian .....................................................................................1
Hipotesis Penelitian..................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi umum Acacia crassicarpa A. Cunn. ex Benth ..........................3
Penyebaran dan Tempat Tumbuh .....................................................3
Sifat Botanis ....................................................................................3
Kegunaan.........................................................................................3
Pertumbuhan............................................................................................4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan.....................................4
Model dan Kurva Pertumbuhan Tegakan..................................................5
Tapak.......................................................................................................7
Peninggi Tegakan.....................................................................................7
Kualitas Tempat Tumbuh.........................................................................9
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................10
Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................10
Analisis Data..........................................................................................11
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Luas.......................................................................15
Tanah dan Geologi.................................................................................15
Iklim ......................................................................................................16
Flora dan Fauna .....................................................................................16
Keadaan Hutan.......................................................................................16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model Pertumbuhan Peninggi ................................................................18
Pemilihan Model Terbaik.......................................................................19
Uji Statistik Model.........................................................................19
Pemilihan Model Peninggi Terbaik ................................................20
Penyusunan Model Indeks Tempat Tumbuh...........................................21
Penyusunan Kurva Bonita ......................................................................23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan............................................................................................26
Saran......................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................27
LAMPIRAN ..................................................................................................29

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rekapitulasi Lokasi Plot............................................................................10
2. Jumlah Pengukuran Peninggi Plot Pada Setiap Kelas Umur Tegakan.........11
3. SK Areal Konsesi PT. Wirakarya Sakti Jambi ...........................................15
4. Nilai Koefisien Regresi Model Pertumbuhan Peninggi ..............................18
5. Nilai Statistik Uji Model Pertumbuhan Peninggi .......................................19
6. Pengelompokkan Nilai-Nilai Indeks Tempat Tumbuh.................................24

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kurva Peninggi Model Chapman-Richards..............................................21
2. Kurva Bonita Tegakan Acacia crassicarpa Lahan Rawa Gambut..............25

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Nilai Indeks Tempat Tumbuh Plot Contoh............................................... 30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu
kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan bahan baku industri
hasil hutan, melalui penerapan sistem silvikultur intensif. Dalam mendukung
upaya ini, ketersediaan informasi tentang pertumbuhan dan hasil tegakan sangat
penting untuk menentukan tindakan silvikultur yang akan diterapkan.
Pengukuran dimensi tegakan merupakan langkah awal yang seyogyanya
dilakukan untuk mengetahui bentuk pertumbuhan dan hasil tegakan, yang apabila
memungkinkan dapat dinyatakan dalam model persamaan matematika untuk
pertumbuhan dan hasil. Dari model pertumbuhan dan hasil kemudian dapat dibuat
tabel tegakan yang memuat informasi untuk pendugaan pertumbuhan dan hasil
dari suatu tegakan untuk setiap tempat tumbuhnya.
Bonita merupakan salah satu ukuran untuk menggambarkan kemampuan
tempat tumbuh dalam mendukung pertumbuhan tegakan dengan menggunakan
parameter peninggi tegakan (Harbagung, 1991). Peninggi dijadikan sebagai
ukuran terbaik dalam menduga bonita karena dinilai relatif tidak terpengaruh oleh
perlakuan silvikultur jika dibandingkan dengan parameter tegakan yang lainnya.
Berdasarkan hal-hal di atas, penyusunan model pertumbuhan peninggi
tegakan dan kurvanya perlu dilakukan, agar dapat digunakan sebagai dasar
penentuan kelas bonita dalam kegiatan pengelolaan hutan tanaman industri.
Dalam hal ini, kelas bonita merupakan dasar pertimbangan dalam pengambilan
keputusan penerapan silvikultur HTI untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu
produksi yang optimum, lestari dan berkesinambungan dalam pengelolaan lahan
rawa gambut, khususnya yang ada di sebagian besar areal HTI PT. Wirakarya
Sakti Jambi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model pertumbuhan peninggi
tegakan Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth untuk menetapkan kelas bonita di
tegakan hutan rawa gambut Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan contoh kasus
pada areal kerja PT.Wirakarya Sakti Jambi.

Hipotesis Penelitian
1. Terdapat hubungan yang erat antara peninggi tegakan Acacia crassicarpa A.
Cunn. Ex Benth dengan umur.
2. Terdapat perbedaan pola pertumbuhan peninggi tegakan Acacia crassicarpa A.
Cunn. Ex Benth dari setiap plot contoh yang digunakan, akibat perbedaan
kualitas tempat tumbuh.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi umum Acacia crassicarpa A. Cunn. ex Benth.
Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth merupakan tanaman dari famili
Leguminosae, subfamili Mimosoideae. Jenis ini umumnya dikenal dengan nama
Northern Wattle (Australia) atau Red Wattle (Papua New Guinea) (Turnbull,
1968).
Penyebaran dan Tempat Tumbuh. Menurut Turnbull (1968), Acacia
crassicarpa tumbuh di sepanjang pesisir utara dan daerah pedalaman Queensland,
menyebar luas di bagian barat Papua New Guinea dan di perbatasan Irian Jaya.
Secara astronomis, Acacia crassicarpa tumbuh banyak pada 8 - 20º LS, dengan
ketinggian 200 – 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini tumbuh dan
beradaptasi dengan baik pada daerah beriklim humid dan subhumid dengan suhu
rata-rata 31 - 34º C pada musim panas, 15 - 22º C pada musim dingin dengan
curah hujan 1000 – 3500 mm per tahun.
Acacia crassicarpa dapat tumbuh pada jenis tanah yang bervariasi,
mengandung kadar garam, tidak subur, mempunyai drainase tidak sempurna yang
tergenang pada saat musim hujan dan kering pada musim kemarau.
Sifat Botanis. Acacia crassicarpa merupakan tanaman yang cukup mudah
beradaptasi dengan lingkungan. Mempunyai tinggi berkisar 10-20 m, dan kadangkadang dapat mencapai 30 m pada kondisi yang cocok. Batang tanaman ini
mempunyai kulit berwarna coklat gelap keabuan, keras dan mempunyai alur-alur
vertikal yang tajam. Bagian dalam kulit berserat dan berwarna merah, dengan
diameter batang yang jarang lebih dari 50 cm. Daunnya bertekstur halus berwarna
hijau keabuan dan mempunyai 3 – 7 tulang daun yang menonjol berwarna
kekuning-kuningan (Turnbull, 1968).
Kegunaan. Kayu gubal berwarna coklat muda dan kayu teras berwarna
coklat keemasan. Kayunya kuat dan tahan lama, mempunyai kerapatan sebesar
620 kg/m3 dan pada keadaan kering udara sebesar 710 kg/m3. Dapat digunakan
untuk konstruksi berat, furniture, sebagai badan kapal, lantai, papan keras, kayu
lapis dan pulp (Turnbull, 1968).

