Pengaruh emotional expressivity pasangan suami-Istri terhadap kepuasan pernikahan

(1)

i

PENGARUH EMOTIOANAL EXPRESSIVITY PASANGAN

SUAMI – ISTRI TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN

Oleh:

AIN RAHMIATI

106070002209

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

vii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PENGARUH EMOTIONAL EXPRESSIVITY PASANGAN SUAMI-ISTRI TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 6 September 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2001

Anggota :


(3)

vii

Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si Neneng Tati Sumiati, M. Si., Psi NIP.19561223 198303 2001 NIP. 19730328 200003 2003

Pembimbing I Pembimbing II

Neneng Tati Sumiati, M. Si., Psi Yufi Adriani, M. Psi NIP. 19730328 200003 2003 NIP. 19820918 200901 2006


(4)

vii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ain Rahmiati

NIM : 106070002209

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Emotional Expressivity

Pasangan Suami-Istri Terhadap Kepuasan Pernikahan” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 6 September 2010

Ain Rahmiati NIM : 106070002209


(5)

vii

Motto

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia

menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu

sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentaram

kepadanya, dan

Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar

tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

(Q.S. Ar-Rum: 21)


(6)

vii ABSTRAK A) Fakultas Psikologi

B) September 2010 C) Ain Rahmiati

D) Pengaruh emotional expressivity pasangan suami-istri terhadap kepuasan pernikahan

E) XIII + 79 Halaman ( belum termasuk lampiran)

Ekspresi emosi berperan penting dalam interaksi interpersonal. Dalam hubungan interpersonal, kecenderungan untuk berekspresi secara emosional berdampak kepada kepuasan atau ketidakpuasan pasangan dalam pernikahan. Di satu sisi, pengungkapan emosi, seperti kasih sayang dan kelembutan membuat adanya rasa keintiman dan kepercayaan dalam hubungan. Di sisi lain, pengungkapan emosi negatif, seperti kemarahan, kebencian, frustasi, dapat membuat persepsi adanya permasalahan dan ketidakpuasan dalam hubungan pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity pasangan suami-istri terhadap kepuasan pernikahan. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling sebanyak 40 pasangan di daerah Tangerang Selatan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji regresi pada taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif istri terhadap kepuasan pernikahan istri dan kepuasan pernikahan suami. Sedangkan, emotional expressivity positif dan negatif suami serta emotional expressivity negatif istri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pernikahan suami maupun istri.

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran kepada pihak yang bersangkutan, khususnya pasangan suami-istri agar melatih pengungkapan emosi baik yang positif maupun negatif secara proporsional karena hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap kepuasan pernikahan mereka.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim

Syukur Alhamdullilah penulis panjatkan untuk kehadirat Allah SWT, karena berkat segala limpahan keanugrehan dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Terselesaikannya skripsi ini sebenarnya juga tidak luput dari bantuan pihak luar, oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi danYufi Adriani, M.Psi yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mendapatkan banyak masukan dari beliau-beliau tersebut, serta terimakasih banyak atas wawasan dan waktu yang telah diberikan.

3. Liany Luzfinda, M.Psi Pembimbing akademik

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan. 5. Seluruh responden yang telah bersedia memberikan waktunya untuk memgisi

angket.

6. Keluarga terindah dan terhebatku yang jauh disana. Emak dan bapak yang telah menjadi motivator dan inspirator terhebat yang kupunya serta doa-doa mu yang selalu diberikan. Adik-adikku Dede, Nita, Darul, dan Ai. Jadilah anak-anak yang selalu menjadi kebanggaan emak dan bapak, terimakasih juga atas doa kalian.


(8)

vii

7. Ibu, Bapak, Dima, Cimi, Mbak Wati, Ayah, Ibu, Kak Sapti, Bang Win, dan Bang Na’, kalian adalah keluarga kedua terindah yang kupunya.

8. Bundo Hanny, Rhi-rhi, Fira, dan Choi untuk persahabatan terindah yang diberikan. Desi, Ndes, dan Teti, teman-teman seperjuanganku dalam mengejar impian dan mendapatkan ilmu, juga Muti, Maihan dan Qori yang sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman Mentor Akademik, yang telah menyempatkan waktunya untuk melakukan brainstorming bersama penulis, serta terima kasih atas wawasan yang tidak ternilai tersebut.

10.Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas BBB (Bukan B Biasa) terimakasih atas kebersamaan dan pembelajaran selama ini. Khususnya Dwi dan Adiyo.

11.Staff bagian Akademik, Umum, dan Keuangan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya bu Mega.

12.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral serta pengertian mereka penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Hanya asa dan doa yang penulis panjatkan semoga pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan yag berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca.

Jakarta, September 2010 Penulis


(9)

vii DAFTAR ISI

Cover

Pengesahan Oleh Panitia Ujian ... i

Lembar Pengesahan Pembimbing ... ii

Motto ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

Pernyataan Bukan Plagiat ... vii

Daftar Isi ...viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Bagan ...xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 11

1.2.1 Pembatasan masalah ... 11

12.2 Perumusan masalah... 12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.3.1 Tujuan penelitian... 13

1.3.2 Manfaat penelitian... 14

1.3.2.1 Manfaat teoritis ... 14

1.3.2.2 Manfaat praktis ... 14

1.4 Sistematika Penulisan ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 16

2.1 Kepuasan Pernikahan ... 16

2.1.1 Pengertian kepuasan pernikahan ... 16

2.1.2 Dinamika kepuasan pernikahan ... 17


(10)

vii

2.1.4 Cara mengukur kepuasan pernikahan ... 24

2.2 Emotional Expressivity... 25

2.2.1 Definisi emotional expressivity... 25

2.2.2 Proses emotional expressivity... 27

2.2.3 Cara pengukuran emotional expressivity ...28

2.3. Kerangka Berfikir ... 30

2.4 Hipotesis Penelitian... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 36

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian... 36

3.2 Populasi dan Sampel ... 36

3.2.1 Populasi ... 36

3.2.2 Sampel ... 36

3.3 Variabel penelitian ... 37

3.3.1 Identifikasi variabel ... 37

3.3.2 Definisi konseptual variabel ... 37

3.3.3 Definisi operasional variabel ... 38

3.4 Pengumpulan Data ... 39

3.4.1 Teknik pengumpulan data... 39

3.5 Uji Alat Ukur ... 42

3.5.1 Uji validitas... 42

3.5.2 Uji reliabilitas ... 43

3.6 Prosedur Penelitian ... 43

3.6.1 Persiapan uji coba alat ukur ... 43

3.6.2 Persiapan pengambilan data ... 44

3.8.3 Pelaksanaan pengambilan data ... 45

3.8 Analisis Data... 46

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian... 48

4.2 Analisis Deskriptif ... 51

4.2.1 Kategorisasi skor kepuasan pernikahan ... 53


(11)

vii

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 56

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 68

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Diskusi ... 70

5.3 Saran...74

5.3.1 Saran Teoritis...74

5.3.2 Saran Praktis ...75

DAFTAR PUSTAKA ...77 LAMPIRAN


(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Peningkatan angka perceraian tahun 2005-2009 ... 3

Tabel 1.2 Matrukulasi hasil penelitian terdahulu... 9

Tabel 3.2 Penskoran emotional expressivity... 41

Tabel 3.3 Blue print Dyadic Adjusment Scale... 42

Tabel 3.4 Blue print Self-Expressiveness Family (SEFQ) ... 43

Tabel 4.1 Jumlah subjek berdasarkan suku... 48

Tabel 4.2 Pendidikan suami ... 49

Tabel 4.3 Pendidikan istri ... 49

Tabel 4.4 Jumlah anak... 49

Tabel 4.5 Lama Pernikahan... 50

Tabel 4.6 Tempat tinggal ... 51

Tabel 4.7 Pendapatan ... 51

Tabel 4.8 Analisi deskriptif emotional expressivity dan kepuasan pernikahan ... 51

Tabel 4.9 Persebaran skor kepuasan pernikahan suami ... 53

Tabel 4.10 Persebaran skor kepuasan pernikahan istri ... 54

Tabel 4.11 Persebaran skor positive emotional expressivity suami ... 54

Tabel 4.12 Persebaran skor positive emotional expressivity istri... 55

Tabel 4.13 Persebaran skor negative emotional expressivity suami ... 55

Tabel 4.14 Persebaran skor negative emotional expressivity istri... 56

Tabel 4.15 Uji Correlation... 57

Tabel 4.16 Model summary... 57

Tabel 4.17 Proporsi varian oleh masing-masing independent variabel pada kepuasan suami ... 58


(13)

vii

Tabel 4.19 Model summary... 61

Tabel 4.20 Uji Correlation... 62

Tabel 4.21 Proporsi varian oleh masing-masing independent variabel pada kepuasan pernikahan istri... 64

Tabel 4.22 Hasil analisis regresi ... 64

Tabel 4.23 Model summary... 66

Tabel 4.24 Ringkasan hasil uji 10 hipotesis penelitian ... 67


(14)

vii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Pola Dinamika Kepuasan Pernikahan... 18 Bagan 2.2 Proses Emotional Expressivity... 27 Bagan 2.3 Kerangka Berpikir... 33


(15)

vii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Manusia tercipta sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia saling membutuhkan satu sama lain dan salah satunya manusia membutuhkan seseorang untuk meneruskan keturunan. Meneruskan keturunan dapat ditempuh melalui proses pernikahan, yang kemudian terbentuklah sebuah keluarga. Santrock (2002) memaparkan bahwa ketika individu memasuki masa dewasa, ia akan melewati siklus kehidupan keluarga berupa penggabungan dua keluarga melalui pernikahan dan menjadi pasangan baru. Di kebanyakan masyarakat, lembaga pernikahan dianggap cara terbaik untuk memastikan anak dibesarkan secara baik-baik. Idealnya, pernikahan memberikan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan seksual, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional dan juga sebagai sumber identitas dan harga diri (Gardiner & Kosmitzky, 2005; Myers, 2002, dalam Papalia et al., 2009).

Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga yang bahagia dengan orang yang dicintainya. Menurut UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1 (UU perkawinan, 1974) pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami


(16)

vii

istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

Setiap orang yang memasuki kehidupan berkeluarga melalui pernikahan tentu menginginkan terciptanya keluarga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin. Hal ini telah menjadi keinginan dan harapan mereka jauh sebelum dipertemukan dalam ikatan pernikahan yang sah. Penelitian yang dilakukan dari tahun 1950 – 1970 telah membuktikan bahwa seseorang yang menikah lebih bahagia daripada orang yang hidup sendiri. Penelitian pada 2000 orang dewasa menemukan bahwa laki-laki dan wanita segala umur yang menikah melaporkan lebih puas atau bahagia daripada yang masih sendiri, bercerai maupun yang duda atau janda (Paplia & Olds, 1994). Bahkan, orang yang menikah lebih sehat baik secara fisik maupun psikis dari pada orang yang bercerai, duda atau janda, dan yang tidak pernah menikah. Ini sangat berpengaruh baik bagi laki-laki maupun perempuan (Ross, et al., dalam Papalia & Olds,1994).

Dalam faktanya, meskipun pernikahan membawa kebahagiaan tapi banyak juga orang yang mengakhiri pernikahannya dengan perceraian. Misalnya, pada tahun 2002 di Amerika serikat ada delapan dari setiap 1000 orang dewasa yang menikah, sementara empat dari setiap 1000 bercerai (Papalia & Olds, 1994). Faktanya, di Indonesia pun terjadi peningkatan angka perceraian dalam lima tahun terakhir ini. Lima tahun lalu, angka perceraian masih di bawah 100 tetapi kini mencapai lebih dari 200 ribu, untuk lebih jelasnya peningkatan angka perceraian dari tahun 2005 -2009 dapat dilihat pada tabel 1.1. Pada tahun 2009, perkara perceraian yang diputuskan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah


(17)

vii

mencapai 223.371 perkara. Bila dirata-ratakan dari tahun 2005-2009, maka tiap tahun terdapat 161.656 kasus perceraian. Jika diasumsikan, setahun terdapat 2 juta peristiwa perkawinan maka 8 % di antaranya berakhir dengan perceraian (Hermansyah, 2010).

Tabel 1.1 Peningkatan angka perceraian 2005 - 2009

Meningkatnya angka perceraian di Indonesia beberapa tahun terakhir memang merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Meski demikian, jika ditinjau dari segi sejarah, angka perceraian di negara ini sesungguhnya bersifat fluktuatif. Hal itu dapat dibaca dari hasil penelitian Mark Cammack, guru besar dari Southwestern School of Law-Los Angeles, USA pada tahun 1950-an yang menemukan bahwa angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada dekade itu, dari 100 perkawinan 50 di antaranya berakhir dengan perceraian. Tetapi pada tahun 1970-an hingga 1990-an, tingkat perceraian di Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara menurun drastis sementara di belahan dunia lainnya justru meningkat. Angka perceraian di Indonesia meningkat kembali secara signifikan sejak tahun 2001 hingga 2009 (Hermansyah, 2010).


(18)

vii

Perceraian tentunya tidak terjadi begitu saja, pasti ada faktor yang mendasarinya. Berdasarkan data yang didapatkan peneliti dari Badan Pengadilan Agama Indonesia yang mengungkapkan bahwa faktor penyebab perceraian yang paling banyak adalah perselisihan yang terus menerus yang disebabkan oleh ketidakharmonisan dalam pernikahan. Pada tahun 2009, ada 72.274 kasus perceraian yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia dengan alasan tidak adanya keharmonisan lagi.

Berdasarkan data tersebut, peneliti mengasumsikan bahwa ketidakharmonisan dalam pernikahan disebabkan oleh ketidakserasian atau ketidakcocokan pasangan. Perasaan tidak cocok ini sebenarnya merupakan sinyal bahwa adanya ketidakpuasan seseorang dengan hubungan yang ia bina bersama pasangannya.

Veroff dan kawan-kawan (dalam Atwater, 1985) juga menyatakan bahwa peningkatan kecenderungan ketidakpuasan pernikahan pasangan berdampak pada perceraian. Banyak pasangan yang menghadapi kesulitan dan merasa tidak puas dengan perkawinannya. Fischer menyatakan bahwa perasaan tidak puas dalam suatu pernikahan merupakan awal kegagalan pernikahannya. Seseorang yang tidak puas dengan pernikahannya akan memilih perceraian sebagai titik akhir bila berbagai upaya tidak dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi pernikahan yang memburuk. Para ahli perkawinan seperti Fowers dan Kurdek, juga menyatakan salah satu konsekuensi dari pernikahan yang tidak puas adalah perceraian. Hal ini juga dipertegas oleh Donelly (dalam Litzinger & Gordon, 2005) bahwa


(19)

vii

kemungkinan besar perceraian terjadi karena rendahnya kepuasan pernikahan pasangan.

Veroff dkk (dalam Atwater, 1985) juga mengungkapkan bahwa bagaimanapun kebahagiaan pasangan secara langsung tergantung pada kepuasan pasangan dalam aspek-aspek pernikahan. Misalnya, studi penting mengenai kesehatan mental orang Amerika menunjukan bahwa pasangan yang sangat puas dengan pernikahannya adalah mereka yang lebih menekankan pada aspek hubungan dari pernikahan mereka, sementara pasangan yang kurang bahagia lebih menyandarkan diri pada peran hubungan. Jadi, ketika seseorang puas dengan pernikahannya maka ia akan tetap bahagia meskipun ada beberapa hal yang membuat ia kecewa dengan keadaan sekitarnya. Bahkan, seseorang yang tidak puas dengan pernikahannya, ia akan cenderung mencari kepuasan yang lebih pada anak, pekerjaan atau sesuatu yang materiil.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kepuasan dalam pernikahan untuk menciptakan kebahagiaan secara keseluruhan dalam kehidupan rumah tangga. Pentingnya kepuasan pernikahan ini juga dipertegas oleh Lavenson dan kawan-kawan (dalam Lavenson dkk, 1994) dalam penelitiannya menunjukan bahwa kepuasan pernikahan bisa mempengaruhi kesehatan mental dan fisik. Dengan kata lain, pasangan dari pernikahan yang puas memiliki tingkat kesehatan mental dan fisik lebih baik dari pasangan yang merasa puas dengan pernikahannya.

Begitu banyak faktor yang dihubungkan dengan kepuasan pernikahan, tergantung pada apa yang menjadi fokus peneliti dalam studinya. Beberapa peneliti ada yang memfokuskan pada karakteristik individual (seperti


(20)

vii

kepribadiaan, atribusi, afek). Sementara peneliti yang lain menitikberatkan pada dinamika hubungan (seperti, komunikasi, kepuasan seksual, konflik) dan ada juga peneliti yang mempertimbangkan pada konteks yang lebih luas dari hubungan pernikahan (seperti peran anak). Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan penelitian pada dinamika hubungan, yaitu aspek komunikasi dalam pernikahan. Penelitian-penelitian terdahulu telah mengidentifikasi bahwa komunikasi yang efektif sebagai komponen utama pada kepuasan pernikahan (dalam Litzinger & Gordon, 2005).

Menurut Geiss & O’Leary, 1981; Halford, Hahlweg, & Dunne, 1990; Sher & Baucom, 1993; Smith, Vivian, & O’Leary, 1990 (dalam Raur & Volling, 2005), permasalahan pada komunikasi disebut sebagai sesuatu yang paling umum, bisa dikatakan sesuatu yang paling menganggu yang menjadi keluhan pasangan saat meminta terapi pernikahan. Konstruk dari komunikasi itu sendiri bertujuan agar adanya komunikasi dengan orang lain, dimana individu harus mampu mengekspresikan emosi-emosi dan pikiran-pikirannya. Secara keseluruhan, pola dan gaya pengungkapan emosi individu-individu ini cenderung berbeda yang dikenal sebagai emotional expressivity. Halberstadt dan kawan-kawan (1995) mendefinisikan emotional expressivity sebagai pola atau gaya individu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi verbal dan non verbal yang sering kali muncul tetapi tidak selalu tampak sebagai suatu hal yang berhubungan dengan emosi, misalnya ketika seseorang marah dengan temannya, tidak selalu ia memperlihatkan kemarahannya itu.


(21)

vii

Dalam melihat kepuasan pernikahan yang dihubungkan dengan emotional, peneliti menemukan bahwa emotional expressivity pasangan behubungan dengan kepuasan pernikahan mereka (Lavee & Ben-Ari, 2005; Cartensen et al., 1995; Halberstadt et al., 1995).

Penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa ekspresi emosi memang berperan penting dalam interaksi interpersonal (Lavee & Ben-Ari, 2005; Cartensen et al., 1995; Halberstadt et al., 1995; Rauer & Volling, 2005). Dalam hubungan interpersonal, kecenderungan untuk berekspresi secara emosional berdampak kepada kepuasan atau ketidakpuasan pasangan dalam berhubungan. Di satu sisi, pengungkapan emosi, seperti kasih sayang dan kelembutan membuat adanya rasa keintiman dan kepercayaan dalam hubungan. Di sisi lain, pengungkapan emosi, seperti kemarahan, kebencian, frustasi, dapat membuat persepsi bahwa adanya permasalahan dan ketidakpuasan dalam hubungan.

Emotional expressivity ini terbagi menjadi dua dimensi, yaitu ekspresi emosi positif, seperti bahagia dan cinta yang berbeda dengan ekspresi emosi negatif, seperti marah dan kesal (Cartensen et al.,1995; Kring & Gordon, 1998). Ternyata dua dimensi ini mempunyai peran yang berbeda dalam mempengaruhi kepuasan pernikahan. Perbedaan inilah yang penting untuk dilihat dalam penelitian ini.

Selain itu, banyak peneliti yang telah melaporkan bahwa ada perbedaan level emotional expressivity pada laki-laki dan perempuan. Perempuan biasanya lebih eskpresif pada banyak emosi yang berbeda, seperti bahagia, sedih, dan takut (Kring dan Gordon, 1998). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan


(22)

vii

Cartensen dan kawan-kawan (1995) yang menemukan bahwa perempuan lebih ekspresif baik pada emosi positif maupun emosi negatif daripada laki-laki.

Sebagaimana telah dijelaskan oleh Santrock (2002) bahwa istri secara konsisten lebih terbuka pada pasangan mereka daripada suami dan perempuan lebih cenderung mengekspresikan kelembutan, ketakutan, dan kesedihan daripada pasangan mereka. Bagi sebagian besar laki-laki, mengendalikan kemarahan merupakan orientasi emosional yang umum. Keluhan umum yang disampaikan perempuan dalam suatu pernikahan adalah bahwa suami mereka tidak peduli pada kehidupan emosional mereka dan tidak mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka sendiri.

