Review Buku Pedoman Berteologi
Bab I “Mengapa Belajar Teologi”
Teologi adalah pengetahuan tentang Allah. Konsep atau bagaimana memandang Allah dalam
kehidupan akan mempengaruhi bagimana hidup seseorang akan berjalan. Sebagai orang Kristen, kita
seharusnya memiliki konsep teologis yang baik dan sesuai Alkitab, karena apa yang menjadi believe
system dan keyakinan seseorang akan mempengaruhi pola pikirannya, dan apa yang dipikirkan itulah yang
akan dikatakan ataupun dilakukannya hingga menjadi kebiasaan yang membentuk hidup kita. Teologi
menyangkut soal hidup yang akan membimbing kita menjalani hidup dan membawa kita untuk mengenal
siapakah Dia. Berbicara tentang teologi yang baik benar, maka Allah adalah jawaban dari semua itu. Allah
adalah teologi yang utama yang satu-satunya berbicara tentang diri-Nya tanpa kelemahan diri dan
kesalahmegertian. Semua teologi yang baik bersumber dari Dia, karena Allah adalah kebenaran, jalan dan
hidup. Maka dari itu teologi kita haruslah berpusat pada Allah, bagaimana kita sungguh hidup menikmati
Allah dan mengenal Allah, bukan sebatas pengetahuan, tetapi aplikasi. Pengenalan akan Allah adalah
proses seumur hidup, yaitu bahwa kita sedang berjalan dalam sebuah proses menuju suatu tujuan yaitu
kesempurnaan di dalam Dia. Melalui teologi dan bagaimana hidup kita sungguh menjadi ibadah yang
berkenan bagi Allah akan membawa kita pada pengenalan Allah, yaitu merespon panggilan-Nya.
Bab II “ Ciri Teologi dan Teologi yang Setia”
Teologi adalah tentang hidup, yaitu bagaimana hidup bagi Allah. Hidup dan teologi tidak dapat
dipisahkan, sebagaimana hidup yang benar sesuai kehendak Allah hanya dengan kita memiliki teologi
yang benar yang menjadi pondasi kita, dan teologi yang benar hanya karena kita mampu menghidupinya
dengan sungguh sebagai suatu proses spiritual sejati, bukan sekedar kognitif. Kualitas hidup kita adalah
bagaimana kita memandang Allah dalam hidup kita. Ketika hidup kita diperlengkapi dengan dengan
teologi yang benar, maka hidup kita pun benar, dan sebaliknya bahwa teologi dan hidup berbanding lurus.
Hidup membuat teologi bukan sekedar ilmu, tetapi membuat teologi menjadi hidup. Iman juga penting
dalam pertumbuhan teologi seseorang. Hanya karena karunia Allah membuat kita memiliki iman untuk
menerima dan meyakini Allah dalam hidup kita, tetapi iman tak mampu berjalan sendiri tanpa pengertian
akan Allah sendiri. Manusia dikaruniai akal budi untuk mengerti iman yang dipercayainya yaitu melalui
Alkitab. Sesuatu yang tak mungkin bila kiat mempercayai sesuatu yang kita tidak tahu, tetapi pengetahuan
yang kita miliki hanyalah karena dan dari Allah semata, dan itu menjadi keyakinan kita. Tetapi kembali
lagi, bahwa posisi akal budi haruslah menjadi sarana meningkatkan iman kepada Allah dan membawa kita
pada teologi yang benar, dan bukan karena rasio, kita membuat iman kita semakin berkurang bahkan
hilang. Baiklah rasio yang kita miliki sungguh membawa kita pada pengenalan Allah, meskipun karena
keberdosaan kita, kita tak mampu mengenal Allah sepenuhnya tetapi baiklah itu menjadi proses yang
membawa kita pada persekutuan dengan Allah. Proses itu hendaknya melibatkan seluruh aspek hidup kita,
dalam berpikir, berkata, bertindak, dan aktivitas apapun yang kita lakukan. Bagaimana kita belajar untuk
menjadikan hidup kita adalah persekutuan yang sungguh dengan Allah. Belajar menjadikan setiap proses
hidup kita adalah doa, yaitu selalu merasakan hadirat-Nya. Oleh karena itu, kita perlu belajar tentang
teologi yang benar dan membawanya dalam doa kita dan mendoakan proses kita dalam belajar.
Semakin kita belajar, semakin kita sadar bahwa kita sebenarnya tak tahu apa-apa. Begitupun
dengan teologi. Belajar teologi hendaknya membawa kita pada sikap rendah hati seperti anak kecil yang
haus akan susu, sebagaimana kita sungguh rindu datang kehadirat Tuhan sebagai seseorang yang lemah,
berdosa, dan tak tahu apa-apa. Dalam kelemahan kita itulah sehingga kita perlu Allah yang sempurna, yang
mampu menutupi kelemahan kita. Karena kejatuhan manusia ke dalam dola membuat desain Allah dalam
diri kita rusak, dan membuat kita mengikuti desain dunia, seperti kesombongan. Kesombongan membuat
kita menutupi keberdosaan kita dan membuat Allah semakin jauh. Kita kadang tak menyadari itu dan
membuat kita larut di dalamnya, tetapi baiklah melalui kita belajar, kita sadar bahwa ada Tuhan yang
melebihi apapun dan kepada Dialah sumber pertobatan sejati. Teologi akan tumbuh ketika kita hidup
dalam gereja, di mana kita akan belajar bersama. Dari kominitas ada tradisi yang hidup dari generasi ke
generasi dan bagaimana tradisi itu akan mempengaruhi kita. Kita seharusnya terlibat dalam komunitas
yang berada di bawah firmah Allah sehingga kita dapat berdiri di atas dasar yang kokoh. Alkitab adalah
dasar semua ini, bahwa Alkitab menjadi subjek bagi pembacanya yang akan membaca hidup pembaca itu
sendiri, sehingga melalui membaca Alkitablah kita tahu kemana harus melangkah, apa yang harus
dilakukan, seperti apa, dan bagaimana melakukannya. Alkitab menjadi tolak ukur kita, karena merupakan
penyingkapan Allah sendiri dan itu cukup untuk membawa kita sungguh hidup di dalam Dia.
Melalui buku ini, saya belajar bahwa teologi tidak sebatas saya “tahu tentang” Allah, tetapi teologi
adalah bagaimana saya hidup bagi Allah dan berjalan dalam proses spiritual yang benar dengan iman dan
akal. Ketika menoleh ke belakang, melihat hidupku, maka aku sadar, kadang aku tidak lebih sebuah sekam
yang terbang ke mana angin membawanya, tanpa tujuan. Saya tahu tentang Allah, membaca Alkitab, tetapi
hanya sebatas kognitif saya saja. Hidup, ya sekarang aku hidup, tanpa sadar bahwa hanya karena kasihNya saya ada menikmati alam ciptaan Tuhan dan hidup bersosialisasi. Saya pun tidak harus ada, tidak
harus diciptakan, tetapi Tuhan memberikan anugerah terbesarnya bagi saya dan membuat saya berharga.
Tetapi apa respon saya? Tidak ada. Bahkan untuk mengucap syukur pun kadang sangat sulit. Dari buku
sini saya belajar masuk dalam sebuah perenungan teologi, bahwa apakah saya telah melakukan apa yang
Tuhan ingin aku lakukan. Dan akau bersyukur buat semua ini, bahwa ini adalah suatu kesempatan bagi
saya untuk hidup kepada Dia.
Teologi adalah pengetahuan tentang Allah. Konsep atau bagaimana memandang Allah dalam
kehidupan akan mempengaruhi bagimana hidup seseorang akan berjalan. Sebagai orang Kristen, kita
seharusnya memiliki konsep teologis yang baik dan sesuai Alkitab, karena apa yang menjadi believe
system dan keyakinan seseorang akan mempengaruhi pola pikirannya, dan apa yang dipikirkan itulah yang
akan dikatakan ataupun dilakukannya hingga menjadi kebiasaan yang membentuk hidup kita. Teologi
menyangkut soal hidup yang akan membimbing kita menjalani hidup dan membawa kita untuk mengenal
siapakah Dia. Berbicara tentang teologi yang baik benar, maka Allah adalah jawaban dari semua itu. Allah
adalah teologi yang utama yang satu-satunya berbicara tentang diri-Nya tanpa kelemahan diri dan
kesalahmegertian. Semua teologi yang baik bersumber dari Dia, karena Allah adalah kebenaran, jalan dan
hidup. Maka dari itu teologi kita haruslah berpusat pada Allah, bagaimana kita sungguh hidup menikmati
Allah dan mengenal Allah, bukan sebatas pengetahuan, tetapi aplikasi. Pengenalan akan Allah adalah
proses seumur hidup, yaitu bahwa kita sedang berjalan dalam sebuah proses menuju suatu tujuan yaitu
kesempurnaan di dalam Dia. Melalui teologi dan bagaimana hidup kita sungguh menjadi ibadah yang
berkenan bagi Allah akan membawa kita pada pengenalan Allah, yaitu merespon panggilan-Nya.
Bab II “ Ciri Teologi dan Teologi yang Setia”
Teologi adalah tentang hidup, yaitu bagaimana hidup bagi Allah. Hidup dan teologi tidak dapat
dipisahkan, sebagaimana hidup yang benar sesuai kehendak Allah hanya dengan kita memiliki teologi
yang benar yang menjadi pondasi kita, dan teologi yang benar hanya karena kita mampu menghidupinya
dengan sungguh sebagai suatu proses spiritual sejati, bukan sekedar kognitif. Kualitas hidup kita adalah
bagaimana kita memandang Allah dalam hidup kita. Ketika hidup kita diperlengkapi dengan dengan
teologi yang benar, maka hidup kita pun benar, dan sebaliknya bahwa teologi dan hidup berbanding lurus.
