Model perencanaan kawasan perikanan berbasis konservasi laut di Kabupaten Kepulauan Sitaro

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi
!"#!##! #$#%#!
&'#!#! #!('#)
*#%&%
!% +#%& #,- & #*,)#- !
), #,#!
&-# adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012

NIM C462070161

. Model of Capture Fisheries Zonation Plan
based on Marine Protection Area in Sitaro Archipelagic Regencies. Supervisory
Committee: JOHN HALUAN, BUDY WIRYAWAN, SUGENG HARIWISUDO
and DANIEL MONINTJA
Model of capture fisheries zonation based on systematic marine
conservation area is not widely known in Indonesia, therefore this study

emphasizes the multiple scenario models to be able to answer the extend which
effectiveness of an area that will be utilized. This study aims to: (1) analyze the
capture fisheries and marine protection area through mapping the biophysical
components in small islands particular coral reef fisheries based on spatial
analysis; (2) analyze the capture fisheries and marine protection area through a
simulation model with a setting of several scenario models priority of
conservation targets; (3) compile the systematic model of marine conservation
area through the concept on sustainable capture fisheries management. This study
was carried out in Sitaro Archipelago Regency consist of 17 research sites and
scaterred 3 clusters on the Islands. The result showed that each sites gave
variation of the reef geometric model identified as many as four models, namely:
triangle reef, circle reef, kidney shape reef and rectangle reef Meanwhile,
location of the coral cover was good in Pahepa Island2, Mahoro Islands1 and
Mahoro Islands2. The selection result of Marxan establish 11 selected areas is:
around Mahoro Island, Pahepa Island, Buhias Island, the southern part Siau
Islands, Balirangeng>western part Pahepa Islands, Makalehi Islands, Ondong
Village, Pasige Island, Cape of Lesa, Western part of Lesa and Northern part
Biaro Island. Total marine conservation area selected is 5 343,25 ha of
585 782,057 ha total seawaters in Sitaro Archipelagic Regency.


JOYCE CHRISTIAN KUMAAT. Model Perencanaan Kawasan Perikanan
Tangkap Berbasis Konservasi Laut di Kabupaten Kepulauan Sitaro.
Di bimbingan oleh: JOHN HALUAN, BUDY WIRYAWAN, SUGENG
HARIWISUDO dan DANIEL MONINTJA.
Kawasan Konservasi Laut adalah merupakan salah satu pertahanan
terakhir di dalam melindungi sumberdaya laut dan pesisir khususnya yang berada
di pulau kecil. Kawasan konservasi laut masih dianggap oleh sebagian
masyarakat sebagai salah satu penghambat di dalam mereka melakukan aktivitas
baik menangkap ataupun memanfaatkan sumberdaya laut yang ada. Hegemoni ini
terus berkembang sampai saat ini, pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam
mengatur dan mengelola sumberdaya perikanan yang semakin menurun. Sampai
saat ini Kabupaten Kepulauan Sitaro belum memiliki Kawasan Konservasi Laut,
dimana kawasan ini dimaknai sebagi penjaga keseimbangan ekosistem dimasa
akan datang oleh karena itu penelitian ini mencoba membangun suatu konsep
perencanaan yang terstruktrur lewat suatu model perencanaan kawasan perikanan
tangkap berbasis konservasi laut. Kondisi perairan yang masih alami dari
Kabupaten Kepulauan Sitaro dengan luas perairan sebesar 585 782,057 ha dan
luas daratan dari masing>masing pulau sebesar 38 501,691 ha memberikan suatu
harapan kedepan bahwa dengan melakukan pengelolaan yang baik akan
memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan. Disisi

yang lain, sumberdaya perikanan khususnya perikanan tangkap masih belum
terdata dengan baik sehingga informasi yang didapat tidak akurat terhadap kondisi
eksisting sumberdaya laut dan pesisir khususnya perikanan tangkap. Penelitian
ini mencoba mengungkapakan seberapa besar potensi sumberdaya pesisir dan laut
di pulau>pulau kecil dengan model perencanaan sistematik kawasan konservasi
laut dan skenario model tingkat pemanfaatan sumberdaya lestari ikan karang
khususnya spesies ikan target.
Penelitian ini memodelkan kawasan pulau>pulau kecil lewat pendekatan
spasial dan ekologis kawasan terumbu. Model>model yang dibangun lewat
penelitian ini memiliki tujuan yaitu: (1) menganalisis kawasan perikanan tangkap
dan Kawasan Konservasi Laut melalui pemetaan komponen>komponen biofisik
pulau kecil khususnya perikanan terumbu karang berbasis spasial (sistem
informasi geografis), memanfaatkan data>data survei lapangan dan penginderaan
jauh (2) menganalisis kawasan perikanan tangkap dan Kawasan Konservasi Laut
melalui simulasi model dengan menyusun skenario>skenario penetapan model
prioritas perencanaan Kawasan Konservasi Laut (3) menyusun model Kawasan
Konservasi Laut sistematik lewat konsep pengelolaan perikanan tangkap
berkelanjutan. Kabupaten Kepulauan Sitaro, dengan wilayah penelitian terdiri
dari 17 lokasi penelitian yaitu Pulau Pahepa1, Pulau Pahepa 2, Pulau Pahepa 3,
Pulau Mahoro1, Pulau Mahoro 2, Desa Ondong, Pulau Kapuhila, Pulau

Makalehi1dan Pulau Makalehi2 berada pada klaster Pulau Siau sedangkan
Tanjung Mundung1 & 2, Biaro Utara, Pulau Ruang1, Pulau Pasige1, Pulau
Pasige2 ,Tanjung Lesa 1 dan Tanjung Lesa 2 berada pada Klaster Pulau
Tagulandang dan Pulau Biaro. Pertimbangan pemilihan lokasi>lokasi penelitian
ini berdasarkan akses, jarak dan kehadiran sumberdaya alamnya. Serangkaian

metode yang digunakan di dalam penelitian ini diawali dengan melakukan survei
pendahuluan sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan lokasi. Citra Landsat,
Peta Rupa Bumi Indonesia dan Peta RTRW Kabupaten Kepulauan Sitaro sebagai
dasar pijakan dalam melakukan analisis spasial. Sedangkan analisis geometrik
terumbu mengacu pada
(OBIA). Selanjutnya untuk
melihat kondisi terumbu karang dilakukan
(LIT) dan
komposisi ikan karang khususnya spesies target dilakukan
(UVC). Selanjutnya komposisi hasil survei terumbu dan ikan karang
dianalisis untuk melihat sebaran terumbu karang, biomassa ikan, MSY tekanan
rendah dan MSY tekanan tinggi pada masing>masing lokasi penelitian. Untuk
mempersiskan model yang dianalisis, maka untuk menetapkan satu kawasan
konservasi dengan melakukan pengembangan lewat model skenario sistematik

kawasan konservasi dengan menggunakan perangkat lunak Marxan.
Hasil analisis terdeskripsi dari masing>masing lokasi menunjukan bahwa
variasi model geometrik terumbu teridentifikasi terdapat empat model yaitu
dan
menyebar pada
hampir semua pulau>pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Sedangkan
komposisi sebaran terumbu karang menunjukkan bahwa untuk klaster Pulau Siau
memiliki komposisi tutupan yang baik terutama berada pada Pulau Pahepa2,
Pulau Mahoro1 dan Pulau Mahoro2 dengan variasi tutupan antara
50,04 %> 50,92 %. Selanjutnya komposisi biomassa ikan target mengidikasikan
kondisi sumberdaya ikan di lokasi studi. Seperti hasil perhitungan untuk lokasi
penelitian Desa Ondong dan Pulau Pahepa1 menunjukkan perbedaan dimana
komposisi biomassa di Desa Ondong sebesar 5 012,18 kg ha>1 lebih besar jika
dibandingkan dengan Pulau Pahepa1 sebesar 4 801,16 kg ha>1. Selanjutnya
skenario MSY0.5 menunjukkan hal yang sama yaitu Desa Ondong sebesar
5 012,175 kg ha>1 sedangkan Pulau Pahepa1 sebesar 4 801,158 kg ha>1.
Perancangan kawasan konservasi dengan menggunakan satuan unit
perancanaan yang berbentuk heksagon dengan 5 jenis simulasi/
(0.001, 0.01, 0.1, 1, 10). Marxan menyeleksi luas rekomendasi kawasan
konservasi di Pulau Siau sebesar 286,50 ha dari total luas perairan di Kabupaten

Kepulauan Sitaro sebesar 585 782,057 ha. Area>area rekomendasi yang dihasilkan
oleh Marxan tersebar di sekitar Pulau Mahoro, Pulau Pahepa, Pulau Buhias, Pulau
Siau bagian selatan, Perairan Balirangeng > Pulau Pahepa bagian barat, Pulau
Makalehi, dan Desa Ondong. Untuk Pulau Biaro daerah seluas 4 528,80 ha yang
terseleksi oleh Marxan adalah perairan sebelah barat (Tanjung Lesa) dan sebelah
utara (Desa Karungo). Area>area yang terpilih (
) oleh Marxan tersebut
akan dikaji kembali berdasarkan ukuran wilayah larang ambil, jarak antar
kawasan konservasi, bentuk kawasan konservasi, dan kedalaman perairan. Hasil
kajian yang dilakukan pada penelitian ini menetapkan 11 area yang akan dijadikan
wilayah kawasan konservasi, sesuai dengan hasil dari seleksi areal oleh Marxan.
Kesebelas kawasan konservasi yang terseleksi tersebut tersebar tersebar di sekitar
Pulau Mahoro, Pulau Pahepa, Pulau Buhias, Pulau Siau bagian selatan, Perairan
Balirangeng > Pulau Pahepa bagian barat, Pulau Makalehi, Desa Ondong, Pulau
Pasige, Tanjung Lesa, perairan sebelah barat (Tanjung Lesa) dan sebelah utara
(Desa Karungo) dengan total luas area sebesar 5 343,25 ha dari total keseluruhan
luas perairan Kabupaten Kepulauan Sitaro sebesar 585 782,057 ha.
Kata Kunci: Marxan, konservasi, geometrik, skenario,model

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang>undang
!
"

#
$"%
!
&

$"%

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Penguji pada Ujian Tertutup

:
:


Prof. Dr. Ir. Mulyono Baskoro, M.Sc
Dr. Mustarudin, STP

Penguji pada Ujian Terbuka

:
:

Prof. Dr. Ir.Rudy Tarumingkeng, M.F
Dr. Ir. Tiene Gunawan, M.Sc

Judul Disertasi

: Model perencanaan kawasan perikanan
konservasi laut di Kabupaten Kepulauan Sitaro

Nama

: Joyce Christian Kumaat


NRP

: C462070161

berbasis

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Ketua

Dr. Ir Budy Wiryawan, M.Sc
Anggota

Dr. Ir. Sugeng Hariwisudo, M.Si
Anggota

Prof. Dr. Ir. Daniel Monintja

Anggota

Diketahui,
Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

27 Juli 2012

Puji syukur berkat anugerah Tuhan yang dialami selama proses
penyusunan disertasi dengan judul
) !"#!##! '#$#%#! ) &'#!#!