Menurut Blumstein dan Schwartz (dalam Santrock, 2002), perempuan lebih sering mengeluh bahwa mereka harus membuat suami mereka mengatakan apa yang ia rasakan dan mendorong mereka untuk terbuka. Laki-laki seringkali menanggapi bahwa mereka terbuka atau mereka tidak mengerti apa yang diinginkan istri mereka dari dirinya. Laki-laki memprotes bahwa sebanyak apapun mereka berbicara, hal itu tidak cukup bagi istri mereka sementara perempuan mengatakan bahwa mereka menginginkan kehangatan lebih banyak seperti halnya juga keterbukaan dari suami mereka. Sebagai contoh, perempuan lebih sering daripada laki-laki dalam memberikan ciuman atau pelukan spontan kepada pasangan mereka jika sesuatu yang positif terjadi.

Sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Halberstadt dkk (1995) menemukan bahwa ada perbedaan gender dalam mengekspresikan kepuasan pernikahan. Bagi istri yang merasa puas dengan pernikahannya, ia akan


(23)

vii

meningkatkan emotional expressivity yang positif daripada mengurangi emotional expressivity negatifnya. Sebaliknya, suami yang merasa puas dengan pernikahannya akan mengurangi emotional expressivity negatif mereka daripada meningkatkan emotional expressivity positifnya. Hal ini menununjukkan bahwa emotional expressivity positif istri berhubungan dengan besarnya kepuasan pernikahan istri. Sementara, emotional expressivity negatif suami berhubungan dengan kurangnya kepuasan suami.

Berikut ini matrikulasi beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh emotional expressivity terhadap kepuasan pernikahan.

Tabel 1.2

Matrikulasi Hasil Penelitian Terdahulu

NO Nama Hasil Penelitian

1. Schaap et al., (dalam Cartensen et al., 1998)

Ekspresi emosi negatif seperti marah, sedih, benci, dan emosi negatif lainnya berperan sebagai best descriminator antara pernikahan yang puas dan yang tidak puas.

2. Halberstadt et al., (1995) Emotional expressivity positif istri berhubungan secara positif dengan kepuasan pernikahan istri, sementara emotional expressivity negatif suami berhubungan secara negatif dengan kepuasan pernikahan suami.

3. Cartensen, Gottman, & Lavenson (1995)

Level positive emotional expressivity berhubungan dengan kepuasan pernikahan pasangan. Pasangan yang puas menunjukkan emosi yang lebih positif, daripada


(24)

vii

pasangan yang tidak puas yang lebih menunjukkan emosi negatif, seperti marah dan sedih.

4. Feeney, et al., 1998 (dalam Raur & Volling, 2005)

Penelitian observasinya menunjukan bahwa pasangan yang puas dengan pernikahannya berinteraksi lebih positif dengan pasangannya dan lebih mengekspresikan kecocokan, perhatian , dan empati.

5. Lavee & Ben-Ari (2004) Kepuasan pernikahan istri secara positif dihubungkan dengan emotional expressivity istri dan suaminya. Sementara emotional expressivity suami maupun istri tidak memberikan pengaruh terhadap kepuasan pernikahan suami.

6. Rauer & Volling (2005) Hanya Emotional expressivity positif suami yang berhubungan dengan cinta dan pemeliharaan dalam pernikahan pada suami. Sementara Emotional expressivity positif istri tidak berhubungan dengan kualitas pernikahan pada istri.

Penulis mengiterpretasikan penemuan ini bahwa emotional expressivity yang positif mungkin lebih relevan bagi hubungan interpersonal wanita, sedangkan emotional expressivity yang negatif mungkin lebih penting dalam menentukan kualitas hubungan interpersonal pria.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dikemukakan dan penelitian-penelitan sebelumnya yang telah diselenggarakan, maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti topik kepuasan pernikahan dalam kaitan dengan emotional


(25)

vii

expressivity. Dengan demikian penelitian ini diberi judul “Pengaruh Emotional Expressivity Pasangan Suami-Istri terhadap Kepuasan Pernikahan”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. 2. 1 Pembatasan masalah

Untuk mempermudah penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut :

1. Emotional expressivity adalah sebagai pola atau gaya individu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi verbal dan non verbal yang seringkali muncul, tetapi tidak selalu tampak sebagai suatu hal yang berhubungan dengan emosi (Halberstadt dkk, 1995). Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat emotional expressivity yang positif dan negatif. 2. Kepuasan pernikahan adalah penilaian subjektif pasangan suami-istri

mengenai kualitas pernikahan mereka (Bird & Melville, 1994).

3. Berbagai istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi kepuasan dalam pernikahan (marital satisfaction), seperti kebahagian pernikahan (marital happiness), kualitas pernikahan (marital quality), dan penyesuaian pernikahan (marital adjustment) (Bird & Melville, 1994). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan istilah “kepuasan pernikahan” (marital satisfaction). Beberapa literasi juga menggunakan istilah expressiveness emotional untuk mengenalkan emotional expressivity. Dalam hal ini, peneliti akan menggunakan istilah emotional expressivity.


(26)

vii

4. Pasangan suami-istri yang akan berpartisipasi dalam penelitian ialah pasangan yang telah mempunyai anak dengan durasi pernikahan ≤ 15 tahun.

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif suami terhadap kepuasan pernikahan suami?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif suami terhadap kepuasan pernikahan suami?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif istri terhadap kepuasan pernikahan suami?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif istri terhadap kepuasan pernikahan suami?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif suami terhadap kepuasan pernikahan istri?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif suami terhadap kepuasan pernikahan istri?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif suami terhadap kepuasan pernikahan istri?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif suami terhadap kepuasan pernikahan istri?


(27)

vii

9. Apakah ada pengaruh yang siginifikan interaksi emotional expressivity istri dan suami terhadap kepuasan pernikahan suami?

10.Apakah ada pengaruh yang siginifikan interaksi emotional expressivity istri dan suami terhadap kepuasan pernikahan istri?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3. 1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity negatif suami terhadap kepuasan pernikahan suami.

2. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity positif suami terhadap kepuasan pernikahan suami.

3. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity negatif istri terhadap kepuasan pernikahan suami.

4. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity positif istri terhadap kepuasan pernikahan suami.

5. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity negatif istri terhadap kepuasan pernikahan istri.

6. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity positif istri terhadap kepuasan pernikahan istri.

7. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity negatif suami terhadap kepuasan pernikahan istri.

8. Untuk mengetahui pengaruh emotional expressivity positif suami terhadap kepuasan pernikahan istri.


(28)

vii

9. Untuk mengetahui pengaruh interaksi emotional expressivity istri dan suami terhadap kepuasan pernikahan suami.

10. Untuk mengetahui pengaruh interaksi emotional expressivity istri dan suami terhadap kepuasan pernikahan istri.

1. 3. 2 Manfaat penelitian

1.3.2.1 Manfaat teoritis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya pada ranah psikologi keluarga dan psikologi perkembangan. Dimana hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber data tambahan bagi pengembangan studi tentang kepuasan pernikahan, khususnya pada kepuasan pernikahan yang dihubungkan dengan emotional expressivity.

1.3.2.2 Manfaat praktis. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi pasangan suami-istri bahwa pengungkapan emosi baik emosi yang positif maupun emosi yang negatif berkontribusi terhadap kepuasan pernikahan pasangan suami-istri.

1. 4 Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang dibahas dalam skripsi ini, maka penulis mengemukakannya dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB 1. Pendahuluan, mengemukakan latar belaknag permasalahan-permasalahan penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaatnya, dan sistematika penulisan.


(29)

vii

BAB 2. Kajian Pustaka, berisi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni definisi kepuasan pernikahan, dinamika kepuasan pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, definisi emotional expressivity, proses emotional expressivity, dan cara mengukur emotional expressivity.

BAB 3. Metode Penelitian; pendekatan dan jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, dan analisis data.

BAB 4. Analisis hasil penelitian, yaitu mengemukakan tentang gambaran umum subyek, analisis deskriptif, dan hasil uji hipotesis.

BAB 5. Penutup, yaitu menyajikan tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi dan saran teoritis dan praktis.


(30)

vii

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Pernikahan

2.1.1 Definisi kepuasan pernikahan

Menurut Fizpatrick (dalam Bird & Melville, 1994) kepuasan pernikahan adalah :

“…how marital partners evaluate the quality of their marriage. It is a subjective description of whether a marital relationship is good, happy, or satisfying.” (Bird & Melville, 1994: 192)

Kepuasan pernikahan adalah bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas pernikahan mereka. Pernikahan merupakan gambaran yang subyektif yang dirasakan oleh pasangan tersebut, apakah individu merasa baik, bahagia, ataupun puas dengan pernikahan yang dijalaninya.

Bradbury dan kawan-kawan (2000) mendefinisikan kepuasan pernikahan ialah:

“ …reflects an evaluation in which positive features are salient and negative features are relatively absent.” (Bradbury et al., 2000: 973)

Kepuasan pernikahan menggambarkan evaluasi yang mana ciri-ciri positif menonjol dan ciri-ciri negatif relatif tidak ada. Sebaliknya, ketidakpuasan


(31)

vii

pernikahan menggambarkan evaluasi yang mana ciri-ciri negatif menonjol dan ciri-ciri positif relatif tidak ada.

Dari beberapa definisi diatas, kepuasan pernikahan dapat disimpulkan sebagai penilaian positif pasangan mengenai kualitas pernikahan yang telah mereka jalani bersama atau perasaan bahagia pasangan dengan pernikahan yang dijalani. Menurut Atwater dan Duffy (2002), kesuksesan atau kepuasan pernikahan dilihat dari aspek hubungan dalam pernikahan, termasuk kematangan, cinta, keintiman, dan kebersamaan.

2.1.2 Dinamika kepuasan pernikahan

Sebuah analisis data dari dua survey dengan total responden 8.929 laki-laki dan perempuan pada pernikahan pertama, yang dilakukan pada tahun 1987 – 1988 (Orbuch et al., 1996 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009) berupaya mengetahui berbagai pola kepuasan pernikahan. Para peneliti menemukan pola berbentuk U.