Menurut Hanum dalam Novita (2000), Acacia crassicarpa dapat digunakan
untuk mengontrol pertumbuhan gulma dan merupakan spesies yang relatif efektif
untuk rehabilitasi lahan yang banyak ditumbuhi oleh Imperata cylindrica.
Dalam program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) jenis Akasia,
ada tiga macam daur pengusahaan yang digunakan yaitu 7-12 tahun untuk
pengusahaan produksi pulp, dan 20 tahun untuk industri kayu perkakas
(Harbagung, 1991).

Pertumbuhan
Davis dan Johnson (1987) memberikan definisi pertumbuhan tegakan
sebagai perubahan ukuran dari sifat terpilih tegakan yang terjadi selama periode
waktu tertentu, sedangkan hasil tegakan adalah banyaknya dimensi tegakan yang
dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu atau jumlah kumulatif sampai
waktu tertentu. Perbedaan antara pertumbuhan dan hasil tegakan terletak pada
konsepsinya, yaitu produksi biologis untuk pertumbuhan tegakan dan pemanenan
untuk hasil tegakan.
Pertumbuhan merupakan suatu istilah yang sangat luas dan umum, yang
artinya secara sederhana adalah pertambahan sedikit demi sedikit dari materi
hidup melalui proses alami (Spurr, 1952). Kramer dan Kozlowski (1960)
mengatakan bahwa pertumbuhan adalah proses biologis yang terdapat pada suatu
pohon.
Prodan (1968) mengartikan pertumbuhan sebagai suatu perubahan yang
disebabkan adanya pertambahan ukuran dari organ hidup yang terdapat pada
pohon selama hidupnya. Pertumbuhan akan menyebabkan berubahnya ukuran
pada tinggi, diameter dan volume pohon.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960), pertumbuhan pohon sangat
dipengaruhi oleh sifat keturunan (genetik), tempat tumbuh dan perlakuan
silvikultur. Faktor-faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan individu dan
masyarakat tumbuhan antara lain berupa faktor iklim (cahaya, suhu, curah hujan,
kelembaban dan angin), faktor geografi (letak gografis, topografi, geologi,

vulkanisme), dan faktor edafis (jenis tanah, sifat fisik, kimia, biotis tanah, dan
erosi).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan meliputi faktor-faktor yang
berasal dari dalam dan faktor-faktor dari luar pohon yang bersangkutan. Faktorfaktor dalam terdiri dari sifat genetik pohon, persediaan bahan makanan dalam
pohon dan perimbangan air yang terdapat di dalamnya. Faktor-faktor dalam
tersebut berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan pohon yang bersangkutan,
sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kerapatan
tegakan, penyebaran temperatur dan besar temperatur maksimum dan minimum,
penyebaran dan jumlah curah hujan sepanjang tahun, kelembaban udara,
komposisi kimia tanah, kandungan hara mineral dan kandungan organisme (Bruce
and Schumacher, 1950).
Pertumbuhan dan hasil tegakan sejenis dan seumur dipengaruhi oleh umur,
kualitas tempat tumbuh, kerapatan tegakan dan intensitas penjarangan (Revilla
dalam Widodo, 1989).

Model dan Kurva Pertumbuhan Tegakan
Penyusunan model pertumbuhan tegakan umumnya dilakukan dengan
metoda petak percobaan permanen. Dengan metode ini, pertumbuhan tegakan
diukur pada petak-petak ukur permanen secara terus-menerus sampai pohon
mencapai umur tebang (Kuncahyo, 1995), namun jika data yang berasal dari plot
permanen tidak tersedia, plot temporer dapat memberikan solusi dalam
menyediakan data-data pertumbuhan tegakan yang diinginkan. Metoda ini telah
sering digunakan oleh beberapa ahli untuk kepentingan penyusunan model
pertumbuhan suatu tegakan sejak abad 19 (Gadow, 1999).
Pola pertumbuhan tegakan antara lain dapat dinyatakan dalam bentuk kurva
pertumbuhan yang merupakan hubungan fungsional antara sifat tertentu tegakan,
antara lain volume, tinggi, bidang dasar, biomassa dan diameter dengan umur
tegakan. Bentuk kurva pertumbuhan tegakan yang ideal akan mengikuti bentuk
ideal bagi pertumbuhan organisme (termasuk tumbuh-tumbuhan), yaitu berbentuk
sigmoid (Suhendang, 1990).

