Mitigasi Bencana Banjir Pada Kawasan Permukiman Di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat

MITIGASI BENCANA BANJIR PADA KAWASAN PERMUKIMAN
DI KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT

ISWANDI U.

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

E
RN

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Mitigasi Bencana
Banjir Pada Kawasan Permukiman Di Kota Padang, Provinsi Sumatera

Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Iswandi U.
NRP. P062130071

iv

RINGKASAN
ISWANDI U. Mitigasi Bencana Banjir Pada Kawasan Permukiman Di Kota
Padang, Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing Oleh WIDIATMAKA, BAMBANG
PRAMUDYA, dan BABA BARUS.
Indonesia merupakan kawasan yang memiliki iklim tropika basah,
sehingga memiliki intensitas curah hujan hampir merata sepanjang tahuun.

Tingginya intensitas curah hujan dan perubahan penggunaan lahan mendorong
terjadinya bencana banjir.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun mitigasi banjir pada
kawasan permukiman di Kota Padang. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut
maka tujuan utama dijabarkan dalam beberapa tujuan khusus penelitian, yaitu
menentukan luasan dan zonasi kawasan rawan dan berisiko banjir, mengevaluasi
kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman pada kawasan rawan banjir,
menentukan zonasi risiko banjir dan pola ruang pada zona sesuai untuk
permukiman, dan menentukan hirarki kelembagaan untuk mitigasi banjir pada
kawasan permukiman rawan banjir di Kota Padang. Metode penelitian yang
digunakan adalah zonasi kawasan rawan dan risiko banjir menggunakan analisis
Multi Criteria Evaluation (MCE), evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman
menggunakan metode MCE dan faktor pembatas, menganalisis risiko banjir dan
pola ruang pada zona sesuai untuk permukiman ditentukan dengan overlay
menggunakan analisis sistem inforfamsi geografi, dan untuk menentukan hirarki
kebijakan dalam mitigasi untuk kawasan permukiman rawan banjir menggunakan
teknik ISM.
Hasil penilaian pakar dalam penentuan bobot bahaya banjir menunjukkan
bobot tertinggi adalah elevasi (24%), sebaliknya bobot terendah yakni frekuensi
banjir (7.4%). Hasil analisis tingkat bahaya banjir di Kota Padang berdasarkan

kelas bahaya banjir menunjukkan terdapat seluas 9 531 ha termasuk pada kawasan
bahaya tinggi, 10 220 ha merupakan kawasan bahaya sedang, dan 49 745 ha
merupakan kawasan kategori bahaya rendah. Selain itu, hasil analisis kerentanan
di Kota Padang menunjukkan bahwa terdapat lima kecamatan dengan indeks
kerentanan tinggi, yaitu Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Utara,
Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Padang Timur, dan Kecamatan Lubuk
Begalung. Selanjutnya, indeks upaya penanggulangan risiko banjir berdasarkan
penilaian pakar berdasarkan indikator HFA pada wilayah penelitian berada pada
kelas sedang yakni sebesar 0.6. Hasil analisis risiko banjir di wilayah penelitian
menunjukkan terdapat luasan zona risiko banjir rendah sebesar 59 881 ha
(86.2%), zona risiko banjir sedang sebesar 3 925 ha (5.6%), dan zona risiko tinggi
sebesar 5 690 ha (8.2%)
Hasil penilaian pakar dalam penentuan bobot untuk kesesuaian lahan
kawasan permukiman menunjukkan bahwa nilai bobot rawan longsor paling
tinggi adalah sebesar 27.2 %, sedangkan intensitas curah hujan memiliki nilai
bobot paling rendah yakni sebesar 7.6%. Selain itu, nilai bobot indikator yang lain
adalah: a) kerawanan banjir (25.2%); b) lereng (14.5%); c) tipe geologi (7.6%);
dan d) jenis tanah (8.5%). Hasil analisis kesesuaian lahan untuk permukiman di
Kota Padang dengan metode MCE menunjukkan bahwa terdapat 12 543 ha
(18%) luas zona lahan yang sangat sesuai (S1) untuk permukiman; seluas 52 390


v

ha (75.4%) zona lahan yang sesuai (S2) untuk permukiman; terdapat 4 279 ha
(6.2%) luas zona lahan yang sesuai marjinal (S3) untuk permukiman; dan seluas
285 ha (0.8%) zona tidak sesuai (N) untuk permukiman. Sedangkan analisis
dengan menggunakan metode faktor pembatas menunjukkan bahwa terdapat
terdapat seluas 2 772 ha (4%) zona sangat sesuai (S1) untuk permukiman, seluas
20 127 ha (29%) zona sesuai (S2) untuk permukiman, seluas 38 546 ha (55.5%)
zona sesuai marjinal (S3) untuk permukiman, dan seluas 8 051 ha (11.6%) zona
tidak sesuai (N) untuk permukiman.
Hasil overlay kesesuaian lahan metode MCE dengan penggunaan lahan
tahun 2014 di Kota Padang menunjukkan bahwa: a) sebesar 57% kawasan
permukiman terbangun berada pada zona sesuai (S2); b) kawasan permukiman
masuk kategori sangat sesuai (S1) sebesar 33.3%; c) sebesar 8.8% kawasan
permukiman berada pada zona marjinal (S3); dan d) kawasan permukiman masuk
pada kategori tidak sesuai (N) yakni sebesar 0.2%. Selanjutnya, hasil analisis
perbandingan kesesuaian lahan untuk permukiman dengan risiko banjir di Kota
Padang dapat disimpulkan bahwa: a) terdapat zona permukiman sangat sesuai
(S1) dengan tingkat risiko rendah sebesar 12.1%; b) zona permukiman sesuai (S2)

