T2 752014028 BAB III

(1)

38

BAB III

OUW NEGERI SEMPE 3.1Pengantar

Dalam bab-bab sebelumnya telah dibahas tentang permasalahan yang akan di bahas dalam penulisan, beserta literatur-literatur dari para ahli untuk mendukung penulisan ini. Dalam bab tiga ini akan dibahas tentang hasil data penelitian di negeri Ouw, sebagai tempat penilitian yang berisi empat hal pokok, antara lain: gambaran umum negeri Ouw, hubungan negeri Ouw (Kristen) dan Seith (Islam), sejarah asal mula sempe dan pemaknaan simbol sempe sebagai identitas negeri Ouw.

3.2Gambaran Umum Negeri Ouw

3.2.1Latar Belakang Terbentuknya Negeri Ouw

Negeri1 Ouw, adalah salah satu negeri yang terletak di Jazirah Tenggara pulau Saparua, Maluku. Bila kita ingin berbicara tentang sejarah asal usul penduduk pertama di negeri Ouw, maka sampai saat ini penulis belum dapat tentukan kepastian yang jelas, dikarenakan tidak ada sejarah tertulis tentang asal usul negeri Ouw. Demikian pula dengan sejarah Maluku, begitu banyak para ahli dan tokoh masyarakat yang menulis sejarah sehingga alur cerita pun berbeda satu dengan yang lainnya, dan tidak ada kejelasan tentang sejarah Maluku yang tepat. Namun dalam hal ini penulis mencoba menghubungkan referensi tentang sejarah Maluku dan mencocokan dengan cerita

1 Negeri merupakan sebutan yang digunakan oleh orang-orang Maluku Tengah dan Pulau Ambon untuk

menyebutkan desa mereka. Istilah desa digunakan oleh [VOC] sejak abad ke-17. Negeri dibentuk berdasarkan ikatan-ikatan geneologis, teritorial dan religius. Negeri dapat dilihat sebagai kosmo yang merupakan totalitas dari tanah, langit dan isinya. Karena itu keberadaan negeri dijunjung tinggi oleh masyarakatnya terlihat dari sistem solidaritas yang tinggi dimana ancaman bagi negeri merupakan ancaman bagi semua warga.


(2)

39 bersama masyarakat lokal untuk menarik benang merah agar dapat membantu penulis menguraikan sejarah negeri Ouw.

Berbicara tentang sejarah asal muasal sebuah masyarakat di Maluku tidak akan terlepas dari cerita Alifuru (manusia awal). Menurut cerita bersama masyarakat negeri Ouw, bahwa penduduk negeri Ouw merupakan pendatang dari Nusa Ina (Pulau Ibu) atau pulau Seram. Menurut Pelupessy, makna dari Nusa Ina (Pulau Ibu) apabila dikaitkan dengan mitologi penciptaan Alam semesta yang dikemukakan2….maka hal ini berkaitan dengan Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) di mana Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta menciptakan “Perempuan (Ibu atau Ina)” yang pertama di pulau ini, baru menciptakan seorang “Laki-laki (Bapak atau Upu Ama). Untuk itu Pulau Seram dinamakan Nusa Ina (Pulau Ibu), artinya di tanah ini seorang Ibu yang diciptakan pertama kali oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia Awal atau

Alifuru atau Alifuru Ina.3

Menurut Hatib Abdul Kadir, melalui jurnalnya yang berjudul Sapa Bale Batu, Batu Bale Dia 1: Politik Revivalisme Tradisi Siwa lima Orang “Ambon” Pasca Konflik. Mengatakan bahwa adapun cerita rakyat Maluku yang menyatakan adanya kerajaan besar pada dahulu kala yakni kerajaan Nunusaku. Pada suatu waktu hiduplah tiga bersaudara yang tingggal di bawah sebuah pohon beringin di gunung Nunusaku. Mereka berusaha menyelamatkan diri dari datangnya banjir bandang. Setelah banjir mereda, mereka berpisah dan pergi dengan mengikuti arah cabang pohon yang

2 Maramua H. Silahoy dan Demianus Silahooy II, Sejarah Negeri Ouw, Adat dan Kebudyaan serta Agama.

(SUNRISE: Belanda, 1994), 1.

3 Tempat ini dipercaya oleh sebagian besar orang Seram sampai sekarang sebagai tempat Penciptaan

Manusia Awal (Alifuru) oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia bernama Hulamasa… Lihat; Pieter Jacob Pelupessy, Esuriun orang Bati, Doktor Studi Pembangunan Program Pascasarjana UKSW, 2012. 149.


(3)

40 ditunggangi disaat banjir. Tiga saudara laki-laki ini dipercaya sebagai nenek moyang awal di pulau Seram. Ulisiwa adalah kakak yang paling tua, Ulilima adalah kakak kedua dan Uliassa adalah yang bungsu. Keturunan dari si bungsu Uliassa hingga kini menempati beberapa wilayah di kepulauan Ambon, Haruku, Saparua dan Nusalaut.4

Berdasarkan penemuan Hatib Abdul Kadir, bahwa terjadinya perpecahan kerajaan

Nunusaku, jika dihubungkan dengan cerita rakyat yang ada di negeri Ouw dijielaskan, bahwa masyarakat di negeri Ouw merupakan pendatang dari Nusa Ina (Pulau Ibu). Jauh sebelum negeri Ouw terbentuk seperti saat ini terdapat 2 kelompok/klan yang mendiami patuanan jazirah Tenggara pulau Saparua yakni kelompok/klan Uku Lua (dua uku atau dua soa) dan Uku Tolu (tiga uku atau tiga soa)5. Dimana Uku Lua merupakan pendatang pertama yang mendiami gunung atau hutan-hutan yang disebut “orang hutan” dan Uku Tolu merupakan pendatang yang mendiami pesisir pantai yang disebut “orang pante” diketahui bahwa keduanya berasal dari suku Nuaulu yang berasal dari kerajaan

Nunusaku. Uku Lua dan Uku Tolu memiliki badan pemerintahan tersendiri yang dikenal dengan Soa diwakili dengan kepala soa dari tiap keluarga. Uku Lua memiliki 2

soa yakni soa Mayawa kepala soanya adalah Tatipata, dan soa Salahitu yang dikepalai oleh Saptenno. Sedangkan Uku Tolu memiliki tiga soa yakni, soa Salahalu dikepalai oleh Hutubessy, soa Peletimu dikepalai oleh Syahailatua dan soa Leisama dikepalai oleh Likumahua.6

4 Hatib Abdul Kadir, Sapa Bale Batu, Batu Bale Dia 1: Politik Revivalisme Tradisi Siwa lima Orang

“Ambon” Pasca Konflik. Jurnal digital Antropologi Indonesia. -

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:MJJpAGielAsJ:journal.unair.ac.id/download-fullpapers-mksbd449d355d4full.pdf+&cd=1&hl=en&ct=clnk&client=opera. Diunduh pada 13 Maret 2016, 13:35.

5 Maramua H. Silahoy dan Demianus Silahooy II, Sejarah Negeri Ouw,… 66. 6 Ibid., 67.


(4)

41 Pada awalnya negeri Ouw yang dikenal dengan sebutan Oulu, sampai pada datangnya para penjajah ke Indonesia nama Oulu berubah-berubah dari atau Ouwllo

atau Ouwl hingga sampai saat ini menjadi Ouw. Tidak sampai di situ saja masyarakat negeri Ouw juga ikut serta berperang melawan penjajah di pulau Saparua di mana negeri Ouw dikenal sebagai pemimpin jazirah Tenggara pulau Saparua untuk berperang. Bukan hanya itu saja, negeri Ouw dikenal dengan keberanian dan strategi dalam berperang, sehingga banyak daerah yang meminta bantuan pada negeri Ouw, pada akhirnya negeri Ouw memiliki teon Lisaboli Kakelisa. Dimana Lisaboli yang berartiberani dalam perang, dan Kakelisa berarti maju pantang mundur.7

Adapun marga/fam yang berada atau menetap di negeri Ouw yang dibagi menjadi 5 (lima) soa yang didalamnya terdapat 40 marga/fam dengan teonnya masing-masing.8

a. Uku Lua

a) Soa Mayawa; Tatipatta, Silahooy, Sahetapy, Titahena (sebagian), Manuputty (sebagian), Ayawaila (sebagian), dan Kepala Soanya Tatipatta.

b) Soa Salahitu; Saptenno, Titaley, Titahena (sebagian), Latusallo, Ayawaila (sebagian), Silalily, Tongke, Leiwakebessy (sebagian), Hatupuang, Likubessy, dan Kepala Soanya Saptenno.

b. Uku Tolu

a) Soa Salahalu; Hutubessy, Manuputty (sebagian), Seherlawan, Sopacua, Seilatu, Pikawala, Hehakaya (sebagian), Titahena (satu keluarga), dan Kepala Soanya Hutubessy.

7 Ibid., 68


(5)

42 b) Soa Pelitimu; Syahailatua, Tutupoly, Hehakaya, Leiwakabessy, Lahallo,

Toisuta, dan Kepala Soanya Syahailatua.

c) Soa Leisama; Likumahua, Makailopu, Tomasoa, Sinanu, Lumalessi, Latumahina, Pelupessy, Noya, Matulapelwa, Matulatua dan Kepala Soanya Likumahua

Dalam masyarakat negeri Ouw, klasifikasi sosial berdasarkan kelompok-kelompok yang disebut “Soa” dan pekerjaan harian yang dijalankan oleh pemerintah negeri

dibantu oleh Kepala Soa (tua-tua adat).

3.2.2Keadaan Geografis

Negeri Ouw terletak jazirah Tenggara pulau Saparua. Dari sudut geografis pulau Saparua berada dalam gugus kepulauan Lease, terdiri dari atas pulau Haruku, Pulau Saparua dan Pulau Nusalaut. Terlebih dahulu diperkenalkan negeri ini untuk dapat dipahami dan diketahui bahwa nama negeri ialah Ouw, teon negeri Lisaboli Kakelisa,

kecamatan Saparua Timur, kabupaten Maluku Tengah. Bentuk pemerintahan ialah monarki atau sistem pemerintah Raja menjadi kepala desa/negeri. Bahasa yang digunakan pada awalnya ialah bahasa tanah atau bahasa daerah asli Maluku, namun ketika masuknya misionaris maka berganti dengan bahasa Indonesia (Melayu Maluku) hingga saat ini. Masyarakat negeri Ouw memeluk agama Kristen Protestan.

Letak geografis Negeri Ouw adalah 3.60 Lu – 128, 71 BT. Negeri Ouw terletak jazira Tenggara pulau Saparua. Batas-batas alamnya adalah, disebelah Barat dengan negeri Ullath, disebelah Timur dengan patuanan atau tanah adat negeri Ullath dan teluk


(6)

43 Saparua, disebelah Utara dengan patuanan atau tanah adat negeri Ullath dan disebelah selatan dengan teluk Saparua.

3.2.3Iklim

Keadaan iklim di daerah Maluku, pada umumnya sama dengan di daerah Indonesia, begitu juga dengan Negeri Ouw, yakni beriklim tropis. Dimana terdapat 2 (dua) musim yaitu musim Timur (musim hujan) yang berlangsung dari bulan Mei sampai bulan September, dan musim Barat (musim panas) yang berlangsung dari bulan November sampai bulan Maret. Sedangkan dari bulan april dan oktober merupakan musim pancaroban (peralihan/pertukaran).9

3.2.4Kependudukan

Berdasarkan data statistik negeri Ouw tahun 2015, maka jumlah penduduk Negeri Ouw seluruhnya adalah 1.555 jiwa dengan rincian yakni 743 laki-laki dan 812 perempuan dan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 415 KK.

Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

No. Nama Negeri Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah KK

1 OUW 743 812 1,555 415

Sumber data statistik Negeri Ouw Tahun 201510

3.2.5Mata pencaharian

Secara Umum masyarakat Ouw memiliki 4 macam mata pencaharian petani, nelayan, tipar mayang dan pengrajin gerabah. Masyarakat Ouw manggantungkan

9 Diambil dari Data kantor desa negeri Ouw 10 Sumber data statistik negeri Ouw Tahun 2015


(7)

44 hidupnya kepada alam yakni, tanah, hutan dan laut. Sumber mata pencaharian utama masyarakat Ouw adalah bertani selain itu dari profesi petani masyarakat Ouw juga memiliki profesi nelayan. Mata pencaharian seperti tipar mayang (membuat minuman alkhol lokal –Sopi) dan pengrajin gerabah (peralatan dapur-sempe, balanga, tajela, dll) sebagai mata pencaharian sampingan.11

3.2.6Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan negeri Ouw, sama dengan yang umumnya berlaku di daerah Maluku. Ada 2 (dua) sistem pemerintahan yang ditemukan di negeri Ouw, yakni Sistem pemerintahan yang didasarkan pada sistem pemerintahan adat, dan Sistem pemerintahan yang didasarkan pada sistem pemerintahan yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5/2004 tentang Sistem Pemerintahan.

Negeri Ouw pada masa ini tidak memiliki Raja kerena Raja Bpk. N. Pelupessy yang dilantik pada 2013 diturunkan dari jabatan Raja karena ada permasalahan internal dalam negeri, dan sampai pada saat ini belum mendapat pengganti Raja yang baru. Kedudukan pimpinan Raja ini dilakukan berdasarkan garis keturunan (genologis) secara turun-temurun, dan dalam pelaksanaan tugasnya dikenal dan ditentukan dengan masa jabatan atau tanggung waktu dalam memerintah. Oleh karena itu masyarakat negeri Ouw melakukan musyawarah pada tahun 2015 untuk memilih pejabat sementara (Pjs) untuk memimpin negeri Ouw dan pembentukan panitia untuk mempersiapkan

11 Diambil dari Data kantor desa


(8)

45 pengganti Raja baru. Dan pada saat ini negeri Ouw dipimpin oleh seorang pejabat sementara yang bernama Ny. J. C. Saptenno/S.12

Struktur organisasi pemerintahan negeri Ouw yang didasarkan pada sistem pemerintahan adat tergambar dalam sketsa sebagai berikut:

Struktur Pemerintah Negeri Ouw

Gambar 1. Struktur Organisasi Pemerintahan Negeri Ouw13

Sistem pemerintahan negeri Ouw, dipimpin oleh Raja14 (Kepala Desa) yang mempunyai fungsi pokok sebagai ketua masyarakat adat negeri (desa) dan aparat

12 Hasil wawancara dengan Ny. J. Saptenno, sebagai karteker negeri Ouw, 15 Mei 2016 13 Diambil dari Data kantor desa negeri Ouw

Pejabat Kepala Pemerintah Raja Negeri Ouw Saniri Negeri

Sekertaris Negeri

Kepala Urusan Pembangunan Kepala Urusan

Pemerintahan

Kepala Urusan Umum

Kepala Soa Lesiama

Kepala Soa Salahalu

Kepala Soa Pelitimu

Kepala Soa Salahitu

Kepala Soa Mayawa


(9)

46 terbawah dalam pemerintah umum. Tugas Raja secara adat dan aparat pemerintah dibantu oleh beberapa badan dalam pemerintahan negeri. Secara adat tugas raja dibantu oleh Saniri negeri. Jumlah anggota saniri sebanyak 7 orang, masing-masing dari 5 mata rumah asli dan menjadi inti dalam pemerintah negeri. Disamping menjalankan fungsi legislatif, Saniri Negeri15 mengembangkan fungsi eksklusif, khsusunya dengan unsur-unsur adat seperti “Kepala Soa” (kepala dari mata rumah asli) bertugas mengontrol dan bertanggung jawab terhadap masing-masing soa. “Tuan Tanah” (tuan adat) bertugas memimpin acara adat yang berlangsung di dalam negeri. “Kapitan” (kepala bidang keamanan) bertugas dan bertanggung jawab atas perencanaan, menjaga keamanan negeri dan pimpinan operasi-operasi militer. “Kewang” (polisi desa atau tenaga keamanan) bertugas menjaga kebun dan hutan terhadap pelanggaran-pelanggaran batas. “Marinyo” (juru bicara) bertugas menyampaikan instruksi-instruksi serta keputusan-keputusan musyawarah kepada rakyat.

Tugas Raja dalam bidang administrasi Negara dibantu oleh Sekertaris negeri dan dibantu oleh 3 (tiga) kepala bidang yakni pemerintahan, pembangunan dan umum dibawah tanggung jawab sekertaris negeri. Tempat untuk melaksanakan pekerjaan pemerintahan sehari-hari adalah Kantor Negeri, sedangkan tempat untuk Saniri Besar untuk mengadakan rapat adalah Baileu.16

14 Raja berperan dan berfungsi mengatur semua yang menyangkut kepentingan masyarakat bertindak

sebagai kepala (pemimpin) seluruh masyarakat dalam menentukan strategi pertahanan jika ada ancaman dari luar, memerintah sesuai dengan kesepakatan rapat dan mengatur perjanjian dengan suku-suku lain. Raja diangkat berdasarkan keturunan dan bisaanya ditentukan oleh raja yang lagi berkuasan dan atas dasar marga-marga (soa) yang telah ditetapkan dan dikukuhkan dalam pertemuan Saniri Negeri.

15Lembaga/Badan Saniri disahkan oleh paraturan tahun 1824 (zaman kolonialisme Belanda). “Saniri

Negeri” adalah lembaga musyawarah rakyat sekaligus lembaga peradilan yang menetapkan aturan-aturan dan memusatkan perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah-masalah adat.

16Baileu atau Balai desa merupakan tempat untuk melakukan upacara adat seperti pelantikan Raja (Bapa

Raja = pemimpin Negeri), upacara penyerahan harta kawin (mas kawin) dan digunakan sebagai tempat rapat negeri (desa).


(10)

47

3.2.7Kehidupan Sosial, ekonomi dan Budaya

Kehidupan masyarakat negeri Ouw tidak terlepas dari hubungan sosial, budaya dan ekonomi. Hubungan sosial dan budaya yang paling dominan dan melekat dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw adalah hubungan Pela Gandong. Karena hubungan

pela gandong yang dimiliki masyarakat negeri Ouw berhubungan atau terjalin dengan beberapa negeri di Maluku.

Hubungan Pela, negeri Ouw terikat pela dengan 6 negeri yaitu negeri Siri-sori Sarani di pulau Saparua sebagai Pela Tempat Siri, hubungan ini terjadi ketika negeri Ouw membantu negeri Siri-sori Sarani berperang melawan pasukan Ternate. Negeri Abubu di pulau Nusalaut sebagai Pela Bisaa, hubungan ini terjalin ketika pengangkatan raja Pelupessy yang pertama tanpa adanya perjanjian antara kedua negeri. Negeri Wakasihu dan Asilulu di pulau Ambon sebagai Pela Bisaa, dikarenakan kedua negeri ini menganggap bahwa orang Ouw berasal dari negeri mereka yang ada hubungannya dengan negeri Seith, namun itu dibantah oleh negeri Seith itu sendiri. Negeri Laimu di pulau Seram sebagai Pela Perang, hubungan ini terjadi ketika negeri Ouw membantu negeri Limau melawan Belanda ketika menduduki Seram timur. Dan negeri Kaibobu sebagai Pela Batu Karang, hubungan ini terjadi ketika negeri Ouw membantu negeri Kaibobu pada saat perang Huamual.17

Hal menarik dari hubungan pela gandong yang dimiliki antara negeri Ouw dengan negeri Seith membuahkan hasil yang positif bagi kedua negeri ini, dimana dari hubungan sosial yang dimiliki kedua negeri ini dijadikan contoh kerukunan agama dan


(11)

48 perdamaian oleh pemerintah daerah provinsi Maluku pada tahun 2005 dengan mengadakan panas gandang pasca konflik Maluku yang terjadi berapa puluh tahun silam. Bukan hanya itu saja, dari kearifan lokal yang dimiliki kedua negeri ini menghasilkan budaya yang hingga saat ini masih terjaga dan terus dilestraikan oleh negeri Ouw yakni budidaya sempe yang merupakan tempat penyajian makanan khas Maluku yakni Papeda. Hingga saat ini negeri Ouw dikenal dengan istilah “Ouw negeri Sempe” dikarenakan satu-satunya negeri di Maluku yang masih mempertahankan dan masih membuatnya sampai pada saat ini.

3.3Sejarah singkat hubungan negeri Ouw dan Seith

Kearifan lokal yang begitu mengental di negeri raja-raja yang dikenal oleh masyarakat luas adalah hubungan pela gandong. Pranata pela gandong antara dua atau lebih negeri yang ada di Maluku tidak akan terlepas dari sejarah yang melatar belakangi pranata tersebut. Demikian juga dengan pranata gandong yang dimiliki oleh negeri Ouw dan Seith yang penulis mencoba tuangkan dalam tulisan ini berdasarkan buku sejarah yang ditulis oleh kedua negeri dan wawancara dengan beberapa tua-tua adat dari kedua negeri.

Seith sekarang adalah kumpulan dari lima negeri yang semula hidup terpisah-pisah. Tetapi berkat prakarsa dari pimpinan masyarakat Nukuito mendatangkan masyarakat

Hautuna. selanjutnya pimpinan dari kedua masyarakat tersebut mendatangkan masyarakat

Lebelehu, Wasila dan Eli Lain. Pusat kegiatan masyarakat Seith terletak di puncak gunung Eli Lain (kota Eli) dan pemerintahan dipimpin oleh kapitan-kapitan yakni, Kapitan Latuhuul,

Kapitan Pattisulit, Kapitan Latusama Hunu-hunu, dan 2 (orang) kapitan pengawal, yaitu Kapitan Kayahon dan Kapitan Tarutung. Kota Eli pada saat itu masih menganut animisme,


(12)

49 suatu waktu kota Eli didatangi oleh seorang guru besar agama Islam yang juga ahli dalam bidang nujum yang bernama Al Kubais Muhammad dari marga Hataul yang berasal dari negeri Lebeluhu dan Waisila. Maksud kedatangannya adalah untuk menyiarkan agama Islam kepada masyarakat yang mendiami kota Eli dan sekitarnya.18

Kehadiran Al Kubais diterima dengan baik oleh Kapitan Latuhuul sehingga dia diangkat sebagai saudara. Sewaktu Al Kubais menetap di kota Eli, ia mempelajari sikap dan kehidupan masyarakat setempat. Menurut Al Kubais untuk menjadikan masyarakat kota Eli menjadi Islam, mereka harus hidup dengan masyarakat Islam yang mendiami wilayah pesisir pantai. Berdasarkan hal tersebut Al Kubais meminta izin dari Kapitan Latuhuul sebagai penguasa kota Eli yang bernama Leisoununu, untuk kembali ke tempat asalnya, namun dia meminta kesediaan beberapa orang dari kota Eli untuk turun dan mempelajari agama Islam. Akhirnya kedua anak Kapitan Latuhuul yakni Kapitan Asabate dan Kapitan Asarate menyanggupi permintaan Al Kubais. Namun pada saat itu juga masyarakat yang mengetahui keputusan Kapitan Asabate dan Kapitan Asarate, ikut bersama untuk turun ke pantai.19

Setibanya Kapitan Asarate dan Kapitan Asabate berserta rombongan di Waehula yang merupakan tempat pemberhentian terakhir, Kapitan Asabate mengajukan 1 (satu) permintaan dan harus dikabulkan oleh sang kakak yakni Kapitan Asarate yaitu, Kapitan Asabate ingin berlayar dengan keluarganya mencari tempat kediaman yang baru. Kapitan Asarate memberikan keputusan dengan berat hati untuk melepaskan adiknya Kapitan Asabate berserta keluarga untuk pergi berlayar. Setelah beberapa hari kapitan Asarate meminta masyarakat untuk membuat gosepa (rakit/kora-kora). Dalam waktu 3 (tiga) hari gosepa yang

18Ibid., 125.


(13)

50 dikerjakan telah siap, tiba pada hari perpisahan Kapitan Asarate memberikan nasihat kepada Kapitan Asabate yang isinya, yakni:20

1. Hai Adik Kapitan Asabate, kamu berlayar dengan keluarga dengan selamat dan tidak boleh lupa kepada kakak dan masyarakat serta seluruh moyang-moyang kita, Kapitan-kapitan dan hulubalang-hulubalang yang masih ada di gunung Eli dan sekitarnya.

2. Ini bekalmu berupa sinole, papeda bungkus (makanan khas Maluku), ikan gutan 1

(satu) waya, air minum didalam bambu, ini ikan gutana kalau ingin dimakan dengan bekal, tulang-tulangnya jangan dibuang, nanti sesampainya ditempat dimana kamu tinggal barulah tulang-tulang ikan itu kamu buang di laut. Dan air dalam bambu jika diminum janganlah sampai habis airnya, sisa air tersebut kamu siram ditempat dimana kamu tinggal.

3. Ini tanah saloko (segenggam) bila adik singgah di tempat dan mendiami tempat tersebut, tanamlah tanah itu untuk kelangsungan hidup anak cucumu dikemudian hari. 4. Hai adik, ditempat mana saja adik singgah dan adik mendiami tempat tersebut berilah

nama tempat itu dengan sebutan Ouwllo (Ouwl)

Sejauh Kapitan Asabate dan keluarga berlayar, gosepa mau bersandar di pantai paperu namun anak Kapitan Asabate menangis terus menerus, sehingga Kapitan Asabate dan keluarga berpikir bahwa tempat ini tidak bisa untuk mereka singgahi. Peristiwa ini berulang hingga gosepa yang mereka gunakan mulai sandar secara perlahan di labuang Ouw ternyata anak Kapitan Asabate tertawa bersukaria maka inilah tanda untuk Kapitan Asabate dan keluarga mendiami tempat ini, tempat yang sampai sekarang dikenal dengan nama negeri


(14)

51 Ouw. Untuk menjaga tali persaudaraan yang mengikat kedua negeri ini, negeri Ouw dan negeri Seith melakukan panas gandong pada tahun 1956 dan 1997 yang berlangsung di Seith, pada tahun 2005 panas gandong dilaksanakan di Ouw sekaligus menjadi contoh perdamaian pasca konflik Maluku.21

Gambar 2. Tugu Panas Gandong Ouw – Seith pada tahun 2005 di negeri Ouw

3.4Sejarah asal mula Sempe dan cara pembuatan Sempe. 3.4.1Sejarah asal mula Sempe

Suatu budaya yang terdapat pada daerah terntu memiliki sejarah yang melatar belakangi adanya budaya tersebut, seperti halnya budidaya sempe yang terdapat di negeri Ouw. Sempe, bagi masyarakat luas pada umumnya di Indonesia suatu hal yang asing namun bagi masyarakat Maluku sempe merupakan suatu hal yang istimewa dikarenakan sempe merupakan tempat penyajian makanan khas asal Maluku yakni

papeda. Namun bagi masyarakat negeri Ouw, sempe merupakan urat nadi dan jati diri kehidupan masyarakat setempat.


(15)

52 Pada umumnya masyarakat luas mengetahui gerabah, kesenian gerabah atau yang lebih dikenal sekarang dengan istilah Seni Kirya, merupakan sebuah kerajinan tangan yang terbuat dari tanah, demikina juga sempe merupakan kerajinan tangan gerabah yang berasal dari Maluku yakni masyarakat negeri Ouw. Kerajinan tangan sempe sudah menjadi budidaya di negeri Ouw dikarenakan sempe sudah dibuat sejak moyang-moyang dari masyarakat negeri Ouw. Sehingga ketika kita membahas tentang negeri Ouw, tidak bisa terlepas dari budidaya sempe yang sampai saat ini masih terus dilestarikan oleh masyarakat negeri Ouw.

Asal mula budidaya sempe yang berada di negeri Ouw, hingga saat ini masih menjadi sebuah misteri, dikarenakan penulis tidak dapat menentukan sejak kapan (tahun) dimana masyarakat negeri Ouw memulai membuat sempe. Dalam hal ini penulis mencoba mencari data (tertulis) yang berhubungan dengan sejak kapan sempe dibuat oleh masyarakat negeri Ouw, namun tidak menemukan apa yang diinginkan. Penulis mencoba mewawancarai pengrajin sempe tentang sejak kapan sempe mulai digeluti oleh masyarakat negeri Ouw,

Tidak dapat dipastikan sejak kapan sempe mulai dibuat oleh orang Ouw, dikarenakan pada waktu itu belum ada kalender yang tetap seperti sekarang ini, kemudian masyarakat sendiri belum bisa untuk menulis dan membaca, sehingga tidak dapat mencatat semua yang terjadi. Tetapi sejarah membuktikan, kemudian budaya juga mendukung bahwa sejak moyang-moyang orang Ouw telah membuat sempe – balanga.22

Sempe sudah sejak lama dibuat oleh orang Ouw, dalam keluarga sudah 4 (empat) generasi membuat sempe, dari moyang keluarga ibu saya. Talenta ini diturunkan kepada saya hingga dapat membuat sempe sampai bisa bertahan hidup dan membiayai anak-anak sekolah hingga sarjana23

22 Hasil wawancara dengan Bpk M. Silahooy. sebagai penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016 23 Hasil wawancara dengan Ny. E. Sahetapy. sebagai pengrajin sempe, 17 Mei 2016


(16)

53

Dilihat dari sejarah orang Ouw dahulu kala ketika cengkeh dan pala dikuasai oleh penjajah, orang Ouw bertahan hidup dengan hasil kebun dan papalele sempe di Saparua, Haruku sampai di Seram (Masohi).24

Seperti yang sudah dijelaskan di awal penulisan, bahwa sempe merupakan hasil dari budaya gandong yang dimiliki diantara negeri Ouw dan Seith. Berdasarkan cerita bersama masyarakat negeri Ouw dan Seith, cerita perpisahan dua saudara kapitan Asabate dan kapitan Asarate di kota Eli Lain (negeri Seith) diberikan hadiah perpisahan berupa tanah yang di ambil dari Waimula25 di negeri Seith. Tanah dibawa oleh kapitan Asarate dalam pelayaran menggunakan gosepa (rakit) untuk mencari tempat tinggal yang baru.

Ketika kapitan Asabate dan keluraga tiba di pantai labuang negeri Ouw mereka bertemu dengan masyarakat setempat, dalam hal ini kapitan Asabate tidak menyadari bahwa masyarakat yang mendiami tempat tersebut (Uku Lua) mempunyai ikatan persaudaraan, namun setelah melakukan perbincangan dengan masyarakat setempat barulah kapitan Asabate menyadari bahwa mereka sama-sama berasal dari Nunusaku.

Hal ini yang mengakibatkan kapitan Asabate dan keluarga mengambil keputusan untuk menetap di negeri Ouw. Tanah yang dibawa oleh Kapitan Asabate sesuai pesan dari sang kakak Kapitan Asarate untuk ditanam di negeri tempat persinggahan terakhir, kemudian dibawa ke dusun Tanah (wilayah tanah adat negeri Ouw) untuk ditanam. Prosesi penanaman tanah dilakukan dengan memakai adat negeri Ouw, yang dipimpin oleh Tua-tua adat negeri Ouw.26 Seiring berjalannya waktu, tanah yang di tanam di

dusun tanah diyakini oleh masyarakat negeri Ouw cocok untuk dipakai sebagai bahan

24 Hasil wawancara dengan Ny. T. Tomasoa. sebagai pengrajin sempe, 16 April 2016

25 Waimula adalah tempat perpisahan adink-kaka gandong yang berada di negeri Seith. Waimula dalam

bahasa Seith yang berarti permulaan.


(17)

54 dasar pembuatan gerabah (barang pecah belah). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari sinilah asal mula pembuatan sempe di negeri Ouw.

Ada satu keunikan yang ditemukan melalui hubungan gandong antara negeri Ouw dan Seith, lewat kisah perpisahan kedua saudara yang disimbolkan dengan tanah sebagai simbol perpisahan. Tanah yang di ambil dari Waimula di negeri Seith dan tanah yang ditanam di Dusun tanah di negeri Ouw memiliki hubungan mistis. Hal ini terlihat dari, apabila masyarakat negeri Ouw menggali (mengambil) tanah di Dusun Tanah

untuk membuat sempe secara otomatis tanah yang berada di Waimula mengalami kemerosotan.27

3.4.2Cara pembuatan Sempe

Tanah liat adalah satu-satunya bahan galian yang digunakan masyarakat negeri Ouw sebagai bahan dasar untuk membuat periuk, sempe, balanga dan bahan pecah belah lainnya. Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa tanah liat menurut sejarah yang tak tertulis, diberikan oleh kakak mereka dari negeri Seith diwaktu mereka hendak berpisah. Alhasilnya adalah, tanah tersebut dipakai oleh anak negeri sampai saat ini sebagai mata pencaharian tetap yang dikelola oleh tiap kaum wanita di negeri Ouw.

a. Cara untuk memperoleh tanah liat dan pasir a.1 Tanah Liat

Untuk memperoleh tanah liat, bukanlah semudah apa yang kita ucapkan. Sebab, tanah liat tersebut bukanlah terdapat diatas tanah atau dimana saja dapat orang temui. Untuk memperoleh tanah liat, orang harus menggali permukaan


(18)

55 tanah sedalam 40/50m dengan luas area sebesar 50 s/d 100m. Dilihat dari kondisi yang diuraikan maka sudah pasti pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh satu orang melainkan berkelompok (25-50 orang). Pada masa lalu, untuk menggali tanah hanya boleh dilakukan oleh kaum wanita. Sebab jika dilakukan oleh kaum pria, tanah liat tidak dapat ditemukan.28