Spurr (1952) menyatakan bahwa kurva pertumbuhan pada umumnya
berbentuk sigmoid atau berbentuk huruf S. Kurva pertumbuhan yang kontinyu
dapat dibagi menjadi tiga bagian utama. Tahap awal, ukuran bertambah secara
perlahan tetapi dengan kecepatan yang semakin cepat. Tahap berikutnya yaitu
tingkat kedewasaan, dimana kurva naik dan membentuk sebuah garis lurus. Tahap
akhir, laju pertumbuhan akan turun secara perlahan-lahan sampai mencapai
ukuran maksimum.
Kurva pertumbuhan suatu jenis pohon pada umunya berbentuk sigmoid.
Pertumbuhan sigmoid ini dimulai pada titik nol, mula-mula naik secara perlahan,
kemudian secara bertahap naik dengan lebih cepat hingga mencapai titk belok.
Setelah mencapai titk belok, laju kurva akan menurun secara perlahan secara
asimtotis menuju nilai maksimum tertentu (Prodan, 1968).
Schumacher (1939) dalam Clutter et al (1982) mengajukan model
matematika untuk menduga pertumbuhan suatu tegakan suatu jenis, adalah
sebagai berikut :
H = aeb / t
dimana nilai H adalah nilai karakteristik pertumbuhan, nilai t adalah umur, dan
nilai a, b adalah koefisien regresi model.
Berikut model pertumbuhan peninggi yang diajukan oleh Alder (1980)
dengan menggunakan peubah bebas umur :
ln H 0 = a + b (1/ A)

k

dimana :
H0 = peninggi tegakan

a dan b = koefisien regresi

A = umur tegakan

k

= konstanta

Harbagung (1991) menyusun model pertumbuhan diameter dan tinggi hutan
tanaman Eucalyptus urophylla S.T Blake di daerah Pujon Jawa Timur dengan
menggunakan model yang diajukan oleh Alder (1980) sebagai berikut :
ln R = a + b (1/ A) dan R = a + b (ln A )
k

k

dengan :
A = umur tegakan
R = diameter /tinggi tegakan pada umur A

a = intersep persamaan regresi
b = koefisien persamaan regresi
k = konstanta
Model lain adalah dari Chapman-Richards, yang telah banyak digunakan
untuk menduga fenomena pertumbuhan biologis dengan variabel bebas umur
(Clutter et al, 1982), yaitu:

(

H = a 1 − e − kt

1/ (1−b )

)

dimana :
H = parameter estimasi

k

= konstanta

t = umur tegakan

a, b = koefisien regresi

Tapak
Tapak didefinisikan oleh American Society Foresters sebagai suatu wilayah
yang terdiri atas faktor-faktor ekologis yang berkenaan dengan kapasitas poduksi
hutan dari hasil kombinasi faktor biotis, iklim dan kondisi tanah suatu wilayah
(Davis, 1966).
Menurut Phillips (1994), tapak merupakan gabungan dari beberapa faktor
lingkungan yaitu batuan, tanah, iklim, topografi, dan tumbuhan yang membentuk
karakteristik lahan suatu wilayah. Rimbawan melakukan pembagian kemampuan
produksi suatu tapak untuk salah satu dari tiga alasan berikut :
1. Sebagai kriteria alokasi penggunaan lahan untuk kegiatan penanaman.
2. Sebagai dasar dalam pemilihan spesies.
3. Sebagai dasar pendugaan pertumbuhan dalam kegiatan pengelolaan hutan.
Kualitas tapak seringkali diterjemahkan sebagai suatu indeks yang mengacu
pada tinggi dominan pada umur tertentu.

Peninggi Tegakan
Menurut Wolff Von Wulfing (1932) peninggi adalah rata-rata tinggi dari
100 pohon tertinggi yang tersebar merata pada suatu lahan seluas satu hektar.
Pertumbuhan tinggi pohon-pohon dominan dan kodominan sangat dipengaruhi
oleh kesuburan tempat tumbuh, berkorelasi kuat dengan volume, namun
berkorelasi lemah dengan kerapatan tegakan (Widodo, 1989).

Data peninggi tegakan dapat diperoleh dari plot-plot contoh permanen
maupun temporer. Kesamaan pola pertumbuhan peninggi pada hutan tanaman
sejenis pada tapak yang berbeda umumnya diperoleh atas dasar asumsi bahwa
penaksiran peninggi dari penggunaan plot contoh permanen maupun temporer
sudah mewakili keseluruhan areal tegakan (Phillips, 1994).
Widodo (1989) menyebutkan, umur bersama-sama dengan rata-rata tinggi
pohon-pohon dominan dan kodominan sangat baik untuk menunjukkan tingkat
kualitas tempat tumbuh, dengan syarat bahwa pertumbuhan rata-rata tinggi pohon
tersebut tidak dipengaruhi oleh perlakuan silvikultur. Rata-rata tinggi pohon
dominan dan kodominan biasanya disebut dengan peninggi. Oleh karena rata-rata
diameter dan jumlah pohon sangat dipengaruhi oleh perlakuan silvikultur, maka
cara-cara penetapan kualitas tempat tumbuh dengan peubah umur dan peninggi
lebih banyak digunakan, yang biasanya ditunjukkan dengan hubungan regresi.
Menurut Tesch (1981) dalam Widodo (1989), penggunaan peninggi sebagai
penciri kualitas tapak mengingat bahwa :
1. Tinggi merupakan suatu ukuran sensitif perbedaan tapak
2. Peninggi tidak terpengaruh oleh tindakan silvikultur, stocking dan
campuran spesies
3. Mudah mengukurnya
Peninggi pohon sangat sensitif untuk membedakan tapak, berkorelasi kuat
dengan volume dan berkorelasi lemah dengan stocking dan komposisi jenis
(Davis, 1966).
Walaupun

peninggi

dimungkinkan

sebagai

ukuran

terbaik

dalam

menentukan kualitas tempat tumbuh, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa
peninggi bukan satu-satunya ukuran terbaik, karena pertumbuhan tinggi
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor kerapatan yang ekstrim juga
memberikan pengaruh besar bagi pertumbuhan tinggi pohon. Berdasarkan hal ini,
Parker dalam Spurr (1952) menyarankan untuk memasukkan faktor kerapatan
tegakan dalam model pertumbuhan peninggi untuk menduga kualitas tempat
tumbuh selain umur tegakan.