-#!('#) * *#%&% ' !% +#%& #,- & #*,)#- !
), #,#! &-# . Tulisan ini
disiapkan selain untuk memenuhi ketentuan di dalam menempuh proses studi,
juga untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatan penelitian sesuai tujuan yang
ditetapkan.
Penyusun menyadari disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan
dan disadari pula bahwa tanpa dukungan dan arahan dari Komisi Pembimbing,
tulisan ini tidak dapat disiapkan dengan semestinya. Penulis menyampaikan
terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc, selaku ketua Komisi
Pembimbing, begitu pula dengan Dr.Rer.Nat. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc, Dr. Ir.
Sugeng Hariwisudo, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Daniel Monintja yang memberikan
arahan dan masukan mengenai persiapan penyusunan disertasi ini. Ucapan terima
kasih juga kepada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
(SPT) IPB dan staf administrasi atas bantuannya selama penulis kuliah.
Selama kuliah, penulis mendapatkan bantuan fasilitas, inspirasi, dan teman
diskusi dari rekan>rekan kerja dan ilmuwan senior. Penulis ingin berterima kasih
kepada Prof. Dr. Mulyono Baskoro dan Dr Yopi Novita, S.Pi, M.Si (IPB);
Dr.Ir.Unstain Rembet, M.Si dan Ir. Peter Barce Assa,M.Sc, Ph.D (Universitas
Sam Ratulangi); Ir Raymond Kemur, M.Sc (ADB & Universitas Pelita Harapan);
Elvan Ampou, S.IK, M.Sc (BROK Bali); Anna Kuswardani, S.Si, M.T, Ph.D
(Qing Dao University, LITBANG KP), Rossana di Donnato, Ph.D (Genoa
University), Claudio Vasapollo, Ph.D (Napoly University) dan Dr M. Karnan,
M.Si (Universitas Mataram). Penulis juga sangat berterima>kasih kepada semua
peneliti yang membantu penulis selama penelitian Franky Runtukahu, S.Pi, M.Sc,
Roger Lantang, S.IK, Agnes Moningkey, S.Pd.
Penulis juga berterima>kasih pada Ir Esther Lunita Mamarimbing (istri);
Gita Gloria Kumaat (anak); atas kesabarannya memberikan waktu belajar kepada
penulis. Penulis juga berterima>kasih atas iringan doa dari orang tua selama
penulis kuliah. Tidak semua orang yang membantu penulis dalam penelitian ini
dapat disebutkan. Penulis ingin berterima>kasih pada semua yang belum disebut
di halaman ini. Selama kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB, penulis mendapat
dukungan finansial beasiswa BPPS (2007>2010), bantuan studi dari Pemerintah
Kabupaten Minahasa Selatan (2010), Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2010 –
2011) dan beasiswa penulisan disertasi (2012) dari DitJen DIKTI. Sebagai suatu
hasil proses belajar, baik isi maupun susunan dari tulisan ini disadari tidak lepas
dari kekurangan dan kekeliruan. Walaupun demikian, penulis berharap semoga
kehadiran disertasi ini dapat memenuhi persyaratan untuk mengikuti kegiatan
studi selanjutnya.

Bogor, Juli 2012

Penulis, Joyce Christian Kumaat, lahir di Tomohon tanggal 10 Juni 1972 dari
Ayah Drs. Ferdinand Wellem Kumaat dan Ibu Deitjee Jane Mamuaja. Penulis
menikah dengan Ir Esther Lunita Mamarimbing, AmAK dan memiliki seorang
putri bernama Gita Gloria Kumaat. Penulis mengalami pendidikan di SD GMIM
Kinilow (1978>1984), SMPN II Kakaskasen (1984>1987), SMA Kristen Tomohon
(1987>1990). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas
Sam Ratulangi pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Program Studi
Ilmu dan Teknologi Kelautan (1990 > 1995).
Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Master of Science dan mendapat
beasiswa dari $
$
"
(IIP) di Università Politecnica delle Marche
Ancona (2005 – 2006) Facoltà di Scienze, Dipartimento di Scienze del Mare
(DiSMar) dengan judul Thesis %
$
'
. Dalam kurun waktu 1995 – 1999 penulis bekerja
sebagai staf teknis konsultan perencana di PT. Surveying Engineering Consultan
(Secon) Bandung dan sejak tahun 1999, penulis di terima menjadi staf pengajar di
Jurusan Geografi Universitas Negeri Manado (UNIMA).
Penulis mulai meneliti geomorfologi pantai dan terumbu karang pada tahun 1995,
sejak tahun 2004 penulis menjadi anggota Himpunan Ahli Teknik Hidraulik
Indonesia (HATHI) cabang Sulawesi Utara. Penulis juga terdaftar sebagai
anggota Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) dan Masyarakat
Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN). Penulis juga berkesempatan untuk
mempresentasikan makalah ilmiah di Simposium Nasional Himpunan Ahli
Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) dengan judul
dan The 3rd HATHI & IARS
$
(
)
)
dengan judul
. Kedua makalah tersebut merupakan salah satu bagian dari tulisan
disertasi ini.
Penulis melanjutkan pendidikan Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 di Program Studi Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap (SPT). Selama menempuh pendidikan di IPB Bogor penulis
mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia lewat BPPS DIPA DIKTI. Selama
studi, penulis telah mempublikasikan tiga tulisan ilmiah, yakni: “ !(
##!
(,(,% ), #, ' "& & #*,)#- !
), #,#! &-# * #%# '#! / 0 (&”
(*
+ , -./.0 -1 2 .3 !
.4-40 “
/ - & - ,/*, ), #,
' "& 1 /
) !"#!##! '#$#%#! ' !% +#%& * *#%&% ) &'#!#! -#!('#) &
#*,)#- !
), #,#! &-# ” (%
" " .4 /.0 --15..6 7
.4-.) dan
“ !# &%&% ) - !%& %-# & ) &'#!#! -#!('#) & #*,)#- !
), #,#! &-# ”
( 7)$'8 9$ :8)$8 *
;
"
<
=/.0
.4-.).

xxi

DAFTAR ISI.................................................................................................................. xxi
DAFTAR TABEL........................................................................................................xxiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xxv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xxvii
1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 8
1.5 Kerangka Pikir .................................................................................................... 9
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 13
2.1 Perikanan Berkelanjutan ................................................................................... 13
2.2 Kawasan Konservasi Laut................................................................................. 17
2.3 Peran Kawasan Konservasi Laut dan Perikanan Tangkap................................ 20
2.4 Sistem Informasi Geografis penentuan Kawasan Konservasi Laut.................. 23
2.5 Konektivitas Populasi Kawasan Konservasi Laut ............................................ 27
2.6 Integrasi Horizontal Jejaring Kawasan Konservasi Laut dan Pengelolaan
Perikanan Tangkap............................................................................................ 30
2.7 Penelitian>Penelitian Terdahulu yang Relevan................................................. 32
3
METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 37
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 37
3.2 Metode Pengumpulan Data............................................................................... 37
3.3 Analisis Data..................................................................................................... 41
3.3.1
Analisis geometrik terumbu karang ..........................................................41
3.3.2
Analisis sumberdaya terumbu karang dan ikan karang.............................44
3.3.3. Analisis spasial perancangan Kawasan Konservasi Laut..........................47
4
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN......................................... 57
4.1 Kondisi fisik Kabupaten Kepulauan Sitaro....................................................... 57
4.2 Kondisi Hidro>Oseanografi dan Bathimetri Kabupaten Kepulauan Sitaro....... 60
4.2.1
Bathimetri..................................................................................................60
4.2.2
Kecepatan angin ........................................................................................61
4.2.1
Gelombang laut .........................................................................................62
4.2.3
Pasang surut ..............................................................................................64
4.2.4
Arus laut ....................................................................................................66
4.2.5
Suhu permukaan laut.................................................................................69
4.2.6
Geomorfologi pulau kecil. ........................................................................72
4.3. Sumberdaya Pesisir dan Laut Kabupaten Kepulauan Sitaro............................. 74
4.4 Sumberdaya Perikanan Laut Kabupaten Kepulauan Sitaro. ............................. 79
5
HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 87
5.1 Citra Landsat ETM 7 Kabupaten Kepulauan Sitaro ......................................... 87
5.2 Geomorfologi Terumbu Karang Kabupaten Kepulauan Sitaro. ....................... 90
5.2.1
Biocenosis terumbu karang Pulau Siau.....................................................91
5.2.2
Biocenosis terumbu karang Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro ...........98
5.3 Sumberdaya Terumbu Karang Kabupaten Kepulauan Sitaro......................... 106