Sebelum melakukan penggalian tanah, yang lebih dahulu dilakukan yaitu prosesi adat yang dipimpin oleh ketua kelompok dan didampingi oleh tuan tanah negeri Ouw. Dalam proses penggalian tanah, jika menemukan bunga tanah (tanah yang terdiri dari berbagai warna) itu berarti penggalian sudah hampir mendekati tanah liat yang adalah bahan dasar pembuatan sempe. Ketika menemukan tanah liat, maka kelompok tersebut memindahkan tanah ke tempat tersendiri dan menimbunnya menjadi timbunan yang besar dan membaginya secara merata kepada seluruh anggota kelompok. Akhir dari proses penggalian tanah, para kelompok mengadakan doa syukur dan membuat acara makanpatita

(makan bersama).29

a.2 Pasir

Sebagaimana tanah liat, demikian pula dengan pasir. Pasir untuk membuat gerabah, bukanlah pasir yang ada ditepi pantai atau pasir kali (sungai) melainkan pasir khusus yang cara penggaliannya hampir sama dengan penggalian tanah liat. Penggalian pasir dilakukan oleh 1-3 orang. Untuk

28 Maramua H. Silahoy dan Demianus Silahooy II, Sejarah Negeri Ouw, …. 140 29 Ibid.


(19)

56 memperoleh pasir, maka orang yang bertugas dalam penggalian harus menggali tanah sedalam ±1-2m.30

Gambar 3. Pasir dan Tanah, bahan dasar pembuatan sempe. b. Langkah persiapan untuk membuat sempe

b.1 Pembersihan tanah dan pasir

Tanah yang didapatkan dari hasil penggalian harus dibersihkan, dalam arti memisahkan kotoran, batu atau pasir yang bercampur dengan tanah tersebut. Bila pada musim panas, tanah tersebut dibagi dalam beberapa potongan kecil dan dijemur hingga kering. Setelah tanah menjadi kering, maka tanah tersebut kembali direndam dalam wadah yang berisi air sampai tanah itu menjadi lembut. Namun bila pada musim hujan, tanah dibersihkan dan ditumpukkan menjadi satu tumpukan besar kemudian dipukul menjadi sebuah gumpalan besar, kemudian dikikis menjadi gumpalan kecil dan direndam dalam wadah berisi air hingga tanah menjadi lembut.

30 Ibid., 141.


(20)

57 Sementara itu pasir pun dibersihkan, bila pasir tersebut masih dalam kondisi basah, maka pasir harus dijemur hingga kering kemudian diayak hingga bersih dan menjadi halus.31

b.2 Proses pencampuran tanah dan pasir

Setelah tanah direndam dan menjadi lembut, dan pasir yang sudah diayak maka dimulailah proses pencampuran. Proses pencampurannya tidak menggunakan takaran, dimana ditentukan bahwa jumlah tanah sekian dan jumlah pasirnya sekian, sebab bagi tiap wanita yang bertugas mencapur kedua bahan tersebut mereka sudah tau seberapa banyak takaran pasir ataupun tanah liat yang dibutuhkan untuk satu sempe. Jika dalam proses pencampuran tanah liat dan pasir terjadi kesalahan maka ketika sempe tersebut dibakar, sempe tersebut akan pecah. Cara mencampur tanah dengan pasir yaitu, tanah diangkat dari tempat rendaman dan diletakkan diatas sebuah dulang kemudian pasir dibubuhkan diatas tanah tersebut dan dicampur secara merata. Hasil pencampuran tanah dan pasir yang sudah menjadi satu diletakkan pada tempat yang lembap dan ditutupi dengan daun pisang atau karung agar tanah tidak menjadi kering.32

31 Ibid., 142.


(21)

58

c. Proses pembuatan sempe

Sebelum membuat sempe, diperlukan bahan dan peralatan untuk mendukung pembuatan sempe yakni, tanah, pasir, air, alat pelarik (pemutar), gaba-gaba (pelepah sagu), kulit buah papaya, dammar dan api untuk membakar sempe.33

Pembuatan sempe diawali dengan cara, tanah dibentuk seperti bola kecil (bulat) sebesar gengaman diletakkan diatas papan sebagai dasar yang telah dileburi dengan pasir. Dibuat lubang kecil pada tanah yang berbentuk bola, kemudian diletakkan diatas alat pelarik, tanah liat ditekan sambil diputar sehingga berbentuk bulat. Saat pembentukan tanah liat menjadi bulat, pinggiran lingkaran pola dari sempe tidak merata sehingga perlu diratakan menggunakan gaba-gaba (pelepah sagu) untuk memukul permukaan pola sempe.

Selanjutnya pada bagian akhir, untuk menghaluskan permukaan dan bagian dalam pola harus menggunakan waya (kulit buah papaya). Setelah itu, pola sempe dibiarkan selama 2-3 hari sampai benar-benar kering hingga sempe terlepas dengan sendirinya dari permukaan papan yang menjadi dasar. Tahap selanjutnya pola sempe dikikis, dengan tujuan agar menghasilkan satu pola sempe yang indah. Pada bagian akhir pembentukan pola sempe, dibuat kaki sempe pada bagian bawah (dasar) sempe yang dinamakan lakare. Kemudian sempe dijemur hingga kering dan siap dibakar. Sebelum masuk dalam tahap pembakaran sempe, maka sempe harus diolesi dengan tanah merah.

Setelah sempe selesai diolesi tanah merah, sempe dibakar atau bisa disebut dengan hakakau. Sempe dibakar selama 1 jam, menggunakan daun atap (daun pohon enau), gaba-gaba (pelepah sagu) dan kayu bakar. Selanjutnya masuk dalam


(22)

59 proses terakhir pembuatan sempe, yakni sempe di Ule (dipoles) dengan batu damar

supaya sempe terlihat indah.34

Gambar 4. Proses pembuatan sempe (tradisional)

Hasil kerajinan tangan masyarakat negeri Ouw memiliki beberapa macam bentuk bukan hanya Sempe yang masih bertahan hingga saat ini, melainkan

balanga, tajela, porna, tampayang, kendi, pot bunga dan perabotan dapur lainnya. Namun berjalannya waktu dan perubahan zaman adapun beberapa kerajinan tangan yang sekarang sudah tidak dibuat lagi dikarenakan tidak adanya peminat. 35

Di negeri Ouw, terdapat 5 kelompok pengrajin gerabah, yakni kelompok Harapan, Sehati, Karya Nyata, Asah dan Imanuel. Setiap kelompok terdiri dari 5/7 orang kaum wanita, dan setiap kelompok memiliki target yang harus dicapai dalam

34 Maramua H. Silahoy dan Demianus Silahooy II, Sejarah Negeri Ouw, …. 143 35 Hasil wawancara dengan Ny. T. Tomasoa. sebagai pengrajin sempe, 16 April 2016


(23)

60 pembuatan gerabah. Adapun gerabah yang dibuat oleh setiap kelompok dibagi dalam dua jenis yaitu alat dapur (sempe, balanga, tajela, porna, tungku) dan keramik (pot, guci, asbak, dan lain-lain). Hasil dari penjualan gerabah dibagi dalam 2 bagian yaitu untuk dibagi kepada setiap anggota dalam kelompok dan sebagai biaya oprasional kelompok.36

Dalam bentuk usaha pelestarian sempe, pemerintah negeri Ouw beserta kelompok gerabah meminta bantuan dari pemerintah daerah untuk pemberian modal usaha, demikian juga kerjasama yang dibangun dengan Yayasan Sunrise yang berada di Belanda dalam pemberian peralatan pembuatan sempe yakni, mesin molen pencampuran tanah, oven untuk pembakaran sempe, alat pelarik dan peralatan ukir. Hasil dari pembuatan gerabah di negeri Ouw dibawa ke Belanda untuk dipasarkan pada acara “Pasar Maluku” di Belanda dalam rangka memperkenalkan budidaya sempe dari negeri Ouw untuk masyarakat asing. Adapun pelatihan hingga workshop yang diadakan di negeri Ouw, dengan mendatangkan seniman gerabah untuk memberikan pembekalan bagi pengrajin gerabah dan muda-mudi di negeri Ouw untuk mengembangkan cara pembuatan gerabah, namun hal ini tidak bertahan lama dikarenakan minimnya dana.37

36 Hasil wawancara dengan Ny. O. Pelupessy. sebagai pengrajin sempe, 18 April 2016 37 Hasil wawancara dengan Ny. T. Tomasoa. sebagai pengrajin sempe, 16 April 2016


(24)

61

Gambar 5. Kerja sama antara pemerintah negeri Ouw dengan Yayasan Sunrise

Berdasarkan cerita bersama antara negeri Ouw dan negeri Seith, dapat dilihat bahwa budaya sempe yang berada di negeri Ouw merupakan hasil dari budaya gandong antara kedua negeri. Hal ini dikuatkan dengan pembuktian bahwa satu-satunya negeri di Maluku yang menghasilkan gerabah berupa sempe, balanga, tajela ialah negeri Ouw. Pemberian identitas bagi masyarakat negeri Ouw oleh masyarakat sekitar Ambon-Lease, tidak dapat diragukan dikarenakan negeri Ouw sendiri sudah membuktikan dengan masih menghasilkan sempe hingga saat ini.

Pemberian identitas Ouw negeri sempe, tidak dirasakan sendiri oleh masyarakat negeri Ouw, negeri Seith pun turut merasakan kebanggaan dikarenakan simbol persaudaraan dijadikan identitas sosial saudara gandong mereka. Menurut saudara Hamja Hatuina, penulis sejarah gandong Seith dan Ouw, mengatakan bahwa:

Sempe bukan hanya berarti bagi negeri Ouw, untuk orang Seith juga sangat penting. Berawal dari tanah yang di ambil dari Waimula, sebagai tanda


(25)

62

perpisahan adik dan kakak, dari tanah bisa menjadi identitas persaudaran gandong, dioleh oleh adik gandong menjadi sempe bisa menjadi identitas negeri Ouw. Hal ini merupakan suatau hal yang begitu kompleks, karena dilihat satu simbol seperti sempe bisa menjadi dua identitas yankni negeri dengan negeri Ouw.38

Persoalan identitas sosial yang dimiliki negeri Ouw sebagai negeri penghasil sempe bukan sekedar nama maupun julukan, jika dilihat lebih dalam lagi sempe menjadi jati diri masyarakat negeri Ouw dan juga sebagai identitas persaudaraan antara hubungan gandong Ouw dan Seith. Dikatakan sempe sebagai jati diri dari negeri Ouw dikarenekan sempe menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw, bukan berarti negeri Ouw tidak bisa hidup tanpa sempe, melainkan sempe menjadi filosofi dan tolak ukur masyarakat negeri dalam kehidupan sosial.

Dalam kehidupan bermasyarakat, sempe bisa menjadi cermin. Cermin dalam artian bahwa sempe yang dibuat dari tanah menjadi sebuah hasil karya yang indah dan berguna bagi manusia. Sama halnya dengan kehidupan manusia walaupun memiliki banyak kekurangan dapat beguna bagi sesama.hal ini yang jarang ditemukan dalam masyarakat, tetapi kembali lagi kepada pribadi masing masyarakat negeri Ouw melihat sempe dalam kehidupan mereka. Tetapi saya percaya bahwa, sebagaian masyarkat negeri Ouw memahami akan sempe sebagai filosofi kehidupan bermasyarakat.39

Sempe yang notabene merupakan hasil karya seni atau hasil gerabah yang terdapat dalam budaya negeri Ouw, memberikan pengaruh penting dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw, bukan hanya sempe dilihat dari fungsi sempe semata sebagai perekonomian, kegunaan, sosial maupun domestik bagi masyarakat negeri Ouw. Namun sempe juga turut membentuk karakter maupun cara berpikir masyarakat negeri Ouw dalam kelompok masyarakat negeri Ouw maupun dalam bermasyarakat.

