Akibat Hukum apabila Risalah Lelang tidak dibuat dengan akta Otentik

97 1. Pejabat Lelang berwenang sepanjang akta yang dibuatnya adalah risalah lelang. 2. Pejabat Lelang hanya berwenang membuat akta atau risalah lelang bagi pengguna jasa lelang. 3. Pejabat Lelang hanya berwenang membuat akta atau risalah lelang dalam wilayah kerjanya. 4. Pejabat Lelang berwenang membuat akta atau risalah lelang pada saat masih menjabat.

C. Akibat Hukum apabila Risalah Lelang tidak dibuat dengan akta Otentik

Seperti disebutkan di atas, bahwa Risalah Lelang merupakan suatu akta otentik. Dimana dalam Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan sebagai berikut : “Suatu akta otentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.” Akta otentik seperti disebutkan dalam Pasal 1868 KUH Perdata diadakan oleh pejabat umum yaitu Notaris, dimana Notaris sesuai dengan Pasal 15 Ayat 1 UUJN berwenang membuat akta otentik sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan undang-undang. Sehingga akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris sebagai pejabat kelas II yang diangkat oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Dari penjelasan disebut Risalah Lelang disebut sebagai akta otentik karena memenuhi beberapa unsur : 1 bentuk akta otentik itu diatur undang- 98 undang. Risalah lelang bentuknya diatur dalam pasal 37, 38 dan 39 Vendu Reglement; 2 akta otentik itu harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Risalah lelang dibuat oleh pejabat lelang. Pejabat Lelang yang diangkat Direktur Jenderal yang dimaksud adalah Notaris. Kemudian dalam pasal 35 Vendu Reglement dinyatakan bahwa setiap penjualan dimuka umum lelang harus dibuat berita acara lelangrisalah lelang. 3 tentang kewenangan apa, kapan, dan dimana akta itu dibuat. Untuk risalah lelang dapat kita lihat ketentuan pasal 3 dan 7 Vendu Reglement bahwa kapan dan wilayah kerja pejabat lelang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Di sini jelaslah bahwa Risalah Lelang merupakan akta otentik karena memenuhi unsur-unsur di atas, bila tidak memenuhi unsur-unsur tersebut maka disebut sebagai akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan untuk Risalah Lelang akan mengakibatkan tidak sahnya Risalah Lelang sebagai pembuktian dalam lelang. Menjadi tanggung jawab bagi pemegang Risalah Lelang untuk membuktikan bahwa Risalah Lelang yang dimilikinya merupakan akta otentik, sesuai dengan Pasal 163 HIR yang berbunyi, “ Barang siapa menyatakan mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain haruslah membuktikan adanya hak itu atau adanya perbuatan itu”. Dari bunyi Pasal tersebut diketahui bahwa pemegang Risalah Lelang harus membuktikan adanya hak dalam Risalah Lelang tersebut. 105

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan