5 dan 9.5 ml, CaCl
2
40 3 taraf volume 1, 3 dan 6 ml dan kelompok hari yang berbeda.
Parameter yang diukur adalah kekeruhan FTU.
Analisa Konsentrasi Alum
Rancangan acak lengkap dengan perlakuan konsentrasi alum 5 6 taraf volume
0, 1, 5, 10, 15 dan 20 ml. Parameter yang diukur adalah kekeruhan FTU.
Analisa Konsentrasi Bioflokulan, CaCl
2
dan Alum
Rancangan acak kelompok anak contoh dengan perlakuan : 1 kontrol blanko LICIT
tidak diberikan perlakuan CaCl
2
, bioflokulan dan alum. 2 LICIT dengan perlakuan bioflokulan
dan CaCl
2
. 3 LICIT dengan perlakuan alum. 4 LICIT dengan perlakuan CaCl
2
, bioflokulan dan alum. 5 LICIT dengan perlakuan bioflokulan
dan alum. Parameter yang diukur : kekeruhan FTU, MPT, BOD
5
, COD dan sianida mgl. LICIT berasal dari 4 industri tapioka yang
berbeda. Masing-masing limbah diberikan 5 perlakuan yang berbeda. Setiap perlakuan
dicobakan pada 2 unit limbah.
Analisa Pengenceran Dilution
Rancangan acak lengkap dengan perlakuan : 1 kontrol blanko LICIT tidak
diberikan perlakuan bioflokulasi maupun pengenceran. 2 LICIT dengan bioflokulasi dan
pengenceran 0. 3 LICIT dengan bioflokulasi dan pengenceran 25. 4 LICIT dengan
bioflokulasi dan pengenceran 50 5 LICIT dengan bioflokulasi dan pengenceran 75.
Parameter yang diukur : kekeruhan FTU, MPT, BOD
5
, COD dan sianida mgl.
Analisa Pengenceran dan Aerasi
Rancangan acak lengkap dengan perlakuan : 1 kontrol blanko LICIT tidak
diberikan perlakuan bioflokulasi, aerasi maupun pengenceran. 2 LICIT dengan bioflokulasi saja.
3 LICIT dengan bioflokulasi, aerasi dan pengenceran 0. 4 LICIT dengan bioflokulasi,
aerasi dan pengenceran 50 5 LICIT dengan bioflokulasi, aerasi dan pengenceran 75.
Parameter yang diukur : kekeruhan FTU, MPT, BOD
5
, COD dan sianida mgl.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Limbah Padat Onggok sebagai
Media Mikroorganisme Alcaligenes latus
Pemanfaatan LIPIT onggok sebagai media tumbuh Alcaligenes latus bisa dilakukan
setelah onggok dihidrolisis dengan asam untuk mendapatkan gula Wenzl. 1970. Proses
hidrolisis dilakukan untuk mendegradasi selulosa menjadi gula. Ikatan glukosidik relative mudah
pecah dengan hidrolisis asam, tetapi struktur kristaselulosa lebih resisten.
Metode hidrolisis yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan modifikasi menurut
Juanbaro dan Puigjaner 1986, menggunakan larutan H
2
SO
4
0.3 M dengan suhu pemanasan 96
C selama minimal 5 jam. Suhu yang tinggi dan waktu proses yang cukup lama
menyebabkan dibutuhkannya pendingin balik, supaya penguapan H
2
SO
4
dapat dihindari. Hasil hidrolisis 1 kg onggok sebagai
LIPIT menggunakan asam sulfat 0.3 M, menghasilkan hidrolisat onggok sebanyak 3.5
liter dan memiliki kadar gula sebesar 96.88 gl. Gula ini dapakai sebagai media tumbuh bagi
mikroba A. latus untuk mengganti media tumbuh konvensional yang selalu dipakai sebelumnya
yaitu glukosa Kurane dan Nohata, 1994. Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata A. latus
dapat tumbuh dengan baik pada media gula yang berasal dari onggok.
Pengaruh Konsentrasi Gula Sederhana dan Waktu Fermentasi Terhadap Aktivitas
Flokulasi OD Bioflokulan
Aktivitas Bioflokulasi OD diukur berdasarkan tingkat kejernihan larutan yang
mengandung Liat Kaolin 5000 ppm yang ditambahkan kultur A. latus bioflokulan
sebanyak 0.5 ml dan CaCl
2
1 sebanyak 10 ml. Untuk mengetahui aktivitas flokulasi terbaik dari
bioflokulan, maka diperlukan konsentrasi gula sederhana yang terbaik untuk media tumbuh A.
latus . Dalam penelitian ini digunakan konsentrasi sebesar 5, 10 dan 15 gl.