38Hasil wawancara dengan Bpk H. Hatuina. sebagai penulis sejarah negeri Ouw, 22 April 2016 39


(26)

63

3.4.3Fungsi Sempe

Kerajinan seni rupa atau gerabah yang dibudidayakan oleh masyarakat negeri Ouw, memiliki banyak jenis dan memiliki fungsi dari tiap jenisnya. Begitu banyak hasil gerabah yang dibuat di negeri Ouw, yang lebih menonjol dari dahulu hingga saat ini adalah sempe. Sempe sendiri tidak terlepas dari sebuah seni dan memiliki fungsi tersendiri bagi negeri Ouw maupun masyrakat sekitar. Fungsi sempe akan dilihat dari dasar pembuatannya, dimana dilihat dari ekonomi dalam halnya sempe diperjual-belikan, domestik fungsi sempe bagi negeri Ouw sendiri sebagai penghasilnya dan fungsi sempe sebagai sosial dalam arti hubungan negeri Ouw dengan kehidupan sosial dalam bermasyarakat, serta fungsi gerabah dalam ritual keagamaan.

a. Fungsi Ekonomi.

Sebuah karya seni pada hakikatnya memiliki nilai, baik itu nilai artistik maupun nilai komersial. Dalam arti bahwa sempe yang dibuat untuk pelengkap kehidupan masyarakat tidak terlepas dari nilai artistik, yang akan dihargai dengan nilai komersial. Secara mendasar sifat seni disamping mempunyai nilai estetika juga nilai komersil. Nilai komersil dari seni murni adalah imbas atau efek yang ditimbulkan pada ketertarikan penikmat seni itu sendiri. Ketika seniman membuat karya dengan jenis media dan ukuran yang berbeda, tentunya nilai komersil dari sebuah karya seni itu akan berbeda. Pemenuhan kebutuhan yang bersifat praktis (kegunaan), yaitu karya yang fungsi pokoknya sebagai benda pakai, selain juga memiliki nilai hias.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sempe bagi masyarakat negeri Ouw merupakan sebuah budaya dan seni, namun dalam hal yang lebih spesifik bahwa sempe sendiri


(27)

64 menjadi urat nadi bagi masyarakat negeri Ouw untuk kelangsungan hidup. Dapat dikatakan “pengrajin sempe juga membutuhkan makan dan tempat tinggal”. Sempe dibuat dengan tujuan sebagai pelengkap kehidupan masyarakat, dengan melihat pada nilai estetika yang akan dihargai oleh penikmat sempe berdasarkan ukuran ataupun bentuk dari sempe itu sendiri.

Sebagai benda pakai, sempe yang diciptakan mengutamakan fungsinya, adapun unsur keindahannya hanyalah sebagai pendukung. Sebagai benda hias, sempe yang dibuat sebagai benda pajangan atau hiasan. Jenis ini lebih menonjolkan aspek keindahan daripada aspek kegunaan atau segi fungsinya.

b. Fungsi Sosial.

Manusia pada umumnya adalah makhluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup seorang diri, oleh karena itu ia membutuhkan manusia lain untuk saling melengkapi satu sama lain. Begitupun dengan setiap karya seni yang dibuat oleh seniman maupun pengrajin, pada umumnya akan disajikan kepada masyarakat atau audiens. Ketika karya seni itu disajikan di dalam masyarakat, maka disitulah terjadi interaksi antara audiens dan karya seni tersebut. Disitu karya seni di nikmati, diamati, diapresiasi, sehingga timbulah proses komunikasi.

Bagi masyarakat negeri Ouw, sempe adalah alat atau jembatan penghubung antara masyarakat negeri Ouw maupun dari negeri lainnya. Sempe yang dibuat oleh masyarakat negeri Ouw tidak dapat digunakan sendiri, walaupun hal itu terjadi bagi masyarakat negeri Ouw itulah hal yang tidak berguna. Pembuatan sempe pada umumnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan masnusia, bukan hanya kebutuhan masyarakat negeri Ouw semata, melainkan kebutuhan masyarakat luas yang


(28)

65 membutuhkan sempe itu sendiri. Artinya bahwa melalui sempe negeri Ouw dikenal luas oleh masyarakat Ambon-Lease.

c. Fungsi keagamaan.

Selain memiliki begitu banyak fungsi yang didapatkan dari kerajinan tangan yang dimiliki oleh masyarakat negeri Ouw, juga memiliki fungsi dalam keagamaan. Sama halnya pada karya seni pada umumnya, dimana dapat dilihat sejak zaman Renansians, para seniman yang berkarya untuk kepentingan gereja, seperti Philipo Brunelesci, Leonardo da Vinci seniman terkemuka, mereka melukis dan membuat patung untuk kepentingan gereja. Karya-karya mereka menghiasi gereja-gereja sebagai representasi terhadap Tuhan Yesus. Begitupun dengan di wilayah Timur yang sebagian besar menganut ajaran Islam, memang tidak begitu dominan memunculkan seniman, walaupun itu ada tapi mungkin tidak terekspos. Karya seni yang bernuansa islami ini, dapat dijumpai pada masjid-masjid berupa kaligrafi Arab. Tidak dilupakan dengan penganut agama Hindu-Budha yang menampilkan karya seni pada patung dan tempat beribadah mereka.

Berdasarkan pemaparan bapak Maramua Silahooy pada saat diwawancara beliau mengatakan bahwa, ketika pada tahun 1615an agama Kristen masuk di negeri Ouw yang dibawakan oleh misionaris asal Belanda dan pada saat sebagian kecil masyarakat negeri Ouw menjadi seorang Kristen, ketika pembaptisan dan perjamuan dilakukan secara tradisional. Dalam arti bahwa tempat atau wadah air baptisan pada saat itu terbuat dari tanah liat, dan perjamuan pada pertama kali tidak menggunakan cawan (gelas) perak seperti pada saat ini, melainkan menggunakan wadah berupah gelas yang terbuat dari tanah liat. Namun ketika perubahan waktu semua itu diganti


(29)

66 dengan peralatan yang lebih modern.40 Dapat dilihat bahwa pada awalnya masyarakat negeri Ouw sudah menerapkan Teologi Kontekstual dalam arti bahwa, budaya yang melekat dalam kehidupan mereka, diterapkan atau dituangkan dalam ritual keagamaan.

d. Fungsi Domestik.

Adapun sempe memberikan nilai tambah bagi masyarakat negeri Ouw, di mana sempe yang merupakan budaya dilestarikan hingga saat ini menjadikan negeri Ouw satu-satunya negeri penghasil sempe di Maluku. Oleh karena itu melalui sempe negeri Ouw dikenal sebagai Ouw negeri sempe oleh masyarakat sekitarnya, secara tidak langsung budaya sempe menjadi identitas untuk negeri Ouw. Budaya sempe atau gerabah menjadi salah satu seni atau kerajinan tangan asli Maluku yang terus dilestarikan, serta budaya ini dimanfaatkan oleh masyarakat negeri Ouw sebagai mata pencaharian, dan tidak dapat dipungkiri bahwa pelestarian yang terus dilakukan oleh pengrajin sempe negeri Ouw adalah bentuk upaya menjaga warisan budaya dari para leluhur. Adapun juga budaya sempe ataupun hasil gerabah yang dimiliki oleh masyarakat negeri Ouw menjadi sumber incom bagi masyarakat negeri Ouw. Dalam artian bahwa melalui budaya gerabah ini, menarik masyarakat luar datang langsung untuk melihat secara langsung cara pembuatannya.

Berdasarkan fungsinya, hasil kerajinan tangan atau gerabah di negeri Ouw dapat digunakan berdasarkan nilai praktis dan nilai estetis. Nilai praktis dalam karya seni adalah semua nilai yang terkandung dari pemanfaatan dan pemakaian karya seni rupa tersebut, misalnya seni yang menghiasi perabotan rumah tangga, seperti sempe, tajela, balanga, porna,


(30)

67 dan lain-lain. Sedangkan nilai estetis adalah semua keindahan yang sengaja dibuat dan dimasukan ke dalam benda pakai dengan tujuan sekedar untuk memberikan kesan estetis, misalnya vas, pot, miniatur sempe-balanga-tajela, dan lain sebagainya.

3.5 Pemaknaan simbol Sempe sebagai identitas negeri Ouw.

Negeri Ouw merupakan satu-satunya negeri penghasil sempe di Maluku. Hal ini terlihat dari budidaya sempe yang masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang sebagai budaya dan sumber mata pencaharian masyarakat negeri Ouw. Negeri Ouw dikenal oleh masyarakat Maluku sebagai daerah pengrajin sempe, sehingga orang-orang memberikan julukan sebagai “Ouw Negeri Sempe”. Meskipun negeri ini dijuluki sebagai negeri sempe, namun pada kenyataannya tidak semua penduduk negeri Ouw menjadi pengrajin sempe. Namun hal ini tidak menjadi sebuah persoalan bagi masyarakat setempat untuk menerima julukan yang diberikan oleh masyarakat sekitar terhadap identitas negeri ouw itu sendiri.

Bagi masyarakat ouw, pembuatan sempe merupakan salah satu bukti penghormatan kepada moyang-moyang yang telah meninggalkan warisan budaya. Dilihat dari perkembangan dunia dewasa ini, dengan adanya era modernisasi dan globalisasi, masyarakat negeri ouw masih mempertahankan pelestarian budidaya sempe mulai dari proses pembuatannya yang masih bersifat tradisional tetapi sebagian alat yang dipakai dalam proses pembuatan sudah bersifat modern.

Berbicara mengenai makna dari simbol suatu masyarakat, merupakan masalah yang kompleks. Dalam suatu masyarakat pasti memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap makna dari sebuah simbol itu sendiri. Demikian juga dengan masyarakat negeri Ouw,


(31)

68 mereka memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap sempe sebagai simbol identitas negeri.

a. Sempe sebagai warisan budaya.

Warisan budaya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, yakni warisan budaya benda dan tak benda. Warisan budaya benda adalah warisan budaya yang bisa diindera dengan mata dan tangan, misalnya berbagai artefak atau situs yang ada di sekitar kita. Termasuk di dalamnya tentu saja misalnya candi-candi dan arsitektur kuno lainnya, sebilah keris, gerabah atau keramik, sebuah kawasan. Sebaliknya dengan warisan budaya tak benda yang tidak bisa diindra dengan mata dan tangan, misalnya lagu-lagu dan musik-musik daerah yang memiliki nilai khas yang hanya bisa diindra dengan telinga dan akal budi.

Sempe merupakan warisan budaya benda, yang mana sempe dapat diindra dengan mata dan tangan. Dikatakan warisan budaya dikarenakan sempe merupakan budidaya yang melekat dalam kehidupan keseharian masyarakat negeri Ouw. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis tentang asal muasal budidaya sempe di negeri Ouw, dimana berdasarkan cerita bersama masyarakat negeri Ouw tentang perpisahan adik-kakak negeri Ouw dan Seith (gandong) yang menghasilkan budidaya sempe yang dijaga dan dilestarikan hingga pada saat ini.

