Data Psikografis

G. Data Psikografis

1. Desa Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara

  Secara umum, warga di wilayah ini menghargai kesetaraan hak sebagai sesama warga. Berbagai keputusan warga dilaksanakan melalui musyawarah dan mufakat. Dengan kondisi rukunnya antar warga, musyawarah masih terus dapat dilakukan bersama. Pertemuan antar warga di setiap RT dapat berjalan wajar. Pertemuan rutin bulanan dilaksanakan secara bergilir di rumah warga.

  Untuk bahasa sehari-hari yang digunakan warga setempat adalah bahasa Indonesia. Namun demikian, mengingat warga desa ini terdiri dari tiga element besar suku yakni Jawa, Bugis dan Banjar, maka di antara mereka, pada saat ketemu dan berkomunikasi dengan warga “sesuku” mereka menggunakan bahasa ibu. Yang membanggakan, meskipun sedang berkomunikasi dengan bahasa ibu, tidak ada kecurigaan ataupun berfikiran negatif dari suku lain. Pada saat berkomunikasi dengan suku yang lain tetap bisa saling menerima dan menggunakan bahasa Indonesia.

  Demikian juga, kehadiran tokoh formal dan adat, masih dihargai dan dihormati. Tokoh formal pemerintahan, sejak jenjang lokal (RT, RW) yang ada hingga pejabat yang lebih tinggi masih dihormati. Tokoh adat, terutama tokoh adat Banjar, sebagai indigenous citizen, masih dihormati. Segala mufakat dari musyawarah yang ada, masih memperhatikan nasihat dan pertimbangan para pimpinan adat.

  Pagelaran seni dan budaya, baik yang bernuansa Banjar, Jawa maupun Bugis masih sering ditampilkan pada acara- acara ceremonial. Warga masyarakat dapat saling menerima dan menghargai keberadaan seni dan budaya dimaksud.

50 Profil dan Pemetaan Potensi Masyarakat dalam Rangka

  Pengembangan Desa Sejahtera Mandiri

  Di lain pihak, dengan pesatnya teknologi informasi yang ada saat ini, warga masyarakat sudah menggunakan media IT yang modern. Warga masyarakat dapat mengakses informasi dari luar dengan menggunakan gadget dan perangkat elektronik lainnya yang tentu saja memperluas cakrawala informasi ke berbagai belahan bumi dengan mudahnya.

2. Desa Pandansari, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang

  Warga masyarakat di desa Pandansari hampir seluruhnya berpenduduk suku Jawa. Dengan demikian komunikasi yang digunakan lebih banyak menggunakan bahasa Jawa. Namun demikian, tentu saja bahasa Indonesia juga digunakan dalam bahasa sehari-hari.

  Kehadiran tokoh formal dan tokoh agama masih ditempatkan pada posisi tinggi. Untuk tokoh formal, keberadaan kepengurusan RT, dukuh (kepala dusun), kepala desa dan perangkatnya masih dijunjung tinggi. Demikian juga untuk tokoh agama, para ustadz dan ustadzah sangat didengarkan. Majelis taklim serta perkumpulan pengajian masih diikuti secara wajar.

  Untuk kegiatan seni dan budaya, masyarakat di desa Pandansari masih melakukan upaya melestarikan kesenian yang ada seperti rodhatan, samroh serta ludrukan. Kegiatan kesenian ini ditampilkan pada hari-hari raya kenegaraan maupun keagamaan.

  Di lain pihak, dengan pesatnya teknologi informasi yang ada saat ini, warga masyarakat sudah menggunakan media IT yang modern. Warga masyarakat dapat mengakses informasi dari luar dengan menggunakan gadget dan perangkat elektronik lainnya yang tentu saja memperluas cakrawala informasi ke berbagai belahan bumi dengan mudahnya.

  Profil dan Pemetaan Potensi Masyarakat dalam Rangka

  Pengembangan Desa Sejahtera Mandiri

3. Desa Borisallo, Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan

  Warga masyarakat di desa Borisallo hampir seluruhnya berpenduduk suku Bugis. Dengan demikian komunikasi yang digunakan lebih banyak menggunakan bahasa Bugis. Namun demikian, tentu saja bahasa Indonesia juga digunakan dalam bahasa sehari-hari.

  Untuk kegiatan seni dan budaya, masyarakat di desa Borisallo masih melakukan upaya melestarikan kesenian yang ada.

  Masyarakat Desa Borisallo memiliki tradisi saling tolong menolong di antara sesamanya, yang disebut “akio”. Akio, istilah dalam bahasa setempat, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “memanggil”. Makna yang terkadung dalam tradisi akio adalah saling tolong menolong, seseorang secara otomatis akan atau wajib datang membantu orang atau keluarga lain yang sedang memerlukan pertolongan. Misalnya, dalam peristiwa kematian, maka tanpa diundang warga lain akan datang untuk menolong. Kebiasaan yang sama juga dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan berat yang memerlukan tenaga banyak orang, seperti menanam padi. Akan tetapi beberapa waktu belakangan tradisi ini semakin menurun.

  Sejumlah tokoh desa yang hadir dalam diskusi tampak memperlihatkan kegigihan untuk memajukan anak-anaknya melalui pendidikan. Walaupun tidak didukung dengan penghasilan yang pasti mereka menyelohkan anak-anaknya hingga lulus perguruan tinggi. Keteladanan ini kiranya penting untuk menjadi contoh bagi warga lain.

52 Profil dan Pemetaan Potensi Masyarakat dalam Rangka

  Pengembangan Desa Sejahtera Mandiri

4. Desa Nyogan, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi

  Warga masyarakat di desa Mestong masih menempatkan nilai adat pada posisi yang tinggi. Kehidupan keseharian, dapat dikatakan sangat mengikuti pola adat yang ada. Oleh karenanya, pimpinan suu menempati posisi yang tinggi di masyarakat ini.