dengan tingkat risiko rendah merupakan zona terluas yaitu sebesar 67.9%; c)
sebesar 2.8% merupakan zona permukiman sangat sesuai (S1) dengan tingkat
risiko tinggi; d) pada zona permukiman tidak sesuai (N) dari 0.4% luas kawasan
sebesar 0.3% merupakan risiko rendah dan 0.1% merupakan risiko sedang. Selain
itu, hasil overlay kesesuian lahan untuk permukiman menggunakan metode MCE
dengan pola ruang menunjukkan bahwa seluas 6 543 ha (38.8%) merupakan pola
ruang untuk permukiman dengan indeks sangat sesuai (S1), 7.484 ha (52.5%)
merupakan indek sesuai (S2), seluas 1 221 ha (8.6%) merupakan indeks sesuai
marjinal (S3), dan seluas 21 ha (0.1%) merupakan indeks tidak sesuai (N).
Analisis hirarki kebijakan menunjukkan pada elemen stakeholder bahwa
sub elemen kunci dan memiliki kekuatan yang tinggi yaitu pemerintahan kota,
provinsi dan pusat. Pada elemen kendala yang menjadi sub elemen kunci adalah
masih lemahnya penegakan hukum bagi pelanggaran tata ruang. Selain itu, pada
elemen perubahan yang diharapkan sub elemen kunci adalah penetapan peraturan
bangunan dan zoning regulation; peningkatan koordinasi/kerjasama antar instansi
yang bertanggungjawab terhadap penataan ruang; dan peningkatan konsistensi
penerapan regulasi yang berkaitan dengan pengendalian ruang.
Penelitian ini menyarankan kepada: a) pemerintah daerah untuk tidak
mengeluarkan izin pengembangan permukiman pada wilayah yang memiliki
tingkat kerawanan dan resiko tinggi terhadap banjir; b) Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang agar mesosialisasikan secara aktif kawasan
dengan tingkat bahaya dan risiko tinggi dalam rangka mitigasi bencana banjir; dan
c) pengembangan permukiman agar membangun permukiman pada kawasan yang
sesuai dengan peruntukan serta tidak memiliki tingkat bahaya dan risiko bencana.
Kata kunci : kesesuaian lahan permukiman, mitigasi, rawan banjir, risiko banjir.

vi

SUMMARY
ISWANDI U. Flood Disaster Mitigation for Settlement Area In Padang, West
Sumatera Province. Supervised by WIDIATMAKA, BAMBANG PRAMUDYA,
dan BABA BARUS.
Indonesia is a wet tropical climate contry so that it has rainfall intensity
almost throughout the year. High rainfall intensity and coud of land use encourage
flood to be happened.
The objectives of this research are: a) to determine the extents and
deliniate flood risk area in research’s area, b) to evaluate land appropriation for
settlement in flood risk area, c) to determine the connection between appropriate
settlement land at risk flood area and space pattern at reasearch’s area, and d) to
define the institutional hirarchy for flood mitigation in risk flood area at research’s

region. Research methodology used were: a) to deliniate is Multi Criteria
Evaluation analysis, b) appropriate land use is using GIS analysis, c)
determination of connection between appropriate settlement land at risk flood area
and space pattern at reasearch’s area is defined by overlay using GIS analysis, and
d) to define policy hirarchy for flood mitigation at flood risk sttlement area is
using Interpretative Structural Modelling (ISM) technique.
Appraisal from expert result in determination of hazard weight showed the
highest, namely elevation (24%), meanwhile the lowest is flood frequency (7.4%).
Analysis result of flood hazard level in research’s area based on flood hazard
classification showed 9 531 ha were high hazard area, 10 220 ha were moderate
hazard area, and 49 745 ha ar low hazard area. Besides, analysis result of
susceptibility in Padang shows there are 5 districts which have high susceptibility
index, namely Padang Barat District, Padang Utara District, Naggalo District,
Padang Timur District, and Lubuk Begalung District. Next, index flood risk
reduction efforts in research’s area based on expert appraisal of used indicator for
capacity were HFA indicator on the research area is at the intermediate class and
the value is 0.6. Therefor, analysis result of flood risk in the research area shows
there are 59.81 ha (86.2%) of low flood risk zone, 3 925 ha (5.6%) of intermediate
flood risk zone, and 5 690 ha (8.2%) of high flood risk zone.
Expert’s estimation on classifying weight of The suitability of settlement

land shows the value of the highest landslide risk is 27.2% meanwhile rainfall
intensity has the lowest weight at 7.6%. Besides, other weight indicator values
are: a) flood risked (25.2%); b) the slope (14.5%);c) geology type (7.6%); d) soil
type (8.5%). Next, result of land’s compability for settlement in Padang with
MCE method can be concluded as: there were 12 543 ha (18%) very suitable for
settlement; 52 390 ha (75.4%) were suitable for settlement; 4 279 ha (6.2%) were
compatible with marginal for settlement; 285 ha (0.8%) were unsuitable for
settlement. Meanwhile if using limiting factor shows there were 2 772 ha (4%)
very suitable for settlement; 20 127 ha (29%) were suitable for settlement; 38 546
ha (55.5%) were compatible with marginal for settlement; 8 051 ha (11.6%) were
unsuitable for settlement
Overlay result between land suitablity using MCE method with land use in
2014 at Padang shows that : a) 57% built settlement areas were in the suitable
zones; b) settlement zones in very suitable category were 33.3%; c) settlement at

vii

marginal zone were 8%; and d) unsuitble areas for settlement were 0.2%. Nest,
results of comparison between land suitability and flood risk in Padang can be
concluded as: a) very suitable zone for settlement with low risk were 12.1%; b)

suitable zone for settlement with low risk were the greatest zone and the value is
67.9%; c) 2.8% were very suitable zone with hish risk; d) at unsuitable zone for
settlement from 0.4% areas, 0.3% were have low risk and 0.1% were have
intermediate risk. Besides, overlay result for land suitability for settlement using
MCE method with space pattern shows 6 543 ha (38.8%) were space pattern for
settlement with very suitable index, 7 484 ha (52.5%) were suitable index, 1 221
ha (8.6%) were suit with marginal index, and 21 ha (0.1%) were unsuitable index.
Policy hirarchy analysis result showed on stakeholder element that key of
sub element has high power is province and sentral governance. On obstacle
elements to be a key of sub element is the weakness of law enforcement for
violation of spatial. Besides, on elements of the expected changes isdetermination
of building regulations and zoning regulation, increase coordination/cooperation
among government agencies that were responsible for spatial planning, and
increase consistency of application of regulations relating to the control space.
This research suggest that: a) to regional governance to unallow residential
development at high risk and flood hazard area; b) to regional disaster
management Agency for activly socialization the high risk and flood hazard in
order to mitigate flood disaster; and c) to residential development in order to build
settlements on appropriate area and doesn’t has disaster and hazard risk.
Key word : flood hazard, flood risk, land appropriate settlement, and mitigation.


viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ix

MITIGASI BENCANA BANJIR PADA KAWASAN PERMUKIMAN
DI KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT

ISWANDI U.


Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

x

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS
Dr. Drs. Boedi Tjahjono, M.Sc

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS
Prof. Dr. Syamsul Maarif, MSi

xi

HALAMAN PENGESAHAN DISERTASI
Judul

: Mitigasi Bencana Banjir Pada Kawasan Permukiman Di Kota
Padang, Provinsi Sumatera Barat
Nama
: Iswandi U.
NRP
: P062130071
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA
Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng
Anggota

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S

Dr. Ir. Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian Tertutup : 10 Agustus 2016
Tanggal Sidang Promosi: 30 Agustus 2016

Tanggal Lulus :.........................

xii

PRAKATA
Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang, atas kehendakNya, disertasi yang berjudul Mitigasi
Bencana Banjir Pada Kawasan Permukiman Di Kota Padang, Provinsi
Sumatera Barat dapat diselesaikan. Disertasi ini merupakan arahan untuk
penelitian mitigasi untuk permukiman rawan banjir dan hirarki kebijakan mitigasi
kawasan permukiman rawan banjir.
Dalam kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus
kepada semua pihak yang telah memberikan berbagai masukan dalam
penyelesaian disertasi ini, khususnya kepada Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA.,
sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya
Noorachmat, M.Eng., serta Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc., sebagai anggota
komisi pembimbing. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S selaku Ketua Program Studi PSL IPB. Selanjutnya,
ucapan terimakasih dan penghargaan penulis juga sampaikan kepada Ibu Prof. Dr.
Ir. Euis Sunarti, M.S, Bapak Dr. Drs. Boedi Tjohjono, M.Sc, dan Bapak Prof. Dr.
Syamsul Maarif, M.Si sebagai penguji pada ujian tertutup dan ujian terbuka.
Akhir kata, tidak ada gading yang tak retak, segala kekurangan serta kritik
dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang dada. Mudahmudahan disertasi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Terima
Kasih.
Bogor, Agustus 2016

Iswandi U.

xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kerangka Pemikiran
Manfaat Penelitian
Kebaruan (Novelty)
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mitigasi Bencana
Perubahan Penggunaan Lahan
Dinamika Permukiman
Bencana Banjir
Definisi Banjir
Faktor Penyebab Banjir
Kerawanan, Kerentanan dan Risiko Banjir
Analisis GIS dalam Menentukan Risiko Banjir
3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Tahapan dan Rancangan Penelitian
4 KONDISI WILAYAH PENELITIAN
Letak dan Batas Wilayah Penelitian
Kondisi Hidrologi Wilayah Penelitian
Kondisi Demografi Wilayah Penelitian
5 ZONASI KAWASAN RAWAN DAN RISIKO BANJIR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Zonasi Kerawanan Banjir
Zonasi Kerentanan dan Upaya Penanggulangan Risiko Banjir
Zonasi Risiko Banjir
Hasil Penelitian
Zonasi Kawasan Rawan Banjir
Zonasi Kerentanan dan Upaya Peanggulangan Risiko Banjir
Zonasi Risiko Banjir
Pembahasan
Simpulan
6 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Pembahasan
Simpulan

xiv
xv
xvii
1
1
3
4
5
6
7
9
9
10
11
14
14
15
17
18
20
20
20
20
26
26
26
28
31
31
32
32
37
43
43
43
49
50
52
58
59
59
60
67
71
75

xiv

7

RISIKO BANJIR DAN RENCANA POLA RUANG PADA
LAHAN SESUAI UNTUK PERMUKIMAN
Latar Belakang
Metode Penelitian
Perbandingan Kesesuaian Lahan Permukiman dengan Penggunaan
Lahan 2014
Perbandingan Kesesuaian Lahan Permukiman dengan Risiko Banjir
Perbandingan Kesesuaian Lahan Permukiman dengan Pola Ruang
Simpulan
8
HIRARKI KELEMBAGAAN MITIGASI UNTUK KAWASAN
PERMUKIMAN RAWAN BANJIR
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Elemen Stakeholder
Elemen Kendala
Elemen Perubahan yang Diharapkan
Pembahasan
Simpulan
9
PEMBAHASAN UMUM
10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

77
77
79
79
81
84
85
86
86
87
88
88
91
93
96
97
99
104
104
106
107
140

xv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Kriteria kesesuaian lahan untuk permukiman
Matrik jenis, sumber data dan metode analisis model mitigasi
kawasan permukiman rawan banjir
Kecamatan di Kota Padang dan jumlah kelurahan
Nama sungai di Kota Padang
Tingkat kepadatan penduduk di Kota Padang
Kriteria penilaian dalam AHP
Tingkatan dan indikator ketahanan daearah dalam
menghadapi bencana banjir
Indikator kapasitas penanggulangan bencana banjir
Indikator bahaya banjir
Kelas interval bahaya banjir
Kelas interval kerentanan banjir
Kelas interval resiko banjir
Potensi risiko banjir terhadap fasilitas social di Kota Padang
Kriteria kesesuaian lahan untuk permukiman metode MCE
Kelas interval kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman
Kriteria kesesuaian lahan untuk permukiman metode limiting
factor
Persentase perbandingan evaluasi kesesuaian lahan
menggunakan metode MCE dan limiting factor dengan
ketersediaan lahan untuk permukiman
Perbandingan hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk
permukiman antara metode MCE dengan metode limiting
factor di Kota Padang
Hasil perbandingan kesesuaian lahan metode MCE dengan
penggunaan lahan tahun 2014 di Kota Padang
Hasil perbandingan kesesuaian lahan metode MCE dengan
risiko banjir di Kota Padang
Hasil perbandingan kesesuaian lahan dengan metode MCE
dengan pola ruang di Kota Padang
Reachability matrix final elemen stakeholder yang terlibat
dalam mitigasi untuk kawasan permukiman rawan banjir di
Kota Padang
Reachability matrix final elemen kendala dalam mitigasi
untuk kawasan permukiman rawan banjir di Kota Padang
Reachability matrix final elemen perubahan yang diharapkan
dalam mitigasi kawasan permukiman rawan banjir di Kota
Padang
Matriks langkah-langkah mitigasi bencana banjir pada
kawasan permukiman rawan dan berisiko banjir di Kota
Padang