Anderson, Russel, Schumm, 1983; Gilford. 1984; Gruber-Baldini, 1986 (dalam Papalia & Olds, 1994) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan membentuk kurva U, dimana pada awal pernikahan kepuasan pernikahan mencapai titik tertinggi (pada masa bulan madu). Kemudian kepuasan pernikahan mengalami penurunan sehingga mencapai usia pertengahan – akhir kemudian meningkat kembali pada masa awal usia dewasa akhir. Pada masa pertengahan merupakan titik terendah pada kurva U dimana pasangan memiliki anak yang berusia remaja. Pada masa usia dewasa akhir, kepuasan pernikahan mengalami peningkatan kembali.


(32)

vii Bagan 2.1

Pola Dinamika Kepuasan Pernikahan

Para peneliti telah menemukan pola kepuasan pernikahan yang berbentuk U ini. Berdasarkan kurva U di atas dapat terlihat bahwa tingkat kepuasan pernikahan tertinggi berada di awal pernikahan dan terus menurun sampai pada anak remaja. Kepuasan akan mulai perlahan meningkat kembali ketika anak sudah dewasa dan mulai meninggalkan rumah (Kail & Canaugh, 2007).

Menurut Orbuch dan kawan-kawan (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009) bahwa kurva berbentuk U ini secara umum mencapai bagian bawah pada awal usia paruh baya, ketika banyak pasangan memiliki anak yang remaja dan sangat terlibat dalam kariernya. Kepuasan biasanya mencapai puncak tertingginya ketika anak-anak dewasa karena banyak orang yang memasuki pensiun, dan akumulasi harta seumur hidup membantu meringankan kekhawatiran finansial.

Awal Pernikahan

Kelahiran Anak

Anak Remaja

Anak Meninggalkan

rumah

Pensiun Kerja Tinggi


(33)

vii

Tetapi di sisi lain, berbagai perubahan ini bisa menghasilkan tekanan dan tantangan baru.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan

Duvall dan Miller (1985) secara garis besar membagi faktor-faktor yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan menjadi dua kategori yaitu background characteristics dan current characteristics. Untuk selanjutnya akan digunakan kata faktor sebelum pernikahan dan faktor selama pernikahan. Faktor sebelum pernikahan merupakan faktor-faktor masa lalu atau masa sebelum menikah, yaitu faktor yang telah ada sebelum pernikahan terjadi, yang nantinya akan mempengaruhi kepuasan pernikahan.

Menurut Duvall dan Miller (1985), faktor sebelum pernikahan terdiri dari : 1. Kebahagian pernikahan orang tua.

2. Kebahagian pada masa anak-anak. 3. Pembentukan disiplin oleh orang tua 4. Pendidikan sex dari orang tua

5. Pendidikan (minimal pendidikan terakhir SMA) 6. Masa perkenalan sebelum pernikahan.

Menurut Duvall dan Miller (1985) terdapat delapan faktor selama pernikahan yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu :

1. Afeksi, yaitu pengungkapan kasih sayang secara terbuka satu sama lain. 2. Kepercayaan, yaitu saling mempercayai satu sama lain.


(34)

vii

4. Komunikasi, yaitu komunikasi yang terbuka secara emosional, seksual, dan sosial diantara pasangan baik.

5. Seks, yaitu saling menikmati hubungan seksual.

6. Kehidupan sosial, yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah.

7. Tempat tinggal yang relatif menetap. 8. Pendapatan (finansial) yang cukup.

Sedangkan faktor selama pernikahan adalah faktor-faktor masa kini, yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya kepuasan pernikahan setelah terjadinya pernikahan. Kedua faktor tersebut merupakan faktor yang penting, tetapi karena faktor masa lalu tidak bisa diubah, dan masing-masing individu hanya bisa menerima kondisi pasangannya, maka yang akah dibahas adalah faktor masa kini saja.

Davidoff (1991) mengungkapkan faktor penunjang kepuasan pernikahan, yaitu :

1. Status sosial ekonomi yang relatif tinggi. Dengan taraf sosial ekonomi yang relatif tinggi, orang ini tidak terlalu sering harus menghadapi frustasi. 2. Mempunyai orang tua yang bahagia, karena seseorang yang mempunyai

orang tua yang bahagia berarti ia telah memperoleh guru yang baik.

3. Perkawinan yang tidak terlalu muda (pria berusia 22 tahun dan wanitanya berusia sedikit-dikitnya 19 tahun). Orang yang sudah dewasa biasanya tidak akan terlalu gegabah dalam mengambil keputusan atas suatu


(35)

vii

permasalahan dan perkawinanan yang tidak terlalu muda itu biasanya diiringi keadaan sosial ekonomi yang sudah baik atau mapan.

Menurut Marano ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan (dalam Atwater & Duffy, 2002), yaitu:

1. Kemampuan memecahkan masalah secara bersama-sama. 2. Bersenang-senang bersama dan saling berbagi pengalaman.

3. Kualitas komunikasi pasangan sebelum menikah untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan masalah yang ada ditangani, khususnya pada masa awal pernikahan.

4. Affective affiramative – komunikasi dengan cinta, sikap menerima atau penerimaan tanpa syarat kepada pasangan.

Berdasarkan berbagai faktor yang dikemukan beberapa ahli, maka peneliti akan menyimpulkan tiga faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pernikahan :

1. Faktor komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang penting dalam berhubungan dengan orang lain. Ditambahkan lagi oleh Duvall & Miller (1985), komunikasi yang berhubungan positif dengan kepuasan pernikahan adalah komunikasi yang terbuka dan bebas di antara pasangan dan di dalamnya harus ada pengertian, rasa cinta, suasana yang nyaman, simpati, loyalitas dan adanya rasa saling membutuhkan kebersamaan. Tanpa adanya hal tersebut akan menimbulkan kesepian.

Navran (dalam Atwater, 1985) menemukan bahwa komunikasi yang baik dan sering, lebih banyak terdapat dalam kelompok yang bahagia dalam kehidupan pernikahannya. Komunikasi yang baik terjadi apabila pasangan mampu


(36)

vii

membicarakan berbagai macam topik yang membentuk saling pengertian, menunjukan sensitivitas serta melengkapi komunikasi verbal dengan komunikasi nonverbal yang tepat. Berkaitan dengan komunikasi non-verbal pasangan yang kurang bahagia sering salah paham atau menangkap pesan emosional yang disampaikan sebagai sesuatu yang negatif (Gottman & Potrfield dalam Atwater, 1985).

Dalam penelitian ini, faktor yang akan dilihat oleh peneliti untuk memprediksi kepuasan pernikahan pasangan adalah komunikasi pasangan yang berkaitan dengan pola atau gaya pengungkapan emosi pasangan. Pola atau gaya pengungkapan emosi ini disebut emotional expressivity. Karena dalam gaya pengungkapan emosi ini akan ada dua pengungkapan emosi yang diperlihatkan individu, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Menurut Schaap dkk (dalam Cartenensen et.al., 1995) ekspresi emosi negatif seperti marah, sedih, benci, dan emosi negatif lainnya berperan sebagai best descriminator antara pernikahan yang puas dan yang tidak puas.

2. Kehidupan seksual

Banyak ahli yang menyatakan bahwa kehidupan seksual berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Dentler dan Pineo (dalam Atwater, 1985) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat positif antara kepuasan atau kebahagiaan dalam pernikahan dengan kehidupan seksual pasangan, walaupun masih belum diperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai kaitan antara keduanya. King dan Veroff menyatakan bahwa kebahagaiaan pernikahan sangat


(37)

vii

diasosiasikan dengan kepuasan dalam berhubungan seksual baik pada laki-laki maupun perempuan (dalam Atwater & Duffy, 2002).

3. Faktor anak

Penelitian menunjukkan bahwa alasan utama terjadinya penurunan kepuasan pernikahan pada banyak pasangan adalah kehadiran anak. Penurunan kepuasan pernikahan ini dirasakan oleh pasangan ini karena memiliki anak artinya adalah tekanan yang kuat untuk kembali pada pembagian peran secara tradisional baik untuk istri maupun suami (Cartensen et al., dalam Kail & Cavanaugh, 2007). Menjadi orang tua berarti berkurangnya waktu untuk mencurahkan perhatiannya pada pernikahan. Menjaga anak merupakan kerja keras yang membutuhkan energi yang juga digunakan untuk menjalankan dan mempertahankan pernikahan dengan baik ( Acock & Demo, 1994; Noller & Fizpatrick, 1993 dalam Kail & Cavanaugh, 2007).

Tetapi ada juga ahli yang menyatakan bahwa menggunakan alasan kehadiran anak sebagai penyebab terjadinya penurunan kepuasan pernikahan merupakan alasan yang terlalu sederhana. Pada faktanya, pasangan yang tidak mempuanyai anak juga mengalami penurunan kepuasan pernikahan. Tampaknya, penurunan kepuasan pernikahan pada pasangan sepanjang waktu merupakan suatu fenomena perkembangan yang umum, meskipun pada pasangan yang memilih untuk tidak mempunyai anak (Clements & Markman dalam Kail & Cavanaugh, 2007). Sebagai tambahan, pasangan yang tidak mempunyai anak dikarenakan


(38)

vii

kemandulan mengalami stres yang dihubungkan dengan ketidakmampuan mereka memiliki anak serta mempunyai kepuasan pernikahan yang rendah.

2.1.4 Cara Mengukur Kepuasan Pernikahan

Fizpatrick (dalam Bird & Melville, 1994) menjelaskan bahwa penelitian kepuasan pernikahan secara umum memberikan pertanyaan mengenai :

a. Jumlah konflik pasangan.

b. Tingkat kecocokan pasangan mengenai pentingnya sebuah keyakinan tertentu, pandangan-pandangan, dan nilai-nilai.

c. Berapa sering pasangan melakukan sesuatu bersama-sama. d. Seberapa bahagia pasangan menilai pernikahan mereka. e. Berfikir untuk mempertahankan pernikahan.

Salah satu skala yang paling sering digunakan untuk pengukuran kepuasan pernikahan adalah Dyadic Adjusment Scale (DAS) yang dibuat oleh Spanier (1976). Fizpatrick (dalam Bird & Melville, 1994) menjelaskan bahwa DAS dalam mendefinisikan kepuasan pernikahan mempunyai empat komponen :

a. Consensus (mufakat) fokus pada persepsi pasangan tentang berapa banyak kecocokan atau kesesuaian yang mereka bagi bersama-sama mengenai 15 isu penting pernikahan, termasuk filsafat kehidupan dan pengasuhan anak. b. Cohesion (kepaduan) yang dimaksud adalah berapa sering pasangan

bekerja bersama-sama dalam sebuah proyek atau mempunyai waktu yang lumayan untuk bersama-sama.