xxii

5.3.1
Terumbu karang Pulau Siau ....................................................................106
5.3.2
Terumbu karang Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro ...........................111
5.4 Sumberdaya Ikan Karang Kabupaten Kepulauan Sitaro ................................ 118
5.4.1
Kondisi ikan karang Pulau Siau. .............................................................118
5.4.2
Biomassa dan MSY ikan target Pulau Siau ............................................119
5.4.3
Kondisi ikan karang Pulau Tagulandang dan Biaro................................122
5.4.4
Biomassa dan MSY ikan target Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro ....126
5.5 Evaluasi Alat Tangkap Perikanan Terumbu Kabupaten Kepulauan Sitaro .... 127
5.5.1
Unit alat tangkap ikan karang .................................................................131
5.5.2
Upaya penangkapan dan Catch Per Unit Effort (CPUE) ........................132
5.6 Perencanaan KKL Kabupaten Kepulauan Sitaro............................................ 136
5.6.1
Pengaturan dan analisis skenario KKL Pulau Siau .................................136
5.6.2
Pengaturan dan analisis skenario KKL Pulau Tagulandang ...................143
5.6.3
Pengaturan dan analisis skenario KKL Pulau Biaro ...............................147
5.7 Model Kawasan Konservasi dan Perikanan Tangkap Kabupaten Kepulauan
Sitaro ............................................................................................................... 150
6
PEMBAHASAN ............................................................................................. 157
6.1 Model Geometrik Terumbu Pulau Kecil Kabupaten Kepulauan Sitaro ......... 157
6.2 Model skenario tingkat pemanfaatan lestari perikanan terumbu karang pulau
kecil Kabupaten Kepulauan Sitaro.................................................................. 162
6.3 Model sistematik Kawasan Konservasi Laut (KKL) dan Perikanan Tangkap
Kabupaten Kepulauan Sitaro .......................................................................... 166
6.4 Model SITARO (Model Sistem Terintegrasi Rancangan Kawasan Konservasi
Laut)................................................................................................................ 171
7
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 175
7.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 175
7.2 Saran ............................................................................................................... 176
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 177
LAMPIRAN.................................................................................................................. 189

xxiii

1 Jenis dan teknik pengumpulan data.................................................................... 40
2 Kriteria persentase tutupan karang hidup.......................................................... 45
3 Penentuan nilai faktor denda (SPF)
konservasi .................................... 49
4 Penentuan nilai bobot
biaya.................................................................. 50
5 Frekuensi kecepatan angin rata>rata di Kabupaten Kepulauan Sitaro .............. 62
6 Komponen harmonik pasang surut di Kabupaten Kepulauan Sitaro ................ 65
7 Muka air laut dan elevasi pasang surut di Kabupaten Kepulauan Sitaro.......... 66
8 Nisbah Formzhal di Kabupaten Kepulauan Sitaro............................................ 66
9 Jumlah rumah tangga perikanan........................................................................ 80
10 Jumlah unit penangkap ikan............................................................................ 80
11 Morfologi terumbu karang Pulau Siau............................................................ 95
12 Morfologi terumbu karang Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro ................. 102
13 Keberadaan terumbu karang di Pulau Siau ................................................... 110
14 Keberadaan terumbu karang di Pulau Tagulandang dan Biaro..................... 116
15 Struktur komunitas ikan target di Pulau Siau................................................ 118
16 Total B0, MSY0.1dan MSY0.5 0 Pulau Siau ................................................... 121
17 Struktur komunitas ikan target di Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro ....... 124
18 Total B0, MSY0.1 dan MSY0.5 Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro............. 126
19 Jumlah nelayan dan alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Sitaro ............... 128
20 Famili ikan karang yang tertangkap masing>masing alat tangkap ................ 131
21 >
? 8
(CPUE) ikan target di Pulau Siau .............................. 132
22 >
? 8
(CPUE) ikan target di Pulau Tagulandang ................ 133
23 >
? 8
(CPUE) ikan target di Pulau Biaro ............................ 135
24 Skenario nilai faktor denda
konservasi Pulau Siau........................... 137
25 Skenario nilai faktor denda
biaya Pulau Siau ................................... 140
26 Skenario nilai faktor denda
konservasi Pulau Tagulandang............. 145
27 Skenario nilai faktor denda
biaya Pulau Tagulandang ..................... 145
28 Skenario nilai faktor denda
konservasi Pulau Biaro......................... 148
29 Skenario nilai faktor denda
biaya Pulau Biaro ................................. 149

