SIMBOL SENI, SIMBOL dan IDENTITAS SOSIAL

21 memerlukan keterampilan tangan craftsmanship tinggi didasari oleh wawasan dan pengalaman berkarya sehingga menghasilkan bentuk-bentuk yang estetis.

2.3 SIMBOL

Dalam kehidupan setiap hari kita berurusan dengan simbol-simbol. Pada umumnya jenis-jenis simbol merujuk pada simbol fisik karena dia hadir nyata, apalagi semua potensi indera fisik maupun psikologis kita seperti penglihatan, penciuman, sentuhan serta perasaan dipakai untuk menafsirkan simbol tersebut. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari hasil interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertertu. Melalui interaksi dengan orang lain individu-individu akan mengembangkan konsep dirinya sendiri. konsep diri ini akan membentuk perilaku individu. Secara etimologis istilah simbol berasal dari bahasa Yunani, yakni kata symboion dari syimballo menarik kesimpulan berarti memberi kesan. Simbol atau lambang sebagai sarana atau mediasi untuk membuat dan menyampaikan suatu pesan, menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang dianut. 21 Dillistone, menguraikan definisi simbol melalui karyanya The Power of Symbol menurut prespektif dari beberapa tokoh simbol untuk memperdalam pemahaman dan memperkaya wawasan kita. Beberapa tokoh yang akan diuraikan pandangannya tentang simbol antara lain; A. N. Whitehead, Gothe, Coleridge, Arnold Toynbee, dan Erwin Goodenough. A. N. Whitehead, dalam bukunya symbolism, sebagaimana yang dikutip oleh Dillistone, mengukapkan bahwa; Pikiran manusia berfungsi secara simbolis apabila beberapa komponen pengalamannya menggugah kesadaran, kepercayaan dan gambaran mengenai komponen-komponen lainnya. Perangkat komponen yang terdahulu adalah simbol, 21 Sujono Soekamto, Sosioligi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, 187. 22 dan perangkat komponen yang kemudian membentuk makna simbol. Keberfungsian organis yang menyebabkan adanya peralihan dari simbol kepada makna itu akan disebut referensi. 22 Menurut Gothe, bahwa dalam simbolisme sejati mengungkapkan bahwa yang- universal bukan sebagai impian atau bayangan melainkan, sebagai wahyu yang hidup dari yang tidak dapat diduga. Sedangkan Coleridge, menjelaksan bahwa sebuah simbol sesungguhnya mengambil bagian dalam realitas yang membuatnya dapat dimengerti. 23 Menurut Arnold Toynbee, yang memusatkan perhatianya pada dunia intelek beranggapan bahwa, sebuah simbol tidak identik atau koekstensif dengan objek yang disimbolkannya. Sebab baginya, seandainya demikian halnya, simbol tersebut tidak akan menjadi simbol objek tersebut, melainkan objek itu sendiri. 24 Sedangkan Erwin Goodenough, dalam Jewish Symbols in graeco-Roman Perio, mendefinisikan simbol sebagai berikut: simbol adalah barang atau pola yang, apa pun sebabnya, bekerja pada manusia dan berpengaruh pada manusia, melampaui pengakuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam bentuk yang diberikan itu. Goodenough menambahkan bahwa simbol memiliki maknanya sendiri atau nilainya sendiri dan bersama dengan ini daya kekuatannya sendiri untuk menggerakan kita. 25 Dengan menyimak lima pandangan tokoh diatas secara bersamaan, kita dapat menemukan kesepahaman bahwa simbol merupakan alat yang kuat untuk merangsang daya imajinasi kita, dan memperdalam pemahaman dengan menggunakan sugesti, asosiasi dan relasi. Sebuah simbol pun pada umumnya disepakati sebagai sesuatu yang tidak berusaha 22 F. W. Dillistone, The power of symbols, Yogakarta: Kanisius, 2002, 18. 23 Ibid., 18-19. 24 Ibid., 19 25 Ibid. 23 untuk mengungkapkan keserupaan yang persis atau mendokumentasikan sesuatu keadaan yang setepatnya. Pada umumnya kita kadang kala tidak dapat membedakan simbol, tanda, ikon, kode, dan indeks secara spesifik. Alo Liliweri, mencoba untuk membedakan antara simbol, tanda, ikon, kode dan indeks. Simbol berasal dari bahasa Latin symbolicum semula dari bahasa Yunani sumbolon berarti tanda untuk mengerti sesuatu. Sebuah simbol adalah sesuatu yang terdiri dari atas sesuatu yang lain. Suatu makna dapat ditunjukan oleh simbol. Tanda sign merupakan pengidentifikasi atau penamaan. Tanda merupakan sesuatu yang mewakili dirinya dan tidak mewakili sesuatu yang lain. Ikon adalah sebuah gambar atau image tentang sesuatu. Dimana sesuatu itu kita sebut ikon berarti sesuatu yang digunakan secara konvensional untuk menjelaskan sesuatu seperti fitur pada objek. Kode adalah