14
22
26
27
29
36
42
42
44
45
49
50
57
64
65
65
71
73
80
83
84
89
91
94
102

xvi

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran mitigasi untuk kawasan permukiman
rawan banjir di Kota Padang
2 Keterbatasan ketersediaan lahan
3 Lokasi wilayah penelitian
4 Tahap penelitian dan alat analisis
5 Peta distribusi sungai di Kota Padang
6 Grafik jumlah penduduk di Kota Padang periode 2009 – 2013
7 Grafik angka beban ketergantungan penduduk di Kota Padang
8 Piramida penduduk Kota Padang
9 Grafik rata-rata curah hujan bulanan di Kota Padang periode
1975-2012
10 Grafik rata-rata curah hujan tahunan di Kota Padang periode
1975-2012
11 Peta curah hujan (a), peta jenis tanah (b), peta bentuk lahan (c),
peta lereng (d) di Kota Padang
12 Peta elevasi (a), peta frekuensi banjir (b), peta penggunaan
lahan 2014 (c) di Kota Padang
13 Peta kepadatan penduduk (a), peta pola permukiman (b), dan
peta rasio kemiskinan (c) di Kota Padang
14 Grafik persebaran permukiman di Kota Padang
15 Peta rasio kelompok umur (a) dan rasio jenis kelamin (b) di
Kota Padang
16 Grafik tingkat bahaya banjir di Kota Padang
17 Peta rawan banjir di Kota Padang
18 Grafik tingkat bahaya banjir tinggi di Kota Padang
19 Grafik tingkat bahaya banjir sedang di Kota Padang
20 Grafik tingkat bahaya banjir rendah di Kota Padang
21 Peta titik validasi bahaya banjir (a), dan peta banjir berdasarkan
kecamatan (b) di Kota Padang
22 Grafik kerentanan banjir di Kota Padang
23 Peta zona kerentanan banjir di Kota Padang
24 Grafik persentase risiko banjir di Kota Padang
25 Peta zona risiko banjir di Kota Padang
26 Peta zonasi banjir hasil penelitian (a), zonasi bahaya banjir
BPBD Kota Padang (b) di wilayah penelitian
27 Peta penggunaan lahan permukiman pada berbagai zona bahaya
banjir di Kota Padang
28 Peta penggunaan lahan permukiman pada berbagai zona
kerentanan banjir di Kota Padang
29 Peta penggunaan lahan permukiman pada berbagai zona risiko
banjir di Kota Padang

6
11
21
25
27
28
29
30
32
33
34
35
38
39
40
46
46
47
47
48
48
49
50
51
51
54
54
55
56

xvii

30 Peta lereng (a), peta bahaya longsor (b), peta bahaya banjir (c),
peta jenis hutan (d) di Kota Padang
31 Peta jenis tanah (a), peta curah hujan (b), peta tipe geologi (c)
di Kota Padang
32 Pola ruang (a) dan penggunaan lahan (b) di Kota Padang
33 Grafik persentase kesesuaian lahan untuk permukiman di Kota
Padang
34 Zona kesesuaian lahan untuk permukiman dengan metode MCE
di Kota Padang
35 Grafik zona kesesuaian lahan untuk permukiman dengan
metode limiting factor di Kota Padang
36 Zona kesesuaian lahan untuk permukiman dengan metode
limiting factor di Kota Padang
37 Grafik perbandingan metode MCE dan metode limiting factor
di Kota Padang
38 Peta perbandingan metode MCE dan metode limiting factor di
Kota Padang
39 Zona ketersediaan lahan untuk permukiman (a), overlay
kesesuaian lahan untuk permukiman metode MCE dengan
ketersediaan lahan (b), dan overlay kesesuaian lahan untuk
permukiman metode limiting factor dengan ketersediaan lahan
(c) di Kota Padang
40 Grafik dinamika penggunaan lahan permukiman di Kota
Padang
41 Peta perbandingan kesesuaian lahan metode MCE (a), metode
limiting factor (b), dengan kawasan hutan (c) di Kota Padang
42 Peta perbandingan kesesuaian lahan metode MCE (a), metode
limiting factor (b), dengan kawasan rawan longsor (c) di Kota
Padang
43 Peta perbandingan kesesuaian lahan metode MCE (a), metode
limiting factor (b), dengan kawasan kemiringan lereng (c) di
Kota Padang
44 Peta perkembangan permukiman di Kota Padang

62

45 Peta perbandingan antara kesesuaian lahan untuk permukiman
menggunakan metode MCE dengan penggunaan lahan
permukiman tahun 2014 di Kota Padang
46 Kawasan permukiman dengan tingkat bahaya banjir (a), dan
tingkat kerentanan banjir (b) di Kota Padang
47 Kawasan permukiman dengan tingkat risiko di Kota Padang
48 Peta perbandingan antara kesesuaian lahan untuk permukiman
menggunakan metode MCE dengan risiko banjir di Kota
Padang
49 Peta perbandingan antara kesesuaian lahan untuk permukiman
dengan pola ruang di Kota Padang
50 Matriks driver power dan dependence untuk elemen tujuan
program

80

63
66
67
67
68
68
69
69
70

72
73
74
75
78

82
82
83
85
88

xviii

51 Hubungan antara driver power dengan dependence pada
elemen stakeholder yang terlibat dalam mitigasi untuk kawasan
permukiman rawan banjir di Kota Padang
52 Struktur hirarki lembaga yang terlibat dalam mitigasi untuk
kawasan permukiman rawan banjir di Kota Padang
53 Hubungan antara driver power dengan dependence pada
elemen kendala dalam mitigasi untuk kawasan permukiman
rawan banjir di Kota Padang
54 Struktur hirarki kendala dalam mitigasi untuk kawasan
permukiman rawan banjir di Kota Padang
55 Hubungan antara driver power dengan dependence pada
elemen perubahan yang diharapkan dalam mitigasi untuk
kawasan permukiman rawan banjir di Kota Padang
56 Struktur hirarki perubahan yang diharapkan dalam mitigasi
untuk kawasan permukiman rawan banjir di Kota Padang
57 Permukiman bahaya banjir (a), permukiman rentan banjir (b),
dan permukiman risiko banjirdi (c) di Kota Padang
58 Zona perioritas pengembangan kawasan permukiman di Kota
Padang

90
90
92
93
95
95
101
103

xix

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hasil analisis perbandingan berpasangan dalam penentuan
bobot dan harkat kerawanan banjir
Hasil analisis perbandingan berpasangan dalam penentuan
bobot evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman
Rata-rata curah hujan (mm) di Kota Padang periode 1975 -2012
Hasil analisis hirarki kebijakan mitigasi untuk kawasan
permukiman rawan banjir
Titik validasi banjir
Indeks kapasitas penanggulangan banjir
Peta satuan lahan Kota Padang
Hasil analisis kesesuaian lahan untuk permukiman dengan
metode limiting factor
Hasil analisis perioritas pengembangan kawasan permukiman