(39)

vii

c. Expression of affection (ungkapan kasih sayang) fokus pada apakah pasangan pernah berselesih mengenai sex atau memperlihatkan kasih sayang.

d. Satisfaction (kepuasan) termasuk penilaian mengenai seberapa sering pasangan memiliki kecocokan yang kuat dalam pernikahan dan bagaimana tiap orang berkomitmen untuk menjaga ikatan pernikahan.

2.2 EmotionalExpressivity

2.2.1 Definisi emotionalexpressivity

Definisi emotionalexpressivity menurut Halberstadt dkk (1995) adalah :

“An individual’s persistent pattern or style of exhibiting nonverbal and verbal expressions that often, but not always, appear to be emotion-related; this pattern or style is usually measured in terms of frequency of occurence”(Halberstadt et al., 1995 : 93).

Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa emotional expressivity adalah pola atau gaya individu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal yang sering, tetapi tidak selalu tampak sebagai suatu hal yang berhubungan dengan emosi. Pola atau gaya biasanya mengukur istilah “frekuensi kejadian”.

Snyder (dalam Gross & John, 1998) mendifinisikan ekspresivitas emosional dengan menggunakan kata “emotional expressiveness” adalah :

“Individual differences in the extent to which individuals can and do monitor their self-presentation, expressive behavior, and nonverbal affective display.”(Snyder, 1974).


(40)

vii

Emotional expressivity adalah perbedaan individu yang sudah ada dimana mereka dapat memonitor self-presentation, perilaku ekspresif, dan memperlihatkan afeksi nonverbal. Tetapi ada sebuah konsep baru, dimana Kring, Smith & Neale (1994) lebih menekankan bahwa emotional expressivity sebagai perbedaan individu yang sudah ada dimana orang secara jelas memperlihatkan emosi mereka. Sedangkan menurut Gross & John (1997) emotional expressivity adalah :

The behavioral (e.g., facial, postural) changes that typically accompany emotion, suc as smiling, frowning, crying, or storming out of the room.

Emotional expressivity adalah perubahan tingkah laku (misalnya wajah, suara, gesture, postur, dan gerakan tubuh) yang secara khas menyertai emosi seperti tersenyum, menangis, atau membuat gaduh.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa emotionalexpressivity ialah pola atau gaya individu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal dengan perubahan tingkah laku yang menyertainya, tetapi tidak selalu tampak sebagai suatu hal yang berhubungan dengan emosi.

Emosi-emosi membantu orang merespon secara tepat (adaptif) terhadap peluang-peluang dan tantangan-tantangan lingkungan (Frijda, 1988; Levenson, 1994; Plutchik,1980; dalam Gross & John, 1997). Bagaimanapun emosi-emosi hanya membuat kita cenderung untuk bertindak dalam cara-cara tertentu; tidak mendorong kita untuk melakukan demikian. Ini berarti bahwa kita boleh menyangkal (menolak) ekspresi terhadap impuls emosional dan secara bebas mengekspresikan yang lain. Perbedaan individual yang mencolok dalam


(41)

vii

ekspresivitas menunjukan bahwa setiap individu berbeda dalam kecenderungan merespon dan dalam mengekspresikan impuls-impuls sebagaimana yang mereka munculkan ( Diener, 1984; Ekman & Davidson, 1994; Salovey, Mayer, & Rosenhan, 1991; Snyder, 1987; dalam Gross & John, 1997).

2.2.2 Proses emotional expressivity

Bagan 2.2

Proses Emotional Expressivity

Berdasarkan model ini, emosi terjadi bila input eksternal atau internal diproses sedemikian rupa sehingga program emosi diaktifkan, misalnya kesedihan atau kesenangan. Ketika diaktifkan, program emosi tersebut menghasilkan kecenderungan respon (termasuk perubahan fisiologis, perasaan-perasaan subjektif, dan impuls-impuls perilaku) yang mempersiapkan organisme untuk merespon secara adaptif terhadap tantangan dan kesempatan lingkungan (Gross & John, 1997).

Perbedaan-perbedaan individual dalam mengekspresikan emosi mungkin muncul di beberapa langkah dalam proses generative-emosi. Pertama, setiap orang


(42)

vii

dalam kesehariannya memiliki pengalaman yang beragam, sehingga memberikan masukan yang sangat berbeda bagi program emosi mereka. Kedua, masukan yang berbeda ini dapat dikurangi atau diperbesar dengan cara yang mereka nilai sendiri. Ketiga, penelitian tentang temperamen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan individual yang penting, baik dalam aktivasi program emosi maupun dalam kecenderungan respon emosional yang dihasilkan (Goldsmith, 1993; Kagan & Snidman, 1991; dalam Gross & John, 1997 ). Pada akhirnya, terdapat perbedaan-perbedaan individual yang penting dalam pengaturan “output filter” yaitu, perbedaan-perbedaan dalam kecenderungan respon emosional yang dapat dilihat melalui perilaku.

2.2.3 Cara pengukuran emotionalexpressivity

Gross & John (1997) telah mengembangkan alat ukur baru untuk mengukur emotional expressivity yang dinamakan dengan Berkeley Expressivity Questionnaire (BEQ). BEQ terdiri dari 16 pertanyaan. Menurut Gross & John (1998) emotional expressivitu lebih baik dikonseptualisasikan sebagai sesuatu yang undimensional atau multiaspek. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gross & John (1998) menemukan ada tiga aspek utama emotional expressivity, yaitu :

a. Postive expressivity

King & Emmons (dalam Gross & John, 1997) menjelaskan bahwa ekspresivitas positif adalah :

“…which represents the degree to which positive emotional response tendencies are expressed behaviorally.” (King & Emmons, 1990)


(43)

vii

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa positive expressivity menggambarkan derajat kecenderungan respon emosi positif yang diekspresikan melalui perilaku. Menurut Gross & John (1998), ekspresi emosi yang positif mencakup happiness (bahagia), joy (gembira), amusement (senang), enthusiasm (antusiasme), energy (semangat).

b. Negative expressivity

King & Emmons (dalam Gross & John, 1997) mendefinisikan ekspresivitas negatif adalah :

“…which represents the degree to which positive emotional response tendencies are expressed behaviorally.”(King & Emmons, 1990)

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa negative expressivity menggambarkan derajat kecenderungan respon emosi negatif yang diekspresikan melalui perilaku. Menurut Gross & John (1998), ekspresi emosi yang negatif seperti, anger (marah), disappointment (kecewa), fear (takut), upset (bingung), pity (kasihan), disgust (muak).

c. Impulse strength (kekuatan impuls)

Gross & John (1998) menjelaskan kekuatan impuls sebagai :

“the experience of strong emotions that push for expression and are difficult for the individual to suppress”.

Dapat diambil kesimpulan bahwa kekuatan impuls merupakan sebuah pengalaman emosi yang kuat, dimana melalui pengalaman tersebut, individu akan terdorong untuk mengekspresikan emosi atau perasaan serta sangat sulit bagi individu untuk menyembunyikan atau menahan emosinya.


(44)

vii

Menurut Gross & John (1998) aspek-aspek ini secara berbeda memprediksikan kriteria pengukuran seperti emotion-expressive behavior yang diukur di laboratorium, dengan positive expressivity hanya memprediksikan perilaku bahagia bukan perilaku sedih dan sebaliknya negative expressivity juga memprediksikan perilaku sedih bukan perilaku bahagia.

Halberstadt dan kawan-kawan (1995) juga telah mengembangkan alat ukur baru untuk mengukur emotional expressivity yang dinamakan dengan Self-expressiveness Questionnaire (SEFQ). SEFQ ini terdiri dari dua aspek, yaitu :

a.Positive emotional expressivity

Menurut Halberstadt (dalam Halberstadt et al., 1995) positive expressivity berkaitan dengan pengungkapan emosi positif seperti, memberi pujian, memperlihatkan kekaguman, mengucapkan terimakasih ketika mendapatkan pertolongan.

b.Negative emotional expressivity

Negative expressivity berkaitan dengan pengungkapan emosi negatif seperti, marah, permusuhan, kesal, memperlihatkan kesedihan, dan menangis.

Peneliti menggunakan SEFQ untuk mengukur emotional expressivity pasangan suami-istri, karena alat ukur ini hanya terdiri dari dua dimensi yang sesuai dengan tujuan penelitian dari emotional expressivity, yaitu positive emotional expressivity dan negative emotional expressivity.


(45)

vii

Kepuasan pernikahan adalah bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas pernikahan mereka. Pernikahan merupakan gambaran yang subyektif yang dirasakan oleh pasangan tersebut, apakah mereka merasa baik, bahagia, ataupun puas dengan pernikahan yang dijalaninya. Ketika pasangan meresa bahwa pernikahannya tidak bahagia berarti pasangan tidak mendapatkan kepuasan dalam pernikahan mereka.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan pasangan suami-istri. Salah satunya adalah komunikasi yang efektif dan positif antara pasangan yang mempunyai hubungan langsung dengan kepuasan pernikahan. Konstruk dari komunikasi itu sendiri bertujuan agar adanya komunikasi dengan orang lain, dimana individu harus mampu mengekspresikan emosi-emosi dan pikiran-pikirannya. Secara keseluruhan pola dan gaya pengungkapan emosi individu-individu cenderung berbeda yang dikenal sebagai emotional expressivity. Halberstadt dkk (1995) mendefinisikan emotional expressivity sebagai pola atau gaya individiu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi verbal dan non verbal yang sering, tetapi tidak selalu tampak sebagai penghubung emosi.

Dalam pengungkapan emosi ini ada yang positif dan ada yang negatif yang dikenal dengan positive emotional expressivity dan negative emotional expressivity. Menurut Halberstadt positive expressivity berkaitan dengan pengungkapan emosi positif seperti, memberi pujian, memperlihatkan kekaguman, mengucapkan terimakasih ketika mendapatkan pertolongan, mengungkapkan kasih sayang mendalam. Sedangkan negative expressivity


(46)

vii

berkaitan dengan pengungkapan emosi negatif seperti, marah, permusuhan, kesal, memperlihatkan kesedihan, dan menangis.

