RESILIENSI PADA WANITA PASCA KEMATIAN PASANGAN HIDUP

(1)

RESILIENSI PADA WANITA PASCA KEMATIAN

PASANGAN HIDUP

SKRIPSI

Oleh :

HALIMA INSRIANI

07810094

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2011


(2)

RESILIENSI PADA WANITA PASCA KEMATIAN PASANGAN HIDUP

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Halima Insriani

07810094

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2011


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

1. Judul Skripsi : Resiliensi PadaWanita Pasca Kematian Pasangan Hidup 2. Nama Peneliti : Halima Insriani

3. Nomor Induk Mahasiswa : 07810094

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu penelitian : 3 – 9 Oktober 2011

7. Tanggal Ujian : 4 November 2011

Malang, 4 November 2011 Telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Diah Karmiyati, M.Si Zainul Anwar, S.Psi,. M.Psi


(4)

(5)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Halima Insriani

NIM : 07810094

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul :

Resiliensi Pada Wanita Pasca Kematian Pasangan Hidup

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebgian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui Malang, 4 November 2011

Ketua Program Studi yang menyatakan

M. Salis Yuniardi, S.Psi., M.Psi Halima Insriani


(6)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan, kecuali ucapan alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Resiliensi Pada Wanita Pasca Kematian Pasangan Hidup” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa kelancaran penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Tulus Winarsunu M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dr. Diah Karmiyati, M.Si dan Zainul Anwar, S.Psi,. M.Psi selaku pembimbing I dan pembimbing II yang sudah banyak meluangkan waktunya serta selalu memberikan kritik, saran, bimbingan serta motivasinya sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

3. M. Salis Yuniardi, M.Psi selaku Dosen Wali Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2007 kelas B yang telah banyak membantu dan mengarahkan kegiatan akademis penulis

4. Kepada para subjek penelitian, yang telah memberikan ijin penelitian, dan yang merelakan rahasia pribadinya untuk penulis demi pengembangan keilmuan, permintaan maaf dan terima kasih saya haturkan.

5. Kedua orang tuaku “Abah dan Umik” ku tersayang, yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian dan dukungannya kepada iin yang tak terhingga selama ini.

6. Kakakku “Mas hudi dan Umi Kalsum” yang sudah memberikan motivasinya sehingga iin dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, Semoga menjadi orang tua yang sukses bagi anak-anakmu kelak

7. Rizal Abidin ”Bezita” ku sayang, yang selalu setia memberi perhatian lebih dan kesabaran serta memberi support untuk bulma selama ini.

8. Sahabat yang paling baik untuku, “Sita”, selalu menemaniku diwaktu suka dan duka. Semoga kelak kau jadi dokter yang sukses.


(7)

9. Dan kedua sahabatku ”Diah (Bebebs/Indul) dan Febbri” memberi support yang amat besar, serta perhatian maupun pengertiannya. Terimakasih atas persahabatan yang telah kalian berikan.

10.“Gayuh, ririf, dan Randhi” terimakasih atas dukungan dan bantuan kalian selamaini, U are is the best. Spesial untuk kalian yang sudah mau menemaniku, mendengarkan keluh dan kesah ku selama ini.

11.Semua teman-temanku di Fakulatas Psikologi angkatan 2007 khususnya kelas B, Nina, Panca, Ade, Romo, Nia, Dian dan semuanya terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kita selama ini. Terlebih untuk terimakasih atas perhatiannya selama ini.

12.Sasa, Ardy, Icha Teman seperjuanganku dalam Bimbingan, akhirnya perjuangan kita membuahkan hasil juga. Semoga kalian juga cepat menyusul.

13.Untuk Kiki, mbak Uma, mbak Risa yang selalu ada dihari-hariku dekat ujian skripsi canda tawa kita takkan pernah terlupakan. Serta semua teman-teman kost 63 “terimakasih”

14.Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata tiada satupun karya manusia yang sempurna, oleh karenanya saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis hargai dan harapkan. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan ridhonya kepada kita semua amien.

Malang, 4 November 2011 Penulis

Halima Insriani


(8)

ABSTRACTION

Insriani, Halima.(2011). resilience in women after the death of a spouse Skripsi, Psikologi faculty Universitas Muhammadiyah Malang.

Adviser: (1) Dr. Diah Karmiyati, M.Si, (2) Zainul Anwar, S.Psi,. M.Psi.