xxiv

xxv

1 Alur pikir rencana penelitian............................................................................. 11
2 Kurva mobius unsur>unsur pembangunan berkelanjutan.................................. 15
3 Sistem perikanan berkelanjutan (Charles 2001) ............................................... 17
4 Langkah>langkah
Marxan ............................... 26
5 Peta Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang dan Biaro................................. 38
6 Hirarki teknik pengolahan data geomorfologi terumbu karang ........................ 43
7 Hirarki klas struktur
, gemorfik zone dan bentik habitat.................... 44
8 Bentuk hexagon untuk satuan perencanaan ...................................................... 51
9 Pengubah panjang batas atau %
<
................................. 52
10 Alur
untuk Marxan dengan ArcView dan CLUZ......................... 54
11 Diagram alir analisis data dengan Marxan...................................................... 56
12 Peta Administrasi Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro................ 58
13 Peta bathimetri Kabupaten Kepulauan Sitaro ................................................. 60
14 !
kedalaman laut gugusan kepulauan Sitaro ............... 61
15 Mawar angin Kabupaten Kepulauan Sitaro Tahun 1998> 2007...................... 61
16 %
simulasi tinggi gelombang signifikan (Hs)....................... 64
17 %
simulasi pola arus permukaan .......................................... 68
18 %
suhu permukaan laut ........................................................ 71
19 %
rata>rata SPL (a) musim barat dan (b) musim timur ........ 72
20 Peta Topografi Kabupaten Kepulauan Sitaro.................................................. 74
21 Peta sebaran terumbu karang di Pulau Siau .................................................... 77
22 Peta sebaran terumbu karang di Pulau Tagulandang ...................................... 78
23 Peta
di Kabupaten Kepulauan Sitaro ...................................... 79
24 Peta RTP Pulau Siau di Kabupaten Kepulauan Sitaro .................................... 81
25 Peta RTP Pulau Tagulandang di Kabupaten Kepulauan Sitaro ...................... 82
26 Peta RTP Pulau Biaro di Kabupaten Kepulauan Sitaro .................................. 83
27 Peta satuan pengembangan klaster Kabupaten Kepulauan Sitaro................... 85
28 a. Citra Landsat Biaro dan Tagulandang; b.Citra Landsat Siau...................... 87
29 Citra Landsat hasil koreksi geometrik Pulau Siau .......................................... 88
30 Citra Landsat hasil koreksi geometrik Pulau Tagulandang............................. 89
31 Citra Landsat hasil koreksi geometrik Pulau Biaro......................................... 90
32 Peta c
))$ terumbu karang Pulau Siau..................................................... 92
33 Persentasi bentik habitat Pulau Siau ............................................................... 93
34 Persentasi luasan terumbu Pulau Siau............................................................. 94
35 !
3D gugusan Pulau Siau ............................................ 96
36 >
skematik Pulau Kapuliha.......................................................... 96
37 >
skematik Pulau Mahoro............................................................ 97
38 >
skematik Pulau Pahepa ............................................................. 97
39
dan lokasi penelitian Pulau Siau ............................ 98
40 Peta
))$ terumbu karang Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro ............ 99

xxvi

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
71
72
73
74
75
76
77
78

Persentasi bentik habitat Pulau Tagulandang dan Pulau Biaro..................... 100
Persentasi luasan terumbu Pulau Tagulandang dan Biaro ............................ 101
!
3D gugusan Pulau Tagulandang dan Biaro ............ 103
>
skematik Pulau Pasige ............................................................ 104
>
skematik Pulau Biaro Utara.................................................... 104
>
skematik Tanjung Lesa........................................................... 105
dan lokasi penelitian P.Tagulandang dan P.Biaro 106
Teknik pengambilan data dengan metode < $
;
.............. 107
Peta sebaran terumbu karang Pulau Siau ...................................................... 108
Persentasi tutupan terumbu karang Pulau Siau ............................................. 111
Peta sebaran terumbu karang Pulau Tagulandang dan Biaro........................ 114
Persentasi tutupan terumbu karang Pulau Tagulandang dan Biaro............... 117
Peta lokasi ?@> ikan target Pulau Siau ........................................................ 120
Komposisi B0, MSY0.1 dan MSY0.5 Pulau Siau............................................. 122
Peta lokasi ?@> ikan target Pulau Tagulandang .......................................... 123
Peta Peta lokasi ?@> ikan target Pulau Biaro .............................................. 125
Komposisi B0, MSY0.1 dan MSY0.5 P.Tagulandang dan P. Biaro ................. 127
Grafik sebaran nelayan Kabupaten Kepulauan Sitaro .................................. 129
Jumlah unit alat tangkap Kabupaten Kepulauan Sitaro ................................ 130
%
tangkapan harian (kg) unit alat tangkap Pulau Siau ........................ 133
%
tangkapan harian (kg) unit alat tangkap Pulau Tagulandang........... 134
%
tangkapan harian (kg) unit alat tangkap Pulau Biaro....................... 135
"
Pulau Siau dalam bentuk hexagon ......................................... 138
"
Pulau Makalehi dalam bentuk hexagon ................................. 139
Skenario model sistematik Kawasan Konservasi Pulau Siau ....................... 142
Hubungan persentasi target konservasi dengan persentasi luas habitat dan luas
habitat Pulau Siau ........................................................................................ 143
"
? Pulau Tagulandang dalam bentuk hexagon........................... 144
Hubungan persentasi target konservasi dengan persentasi luas habitat dan luas
habitat Pulau Tagulandang........................................................................... 146
"
? Pulau Biaro dalam bentuk hexagon....................................... 147
Hubungan persentasi target konservasi dengan persentasi luas habitat dan luas
habitat Pulau Biaro....................................................................................... 149
Pengelompokan unit perencanaan dan uji sensitivitas Pulau Siau................ 151
Pengelompokan unit perencanaan dan uji sensitivitas Pulau Tagulandang .. 152
Pengelompokan unit perencanaan dan uji sensitivitas Pulau Biaro .............. 153
Hasil Analisis Kawasan Konservasi terpilih 35% Pulau Siau. ..................... 155
Hasil Analisis Kawasan Konservasi terpilih 30% Pulau Tagulandang......... 155
Hasil Analisis Kawasan Konservasi terpilih 35% Pulau Biaro..................... 156
Bagan alir Model SITARO ........................................................................... 173

xxvii

1 " <
"
.................................................................................... 190
2 A
/A%$70 "
;
............................. 191
3 A
/A%$70 "
"
...................................... 192
4 A
/A%$70 "
...................................... 193
5 A
/A%$70 "
................................... 194
6 A
/A%$70 !
A
....................................... 195
7 A
/A%$70 %
?
......................................... 196
8 A
/A%$70 ;
< ....................................... 197
9 Skenario target kawasan konservasi laut oleh Marxan Pulau Siau ................. 198
10 Skenario target kawasan konservasi laut oleh Marxan Pulau Tagulandang . 206
11 Skenario target kawasan konservasi laut oleh Marxan Pulau Biaro ............. 214

xxviii

.