115
125
127
128
132
134
136
137
139

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan merupakan proses pemanfaatan sumberdaya
alam secara optimal dengan menyeimbangkan ketersediaan sumberdaya alam dan
kebutuhan manusia saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi yang akan
datang (WCED 1987). Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tuntutan
kebutuhan manusia menyebabkan manusia mengeksploitasi sumberdaya alam
tanpa memperhatikan kemampuan dan daya dukung lingkungan. Sebagai
akibatnya, terjadi penurunan kualitas lingkungan (Muta'ali 2012). Pembangunan
berkelanjutan memiliki tiga makna yakni a) pemanfaatan sumberdaya alam untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengabaikan kebutuhan generasi di
masa yang akan datang; b) pemanfaatan sumberdaya alam tidak melebihi daya
dukung lingkungan; dan c) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam.
Masalah kependudukan merupakan masalah penting di dunia, terutama bagi
negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu
permasalahan kependudukan itu adalah pertambahan penduduk yang pesat.
Pertumbuhan penduduk yang pesat akan mendorong perubahan penggunaan lahan
antara lain untuk tempat tinggal dan fasilitas pembangunan. Luas daratan
permukaan bumi relatif tetap sedangkan kebutuhan manusia akan ruang tempat
tinggal terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Jumlah penduduk dunia saat ini sekitar 7.1 milyar dan Indonesia memiliki
jumlah ke empat terbanyak di dunia yakni 238 juta jiwa. Jumlah penduduk dunia
1 milyar terjadi pada tahun 1804 dan membutuhkan waktu 123 tahun untuk
mencapai 2 milyar. Namun pada abad ke 20 waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai 6 milyar hanya 72 tahun. Berarti pertumbuhan penduduk dunia dari
waktu ke waktu semakin relatif cepat. Demikian juga yang terjadi di Indonesia,
antara tahun 1950 sampai dengan tahun 2010 pertumbuhan penduduk sekitar 1.4–
2.6 persen/tahun (Kodoatie 2013). Periode 2009-2014 tingkat pertumbuhan ratarata penduduk di Kota Padang sebesar 1.6 persen/tahun (BPS 2015).
Pembangunan yang pesat telah menyebabkan perubahan pola penggunaan
lahan, dimana ruang terbangun semakin bertambah luas dan mendesak ruangruang alami untuk berubah fungsi. Fenomena tersebut umumnya terjadi pada
wilayah perkotaan, dimana perubahan penggunaan lahan berlangsung dengan
sangat dinamis (Pribadi et al. 2006).
Tersedianya berbagai fasilitas dan kemudahan di daerah perkotaan
mendorong terjadinya peningkatan urbanisasi dari daerah perdesaan, sehingga
daerah perkotaan berkembang seiring dengan laju urbanisasi. Sebagai
konsekuensinya maka terjadi perubahan penggunaan lahan. Akibatnya terjadi
eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, perubahan tata guna lahan yang tak
terkendali, dan menurunnya daya dukung lingkungan. Salah satu dampak dari
aktivitas tersebut adalah peningkatan bencana khususnya banjir baik dari segi
kuantitas maupun kualitas (Kodoatie 2013).

2

United Nations Development Programme/UNDP (1997) menjelaskan bahwa
ada dua permasalahan pokok dalam bidang permukiman yang dalam jangka
panjang masih akan dihadapi Indonesia, yaitu: (1) pembangunan permukiman
baru untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk. Diperkirakan 1.75 juta unit
rumah dan sekitar 30 000 ha tanah permukiman tiap tahun harus dibangun untuk
mengakomodasi pertumbuhan penduduk sampai dengan tahun 2020 dan (2)
pengelolaan permukiman yang telah ada untuk meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia dan sumberdaya sosial yang hidup di dalamnya.
Berdasarkan data BPS Kota Padang periode 1981-2014 lahan yang
digunakan untuk permukiman mengalami perluasan. Pada tahun 1981 luas
permukiman sebesar 4.4% dari luas wilayah, pada tahun 1995 lahan yang
digunakan untuk permukiman meningkat menjadi 11.9% dari luas wilayah.
Selanjutnya, pada tahun 2007 berkembang menjadi 16.2% dari luas wilayah, dan
akhir tahun 2014 lahan permukiman berubah menjadi 16.5% dari lahan Kota
Padang seluas 69 496 ha. Dengan terjadinya dinamika permukiman akibat
perubahan penggunaan lahan, salah satu masalah yang timbul di Kota Padang
adalah banyaknya daerah-daerah yang tidak sesuai untuk permukiman
dimanfaatkan oleh penduduk untuk mendirikan perumahan.
UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara tegas menyatakan
bahwa dalam penyusunan rencana tata ruang, terutama untuk kawasan
permukiman, harus memperhatikan dan menghindari kawasan rawan bencana.
Kenyataan yang ada pada saat ini, dengan meningkatnya pertambahan jumlah
penduduk, peningkatan perluasan permukiman, baik permukiman yang terencana
atau tidak terencana telah berkembang pada kawasan resapan di banyak wilayah
di Indonesia.
Perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun berdampak terhadap
peningkatan banjir karena sistem pengendali banjir dan drainase menjadi sangat
kurang, ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat untuk daerah resapan,
penyimpanan air tanah dan sebagai sumber oksigen cenderung berkurang.
Terjadinya invasi penggunaan lahan untuk pembangunan kawasan pemukiman
baru dan peningkatan infrastruktur pada wilayah-wilayah yang semestinya
menjadi daerah preservasi dan konservasi alami untuk melestarikan sumberdaya
alam khususnya air permukaan dan air tanah (Kodoatie 2013).
Berdasarkan pengamatan Jha et al. (2011) beberapa kota di seluruh dunia
rentan terhadap banjir. Dampak banjir yang ada pada saat ini dan ke depan
menuntut semakin mendesaknya untuk membuat pengelolaan risiko banjir di
wilayah tempat tinggal perkotaan sebagai prioritas tinggi dalam agenda politik
dan kebijakan. Memahami sebab-sebab dan efek-efek banjir dan melakukan
rancangan, investasi dan implementasi tindakan-tindakan banjir yang
meminimalisasi risiko merupakan kewajiban dari pakar pembangunan dan
merupakan bagian dari tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas.
Kota Padang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Barat yang
berada di pantai barat Pulau Sumatera. Sebagai ibu kota provinsi, pada awalnya
pembangunan permukiman berkembang di sepanjang pantai. Namun setelah
kejadian tsunami di Provinsi Aceh tahun 2004 menyebabkan perubahan pola
pengembangan permukiman. Permukiman yang banyak berkembang di sepanjang
pantai berubah berkembang ke dataran yang lebih tinggi. Perubahan pola
pengembangan permukiman berdampak terhadap luasan daerah banjir dan