===================================================================== Keywords: resilience in women after the death of a spouse

Death is something that can’t be prevented by anyone and it will happen to every living being has a soul. In general, the period of the phase / time when the loss of a husband (deceased) by Conroy (in, Hurlock, 1997), that in life he had lost enthusiasm for life, if people are unable to accept the reality of the death of a loved one, then rose again backwards plain where he willing to accept the death of beloved husband and trying to build a new lifestyle with the interests and activities to fill the void. Therefore, women need to know how to post resilience spouse's death.

This study is a qualitative descriptive study aimed to describe the resistance in women after the death of a spouse, the aspect I am, I Have, and I could. Samples used is 4 people who are able to post resilience death of a spouse. For extracting data using interviews as a data source and test the validity of this method. Interview techniques used were semi-structured interview technique, so established communication free but that seems geared more supple and flexible. As a validity test to check the correctness of data, triangulation of sources made from family and friends.

From the results of research has been done, it is known that the psychological condition experienced by subjects such as feeling sad, feeling lonely, need lots of help / pull away, feeling

sorry, feeling din’t sincerity, will be tough after her husband died. Resistance can arise due to internal and external factors that are owned by a woman. Internal factors include feelings, behaviors and beliefs, and ask for help and external factors that enhance resilience, including support from friends, friends, parents, children, our environment and interpersonal owned by a woman. It can also be seen from (aspek I Am) the ability of subjects to be independent and responsible to make the subject believe that their problems can be solved. (Aspek I Have) in the form of the same people who gave encouragement to them and have a relationship in an effort to meet the love tank is less than the people closest to them. (Aspek I Can), which together form a relationship of mutual trust and seeking temperament can measure themselves and others. This suggests that post-death Life Endurance Women's Pairs, women have guidelines or principles of his life to beresiliensi based on the aspect of I Am, I Have, I Can


(9)

INTISARI

Insriani, Halima.(2011). ResiliensiPadaWanitaPascaKematianPasanganhidup Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Pembimbing : (1) Dr. DiahKarmiyati, M.Si, (2) Zainul Anwar, S.Psi,. M.Psi.

===================================================================== Kata kunci :Resiliensi, WanitaPascaKematianPasanganHidup

Kematian adalah sesuatu yang tidak dapat dicegah oleh siapapun dan itu akan terjadi pada setiap makhluk hidup yang bernyawa. Secara garis besar tahap/jangka waktu bila kehilangan suami (meninggal) menurut Conroy (dalam, Hurlock, 1997 ), bahwa dalam kehidupan yang mengalami hilang semangat hidup, apabila orang tersebut tidak sanggup menerima kenyataan atas kematian satu-satunya yang dicintainya, kemudian bangkit kembali kemasa biasa dimana ia telah menerima dengan rela kematian suami yang dicintainya dan mencoba membangun pola hidup baru dengan minat dan aktivitas untuk mengisi kekosongan. Oleh sebab itu perlu diketahui bagaimana cara wanita untuk beresiliensi pasca kematian pasangan hidupnya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan resiliensi pada wanita pasca kematian pasangan hidup, yaitu aspek I Am, I Have, dan I Can. Sampel yang digunakanadalah 4 orang yang sudah dapat beresiliensi pasca kematian pasangan hidupnya. Untuk penggalian data digunakan wawancara sebagai sumber data sekaligus sebagai uji keabsahan metode. Adapun teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara semi terstruktur, agar terjalin komunikasi yang bebas namun terarah sehingga terkesan lebih luwes dan fleksibel. Sebagai uji keabsahan untuk mengecek kebenaran data, dilakukan triangulasi sumber yaitu dari pihak keluarga dan sahabat.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwasanya subjek mengalami kondisi psikologis seperti merasa sedih, merasa kesepian, membutuhkan banyak bantuan/menarik diri, perasaan menyesal, perasaan ketidakikhlasan, akan dapat resilien setelah suaminya meninggal. Resiliensi itu dapat muncul karena adanya faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh seorang wanita. Adapun faktor internal meliputi perasaan, tingkahlaku dan kepercayaan, serta meminta bantuan dan faktor eksternal yang meningkatkan resiliensi meliputi dukungan sahabat, teman, orang tua, anak, lingkungan kita serta interpersonal yang dimiliki oleh seorang wanita. Selain itu juga dapat dilihat dari (aspek I Am) kemampuan subjek untuk mandiri dan bertanggungjawab yang membuat subjek yakin bahwa masalah yang dimilikinya dapat selesai. (aspek I Have) yang sama berupa orang-orang yang memberi semangat pada mereka dan mempunyai hubungan sebagai upaya pemenuhan kasihsayang yang kurang dari orang terdekat mereka. (aspek I Can) yang sama berupa mencari hubungan yang dapat dipercaya dan dapat mengukur tempramen diri sendiri dan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa Resiliensi Pada Wanita Pasca kematian Pasangan Hidup, yaitu wanita memiliki pedoman atau prinsip hidupnya untuk beresiliensi berdasarkan pada aspek I Am, I Have, I Can