#-#

#'#!(

Adagium

sebuah karya studi penulis kebangsaan Belanda,

Hugo Grotius pada tahun 1609 (Rais 2004), menjustifikasi bahwa laut tidak dapat
dirusak oleh kegiatan manusia, oleh sebab laut tidak memerlukan perlindungan
(Kitchener 2000). Pemikirannya menjadikan sebuah prinsip “
”, sebuah konsep yang membawa pengaruh dalam kebijakan>kebijakan di
lautan dengan mengabaikan fakta dari dampak terhadap laut itu sendiri dan
manusia (Pet & Mous 2002; Kusumastanto 2003). Sangat umum terjadi adalah
rendahnya perhatian, manusia hanya akan memperhatikan apa yang menjadi
miliknya (Djakapermana 2010) dan kurang peduli dengan apa yang menjadi milik
bersama (

) (Rais 2004), atau dengan kata lain, mereka hanya akan

peduli pada apa yang menjadi perhatian mereka secara individu (Barker 1958
Pet dan Mous 2002).
Dalam waktu yang relatif dekat produksi dari sub>sektor perikanan
tangkap diduga tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk dunia terhadap ikan
yang selalu meningkat (The Nature Conservancy 2003; Grafton

2010).

Dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan ikan juga meningkat sesuai
dengan perkembangan penduduk (Mora

2009). Sumberdaya perikanan juga

memiliki potensi yang besar hingga sering disebut bahwa sektor perikanan
merupakan raksasa yang sedang tidur (Kusumastanto 2003). Hasil riset Komisi
Stok Ikan Nasional menyebutkan bahwa stok sumberdaya perikanan nasional
diperkirakan sebesar 6.4 juta ton per tahun. Hal ini tentu estimasi kasar karena
belum mencakup potensi ikan di perairan daratan (Kusumastanto 2003).
Demikian juga dengan sumberdaya alam kelautan lainnya seperti sumberdaya
minyak yang berkontribusi secara signifikan terhadap total produksi minyak dan
gas (67%), gas dan mineral laut lainnya, dan potensi material untuk bioteknologi
yang diperkirakan mencapai kapitalisasi pasar triliunan rupiah (Dahuri 2004).
Selain itu, oleh Mulyana dan Dermawan (2008) melaporkan bahwa potensi
sumber daya alam yang besar dan daya serap tenaga kerja yang diperkirakan lebih
dari 10 juta orang menjadikan sektor ini penting. Masih penelitian yang sama
pada tahun 2007, produksi perikanan mencapai 7,7 juta ton, penerimaan devisa

2

US$ 3,2 miliar, konsumsi ikan 28 kg kapita>1 tahun>1, penyerapan tenaga kerja 7,7
juta orang, dan kontribusi terhadap

(PDB) nasional 3,1%.

Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
meluncurkan program yang bernama

"

7

+

(MPAG), dalam upaya merealisasikan dari target kawasan konservasi perairan
yang telah ditetapkan sebesar 20 juta hektar. Pertengahan Tahun 2012, Indonesia
telah berhasil menetapkan kawasan konservasi laut seluas 15,5 juta ha atau 77,5
persen.
Fakta tersebut tidaklah mengherankan, sebagian wilayah Indonesia terletak
pada pusat segi tiga terumbu karang (

), negeri ini dikaruniai wilayah

pesisir dan lautan dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia (De Vantier
2005). Tingginya keanekaragaman hayati tersebut bukan hanya disebabkan
oleh letak geografis yang begitu strategis, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor
lain seperti variasi iklim musiman, arus atau massa air laut yang memengaruhi
massa air dari dua samudera (Kenchington

2003; De Vantier

. 2005),

serta keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya (Green
. 2008).

Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut meliputi

keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem (White 2006; Weeks

. 2009).

Provinsi Sulawesi Utara, memiliki 258 pulau kecil yang sudah secara
resmi di daftarkan di badan dunia Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dan telah
diverifikasi secara detail. Sedangkan, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang
dan Biaro yang kemudian disebut dengan Kabupaten Kepulauan Sitaro memiliki
33 buah pulau dimana 10 pulau yang berpenghuni dan 23 pulau yang tidak
berpenghuni serta Pulau Makalehi adalah pulau terluar. Bertolak dari Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kepulauan Sitaro Tahun 2009 konsep
tata ruang yang di rencanakan adalah konsep pengelolaan kawasan budidaya
terdiri dari kawasan pertanian dan kawasan perkebunan, konsep peruntukan
kawasan pariwisata terdiri dari konsep
pariwisata

, konsep

dan konsep

. Kabupaten Kepulauan

Sitaro juga merupakan salah satu bagian dalam pengelolaan
8

(SSME) dan >

;

$

(CTI) yang mendorong

3

terbentuknya konektivitas antar kawasan konservasi dalam mengontrol degradasi
lingkungan laut dari kehancuran.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 (sebagaimana telah diubah di dalam
UU No. 12 Tahun 2008), menyatakan bahwa kewenangan kabupaten/kota untuk
mengelola sumberdaya wilayah laut sepertiga dari kewenangan provinsi 12 mil
yang meliputi kewenangan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan
sumberdaya alam dan tanggung jawab untuk melestarikannya. Hal yang sama
dalam pengelolaan kawasan konservasi ditegaskan pada UU No. 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau–Pulau Kecil. Kabupaten Kepulauan Sitaro
sampai saat ini belum memiliki regulasi dan acuan yang memuat perencanaan
wilayah pada sektor perikanan dan kawasan konservasi. Peraturan pendukung
lainnya dengan di keluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2007
tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, yang dimaknai pentingnya melakukan
perlindungan terhadap ekosistem, konservasi jenis ikan dan konservasi genetik
ikan.
.

,/,%#!

#%# #2

Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah wilayah di laut memiliki batas
yang jelas dan dilindungi untuk mencapai tujuan tertentu. Karakteristik yang
utama dari kawasan ini adanya status wilayah larang ambil atau “

&

”.

Pada wilayah ini berlaku aturan untuk melarang seluruh aktifitas yang bersifat
ekstraktif, seperti pengambilan atau penangkapan ikan.