Seorang istri yang sering menampilkan atau mengekspresikan emosi yang positif, seperti memberikan pelukan kepada pasangannya, mengungkapkan kasih sayang merupakan gejala adanya kepuasan dalam pernikahannya. Tetapi hal ini juga bisa diartikan bahwa istri merasa puas dengan pernikahannya sehingga ia sering mengekspresikan emosi-emosi yang positif. Sebaliknya, suami yang sering mengungkapkan kemarahan, kesal, dan permusuhan, hal ini juga merupakan gejala rendahnya kepuasan pernikahan. Suami yang sering menampilkan ekspresi emosi negatif ini juga bisa diartikan sebagai tanda atau sinyal bahwa suami tidak puas dengan pernikahannya.

Sebagaimana penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa level yang tinggi dari emotional expressivity positif pasangan berhubungan dengan besarnya kepuasan pernikahan. Penelitian observasi yang dilakukan oleh Feeeney dan kawan-kawan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa pasangan yang puas dengan pernikahannya berinteraksi lebih positif dengan pasangannya dan lebih mengekspresikan kecocokan, perhatian , dan empati.

Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa ada hubungan emotional expressivity negatif dengan rendahnya level kepuasan pernikahan. Misalnya, hasil penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Gill dkk pada tahun 1999 (dalam Rauer & Volling, 2005) menunjukkan bahwa pola komunikasi yang aversif secara umum dapat memprediksikan berkurangnya kepuasan pernikahan sepanjang waktu. Hal ini juga sesuai dengan apa yang ditemukan oleh Roberts dan Krokoff


(47)

vii

(dalam Rauer & Volling, 2005) bahwa pasangan yang tidak bahagia atau puas secara siginifikan memperlihatkan lebih banyak afek yang negatif daripada pasangan yang bahagia.

Penelitian yang dilakukan oleh Halberstadt dkk (1995) menemukan bahwa pengungkapan emosi positif dan negatif pada suami-istri secara berbeda memprediksikan kepuasan pernikahan. Pada istri, emotional expressivity positif berhubungan secara positif dengan kepuasan pernikahan, tetapi tidak berhubungan secara positif pada suami. Sebaliknya, bagi suami, level emotional expressivity negatif berhubungan secara negatif dengan kepuasan pernikahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan gender dalam mengekspresikan kepuasan pernikahan. Diduga istri yang merasa puas dengan pernikahannya, akan meningkatkan emotional expressivity yang positif daripada mengurangi emotional expressivity negatifnya. Sebaliknya, suami yang merasa puas dengan pernikahannya akan mengurangi emotional expressivity negatif mereka daripada meningkatkan emotional expressivity positifnya. Kerangka berpikir ini selanjutnya dapat dilihat pada bagan berikut :

Bagan 2.3 Kerangka Berpikir

EE Positif Suami

EE Negatif

EE Positif Istri

EE Negatif

Kepuasan Pernikahan

Suami

Kepuasan Pernikahan


(48)

vii

Emotional Expressivity (EE)

2.4 Hipotesis Penelitian

H1 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif suami terhadap kepuasan pernikahan suami.

H01 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif suami

terhadap kepuasan pernikahan suami.

H2 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif suami terhadap kepuasan pernikahan suami.

H02 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif suami

terhadap kepuasan pernikahan suami.

H3 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif istri terhadap kepuasan pernikahan suami.

H03 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif istri

terhadap kepuasan pernikahan suami.

H4 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif istri terhadap kepuasan pernikahan suami.

H04 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif istri


(49)

vii

H5 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif istri terhadap kepuasan pernikahan istri.

H05 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif istri

terhadap kepuasan pernikahan istri.

H6 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif istri terhadap kepuasan pernikahan istri.

H06 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif istri

terhadap kepuasan pernikahan istri.

H7 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif suami terhadap kepuasan pernikahan istri.

H07 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity negatif suami

terhadap kepuasan pernikahan istri.

H8 : Ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif suami terhadap kepuasan pernikahan istri.

H08 : Tidak ada pengaruh yang signifikan emotional expressivity positif suami

terhadap kepuasan pernikahan istri.

H9 : Ada pengaruh yang signifikan interaksi emotional expressivity istri dan suami terhadap kepuasan pernikahan suami.

H09 : Tidak ada pengaruh yang signifikan interaksi emotional expressivity istri

dan suami terhadap kepuasan pernikahan suami.

H10 : Ada pengaruh yang signifikan interaksi emotional expressivity istri dan suami terhadap kepuasan pernikahan istri.


(50)

vii

H010 : Tidak ada pengaruh yang signifikan interaksi emotional expressivity istri


(51)

vii

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari tujuh subbab. Subbab tersebut adalah pendekatan dan jenis penelitian, konseptual dan operasional variabel, populasi dan sampel, pengumpulan data, prosedur penelitian, analisis data.

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, di mana data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diubah dalam bentuk angka dan dianalisis menggunakan analisis statistik. Jenis penelitian dalam studi ini adalah korelasional yang bersifat prediktif karena tujuan dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh emotional expressivity suami dan istri terhadap kepuasan pernikahan kemudian memprediksikan berapa kontribusi dari masing-masing independet variabel terhadap dependent variabel.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasangan suami-istri yang tinggal di Tangerang Selatan.


(52)

vii

Dalam penelitian ini, jumlah sampel penelitian sebanyak 40 pasangan. Dalam pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling berdasarkan kriteria yang ditentukan. Teknik ini tergolong dalam non-probability sampling yang berarti tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka karakteristik subjek penelitian ini, yaitu :

a. Pasangan yang telah menikah selama ≤ 15 tahun dan tidak pernah bercerai.

b. Umur pasangan antara 20 – 40 tahun (berada pada masa dewasa awal). c. Pasangan yang telah mempunyai anak.

3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Identifikasi variabel

Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat (dependent variable) adalah kepuasan pernikahan. Sedangkan variabel bebasnya (independent variable) yaitu emotional expressivity yang terdiri dari dua dimensi yaitu, positif dan negatif.

3.3.2 Definisi konseptual variabel

Berikut ini penjelasan dari masing-masing variabel : 1. Kepuasan Pernikahan

Fizpatrick (dalam Bird & Melville, 1994) mendefinisikan kepuasan pernikahan ialah penilaian positif pasangan mengenai kualitas pernikahan yang telah mereka jalani bersama atau perasaan bahagia pasangan dengan pernikahan yang dijalani.


(53)

vii 2. Emotional Expressivity

Emotional expressivity adalah pola atau gaya individu yang menetap dalam memperlihatkan ekspresi, baik secara verbal maupun non verbal yang sering, tetapi tidak selalu tampak sebagai suatu hal yang berhubungan dengan emosi (Halberstadt et al., 1995).

Dalam penelitian ini ada dua dimensi IV (independent variable) yang merupakan aspek dari emotional expressivity suami dan istri, yaitu :

a. Positive emotional expressivity

Menurut Halberstadt (1986) positive expressivity berkaitan dengan pengungkapan emosi positif seperti, memberi pujian, memperlihatkan kekaguman, mengucapkan terimakasih ketika mendapatkan pertolongan. b.Negative emotional expressivity

Negative expressivity berkaitan dengan pengungkapan emosi negatif seperti, marah, permusuhan, kesal, memperlihatkan kesedihan, dan menangis.

3.3.3 Definisi operasional variabel 1. Kepuasan Pernikahan

Kepuasan pernikahan diperoleh dari skor jawaban subjek terhadap skala kepuasan pernikahan yang disusun oleh Spanier (1976). Skala ini terdiri dari empat aspek, yaitu consensus (mufakat) , cohesion (kepaduan), expression of affection (ungkapan kasih sayang) dan satisfaction (kepuasan). Jika, skor jawaban subjek tinggi maka menunjukkan kepuasan pernikahan yang tinggi.


(54)

vii 2. Emotional Expressivity

Emotional expressivity diperoleh dari skor jawaban subjek dengan mengisi Self Expressiveness Famili Questionniare (SEFQ) yang dikembangkan oleh Halberstadt dkk (1995). Kuesioner ini terdiri dari dua dimensi (subscale), yaitu positif dan negatif.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik pengumpulan data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan tiga alat ukur, yaitu: a. Isian biodata subjek

Angket ini berisi pertanyaan mengenai biodata partisipan, seperti jenis kelamin, suku, usia subjek saat menikah, pendidikan, jumlah anak, dan penghasilan perbulan subjek.

b. Dyadic Adjument Scale (DAS)

Untuk mengukur kepuasan pernikahan, peneliti mengadaptasi Dyadic Adjument Scale (DAS) yang terdiri dari 32 item. Skala ini pertama kali dibuat oleh Graham B. Spanier pada tahun 1976 yang diuji cobakan kepada 218 orang yang menikah dan 90 orang yang telah bercerai. DAS mempunyai nilai koefesien alfa cronbach 0,96. Skala ini terdiri dari 4 aspek, yaitu : dyadic consensus, dyadic satisfaction, dyadic cohesion, affectional expression (Spanier,1976)

Cara penilaian item-item di atas berbeda-beda. Ada item yang diberi nilai 0-5, 0-4, maupun 0-1. Hal ini disebabkan karena banyaknya pilihan jawaban yang diberikan berbeda-beda. Cara penilaian dyadic adjustment scale ini sebagai berikut:


(55)

vii

1) Untuk item 1-15, diberi nilai 5 bila subjek menjawab “selalu sepakat” dan nilai 0 bila subjek menjawab “tidak pernah sepakat”

2) Untuk item 16, 17, 20, 21, dan 22 diberi nilai 0 bila subjek selalu melakukan hal-hal yang ditanyakan dan nilai 3 bila subjek tidak pernah melakukan hal-hal yang ditanyakan.

3) Item nomor 18, 19 diberi nilai 3 bila subjek selalu melakukan hal-hal yang ditanyakan dan nilai 0 bila subjek tidak pernah melakukan hal-hal yang ditanyakan.

4) Item 23 dan 24 diberi nilai 4 bila subjek setiap hari melakukan hal-hal yang ditanyakan dan nilai 0 bila subjek tidak pernah melakukan yang ditanyakan.