3

frekuensi kejadian bencana banjir di Kota Padang. BPBD Kota Padang mencatat
bahwa telah terjadi peningkatan perluasan daerah genangan banjir di wilayah
penelitian dari tahun 2009-2012. Peningkatan dan perluasan daerah banjir di Kota
Padang tidak terlepas dari perubahan penggunaan lahan terbuka (resapan) menjadi
lahan terbangun, khususnya untuk pengembangan permukiman.
Perubahan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi lahan terbangun akan
mendorong terjadinya perluasan daerah berisiko banjir. Hal ini terjadi karena
semakin sempitnya ruang untuk air melakukan infiltrasi, dan sebaliknya terjadi
peningkatan aliran permukaaan dan wilayah genangan. Di Kota Padang antara
tahun 1988-2014 telah terjadi dinamika tutupan lahan. Lahan terbangun
(permukiman) terus bertambah luasannya, sebaliknya luasan daerah resapan
mengalami penyempitan dari tahun ke tahun. Luas ruang terbuka hijau (RTH) di
Kota Padang sebesar 95.6% dari luas wilayah pada tahun 1988 dan mengalami
penyempitan menjadi 88.1% dari luas wilayah tahun 1998, tahun 2008 berkurang
menjadi 83.8% dari luas wilayah, dan pada tahun 2014 berkurang menjadi 83.5%
dari luas wilayah. Antara tahun 1988-2014 RTH di Kota Padang mengalami
konversi menjadi lahan terbangun sebesar 12.1% dari luas wilayah (BPS 2015).
Kawasan permukiman di Kota Padang sebagian besar berkembang pada
wilayah yang secara geomorfologi terbentuk oleh proses fluvial. Proses fluvial
yang mendorong pembentukan Kota Padang antara lain berasal dari DAS Kuranji,
DAS Arau, DAS Airdingin dan DAS Kandih. Secara geomorfologi kawasan
fluvial merupakan kawasan yang rentan terhadap banjir. Berdasarkan data Dinas
Pekerjaan Umum/DPU Sumatera Barat (2014) pada tahun 1988 sekitar 7% dari 3
157 ha permukiman mengalami banjir, pada tahun 1998 meningkat menjadi 13%
dari 8 288 ha luas permukiman, pada tahun 2008 meningkat menjadi 24% dari 11
287 ha luas permukiman, dan tahun 2014 meningkat menjadi 32% dari 11 477 ha.
Bertambah luasnya kawasan terkena banjir disebabkan banyaknya pengembangan
permukiman tanpa mempertimbangkan kesesuaian lahan untuk permukiman.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menganggap bahwa penelitian
bencana banjir ini penting karena beberapa faktor: (a) pertumbuhan penduduk di
Kota Padang dari waktu ke waktu terus meningkat sehingga akan membutuhkan
lahan untuk permukiman, (b) semakin berkurangnya daerah resapan menjadi
daerah terbangun, (c) terjadinya perluasan dan frekuensi bencana banjir dari
waktu ke waktu, dan (d) terjadi pemindahan pusat pemerintahan. Oleh karena itu,
penelitian ini diberi judul “Mitigasi Bencana Banjir Pada Kawasan Permukiman
Di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat”.
Perumusan Masalah
Kota Padang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Barat.
Sebagai pusat pemerintahan, pembangunan berkembang dengan pesat dalam
rangka pemenuhan sarana dan prasarana. Pada periode 1981-2014 angka
pertumbuhan kawasan permukiman di Kota Padang sebesar 0.4 persen/tahun.
Semakin luasnya kawasan permukiman menyebabkan terjadinya pengurangan
lahan resapan, mengakibatkan semakin luasnya daerah genangan banjir. Untuk itu
perlu menentukan luasan zona berisiko dan rawan banjir di Kota Padang.
Pertumbuhan penduduk Kota Padang dari waktu ke waktu mengalami
peningkatan menjadi 1.6 persen/tahun (BPS 2015). Peningkatan pertumbuhan

4

penduduk tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan kawasan
permukiman. Keterbatasan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan
permukiman di Kota Padang menyebabkan terjadinya pemanfaatan lahan yang
tidak sesuai dengan penggunaannnya. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
dengan penggunaannya menimbulkan kerusakan lahan dan menimbulkan
bencana. Oleh karena itu penting untuk melakukan evaluasi kesesuaian lahan
untuk permukiman di Kota Padang.
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan penggunaannya menyebabkan
terjadinya degradasi kualitas lahan dan menimbulkan bencana alam. Kawasan
permukiman di Kota Padang yang mengalami genangan banjir dari waktu ke
waktu semakin luas. Meskipuan telah ada pengaturan pola ruang untuk kawasan
permukiman, namun masih ada kawasan permukiman yang berkembang tidak
sesuai dengan pola ruang. Untuk mendapatkan prioritas pengembangan kawasan
permukiman, maka perlu adanya analisis risiko dan pola ruang pada kawasan
sesuai untuk permukiman di Kota Padang.
Mitigasi menjadi penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk
meminimalisir kerugian dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Mitigasi
adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana. Salah satu bentuk upaya mitigasi adalah membentuk
dan menyusun kelembagaan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat
bencana banjir.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan beberapa pertanyaan
penelitian, yaitu:
1) Seberapa luas kawasan rawan dan berisiko banjir dan bagaimana menentukan
zona kawasan yang rawan banjir di Kota Padang ?
2) Bagaimanakah kesesuaian lahan untuk permukiman di Kota Padang?
3) Bagaimanakah risiko banjir dan pola ruang pada kawasan sesuai untuk
permukiman di Kota Padang?
4) Bagaimanakah hirarki kelembagaan untuk mitigasi banjir pada kawasan
permukiman di Kota Padang?
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun mitigasi banjir pada
kawasan permukiman di Kota Padang. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut
maka tujuan utama dijabarkan dalam beberapa tujuan khusus penelitian, yaitu:
1. Menentukan luasan dan zona kawasan rawan dan berisiko banjir di Kota
Padang.
2. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman pada kawasan
rawan banjir di Kota Padang.
3. Menzonasi risiko banjir dan pola ruang pada kawasan sesuai untuk
permukiman di Kota Padang.
4. Menentukan hirarki kelembagaan untuk mitigasi banjir pada kawasan
permukiman di Kota Padang.