Penangkapan ikan

berdampak negatif pada sumberdaya ikan dan habitat tempat ikan untuk
melakukan pemijahan, wilayah asuhan dan tempat mencari makan. Pengambilan
ikan target secara belebihan bisa mempengaruhi struktur populasi yang pada
akhirnya mempengaruhi kesehatan habitat ikan. Operasi alat tangkap atau metode
yang tidak ramah lingkungan secara langsung bisa mempengaruhi kondisi habitat.
Jika habitat termasuk jenis yang sensitif, tingkat eksploitasi pada skala rendah
sekalipun bisa berdampak pada kerusakan habitat ikan. Pencadangan sebagian
wilayah penangkapan sebagai wilayah larang>ambil memberikan kesempatan
untuk perbaikan habitat, terutama yang ada di dalam wilayah larang>ambil.
Sampai saat ini pemberlakuan ukuran wilayah larang ambil belum memiliki dasar
yang kuat, seperti yang berlaku secara umum dimana penentuan kawasan

4

konservasi menyediakan luas wilayah sebesar 20% (Boersma & Parrish 1999;
Franklin

. 2003; Roberts 2000); target konservasi antara 30%, 40%, dan 50%

(Airamé

. 2003; Derous

. 2007); 10 – 40% (Lieberknecht

Sedangkan oleh PISCO ("
A

$

. 2004).
>

0 memberikan kisara antara 20 >60%. Angka>angka ini tentu saja dengan

memperhatikan faktor yang sangat penting untuk perikanan tangkap harus
termasuk di dalamnya. Sebagai contoh, seluruh lokasi pemijahan ikan harus
masuk ke dalam wilayah larang>ambil – pertimbangannya, ialah bahwa lokasi
pemijahan ikan terdapat pada wilayah yang sangat terbatas atau kecil, sangat
penting untuk mempertahankan keberlanjutan perikanan dan lokasi pemijahan
ikan cenderung mudah terancam (

) dari penangkapan berlebih.

Dari beberapa penelitian yang menjelaskan tentang karakteristik pulau>
pulau kecil terindikasi bahwa sebagian besar laporan penelitian merujuk kepada
dominannya pemanfaatan karang tepi (

) terhadap perikanan tangkap.

Asumsi yang berkembang bahwa karang tepi menyimpan sumberdaya ikan karang
dan habitat dasar yang melimpah, disamping itu mempelajari konektivitas antar
kawasan yang dibentuk harus dipertimbangkan dengan seberapa jauh migrasi
yang dilakukan ikan karang terhadap jarak antar pulau kecil yang merupakan satu>
kesatuan pengelolaan perikanan. Kegagalan di dalam pembentukkan kawasan
konservasi laut sering terjadi diakibatkan tidak adanya pertimbangan di dalam
melihat kebutuhan ruang yang dimanfaatkan oleh sumberdaya perikanan karang.
Agardy

. 2011, dalam riset mereka mengemukakkan bahwa kegagalan di

dalam pembentukkan Kawasan Konservasi Laut disebabkan oleh terlalu yakinnya
para perencana terhadap keberadaan ekosistem laut sehingga perencanaan menjadi
buruk, selain itu akibat ilusi yang diciptakan bahwa Kawasan Konservasi Laut
bisa melakukan perlindungan. Untuk mengatasi kekurangan ini saran mereka
adalah mengintegrasikan kawasan perlindungan laut dalam perencanaan tataruang
yang lebih luas dan upaya pembentukan zonasi kawasan. Sejauh ini, informasi
mengenai model>model terumbu sebagi faktor pengungkit di dalam penataan
kawasan konservasi masih sangat sedikit, terungkap di dalam penelitian yang
dilakukan oleh Heyman dan Wright (2011) bahwa salah satu

disain

kawasan konservasi adalah morfologi terumbu yang telah diusulkan menjadi

5

pengganti spesies terumbu, fungsi ekologi dan jasa ekosistem. Bukti ilmiah lain
mengindikasikan bahwa banyak spesies ikan dan bentik organisme lainnya
bermigrasi untuk melakukan pemijahan (

) pada lokasi dengan

struktur geomorfik tertentu di pulau>pulau kecil seperti
dan

,

yang memiliki bentuk bervasiasi.
Lebih jauh lagi potensi lestari dari perikanan terumbu sendiri belum

banyak diungkapkan, metode pendekatan Schaefer untuk surplus produksi
perikanan memiliki kelemahan, model Schaefer ini hanya bisa diterapkan pada
kondisi perikanan yang

dan

, kondisi poplasi ikan dalam

keadaan setimbang, data hasil tangkapan dan alat tangkap akurat serta
(cpue), merupakan indeks dari kelimpahan stok ikan dilaut. Sehingga
dasar pertimbangan ini dalam mendukung perikanan berkelanjutan dengan model
tingkat pemanfaatan perikanan tekanan rendah (MSY0.1) dan tinggi (MSY0.5)
mampu menjawab kebutuhan managemen pengelolaan Kawasan Konservasi.
Ketika aturan di dalam wilayah larang>ambil mulai diterapkan, dia mulai
memberikan dampak langsung dalam periode waktu jangka pendek.

Secara

teoritis, hal ini berawal dari peningkatan jumlah, ukuran dan potensi reproduksi
yang berasal dari dalam wila yah larang>ambil yang melimpah keluar, ialah
daerah penangkapan bagi nelayan, keuntungan kedua ialah kemungkinan
menurunnya variabilitas hasil tangkap karena kemungkinan pengaruh seperti
kegagalan reproduksi alami, yang sering terjadi pada kondisi tidak ada wilayah
larang>ambil.
Penetapan Kawasan Konservasi sering kali dianggap sebagai usaha untuk
membatasi atau melarang kegiatan nelayan untuk menangkap ikan dan mencari
makan dari laut. Pelarangan dan pembatasan sering diungkapkan lebih kedepan
dibandingkan dengan fakta bahwa pembatasan hanya dilakukan pada wilayah
yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Ditambah lagi, pada saat awal
penetapan kawasan konservasi, diketahui jumlah populasi ikan yang berada di
dalam kawasan jauh lebih besar dibandingkan keberadaan ikan di luar kawasan.
Akhirnya, dengan berbagai alasan dan cara, setiap nelayan berusaha mencari
pembenaran untuk menangkap ikan di dalam Kawasan Konservasi.