Menurut bapak Maramua Silahooy, jika sempe dilihat dari sejarah maka sempe memiliki arti tersendiri bagi masyarakat negeri Ouw, yakni sebagai pemberian sebagian harta yang dimiliki oleh Kapitan Asarate kepada Kapitan Asabate, karena tidak ada harta yang lebih mulia melebihi tanah kelahiran. Oleh karena itu Kapitan


(32)

69 Asabate memberikan tanah kepada Kapitana Asarete untuk selalu mengingat tanah kelahiran dan sanak saudara yang ditinggalkannya.41 Demikian juga menurut ibu Josephina Saptenno, pelestarian sempe hingga saat ini menjadi suatu nilai tersendiri bagi masyarakat negeri, hal ini merupakan bagian dari penghormatan kepada leluhur, karena orang Ouw menyadari bahwa ini merupakan titipan oleh leluhur, sehingga dijaga dan dilestarikan agar titipan ini tidak hilang dimakan oleh waktu.42

Menurut bapak Chundrat Tutupoly, sebagai ketua Perwalisaka (persukutuan warga Lisaboli Kakelisa di Masohi) mengatakan bahwa, sempe merupakan aset budaya yang harus terus dilestarikan oleh orang Ouw, tetapi dilihat lagi bukan saja orang Ouw yang bertugas untuk menjaga budaya ini, pemerintah juga harus turut ambil bagian dalam pelestarian budaya sempe. Dikarenakan sampai saat sempe, tajela, pornah dan lain - lain merupakan kerajinan tangan asli Maluku yang hingga kini masih terus dilestarikan. Alasan budaya sempe masih terus bertahan karena masyarakat negeri Ouw sadar bahwa sempe merupakan warisan budaya dan mempunyai rasa memiliki maupun kecintaan terhadap budaya tersebut, sehingga sampai saat ini sempe terus dibudidayakan agar tidak mati telan oleh waktu, ketika budaya ini hilang dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw, itu tandanya masyarakat negeri Ouw tidak menghormati para leluhur. Sebagai anak – cucu harunya menghargai titpan dari pada orang tua-tua dahulu. Menghragai dengan cara terus menjaga dan melestarikan warisan terbeut.43

41 Hasil wawancara dengan Bpk. M. Silahooy, penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016 42 Hasil wawancara dengan Ny. J. Saptenno, Karteker negeri Ouw, 15 Mei 2016

43


(33)

70 Dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas dari tradisi dan budaya dalam lingkungan ia berada. Budaya adalah suatu warisan dari leluhur atau nenek moyang kita yang tidak ternilai harganya. Berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka pelestarian budaya, namun yang paling penting yang harus pertama dimiliki adalah menumbuhkan kesadaran serta rasa memiliki akan budaya tersebut, sehingga dengan rasa memiliki serta mencintai budaya akan membuat orang memahami sehingga budaya akan tetap ada karena pewaris kebudayaan akan terus ada.

b. Sempe sebagai pengikat persaudaraan gandong, Ouw dan Seith.

Selain sempe sebagai warisan budaya oleh leluhur bagi masyarakat negeri Ouw, sempe ini juga sekaligus sebagai pemersatu. Kearifan lokal yang begitu mengental dalam kehidupan masyarakat Maluku adalah hubungan orang basudara atau yang lebih dikenal dengan pela-gandong. Negeri Ouw memiliki hubungan gandong dengan negeri Seith, yang mana negeri Seith sebagai kakak dan negeri Ouw sebagai adik.

Ketika kita berbicara sempe dari negeri Ouw tidak akan terlepas dari sejarah yang melatarbelakangi asal muasal sempe itu sendiri, yang mana berasal dari negeri Seith dalam artian bahwa Ouw dan negeri seith tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dikatakan sempe sebagai pengikat persaudaraan antara negeri Ouw dan seith dikarenakan sempe menjadi simbol persaudaraan antara kedua negeri. Kembali kepada tragedi kerusuhan Maluku yang terjadi antara tahun 1999 hingga tahun 2002, memberikan dampak yang begitu besar bagi hubungan gandong negeri Ouw dan Seith. Kerusuhan dimaksud ternyata telah membawa dampak negatif, sehingga sangat mempengaruhi terganggunya sistem pendidikan dan aktivitas


(34)

71 ekonomi masyarakat; belum terhitung rusaknya hubungan-hubungan sosial, kekerabatan dan kemanusiaan yang selama ini menjadi referensi bersama dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Maluku.

Namun dalam hal lain bahwa melalui kerusuhan yang terjadi masyarakat Maluku melihat adanya suatu peluang yang begitu baik untuk mencari jalan tengah untuk perdamaian, yakni dengan menggunakan kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu yakni pranata pela-gandong. Hal ini terlihat pada tahun 2005 ketika pasca konflik Maluku, negeri Ouw dan negeri Seith melakukan ritual panas gandong yang dilaksanakan di negeri Ouw, yang mana negeri Seith merupakan kaka dan masyarakatnya memeluk agama Islam, sedangkan negeri Ouw yang merupakan adik dan masyarakatnya memeluk agam Kristen. Hubungan gandong ini dibuktikan melalui ritual panas gandong dan kehidupan bermasyarakat kedua negeri yang hidup akur dan berdampingan. Kedua negeri Ouw dan Seith dijadikan sebagai suatu proyek perdamaian oleh pemerintah daerah Maluku paska konflik 1999-2004 dengan adanya pembangunan monumen panas gandong berupa tugu sempe yang didalamnya berisi janji dan sumpah kedua negeri diwakili oleh kedua raja negeri tersebut.

Menurut bapak Maramua Silahooy, hubungan pela-gandong tidak bisa menjadi jaminan untuk satu atau dua negeri bisa hidup berdampingan, contohnya negeri Siri-sori Sarani dan Siri-Siri-sori Salam, kedua negeri ini memiliki hubungan pela, tetapi ketika kerusuhan mereka saling menyerang dan tidak bisa untuk menjaga hubungan persaudaraan yang mereka sumpahkan. Berbeda degan negeri Ouw dan Seith, ketika kerusuhan banyak masyarakat negeri Ouw yang diselamatkan oleh masyarakat negeri Seith. Orang Ouw yang mendiami desa-desa disekitar negeri Seith diungsikan ke


(35)

72 negeri Seith. Hal ini bukan karena adanya hubungan pela-gandong, tetapi rasa memiliki antara kedua negeri, negeri Seith mengetahui bahwa negeri Ouw adalah adiknya dan perlu dijaga, bukan hanya orang Ouw saja yang diselamatkan tetapi banyak orang narsarani yang diselamatkan. Dalam artian bahwa masyarakat negeri Ouw dalam upaya menjaga dan melestarikan sempe yang merupakan hasil dari hubungan gandong antara negeri Seith ini bagaikan hubungan persaudaraan yang terus terjalin hingga saat ini. 44

Berawal dari segumpal tanah yang diberikan ketika perpisahan dua bersaudara Kapitan Asabate dan Kapitan Asarate, yang diolah oleh masyarakat negeri Ouw menjadi sempe dan gerabah lainnya dan dilandaskan dengan hubungan pela gandong, sehingga kedua negeri Ouw dan Seith menjaga ikatan persaudaraan hingga saat ini.

c. Sempe merupakan sebuah seni dan nahosi45 .

Budaya yang melekat dalam kehidupan suatu masyarakat tidak terlepas dari kebiasaan dan tradisi masyarakat tersebut. Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Dalam artian bahwa tradisi maupun kebiasaan meliputi seni, sehingga Seni sebagai unsur terbentuknya kebudayaan, karena seni merupakan unsur dari kebudayaan itu sendiri.

Budidaya pengrajin sempe di negeri Ouw, sudah menjadi tradisi bagi masyarakat tersebut. Sempe yang merupakan hasil kerajinan tangan yang diolah dari tanah dan pasir menjadi keramik yang dapat digunakan oleh masyarakat Maluku untuk

44 Hasil wawancara dengan Bpk. M. Silahooy, penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016 45 Nahosi adalah bahasa sehari-hari masyarakat Maluku yang berarti mata pencaharian


(36)

73 peralatan dapur. Sempe yang pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan keseharian masyarakat Maluku. Namun disisi lain bahwa perkembangan kebudayaan sangat di pengaruhi oleh masyarakat pendukungnya. Kebudayaan berubah seirama dengan perubahan hidup masyarakat. Perubahan itu berasal dari pengetahuan baru, teknologi baru dan akibat penyesuaian cara hidup dan kebiasaannya kepada situasi baru. Sikap mental dan nilai budaya turut serta dikembangkan guna keseimbangan dan integrasi baru, yang mana sempe pada awalnya untuk melengkapi perlengkapan rumah tangga diubah menjadi sebuah seni, dalam artian bahwa nilai dan fungsi tidak diperhatikan lagi melainkan keindahan dari sempe itu sendiri.

Menurut ibu Elisebah Sahetapy, beliau mengatakan bahwa sempe merupakan sebuah seni di mana dalam pembuatannya pengrajin harus menikmati setiap proses dalam membentuk tanah dan pasir menjadi sebuah sempe yang indah. Karena jati diri seorang pengrajin sempe ialah bukan mencapai target dan harga yang tinggi melainkan keindahan yang dimiliki dari sebuah hasil karya.46 Perubahan yang terjadi dalam pembuatan sempe dikarenakan sempe sudah mulai dilupakan oleh sebagian masyarakat Maluku, untuk itu kualitas dari pembuatan sempe sudah menurun, lebih mengarah ke penampilan bukan seberapa kuatnya sebuah sempe itu sendiri, di mana sempe lebih ke penampilan dibuat seunik dan seindah rupa agar menarik perhatian pembeli.47

Dengan demikian dari pembuatan sempe yang dibuat seindah mungkin untuk menarik pembeli menjadi salah satu faktor external bagi pengrajin sempe di negeri

46 Hasil wawancara dengan Ny. E. Sahetapy, sebagai pengrajin sempe, 17 Mei 2016 47 Hasil wawancara dengan Ny. T. Tomasoa, sebagai pengrajin sempe, 16 April 2016


(37)

74 Ouw ini sendiri. Dalam artian bahwa Sempe sebagai nahosi (mata pencaharian), menjadi penyambung kehidupan masyarakat negeri Ouw.

Sempe yang moyang-moyang tinggalkan for anak cucu ini harus dijaga, dengan sempe ini katong dapat bertahan hidop walau pi papale dari pagi pulang malam, laku satu atau dua samua itu berkat. Berharap cengkih yang satu tahun satu kali berbuah mau berharap apa? Sempe ini yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan biaya pendidikan anak dari SD sampe su sarjana”48

Kebutuhan yang menjadi dasar hubungan antar manusia dapat berupa kebutuhan yang bersifat materi maupun nonmateri. Dalam artian bahwa kebutuhan bersifat nonmateri seperti halnya budaya, agama, interaksi sosial dan sebagainya, sedangkan kebutuhan yang bersifat materi akan terutuju pada perekonomian, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa faktor ekonomi memang memegang perana penting dalam kehidupan manusia. Untuk kelangsungan kehidupan manusia akan melakukan apapun untuk mencukupi hidupnya, demikian juga masyarakat negeri Ouw dengan bermodalkan budaya mereka dapat mencukupi kehidupan mereka.

