Prosedur Uji Kekeruhan dengan Spektrofotometer Prosedur Uji Warna dengan Spektrofotometer

36 adalah gelombang mikro tidak langsung mengarah pada CMS karena terhalang oleh aluminium foil sehingga CMS hanya terpapar gelombang mikro secara tidak langsung pantulan. Kedua hal tersebut diduga menyebabkan reaksi kopolimerisasi pencangkokan CMS pati sagu dengan akrilamida tidak berjalan sempurna. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah menggunakan penutup yang dapat ditembus oleh gelombang mikro seperti penutup dari bahan gelas atau tidak menggunakan penutup. Gambar 22 Spektrum FTIR CMS pada bilangan gelombang 400 cm -1 hingga 4000 cm -1 Gambar 23 Spektrum FTIR CMS-g-PAM pada bilangan gelombang 400 cm -1 hingga 4000 cm -1 37 Hasil Pengukuran Perolehan Produk Setelah Reaksi Kopolimerisasi Reaksi kopolimerisasi pencangkokan antara CMS dengan akrilamida diharapkan menghasilkan CMS-g-PAM yang merupakan kopolimer cangkok. Selain produk tersebut, juga dihasilkan produk lain seperti homopolimer poliakrilamida. Di dalam penelitian ini, homopolimer tersebut telah dipisahkan dengan melakukan pencucian menggunakan aseton melalui metode presipitasi. Silvianita et al. 2004 menyebutkan bahwa homopolimer atau polimer-polimer berantai pendek akan tercuci dengan aseton. Di dalam penelitian ini, produk yang diharapkan adalah polimer cangkok berantai panjang. Ekstraksi pelarut menggunakan campuran formamid dan asam asetat dengan perbandingan 1:1 seperti yang dilakukan Sen et al. 2009 diduga akan meningkatkan kemurnian produk. Setelah aseton ditambahkan ke dalam gelas piala, terjadi penggumpalan fasa padatan membentuk senyawa seperti gel padat seperti yang diperlihatkan pada Gambar 24. Penapisan menggunakan saringan 500 mesh dilakukan untuk memisahkan fasa padatan dan cairan tersebut seperti yang diperlihatkan pada Gambar 25A dan produk kering diperlihatkan pada Gambar 25B. A B Gambar 24 Larutan CMS yang telah mengalami kopolimerisasi dan terminasi dengan hidrokuinon A dan gel padat yang terbentuk karena penambahan aseton B A B Gambar 25 Penapisan produk hasil kopolimerisasi A dan produk kering B 38 Pengukuran perolehan produk dilakukan dengan menimbang bobot kering sampel. Secara umum, 5 g CMS yang digunakan dalam reaksi kopolimerisasi terkonversi menjadi produk padatan dengan rata-rata 4,76 g. Dengan kata lain persentase konversi CMS menjadi CMS-g-PAM adalah 95,17. Dari beberapa perlakuan jumlah akrilamida yang digunakan dan waktu reaksi kopolimerisasi di dapatkan perolehan produk padatan CMS-g-PAM yang terendah adalah 4,64 g dan tertinggi 4,99 g. Persentase konversi tertinggi tersebut dihasilkan dari kombinasi perlakuan 100 ml akrilamida 50 setara dengan 50 g atau 0,70 mol dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Dengan demikian, kondisi proses terbaik untuk mendapatkan perolehan produk yang tertinggi adalah dengan kombinasi perlakuan 100 ml akrilamida 50 dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Hasil pengukuran perolehan produk secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Pengaruh jumlah akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi terhadap perolehan produk digambarkan dengan histogram pada Gambar 26. Terlihat bahwa rataan persentase perolehan produk berada di atas 90. Peningkatan waktu reaksi tidak mengindikasikan peningkatan perolehan produk secara demikian. Sejalan dengan waktu reaksi, peningkatan jumlah akrilamida juga tidak menunjukkan peningkatan persentase perolehan produk yang dihasilkan. Jika diperhatikan lebih seksama pada setiap taraf jumlah akrilamida, maka meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan sedikit peningkatan jumlah produk yang diperoleh, tetapi perolehan produk menurun pada waktu reaksi 5 menit. Misalnya pada taraf jumlah akrilamida 100 ml, dengan meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan peningkatan perolehan produk dari 4,69 g menjadi 4,99 g meningkat 6,4 dan perolehan produk menurun pada menit ke 5 menjadi 4,67 g menurun 6,5. Peningkatan waktu reaksi pemaparan CMS dengan gelombang mikro akan menyebabkan peningkatan jumlah radikal bebas, baik radikal bebas yang terbentuk pada kerangka dasar maupun radikal bebas pada monomer akrilamida. Radikal bebas pada kerangka dasar tersebut akan berpasangan dan membentuk ikatan dengan Gambar 26 Histogram yang menggambarkan hubungan antara perolehan produk CMS-g-PAM dan waktu reaksi 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 1 3 5 Pe ro leh an p ro d u k Waktu reaksi menit Akrilamida 50 50 ml Akrilamida 50 100ml Akrilamida 50 150 ml 39 radikal bebas akrilamida. Semakin lama, jumlah radikal bebas pada kerangka dasar yang siap dipasangkan dengan radikal bebas akrilamida akan semakin berkurang. Pada saat radikal bebas kerangka dasar tidak tersedia lagi karena telah berpasangan dengan radikal bebas akrilamida, maka reaksi yang terjadi adalah homopolimerisasi akrilamida membentuk poliakrilamida karena radikal bebas yang tersisa di dalam larutan adalah radikal bebas akrilamida. Terbentuknya poliakrilamida tidak diinginkan. Keberadaan poliakrilamida dan sisa monomer akrilamida dicuci dengan aseton yang penjelasannya telah disebutkan di atas. Sen et al. 2009 menambahkan bahwa semakin lama iradiasi gelombang mikro terhadap bahan kerangka dasar akan menyebabkan kerusakan struktur kerangka dasar tersebut sehingga diduga hal ini menyebabkan perolehan produk menurun. Peningkatan jumlah akrilamida dari 50 ml ke 100 ml dalam setiap taraf waktu reaksi juga menyebabkan peningkatan perolehan produk tetapi perolehan produk menurun pada saat jumlah akrilamid 150 ml. Misalnya pada taraf waktu reaksi 3 menit, dengan meningkatnya jumlah akrilamida dari 50 ml menjadi 100 ml menyebabkan peningkatan perolehan produk dari 4,80 g menjadi 4,99 g meningkat 3,99 dan perolehan produk menurun menjadi 4,85 menurun 2,94 pada saat jumlah akrilamida 150 ml. Salah satu faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan pembentukan produk dalam reaksi kimia adalah perubahan konsentrasi bahan Bassett et al. 1994; Chang 2004. Semakin banyak bahan yang digunakan dalam reaksi maka semakin banyak produk yang terbentuk. Rasio mol atau perbandingan mol antara CMS dan akrilamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah setara dengan jumlah akrilamida yang ditambahkan. Secara berurutan rasio molnya CMS dan akrilamida adalah 1:11, 1:23 dan 1:24. Sebagai catatan, bobot molekul akrilamida adalah 71,09 g mol- 1 . Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa rasio mol CMS dan akrilamida 1:23 merupakan rasio mol yang menghasilkan perolehan produk tertinggi. Hasil ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sen et al. 2009. Sebagai catatan, mol CMS dihitung dengan menggunakan dasar mol AGU dimana 1 mol AGU = 162 g mol -1 . Pada saat bahan CMS tersedia maka CMS akan terkonversi menjadi produk CMS-g-PAM, tetapi pada saat yang tersisa adalah monomer akrilamida maka akrilamida yang bereaksi membentuk poliakrilamida. Namun demikian, poliakrilamida telah dicuci dengan aseton. Hasil analisis ragam Analysis of Variance, ANOVA perolehan produk pada tingkat kepercayaan 95 α = 0,05 menunjukkan bahwa secara statistik jumlah akrilamida, waktu reaksi kopolimerisasi dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan produk yang dihasilkan. Hasil analisis ragam perolehan produk secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Pengaruh perlakuan yang tidak nyata tersebut kemungkinan disebabkan oleh jumlah CMS yang terlalu kecil jika dibandingkan dengan jumlah akrilamida dan produk masih mengandung homopolimer dan monomer cukup tinggi meskipun sudah dicuci dengan aseton. Untuk itu, jika ingin mengkaji lebih lanjut terkait dengan penelitian Homopolimer terbentuk karena adanya kompetisi di antara radikal-radikal akrilamida untuk bereaksi radikal CMS atau radikal akrilamida. Jika radikal akrilamida bereaksi dengan radikal CMS maka akan terbentuk kopolimer, tetapi jika bereaksi dengan radikal akrilamida maka akan terbentuk homopolimer Kurniadi 2010. Saran bagi yang ingin melakukan penelitian terkait 40 penelitian ini maka perlu