5) Item nomor 25, 26, 27, dan 28 diberi nilai 0 bila subjek tidak pernah melakukan hal-hal yang ditanyakan dan nilai 4 bila lebih sering melakukan hal-hal yang ditanyakan.

6) Item 29 dan 30 diberi nilai 0 jika subjek menjawab “tidak” dan nilai 1 jika subjek menjawab “ya”.

7) Item 31, diberi nilai 0 bila subjek menjawab sangat tidak bahagia dan nilai 6 bila subjek menjawab sempurna.

8) Item 32, diberi nilai 0 jika subjek menjawab perkawinan saya tidak akan pernah berhasil dan tidak akan ada lagi yang dapat saya pertahankan untuk meneruskan perkawinan ini. Nilai 4 jika subjek menjawab menjawab “saya ingin sekali perkawinan saya berhasil dan saya akan melakukan semua yang saya bisa untuk mewujudkan hal itu”.


(56)

vii

c. Self-Expressiveness Family Questionnaire (SEFQ)

Peneliti mengadaptasai Self-Expressiveness Family Questionnaire (SEFQ) yang dikembangkan oleh Halberstadt pada tahun 1983, kemudian diuji cobakan lagi oleh Halberstadt dkk pada tahun 1995 untuk mengukur emotional expressivity dalam konteks keluarga. Skala ini terdiri dari dua dimensi (subscale), yaitu positif dan negatif. Untuk menguji alat ukur ini, Halberstadt dkk (1995) melakukan empat kali studi pada sampel yang bervariasi, yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak. Pada studi pertama, uji Cronbach Alpha menghasilkan internal consistency seperti yang diharapkan, nilainya adalah 0.94 untuk positive subscale, 0.92 untuk negative subscale dan 0.93 untuk skala totalnya. Studi kedua, uji Cronbach Alpha menghasilkan internal consistency dengan nilai 0.91 untuk positive subscale, 0.89 untuk negative subscale dan 0.87 untuk skala totalnya.

Untuk menjawab kuesioner di atas menggunakan 6 point skala Likert dengan rentangan dari “selalu” (6) sampai dengan “tidak pernah” (1). Subjek diminta untuk menilai frekuensi dalam mengekspresikan diri mereka baik dengan kata-kata ataupun tindakan selama berada pada situasi-situasi yang ditanyakan dalam kuesioner. Berikut ini cara penskoran SEFQ pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

Penskoran Emotional Expressivity


(57)

vii

sering kadang pernah

Emotional

Expressivity 6 5 4 3 2 1

3.5 Uji Alat Ukur

Data yang diperoleh dari pelaksanaan uji coba kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan program SPSS 11.5 untuk mengetahui reliabilitas dan validitas pada masing masing alat ukur. Pengukuran uji validitas ini menggunakan rumus Pearson product moment dan pengukuran reliabilitas menggunakan teknik Cronbach Alpha. Suatu penelitian yang reliabel, hasil yang diperoleh akan tetap sama apabila diukur pada waktu yang berbeda. Suatu konstruk variabel dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach alpha mendekati satu.

3.5.1 Uji validitas

Suatu item dikatakan valid bila korelasi Pearsonnya didapatkan ≥ 0,3. Berdasarkan uji validitas yang dilakukan ditemukan dari 32 item pada Dyadic Adjusment Scale (DAS) yang diujicoba terdapat 29 item yang valid. Sedangkan untuk Self-Exprssiveness Family Questionnaire (SEFQ) berdasarkan uji validitas yang dilakukan dari 40 item terdapat 32 item yang valid. Berikut ini, hasil dari uji validitas terhadap dua alat ukur :

Tabel 3.3

Blue Print Dyadic Adjusment Scale (DAS)

No Aspek Item Jumlah

1

Dyadic Consensus

1, 2, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 13 2 Dyadic Satisfaction

18, 19, 23, 31, *32

16, 17, 20, 21, 22 10 3 Dyadic Cohesion *24, 25, 26, 27, *28 5


(58)

vii

4. Affectional Expression 4, 6, 29, 30 4

Jumlah 32

*= item yang tidak valid

Tabel 3.4

Blue Print Self-Exprssiveness Family Questionnaire (SEFQ)

No Aspek No Item Jumlah

1

Positive Expressivity

1, 2, *3, *6, 13, 16, *17, 18, 21, 22, 23, *26, 28, 30, *31, 33, 35, 38, 39, 40.

20

2 Negative Expressivity

4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 19, 20, *24, 25, 27, 29, 32, *34, *36, *37.

20

Jumlah 40

*= item yang tidak valid 3.5.2 Uji reliabilitas

Berdasarkan uji reliabilitas dan uji validitas melalui SPSS 11.5 didapatkan nilai koefisien cronbach alpha pada Dyadic Adjusment Scale (DAS) sebesar 0,906. Dengan begitu alat ukur ini dapat dikatakan reliabel untuk mengukur kepuasan pernikahan. Sedangkan uji reliabilitas untuk Self-expressiveness Questionaire (SEFQ) melalui SPSS 11.5 diperoleh nilai koefisien cronbach alpha sebesar 0,883. Artinya alat ukur ini juga reliabel untuk mengukur emotional expressivity. 3.6 Prosedur Penelitian


(59)

vii

Uji coba alat ukur dilakukan dari tanggal 8 – 13 Agustus 2010 dengan responden suami–istri di Ciputat yang memiliki karakteristik yang telah ditentukan. Langkah-langkah dalam mempersiapkan alat ukur untuk diuji coba, yaitu:

a. Menterjemahkan item-item dua alat ukur, yaitu Dyadic Adjusment Scale (DAS) dan Self-expressiveness Questionaire (SEFQ) dari bahasa aslinya, bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

b. Meminta expert jugdement, yaitu dua orang dosenyang dianggap ahli untuk menilai ketepatan dan kebenaran terjemahan dua alat ukur ini dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.

c. Menyusun alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian. Penyusunan terdiri dari pengaturan tampilan huruf dan halaman kuesioner dan skala, penulisan pengantar dan petunjuk pengisian, serta pengelompokkan alat ukur menjadi tiga bagian (bagian data diri subjek, Dyadic Adjusment Scale, dan Self-expressiveness Questionnaire.

d. Membuat target 30 atau 40 responden penelitian, yaitu suami dan istri. e. Memperbanyak jumlah skala untuk uji coba dan mempersiapkan

peralatan yang akan digunakan seperti, pulpen, amplop, dan souvenir. 3.6.2 Persiapan pengambilan data

Ada beberapa persiapan yang dilakukan oleh peneliti sebelum pengambilan data, yaitu :

a. Mengatur tampilan skala dengan membuang item-tem yang tidak valid.


(60)

vii b. Membuat target 40 atau 50 pasangan,

f. Memperbanyak jumlah alat ukur untuk pengambilan data dan mempersiapkan peralatan yang akan digunakan seperti, pulpen, amplop, dan souvenir.

3.6.4 Pelaksanaan pengambilan data

Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada tanggal 17 – 9 Agustus. Ada beberapa hal yang dilakukan penelitian pada tahap ini, yaitu :

a. Calon responden didapat dengan cara mendatangi mereka ke rumah atau ke tempat kerja mereka.

b. Peneliti biasanya hanya dapat menemui salah satu dari mereka (istri/suami) untuk memberikan kuesioner sehingga kuesioner ini tidak langsung diambil oleh peneliti karena harus diisi oleh pasangannya juga. Kuesioner akan diambil pada hari yang telah disepakati oleh peneliti dan subjek.

c. Untuk mengetahui apakah calon responden termasuk ke dalam karakteristik sampel penelitian, mereka ditanya terlebih dahulu mengenai informasi yang terkait dengan dirinya, seperti berapa lama pernikahannya dan responden mempunyai anak atau tidak.

d. Jika calon responden termasuk ke dalam karakteristik sampel penelitian, mereka dimintai kesediaannya untuk mengisi kuesioner yang telah disiapkan.

c. Mengulangi langkah yang sama pada nomor 1 dan 2 hingga tercapai target jumlah responden penelitian.


(61)

vii

d. Data tidak bisa digunakan, jika salah satu dari pasangan yang menikah ini tidak mengisi kuesioner secara lengkap.

3.8 Analisis Data

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang signifikan positive emotional expressivity dan negative emotional expressivity terhadap kepuasan pernikahan, penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa angka-angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini berdasarkan hipotesis yang akan diukur peneliti menggunakan teknik analisis multiple regression atau analisis regresi berganda (Pedhazur, 1982). Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini adalah :

dimana :

Y : Dependent variable (DV) yang dalam hal ini adalah ingatan kesaksian

X1, X2, ..., Xp : Independent variable (IV) yang jumlahnya p

p : Jumlah independent variable (IV) a : Intercept / konstan

b1, b2, ..., bp : Koefisien regresi untuk masing-masing IV

e : Residu / sisa (IV yang tidak termasuk dalam persamaan) Dalam analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu :

1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari dependent variable (DV) yang bisa diterangkan oleh independent variable (IV).


(62)

vii

2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari independent variable (IV) yang bersangkutan.

3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi tentang berapa harga Y jika nilai setiap independent variable (IV) diketahui.


(63)

vii

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab berikut ini akan membahas mengenai presentasi dan analisis data meliputi gambaran umum responden, kategorisasi, deskriptif statistik, dan hasil uji hipotesis,

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 40 pasangan suami-istri. Pada Tabel 4.1 berikut ini digambarkan banyaknya subjek penelitian berdasarkan suku.

Tabel 4.1

Jumlah Subjek berdasarkan Suku

Subjek Suku Frekuensi Persentase

Suami Jawa 19 47,5%

Betawi 7 17,5%

Sunda 6 15%

Minang 3 7,5%

Melayu 4 10%

Batak 1 2,5%

Jumlah 40 100%

Istri Jawa 21 52,5%

Betawi 11 27,5%

Sunda 3 7,5%

Minang 2 5/%

Melayu 2 5%

Batak 1 2,5%

Jumlah 40 100%

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian dari subjek penelitian didominasi oleh suku Jawa baik pada istri maupun pada suami. Pada suami sebanyak 47,5% sedangkan pada istri sebanyak 52,5% dari jumlah keselurahan subjek penelitian. Sebagian besarnya lagi dari mereka berasal dari suku yang


(64)

vii

beraneka ragam, yaitu suku Betawi, Sunda, Minang, Melayu dan hanya 1 orang subjek yang berasal dari suku Batak baik pada suami maupun pada istri.