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN……… i

LEMBAR PERSETUJUAN………... iii

LEMBAR PENGESAHAN………... iv

SURAT PERNYATAAN……….. v

KATA PENGANTAR………... vi

ABSTRACTION……… vii

INTISARI……….. ix

DAFTAR ISI………. x

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I: PENDAHULUAN………. 1

A. LatarBelakang……….. 1

B. RumusanMasalah………... 6

C. TujuanMasalah………... 6

D. Manfaat………. 6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA……….. 8

A. Resiliensi ……….. 8

1. Pengertian………... 8

2. Aspek-AspekResiliensi……… 9

a. I Have………... 9

b. I Am………... 10

c. I Can………. 11

3. KarakteristikResiliensi………... 13

B. KematianPasanganHidup……… 14

C. DinamikaResiliensiPadaWanitaPascaKematianPasanganHidup…………. 16

1. KerangkaPikiran………. 19

BAB III: METODE PENELITIAN……….. 20


(11)

B. BatasanIstilah……… 20

C. Subjekpenelitian……….. 21

D. MetodePengumpulan Data……….. 22

E. ProsedurPenelitian………... 23

F. TeknikAnalisa Data………. 25

G. MetodeKeabsahan………... 26

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 27

A. HasilPenelitian………. 27

1. IdentitasSubjekPenelitian………. 27

2. GambaranKasus………. 27

B. Analisa Data………. 39

1. Subjek IT……… 39

2. Subjek AD………. 44

3. Subjek ND………. 48

4. Subjek FA……….. 52

C. Pembahasan ………. 59

BAB V: PENUTUP……….. 63

A. Kesimpulan……….. 63

B. Saran……… 63

DAFTAR PUSTAKA……….. 65

LAMPIRAN………. 66


(12)

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 : : : : : : : : KarakteristikResiliensipadaindividu……….. Jadwalpenelitian……….. Identifikasisubjek………...

Hasilanalisasubjek IT……….

Hasilanalisasubjek AD……… .. Hasilanalisasubjek ND……….. Hasilanalisasubjek FA. ………..

RangkumanTahapanResiliensipadasubjek………... 14 24 27 39 44 48 52 57 xi


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D

: : : :

Informed Consent………

Guide Wawancara… ………

Verbatim Subjek………...

Verbatim triangulasisumber………

68 70 77 114


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Angelina Sondakh: BeratJalaniHidupTanpaAdjieMassaid (sabtu, 19 februari 2011).

Diperolehdarihttp://celebrity.okezone.com/read/2011/02/19/33/426468/angelina-sondakh-berat-jalani-hidup-tanpa-adjie-massaid, diunduh tanggal 19-06-2011 Benard, Bonnie. (2004). Resiliency what we have learned. Wested

Chandra,Silvia.(2008).Resiliensi.Diperolehdarihttp://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/resili ensi.html. diunduh tanggal 19-01-2011

Cavanaugh, J.C., & Blanchard-Fields, F (2006). Adult development and aging (5th ed.) Belmont, CA: Wadsworth Publishing/Thomson Learning

Desmita. (2010). Psikologi perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Hapsari, P. Rini. (2010). Resiliensi wanita yang berperan sebagai orang tua tunggal pasca kematian suaminy. Undergraduate Theses Airlangga University. diunduh tanggal 22-04-2011

Hurlock, B. Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta :Erlangga

Henderson, N & Milstein, M. (2003).Resiliency in school.California : Corwin Press

Matthews, W. D. (1995).Family resiliency. Article from North Carolina Cooperative Exstension A & T University

Mitchell, Budinahjoesoef. 1992. Dilema Perceraian. Jakarta :Arcan

Moleong, Lexy.(2006). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT RemajaRosdakarya Santrock, John. (2002). Life-span development.Jakarta :Erlangga

____________(2003). Adolescence.Jakarta :Erlangga

Taylor, John B. (1993). "Discretion versus Policy Rules in Practice," Carnegie-Rochester Conference Series on Public Policy. Press


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ikatan pernikahan merupakan bentuk status dimana pria dan wanita secara legal hidup bersama, membentuk keluarga yang di dalamnya terjalin hubungan emosional. Hidup bersama yang dijalini pasangan yang sudah menikah membuat mereka harus berbagi segalanya, baik itu kebahagiaan maupun kesulitan. Hubungan emosional yang melibatkan perasaan dan kesetiaan ini kemudian membuat individu berharap pernikahan akan berlangsung selamanya. Harapan ini jarang sekali dapat terjadi, tidak semua pasangan menikah mampu bersama sampai akhir hayat.