memperhitungkan perbandingan jumlah mol CMS dan akrilamida, penutup gelas piala yang tembus gelombang mikro tanpa penutup dan pemurnian produk. Meskipun perlakuan yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan produk, tetapi perlakuan dengan kombinasi jumlah akrilamida 150 ml dan waktu reaksi 3 menit adalah perlakuan yang terbaik karena mampu menghasilkan perolehan produk yang tertinggi. Hasil Analisis Nisbah Pencangkokan dan Efisiensi Pencangkokan Nisbah pencangkokan Grafting Ratio, GR menunjukkan perbandingan antara jumlah kopolimer produk yang mengandung cangkokan monomer akrilamida dengan jumlah bahan awal yang tidak mengandung akrilamida. Jumlah monomer akrilamida tercangkok dihitung sebagai kadar nitrogen N. Efisiensi pencangkokan Grafting Efficiency, GE adalah perbandingan antara nilai GR dengan dengan persentase monomer terhadap polimer backbone. Telah disebutkan bahwa nilai GR dan GE diperoleh melalui pengukuran kadar nitrogen dengan metode Kjeldahl. Kadar nitrogen produk hasil kopolimerisasi memiliki rataan 0,75 dengan kadar nitrogen terendah adalah 0,17 dan kadar nitrogen tertinggi adalah 1,80. Hasil analisis kadar nitrogen secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil pengujian kadar nitrogen pati sagu adalah 0,01 dan CMS adalah 0,03. Terlihat bahwa kopolimerisasi meningkatkan kadar nitrogen bahan awal. Pada penelitian ini, reaksi kopolimerisasi CMS menjadi CMS-g-PAM meningkatkan kadar nitrogen dari 0,03 menjadi menjadi 0,75 atau terjadi peningkatan kadar nitrogen sekitar 24. Peningkatan kadar nitrogen merupakan indikasi terjadinya reaksi kopolimerisasi cangkok CMS dengan akrilamida. Kadar nitrogen berkorelasi positif dengan nilai GR karena belum ada koreksi dari persentase monomer akrilamida terhadap CMS. Artinya adalah semakin tinggi kadar nitrogen yang terdapat pada produk maka semakin tinggi nilai GR produk tersebut. Hasil pengukuran nilai GR menunjukkan bahwa rataan nilai GR adalah 4,06 dengan nilai terendah 0,87 dan nilai tertinggi 10,06. Perhitungan nilai GR selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 Histogram perubahan nilai GR akibat perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi dapat dilihat pada Gambar 27. Nitrogen yang terdapat pada produk CMS-g-PAM diduga berasal dari gugus amida ikatan C-N dan ikatan N-H. Adanya ikatan tersebut dibuktikan dengan serapan vibrasi ulur amida pada bilangan gelombang 1650-1590 cm -1 seperti yang dinyatakan oleh Mistry 2009. Dari Gambar 27 tersebut terlihat bahwa meningkatnya jumlah akrilamida dan waktu reaksi akan meningkatkan nisbah pencangkokan. Semakin banyak jumlah akrilamida dan semakin lama waktu reaksi akan meningkatkan jumlah radikal bebas, radikal bebas CMS dan radikal bebas akrilamida, yang selanjutnya akan membentuk produk CMS-g-PAM. CMS yang awalnya tidak memiliki ikatan amida akan memiliki ikatan tersebut yang berasal dari cangkokan akrilamida. Cangkokan akrilamida inilah yang teridentifikasi dan terukur ke dalam kadar N yang selanjutnya dikonversi menjadi nilai GR. 41 Gambar 27 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai nisbah pencangkokan GR dan waktu reaksi pada tiga taraf jumlah akrilamida Hasil analisis ragam nilai GR pada tingkat kepercayaan 95 α = 0,05 menunjukkan bahwa secara statistik jumlah akrilamida, waktu reaksi kopolimerisasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai GR. Hasil analisis ragam GR secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode beda nyata jujur BNJ menunjukkan bahwa secara statistik setiap taraf perlakuan jumlah akrilamida dan taraf perlakuan waktu reaksi berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai GR. Hasil uji beda nyata jujur nilai GR selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Namun perlu diingat bahwa nilai GR belum dikoreksi oleh jumlah monomer akrilamida yang digunakan. Dengan demikian, membahas nilai GE akan lebih bermakna jika dibandingkan dengan nilai GR karena nilai GE telah dikoreksi oleh persentase monomer akrilamida terhadap CMS. Telah disinggung sebelumnya bahwa efisiensi pencangkokan atau grafting efficiency GE menggambarkan jumlah monomer akrilamida yang tercangkok pada kerangka dasar CMS. Nilai GE diperoleh dengan cara membagi nilai GR dengan persentase perbandingan akrilamida terhadap CMS. Dalam penelitian ini digunakan persentase perbandingan dalam satuan mol sehingga didapatkan persentase mol akrilamida terhadap CMS secara berurutan adalah 1139,40 untuk jumlah akrilamida 50 ml, 2278,80 untuk jumlah akrilamida 100 ml dan 3418,20 untuk jumlah akrilamida 150 ml. Dalam perhitungan GE diasumsikan semua CMS yang ditambahkan habis bereaksi. Akrilamida yang tercangkok dihitung sebagai bobot produk CMS yang tercangkok oleh poliakrilamida dikurangi bobot CMS awal. Kenyataannya, tidak semua CMS terlibat dalam reaksi. Karena itu, nilai GR akan selalu lebih besar dari pada nilai GE Silvianita et al. 2004. Perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi menghasilkan rataan nilai GE 0,158. Dari perlakuan yang diujikan diketahui bahwa nilai GE terendah adalah 0,070 dan nilai tertinggi GE adalah 0,349. Perhitungan nilai GE secara lebih 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 1 3 5 N isb ah p e n can g ko kan Waktu reaksi menit GR - Akrilamida 50 50 ml GR - Akrilamida 50 100 ml GR - Akrilamida 50 150 ml 42 lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13. Nilai tertinggi GE tersebut dihasilkan dari kombinasi perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. Jika dikaitkan dengan perolehan produk, maka nilai tertinggi GE merupakan nilai tertinggi perolehan produk yang dihasilkan. Hubungan antara perlakuan jumlah akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi digambarkan dengan histogram pada Gambar 28. Dari gambar histogram tersebut terlihat bahwa meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan sedikit peningkatan nilai GE, tetapi nilai GE menurun pada waktu reaksi 5 menit. Misalnya pada taraf jumlah akrilamida 100 ml, dengan meningkatnya waktu reaksi dari 1 menit ke 3 menit menyebabkan peningkatan nilai GE dari 0,098 menjadi 0,349 dan perolehan produk menurun pada menit ke 5 menjadi 0,106. Meningkat dan menurunnya nilai GE karena pengaruh waktu tersebut berkaitan dengan kerusakan struktur kerangka dasar CMS yang akan berikatan dengan akrilamida. Semakin lama iradiasi gelombang mikro pada CMS maka akan menyebabkan kerusakan rantai kerangka dasar CMS secara struktural Sen et al. 2009. Hal tersebut dapat dimengerti dengan analogi pemasakan yang terlalu lama menggunakan oven microwave akan menyebabkan bahan masakan menjadi rusak gosong atau terbakar. Ada dugaan bahwa cangkokan yang telah akan terputus karena lamanya iradiasi gelombang mikro. Gelombang mikro tersebut menyebabkan rotasi molekul polar secara berlebih sehingga molekul polar yang telah terikat pada kerangka dasar kembali lepas. Gambar 28 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai efisiensi pencangkokan GE dan waktu reaksi pada beberapa jumlah akrilamida Pengaruh jumlah akrilamida tidak terlalu jelas pada taraf perlakuan waktu reaksi 1 menit dan waktu reaksi 5 menit namun terlihat jelas pada taraf perlakuan waktu reaksi 3 menit. Pada taraf perlakuan waktu reaksi 3 menit tersebut terjadi peningkatan nilai GE dari 0,076 menjadi 0,349 d yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah akrilamida dari 50 ml menjadi 100 ml, tetapi nilai GE kembali menurun ke angka 0,294 karena meningkatnya jumlah akrilamida menjadi 150 ml. Meningkat dan menurunnya nilai GE karena pengaruh jumlah akrilamida berkaitan dengan jumlah radikal CMS yang siap berikatan dengan 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 1 3 5 E fi si e n si p e n can g ko kan Waktu reaksi menit GE - Akrilamida 50 50 ml GE - Akrilamida 50 100 ml GE - Akrilamida 50 150 ml 43 radikal bebas akrilamida. Pada taraf waktu reaksi 1 menit diduga jumlah radikal bebas yang terbentuk dan siap berpasangan belum cukup jumlahnya, sedangkan pada taraf waktu reaksi 5 menit diduga terjadi kerusakan struktural rantai kerangka dasar CMS sehingga nilai GE