Kualitas Tempat Tumbuh
Harbagung (1996) menyebutkan bahwa informasi kualitas tempat tumbuh
merupakan parameter penting yang harus diketahui dalam melakukan pengelolaan
hutan, karena menentukan perlakuan silvikultur yang akan diterapkan. Beberapa
cara yang digunakan dalam menyusun perangkat dalam mengkuantifikasikan
tempat tumbuh secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
geocentric dan phytocentric. Geocentric adalah teknik kuantifikasi tempat tumbuh
dengan melakukan analisis tanah, sedangkan cara pyhtocentric dilakukan dengan
analisis terhadap vegetasi, yang salah satunya dengan menggunakan parameter
peninggi tegakan yang tumbuh di areal yang bersangkutan.
Harbagung (1991) menyebutkan bahwa tolok ukur yang sering digunakan
dalam menyatakan kualitas tempat tumbuh adalah bonita. Bonita adalah kelaskelas dari indeks tempat tumbuh, yang biasanya dinyatakan dengan angka romawi
yang menyatakan kapabilitas suatu tempat tumbuh dalam menghasilkan produk
tegakan hutan. Indeks tempat tumbuh adalah besaran peninggi tegakan pada umur
indeks tertentu.
Umur indeks yang digunakan untuk menyusun persamaan indeks tempat
tumbuh sebaiknya sama dengan umur daur. Nilai indeks tempat tumbuh yang
terendah menunjukkan kualitas tempat tumbuh yang terendah dan sebaliknya
angka yang tertinggi menunjukkan kualitas tempat tumbuh yang terbaik. Dari
nilai-nilai indeks tempat tumbuh dapat diperoleh nilai-nilai peninggi pada umur
tertentu untuk menyusun pembonitaan dalam rangka pembuatan kurva bonita
tegakan (Harbagung, 1996).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan di PT. Wirakarya Sakti, Tebing Tinggi Propinsi
Jambi, pada bulan Mei tahun 2005.

Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam analisis data adalah seperangkat PC (Personal
Computer), alat tulis dan kalkulator. Bahan penelitian adalah data sekunder hasil
pengukuran peninggi pohon pada plot-plot contoh yang tersebar di areal rawa
gambut PT. Wirakarya Sakti Jambi.
Data peninggi yang digunakan adalah data pengukuran tahun 2001-2004
sebanyak 660 pengukuran peninggi di 322 plot contoh tidak permanen (temporary
plot) yang terdapat di distrik I, II, IA, dan IVA pada areal rawa gambut PT.
Wirakarya Sakti Jambi. Plot contoh yang digunakan adalah plot contoh tidak
permanen (temporer) berbentuk lingkaran dengan luas 0,025 ha yang diperoleh
dari teknik pengambilan contoh secara Systematic Sampling With Random Start
dengan Intensitas Sampling sebesar 0,6%.
Rekapitulasi jumlah dan lokasi plot dari keempat distrik yang diambil untuk
digunakan sebagai data dalam permodelan disajikan pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Rekapitulasi Lokasi Plot
Distrik

Jumlah Plot

I

227

II

48

IA

17

IVA

30

Banyaknya pengukuran yang dilakukan pada plot contoh untuk setiap kelas
umur dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Jumlah Pengukuran Peninggi Plot Pada Setiap Kelas Umur Tegakan
Umur (tahun)

Jumlah Pengukuran

1-2

10

2-3

83

3-4

128

4-5

114

5-6

194

6-7

126

>7

5

Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan metode regresi non linear menggunakan
software Microsoft excel dan Statistica 6.0 dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut :
Eksplorasi Data. Setelah melakukan entry data menggunakan Microssoft
excel, dilakukan pemeriksaan ulang terhadap data-data sekunder yang telah
diperoleh untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
Pemeriksaan data menggunakan scatterplot juga dilakukan pada tahap ini untuk
melihat ada atau tidaknya data pencilan.
Penyusunan Model Pertumbuhan Peninggi. Pembentukan persamaan
regresi model pertumbuhan peninggi dilakukan dengan menggunakan software
Statistica 6.0. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam permodelan peninggi
adalah sebagai berikut :
1). Model pertumbuhan Chapman-Richards (1961) :
1/ (1−b )

H = a (1 − e − kt )

.......................................................................(1)

H

= peninggi tegakan (m)

t

= umur tegakan (tahun)

a, b, k = koefisien regresi
2). Model pertumbuhan Harbagung (1991) :
H = a + b ( ln t ) .............................................................................(2)
k

H

= peninggi tegakan (m)

t

= umur tegakan (tahun)

a, b, k = koefisien regresi
3). Model pertumbuhan Schumacher (1939) :
H = aeb / t .......................................................................................(3)
H

= peninggi tegakan (m)

t

= umur tegakan (tahun)

a, b

= koefisien regresi

Pemilihan Model Pertumbuhan Peninggi Terbaik. Model pertumbuhan
yang diharapkan adalah model yang memiliki keterandalan dalam menduga
pertumbuhan peninggi di lapangan. Untuk mendapatkan model pertumbuhan
peninggi terbaik, dilakukan beberapa uji statistik terhadap ketiga model
pertumbuhan di atas. Uji-uji statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Koefisien Determinasi ( R 2 )
Koefisien determinasi ( R 2 ) menunjukkan keragaman peubah bebas yang
dapat diterangkan oleh peubah tak bebasnya, yang dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
R2 = 1 −