Berpisahnya individu yang mengakibatkan berakhirnya pernikahan terjadi karena dua hal, perceraian atau kematian pasangan. Menurut Cavanaugh dan Fields (2006), penyebab perceraian pada saat ini difokuskan pada kegagalan individu menangani konflik. Konflik terjadi karena perbedaan pendapat antara dua individu yang terikat hubungan pernikahan. Akhirnya untuk mengakhiri konflik, salah satu solusi yang digunakan adalah bercerai, namun individu yang mengalami perceraian masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang telah putus dengan pasangannya dan masih dapat mengharapkan bantuan dari pasangan, terutama dalam masalah yang berkaitan dengan keperluan anak (Mitchell, 1992). Hal ini juga berkaitan dengan peraturan di beberapa negara bahwa masing-masing pihak tetap bertanggung jawab atas kesejahteraan anak.

Bagi manusia, mati adalah misteri yang akan tetap misterius. Kita tidak akan pernah mengerti mangapa mati, mengapa saat kematian tidak bersamaan, mengapa seorang kita cintai yang diharapkan berumur panjang justru mati pada saat yang tidak kita inginkan, mengapa pula seorang yang jahat terhadap sesamanya tidak kunjung mati, atau justru mati pada saat yang tidak kita inginkan, mengapa pula orang tua renta yang sudah lumpuh masih juga tidak segera dipanggil oleh Yang Maha Esa.


(16)

2

Kematian adalah sesuatu yang tidak dapat dicegah oleh siapapun dan itu akan terjadi pada setiap makhluk hidup yang bernyawa. Secara garis besar tahap/jangka waktu bila kehilangan suami (mati) menurut Conroy ( dalam, Hurlock, 1997) terbagi atas:

Hilang semangat hidup apabila orang tersebut tidak sanggup menerima kenyataan atas kematian satu-satunya yang dicintai. Hidup merana yang ditandai dengan usaha untuk terus mengenang masa silam dan ingin sekali untuk melanjutkannya. Depresi karena kesadaran bahwa suaminya telah tiada dan mendorongnya untuk mencari kompensasi seperti obat-obatan dan alkohol. Dan bangkit kembali kemasa biasa dimana ia telah menerima dengan rela kematian suami yang dicintainya dan mencoba membangun pola hidup baru dengan minat dan aktivitas untuk mengisi kekosongan.

Berbeda dengan mereka yang sudah berusia tua yang sesuai dengan tugas perkembangannya telah mempersiapkan diri akan kematian pasangan hidupnya, maka usia dewasa awal sebagian besar masih berfikir tentang kesenangan dan tidak mempersiapkan diri secara matang dan kemungkinan terburuk yaitu perpisahan akibat kematian.

Beberapa pendapat menyebutkan, kehilangan pasangan lebih banyak dialami oleh wanita. Hal ini dikarenakan wanita mempunyai harapan hidup yang lebih lama daripada pria, dan wanita cenderung menikahi pria yang lebih tua dari dirinya (Hurlock, 1999). Pendapat ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (dalam Laksono, 2008) bahwa perbandingan jumlah duda dengan janda di Indonesia adalah 100:469, artinya jumlah duda hanya seperlima dari jumlah janda.

Masa menjanda merupakan masalah yang lebih serius bagi wanita, sehingga wanita kurang dapat beresiliensi dengan baik terhadap hilangnya suami. Masalah-masalah masa menjanda tersebut diantaranya kesehatan mental (misalnya selalu merasa kesepian, depresi sampai bunuh diri), kehidupan sosial (misalnya kurangnya kesempatan untuk tertarik kegiatan diluar rumah, maupun kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya), ekonomi (relatif tidak mencukupi) dan kesehatan fisik (Hurlock, 1999). Masalah yang timbul karena pada saat wanita kehilangan suaminya ia harus menjalani 2 peran sekaligus, misalnya


(17)

3

mengurus anak dan menafkahi mereka, serta melakukan pekerjaan rumah tangga yang biasanya dilakukan oleh laki-laki, seperti memperbaiki saluran air atau memperbaiki atap rumah, dan lain-lain.