5

Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan penduduk mendorong perubahan penggunaan lahan terutama
untuk pengembangan permukiman. Perluasan permukiman menyebabkan
pengurangan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi lahan terbangun. Sebagai akibat
konversi lahan RTH maka terjadi peningkatan dan perluasan kawasan terkena
banjir. Menurut Kaur et al. (2004), dinamika perubahan penggunaan lahan untuk
permukiman dipengaruhi oleh pergerakan manusia dalam membangun
permukiman serta pindahnya fungsi-fungsi wilayah, seperti pendidikan, industri,
perdagangan, dan lain sebagainya.
Gempa 30 September 2009 di wilayah Sumatera Barat dan isu tsunami
menyebabkan masyarakat trauma untuk membangun permukiman pada kawasan
pantai sehingga beralih ke tempat yang lebih tinggi. Pasca gempa 2009
masyarakat banyak memilih dan mengembangkan permukiman di kawasan hulu
DAS di Kota Padang. Seiring dengan tingginya intensitas curah hujan di wilayah
ini, menyebabkan terjadinya perluasan dan peningkatan frekuensi banjir di Kota
Padang.
Selain itu, pemindahan pusat pemerintahan Kota Padang pasca gempa 2009
ke lokasi yang baru menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan baru.
Pemindahan pusat pemerintahan kota mendorong perubahan penggunaan lahan
yang terdapat di sekitar kantor pusat pemerintahan. Pembangunan yang pesat
telah menyebabkan perubahan pola penggunaan lahan, dimana ruang terbangun
semakin mendominasi dan mendesak ruang-ruang alami untuk berubah fungsi.
Fenomena tersebut umumnya terjadi pada wilayah perkotaan, dimana perubahan
penggunaan lahan berlangsung dengan sangat dinamis (Pribadi et al. 2006).
Kota Padang merupakan ibu kota provinsi Sumatera Barat dengan tipe datar
sampai berbukit. Dinamika permukiman akibat perubahan penggunaan lahan terus
terjadi, umumnya berkembang ke daerah pinggiran bagian timur, utara, dan
selatan kota dengan karakteristik fisik yang rentan terhadap bencana alam. Kota
Padang awalnya merupakan suatu permukiman kecil, secara spasial mempunyai
lokasi yang strategis bagi kegiatan perdagangan. Seiring dengan perjalanan waktu,
Kota Padang mengalami perkembangan sebagai akibat pertambahan penduduk,
perubahan sosial ekonomi dan budaya, serta interaksinya dengan kota-kota lain
dan daerah sekitarnya (Sandy 1978).
Terjadinya perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun
menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan genangan banjir. Hal ini
disebabkan semakin sempitnya ruang air untuk melakukan infiltrasi saat musim
hujan. Semakin luasnya daerah genangan banjir untuk masa yang akan datang
akan menimbulkan dampak semakin luasnya wilayah rawan dan berisiko banjir.
Keterbatasan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman di
Kota Padang mengakibatkan terjadinya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
dengan penggunaannya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuannya akan menimbulkan bencana alam dan salah satunya semakin
luasnya kawasan permukiman rawan dan berisiko banjir. Evaluasi kesesuaian
lahan merupakan upaya menentukan kecocokan pemanfaatan lahan untuk
pemanfaatan tertentu, salah satunya untuk kawasan permukiman.

6

Penelitian ini akan menghasilkan mitigasi bencana banjir pada kawasan
permukiman di Kota Padang. Kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada
Gambar 1. Untuk menghasilkan analisis risiko banjir dibutuhkan analisis
kerawanan banjir, kerentanan dan kapasitas penanggulangan banjir sebagai data
input Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman dibandingkan dengan
tingkat kerawanan, kerentanan, risiko, dan pola ruang. Analisis risiko dan evaluasi
kesesuaian lahan menjadi input dalam menyusun hirarki mitigasi banjir pada
kawasan permukiman.

MITIGASI BENCANA BANJIR PADA KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA PADANG

Kerawanan Banjir

Kerentanan Banjir

Kapasitas
Penanggulangan Banjir

Resiko Banjir

RTRW

ZONASI TINGKAT RAWAN DAN
RISIKO BANJIR

INDIKATOR
1. Kelerengan
2. Kerawanan Banjir
3. Kerawanan Longsor
4. Curah Hujan
5. Kawasan Hutan
6. Jenis Tanah
7. Tipe Geologi
EVALUASI KESESUAIAN
LAHAN UNTUK PERMUKIMAN
PERBANDINGAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK
PERMUKIMAN DENGAN RISIKO BANJIR DAN
RENCANA POLA RUANG
HIRARKI MITIGASI UNTUK KAWASAN
PERMUKIMAN RAWAN DAN BERISIKO
BANJIR

Gambar 1.

Kerangka pemikiran mitigasi bencana banjir pada kawasan
permukiman di Kota Padang
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yakni dapat dirumuskannya
teori, proses kegiatan penelitian (metodologi, analisis, dan kesimpulan) yang
mencirikan berkembangnya ilmu dan pengetahuan di bidang penataan
penggunaan lahan dan permukiman pada kawasan berisiko banjir.
2. Manfaat bagi pengambil kebijakan yakni sebagai dasar untuk
mengembangkan kebijakan penataan ruang kawasan rawan dan berisiko banjir

7

untuk permukiman di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat dan di daerahdaerah lain yang memiliki kesamaan permasalahan.
3. Manfaat bagi peneliti yakni dapat berkembangnya kemampuan penalaran
dalam rangka membentuk kemandirian peneliti dalam melakukan penelitian
yang original.

Kebaruan (Novelty)
Kebaruan (novelty) penelitian ini diidentifikasi berdasarkan keluaran,
pendekatan, dan unit analisis. Penelitian tentang pengembangan permukiman telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian tentang kawasan berisiko banjir telah
dilakukan beberapa peneliti. Penelitian Mustafa (1998) menemukan terdapatnya
kaitan antara struktur sosial dengan kerentanan banjir. Penelitian Utomo (2013)
juga menemukan bahwa di Provinsi Jawa Barat memiliki kawasan berisiko banjir
12.5% berkategori tinggi dan 13.8 % berkategori sangat tinggi. Penelitian tentang
faktor penyebab banjir antara lain dilakukan oleh Chan dan Parker (1996) yang
menemukan bahwa urbanisasi dan perubahan lahan di Semenanjung Malaysia
diyakini menjadi faktor utama dalam naik potensi kerugian bencana banjir.
Penelitian Setyowati et al. (2010) mengidentifikasi bahwa penggunaan lahan di
DAS Garang Hulu periode 1995-2010 telah mengalami konversi dari lahan
terbuka menjadi lahan terbangun sebagai penyebab terjadinya banjir. Penelitian
Kadri (2011) menemukan bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi memiliki
hubungan yang signifikan terhadap perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi
dan perubahan kondisi biofisik sangat berpengaruh terhadap risiko banjir.
Penelitian Haryani et al. (2012) mengidentifikasi bahwa banjir di Kabupaten
Sampang disebabkan oleh sistem lahan (muara dan rawa) dan intensitas curah
hujan. Penelitian Arvish et al. (2014) menemukan bahwa perubahan penggunaan
lahan dan pengembangan lahan perkotaan faktor utama untuk peningkatan banjir
di Northwest Iran. Teknik dan metode yang digunakan dalam penelitian banjir
telah banyak dikembangkan dan digunakan peneliti. Penelitian Gunawan (1991)
mengunakan penginderaan jauh untuk mengenal karakteristik DAS dalam rangka
menelusuri faktor pendorong terjadinya banjir. Selain itu, penelitian Indriatmoko
(2009) mengembangkan model SDDP yang dimanfaatkan untuk mengetahui debit
puncak dalam penentuan dan memprediksi terjadinya bencana banjir. Penelitian
Miharja et al. (2013) memanfaatkan Sistem Informasi Geografi (GIS) dalam
analisis bahaya sebagai upaya pengurangan risiko banjir di Kalimantan Barat.
Data yang digunakan untuk analisis bahaya terdiri dari tutupan lahan, Digital
Elevation Model (DEM), curah hujan, genangan air dan kejadian banjir,
sedangkan untuk pengurangan risiko terdiri dari penduduk dan kewilayahan,
jumlah bangunan pendidikan dan kesehatan, dan peran pemerintah daerah.
Dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan diatas, analisis
kerawanan banjir pada penelitian ini, menggunakan pendekatan multi criteria
evaluation (MCE). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
tanah, elevasi, kemiringan lereng, curah hujan, penggunaan lahan, bentuk lahan,
dan frekuensi banjir. Bobot dan nilai masing-masing indikator diperoleh dari
pendapat pakar dengan metode perbandingan berpasangan. Perbedaan penelitian