JKS
× 100%
JKT

Semakin besar nilai ( R 2 ) , maka semakin tinggi keragaman yang dapat
diterangkan oleh model, yang artinya tingkat keterandalan model semakin
tinggi.
2. Koefisien Determinasi Terkoreksi ( R 2 adj )
Koefisien determinasi terkoreksi adalah koefisien determinasi yang telah
dikoreksi oleh derajat bebas. Kelebihan koefisien determinasi terkoreksi
adalah dapat digunakan untuk membandingkan model-model yang memiliki
jumlah variabel bebas yang berbeda. Berikut rumus untuk menghitung nilai
koefisien determinasi terkoreksi :
2
Radj
= 1−

JKS / dbs
× 100%
JKT / dbt

3. Root Mean Square Error (RMSE)
Root

Mean

Square

Error

menunjukkan

ketepatan

model

yang

berhubungan erat dengan besar kecilnya ragam yang dihasilkan dari model.
Semakin besar RMSE maka ketepatan model semakin kecil, dan sebaliknya
apabila semakin kecil RMSE maka ketepatan model semakin besar.
RMSE =

JKS
dbs

4. Simpangan rata-rata (S%)
Simpangan rata-rata adalah rata-rata dari selisih antara nilai harapan
dengan parameternya yang dibagi dengan nilai harapannya. Nilai simpangan
rata-rata berkorelasi negatif dengan banyaknya contoh, artinya semakin
banyak contoh maka bias yang dihasilkan dari pendugaan akan semakin kecil.
Model yang diharapkan adalah model yang mampu menghasilkan bias terkecil
dalam pendugaan.
ˆ
100% n Yi − Yi
S% =
×∑
n
Yˆi
i =1

2

Penyusunan Model Index Tempat Tumbuh (Site Index) dan Kurva
Bonita. Dari model pertumbuhan peninggi terbaik, selanjutnya dibentuk
persamaan indeks tempat tumbuh (site index) pada umur indeks tertentu. Umur
indeks yang digunakan untuk menyusun persamaan indeks tempat tumbuh
sebaiknya adalah sama dengan umur daur. Umur indeks yang digunakan dalam
penentuan nilai indeks tempat tumbuh pada PT. Wirakarya Sakti adalah tujuh
tahun. Pemilihan umur indeks ini didasarkan pada daur komersial perusahaan
dalam penentuan umur tebang tanaman, yang dalam hal ini PT. Wirakarya Sakti
jambi menggunakan daur 5-9 tahun untuk umur tebang.
Sebagai langkah awal dari pembonitaan, dari persamaan peninggi terpilih
selanjutnya dicari nilai indeks tempat tumbuh dari setiap plot yang diperoleh
dengan cara memvariasikan nilai koefisien regresi model sehingga diperoleh
beberapa nilai indeks tempat tumbuh yang mewakili kondisi tegakan. Nilai
pembonitaan disusun menggunakan nilai tengah dari indeks tempat tumbuh yang
telah diperoleh dan disusun dalam tabel pembonitaan yang mencantumkan nilai-

nilai peninggi pada umur dan kelas bonita tertentu (Harbagung, 1991).
Berdasarkan model indeks tempat tumbuh, selanjutnya dibuat kurva bonita.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Luas
PT. Wirakarya Sakti merupakan perusahaan memegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT) terbesar di
Propinsi Jambi. Secara Administratif Areal PT. Wirakarya sakti berada di empat
kabupaten yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Batang Hari. Secara geografis
terletak antara 00045’00” – 02000’00” LS dan 102047’00” – 103058’00” BT,
dengan luas areal berdasarkan Surat Keputusan (SK) terakhir tahun 2004 adalah
seluas 293. 812 Ha.

Tahap

Tabel 3. SK Areal Konsesi PT. Wirakarya Sakti Jambi
Nomor Surat
Luas (Ha)

1

SK HPHTI No 744/Kpts-II/ 1996

78.240

2

SK HPHTI No 64/KPTS-II/2001

191.130

3

SK HPHTI No 228/ Menhut-IV/2004

233.251

4

SK IUPHHK No 346/ Menhut-II/2004

293.812

Tanah dan Geologi
Areal PT. Wirakarya Sakti pada umumnya berada di daerah dataran rendah
bagian timur Sumatera, dengan kondisi topografi datar sampai dengan berbukit.
Berdasarkan sifat fisik alamnya, areal PT. WKS dibagi menjadi dua yaitu daerah
rendah/aluvial dengan wilayah datar, datar agak cekung melandai ke arah pantai,
sungai dan daerah dataran tinggi dengan kelerengan 0 – 5%, pada ketinggian 0 –
15 meter di atas permukaan laut. Yang kedua adalah daerah bergelombang sampai
dengan berbukit dengan ketinggian dibawah 50 meter di atas permukaan laut dan
kemiringan 5 – 25%.
Jenis tanah yang terdapat di areal PT Wirakarya Sakti adalah Ultisol
(podsolik merah kuning), Histosol (gambut), Spodosol dan Inceptisol. Jenis tanah
yang mendominasi adalah Histosol (60%) yaitu tanah gambut yang berada pada
areal dataran rendah dan sepanjang daerah aliran sungai.