6

Sampai saat ini, masih sangat kuat persepsi masyarakat nelayan, dan
bahkan pemerintah bahwa sumberdaya laut tidak pernah habis. Persepsi ini
menjadi kendala utama dalam usaha untuk menetapkan suatu wilayah sebagai
kawasan konservasi laut. Disisi lain, nelayan selalu bisa mencari daerah operasi
penangkapan baru jika di tempat yang lama ikannya sudah habis, sebagai dampak
dari prinsip

terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan. Kedua

masalah tersebut di atas menyebabkan kesulitan dalam membuka kesadaran
masyarakat bahwa sumberdaya laut bersifat terbatas dan berdampak negatif
terhadap ekonomi masyarakat dalam jangka panjang. Ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya penolakan yaitu (The Nature Conservancy 2003): (1)
penerapan Kawasan Konservasi dianggap akan membatasi wilayah penangkapan
nelayan melalui pengurangan

antara 10 – 30% dari luas

sebelumnya; (2) kehilangan ekonomi jangka pandek (

)

5

sebagai akibat dari pembatasan wilayah operasi penangkapan; (3) Kawasan
Konservasi sebagai alat untuk memperbaiki pengelolaan perikanan masih sangat
baru dan belum diketahui secara luas oleh kalangan masyarakat nelayan, sehingga
mereka belum merasakan dampaknya secara langsung; (4) belum meluasnya
kesadaran masyarakat akan keuntungan ekonomi jangka panjang dari keberadaan
Kawasan Konservasi; dan (5) tidak terlibatnya

dari generasi

mendatang yang juga mendapat hak untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada
saat ini secara berkelanjutan.
Berdasarkan uraian di atas, aspek>aspek yang berhubungan dengan
pengelolaan perikanan perlu kajian ilmiah untuk mendapatkan skenario
pengelolaan terbaik. Pendekatan yang dalam penelitian ini adalah membuat suatu
"

"

;

%

<

Tekanan yang terjadi di wilayah perairan akibat $?? /$
?

09

Kegiatan $??

?

dan perikanan tangkap yang merusak (

).

ini berupa kegiatan perikanan yang illegal, tidak dilaporkan

dan tidak sesuai dengan aturan. Oleh Wiryawan
kegiatan $??

.

(2005), mendeskripsikan

ini juga termasuk pada penyimpangan penggunaan alat yang

tertera dalam ijin. Selain itu pula, perikanan yang merusak seperti adanya
, penggunaan racun dan alat peledak, serta pengoperasian

7

(Miththapala 2008).

Kegiatan > kegiatan tersebut mengakibatkan rusaknya

terumbu karang dan menurunnya sumberdaya ikan. Menurunnya sumberdaya ikan
oleh Green

. (2007; 2010), melaporkan telah terjadi penurunan secara global

sebesar 52% dari total

(MSY) yang ada di dunia,

umumnya yang mengalami tangkap lebih (
penting (Zabel

. 2003).

) yaitu spesies ekonomis

Pada pertengahan 2012 ini, Indonesia berhasil

menetapkan kawasan konservasi laut seluas 15.5 juta ha atau 77.5 persen dari
target sebesar 20 juta ha pada 2020, komitmen ini perlu di tunjang dengan
sinergitas antara stakeholders dan pemerintah disamping penelitian>penelitian
ilmiah yang menunjang pembentukan kawasan konservasi laut. Disisi lain oleh
Wiadnya

. 2011, bahwa sampai saat ini

Kawasan Konservasi Laut

yang baru belum selesai dikerjakan sehingga perlu pengaturan yang jelas untuk
membatasi pengunaan sumberdaya dan menyusun kerangka managemen yang
jelas (

).
Berdasarkan kompleksitas masalah yang ada di lokasi penelitian yang

muncul akibat faktor

dan

, maka model perencanaan perikanan di

Kawasan Konservasi Kabupaten Kepulauan Sitaro, mengindikasikan sejumlah
permasalahan yang berkenaan dengan keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir.
Untuk menuntun penelaahannya dalam kebutuhan penelitian ini di ungkapkan
dalam bentuk pertanyaan yaitu:
1) Bagaimana model geometrik terumbu, model tingkat pemanfaatan perikanan
tekanan rendah (MSY0.1) dan tinggi (MSY0.5) dapat menjawab kebutuhan
pemanfaatan ruang pada suatu Kawasan Konservasi dan mendukung
keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap?
2) Bagaimana bentuk, ukuran dan luas Kawasan Konservasi Laut dalam
penerapannya untuk kawasan perikanan tangkap? Faktor>faktor apakah yang
mendukung kawasan perikanan tangkap di dalam suatu Kawasan
Konservasi?
3) Bagaimana menentukan pilihan Kawasan Konservasi secara sistematik di
dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan?

8

.3

,4,#!

! &-&#!

Tujuan umum dari penelitian ini adalah melahirkan suatu kerangka konsep
tentang model perencanaan perikanan tangkap pada suatu kawasan konservasi laut
dengan menggunakan konsep spasial yang terencana dan terstruktur, dimana dapat
menjawab akar permasalahan yang sudah dirumuskan di atas. Secara khusus
penelitian ini diarahkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
1) Menganalisis kawasan perikanan tangkap dan kawasan konservasi laut
melalui pemetaan komponen>komponen biofisik (

) pulau kecil

khususnya perikanan terumbu karang berbasis geometri terumbu.
2) Menganalisis kawasan perikanan tangkap dan kawasan konservasi laut
melalui simulasi model dengan menyusun skenario>skenario model
tingkat pemanfaatan perikanan .
3) Menyusun model kawasan konservasi laut sistematik lewat konsep
pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan.
.5

#!0##-

! &-&#!

Penelitian ini memberikan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai
arahan dalam penyusunan konsep pengelolaan perikanan tangkap pada satu
kawasan konservasi. Sampai saat ini, nelayan tradisional yang memanfaatkan
kawasan laut dan pesisir untuk menangkap ikan, ruang geraknya dibatasi oleh
zona>zona di kawasan konservasi laut. Zona yang dibuat seperti suatu tembok
atau pagar.

Sitem zonasi yang sekarang diterapkan akan mudah apabila

aplikasinya di lingkungan darat atau terrestrial sedangkan di lingkungan perairan
sulit di aplikasikan oleh karena ikan akan bergerak keluar masuk mengikuti sistem
dinamika perairan dimana air yang bersifat fluida akan selalu mengalir akibat
pengaruh fisik perairan. Aktivitas penangkapan ikan hanya boleh dilakukan diluar
zona yang ditetapkan sebagai zona inti, zona ini statis tidak

dengan asumsi

bahwa ikan yang ditangkap nelayan juga tidak diam, melainkan bergerak
(

) ke daerah lain. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat

membuat suatu model perencanaan perikanan (khususnya perikanan tangkap) di
kawasan konservasi lewat pendekatan ekologi (
ekonomi (

).

) dan sosial

Kawasan pesisir khususnya terumbu karang, yang

ditetapkan sebagai suatu kawasan konservasi laut bisa dimanfaatkan oleh nelayan

9

untuk berke