Dalam www.celebrity.okezone.com (19 februari 2011) Jakarta Aktor sekaligus politikus Adjie Massaid telah pergi untuk selamanya. Bagi sang istri, Angelina Sondakh tidak mudah menjalani kehidupan tanpa suami tercinta. Berat pun mulai dia rasakan sekarang. “Setiap hari saya berusaha bangkit, saya selalu ingat Mas Adjie pas Keanu bangun. Dulu bisa berbagi, tapi sekarang tidak.Dulu kita saling bergantian, tapi sekarang mulai terasa berat karena tidak gampang

harus saya lalui satu demi satu,” kata Angelina Sondakh saat ditemui di Gedung Nusantara 1, DPR/MPR, Jakarta Pusat, Jumat (18/2/2011). Tidak hanya berat dalam menjalani kehidupan tanpa Adjie, akan tetapi perempuan kelahiran 28 Desember 1977 ini juga harus membangkitkan semangat anak-anaknya.

“Dulu saya selalu berdua di mana pun sama Mas Adjie, baik itu di rumah atau di kantor. Tetapi sekarang, semuanya berbeda dan ini sangat berat.Tapi saya harus bangkit lagi demi anak-anak,” lanjutnya. Meski Adjie telah tiada, namun Angelina merasa sang suami selalu ada di

sisinya setiap kali menjalani aktivitas. “Ini yang membuat kita terus bersemangat.Kita tidak boleh bersedih terus,” tutupnya.

Seperti diketahui, Adjie Massaid meninggal karena serangan jantung di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, usai bermain sepak bola di kawasan Lebak Bulus, 5 Februari 2011.

Karena permasalahan tersebut wanita tidak bisa larut terlalu lama dalam kesedihan, mereka dituntut untuk lebih tegar dalam menghadapi masalah hidupnya, seperti tanggungan anak yang butuh banyak biaya, pekerjaan yang tidak dapat diabaikan terlalu lama, dan agar dapat membuka diri untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Permasalah di atas membuat seorang wanita yang ditinggal pasangannya karena kematian harus bisa menyelasaikan masalahnya dan bangkit dari keterpurukan atau yang disebut dengan resiliensi.

Menurut Matthews (1995), resiliensi yaitu kemampuan seseorang untuk bangkit kembali dari tekanan hidup, belajar dan mencari element positif dari lingkungannya, untuk membantu kesuksesan proses beradaptasi dengan segala


(18)

4

keadaan dan mengembangan seluruh kemampuannya, walau berada dalam kondisi hidup tertekan, baik secara eksternal atau internal. Individu yang mampu bertahan setelah pasangannya meninggal adalah mereka yang mampu mengontrol emosinya sehingga ia tidak berlarut dalam kesedihan, melanjutkan aktivitas kehidupannya tanpa pasangan, mampu menentukan tujuan hidupnya setelah pasangannya meninggal (seperti mengambil pekerjaan baru atau menjalani pendidikan kembali), serta tidak menutup diri dan mau mengembangkan hubungan yang lebih luas dengan teman-teman atau orang baru.

Orang yang resilien menunjukkan kemampuan adaptasi yang lebih dari cukup ketika menghadapi kesulitan. Pada wanita yang berkecimpung secara aktif di sektor publik, karena keluasan wawasannya akan lebih mudah menerima kenyataan dibandingkan mereka yang hanya berkutat dalam segi domestik saja. Hal ini yang menyebabkan seseorang sering kali tidak dapat menerima kematian orang yang dicintainya karena ketidaksiapan mental untuk menghadapi kematian itu sendiri, sehingga menimbulkan dampak yang sangat komplek dalam kehidupannya.

Kegagalan beresiliensi terhadap kematian pasangan terjadi pada seorang wanita di Jawa Barat. Wanita yang bernama Ipong ini menderita gangguan schizophrenia setelah ditinggal mati oleh suaminya. Suami Ipong meninggal ketika ia mengandung anak pertamanya. Sejak ditinggal suaminya, kondisi emosional Ipong tidak stabil dan ia menolak berinteraksi, bahkan dengan keluarganya sendiri (Iskandar, 2009). Lain halnya dengan Trisnawati, janda dengan satu anak ini berhasil mengelola bisnis dan rumah tangganya disaat bersamaan, walaupun harus menjalani sendiri (Laksono, 2008).

Janda yang usianya lebih muda, menurut Hoyer dan Roodin (2003), cenderung untuk menunjukkan reaksi grief lebih sering. Wanita pada saat dewasa dini masih merasa banyak hal yang harus dilakukan berdua dengan pasangannya, seperti membesarkan anak dan membangun perekonomian keluarga bersama, sehingga kehilangan pasangan menjadi peristiwa yang sangat sulit.mereka akan lebih sering mengingat suaminya dan berharap suaminya akan kembali.

Sejumlah penelitian yang mempelajari wanita pada paruh kehidupan telah menemukan bahwa pekerjaan memainkan peranan penting dalam kesehatan


(19)

5

psikologis wanita (Baruch dan Barnett dalam Santrock, 2002). Pekerjaan rumah tangga seperti mengurus kebersihan rumah dan memenuhi kebutuhan setiap orang yang ada di rumah, memakan waktu lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan di luar. Pekerjaan rumah tangga membuat lebih banyak energi yang terbuang, lingkungan sosial wanita lebih sempit, dan ketergantungan terhadap suami lebih tinggi. Situasi tersebut membuat pekerjaan ibu rumah tangga lebih mudah menimbulkan stres daripada pekerjaan di luar. Pekerjaan wanita di luar pekerjaan rumah memberikan manfaat ketika istri kehilangan suaminya. Wanita yang tidak terlalu tergantung pada suaminya tetap akan merasa kesepian setelah kematian suaminya, namun gaya hidup mereka tidak akan berubah banyak. Mereka tetap memiliki aktivitas rutin yang dapat menjadi pengalihan perhatian dan energi secara positif.

Berdasarkan penelitian CLOC (Changing Liver of Older Couples) janda/duda yang selama masa kehidupan pernikahannya sangat tergantung kepada pasangannya cenderung akan cemas dan dalam jangka waktu yang lama sering mengingat akan pasangannya yang telah meninggal pada 6 bulan setelah kematian pasangannya, daripada mereka yang tidak terlalu bergantung pada pasangannya selama masa pernikahan. Bagi ibu rumah tangga yang tidak memiliki aktivitas rutin di luar rumah (pekerjaan), dalam kehidupan sehari-harinya hanya mengurus kebutuhan rumah tangga termasuk mengurus anak dan suami. Kondisi tersebut membuat ibu rumah tangga memiliki ketergantungan yang lebih terhadap suaminya, sehingga pada saat suaminya meninggal mereka akan mengalami periode duka cita yang lebih lama daripada ibu bekerja, yang dapat mempersulit proses resiliensi setelah kematian suami.

Dari hasil survey yang sudah dilakukan pada tanggal 4-april-2011 oleh peneliti ditemukan bahwasanya wanita yang kondisi psikologi pasca kematian pasangan hidupnya mengalami kesedihan dan kehidupan yang berbeda setelah kehilangan pasangan hidupnya, wanita yang mengalami kematian pasangan hidup akan merasakan perasaan kesepian apabila melakukan aktivitas sehari-hari, hal ini disebabkan semasa bersama dengan passangan hidupnya subjek selalu melakukan aktivitas sehari-hari bersama-sama dengan pasangan hidupnya. Selain itu mereka juga cenderung untuk menarik diri dari lingkungannya, dan kemudian


(20)

6

melanjutkan hidup dengan sanak keluarganya. Wanita telah yang ditinggalkan oleh pasangan hidupnya akan memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai seorang ayah dan ibu, mereka mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya, hal ini yang membuat mereka harus mampu bertahan dan bekerja kesar, tidak boleh terus-menerus meratapi nasibnya dan harus melanjutkan kehidupannya walaupun tanpa pasangan hidupnya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, adanya Aspek-aspek I Am, I Have, I Can yang mempengaruhi seseorang untuk beresiliensi, maka peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan “Resiliensi pada Wanita yang Mengalami Kematian Pasangan Hidup”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana kondisi psikologis pasca kematian pasangan hidup?

2. Bagaimana proses resiliensi pada wanita pasca kematian pasangan hidup? C. Tujuan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui kondisi psikologispasca kematian pasangan hidup pada wanita 2. Untuk mengetahui proses resiliensi pada wanita pasca kematian pasangan

hidup D. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberi manfaat : 1. Manfaat teoritis

Kajian tentang masalah dampak kematian pasangan hidup ini dapat menambah khasanah pengetahuan, khusunya bagi psikologi perkembangan 2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk;

a. Sebagai gambaran dan memberi informasi dalam mensikapi situasi atas kematian pasangan hidupnya.


(21)

7

b. Sebagai masukan bagi masarakat bahwa begitu pentingnya dukungan sosial bagi mereka yang ditinggalkan oleh pasangannya.


(22)

(1)

mengurus anak dan menafkahi mereka, serta melakukan pekerjaan rumah tangga yang biasanya dilakukan oleh laki-laki, seperti memperbaiki saluran air atau memperbaiki atap rumah, dan lain-lain.