sistem yang mengorganisassikan atau mengkodifikasi tanda-tanda. Kode merupakan aturan atau konvensi tentang bagaimana kita mengkombinasikan tanda, bagaimana tanda berkaitan satu sama lain. Indeks dapat diartikan sebagai fitur sensorik, seperti A yang lagsung terlihat, terdengar, dan tercium, karena dia berkorelasi dengan objek yang sekaligus menyiratkan tentang sesuatu yang bukan B. 26 Simbol dan tanda dianggap sepadan karena masing-masing menunjuk pada sesuatu yang lain diluar dirinya. Dillistone dan Victor Turner membedakan simbol dan tanda secara terminologis. Dillistone, menyatakan bahwa sebuah tanda beroperasi dalam lingkungan yang relatif statis, bersifat arbitrer dan dapat diganti, karena tidak mempunyai hubungan iteristik dengan sesuatu yang ditunjukannya; sedangkan sebuah simbol sungguh-sungguh mengambil bagian dalam realitas yang ditunjukannya dan sampai pada tingkat tertentu diwakilinya. Bagi Dillistone sebuah simbol berfungsi seperti ini tidak secara mandiri tetapi dalam hal yang 26 Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan,… 295-299. 24 ditunjukannya. 27 Sedangkan bagi Turner, simbol memiliki semacam kemiripan baik itu bersifat metaphor, maupun bersifat metonimia antara hal yang ditandai dan maknanya, sedangkan tanda-tanda tidak memiliki kemiripan seperti itu. Bagi Turner, tanda-tanda hampir selalu ditata dalam sistem-sistem tertutup, sedangkan simbol-simbol khususnya simbol yang dominan dari dirinya sendiri bersifat terbuka secara semantik. Makna simbol tidaklah sama sekali tetap, sebab makna-makna baru dapat saja ditambahkan oleh kesepakatan kolektif pada wahana-wahana simbol yang lama sehingga, simbol itu lebih bersifat dinamis, sebab menurut Turner, individu-individu juga dapat menambahkan makna pada sebuah simbol. 28 Pandangan Raymond Firth, dalam bukunya Symbol; public and Private. Firth membuat sejumlah pernyataan tentang simbol-simbol pada umumnya. 29 Menurut Firth, hakikat simbolisme terletak dalam pengakuan bahwa hal yang satu mengacu kepada mewakili hal yang lain dan hubungan antara keduannya pada hakikatnya adalah hubungan yang kongkret dengan yang abstrak, hal yang khusus dengan hal yang umum. Hubungan tersebut, bagi Firth, membuat simbol memiliki daya untuk menimbulkan dan menerima akibat-akibat yang kerap kali mempunyai muatan emosional yang kuat. 30 Itulah sebabnya Firth percaya bahwa bagi banyak masyarakat, relevansi utama suatu pendekatan antropologis kepeada studi tentang simbolisme adalah upaya untuk menghadapi secara seempiris mungkin masalah manusia yang pokok. 31 27 F. W. Dillistone, The power of symbols, Yogakarta: Kanisius, 2002, 124. 28 Victor Turner Edith Turner, Image and Pilgramge in Christian Culture: Antrhropological Perspectives, New York: Columbia University Pres, 1978. 245 29 Raymond Firth, Symbols; Public and Private New York: Cornell University Press, 1975, 15. 30 Ibid., 15. 31 Ibid., 26. 25 Masalah manusia yang pokok dalam kaitannya dengan simbolisme menurut Firth, merupakan masalah putus hubungan, yang dimaksudkan adalah adanya suatu kesenjangan antara pernyataan tindakan secara terbuka pada permukaan simbol dengan makna yang mendasarinnya subtansi. 32 Firth memandang sebuah simbol memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab manusia menata dan menafsirkan realitasnya dengan simbol- simbol dan bahkan merekontruksi realitasnya itu dengan simbol. 33 Bukan hanya itu, Firth juga berpendapat bahwa simbol tidak hanya berperan untuk menciptakan tatanan-fungsi yang dapat dianggap pertama-tama bersifat intelektual - tetapi sebuah simbol juga dapat memusatkan pada dirinya sendiri seluruh semangat yang semestinya hanya menjadi milik realitas terakhir tertinggi yang diwakilinya. 34 Mary Douglas, melihat bahwa simbol-simbol tidak hanya memiliki fungsi untuk menata masyarakat tetapi juga untuk mengungkapkan kosmologinya. Di dalam bukunya Natural Symbol, sebagaimana yang dicatat oleh Dillistone, Douglas berpendapat bahwa tubuh merupakan analogi yang cocok sekali untuk diterapkan pada masyarakat umum; susunan, tata kerja, dana tata hubungan antara pelbagai bagian tubu dapat disejajarkan dengan hidup setiap masyarakat tertutup. 35 Singkatnya, bagi Douglas, tubuh jasmani dapat mempunyai makna universal hanya sebagai sistem. 