8

ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya ada pada penentuan indikator dan
nilai masing-masing indikator yang digunakan dalam penentuan rawan banjir.
Hasil penelitian Hermon (2009) menunjukkan bahwa di Kota Padang telah
terjadi perluasan permukiman dan peningkatan luas permukiman pada kawasan
rawan longsor. Hal ini terjadi karena lemahnya kontrol pemerintah. Hasil
penelitian Hidajat (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan permukiman pada
kawasan pinggiran kota metropolitan pada kawasan sekitar 15-30 km dari Jakarta
berupa fenomena urban sprawl, pertumbuhan permukiman dipengaruhi oleh
pertumbuhan penduduk dan infrastruktur jalan. Pada penelitian ini akan dihasilkan
arahan pengembangan permukiman pada kawasan rawan dan beresiko banjir yang
belum dilakukan peneliti sebelumnya.
Selain itu, penelitian ini juga menentukan kebijakan pengembangan
kawasan permukiman pada zona rawan dan berisiko banjir. Pendekatan yang
digunakan untuk menentukan hirarki adalah teknik interpretative structural
modelling (ISM). Elemen dan sub elemen dikembangkan dari hasil analisis
kerawanan, risiko, kesesuaian lahan, dan rencana pola ruang pada wilayah
penelitian, sehingga rumusan hirarki kebijakan pengembangan kawasan
permukiman pada zona rawan dan berisiko banjir yang belum dilakukan pada
penelitian sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka kebaruan (novelty) dari
penelitian inin dapat dirumuskan bahwa: (1) penelitian ini menghasilkan mitigasi
bahaya banjir dengan menggunakan indikator dan nilai indikator rawan dan risiko
banjir yang belum banyak digunakan penelitian sebelumnya; (2) penelitian ini
menentukan arahan pengembangan permukiman pada kawasan rawan dan risiko
banjir; (3) penelitian ini merumuskan hirarki kebijakan pengembangan kawasan
permukiman pada zona rawan dan berisiko banjir.

9

2 TINJAUAN PUSTAKA

Mitigasi Bencana
UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyatakan
bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Menurut Iwan et al. (1999), mitigasi mencakup
semua tindakan-tindakan yang diambil sebelum, selama, dan setelah terjadinya
peristiwa alam dalam rangka meminimalkan dampaknya. Tindakan mitigasi
meliputi menghindari bahaya, memberikan peringatan, dan evakuasi pada periode
sebelum bahaya.
Mitigasi banjir dapat diartikan serangkaian upaya yang dilakukan dalam
rangka meminimalisir risiko yang ditimbulkan akibat bencana banjir. Upayaupaya mitigasi banjir dapat dilakukan sebelum, selama, dan sesudah terjadinya
bencana banjir. Mitigasi banjir dapat diklasifikasikan atas dua bentuk, yakni
mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Tindakan mitigasi struktural dapat
dilakukan meliputi pembuatan bendungan, normalisasi sungai, pemotongan alur
sungai, dan perbaikan drainase. Selain itu, mitigasi non strutural dapat dilakukan
melalui cara zonasi potensi rawan dan risiko banjir, memberikan sosialisasi dan
peringatan dini upaya penyelamatan diri, dan regulasi kebijakan pemanfaatan
ruang pada zona rawan dan risiko banjir.
Bechtol dan Laurian (2005) menyatakan bahwa langkah-langkah non
struktural jauh lebih berkelanjutan dibandingkan langkah-langkah struktural
dalam rangka mitigasi banjir. Langkah-langkah non struktural meliputi
pembebasan lahan pada daerah rawan banjir, manajemen penggunaan lahan pada
dataran banjir, dan peraturan pembatasan penggunaan lahan pada dataran banjir.
Langkah-langkah struktural selain tidak berkelanjutan, upaya ini juga
membutuhkan biaya mahal, misalnya pembuatan bendungan, pelebaran sungai,
dan memotong bagian sungai. Selain itu, menurut Burby et al. (1988); Bechtol
dan Laurian (2005), langkah-langkah struktural selain tidak ramah lingkungan dan
mahal, langkah tersebut juga menyebabkan degradasi lingkungan yakni hilangnya
lahan basah dan habitat organisme.
Mitigasi banjir dapat dimasukkan dalam perencanaan pembangunan
sebagai upaya pencegahan dan mengurangi kerugian akibat bencana alam dimasa
yang akan datang. Penentuan zonasi daerah rawan dan berisiko, menetapkan
langkah-langkah penyelamatan, dan menyusun aturan penggunaan lahan pada
zona rawan dan berisiko banjir merupakan serangkaian tindakan mitigasi dalam
perencanaan pembangunan. Selain itu, mitigasi juga dapat dilakukan dengan
melibatkan masyarakat dalam perencanaan wilayah rawan dan berisiko banjir.
Iwan et al. (1999) menyatakan bahwa mitigasi harus dimasukkan dalam
perencanaan penggunaan lahan serta melibatkan masyarakat dalam perencanaan.
Dengan cara ini, masyarakat dapat mengetahui dan mengakomodasi tuntutan
pembangunan di daerah yang kurang rentan terhadap bencana alam. Perencanaan
mitigasi yang komprehensif meliputi; a) penentuan lokasi dan sifat dari potensi

10

bahaya; b) karakteristik populasi dan struktur (sekarang dan masa depan) yang
rentan terhadap bahaya tertentu; c) penetapan standar untuk tingkat risiko yang
dapat diterima; dan d) mengadopsi strategi mitigasi berdasarkan analisis biaya dan
manfaat yang realistis.
Hasil penelitian Kunreuther (2008) menunjukkan bahwa mitigasi
berpotensi secara signifikan menghemat biaya mencapai 61 persen dari kerugian