Iklim
Seiring dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri dan pembukaan
hutan primer menjadi areal-areal lain seperti perkebunan karet dan sawit serta
pemukiman dan peladangan penduduk terjadi perubahan iklim di areal PT.
Wirakarya Sakti Jambi, wilayah yang tadinya beriklim tipe A (sangat basah)
sekarang berubah menjadi tipe B (basah) bahkan ada yang bertipe C berdasarkan
klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.

Flora dan Fauna
Jumlah jenis vegetasi yang dijumpai pada seluruh kawasan hutan lindung di
areal HPHTI PT. WKS sebanyak 130 jenis yang menurun dari tahun ketahun.
Jenis-jenis vegetasi yang dilindungi antara lain adalah arang-arang, jelutung,
kempas, kulim, meranti, dan rengas sedangkan jenis vegetasi endemik adalah ulin.
Dari hasil inventarisasi, pada lantai-lantai dasar kawasan hutan lindung
dijumpai sebanyak 60 jenis tumbuhan bawah diantaranya adalah berupa jenis
tumbuhan obat, seperti pasak bumi, cucuk daun serta jenis nir kayu sebagai
penghasil getah, minyak dan lebah madu.
Beberapa fauna yang ditemukan di areal kerja PT. Wirakarya Sakti adalah
Harimau Sumatera, Ungko, Kijang, Rusa, Beruang madu, Rangkong, Murai, Beo,
Ular, Biawak dan Buaya.
Keadaan Hutan
Areal PT. Wirakarya Sakti berada pada kawasan Hutan Produksi dengan
mengkonversi areal yang tidak produktif seperti areal semak belukar, hutan yang
berpotensi rendah/areal bekas perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan
(HPH) menjadi areal Hutan Tanaman Industri (HTI) kelas perusahaan pulp dan
paper. Adapun jenis tanaman yang ditanam di areal PT. Wirakarya Sakti yaitu :
1. Tanaman pokok

: Acacia mangium, Acacia crassicarpa, dan
Eucalyptus sp.

2. Tanaman Kehidupan

: Nangka, pinang, kemiri, durian, sukun.

3. Tanaman Unggulan

: Meranti, sungkai, pulai, jabon, bulian, kacangkacang, jelutung, kapur.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuantifikasi kesuburan tempat tumbuh tegakan Acacia crassicarpa pada
areal rawa gambut PT. Wirakarya Sakti Jambi dilakukan menggunakan cara
phytocentric, yakni menggunakan parameter tegakan yang ada di lapangan, dalam
hal ini parameter yang digunakan adalah parameter peninggi pada plot-plot contoh
temporer. Penyusunan kelas-kelas bonita menggunakan data plot-plot contoh
temporer yang tersebar di areal rawa gambut PT. Wirakarya Sakti dilakukan
dengan asumsi bahwa data peninggi plot-plot temporer mewakili tegakan di
seluruh areal HTI rawa gambut.
Biaya pemeliharaan plot yang cukup tinggi, pengumpulan data yang lama
serta kemungkinan kerusakan plot dari kebakaran, angin dan penebangan liar
menjadi kelemahan penggunaan plot permanen untuk menduga pertumbuhan
suatu tegakan (Gadow, 1999). Oleh karena itu, plot temporer merupakan salah
satu alternatif yang dapat digunakan dalam menyusun model pertumbuhan suatu
tegakan jika data plot permanen tidak tersedia. Dalam hasil penelitiannya,
Kuncahyo (1995) menyimpulkan bahwa penyusunan model pertumbuhan
menggunakan metode plot tidak permanen atau temporer dapat memberikan
efisiensi biaya, waktu serta keakuratan yang cukup tinggi dengan memperhatikan
faktor

lokasi.

Tiryana

(1995)

mengatakan,

dalam

penyusunan

model

pertumbuhan, pengaruh faktor tempat tumbuh dapat diatasi dengan menggunakan
jumlah plot temporer yang banyak serta tersebar dibeberapa lokasi pengamatan.
Jumlah data plot temporer yang digunakan untuk permodelan adalah
sebanyak 322 plot dengan dua atau tiga kali pengukuran untuk setiap plot. Plot
yang digunakan digolongkan sebagai plot temporer karena interval waktu
pengukuran setiap plot yang tidak sama sehingga data pengukuran setiap plot
tidak series. Untuk mengatasi hal ini, pemilihan plot untuk menyusun model
pertumbuhan dilakukan dengan memperhatikan kelengkapan sebaran umur data,
serta jumlah plot yang diduga mampu mewakili variasi faktor tempat tumbuh
yang ada di areal rawa gambut PT. Wirakarya Sakti Jambi. Total jumlah
pengukuran peninggi plot yang digunakan untuk permodelan adalah sebanyak 660
pengukuran. Jumlah ini diperoleh dari hasil seleksi terhadap 8.503 data

pengukuran peninggi pada areal rawa gambut di PT. Wirakarya Sakti Jambi.
Seleksi data dilakukan dengan melalukan penyortiran secara manual dan secara
visual menggunakan scatterplot.