menurun. Meningkatnya jumlah radikal bebas akrilamida yang tidak diimbangi dengan jumlah radikal bebas CMS dalam penelitian ini, CMS digunakan dalam jumlah tetap tidak akan meningkatkan jumlah pembentukan produk padahal pembentukan produk berkaitan dengan nilai GE yang dihasilkan. Hasil analisis ragam nilai GE pada tingkat kepercayaan 95 menunjukkan bahwa secara statistik jumlah akrilamida, waktu reaksi kopolimerisasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai GE yang dihasilkan. Hasil analisis ragam nilai GE secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode beda nyata jujur BNJ menunjukkan bahwa secara statistik setiap taraf perlakuan jumlah akrilamida dan taraf perlakuan waktu reaksi berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai GE kecuali taraf jumlah akrilamida 100 ml dan 150 ml tidak berbeda nyata. Hasil uji beda nyata jujur nilai GE selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Dengan demikian perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi 3 menit merupakan kombinasi perlakuan terbaik yang menghasilkan nilai GE tertinggi 0,349. Nilai GE tersebut dianggap masih rendah. Sebagai perbandingan, Rinawita 2011 telah berhasil melakukan pencangkokan dengan efisiensi 31-50 menggunakan selulosa komersial dan akrilamida. Kurniadi 2010 juga mendapatkan efisiensi pencangkokan 10-14 menggunakan onggok singkong dan asam akrilat. Perbandingan nilai GE dengan pustaka referensi secara lebih lengkap diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8 Perbandingan nilai GE hasil penelitian dengan referensi Bahan utama Monomer dan inisiator Metode Nilai GE referensi Referensi Pati Sagu CMS Akrilamida Microwave Initiated Synthesis 0,070-0,349 Hasil penelitian Selulosa komersial Akrilamida dan APS,N,N’-metilena- bis-akrilamida Konvensional 31-50 Rinawita 2011 Onggok singkong Asam akrilat dam CeSO42.4H2O Konvensional 10-14 Kurniadi 2010 Pati jagung Akrilamida Microwave Initiated Synthesis 25-50 Sen et al. 2009 Pati jagung Akrilamida dan CAN Konvensional 18-47 Sen et al. 2009 Cangkang Psyllium Akrilamida Microwave Initiated Synthesis 16-30 Sen et al. 2012 Tamarind kernel polysaccharide TKP Akrilamida dan CAN Konvensional 45 Pal et al. 2012 Tamarind kernel polysaccharide TKP Akrilamida Microwave Initiated Synthesis 53 Pal et al. 2012 Tamarind kernel polysaccharide TKP Akrilamida dan CAN Microwave Assisted Synthesis 87 Pal et al. 2012 44 Tabel 8 Perbandingan nilai GE hasil penelitian dengan referensi lanjutan Bahan utama Monomer dan inisiator Metode Nilai GE referensi Referensi Natrium Alginat Akrilamida dan CAN Konvensional 31 Pal et al. 2012 Natrium Alginat Akrilamida Microwave Initiated Synthesis 37 Pal et al. 2012 Natrium Alginat Akrilamida dan CAN Microwave Assisted Synthesis 54 Pal et al. 2012 CMS Akrilamida dan CAN Konvensional 47 Pal et al. 2012 CMS Akrilamida Microwave Initiated Synthesis 50 Pal et al. 2012 CMS Akrilamida dan CAN Microwave Assisted Synthesis 64 Pal et al. 2012 CMC Asam akrialat Microwave Initiated Synthesis 1,4-15,5 Mishra et al. 2012 Gum ghatti GGI Akrilamida dan CAN Microwave Assisted Synthesis 17,8-168,6 Rani et al. 2012 Usaha perbaikan yang disarankan jika ingin mengkaji lebih lanjut terkait penelitian ini adalah perlunya memperhitungkan perbandingan jumlah mol CMS dan akrilamida, penutup gelas piala yang tembus gelombang mikro tanpa penutup dan pemurnian produk. Ilustrasi iradiasi gelombang mikro di dalam oven microwave diperlihatkan pada Gambar 29. Saran ini senada dengan perbaikan yang diajukan pada peningkatan perolehan produk karena nilai GE berkaitan dengan perolehan produk. Gambar 29 Perambatan gelombang mikro di dalam oven microwave sumber:revisionworld.co.uk Faktor perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah monomer cangkokan akrilamida dan waktu reaksi kopolimerisasi. Jumlah 45 monomer akrilamida dapat dikonversi menjadi mol dan jika dibandingkan dengan mol CMS yang digunakan maka jumlah akrilamida dapat dinyatakan dengan rasio mol. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan rasio mol yang digunakan adalah 1:11, 1:23 dan 1:34. Pelaksanaan penelitian serupa yang dilakukan oleh Sen et al. 2009 mendapatkan hasil bahwa rasio mol 1:23 mendapatkan efisiensi pencangkokkan yang tertinggi dan hasil tersebut senada dengan hasil penelitian ini. Suhu reaksi dan kekuatan atau daya oven microwave belum menjadi ruang lingkup penelitian ini. Suhu reaksi di dalam oven microwave dapat diatur dengan mengatur daya oven dan waktu pemaparan dengan iradiasi gelombang mikro. Penelitian lanjutan terkait dengan penelitian ini mungkin perlu memperhitungkan penggunaan kekuatan oven. Menurut Sen et al. 2009 efisiensi grafting dipengaruhi oleh jumlah monomer, kekuatan oven microwave dan waktu pemaparan iradiasi gelombang mikro. Hasil Uji Kinerja Kopolimer Cangkok CMS-g-PAM sebagai Flokulan pada Air Sungai Flokulasi adalah penyisihan padatan tersuspensi pada air dengan cara penggumpalan padatan tersebut untuk dijadikan padatan yang berukuran lebih besar sehingga padatan dapat dipisahkan baik secara filtrasi, flotasi maupun sedimentasi. Padatan tersuspensi menyebabkan terjadinya kekeruhan air dan warna air. Flokulan CMS-g-PAM yang telah dibuat diuji kinerjanya dalam menyisihkan padatan tersuspensi dan menurunkan kekeruhan dan warna. Kopolimer tersebut diujikan pada air sungai Ciliwung dengan konsentrasi uji 9 ppm. Penjelasan hasil uji kinerja flokulasi dijabarkan lebih rinci sebagai berikut. Padatan Tersupensi Total TSS Padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid TSS TSS adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm atau diameter bahan tersuspensi tersebut lebih dari 1 µm Effendi 2003. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan turbidity dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan sehingga reduksi kandungan TSS dalam pengolahan air limbah sangat penting peranannya. Air sungai Ciliwung yang digunakan memiliki kadar TSS rata-rata 7,5 mgl. Pati sagu dan CMS memiliki kemampuan yaang sama dalam menurunkan kadar TSS menjadi 3,5 mgl atau dengan kata lain efisiensi penyisihan removal efficiency TSS oleh pati sagu dan CMS adalah 53,33. Hasil pengukuran kadar TSS dan efisiensi penyisihannya secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 16. Kopolimer CMS-g-PAM yang difungsikan sebagai flokulan mampu menurunkan kadar TSS air sungai dari 7,5 mgl menjadi 2,8 mgl rata-rata. Secara keseluruhan flokulan CMS-g-PAM memiliki rata-rata efisiensi penyisihan 62,96. Dengan demikian reaksi kopolimerisasi yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dari 53,33 menjadi 62,96 atau meningkat sebesar 9,63. Pada Tabel 9 berikut disajikan peningkatan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dan flokulan CMS-g-PAM. 46 Tabel 9 Peningkatan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS dan CMS-g-PAM Sampel Efisiensi Penyisihan TSS Peningkatan Efisiensi Pati sagu 53,33 CMS 53,33 0,00 A1B1 60,00 6,67 A1B2 60,00 6,67 A1B3 60,00 6,67 A2B1 60,00 6,67 A2B2 66,67 13,33 A2B3 66,67 13,33 A3B1 66,67 13,33 A3B2 66,67 13,33 A3B3 60,00 6,67 Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml B1 = waktu reaksi 1 menit A2 = jumlah akrilamida 100 ml B2 = waktu reaksi 3 menit A3 = jumlah akrilamida 150 ml B3 = waktu reaksi 5 menit Hubungan antara kadar TSS dan efisiensi penyisihannya karena penggunaan flokulan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM diperlihatkan pada Gambar 30. Semakin tinggi efisiensi penyisihan TSS oleh flokulan semakin baik kinerja flokulan tersebut. Dari Gambar 30 tersebut terlihat bahwa efisiensi penyisihan membentuk pola fungsi polinomial orde 2 yang berbentuk parabola terbalik. Jika ditarik garis imajiner dari puncak parabola tersebut ke arah axis jenis flokulan, maka flokulan A2B2 memberikan efisiensi penyisihan TSS yang tertinggi. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi 3 menit mampu menghasilkan flokulan dengan efisiensi penyisihan tertinggi. Flokulan terbaik tersebut mampu menyisihkan TSS sebesar 66,67 atau menurukan TSS 7,5 mgl menjadi 2,5 mgl. Hasil analisis ragam kadar TSS karena pengaruh jenis flokulan pada tingkat kepercayaan 95 menunjukkan bahwa jenis flokulan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan TSS. Hasil analisis ragam kadar TSS secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode BNJ menunjukkan bahwa secara statistik jenis flokulan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai TSS. Hasil uji beda TSS karena pengaruh jenis flokulan dengan metode BNJ secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 18. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi air uji seperti kandungan zat tersuspensi, sifat zat tersuspensi, suhu dan pH Indriyati 2008. Kondisi awal air uji memiliki karakteristik suhu 27 o C dan rataan pH 6,85 dengan kandungan TSS 7,5 mgl. Penggunaan dosis flokulan yang optimum pada pH dan suhu optimum akan dapat menurunkan kadar TSS secara maksimal. 47 Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml B1 = waktu reaksi 1 menit A2 = jumlah akrilamida 100 ml B2 = waktu reaksi 3 menit A3 = jumlah akrilamida 150 ml B3 = waktu reaksi 5 menit Gambar 30 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan efisiensi penyisihan TSS pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM Beberapa flokulan sejenis mampu menyisihkan padatan tersuspensi dengan efisiensi penyisihan TSS yang beragam. Pada Tabel 10 berikut disajikan perbandingan kinerja flokulan CMS-g-PAM hasil penelitian dengan flokulan lain dalam menurunkan TSS. Dari Tabel 10 tersebut terlihat bahwa nilai TSS awal pada penelitian masih rebih rendah jika dibandingkan dengan nilai TSS awal pada penelitian lain. Tabel 10 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan beberapa flokulan lain yang sejenis Nama flokulan Bahan dasar flokulan Konsentrasi uji ppm TSS awal mgl TSS akhir mgl Efisiensi penyisihan TSS CMS-g-PAM 1 Pati sagu 9 7,5 2,8 62,96 TKP-g-PAM 2 Tamarind 9 235 55 76,59 CMS-g-PAM 3 Pati jagung 9 276 76 72,46 CMS-g-PAM 4 Pati jagung 9 295 70 76,27 GGI-g-PAM 5 Gum ghatti 0,8 112 40 64,28 TKP-g-PAM7 6 Tamarind 9 335 145 56,72 Catatan: 1 hasil penelitian 2 Ghosh et al. 2011 3 Sen et al. 2009 4 Sen et al. 2011 5 Rani et al. 2012 6 Ghosh et al. 2010 Jika dicermati lebih jauh maka efisiensi penyisihan TSS berhubungan dengan nilai GE. Semakin tinggi nilai GE semakin tinggi pula nilai penyisihan TSS yang dihasilkan. Nilai GE menunjukkan jumlah akrilamida yang tercangkok y = -0.0602x 2 + 2.1414x + 45.959 R² = 0.781 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 Ef isie nsi P e ny isiha n TSS T SS m g L Kode Sampel TSS Removal Eficiency TSS Poly. Removal Eficiency TSS 48 pada struktur kerangka dasar CMS. Semakin tinggi akrilamida yang tercangkok pada kerangk dasar maka membuat struktur flokulan bermuatan lebih kuat dan mampu mengikat padatan tersuspensi lebih baik. Hubungan antara efisiensi penyisihan TSS dan nilai GE diilustrasikan pada Gambar 31. Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml B1 = waktu reaksi 1 menit A2 = jumlah akrilamida 100 ml B2 = waktu reaksi 3 menit A3 = jumlah akrilamida 150 ml B3 = waktu reaksi 5 menit Gambar 31 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai TSS dan GE karena pengaruh pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM Sen et al. 2009 menyebutkan bahwa kemampuan flokulasi kopolimer cangkok CMS-g-PAM lebih baik bila dibandingkan kemampuan flokulasi polisakarida penyusun CMS-g-PAM. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan struktur molekulnya. Pati sagu dan CMS memiliki struktur molekul yang cenderung linier sedangkan kopolimer cangkok CMS-g-PAM memiliki struktur bercabang seperti tulang ikan comb like structure. Struktur tersebut diilustrasikan pada Gambar 32. Rath dan Singh 1997 menambahkan bahwa struktur molekul yang panjang dan bercabang akan membuat kopolimer dapat mengikat partikel koloid lebih baik. Gambar 32 Perubahan struktur molekul polisakarida polimer linier dengan reaksi pencangkokan sehingga menghasilkan kopolimer cangkok yang berstruktur seperti sisir Sen et al. 2009 y = -0.0602x 2 + 2.1414x + 45.959 R² = 0.781 10 20 30 40 50 60 70 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 E fi si e n si p e n y isi h an TS S E fi si e n si Gr afti n g Kode Sampel GE Removal Eficiency TSS Poly. Removal Eficiency TSS 49 Kekeruhan Kekeruhan adalah salah satu sifat fisik air yang disebabkan oleh zat padat yang terkandung di dalam air baik organik maupun anorganik Risdianto, 2007. Beberapa zat yang menyebabkan kekeruhan air adalah tanah liat, lumpur, plankton, material koloid, mikroorganisme dan pewarna. Air yang keruh dianggap tidak sehat dan tidak memenuhi standar estetika. Kekeruhan dapat diukur dengan beberapa metode seperti nephelometry, hellige turbiditimetry, Jackson Candler Turbidimetry, dan spektrofotometri serta dinyatakan dalam satuan JTU Jackson Turbidity Unit, NTU Nephelometric Turbidity Units, FTU Formazin Turbidity Units dan satuan kekeruhan lainnya. Beberapa referensi menyebutkan bahwa kekeruhan tidak berkorelasi langsung dengan kadar padatan tersuspensi. Air sungai yang digunakan dalam penelitian memiliki kekeruhan rata-rata 8,5 FTU. Pati sagu dan CMS memiliki kemampuan yaang sama dalam menurunkan kekeruhan air tersebut menjadi 2,5 FTU atau dengan kata lain efisiensi penyisihan removal efficiency kekeruhan oleh pati sagu dan CMS adalah 70,59. Hasil pengukuran kekeruhan dan efisiensi penyisihannya secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 19. Kopolimer CMS-g-PAM yang difungsikan sebagai flokulan mampu menurunkan kekeruhan air sungai dari 8,5 FTU menjadi 1,9 FTU rata-rata sehingga secara keseluruhan flokulan CMS-g- PAM memiliki rata-rata efisiensi penyisihan kekeruhan 77,65. Dengan demikian reaksi kopolimerisasi yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dari 70,59 menjadi 77,65 atau meningkat sebesar 7,06. Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan flokulan CMS-g-PAM secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan CMS-g-PAM Sampel Efisiensi Penyisihan kekeruhan Peningkatan Efisiensi Pati sagu 70,59 CMS 70,59 0,00 A1B1 76,47 5,88 A1B2 76,47 5,88 A1B3 82,35 11,76 A2B1 70,59 0,00 A2B2 76,47 5,88 A2B3 76,47 5,88 A3B1 76,47 5,88 A3B2 76,47 5,88 A3B3 82,35 11,76 Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml B1 = waktu reaksi 1 menit A2 = jumlah akrilamida 100 ml B2 = waktu reaksi 3 menit A3 = jumlah akrilamida 150 ml B3 = waktu reaksi 5 menit Hubungan antara kekeruhan dan efisiensi penyisihannya karena penggunaan flokulan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM diperlihatkan pada 50 Gambar 33. Semakin tinggi efisiensi penyisihan kekeruhan oleh flokulan semakin baik kinerja flokulan tersebut. Dari Gambar 33 terlihat bahwa efisiensi penyisihan kekeruhan membentuk pola fungsi polinomial orde 4 sehingga sulit untuk menentukan flokulan terbaik dalam menurunkan kekeruhan. Selain itu, dari Gambar 33 tersebut terlihat bahwa fungsi efisiensi penyisihan kekeruhan berbeda dengan fungsi efisiensi penyisihan TSS. Hal tersebut memperkuat pendapat bahwa kekeruhan tidak berkorelasi langsung dengan nilai TSS. Hasil analisis ragam kekeruhan pada tingkat kepercayaan 95 menunjukkan bahwa jenis flokulan tidak berpengaruh nyata terhadap kekeruhan. Hasil analisis ragam kekeruhan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 20. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode BNJ menunjukkan bahwa secara statistik jenis flokulan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai kekeruhan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi air uji seperti kandungan zat tersuspensi, sifat zat tersuspensi, suhu dan pH Indriyati 2008. Kondisi awal air uji memiliki karakteristik suhu 27 o C dan rataan pH 6,85 dengan kekeruhan 8,5 FTU. Penggunaan dosis flokulan yang optimum pada pH dan suhu optimum akan dapat menurunkan kekeruhan secara maksimal. Hasil uji beda kekeruhan karena pengaruh jenis flokulan dengan metode BNJ secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 21. Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml B1 = waktu reaksi 1 menit A2 = jumlah akrilamida 100 ml B2 = waktu reaksi 3 menit A3 = jumlah akrilamida 150 ml B3 = waktu reaksi 5 menit Gambar 33 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai kekeruhan dan efisiensi penyisihan kekeruhan pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM y = 0.0004x 4 - 0.0126x 3 + 0.0043x 2 + 2.1516x + 63.453 R² = 0.5499 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 Efis ie n si Pe n y isih a n K ek er u h a n K ek er uh a n F T U Kode Sampel Kekeruhan Removal Eficiency Kekeruhan Poly. Removal Eficiency Kekeruhan 51 Beberapa flokulan sejenis mampu menyisihkan kekeruhan dengan efisiensi penyisihan kekeruhan yang beragam. Pada Tabel 12 berikut disajikan perbandingan kinerja flokulan CMS-g-PAM hasil penelitian dengan flokulan lain dalam menurunkan nilai kekeruhan. Tabel 12 Perbandingan efisiensi penyisihan TSS oleh CMS-g-PAM dan beberapa flokulan lain yang sejenis Nama flokulan Bahan dasar flokulan Konsentrasi uji ppm Kekeruhan awal FTU a , NTU b Kekeruhan akhir FTU a , NTU b Efisiensi penyisihan kekeruhan CMS-g-PAM 1 Pati sagu 9 8,5 a 1,9 a 77,65 TKP-g-PAM 2 Tamarind 9 58 b 14 b 75,86 CMS-g-PAM 3 Pati jagung 9 20 b 4 b 80,00 CMS-g-PAM 4 Pati jagung 9 97 b 89 b 8,25 GGI-g-PAM 5 Gum ghatti 0,8 41 b 29 b 29,27 TKP-g-PAM7 6 Tamarind 9 58 b 28 b 51,72 Catatan: 1 hasil penelitian 2 Ghosh et al. 2011 3 Sen et al. 2009 4 Sen et al. 2011 5 Rani et al. 2012 6 Ghosh et al. 2010 Warna Salah satu sifat fisik air selain kekeruhan adalah warna. Air bersih adalah air yang tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Warna yang terbentuk pada air umumnya disebabkan oleh logam. Tingginya kadar besi Fe pada air menyebabkan air berwarna merah kecoklatan dan berbau logam. Endapan Mn akan memberikan noda-noda pada bahanbenda-benda yang berwarna putih. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran cemaran logam yang terkandung dalam air uji. Padatan yang terdapat di dalam air ikut memberikan kontribusi pada warna air. Air sungai yang digunakan dalam penelitian memiliki warna rata-rata 40,5 unit PtCo. Pati sagu memiliki kemampuan menurunkan warna yang lebih baik daripada CMS. Hal tersebut terlihat dari nilai efisiensi penyisihan warna oleh pati sagu lebih tinggi 65,43 daripada efisiensi penyisihwan warna oleh CMS 60,49. Hasil pengukuran warna dan efisiensi penyisihannya karena pengaruh jenis flokulan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 22. Kopolimer CMS-g-PAM yang difungsikan sebagai flokulan mampu menurunkan kekeruhan air sungai dari 40,5 unit PtCo menjadi 11,4 unit PtCo rata-rata sehingga secara keseluruhan flokulan CMS-g-PAM memiliki rata-rata efisiensi penyisihan kekeruhan 71,85. Dengan demikian reaksi kopolimerisasi yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi penyisihan warna oleh CMS dari 60,49 menjadi 71,85 atau meningkat sebesar 11,36. Peningkatan efisiensi penyisihan kekeruhan oleh CMS dan flokulan CMS-g-PAM secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 13. Hubungan antara warna dan efisiensi penyisihannya karena penggunaan flokulan pati sagu, CMS dan CMS-g-PAM diperlihatkan pada Gambar 34. Semakin tinggi efisiensi penyisihan warna oleh flokulan semakin baik kinerja flokulan tersebut. Dari Gambar 34 terlihat bahwa efisiensi penyisihan warna 52 membentuk pola fungsi polinomial orde 4 seperti pola fungsi efisiensi penyisihan kekeruhan. Tabel 13 Peningkatan efisiensi penyisihan warna oleh CMS dan CMS-g-PAM Sampel Efisiensi Penyisihan kekeruhan Peningkatan Efisiensi Pati sagu 65,43 CMS 60,49 -4,94 A1B1 76,54 11,11 A1B2 71,60 6,17 A1B3 74,07 8,64 A2B1 66,67 1,23 A2B2 72,84 7,41 A2B3 70,37 4,94 A3B1 66,67 1,23 A3B2 71,60 6,17 A3B3 75,31 9,88 Keterangan A1 = jumlah akrilamida 50 ml B1 = waktu reaksi 1 menit A2 = jumlah akrilamida 100 ml B2 = waktu reaksi 3 menit A3 = jumlah akrilamida 150 ml B3 = waktu reaksi 5 menit Gambar 34 Histogram yang menggambarkan hubungan antara nilai warna dan efisiensi penyisihan warna pada air sungai dan air sungai dengan penambahan pati sagu, CMS dan kopolimer CMS-g-PAM y = 0.0007x 4 - 0.0243x 3 + 0.1472x 2 + 1.7826x + 57.278 R² = 0.4375 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0 Rem m o v a l E ff iciency Wa rna Wa rna Unit P tCo Kode Sampel Warna Removal Eficiency Warna Poly. Removal Eficiency Warna 53 Hasil analisis ragam warna pada tingkat kepercayaan 95 menunjukkan bahwa jenis flokulan tidak berpengaruh nyata terhadap warna. Hasil analisis ragam kekeruhan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 23. Hasil uji perbandingan berpasangan dengan metode BNJ menunjukkan bahwa secara statistik jenis flokulan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap perubahan nilai kekeruhan. Hasil uji beda kekeruhan karena pengaruh jenis flokulan dengan metode BNJ secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 24. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi air uji seperti kandungan zat tersuspensi, sifat zat tersuspensi, suhu dan pH Indriyati 2008. Kondisi awal air uji memiliki karakteristik suhu 27 o C dan rataan pH 6,85 dengan kekeruhan 40,5 unit PtCo. Penggunaan dosis flokulan yang optimum pada pH dan suhu optimum akan dapat menurunkan warna secara maksimal. Kopolimerisasi Cangkok Menggunakan Iradiasi Gelombang Mikro dengan Perlakuan Penutup Aluminium Foil dan Tanpa Penutup Berdasarkan saran dari tim penguji pada saat ujian tesis, maka perlu dilakukan percobaan lanjutan untuk verifikasi pengaruh penggunaan tutup bejana reaksi. Percobaan lanjutan dilakukan dengan perlakuan penggunaan tutup alumium foil dan tanpa penggunaan tutup pada proses kopolimerisasi cangkok di dalam oven microwave. Percobaan lanjutan tersebut menggunakan kondisi perlakuan terbaik yaitu jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit. CMS yang digunakan adalah 5 gram dan diperoleh produk 4,8 g atau terjadi konversi 96. Dari hasil pengukuran dan perhitungan diketahui bahwa nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan tanpa menggunakan tutup 1,262 lebih tinggi hampir empat kali lipat 3,6 kali jika dibandingkan dengan nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan menggunakan tutup aluminium foil 0,349. Nilai rataan kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dapat dilihat pada Tabel 14, sedangkan hasil penugujian secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 25. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan tutup mempengaruhi efisiensi pencangkokan akrilamida pada kerangka dasar CMS dari pati sagu. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan tersebut maka dilakukan analisis ragam dan uji beda nyata jujur pada tingkat kepercayaan 95. Tabel 14 Hasil pengukuran kadar nitrogen, nilai GR dan nilai GE dengan perlakuan menggunakan penutup dan tanpa penutup Perlakuan Akrilamida 50 ml Waktu reaksi kopolimerisasi menit Kadar N Kjeldahl Nisbah pencangkokan GR Efisiensi Pencangkokan GE Kopolimerisasi dengan tutup aluminium foil 100 3 1,45 7,95 0,349 Kopolimerisasi tanpa tutup 100 3 4,40 28,76 1,262 54 Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tutup aluminium foil berpengaruh nyata terhadap nilai GE. Hasil analisis ragam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26. Berdasarkan hasil uji beda nyata jujur diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata antara efisiensi pencangkokan yang dihasilkan dari perlakuan percobaan dengan menggunakan tutup aluminium foil dan tanpa menggunakan tutup pada bejada reaksi. Perhitungan uji beda nyata jujur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26. Hal tersebut mengindikasikan bahwa logam aluminium foil dapat menghalangi terjadinya reaksi kopolimerisasi secara lebih sempurna karena gelombang mikro tidak dapat menembus lapisan logam tersebut. Dengan demikian, jika ada penelitian lanjutan terkait dengan penelitian ini disarankan untuk tidak menggunakan penutup berupa logam pada bejana reaksi. Teknologi Iradiasi Gelombang Mikro Skala Industri Gelombang mikro telah diaplikasikan di dunia industri. Industri yang telah memanfaatkan gelombang mikro adalah industri pangan. Pada skala industri, gelombang mikro yang digunakan memiliki panjang gelombang 328 mm dengan frekuensi 915 megahertz. berbeda dengan gelombang mikro yang digunakan pada skala rumah tangga yang memiliki panjang gelombang lebih pendek yaitu 122 mm dan frekuensi 2,45 gigahertz. Pada industri pangan, gelombang mikro sering difungsikan sebagai pengering sehingga juga disebut dengan microwave dryer. Kemampuannya memanaskan bahan secara lebih cepat dengan pemanasan spontan dan merata lebih disukai karena menghemat waktu pengeringan. Waktu pengeringan yang umumnya memakan waktu dalam hitungan jam, dapat diselesaikan dalam hitungan menit jika menggunakan oven microwave. Pada Gambar 35 diperlihatkan contoh oven microwave yang digunakan di dunia industri. Penggunaan gelombang mikro dalam reaksi kimia yang memerlukan pemanasan bahan masih jarang ditemui di industri. Untuk itu, aplikasi gelombang mikro yang memiliki banyak kelebihan, terutama mampu memanaskan bahan secara cepat dan merata, akan menghemat waktu produksi di industri. Gambar 35 Oven microwave skala industri www.microwaves.it 55 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kopolimer cangkok CMS-g-PAM dapat disintesis dari pati sagu dan akrilamida dengan menggunakan iradiasi gelombang mikro microwave initiated synthesis. Berdasarkan hasil pengukuran perolehan produk, nisbah pencangkokan, efisiensi pencangkokan dan kinerja flokulasi dapat disimpulkan bahwa kondisi reaksi kopolimerisasi terbaik adalah dengan menggunakan jumlah akrilamida 100 ml dan waktu reaksi kopolimerisasi 3 menit menggunakan microwave. Pada kondisi tersebut diperoleh perolehan produk 99,82, nisbah pencangkokan 7,95 dan efisiensi pencangkokan 0,349. Perolehan produk tidak dipengaruhi secara nyata oleh jumlah akrilamida, waktu reaksi dan interaksi keduanya, sedangkan nisbah pencangkokan dan efisiensi pencangkokan dipengaruhi secara nyata oleh jumlah akrilamida, waktu reaksi dan interaksi keduanya. Flokulan terbaik yang dihasilkan mampu menurunkan TSS 7,5 mgl menjadi 2,5 mgl 66,67, kekeruhan 8,5 FTU menjadi 2 FTU 76,47 dan warna 40,5 unit PtCo menjadi 11 unit PtCo 72,84. Penggunaan aluminium foil mempengaruhi kadar nitrogen, nisbah pencangkokan, dan efisiensi pencangkokan produk yang dihasilkan pada reaksi kopolimerisasi cangkok yang menggunakan iradiasi gelombang mikro. Nilai GR nisbah pencangkokan dan nilai GE efisiensi pencangkokan produk CMS-g- PAM hasil reaksi kopolimerisasi tanpa menggunakan tutup 1,262 lebih tinggi hampir empat kali lipat 3,6 kali jika dibandingkan dengan nilai GR dan nilai GE pada sampel uji dengan perlakuan menggunakan tutup aluminium foil 0,349. Saran Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan CMS komersial atau dengan menggunakan suhu reaksi yang melebihi suhu gelatinisasi pati sagu pada saat pembuatan CMS. Penelitian lanjutan terkait dengan penggunaan gelombang mikro disarankan untuk menggunakan penutup bejana reaksi yang dapat ditembus oleh gelombang mikro atau tanpa menggunakan penutup. 56 57 DAFTAR PUSTAKA Amuda OS, IA Amoo, dan OO Ajayi. 2006. Performance Optimization of Coagulant Flocculant in Treatment of Wastewater from a Beverage Industry. J Hazard Mater B129: 69-72. Arbakariya A, BA Asbi dan R Norjehan. 1990. Rheological Behaviour of Sago Starch during Liquefaction and Saccharification. J Food Eng 10: 610-613. Aunuddin, 2005. Statistika : Rancangan dan Analisis Data. Bogor ID: IPB Press. Bassett J, RC Denney, GH Jeffery dan J Mendham. 1994. Buku Ajar VOGEL Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. AH Pudjaatmaka dan L Setiono, penerjemah. Jakarta ID: Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Vogels Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis. Boediono MPADR. 2012. Pemisahan dan Pencirian Amilosa dan Amilopektin dari Pati Jagung dan Pati Kentang pada Berbagai Suhu [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Metode pengujian koagulasi-flokulasi dengan cara Jar. SNI 19-6449-2000. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Tepung sagu. SNI 3729:2008. Beiitz HD dan Grosch W. 1987. Food Chemistry. Ed ke-2. Berlin DE: Springer Verlag. Cecil, JE, G Lau, SH Heng, dan CK Ku. 1982. The sago industry: a technical profile based on preliminary study made in Sarawak. London GB: London Tropical Institute. Chang R. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi ke-2 3. Achmadi SS, penerjemah. Simarmata, Editor. Jakarta ID: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: General Chemistry: The Essential Concepts. Cresswell CJ, Runquist OA, Campbell M. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Bandung ID: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Spectrum Analysis of Organic Compound. An Introductory Programmed Text. Desmukh SR, Sudhakar K, Singh RP. 1991. Drag-reduction efficiency, shear stability, and biodegradation resistance of carboxymethyl cellulose-based and starch-based graft coplymers. J Appl Sci 43: 1091-1101. Dewi P. 2007. Isolasi dan Optimasi Flokulasi Mikrob Potensial Penghasil Bioflokulan dari Lumpur Aktif. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta ID: Penerbit Kanisius. Enrico B. 2008. Pemanfaatan Biji Asam Jawa Tamarindus indica sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tahu [tesis]. Medan ID: Universitas Sumatera Utara. [FST] Food Science and Technology. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Edisi ke-3. Ed: J BeMiller dan R Whistler. London GB. Academic Press Elsevier. Ghosh S, G Sen, U Jha, dan S Pal. 2010. Novel biodegradable polymeric flocculant based on polyacrylamide-grafted tamarind kernel polysaccharide. Bioresour Technol 101: 9638-9644. 58 Ghosh S, U Jha, dan S Pal. 2011. High Performance Polymeric Flocculant Based on Hydrolyzed Polyacrylamide Grafted Tamarind Kernel Polysaccharide Hyd. TKP-gPAM. Bioresour Technol 102: 2137-2139. Goyal P, V Kumar, dan P Sharma. 2007. Carboxymethylation of Tamarind Kernel Powder. Carbohydr Polym 69: 251-255. Gupta, AL. 2010. Polymer Chemistry. Meerut IN: Pragati Publications. Harahap Y. 2006. Pembentukan akrilamida dalam makanan dan analisisnya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No. 3, Desember 2006, 107 - 116. [terhubung berkala]. http:jurnal. farmasi.ui.ac.idpdf2006v03n03 akrilamid.pdf?PHPSESSID=2d09a4864d7b99981e25b664aeb9440b.html [21 Januari 2013] Hasan, BI. 2011. Budidaya Tanaman Sagu. http:budiimanhasansp.blogspot.com 201111budidaya-tanaman-sagu.html [20 Februari 2013] Hashem A, Afifi MA, El-Alfy EA, Hebeish A. 2005. Synthesis, characterization and saponification of poly AN-starch composites and properties of their hydrogels. Am J Appl Sci 2: 614-621. Ho YC, I Norli, AFM Alkarkhi, dan N Morad. 2010. Characterization of Biopolymeric Flocculant PAM: A Comparative Study on Treatment and Optimization in Kaolin Suspension. Bioresour Techno 101: 1166-1174 Indriyati. 2008. Proses Pengolahan Limbah Organik secara Koagulasi dan Flokulasi. J Rekay Lingk 4: 125-130. Jong dan A Widjono. 2007. Sagu: Potensi Besar Pertanian Indonesia. Iptek Tanaman Pangan 21: 54-65. Jong, FS. 1995. Research for Development of Sago Palm Metroxylon sagu Rottb. Cultivation in Sarawak, Malaysia. Wageningen DE: Landbouwuniversiteit te Wageningen. Kurniadi T. 2010. Kopolimerisasi grafting monomer asam akrilat pada onggok singkong dan karakteristiknya [tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Mishra S, GU Rani, dan G Sen. 2012. Microwave Initiated Synthesis and Application of Polyacrylic Acid rafted Carboxymethyl Cellulose. Carbohydr Polym J 87: 2255-2262. Mistry BD. 2009. A Handbook of Spectroscopic Data CHEMISTRY UV, JR, PMR, JJCNMR and Mass Spectroscopy. Jaipur IN: Oxford Book Company. Moad G dan Solomon. 2006. The Chemistry of Radical Polymerization. Edisi ke- 2. Oxford GB: Elsevier Scienc. Mostafa M. 2007. Modification of carbohydrate polymers Part 2: Grafting of methacrylamide onto pregelled starch using vanadium –mercapto succinic acid redoxs pair. J Appl Sci Res 38: 681-689. Othman Z, S Al-Assaf dan O Hassan. 2010. Molecular Characterisation of Sago Starch Using Gel Permeation Chromatography Multi-Angle Laser Light Scattering. Sains Malaysiana 396: 969-973. Pal S, G Sen, S Ghosh dan RP Singh. 