Sempe bukanlah sebagai mata pencaharian tetap ataupun mayoritas dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw, sempe adalah mata pencaharian sampingan dan hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mengetahui cara pembuatannya. Jika dihubungkan dengan kepentingan budaya dan ekonomi maka dapat dilihat bahwa kedua berjalan selaras, dalam artian bahwa masyarakat negeri Ouw menyadari bahwa sempe merupakan warisan budaya yang perlu dijaga maka disamping itu mereka menggunakan sempe sebagai mata pencaharian.

Sempe ini pemeberian gandong seith, jadi katong sebagai anak cucu negeri Lisaboli Kekelisa harus menjaga harta ini sampai bumi kiamat.


(38)

75

Deng cara apa? Katong harus terus buat sempe, jual sempe kiri-kanan biar akang seng mati. Dari situ jua katong bisa dapat hidup kio! Umpama saja kalo katong biking sempe la seng jual akang Cuma mati di katong pung negeri, apalagi kalo katong seng biking akang dari dolo mungkin seng ada sempe ini. Jadi harus bersyukur bahwa dari sempe ini katong bisa pake par makang sahari atau dua hari kio.49

Pemberdayaan sumber daya alam yang dimiliki masyarakat negeri Ouw menggunakan sempe sebagai pelengkap kehidupan dengan terus menjaga serta melestarikan akan sumber daya alam, maka budaya yang dimiliki tidak akan mati. Dalam artian bahwa menjadikan sempe sebagai mata pencaharian sampingan bagi masyarakat negeri Ouw merupakan sebuah bentuk partisipasi masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan budaya yang mereka miliki, yang mana sempe bukan menjadi kepentingan ekonomi semata melainkan bersamaan menjaga budaya tersebut.

d. Sempe sebagai simbol identitas negeri Ouw.

Sempe menjadi identitas sekaligus budaya bagi masyarakat negeri Ouw, tidak terlepas dalam kehidupan sosial, di mana sempe bisa menjadi nama panggilan dan tanda pengenal dalam interaksi sosial antara orang Ouw dan masyarakat sekitar.

Biasa hari pasar di Saparua itu pembeli sempe paling banya, kalo ada asik carita deng penjual-penjual lain kadang ada yang baku sangaja seng panggel beta nama tapi “sempe os su makang ka blom?” itu bukan baterek atau menghina tapi itu panggilan par beta di pasar, karna beta bajual sempe jadi su biasa par beta dapa panggel bagitu.50

sempe par beta itu identitas mutlak par orang Ouw, beta pernah ka Jakarta untuk ikut kegiatan, ketemu deng beta pung tamang-tamang dolo tamang barmaeng, tamang skolah atau orang yang blom beta kanal. Biasa kalo tamang-tamang barmaeng deng skolah tu dong biasa pangel beta par baba raja sempe, karna dolo beta mama bikin sempe. Kalo orang yang

49 Hasil wawancara dengan Bpk. M. Silahooy, penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016 50 Hasil wawancara dengan Ny. E. Sahetapy, sebagai pengrajin sempe, 17 Mei 2016


(39)

76

balom beta kanal trus cari kanal bagitu bilang dari Ouw saja dong su bilang sempe. Karna beta tau orang tua dolo-dolo seumuran beta bagini dong pahami batul bahwa sempe itu dari Ouw, tapi anak-anak sakarang jua dong seng tau sempe itu apa? Apalagi akang asal dari mana. Maka itu beta sangat kecewa bahwa katong pung budaya ni orang su mulai lupa akang.51

Identitas secara umum dipahami sebagai tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui posisi siapa kita dan siapa mereka, siapa diri (self) dan siapa yang lain (others). Pada masyarakat Ambon-Lease52 negeri Ouw dikenal dengan istilah “Ouw negeri Sempe”, dikarenakan negeri Ouw terkenal dengan budidaya pengrajin sempe.

Menurut ibu Josephina Saptteno, sempe sebagai kerajinan tangan yang memadukan campuran tanah dan pasir dalam proses pembuatannya, juga dalam sisi segi sosial kemasyarakatan merupakan perpaduan cara hidup masyarakat yang plural dan kompleks dalam tatanan hidup yang dinamis sehingga negeri ouw sangat bangga memakai sempe sebagai simbol identitas negeri.Lanjut beliau mengatakan bahwa

Kalau katong (kita) ingin memaknai sempe sebagai simbol identitas negeri, maka katong harus lihat sempe sebagai cerminan hidup masyarakat negeri Ouw. Dilihat dari bentuknya, maka sempe yang berbentuk bulat memiliki arti sebagai hubungan “hidop (hidup) orang basudara yang seng (tidak) pernah putus deng (dengan) abis” antara negeri Ouw dan negeri Seith sebagai gandong”

Apabila dilihat dari cara pembuatan, campuran tanah dan pasir mengartikan bahwa dalam negeri ouw memiliki masyarakat yang berbeda-beda baik orang ouw asli maupun pendatang mempunyai sifat, pola pikir dan perilaku yang berbeda-beda juga namun hal itu dapat disatukan menjadi satu kesatuan masyarakat yang hidup

51 Hasil wawancara dengan Bpk. M. Silahooy, penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016

52 Ambon-Lease mengacu pada empat pulau utama yang lebih kecil dalam wilayah Ambon: Ambon,


(40)

77 harmonis. Dari Pembentukan pola sempe dapat dimaknai bahwa setiap kehidupan masyarakat negeri Ouw mengalami pembentukan kehidupan ke arah yang lebih baik seperti seorang pengrajin yang membentuk sempe dari tanah dan pasir menjadi sebuah cetakan yang indah. Pembakaran sempe dimaknai sebagai suatu permasalahan yang muncul dalam tiap kehidupan masyarakat negeri Ouw yang harus dihadapi selayaknya sempe yang bertahan dalam panasnya bara api. Pengolesan dammar53 dapat dimaknai bahwa dari proses kehidupan yang dilalui oleh masyarakat negeri Ouw, jika mereka tetap tekun dan tetap sabar dalam menjalani setiap tantangan hidup, maka mereka akan mencapai keberhasilan. Seperti halnya sempe pada awalnya dicampur dengan campuran tanah dan pasir, dibentuk diatas mesin pelarik, dibakar didalam bara api hingga diolesi dengan batu dammar, akan menjadi sebuah hasil karya yang indah.54

Memiliki pemaknaan identitas sosial yang banyak memungkinkan timbulnya kombinasi pada tiap identitas tersebut. Ini terjadi karena tiap identitas sosial itu tidak bebas, melainkan berhubungan dekat pada tiap-tiapnya. Namun dari pemahaman masyarakat negeri Ouw memaknai sempe sebagai simbol identitas sosial, terlihat ada dua hal yang menonjol dan tidak bisa dipisahkan yakni sempe dimaknai sebagai identitas negeri sekaligus sebagai identitas persaudaraan gandong antara negeri Ouw dan negeri Seith.

Identitas negeri

Sempe dikatakan sebagai simbol identitas negeri, dikarenakan budaya yang melekat pada kehidupan masyarakat negeri Ouw itu sendiri. Dalam arti bahwa sempe

53 Bahan pelngkap pembuatan sempe, yang merupakan getah pohon yang menjadi fosil dalam tanah, perlu

digali untuk mendapatkan batu dammar.


(41)

78 yang merupakan hasil kerajinan tangan asli Maluku, negeri Ouw adalah satu-satunya negeri yang masih menjaga dan melestarikan budaya tersebut, oleh karena itu Ouw negeri sempe nama atau julukan yang diberikan oleh masyarakat Ambon-Lease terhadap negeri Ouw. Berdasarkan pemahaman masyarakat negeri Ouw bahwa sempe merupakan warisan budaya dari leluhur dan sempe merupakan bagian dari kehidupan mereka karena budaya yang sudah turun-temurun yang menjadi jati diri bagi negeri Ouw hingga saaat ini.

Identitas persaudaraan

Ketika kita berbicara tentang sempe yang berasal dari negeri Ouw, kita tidak bisa melupakan asal-muasal sempe itu sendiri, berdasarkan kisah perpisahan adik-kakak yang merupaka cerita bersama negeri Ouw dan negeri Seith sebagai gandong. Tidak dapat dipungkiri bahwa sempe yang notabene hasil dari budaya gandong Ouw dan Seith. Oleh karena itu sempe memiliki arti tersendiri bagi kedua negeri, sebagai simbol persaudaraan. Bagi masyarakat negeri Ouw, sempe merupakan pemberian sang kakak gandong negeri Seith, dan sempe hingga saat ini masi dilestarikan bagaikan hubungan persaudaraan antara kedua negeri ini. Persaudaraan kedua negeri Ouw dan Seith tidak dapat diragukan lagi, di mana ketika kerusuhan Maluku yang terjadi pada 1999-2004, kedua negeri ini tetap menjaga tali persaudaraan gandong mereka, yang mana pada konflik kedua negeri saling membantu dan menyelamatkan gandong mereka. Pada tahun 2005 pasca konflik Maluku, negeri Ouw dan negeri Seith melakukan ritual panas gandong untuk menjaga tali persaudaraan mereka yang mulai renggang akibat kerusuhan yang berlangsung di negeri Ouw dengan membangun monumen perjanjian gandong yang berbentuk sempe.


(42)

79 Dari wawancara yang penulis lakukan di lapangan, maka ditemukan hal positif dan negatif dari budidaya sempe yang ada di negeri Ouw, yakni:

a. Hal positif: Peninggalan warisan budaya dari nenek moyang yang merupakan hasil dari budaya pela gandong antara negeri Ouw dan negeri Seith, terus dilestarikan dan ditekuni oleh masyarakat negeri Ouw walaupun sempe sudah mulai dilupakan oleh masyarakat luas.

b. Hal negatif; Tidak adanya pelatihan yang memadai untuk generasi muda, sehingga minat dan ketertarikan untuk membuat sempe menurun, dikarenakan banyaknya kaum muda-mudi merantau dan minimnya dana hingga tidak dilakukan pelatihan bagi generasi baru sehingga sampai saat ini sempe masih dikelola oleh kaum ibu, dan hanya diturunkan kepada anak atau keluarga para pengrajin itu sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan untuk sementara bahwa, sempe yang merupakan simbol identitas masyarakat negeri Ouw dimaknai sebagai warisan leluhur yang harus terus dijaga dan dilestarikan selayaknya masyarakat negeri Ouw dan negeri Seith menjaga hubungan tali gandong agar tetap utuh dan tidak pernah putus. Sempe merupakan budaya yang menjadi simbol tersendiri dan membedakkan negeri ouw dengan negeri lain serta menjadi sumber incom bagi masyarakat negeri Ouw.


(1)

74

Ouw ini sendiri. Dalam artian bahwa Sempe sebagai nahosi (mata pencaharian), menjadi penyambung kehidupan masyarakat negeri Ouw.

Sempe yang moyang-moyang tinggalkan for anak cucu ini harus dijaga, dengan sempe ini katong dapat bertahan hidop walau pi papale dari pagi pulang malam, laku satu atau dua samua itu berkat. Berharap cengkih yang satu tahun satu kali berbuah mau berharap apa? Sempe ini yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan biaya pendidikan anak dari SD sampe su sarjana”48

Kebutuhan yang menjadi dasar hubungan antar manusia dapat berupa kebutuhan yang bersifat materi maupun nonmateri. Dalam artian bahwa kebutuhan bersifat nonmateri seperti halnya budaya, agama, interaksi sosial dan sebagainya, sedangkan kebutuhan yang bersifat materi akan terutuju pada perekonomian, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa faktor ekonomi memang memegang perana penting dalam kehidupan manusia. Untuk kelangsungan kehidupan manusia akan melakukan apapun untuk mencukupi hidupnya, demikian juga masyarakat negeri Ouw dengan bermodalkan budaya mereka dapat mencukupi kehidupan mereka.