Model Pertumbuhan Peninggi
Model pertumbuhan peninggi disusun menggunakan data peninggi tanaman
jenis Acacia crassicarpa pada plot-plot contoh yang tersebar di HTI PT.
Wirakarya Sakti Jambi khusus lahan rawa gambut yang telah dieksplorasi yakni
sebanyak 660 pengukuran pada 322 plot contoh dengan sebaran umur termuda 1,4
tahun dan tertua 7,3 tahun.
Model pertumbuhan yang digunakan untuk menduga pertumbuhan peninggi
tegakan adalah model pertumbuhan yang telah banyak digunakan untuk menyusun
persamaan pertumbuhan peninggi, yaitu model pertumbuhan Chapman-Richards
yang pernah digunakan oleh PT. Wirakarya Sakti Jambi untuk menyusun kurva
indeks tempat tumbuh pada tegakan Acacia mangium, model pertumbuhan Alder
yang dimodifikasi oleh Harbagung dan telah sering digunakan untuk menyusun
persamaan peninggi tegakan di berbagai lokasi serta model pertumbuhan
Schumacher yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian tentang
pertumbuhan dan hasil tegakan.
Persamaan regresi non-linear model diperoleh dengan metode iterasi data
menggunakan Software Statistica. Dari ketiga model yang dicobakan, diperoleh
hasil seperti tertera pada Tabel 4 :

Tabel 4. Nilai Koefisien Regresi Model Pertumbuhan Peninggi
Model
Koefisien

Chapman-Richards

(

H = a 1 − e − kt

1/ (1−b )

)

Harbagung

Schumacher

H = a + b (ln t )

k

H = aeb / t

a

2,339

5,229

42,451

b

0,958

7,460

-3,352

k

0,096

1,617

-

Pemilihan Model Terbaik
Uji Statistik Model. Terhadap ketiga model pertumbuhan yang telah
disusun dilakukan beberapa uji statistik untuk mengetahui kelayakan model dalam
menduga parameter peninggi di lapangan. Hasil uji statistik dari ketiga model
disajikan pada Tabel 5 di bawah ini :
Tabel 5. Nilai Statistik Uji Model Pertumbuhan Peninggi
Model
Statistik Uji

Chapman-Richards

Harbagung

Schumacher

R 2 (%)

90,10

90,08

89,00

2
Radj
(%)

90,06

90,05

88,98

1,64

1,64

1,72

7,44

7,44

8,03

RMSE
S%

1. Koefisien Determinasi ( R 2 ). Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi
( R 2 ) terhadap ketiga model pertumbuhan yang dicobakan, nilai R 2 terbesar
dimiliki oleh model pertumbuhan peninggi Chapman-Richards, yaitu sebesar
90,10%. Model pertumbuhan Harbagung memiliki nilai koefisien determinasi
sebesar 90,08%, sedangkan nilai R 2 terkecil dimiliki model pertumbuhan
Schumacher yaitu sebesar 89,00%. Uji koefisien determinasi merupakan uji
untuk melihat ketepatan model dalam menduga parameter di lapangan. Nilai
R 2 mengandung arti bahwa variabel tak bebas peninggi dapat diterangkan
oleh variabel umur sebesar R 2 , sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor
lain. Semakin tinggi nilai R 2 , maka model yang disusun semakin baik.
2
). Koefisien determinasi terkoreksi
2. Koefisien Determinasi Terkoreksi ( Radj

menunjukkan tingkat kemampuan model untuk menerangkan keragaman nilai
peubah tak bebas dilihat dari jumlah peubah tak bebasnya. Semakin tinggi
2
, maka model yang disusun mempunyai kemampuan pendugaan yang
nilai Radj
2
semakin baik. Dari ketiga model yang disusun, Radj
yang paling tinggi terdapat

pada model Chapman-Richards, yaitu sebesar 90,06%.

3. Root Mean Square Error (RMSE). Seperti yang terdapat pada tabel hasil uji
statistik, nilai RMSE terendah terdapat pada model Chapman-Richards yaitu
sebesar 1,64, yang nilainya tidak berbeda jauh dengan kedua model lainnya.
RMSE model Harbagung adalah sebesar 1,64 dan nilai terbesar terdapat pada
model Schumacher yaitu sebesar 1,72. RMSE menunjukkan tingkat ketelitian
model dalam pendugaan parameter di lapangan. Semakin rendah nilai RMSE,
maka model memiliki ketelitian pendugaan yang semakin besar.
4. Simpangan rata-rata (S%). Sama seperti RMSE, simpangan rata-rata juga
menunjukkan ketelitian pendugaan parameter peninggi di lapangan oleh
model yang disusun. Dari hasil uji statistik terhadap ketiga model
pertumbuhan diperoleh nilai S% terkecil pada model Chapman-Richards yaitu
sebesar 7,44% dan terbesar pada model Schumacher sebesar 8,03%. Semakin
rendah nilai S% maka bias yang dihasilkan dari pendugaan semakin kecil, hal
ini menganduing arti bahwa tingkat ketelitian model semakin baik.
Adanya perbedaan antara nilai taksiran peninggi dengan nilai sebenarnya di
lapangan merupakan penyebab bias yang dihasilkan dalam pendugaan. Hal ini
terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan peninggi di
lapangan. Rusak atau hilangnya pohon, serta adanya faktor kerapatan tegakan
yang dapat mempengaruhi perkembangan peninggi dalam batas-batas tertentu.
Selain kesalahan dalam pendugaan, ketelitian pengukuran juga memegang
peranan terhadap ketelitian pendugaan parameter peninggi (Harbagung, 1986).
Pemilihan Model Peninggi Terbaik. Dari ketiga model pertumbuhan yang
telah disusun, dipilih satu model terbaik dalam menduga pertumbuhan peninggi di
lapangan, yaitu model yang memiliki kesalahan pendugaan terkecil. Pemilihan
model pertumbuhan terbaik dilakukan dengan melihat hasil uji statistik ketiga
model. Berdasarkan kriteria pemilihan model terbaik dari setiap statistik uji yang
dilakukan, diperoleh model pertumbuhan peninggi terbaik dalam menduga
parameter peninggi di lapangan, yaitu model pertumbuhan peninggi Chapman-

(

Richards H = 2,339 1 − e −0,096t

1/ (1− 0,958 )

)

dimana model ini memiliki nilai koefisien

2
determinasi ( R 2 ), koefisien determinasi terkoreksi ( Radj
) terbesar, RMSE dan S%,

terkecil dibandingkan kedua model lainnya. Bentuk kurva pertumbuhan peninggi
tegakan dari model Chapman-Richards adalah :
45
40

Peninggi (m)

35
30
25
20
15
10
5
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Umur (thn)

Gambar 1. Kurva Peninggi Model Chapman-Richards

Penyusunan Model Indeks Tempat Tumbuh
Model indeks tempat tumbuh diperoleh dengan memasukkan umur indeks
ke dalam model pertumbuhan peninggi terbaik yang dipilih. Untuk penyusunan
model indeks tempat tumbuh pada tegakan Acacia crassicarpa di lahan rawa
gambut di HTI PT. Wirakarya Sakti menggunakan umur indeks tujuh tahun.
Pemilihan umur indeks didasarkan pada ketersediaan sebaran umur data peninggi
yang mencapai umur tujuh tahun serta umur daur perusahaan untuk jenis tanaman
Acacia crassicarpa, dimana umur masak tebang ditentukan sebesar 5-9 tahun,
sehingga dalam hal ini umur tujuh tahun dipilih sebagai umur indeks terbaik
dalam penyusunan model indeks tempat tumbuh.
Penjabaran penyusunan model indeks tempat tumbuh tegakan dari model
pertumbuhan peninggi yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut :
1/ (1− 0,958 )

H = 2,339 (1 − e −0,096t )

atau

H = 2,339 (1 − e −0,096t )

23,806

.............(4)

Nilai koefisien regresi a dari setiap persamaan peninggi plot dapat
ditentukan dengan persamaan 5 berikut :
a=

H
(1 − e

−0,096t 23,806

)

.....................................................................................(5)

Model indeks tempat tumbuh dapat disusun dari persamaan (4) dengan cara
memasukkan umur indeks yang telah ditentukan, seperti tertera dalam persamaan
6 di bawah ini :

(

Si = a 1 − e −0,096(7)

)

23,806

atau

(

Si = a 1 − e −0,673

)

23,806

......................(6)

Dari persamaan (6) dapat ditentukan nilai-nilai indeks tempat tumbuh setiap
plot contoh yang diambil sehingga sebaran nilai indeks tempat tumbuh yang ada
di areal rawa gambut PT. Wirakarya Sakti Jambi dapat diketahui. Nilai-nilai
indeks tempat tumbuh yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk
pembonitaan. Dari hasil perhitungan, nilai indeks tempat tumbuh terendah adalah
sebesar 7,31 meter sedangkan yang tertinggi adalah 28,53 meter. Nilai-nilai
indeks tempat tumbuh dari setiap plot contoh dapat dilihat pada Lampiran 1.
Dari hasil perhitungan nilai-nilai indeks tempat tumbuh yang diperoleh
menunjukkan bahwa jarak antara nilai indeks tempat tumbuh terendah dan
tertinggi yang cukup lebar. Hal ini mengandung arti bahwa nilai-nilai indeks
tempat tumbuh yang ada di areal PT. Wirakarya Sakti Jambi cukup beragam.
Keragaman nilai indeks tempat tumbuh dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan peninggi tegakan. Kramer dan Kozlowski
(1960) menyebutkan bahwa pertumbuhan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu
faktor genetis, faktor lingkungan dan tindak silvikultur yang dilakukan pada
tegakan.
Acacia

crassicarpa

merupakan

tanaman

pokok

alternatif

untuk

dikembangkan dalam kegiatan pengelolaan hutan tanaman industri di PT.
Wirakarya Sakti Jambi karena sifatnya cukup adaptif pada lahan rawa gambut
yang mempunyai tingkat keasaman tinggi. Selain variasi kesuburan tempat
tumbuh, keragaman nilai indeks tempat tumbuh yang diperoleh diduga
dipengaruhi oleh keragaman genetik spesies. Soerianegara dalam Suhendang
(1991) mengemukakan bahwa keragaman pada susunan genetik dapat
menyebabkan perbedaan ketahanan tanaman terhadap geografis tempat tumbuh,
dalam hal ini adalah ketahanan terhadap genangan air serta keasaman tempat
tumbuh pada areal rawa gambut. Variasi susunan genetis juga mempengaruhi
keragaman kecepatan tumbuh serta daya tahan pohon terhadap penyakit.

Dalam kegiatan di lapangan, model pertumbuhan peninggi yang diperoleh
dapat dipergunakan untuk menaksir indeks tempat tumbuh tegakan Acacia
crassicarpa jika diketahui peninggi tegakan pada umur saat pengukuran
dilakukan. Berikut ini persamaan untuk mencari nilai indeks tempat tumbuh
tegakan jika diketahui peninggi pada umur tertentu :
Si (1 − e −0,096t )

23,806

H=
Si =

.............................................................................(7)

(1 − e −0,673 ) 23,806
H

(
(

 1 − e −0,096t

−0,673
 1 − e

) 
) 

23,806

.............................................................................(8)

Penyusunan Kurva Bonita
Nilai indeks tempat tumbuh terendah yang diperoleh adalah 7,31 meter dan
tertinggi 28,53 meter. Nilai indeks tempat tumbuh ini merupakan dasar dalam
penentuan jumlah kelas bonita, serta untuk menentukan nilai-nilai peninggi setiap
umur dalam tiap kelas bonita yang dibuat. Nilai peninggi setiap umur untuk
pembonitaan dapat dihitung menggunakan persamaan (5) dan (4), yaitu dengan
menghitung nilai koefisien regresi model terlebih dahulu sebelum menentukan
nilai peninggi dari setiap umur tegakan. Hasil pembonitaan disajikan pada Tabel
6.

Tabel 6. Pengelompokkan Nilai-N