Pertimbangannya adalah bahwa konsentrasi glukosa yang biasa dipakai sebagai media
tumbuh adalah 10 gl Kurane dan Nohata, 1994. Waktu fermentasi yang dicobakan dalam
penelitian ini adalah 0, 60, 72, 84, 96 dan 108 jam. Nilai maksimum aktivitas flokulasi terjadi
pada waktu fermentasi mencapai 108 jam. Penelitian waktu fermentasi dengan konsentrasi
gula sederhana 5 gl terhadap aktivitas flokulasi bioflokulan dalam larutan liat kaolin, dikaji secara
lebih jauh untuk memperoleh waktu optimum. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
terjadi peningkatan aktivitas flokulasi sampai hari ke-30 fermentasi, setelah itu nilainya mulai
menunjukkan penurunan. Penelitian lamanya waktu fermentasi
hari terhadap aktivitas flokulasi OD bioflokulan dalam larutan liat kaolin dengan konsentrasi gula
sederhana tidak berbeda nyata, tetapi hasil penelitian menunjukkanaktivitas flokulasi OD
pada konsentrasi 5 gl lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas flokulasi OD pada konsentrasi
lainnya 10 gl dan 15 gl.
Pengaruh Pemberian CaCl
2
Terhadap Kekeruhan Limbah Cair Tapioka
Dari 6 taraf pemberian CaCl
2
40 terdapat 3 taraf saja yang berbeda nyata. Hal ini
terlihat dari pengelompokan Duncan yang mengelompokkan 6 taraf menjadi 3 kelompok
saja yaitu: 1 1 ml; 2 2 ml dan 3 ml; 3 4, 5 dan 6 ml. Hasil penelitian tersebut digunakan
untuk menentukan volume CaCl
2
40 yan tepat untuk melakukan percobaan selanjutnya dan
dipilih hanya 3 taraf volume saja yaitu 1, 3 dan 6 ml.
Pengaruh Pemberian Kombinasi Bioflokulan dan CaCl
2
Terhadap Kekeruhan Limbah Cair Tapioka
Volume bioflokulan dan CaCl
2
40 yang terpilih pada penelitian sebelumnya diuji pada
penelitian ini. Pengaruh pemberian bioflokulan dan CaCl
2
nyata pada taraf 5, sedangkan pengaruh interaksi antara keduanya tidak nyata.
Pengaruh Pemberian Alum Terhadap Kekeruhan Limbah Cair Tapioka
Penelitian pendahuluan pemberian alum bertujuan untuk mengetahui dosis alum optimum
yang dapat menurunkan kekeruhan limbah cair tapioca. Hasil penelitian membuktikan bahwa
pemberian alum dapat menurunkan kekeruhan limbah tapioca sampai pada konsentrasi alum
5 dengan volume sebesar 15 ml.
Pengaruh Pemberian CaCl
2
, Bioflokulan dan Alum Terhadap Kekeruhan, BOD
5
, COD dan Kandungan Sianida Limbah Cair Tapioka
Kekeruhan
Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata pengaruh penambahan bioflokulan,
CaCl
2
dan alum menunjukkan penurunan yang signifikan. Kombinasi bioflokulan, CaCl
2
dan alum paling baik menurunkan kekeruhan LICIT
sebesar 89.69 FTU, dibandingkan kekeruhan LICIT control yang tidak diberi perlakuan 190,31
FTU. Hal ini disebabkan karena banyaknya kation Al
3+
dan Ca
2+
yang dapat menetralisir muatan negative partikel koloid, sedangkan alum
dan CaCl
2
sebagai koagulan mempunyai
kemampuan hampir sama bila dikombinasikan bersama-sama dengan bioflokulan.
