Deskripsi Teoritik
9. Riba Dan Pembagiannya
Secara bahasa, riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam, riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah yang dipinjamkan selain jumlah uang yang dipinjamkian kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh waktu pengembalian uang pinjaman itu. Riba semacam disebut riba
nasiah. 44 Menurut Satria Efendi, riba nasiah adalah tambahan pembayaran atas
jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang memninjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam. Riba nasiah ini terjadi dalam utang piutang, oleh karena itu disebut disebut juga dengan riba duyun, dan disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal melakukan suatu kebisaan membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis pinjaman yang dikenal juga dengan riba. Juga disebut dengan riba jali atau qath‟i, sebab jelas dan pasti diharamkannya oleh Al- Qur’an. Praktik riba nasiah ini pernah di praktikan oleh kaum Thaqif yang biasa meminjamkan uang kepada kaum Mughirah. Setelah waktu pembayaran tiba kaum Mughirah berjanji akan membayar lebih banyak apabila mereka
44 Ibid Abdul Rahman Ghazaly Dkk, Fiqih Muamalat, Jakarta, Prenada Media Group, 2010
hal.217-118 hal.217-118
melarangnya. Ayat tersebut berbunyi sebagai berikut : 45
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebab kan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya . (Al- Baqarah:275) 47
Uraian diatas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung tiga unsur:
1. Adanya tambahan pembayaran atas jumlah modal yang dipinjamkan .
2. Tambahan tanpa risiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang di peroleh si peminjam.
46 Ibid [ Qs Al-Baqarah] 175 47 Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahan, Bandung, CV Putra Abadi Karya, 2003
3. Tambahan disyaratkan dalampemberian piutang dan tenggang waktu. Tambahan dalam pembayaran utang oleh orang yang berutang
ketika membayar tanpa ada syarat sebelumnya. Hal itu di bolehkan, bahkan di anggap sebagai perbuatan ihsan (baik) dan Rasullallah pernah melakukannya.
Jenis kedua adalah yang disebut riba fadhl. Menurut Ibnu Qayyum, riba fadhl ialah riba yang kedudukannya sebagai penunujang di haramkannya riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhl diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhl diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas keharammannya. Maka Rasul melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, kecuali dengan sama banyak dan secara
tunai. 48 Pelarangan riba fadhldimaksudkan untuk memastikan prinsip
keadilan, menghilangkan segala bentuk eksploitasi yang timbul melalui pertukaran yang tidak fair, dan menutup segala kemungkinan munculnya riba. Berdasarkan atas konsepsi maqashid asysyariah (tujuan syariah), segala sesuatu yang berpotensi untuk menimbulkan keharaman, maka sesuatu itu haram adanya. Manusia mempunyai kecenderungan untuk di eksploitasi dan ditipu melalui berbagai macam
48 Ibid hal. 219-220 48 Ibid hal. 219-220
tujuh puluh banyak cara. 49
10. Hikmah Keharaman Riba
Islam dengan tegas dan pasti mengharamkan riba. Hal itu untuk menjaga kemaslahatan hidup manusia dari kerusakan moral (akhlak) , sosial dan ekonominya.
Menurut Yusuf Qardhawi, para ulama telah menyebutkan panjang lebar hikmah diharamkannya riba secara rasional, antara lain :
1. Riba berarti mengambil harta orang lain tanpa hak.
2. Riba dapat melemahkan kreativitas manusia untuk berusaha atau bekerja,
sehingga manusia melalaikan perdagangannya, perusahaannya. Hal ini memutuskan kreativitas hidup manusia di dunia. Hidupnya bergantung pada riba yang di perolehnya tanpa usaha. Hal ini merusak tatanan ekonomi.
3. Riba menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam utang piutang. Keharaman riba membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.
4. Biasanya orang yang memberi utang adalah orang kaya dan orang yang berutang adalah yang miskin. Mengambil kelebihan utang dari
49 Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, Hal 198 49 Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, Hal 198
semakin kaya dan miskin semakin tertindas. 50
50 Abdul Rahman Ghazali dkk, Fiqih Muamalat, jakarta, Prenada Media Group, cet.ke- 1,2010,hlm.222-223