Tabel di bawah ini menggambarkan subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 4.2 Pendidikan suami Tabel 4.3 Pendidikan istri

Jika dilihat 2 tabel di atas, 95% subjek penelitian telah menyelesaikan tingkatan Sekolah Menengah Atas (SMA) baik pada suami maupun pada istri. Bahkan, pada suami sebanyak 50% dari mereka melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah dan 35% telah menyelesaikan program Strata 1 (S1). Sedangkan pada istri sebanyak 55% juga melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah dan sebanyak 32% telah menyelesaikan program S1.

Berikut ini pada tabel 4.4 akan digambarkan jumlah anak subjek penelitian Tabel 4.4 Jumlah anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent 1.00 16 40.0 40.0 40.0 2.00 18 45.0 45.0 85.0 3.00 6 15.0 15.0 100.0 Valid

Total 40 100.0 100.0

Frequency Percent

Valid S1 13 32.5

Diplo

ma 9 22.5

SMA 16 40.0

SMP 1 2.5

SD 1 2.5

Total 40 100.0

Suami Frequency Percent

Valid S2 1 2.5

S1 14 35.0

Diplo

ma 5 12.5

SMA 19 47.5

SMP 1 2.5


(65)

vii

Berdasarkan penjabaran tabel 4.4, sebagian kecil subjek penelitian mempuyai 1 anak dan hampir semua subjek penelitian mempunyai anak lebih dari 1 tetapi tidak lebih dari 3 anak.

Gambaran subjek penelitian berdasarkan lamanya pernikahan meraka akan dijelaskan pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5 Lama pernikahan

Tahun Frequency Percent 1 – 5 12 30 6 – 10 20 50 11 – 15 8 20 Total 40 100.0

Berdasarkan gambaran tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa 50% subjek penelitian telah menikah lebih dari 5 tahun dan 30% lagi baru menikah ≤ 5 tahun. Dari 40 pasangan suami-istri ini hanya 8 pasangan yang telah menikah ≥10 tahun.

Selanjutnya peneliti akan menggambarkan subjek penelitian berdasarkan tempat tinggal mereka pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Tempat tinggal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent rumah

sendiri 27 67.5 67.5 67.5 kontrakan 7 17.5 17.5 85.0 rumah orang

tua 6 15.0 5.0 100.0 Valid

Total 40 100.0 100.0

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, sebagian besar dari pasangan suami-istri telah memiliki rumah sendiri. Hanya 32,5% dari mereka yang belum mempunyai rumah sendiri.


(66)

vii

Terakhir peneliti akan menggambarkan subjek penelitian berdasarkan penghasilan pada tabel 4.7 di bawa ini :

Tabel 4.7 Pendapatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent kurang dari 1

Juta 3 7.5 7.5 7.5 1-5 Juta 33 82.5 82.5 90.0 5-10 Jurta 2 5.0 5.0 95.0 Lebih dari 10

juta 2 5.0 5.0 100.0 Valid

Total 40 100.0 100.0

Tabel di atas menggambarkan bahwa pendapatan subjek pada umumnya sebesar 1 – 5 juta.

4.2 Analisis Deskriptif

Berikut ini akan di uraikan pada tabel 4.8 analisis deskriptif emotional expressivity dan kepuasan pernikahan pada suami dan istri.

Tabel 4.8 Analisis Deskriptif

Suami (n = 40) Istri (n= 40)

Pengukuran

M SD Rentangan M SD Rentangan

Emotional expressivity

104.30 18.14 75 – 143 114.87 19.45 72 – 155 Positive

emotional expressivity

61.97 11.67 42 – 85 67.40 11.74 37 – 88

Negative emotional expressivity

42.32 9.92 24 – 68 47.48 9.99 28 – 71

Kepuasan pernikahan

96.32 13.71 54 - 118 95.45 13.46 53 – 115 **p <0.05


(1)

vii pasangan Anda jengkel atau sebaliknya?

H. Seberapa sering Anda melakukan hal berikut dengan pasangan Anda. Berikanlah tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda.

No Pernyataan Setiap

hari

Hampir setiap hari

Kadang kadang

Jarang Tidak pernah 23 Apakah Anda menunjukkan

kasih sayang anda secara fisik terhadap pasangan Anda (seperti, membelai, mencium, merangkul dan sebagainya)? 24 Apakah Anda dan pasangan

Anda melakukan kegiatan di rumah bersama?

I. Menurut Anda, seberapa sering hal ini terjadi antara Anda dan pasangan Anda. Berikanlah tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda.

No Pernyataan Tidak

pernah

1 kali dalam 1 bulan

1 atau 2 kali dalam 1 bulan

1 atau 2 kali dalam seminggu

Lebih sering

25 Saling bertukar pikiran.

26 Tertawa bersama.

27 Berdiskusi dengan tenang. 28 Bekerja sama untuk satau hal

J. Di bawah ini ada beberapa hal yang kerap kali menimbulkan perbedaan

pendapat diantara Anda dan pasangan Anda. Tunjukkanlah bila

pernyataan-pernyataan dibawah ini menyebabkan perbedaan pendapat atau menyebabkan masalah dalan pernikahan Anda berdua selama beberapa


(2)

vii

minggu terakhir ini (pilih “ya” atau “tidak”) pada jawaban sesuai dengan keadaan Anda.

No Pernyataan Ya Tidak

29 Terlalu lelah untuk melakukan hubungan seksual 30 Tidak mengekspresikan rasa cinta

31. Setelah mempertimbangkan segala hal dalam pernikahan Anda, pilihlah satu kotak yang menurut Anda mewakili derajat kebahagiaan dalam pernikahan Anda, dengan memberi tanda checklist (√).

Sangat tidak bahagia

Agak tidak bahagia

Sedikit tidak bahagia

Bahagia Sangat bahagia

Luar biasa bahagia

sempurna

32. Berikanlah tanda check list (√) pada salah satu pernyataan berikut yang menurut Anda paling menggambarkan masa depan pernikahan Anda dan pasangan Anda.

Saya ingin sekali pernikahan saya berhasil, dan saya akan melakukan semua yang bisa mewujudkan hal itu.

Saya ingin sekali pernikahan saya berhasil, dan saya akan melaksanakan bagian atau kewajiban saya untuk mewujudkan hal itu.

Akan sangat baik kalau pernikahan saya berhasil, namun saya tidak dapat melakukan lebih dari yang telah saya lakukan sekarang untuk membuatnya berhasil.

Saya ingin sekali pernikahan saya berhasil, tetapi saya menolak untuk melakukan lebih dari yang telah saya lakukan sekarang untuk mewujudkan hal ini.


(3)

vii

Pernikahan saya tidak pernah berhasil, dan tidak ada lagi yang dapat saya perbuat untuk mewujudkannya.

SKALA 2

Untuk menjawab skala di bawah ini. Coba Anda pikirkan seberapa sering Anda

mengekspresikan diri selama berada pada situasi-situasi berikut ini. Beberapa

pernyataan bisa jadi susah untuk Anda nilai. Bagaimanapun, semua pernyataan ini penting untuk dijawab. Penting diingat untuk memperhatikan jawaban pertama yang muncul di benak Anda. Jawablah secara jujur yang menggambarkan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar atau salah.

No Pernyataan Selalu Sering Agak

sering

Kadang kadang

Jarang Tidak pernah 1. Memaafkan orang yang merusak

barang favorit (kesayangan) Anda. 2. Berterima kasih kepada anggota

keluarga untuk sesuatu yang telah mereka lakukan.

3 Memuji/berseru atas hari yang indah.

4. Menunjukkan rasa jijik terhadap perilaku orang lain.

5. Mengungkapkan ketidakpuasan terhadap perilaku orang lain. 6. Memuji seseorang atas

pekerjaannya.

7. Mengungkapkan kemarahan pada kecerobohan orang lain.

8. Merajuk atas perlakuan yang tidak adil yang disebabkan karena adanya masalah keluarga.

9. Menyalahkan orang lain terhadap permasalahan keluarga yang terjadi. 10. Menangis setelah mengalami

perselisihan.

11. Mengabaikan kepentingan orang lain.

12. Menunjukkan kebencian kepada orang lain.


(4)

vii melakukan suatu hal.

14. Menunjukkan rasa malu karena telah melakukan suatu kesalahan yang bodoh.

No Pernyataan Selalu Sering Agak

sering

Kadang kadang

Jarang Tidak pernah 15. Merasa hancur saat mendapat

banyak tekanan.

16. Bergembira ketika mendapatkan keberhasilan yang tak terduga. 17. Mengekspresikan ketertarikan

terhadap masa depan orang lain.

18. Memperlihatkan kekaguman.

19. Mengekspresikan kesedihan ketika hewan peliharaan mati.

20. Mengungkapkan kekecewaan terhadap sesuatu yang tidak berjalan dengan lancar.

21. Memberi tahu seseorang betapa baiknya penampilan mereka. 22. Mengungkapkan rasa simpati atas

permasalahan orang lain.

23. Mengungkapkan kasih sayang atau cinta yang dalam kepada seseorang. 24. Bertengkar dengan anggota

keluarga.

25. Menangis ketika ditinggal oleh orang yang dicintai.

26. Memeluk anggota keluarga secara spontan.

27. Mengungkapkan kemarahan terhadap hal-hal remeh. 28. Memberikan perhatian untuk

kesuksesan anggota keluarga. 29. Meminta maaf karena terlambat

melakukan sesuatu.

30. Meminta bantuan kepada orang lain 31. Menghornati atau menghargai

anggota keluarga lain.


(5)

vii kecewanya Anda setelah

mengalami hari yang buruk. 33. Selalu mencoba menghibur orang

yang sedih.

No Pernyataan Selalu Sering Agak

sering

Kadang kadang

Jarang Tidak pernah 34. Menceritakan kepada anggota

keluarga betapa tersakitinya Anda. 35. Menceritakan kepada anggota

keluarga betapa bahagianya Anda. 36. Memberi ancaman kepada

seseorang.

37. Mengkritik orang karena

keterlambatannya dalam melakukan sesuatu.

38. Mengucapkan terima kasih ketika mendapat pertolongan.

39. Memberikan kejutan dengan

memberi hadiah atau bantuan kecil. 40. Meminta maaf ketika sadar

melakukan kesalahan terhadap orang lain.


(6)