BOD
5
Analisis ragam nilai BOD
5
akibat perlakuan memberikan hasil yang signifikan
pada taraf 10. Hasil penelitian penambahan bioflokulan, CaCl
2
dan alum terhadap BOD
5
menunjukkan terjadi penurunan BOD
5
tertingi pada pemberian bioflokulan, CaCl
2
dan alum sampai sebesar 316.709 mgl dibandingkan
kontrol 330.882 mgl. Pemberian bioflokulan dan CaCl
2
menurunkan BOD
5
hingga 324.409 mgl, sedangkan pemberian bioflokulan dan alum
sebesar 326.064 mgl. Pemberian alum saja justru
meningkatkan nilai BOD
5
sampai 334.662 mgl. Hal ini mungkin disebabkan oleh alum yang
ditambahkan ke dalam LICIT tidak mampu membentuk agregat yang dapat mengikat
partikel koloid, sehingga penambahan alum justru meningkatkan kandungan bahan-bahan
organic ke dalam LICIT yang berakibat pada peningkatan nilai BOD
5
. COD
Hasil penelitian penambahan bioflokulan, CaCl
2
dan alum terhadap COD menunjukkan penurunan COD tertingi pada pemberian
bioflokulan, CaCl
2
dan alum sebesar 1634.91 mgl terhadap kontrol 1811.57 mgl. Pemberian
bioflokulan dan alum sebesar 174.01 mgl. Pemberian alum menurunkan nilai COD sebesar
1741.85 mgl. Tingkat penurunan COD yang tidak begitu besar, kemungkinan disebabkan
adanya pemberian bioflokulan, CaCl
2
dan alum yang tidak mampu membentuk agregat dan tidak
terendapkan.
Kandungan Sianida
Hasil penelitian penambahan bioflokulan, CaCl
2
dan alum terhadap sianida menunjukkan terjadi penurunan penurunan tertingi pada
pemberian bioflokulan, CaCl
2
dan alum sampai 0.0787 mgl terhadap kontrol 0.1551 mgl.
Pemberian bioflokulan dan CaCl
2
menurunkan sianida hingga 0.0991 mgl, sedangkan
pemberian bioflokulan dan alum sampai 0.0942 mgl. Pemberian alum menurunkan nilai sianida
sampai 0.1246 mgl. Tingkat penurunan sianida yang tinggi, kemungkinan disebabkan adanya
pemberian bioflokulan, CaCl
2
dan alum yang membentuk agregat besar dan mudah
terendapkan membawa serta sianida dalam LICIT. Menurut Achyani 1999 kombinasi dosis
bioflokulan 1 ml dan alum 3 ml merupakan dosis paling layak tersuspensi total 70.15, BOD
82.36, COD 83.80, CN
-
40 limbah cair tapioka.
Pengaruh Pengenceran Limbah Cair Tapioka Terhadap Kekeruhan, MPT, BOD
5
, COD dan Kandungan Sianida
Kekeruhan
Dari hasil penelitian, ternyata kekeruhan LICIT mengalami penurunan secara statisktik
dan berbeda nyata. Dengan adanya perlakuan bioflokulasi, maka nilai kekeruhan LICIT awal
yang semula 280.5 turun menjadi 130 atau mengalami penurunan sebesar 54, sedangkan
dengan perlakuan pengenceran LICIT dengan air sebesar 25 dan diberi perlakuan bioflokulasi,
nilai kekeruhan menjadi 96 atau mengalami penurunan sebesar 66. Pengenceran 50 air
menghasilkan nilai kekeruhansebesar 60 atau menurunkan kekeruhan 79, dan pengenceran
dengan 75 air menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 31.5 atau mengalami penurunan
sebesar 89.
Muatan Padatan Tersuspensi
Hasil yang diperoleh pada penentuan muatan padatan tersuspensi LICIT berhubungan
erat dengan penelitian tentang kekeruhan. MPT mengalami penurunan yang nyata akibat
perlakuan pengenceran dan bioflokulasi. Penurunan MPT akibat pemberian perlakuan
mencapai 91 dibandingkan kontrol, yaitu pada pengenceran 75 air perlakuan 4. Penurunan
MPT akibat bioflokulasi tanpa pengenceran terlebih dahulu mencapai 60, sedangkan
pengaruh pengenceran 25 dan perlakuan bioflokulasi mampu menurunkan MPT sebesar
71. Pengenceran 50 air dan perlakuan bioflokulasi mampu menurunkan muatan
padatan tersuspensi sebesar 83.
BOD
5
Pengenceran LICIT dan perlakuan bioflokulasi memberikan pengaruh yang nyata
terhadap penurunan BOD
5
. Penurunan BOD
5
akibat pemberian perlakuan mencapai 62 dibandingkan control, yaitu pada pengenceran
75 air. Penurunan BOD
5
akibat perlakuan bioflokulasi tanpa pengenceran 25 dan
bioflokulasi mampu menurunkan BOD
5
sebesar 35. Pengenceran 50 air dan bioflokulasi
mampu menurunkan BOD
5
sebesar 37.
COD
Perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan nilai COD LICIT.
Dengan pemberian bioflokulasi maka nilai COD LICIT awal yang semula 2066.990 mgl turun
menjadi 1362.395 mgl atau mengalami penurunan sebesar 34, sedangkan dengan
perlakuan pengenceran LICIT dengan air sebesar 25 dan diberikan bioflokulasi, nilai
COD menjadi 677.480 mgl atau mengalami penurunan sebesar 67. Pengenceran 50 air
dan bioflokulasi menghasilkan nilai COD sebesar 630.290 mgl atau mengalami penurunan
sebesar 70.