Dalam www.celebrity.okezone.com (19 februari 2011) Jakarta Aktor sekaligus politikus Adjie Massaid telah pergi untuk selamanya. Bagi sang istri, Angelina Sondakh tidak mudah menjalani kehidupan tanpa suami tercinta. Berat pun mulai dia rasakan sekarang. “Setiap hari saya berusaha bangkit, saya selalu ingat Mas Adjie pas Keanu bangun. Dulu bisa berbagi, tapi sekarang tidak.Dulu kita saling bergantian, tapi sekarang mulai terasa berat karena tidak gampang harus saya lalui satu demi satu,” kata Angelina Sondakh saat ditemui di Gedung Nusantara 1, DPR/MPR, Jakarta Pusat, Jumat (18/2/2011). Tidak hanya berat dalam menjalani kehidupan tanpa Adjie, akan tetapi perempuan kelahiran 28 Desember 1977 ini juga harus membangkitkan semangat anak-anaknya.

“Dulu saya selalu berdua di mana pun sama Mas Adjie, baik itu di rumah atau di kantor. Tetapi sekarang, semuanya berbeda dan ini sangat berat.Tapi saya harus bangkit lagi demi anak-anak,” lanjutnya. Meski Adjie telah tiada, namun Angelina merasa sang suami selalu ada di sisinya setiap kali menjalani aktivitas. “Ini yang membuat kita terus bersemangat.Kita tidak boleh bersedih terus,” tutupnya.

Seperti diketahui, Adjie Massaid meninggal karena serangan jantung di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, usai bermain sepak bola di kawasan Lebak Bulus, 5 Februari 2011.

Karena permasalahan tersebut wanita tidak bisa larut terlalu lama dalam kesedihan, mereka dituntut untuk lebih tegar dalam menghadapi masalah hidupnya, seperti tanggungan anak yang butuh banyak biaya, pekerjaan yang tidak dapat diabaikan terlalu lama, dan agar dapat membuka diri untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Permasalah di atas membuat seorang wanita yang ditinggal pasangannya karena kematian harus bisa menyelasaikan masalahnya dan bangkit dari keterpurukan atau yang disebut dengan resiliensi.

Menurut Matthews (1995), resiliensi yaitu kemampuan seseorang untuk bangkit kembali dari tekanan hidup, belajar dan mencari element positif dari lingkungannya, untuk membantu kesuksesan proses beradaptasi dengan segala


(2)

keadaan dan mengembangan seluruh kemampuannya, walau berada dalam kondisi hidup tertekan, baik secara eksternal atau internal. Individu yang mampu bertahan setelah pasangannya meninggal adalah mereka yang mampu mengontrol emosinya sehingga ia tidak berlarut dalam kesedihan, melanjutkan aktivitas kehidupannya tanpa pasangan, mampu menentukan tujuan hidupnya setelah pasangannya meninggal (seperti mengambil pekerjaan baru atau menjalani pendidikan kembali), serta tidak menutup diri dan mau mengembangkan hubungan yang lebih luas dengan teman-teman atau orang baru.

Orang yang resilien menunjukkan kemampuan adaptasi yang lebih dari cukup ketika menghadapi kesulitan. Pada wanita yang berkecimpung secara aktif di sektor publik, karena keluasan wawasannya akan lebih mudah menerima kenyataan dibandingkan mereka yang hanya berkutat dalam segi domestik saja. Hal ini yang menyebabkan seseorang sering kali tidak dapat menerima kematian orang yang dicintainya karena ketidaksiapan mental untuk menghadapi kematian itu sendiri, sehingga menimbulkan dampak yang sangat komplek dalam kehidupannya.

Kegagalan beresiliensi terhadap kematian pasangan terjadi pada seorang wanita di Jawa Barat. Wanita yang bernama Ipong ini menderita gangguan schizophrenia setelah ditinggal mati oleh suaminya. Suami Ipong meninggal ketika ia mengandung anak pertamanya. Sejak ditinggal suaminya, kondisi emosional Ipong tidak stabil dan ia menolak berinteraksi, bahkan dengan keluarganya sendiri (Iskandar, 2009). Lain halnya dengan Trisnawati, janda dengan satu anak ini berhasil mengelola bisnis dan rumah tangganya disaat bersamaan, walaupun harus menjalani sendiri (Laksono, 2008).