Hidup membuat teologi bukan sekedar ilmu, tetapi membuat teologi menjadi hidup. Iman juga penting
dalam pertumbuhan teologi seseorang. Hanya karena karunia Allah membuat kita memiliki iman untuk
menerima dan meyakini Allah dalam hidup kita, tetapi iman tak mampu berjalan sendiri tanpa pengertian
akan Allah sendiri. Manusia dikaruniai akal budi untuk mengerti iman yang dipercayainya yaitu melalui
Alkitab. Sesuatu yang tak mungkin bila kiat mempercayai sesuatu yang kita tidak tahu, tetapi pengetahuan
yang kita miliki hanyalah karena dan dari Allah semata, dan itu menjadi keyakinan kita. Tetapi kembali
lagi, bahwa posisi akal budi haruslah menjadi sarana meningkatkan iman kepada Allah dan membawa kita
pada teologi yang benar, dan bukan karena rasio, kita membuat iman kita semakin berkurang bahkan
hilang. Baiklah rasio yang kita miliki sungguh membawa kita pada pengenalan Allah, meskipun karena
keberdosaan kita, kita tak mampu mengenal Allah sepenuhnya tetapi baiklah itu menjadi proses yang
membawa kita pada persekutuan dengan Allah. Proses itu hendaknya melibatkan seluruh aspek hidup kita,
dalam berpikir, berkata, bertindak, dan aktivitas apapun yang kita lakukan. Bagaimana kita belajar untuk
menjadikan hidup kita adalah persekutuan yang sungguh dengan Allah. Belajar menjadikan setiap proses
hidup kita adalah doa, yaitu selalu merasakan hadirat-Nya. Oleh karena itu, kita perlu belajar tentang
teologi yang benar dan membawanya dalam doa kita dan mendoakan proses kita dalam belajar.
Semakin kita belajar, semakin kita sadar bahwa kita sebenarnya tak tahu apa-apa. Begitupun
dengan teologi. Belajar teologi hendaknya membawa kita pada sikap rendah hati seperti anak kecil yang
haus akan susu, sebagaimana kita sungguh rindu datang kehadirat Tuhan sebagai seseorang yang lemah,
berdosa, dan tak tahu apa-apa. Dalam kelemahan kita itulah sehingga kita perlu Allah yang sempurna, yang
mampu menutupi kelemahan kita. Karena kejatuhan manusia ke dalam dola membuat desain Allah dalam
diri kita rusak, dan membuat kita mengikuti desain dunia, seperti kesombongan. Kesombongan membuat
kita menutupi keberdosaan kita dan membuat Allah semakin jauh. Kita kadang tak menyadari itu dan
membuat kita larut di dalamnya, tetapi baiklah melalui kita belajar, kita sadar bahwa ada Tuhan yang
melebihi apapun dan kepada Dialah sumber pertobatan sejati. Teologi akan tumbuh ketika kita hidup
dalam gereja, di mana kita akan belajar bersama. Dari kominitas ada tradisi yang hidup dari generasi ke
generasi dan bagaimana tradisi itu akan mempengaruhi kita. Kita seharusnya terlibat dalam komunitas
yang berada di bawah firmah Allah sehingga kita dapat berdiri di atas dasar yang kokoh. Alkitab adalah
dasar semua ini, bahwa Alkitab menjadi subjek bagi pembacanya yang akan membaca hidup pembaca itu
sendiri, sehingga melalui membaca Alkitablah kita tahu kemana harus melangkah, apa yang harus
dilakukan, seperti apa, dan bagaimana melakukannya. Alkitab menjadi tolak ukur kita, karena merupakan
penyingkapan Allah sendiri dan itu cukup untuk membawa kita sungguh hidup di dalam Dia.
Melalui buku ini, saya belajar bahwa teologi tidak sebatas saya “tahu tentang” Allah, tetapi teologi
adalah bagaimana saya hidup bagi Allah dan berjalan dalam proses spiritual yang benar dengan iman dan
akal. Ketika menoleh ke belakang, melihat hidupku, maka aku sadar, kadang aku tidak lebih sebuah sekam
yang terbang ke mana angin membawanya, tanpa tujuan. Saya tahu tentang Allah, membaca Alkitab, tetapi
hanya sebatas kognitif saya saja. Hidup, ya sekarang aku hidup, tanpa sadar bahwa hanya karena kasihNya saya ada menikmati alam ciptaan Tuhan dan hidup bersosialisasi. Saya pun tidak harus ada, tidak
harus diciptakan, tetapi Tuhan memberikan anugerah terbesarnya bagi saya dan membuat saya berharga.
Tetapi apa respon saya? Tidak ada. Bahkan untuk mengucap syukur pun kadang sangat sulit. Dari buku
sini saya belajar masuk dalam sebuah perenungan teologi, bahwa apakah saya telah melakukan apa yang
Tuhan ingin aku lakukan. Dan akau bersyukur buat semua ini, bahwa ini adalah suatu kesempatan bagi
saya untuk hidup kepada Dia.