Sempe bukanlah sebagai mata pencaharian tetap ataupun mayoritas dalam kehidupan masyarakat negeri Ouw, sempe adalah mata pencaharian sampingan dan hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mengetahui cara pembuatannya. Jika dihubungkan dengan kepentingan budaya dan ekonomi maka dapat dilihat bahwa kedua berjalan selaras, dalam artian bahwa masyarakat negeri Ouw menyadari bahwa sempe merupakan warisan budaya yang perlu dijaga maka disamping itu mereka menggunakan sempe sebagai mata pencaharian.

Sempe ini pemeberian gandong seith, jadi katong sebagai anak cucu negeri Lisaboli Kekelisa harus menjaga harta ini sampai bumi kiamat.


(2)

75 Deng cara apa? Katong harus terus buat sempe, jual sempe kiri-kanan

biar akang seng mati. Dari situ jua katong bisa dapat hidup kio! Umpama saja kalo katong biking sempe la seng jual akang Cuma mati di katong pung negeri, apalagi kalo katong seng biking akang dari dolo mungkin seng ada sempe ini. Jadi harus bersyukur bahwa dari sempe ini katong

bisa pake par makang sahari atau dua hari kio.49

Pemberdayaan sumber daya alam yang dimiliki masyarakat negeri Ouw menggunakan sempe sebagai pelengkap kehidupan dengan terus menjaga serta melestarikan akan sumber daya alam, maka budaya yang dimiliki tidak akan mati. Dalam artian bahwa menjadikan sempe sebagai mata pencaharian sampingan bagi masyarakat negeri Ouw merupakan sebuah bentuk partisipasi masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan budaya yang mereka miliki, yang mana sempe bukan menjadi kepentingan ekonomi semata melainkan bersamaan menjaga budaya tersebut.

d. Sempe sebagai simbol identitas negeri Ouw.

Sempe menjadi identitas sekaligus budaya bagi masyarakat negeri Ouw, tidak terlepas dalam kehidupan sosial, di mana sempe bisa menjadi nama panggilan dan tanda pengenal dalam interaksi sosial antara orang Ouw dan masyarakat sekitar.

Biasa hari pasar di Saparua itu pembeli sempe paling banya, kalo ada asik carita deng penjual-penjual lain kadang ada yang baku sangaja seng panggel beta nama tapi “sempe os su makang ka blom?” itu bukan baterek atau menghina tapi itu panggilan par beta di pasar, karna beta

bajual sempe jadi su biasa par beta dapa panggel bagitu.50

sempe par beta itu identitas mutlak par orang Ouw, beta pernah ka Jakarta untuk ikut kegiatan, ketemu deng beta pung tamang-tamang dolo tamang barmaeng, tamang skolah atau orang yang blom beta kanal. Biasa kalo tamang-tamang barmaeng deng skolah tu dong biasa pangel beta par baba raja sempe, karna dolo beta mama bikin sempe. Kalo orang yang

49 Hasil wawancara dengan Bpk. M. Silahooy, penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016 50 Hasil wawancara dengan Ny. E. Sahetapy, sebagai pengrajin sempe, 17 Mei 2016


(3)

76 balom beta kanal trus cari kanal bagitu bilang dari Ouw saja dong su

bilang sempe. Karna beta tau orang tua dolo-dolo seumuran beta bagini dong pahami batul bahwa sempe itu dari Ouw, tapi anak-anak sakarang jua dong seng tau sempe itu apa? Apalagi akang asal dari mana. Maka itu beta sangat kecewa bahwa katong pung budaya ni orang su mulai lupa

akang.51

Identitas secara umum dipahami sebagai tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui posisi siapa kita dan siapa mereka, siapa diri (self) dan siapa yang lain (others). Pada masyarakat Ambon-Lease52 negeri Ouw dikenal dengan istilah “Ouw negeri Sempe”, dikarenakan negeri

Ouw terkenal dengan budidaya pengrajin sempe.

Menurut ibu Josephina Saptteno, sempe sebagai kerajinan tangan yang memadukan campuran tanah dan pasir dalam proses pembuatannya, juga dalam sisi segi sosial kemasyarakatan merupakan perpaduan cara hidup masyarakat yang plural dan kompleks dalam tatanan hidup yang dinamis sehingga negeri ouw sangat bangga memakai sempe sebagai simbol identitas negeri.Lanjut beliau mengatakan bahwa

Kalau katong (kita) ingin memaknai sempe sebagai simbol identitas negeri, maka katong harus lihat sempe sebagai cerminan hidup masyarakat negeri Ouw. Dilihat dari bentuknya, maka sempe yang berbentuk bulat

memiliki arti sebagai hubungan “hidop (hidup) orang basudara yang seng

(tidak) pernah putus deng (dengan) abis” antara negeri Ouw dan negeri Seith

sebagai gandong”

Apabila dilihat dari cara pembuatan, campuran tanah dan pasir mengartikan bahwa dalam negeri ouw memiliki masyarakat yang berbeda-beda baik orang ouw asli maupun pendatang mempunyai sifat, pola pikir dan perilaku yang berbeda-beda juga namun hal itu dapat disatukan menjadi satu kesatuan masyarakat yang hidup

51 Hasil wawancara dengan Bpk. M. Silahooy, penulis sejarah negeri Ouw, 28 April 2016

52 Ambon-Lease mengacu pada empat pulau utama yang lebih kecil dalam wilayah Ambon: Ambon, Haruku, Saparua dan Nusalaut, dimana tiga pulau terakhir disebut Lease.


(4)

77

harmonis. Dari Pembentukan pola sempe dapat dimaknai bahwa setiap kehidupan masyarakat negeri Ouw mengalami pembentukan kehidupan ke arah yang lebih baik seperti seorang pengrajin yang membentuk sempe dari tanah dan pasir menjadi sebuah cetakan yang indah. Pembakaran sempe dimaknai sebagai suatu permasalahan yang muncul dalam tiap kehidupan masyarakat negeri Ouw yang harus dihadapi selayaknya sempe yang bertahan dalam panasnya bara api. Pengolesan dammar53 dapat dimaknai bahwa dari proses kehidupan yang dilalui oleh masyarakat negeri Ouw, jika mereka tetap tekun dan tetap sabar dalam menjalani setiap tantangan hidup, maka mereka akan mencapai keberhasilan. Seperti halnya sempe pada awalnya dicampur dengan campuran tanah dan pasir, dibentuk diatas mesin pelarik, dibakar didalam bara api hingga diolesi dengan batu dammar, akan menjadi sebuah hasil karya yang indah.54

Memiliki pemaknaan identitas sosial yang banyak memungkinkan timbulnya kombinasi pada tiap identitas tersebut. Ini terjadi karena tiap identitas sosial itu tidak bebas, melainkan berhubungan dekat pada tiap-tiapnya. Namun dari pemahaman masyarakat negeri Ouw memaknai sempe sebagai simbol identitas sosial, terlihat ada dua hal yang menonjol dan tidak bisa dipisahkan yakni sempe dimaknai sebagai identitas negeri sekaligus sebagai identitas persaudaraan gandong antara negeri Ouw dan negeri Seith.

Identitas negeri

Sempe dikatakan sebagai simbol identitas negeri, dikarenakan budaya yang melekat pada kehidupan masyarakat negeri Ouw itu sendiri. Dalam arti bahwa sempe

53 Bahan pelngkap pembuatan sempe, yang merupakan getah pohon yang menjadi fosil dalam tanah, perlu digali untuk mendapatkan batu dammar.


(5)

78

yang merupakan hasil kerajinan tangan asli Maluku, negeri Ouw adalah satu-satunya negeri yang masih menjaga dan melestarikan budaya tersebut, oleh karena itu Ouw negeri sempe nama atau julukan yang diberikan oleh masyarakat Ambon-Lease terhadap negeri Ouw. Berdasarkan pemahaman masyarakat negeri Ouw bahwa sempe merupakan warisan budaya dari leluhur dan sempe merupakan bagian dari kehidupan mereka karena budaya yang sudah turun-temurun yang menjadi jati diri bagi negeri Ouw hingga saaat ini.

Identitas persaudaraan

Ketika kita berbicara tentang sempe yang berasal dari negeri Ouw, kita tidak bisa melupakan asal-muasal sempe itu sendiri, berdasarkan kisah perpisahan adik-kakak yang merupaka cerita bersama negeri Ouw dan negeri Seith sebagai gandong. Tidak dapat dipungkiri bahwa sempe yang notabene hasil dari budaya gandong Ouw dan Seith. Oleh karena itu sempe memiliki arti tersendiri bagi kedua negeri, sebagai simbol persaudaraan. Bagi masyarakat negeri Ouw, sempe merupakan pemberian sang kakak gandong negeri Seith, dan sempe hingga saat ini masi dilestarikan bagaikan hubungan persaudaraan antara kedua negeri ini. Persaudaraan kedua negeri Ouw dan Seith tidak dapat diragukan lagi, di mana ketika kerusuhan Maluku yang terjadi pada 1999-2004, kedua negeri ini tetap menjaga tali persaudaraan gandong mereka, yang mana pada konflik kedua negeri saling membantu dan menyelamatkan gandong mereka. Pada tahun 2005 pasca konflik Maluku, negeri Ouw dan negeri Seith melakukan ritual panas gandong untuk menjaga tali persaudaraan mereka yang mulai renggang akibat kerusuhan yang berlangsung di negeri Ouw dengan membangun monumen perjanjian gandong yang berbentuk sempe.


(6)

79

Dari wawancara yang penulis lakukan di lapangan, maka ditemukan hal positif dan negatif dari budidaya sempe yang ada di negeri Ouw, yakni:

a. Hal positif: Peninggalan warisan budaya dari nenek moyang yang merupakan hasil dari budaya pela gandong antara negeri Ouw dan negeri Seith, terus dilestarikan dan ditekuni oleh masyarakat negeri Ouw walaupun sempe sudah mulai dilupakan oleh masyarakat luas.

b. Hal negatif; Tidak adanya pelatihan yang memadai untuk generasi muda, sehingga minat dan ketertarikan untuk membuat sempe menurun, dikarenakan banyaknya kaum muda-mudi merantau dan minimnya dana hingga tidak dilakukan pelatihan bagi generasi baru sehingga sampai saat ini sempe masih dikelola oleh kaum ibu, dan hanya diturunkan kepada anak atau keluarga para pengrajin itu sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan untuk sementara bahwa, sempe yang merupakan simbol identitas masyarakat negeri Ouw dimaknai sebagai warisan leluhur yang harus terus dijaga dan dilestarikan selayaknya masyarakat negeri Ouw dan negeri Seith menjaga hubungan tali gandong agar tetap utuh dan tidak pernah putus. Sempe merupakan budaya yang menjadi simbol tersendiri dan membedakkan negeri ouw dengan negeri lain serta menjadi sumber incom bagi masyarakat negeri Ouw.