Janda yang usianya lebih muda, menurut Hoyer dan Roodin (2003), cenderung untuk menunjukkan reaksi grief lebih sering. Wanita pada saat dewasa dini masih merasa banyak hal yang harus dilakukan berdua dengan pasangannya, seperti membesarkan anak dan membangun perekonomian keluarga bersama, sehingga kehilangan pasangan menjadi peristiwa yang sangat sulit.mereka akan lebih sering mengingat suaminya dan berharap suaminya akan kembali.

Sejumlah penelitian yang mempelajari wanita pada paruh kehidupan telah menemukan bahwa pekerjaan memainkan peranan penting dalam kesehatan


(3)

psikologis wanita (Baruch dan Barnett dalam Santrock, 2002). Pekerjaan rumah tangga seperti mengurus kebersihan rumah dan memenuhi kebutuhan setiap orang yang ada di rumah, memakan waktu lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan di luar. Pekerjaan rumah tangga membuat lebih banyak energi yang terbuang, lingkungan sosial wanita lebih sempit, dan ketergantungan terhadap suami lebih tinggi. Situasi tersebut membuat pekerjaan ibu rumah tangga lebih mudah menimbulkan stres daripada pekerjaan di luar. Pekerjaan wanita di luar pekerjaan rumah memberikan manfaat ketika istri kehilangan suaminya. Wanita yang tidak terlalu tergantung pada suaminya tetap akan merasa kesepian setelah kematian suaminya, namun gaya hidup mereka tidak akan berubah banyak. Mereka tetap memiliki aktivitas rutin yang dapat menjadi pengalihan perhatian dan energi secara positif.

Berdasarkan penelitian CLOC (Changing Liver of Older Couples) janda/duda yang selama masa kehidupan pernikahannya sangat tergantung kepada pasangannya cenderung akan cemas dan dalam jangka waktu yang lama sering mengingat akan pasangannya yang telah meninggal pada 6 bulan setelah kematian pasangannya, daripada mereka yang tidak terlalu bergantung pada pasangannya selama masa pernikahan. Bagi ibu rumah tangga yang tidak memiliki aktivitas rutin di luar rumah (pekerjaan), dalam kehidupan sehari-harinya hanya mengurus kebutuhan rumah tangga termasuk mengurus anak dan suami. Kondisi tersebut membuat ibu rumah tangga memiliki ketergantungan yang lebih terhadap suaminya, sehingga pada saat suaminya meninggal mereka akan mengalami periode duka cita yang lebih lama daripada ibu bekerja, yang dapat mempersulit proses resiliensi setelah kematian suami.

Dari hasil survey yang sudah dilakukan pada tanggal 4-april-2011 oleh peneliti ditemukan bahwasanya wanita yang kondisi psikologi pasca kematian pasangan hidupnya mengalami kesedihan dan kehidupan yang berbeda setelah kehilangan pasangan hidupnya, wanita yang mengalami kematian pasangan hidup akan merasakan perasaan kesepian apabila melakukan aktivitas sehari-hari, hal ini disebabkan semasa bersama dengan passangan hidupnya subjek selalu melakukan aktivitas sehari-hari bersama-sama dengan pasangan hidupnya. Selain itu mereka juga cenderung untuk menarik diri dari lingkungannya, dan kemudian


(4)

melanjutkan hidup dengan sanak keluarganya. Wanita telah yang ditinggalkan oleh pasangan hidupnya akan memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai seorang ayah dan ibu, mereka mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya, hal ini yang membuat mereka harus mampu bertahan dan bekerja kesar, tidak boleh terus-menerus meratapi nasibnya dan harus melanjutkan kehidupannya walaupun tanpa pasangan hidupnya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, adanya Aspek-aspek I Am, I Have, I Can yang mempengaruhi seseorang untuk beresiliensi, maka peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan “Resiliensi pada Wanita yang Mengalami Kematian Pasangan Hidup”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana kondisi psikologis pasca kematian pasangan hidup?

2. Bagaimana proses resiliensi pada wanita pasca kematian pasangan hidup?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui kondisi psikologispasca kematian pasangan hidup pada wanita 2. Untuk mengetahui proses resiliensi pada wanita pasca kematian pasangan

hidup

D. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberi manfaat : 1. Manfaat teoritis

Kajian tentang masalah dampak kematian pasangan hidup ini dapat menambah khasanah pengetahuan, khusunya bagi psikologi perkembangan 2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk;

a. Sebagai gambaran dan memberi informasi dalam mensikapi situasi atas kematian pasangan hidupnya.


(5)

b. Sebagai masukan bagi masarakat bahwa begitu pentingnya dukungan sosial bagi mereka yang ditinggalkan oleh pasangannya.


(6)