36 Artinya, apa yang disimbolkannya secara alami adalah hubungan bagian-bagian sebuah organisme individu dengan keseluruhan masyarakat. Individu dan masyarakat dipahami sebagai dua tubuh. Dua tubuh yang kadang-kadang begitu dekat sehingga hampir menjadi satu, namun biasannya juga terpisah jauh. Ketegangan antara 32 Dua istilah yang digunakan oleh Firth penting artinya simbol mancakup dua entitas; substansi berarti zat atau bahan yang mendasari, tidak berbagi. Raymond Firth, symbols; public and private…, 20. 33 Firth, Symbols; Public and Private…, 132. 34 Ibid., 408. 35 Dillistone, The power of symbols …, 108. 36 Mary Douglas, Natural Symbol: Explorations in Cosmology, London: Penguin Books, 1973, 112. 26 keduanya itulah, yang dipandang oleh Douglas memungkinkan pengembangan makna- makna. 37 Makna simbol menurut Turner, pada umumnya tidak berubah dari zaman ke zaman dan dapat dikatakan merupakan kritalisasi pola aliran tata cara yang dipimpinya sekalipun begitu, bagi Turner simbol-simbol yang lainya membentuk satuan perilaku yang lebih kecil, tetapi bukan sekedar embel-embel; simbol-simbol itu mempengaruhi sistem-sistem sosial dan maknanya harus diturunkan dari konteks khusus berlangsungnya simbol-simbol itu. 38 Menurut Clifford Geertz, kebudayaan berarti suatu pola makna yang ditularkan secara historis, yang diwujudkan dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep-konsep yang diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap-sikap terhadap kehidupan. 39 Jadi makna yang diwujudkan dalam simbol, konsep yang terungkap dalam bentuk simbol merupakan pusat minat penilitian Geertz. Bentuk-bentuk simbolis dalam suatu konteks sosial yang khusus, dipahami oleh Geertz dapat mewujudkan suatu pola atau sistem yang bisa disebut kebudayaan. Bagi Geertz, menafsirkan suatu kebudayaan adalah menafsirkan sistem bentuk simbolnya dan dengan demikian menurunkan makna yang otentik. 40 Pada dasarnya dalam pemaknaan suatu simbol membutuhkan interaksi sosial, agar pesan pada simbol dapat disampaikan oleh orang lain. Dalam interaksi sosial dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionosme simbolik symbolic interactionism, 37 Ibid., 113. 38 Ibid. 39 Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: kanisius, 1992, 51. 40 Ibid. 27 Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Menurut Mead, perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain. 41 Karya Mead yang paling terkenal ini menggaris bawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah diskusi tentang teori interaksionisme simbolik. Tiga konsep ini saling mempengaruhi satu sama lain dalam term interaksionisme simbolik. Dari itu, pikiran manusia mind dan interaksi sosial diriself dengan yang lain digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat society di mana kita hidup. Makna berasal dari interaksi dan tidak dari cara yang lain. Pada saat yang s ama “pikiran” dan “diri” timbul dalam konteks sosial masyarakat. Pengaruh timbal balik antara masyarakat, pengalaman individu dan interaksi menjadi bahan bagi penelahaan dalam tradisi interaksionisme simbolik. 42 Konsep pertama Mead adalah pikiran mind, kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain. Konsep kedua diri pribadi self, kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri the-self dan dunia luarnya. Konsep ketiga ialah masyarakat society, di mana hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan 41 Dedi Mulyana, Metodologi Penilitian Kualitatif Bandung: Rosdakarya, 2002, 69. 42 Ardianto Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbosa Rekatama Media, 136. 28 dikonstruksikan oleh tiap individu di tengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. 43 Simbol pada umumnya memberikan gambaran bagi kita untuk menunjukan atau menggambarkan suatu objek, dan melaui simbol, manusia dapat menarik suatu pemaknaan dan berkomunikasi, serta beriteraksi seperti halnya interaksi simbolik. Dimana interaksi simbolik merupakan hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda atau lambang atau simbol, baik benda mati maupun benda hidup, melalui proses komunikasi baik sebagai pesan verbal maupun perilaku non verbal dan tujuan akhirnya adalah memaknai lambang atau simbol objek tersebut berdasarkan kesepakatan bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok masyarakat tertentu. Jika ditarik hubungannya simbol dengan identitas ialah penggunaan simbol-simbol sangat penting untuk menjalin komunikasi yang efisien dan untuk memelihara itegritas dari suatu identitas.

2.4 IDENTITAS SOSIAL

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ouw Negeri Sempe: pemaknaan simbol sempe sebagai identitas sosial di Negeri Ouw - Maluku T2 752014028 BAB I

0 1 11

T2 752014028 BAB III

3 35 42

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ouw Negeri Sempe: pemaknaan simbol sempe sebagai identitas sosial di Negeri Ouw - Maluku T2 752014028 BAB IV

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ouw Negeri Sempe: pemaknaan simbol sempe sebagai identitas sosial di Negeri Ouw - Maluku T2 752014028 BAB V

0 1 5

T2 752014028 Daftar Pustaka

0 4 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ouw Negeri Sempe: pemaknaan simbol sempe sebagai identitas sosial di Negeri Ouw - Maluku

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Oma Panggel Pulang: identitas sosial bagi masyarakat Diaspora di Negeri Oma, Pulau Haruku, Maluku Tengah T2 752014021 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Oma Panggel Pulang: identitas sosial bagi masyarakat Diaspora di Negeri Oma, Pulau Haruku, Maluku Tengah T2 752014021 BAB II

0 1 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Oma Panggel Pulang: identitas sosial bagi masyarakat Diaspora di Negeri Oma, Pulau Haruku, Maluku Tengah T2 752014021 BAB IV

0 1 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: ALAKA: Pemahaman Negeri Hulaliu dan Pelauw Terhadap Alaka Sebagai Simbol Integrasi Negeri-Negeri Hatuhaha Amarima T2 752013014 BAB II

0 0 30