2012. High Performance polymeric flocculants based on modified polysaccharides – Microwave assisted synthesis. Carbohydr. Polym. 87: 336-342. 59 Pamere N. 2012. Apa Sih Microwave atau Gelombang Micro Itu [terhubung berkala]. http:pamere-pamere.blogspot.com201209microwave- gelombang-micro_22.html [19 April 2013] Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Component. Edisi ke-2. London GB: Academic Press Inc. Purwaningsih H. 2012. Rekayasa Biopolimer dari Limbah Pertanian Berbasis Selulosa dan Aplikasinya sebagai Material Separator [disertasi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Rani P, G Sen, S Mishra, dan U Jha. 2012. Microwave assisted synthesis of polyacrylamide grafted gum ghatti and its application as flocculant. Carbohydr Polym 89: 275-281. Rath SK dan RP Singh. 1997. Flocculation characteristics of grafted and ungrafted starch, amylose, and amylopectin. J Appl Polym Sci 66: 1721 – 1729. Rinawita. 2010. Modifikasi Selulosa dengan Teknik Pencangkokan dan Penautan Silang Menggunakan Akrilamida [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Risdianto, D. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi untuk Pengolahan Air Limbah Industri Jamu Studi Kasus PT. Sido Muncul [tesis]. Semarang ID: Univesitas Diponegoro. Syamsir E, P Hariyadi, D Fardiaz, N Andarwulan, dan F Kusnandar. 2012. Pengaruh Proses Heat-Moisture Treatment HMT terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati. J. Teknol. dan Industri Pangan 231: 100-106. Sen G, R Kumar, S Ghosh, dan S Pal. 2009. A Novel Polymeric Flocculant based on Polyacrylamide Grafted Carboxymetylstarch. Carbohydr Polym 77: 822-831. Sen G, S Ghosh, U Jha, dan S Pal. 2011. Hydrolyzed Polyacrylamide Grafted Carboxymethulstarch Hyd. CMS-g-PAM: an Efficient Flocculant for Treatment of Textile Industry Wastewater. Chem Eng J 171: 495-501. Sen G, S Mishra, GU Rani, P Rani dan R Prasad. 2012. Microwave Initiated Synthesis of Polyacrylamide grafted Psyllium and its application as flocculant. Int J Biol Macromol 50: 369-375. Shagar AD, JS Pulle, SM Reddy dan MV Yadav. 2012. Microwave Assisted Synthesis of Carboxymethyl Starch. J Chem Sci: 101: 36-42. Silvianita S, Nurmasari I, Sulistio A, Kurniawan F, Sumarno. 2004. Kopolimerisasi dari poliakrilamida pada pati dengan metode grafting. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses; Semarang, 21-22 Apr 2004. Surabaya ID: Institut Teknologi Sepuluh November. Skoog DA, FJ Holler, dan TA Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Michigan US: Saunders College Pub. Sumaryono. 2007. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 294. Bogor ID: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Susi dan Ruriani E. 2009. Pengenalan Tanaman Sagu [internet]. http:xa.yimg.comkqgroups258960882033444349namesagu [15 Januari 2013] Tchobanoglous G, FL Burton, dan HD Stensel. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse. Edisi ke-4. MacGrawHill Companies, Inc. 60 Teli MD dan Waghmare. 2009. Synthesis of superabsorbent from carbohydrate waste. Carbohydr Polym 78: 492-496. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta ID: Gramedia. Guo-xiu X, Zhang Shu-fen, Ju Ben-zhi, dan Yang Jin-zong. 2005. Recent Advances in Modified Starch as Flocculant. The Proceedings of the 3rd International Conference on Functional Molecules: 8-11 September 2005. Beijing CN: hlm 13-18. Yang Z. Bo Yuan, X Huang, J Zhou, J Cai, H Yang, A Li, R Cheng. 2012. Evaluation of the Flocculation Performance of Carboxymethylchitosan- graft-polyacrylamide, a Novel Amphoteric Chemically Bonded Composite Flocculant. Water Research 46:107-114 Yuliasih, I. 2008. Fraksinasi dan Asetilasi Pati Sagu Metroxylon sago Rottb serta Aplikasi Produknya Sebagai bahan Campuran Plastik Sintetik. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 61 LAMPIRAN 62 63 Lampiran 1 Sertifikat analisis akrilamida dari PT Tridomain Chemicals 64 Lampiran 2 Diagram alir penyiapan pati sagu Pati Sagu Dikeringkan di dalam oven T = 50 o C, t =12 jam Diangin-anginkan Disaring 200 mesh Uji Proksimat - Kadar Air - Kadar Abu - Kadar Lemak - Kadar Protein - Kadar Serat - Kadar Karbohidrat 65 Lampiran 3 Prosedur analisis proksimat

a. Prosedur Analisis Kadar Air SNI 3729:2008

Cawan porselen dikeringkan dengan oven pada suhu 103 ± 3 o C selama satu jam dan kemudian didiamkan di dalam desikator selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian ditimbang bobotnya dan dicatat sebagai W 1 . Contoh pati sagu sejumlah 2 g ditimbang dengan necara analitik di atas cawan porselen yang telah ditimbang dan dicatat sebagai W. Cawan berisi pati sagu tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 103 ± 3 o C selama satu jam satu jam setelah suhu mencapai 103 ± 3 o C. Selanjutnya cawan tersebut didiamkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang sebagai W 2 . Penetapan kadar air dilakukan secara duplo. Kadar air pati sagu merupakan selisih antara bobot contoh awal sebelum dikeringkan dan bobot contoh setelah dikeringkan. Keterangan: W adalah bobot contoh g W 1 adalah bobot cawan kosong g W 2 adalah bobot cawan kosong dan bahan kering g

b. Prosedur Analisis Kadar Abu SNI 3729:2008

Cawan dipijarkan di dalam tanur listrik pada suhu 550 °C ± 10 °C, yang sebelumnya dipanaskan dahulu pada penangas listrikbunsen dengan nyala api kecil selama 1 jam. Selanjutnya cawan dinginkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang W 1 . Lalu, contoh pati sagu ditimbang sejumlah 2 g – 5 g contoh W. Setelah itu cawan berisi contoh diarangkan di atas penangas listrikbunsen dengan nyala api kecil dan kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 °C ± 10 °C sampai putih atau kelabu selama 5 jam – 8 jam. Selanjutnya cawan tersebut diinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang W 2 . Kemudian cawan dimasukkan kembali ke dalam tanur pada suhu yang sama selama 1 jam dan dinginkan dalam desikator dengan waktu yang sama dan timbang. Langkah tersebut diulangi sampai diperoleh bobot tetap selisih penimbangan yang terakhir dan yang sebelumnya maksimum 1 mg W 2 . Pengujian kadar abu dikakukan secara duplo. Kadar abu dalam contoh dihitung sebagai berikut. Keterangan: W adalah bobot contoh g W 1 adalah bobot cawan kosong g W 2 adalah bobot cawan kosong dan abu g 66

c. Prosedur Analisis Kadar Protein SNI 01-2891-1992

Sampel ditimbang 0.51 g, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 250 mL, lalu ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 mL H 2 SO 4 pekat. Labu kemudian dipanaskan di atas pemanas listrik atau pembakar Bunsen sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan sekitar 2 jam. Setelah dibiarkan mendingin, campuran diencerkan, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dan ditera. Sebanyak 5 ml larutan dimasukkan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 5 mL NaOH 30, dan labu distilasi segera ditutup. Distilasi dilakukan kurang lebih 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 mL larutan asam borat 2. Ujung pipa dibilas dengan akuades, lalu dititrasi dengan larutan HCl 0.01 N. Penetapan blangko dikerjakan tanpa sampel. Keterangan: V1 = Volume HCl 0.01 N titrasi sampel ml V2 = Volume HCl 0.01 N titrasi blanko ml N = Normalitas HCl Fk = Faktor konversi protein dari:  makanan secara umum = 6,25  susu dan hasil olahannya = 6,38  mentega dan kacang = 5,46 fp = Faktor pengenceran

d. Prosedur Analisis Kadar Lemak SNI 01-2891-1992

Sejumlah contoh ditimbang 1 g – 2 g catat sebagai W dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas dan dikeringkan di dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 o C selama satu jam. Selongsong tersebut kemudian didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan ditimbang W 1 . Kemudian, selongsong tersebut dimasukkan ke dalam soxhlet yang terhubung dengan lamu lemak berisi pelarut lemak heksana dan batu didih yang telah diketahui bobotnya. Lalu, lemak diekstrak dengan cara direfluks selama enam jam. Lemak dalam pelarut disuling sehingga diperoleh kembali pelarut yang semula dipakai dalam alat soxhlet dan lemak dalam labu lemak. Labu lemak kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 o C selama sat jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan W 2 . Keterangan: W adalah bobot contoh g W 1 adalah bobot sebelum ekstraksi g W 2 adalah bobot sesudah ekstraksi g 67

e. Prosedur Analisis Kadar Serat SNI 01-2891-1992

Contoh sejumlah 2 g – 4 g ditimbang W. Lemak yang terkandung didalam contoh dibebaskan terlebih dahulu dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet atau dengan cara mengaduk-mengendap-tuangkan contoh dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Contoh tersebut kemudian dikeringkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Sejumlah 50 ml larutan H 2 SO 4 1,25 ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut dan selanjutnya dididihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Sejumlah 50 m NaOH 3,25 ditambahkan dan didihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas, campuran dalam erlenmyer disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu seperti Whatman 54, 41 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan larutan H 2 SO 4 1,25 panas, air panas dan etanol 96. Kemudian kertas saring beserta isinya diangkat dan dimasukkan ke dalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 °C, dinginkan dan timbang sampai bobot relatif tetap W 1 . Setelah ditimbang dihitung dengan rumus a, jika berat lebih besar dari 1 maka buka kertas saring beserta isinya, timbang sampai bobot tetap W 2 . Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1 maka kertas saring beserta isinya dabukan dan ditimbang sampai bobotnya tetap. Perhitungan: a. Serat kasar ≤1 b. Serat kasar 1 Keterangan: W adalah bobot contoh g; W 1 adalah bobot abu g W 2 adalah bobot endapan pada kertas saring g

f. Prosedur Analisis Kadar Pati SNI 3729:2008

Sejumlah contoh ditimbang lebih kurang 1 g contoh dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Lalu, ditambahkan 200 ml larutan HCl 3 , didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. Kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 30 cek dengan kertas lakmus atau indikator fenolftalein, dan ditambahkan sedikit CH 3 COO H 3 agar suasana larutan menjadi agak sedikit asam. Setelah itu, isinya dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml dan diimpitkan hingga tanda garis, kemudian saring. Lalu 10 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, kemudian ditambahkan 25 ml larutan Luff-Schoorl dengan pipet dan beberapa butir batu didih serta 15 ml air suling. Campuran tersebut kemudian dipanaskan di atas api dengan nyala yang tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit gunakan stopwatch, didihkan terus 68 selama tepat 10 menit dihitung dari saat mulai mendidih dan gunakan stopwatch, kemudian dengan cepat dinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin, lalu ditambahkan 25 ml H2SO4 25 perlahan-lahan dan 15 ml larutan KI 20 . Campuran tersebut dititar secepatnya dengan larutan natrium tio sulfat 0,1 N gunakan penunjuk larutan kanji 0,5. Pengujian dilakukan secara duplo. Prosedur yang sama dikerjakan juga untuk blanko. Untuk mencari volume ml natrium tio sulfat yang digunakan, maka dihitung : Kemudian dilihat dalam daftar Luff-Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk ml natrium tio sulfat yang digunakan. Kadar pati = 0,90 x kadar glukosa dengan: W adalah bobot contoh mg; b adalah glukosa yang terkandung untuk ml thio yang dipergunakan mg, dari Tabel 15; fp adalah faktor pengenceran Tabel 15 Penetapan gula menurut Luff-Schoorl 69 g. Prosedur Analisis Kadar Amilosa SNI 6128:2008 Pembuatan larutan standar amilosa . Untuk membuat larutan standar amilosa maka digunakan 100 mg potato amylosa yang ditambahkan 1 ml alkohol 90 dan 9 ml NaOH 1 N. Kemudian Larutan dipanaskan selama 10 menit, kemudian didinginkan 1 jam dan diencerkan dengan aquades sampai volume 100 ml. Larutan dipipet masing-masing 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 dan 6 ml. Pada larutan tersebut ditambahkan 2 ml I 2 dan asam asetat 0,5 N masing-masing 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ; 3,5 ; 4,0 ml. Larutan diencerkan lagi dengan aquades sampai volume 100 ml kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 620 nm yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16 Larutan amilosa standar Amilosa Standar mgL Absorbansi pada 620 nm 0.021 10 0.286 20 0.479 30 0.612 40 0.854 50 1.013 60 1.248 Pengukuran kadar amilosa pati sagu . Langkah pertama adalah menimbang sejumlah 100 mg contoh dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian diberi 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N. Kemudain larutan dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100 o C selama 10 menit dan didinginkan selama 1 jam. Setelah itu larutan diencerkan dengan air suling menjadi 100 ml. Larutan contoh dipipet 5 ml dan ditambahkan 2 ml I2 dan 1 ml asam asetat 0,5 N. Kemudain encerkan kembali dengan aquades sampai volume 100 ml dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 620 nm. Hasil pengukuran absorbansi contoh kemudian diplotkan ke kurva amilosa standar seperti yang diperlihatkan pada Gambar 35. Gambar 35. Kurva amilosa standar y = 0.0197x + 0.0544 R² = 0.9951 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 20 40 60 80 A b sor b an si p ad a 620 n m Konsentrasi amilosa mgL 70 Lampiran 4 Prosedur analisis kadar nitrogen SNI 19-7119.2-2005 Senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan asam sulfta pekat dengan katalis campuran selen membentuk ammonium sulfat atau NH 4 2 SO 4 . Kadar ammonium dalam ekstrak selanjutnya ditetapkan dengan spektrofotometri. Alat yang digunakan adalah neraca analitik, tabung digestion dan blok digestion, pengocok tabung, spektrofotometer, labu didih 250 ml, Erlenmeyer 100 ml dan tabung reaksi. Pereaksi yang digunakan adalah H 2 SO 4 pekat 95-97 p.a., dan campuran selen p.a. Tahapan penetapan dengan spektrofotometri adalah: Pembuatan larutan Standar 0 Encerkan ekstrak blanko dengan air bebas ion menjadi 50 ml. Jumlah blanko yang dikerjakan disesuaikan dengan volume standar 0 yang diperlukan. Standar pokok 1.000 ppm N Timbang 4,7143 g serbuk NH 4 2 SO 4 p.a. ke dalam labu ukur 1 L. Tambahkan air bebas ion hingga tepat 1 L dan kocok hingga larutan homogen Standar 20 ppm N Buat dengan memipet 2 ml larutan standar pokok 1.000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan standar 0 hingga tepat 100 ml Deret standar 0-20 ppm N Pipet 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar N 20 ppm masing-masing ke dalam tabung reaksi 10 ml. Tambahkan standar 0 hingga semuanya menjadi 10 ml. Deret standar ini memiliki kepekatan 0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20 ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran. Larutan Na-fenat Timbang 100 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 L. Setelah dingin tambahkan 125 g serbuk fenol dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 L. Larutan buffer tartrat Timbang 50 g serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 L. Setelah dingin tambahkan 50 g serbuk K, Na-tartrat dan aduk hingga larut. Encerkan dengan air bebas ion sampai 1 L. Natrium hipoklorit NaOCl 5 Pengukuran N dengan spektrofotometer Pipet 1 ml ekstrak contoh ke dalam tabung reaksi, tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok dengan pengocok tabung. Pipet ke dalam tabung reaksi masing- masing 2 ml ekstrak encer dan deret standar. Tambahkan berturut-turut larutan buffer tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml, kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5, kocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak pemberian pereaksi ini. Catatan: Warna indobiofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian perekasi dan pengukuran setiap deret standard dan contoh. 71 Lampiran 3 Prosedur Uji Kadar Nitrogen SNI 19-7119.2-2005 lanjutan Perhitungan Keterangan: ppm kurva adalah kadar contoh yang di dapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko 100 adalah konversi ke fp adalah faktor pengenceran 10 fk adalah faktor koreksi kadar air = 100100- kadar air