Kandungan Sianida
Penurunan kandungan sianida CN
-
LICIT mencapai 74 dibandingkan kontrol, yaitu pada pengenceran 74 dibandingkan control,
yaitu pada pengenceran 75 air dan bioflokulasi tanpa pengenceran 25 dan bioflokulasi mampu
menurunkan sianida sebesar 58. Pengenceran 50 air dan bioflokulasi mampu menurunkan
sianida sebesar 69. Pengenceran LICIT dan bioflokulasi memberikan pengaruh yang nyata
terhadap penurunan sianida. Dengan demikian ternyata kandungan sianida dalam limbah cair
tapioka sebelum dan setelah perlakuan masih dibawah ambang batas yang ditetapkan Meneg
LH sebesar 0.5 mgl.
Pengaruh Pengenceran dan Aerasi Limbah Cair Tapioka Terhadap Kekeruhan, MPT,
BOD
5
, COD dan Kandungan Sianida Kekeruhan
Bioflokulasi menyebabkan kekeruhan yang semula 276.75 turun menjadi 131.75 atau
mengalami penurunan sebesar 53, sedangkan pemberian aerasi selama 12 jam terhadap LICIT
dan dilakukan bioflokulasi, maka nilai kekeruhan menjadi 86.5 atau mengalami penurunan
sebesar 69. Pemberian aerasi dan pengenceran 50 serta bioflokulasi
menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 46 atau kekeruhan 83. Aerasi, pengenceran 75 serta
bioflokulasi menghasilkan nilai kekeruhan sebesar 19.5 atau mengalami penurunan
sebesar 93.
Muatan Padatan Tersuspensi
Pemberian aerasi dan pengenceran LICIT serta perlakuan bioflokulasi memberikan
pengaruh yang nyata terhadap penurunan muatan padatan tersuspensi. Penurunan MPT
akibat pemberian aerasi, pengenceran 75 dan bioflokulasi mencapai 55, sedangkan
pemberian aerasi dan bioflokulasi mampu
menurunkan MPT sebesar 72. Pemberian aerasi dan pengenceran 50 air dengan
bioflokulasi mampu menurunkan MPT sebesar 86.
BOD
5
Nilai BOD
5
mengalami penurunan dengan hanya perlakuan bioflokulasi yaitu
sebesar 26, sedangkan dengan pemberian aerasi selama 12 jam dan bioflokulasi terhadap
LICIT, nilai BOD
5
mengalami penurunan sebesar 50 serta bioflokulasi menurunkan BOD
5
sebesar 71.
COD
Penurunan nilai COD terbesar diperoleh akibat pemberian perlakuan aerasi, pengenceran
75 dan perlakuan bioflokulasi yaitu sebesar 74. Penurunan nilai COD akibat bioflokulasi
tanpa pemberian aerasi terlebih dahulu mencapai 17, sedangkan pengaruh pemberian
aerasi dan bioflokulasi mampu menurunkan COD sebesar 26. Pemberian aerasi dan
pengenceran 50 air serta bioflokulasi mampu menurunkan COD sebesar 59.
Kandungan Sianida
Kandungan sianida CN
-
LICIT mengalami penurunan dengan adanya
bioflokulasi yaitu sebesar 10, sedangkan dengan perlakuan pemberian aerasi selama 12
jam dan bioflokulasi kandungan sianida mengalami penurunan sebesar 30. Pemberian
aerasi dan pengenceran sebesar 50 serta bioflokulasi menurunkan kandungan sianida
sebesar 35, sedangkan pemberian aerasi pengenceran dengan 75 air serta bioflokulasi
menurunkan kandungan sianida sebesar 35. Penurunan kandungan sianida dengan
bioflokulasi, aerasi dan pengenceran tidak nyata berpengaruh secara statistik. Dengan demikian,
ternyata kandungan sianida dalam LICIT sebelum dan setelah perlakuan berada dibawah
ambang batas yang ditetapkan Meneg LH sebesar 0.5 mgl.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara LIngkungan Hidup No.
KEP.51MenLH101995, maka LICIT yang dipersyaratkan diperbolehkan dibuang ke badan
perairan dengan karakteristik kadar maksimum padatan tersuspensi sebesar 150 mgl, BOD
5
200 mgl, COD 400 mgl, dan kandungan sianida sebesar 0.5 mgl.
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan