IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI DALAM PENYUSUNAN RAPBD DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI DALAM PENYUSUNAN RAPBD DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

SEPTIA ANGGRAINI

Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini adalah penyusunan RAPBD Kota Bandar Lampung memenuhi prinsip transparansi atau keterbukaan sebagai perwujudan dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), tetapi ada kecenderungan bahwa masyarakat masih kurang mendapatkan informasi mengenai transparansi penyusunan perencanaan keuangan daerah tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Prinsip Transparansi dalam Penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi Prinsip Transparansi dalam Penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung adalah: (1) Penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh pemerintah dilaksanakan dengan Program Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Jaring Asmara) dan media massa (2) Tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD, yaitu melalui Protokoler dan mengadakan konfirmasi pada Bagian Humas DPRD Kota


(2)

Terakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan RAPBD, yaitu anggaran bersumber dari rakyat dan menjadi instrumen penting dalam menggerakkan roda pembangunan.


(3)

IMPLEMENTATION OF TRANSPARENCY PRINCIPLES IN PREPARING BUDGET AND REVENUE OF

BANDAR LAMPUNG CITY

By

SEPTIA ANGGRAINI

The problem of this research is preparing Budget and Revenue of Bandar Lampung City applied by principles of transparency as a manifestation of good governance, but there is a tendency that people still lack the transparency of information regarding the preparation of the financial planning Budget and Revenue.

The purpose of this study was to determine the implementation of transparency principles in preparing Budget and Revenue of Bandar Lampung City. This type of research used in this study was a qualitative descriptive.

The results of this research indicate that implementation of transparency principles in preparing Budget and Revenue of Bandar Lampung City are: (1) Dissemination of information regarding the preparation of proposed budget by the government implemented a Community Aspiration Adoption Program and media (2) Availability of public rights of access to information about draft the local budget, through the Protocol and public Relations Section held a confirmation at Legislative of Bandar


(4)

of local budget, the budget comes from the people and become an important instrument in moving the wheels of development.


(5)

A. Latar Belakang

Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Salah satu yang cukup penting dalam proses perubahan ini adalah soal ketatapemerintahan (governance), yang menyangkut hasrat besar reformasi untuk memberantas korupsi, mafia peradilan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Good Governance kini telah menjadi wacana yang populer di tengah masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara, yang dalam pelaksanaaannya perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, perlu dilaksanakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, sebagian kekuasaan Presiden diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Suatu daerah akan dapat menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri jika memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai.


(6)

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Dengan kata lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.

Keuangan daerah memiliki posisi yang amat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana dinyatakan bahwa pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan, pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

Pemerintah daerah harus mampu menggali seluruh potensi yang dimilikinya untuk kemudian dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat di daerahnya. Rencana penggalian sumber-sumber keuangan dan bagaimana mengelola keuangan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada, yang akan dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah pada umumnya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Penerapan prinsip-prinsip good governancetentunnya membawa paradigma baru perencanaan keuangan daerah dan APBD yang dilatar belakangi oleh meningkatnya tuntutan masyarakat di era reformasi terhadap pelayanan publik yang ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan responsif. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar


(7)

mencerminkan kepentingan dan pengharapan dari masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif.Asas umum pengelolaan keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Pemerintahan yang mengedepankan prinsipgood governance mengandung makna bahwa semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Dengan demikian anggaran dalam setiap proses mulai dari penyusunan, pembahasan dan impelementasi maupun evaluasinya tidak pernah lepas dari konteks relasi politik. Meski demikian seringkali yang relasi politik tersebut belum mengartikulasi dan mengakomodasi kepentingan masyarakat ke dalam anggaran, bahkan yang terjadi justru semakin menjauh dari kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengambil posisi dan bersikap terhadap setiap kebijakan pemerintah termasuk kebijakan anggaran.

Penerapan prinsip good governance dalam penyusunan RAPBD memungkinkan keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran memiliki dampak yang luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang kalangan tertentu dari masyarakat yang terpinggirkan karena


(8)

sumberdaya ekonomi dan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan kurang memiliki akses untuk terlibat dalam proses penyusunan kebijakan politik termasuk penyusunan APBD. Sebagai sebuah produk politik, anggaran merefleksikan relasi politik antara aktor yang berkepentingan terhadap alokasi sumber daya, dengan pemerintah sebagai pemegang otoritas untuk melaksanakan fungsi alokasi. Relasi kekuasaan tersebut berpengaruh terhadap bentuk kebijakan yang dilahirkan berikut konsekuensi anggarannya

Prinsip tranparansi (transparancy) dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mengandung makna bahwa penyusunan perencanaan anggaran daearah harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi. Berbagai proses, kelembagaan dan informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Proses penyusunan rencana anggaran daerah harus disediakan dalam bentuk yang memadai dan mudah dimengerti. Para pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan untuk memiliki pertanggung jawaban kepada publik.

Semua komponen dalam pemerintahan daerah terutama pada level yang berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat dan pengambilan keputusan yang memiliki implikasi pada setiap aktivitas sosial, politik dan ekonomi serta berbagai aktivitas lainnya harus menerapkan akuntabilitas publik. Semua aktivitas tersebut dalam pelaksanaannya menggunakan dana yang pada hakekatnya bersumber dari masyarakat hendaknya dapat melakukan optimalisasi belanja. Penggunaan anggaran harus dilakukan secara efektif dan efisien serta disajikan


(9)

secara logis dan transparan dalam pelaporannya, sehingga masyarakat mendapatkan petunjuk seberapa besar anggaran yang dialokasikan dapat menunjang proses peningkatan kesejahteraan kehidupan mereka.

Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini adalah penyusunan RAPBD Kota Bandar Lampung memenuhi prinsip transparansi atau keterbukaan sebagai perwujudan dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), tetapi ada kecenderungan bahwa masyarakat masih kurang mendapatkan informasi mengenai transparansi penyusunan perencanaan keuangan daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Thoha (2000: 14), bahwa permasalahan yang dihadapi dalam hal pengelolaan anggaran daerah di era otonomi daerah adalah masyarakat luas relatif merasa kesulitan untuk mendapatkan akses informasi mengenai penyusunan anggaran, sehingga berkembang anggapan bahwa pengelolaan anggaran merupakan kewenangan dari pemerintah daerah dan DPRD, padahal semestinya tidak demikian, sebab otonomi daerah harus mencerminkan adanya keterbukaan dalam hal penyusunan dan pengelolaan anggaran publik.

Berdasarkan hasil prariset pada DPRD Kota Bandar Lampung dengan melakukan wawancara kepada dengan Bapak Wiyadi,S.P., selaku Anggota Komisi A DPRD Kota Bandar Lampung, maka diketahui bahwa DPRD sebenarnya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat baik perseorangan maupn kelembagaan, untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan RAPBD. Secara teknis, penampungan aspirasi masyarakat tersebut dilaksanakan melalui:

a. Protokoler DPRD, upaya menampung aspirasi masyarakat dalam hal ini, dilakukan dengan cara masyarakat atau organisasi yang mewakili masyarakat


(10)

datang ke Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung dengan terlebih dahulu mengadakan konfirmasi dengan Bagian Humas dan Protol DPRD. Bagian Humas dan Protol DPRD inilah yang kemudian mengatur jadwal penyelenggaraan protokoler dan penerimaan tamu dewan. Sesuai dengan jadwal inilah maka masyarakat atau organisasi yang mewakili masyarakat melakukan pertemuan dengan anggota DPRD untuk menyampaikan secara langsung aspirasi dan saran yang akan mereka sampaikan kepada DPRD. b. Melalui Sub Bagian Humas dan Dokumentasi DPRD

Upaya menampung aspirasi masyarakat dalam hal ini, dilakukan pelaksanaan tugas Sub Bagian Humas pada Sekretariat DPRD. Sub Bagian ini memiliki tugas menampung aspirasi dan pendapat umum untuk disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam rangka mengambil kebijakan DPRD.

Bapak Wiyadi,S.P., menambahkan bahwa partisipasi masyarakat dalam penyusunan RAPB dapat dikatakan masih minim, hal ini dapat disebabkan karena masyarakat tidak terbiasa untuk menyampaikan pendapat kepada DPRD secara formil dan dapat pula disebabkan karena masyarakat tidak tahu secara pasti prosedur penyampaian pendapat dalam proses penyusunan RAPBD. Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan melaksanakan penelitian dan menuangkannya ke dalam skripsi yang berjudul: ”Implementasi Prinsip Transparansi dalam Penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah Implementasi Prinsip Transparansi dalam Penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung?”


(11)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Prinsip Transparansi dalam Penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan Ilmu Pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan kajian mengenai implementasi prinsip transparansi dalam penyusunan RAPBD sebagai wujud pelaksanaangood governance.

2. Secara praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait dalam mengimplementasikan prinsip transparansi dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai anggaran publik. Selain itu diharapkan berguna bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan kajian mengenai good governance pada masa-masa yang akan datang.


(12)

A. Implementasi

Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle dalam Wahab, 2001: 59). Oleh sebab itu tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan

Kebijakan publik selalu mengandung setidaknya tiga komponen dasar, yaitu tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut (Wibawa, 2002: 15). Di dalam “cara” terkandung beberapa komponen kebijakan yang lain, yakni siapa implementatornya, jumlah dan sumber dana, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dan sistem manajemen dilaksanakan, serta kinerja kebijakan diukur. Di dalam cara inilah komponen tujuan yang luas dan sasaran yang spesifik diperjelas kemudian diintepretasikan. Cara ini biasa disebut implementasi, yaitu sebagai tindakan yang dilakukan oleh publik maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan keputusan kedalam kegiatan operasional, serta mencapai perubahan seperti yang dirumuskan oleh keputusan kebijakan.


(13)

Pandangan lain mengenai implementasi kebijakan dikemukakan oleh William dan Elmore sebagaimana dikutip Fadillah (2001: 139), bahwa implementasi kebijakan adalag keseluruhan dari kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan. Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyata-nyata terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan negara, baik itu usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa. Intinya implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dari suatu kebijakan atau program.

Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri target group, melainkan menyangkut lingkaran kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap dampak baik yang diharapkan (intended) maupun dampak yang tidak diharapkan (spillover/negatif effects).

Menurut Hogwood dan Gunn (Wahab, 2001: 71-81), untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan, antara lain: kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan/Instansi pelaksana; tersedia waktu dan sumber daya; keterpaduan sumber daya yang diperlukan; implementasi didasarkan pada hubungan kausalitas yang handal;


(14)

hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubung; hubungan ketergantungan harus dapat diminimalkan; kesamaan persepsi dan kesepakatan terhadap tujuan; tugas-tugas diperinci dan diurutkan secara sistematis; komunikasi dan koordinasi yang baik; Pihak-pihak yang berwenang dapat menuntut kepatuhan pihak lain.

Sementara menurut Fadillah (2001: 141), peran penting dari analisis implementasi kebijakan negara ialah mengidentifikasikan berbagai aspek yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada proses implementasi. Untuk dapat meng-implementasikan kebijakan atau program secara sempurna tidaklah sesederhana yang dibayangkan, akan tetapi masih dihadapkan pada berbagai kesukaran-kesukaran seperti kesukaran-kesukaran teknis, perilaku kelompok sasaran, kejelasan alokasi sumber daya, koordinasi, kondisi ekonomi, politik dan sosial.

B. Good Governance

Menurut Meutia Gani dan Rochman (2000: 7), Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka


(15)

Menurut Sedarmayanti (2006: 12), istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan negara sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahan di mana pemerintah melakukan interaksi dengan sektor swasta dan masyarakat.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2000: 6), good governance adalah sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektifdengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sector swasta dan masyarakat (society). Pada tataran ini, good governance berorientasi pada dua hal pokok, yakni: Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Pada tataran ini, good governance mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya, seperti legitimacy, accountability, scuring of human right, autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Dalam konteks ini, good governance tergantung pada pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administratif berfungsi secara efektif dan efisien.


(16)

Menurut Keban (2000: 52), konsepgood governancememiliki antara lain: 1) Demokrasi, desentralisasi dan peningkatan kemampuan pemerintah;

2) Hormat terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku;

3) Partisipasi rakyat;

4) Efisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintah dan administrasi publik;

5) Pengurangan anggaran militer;

6) Tata ekonomi yang berorientasi pasar.

Menurut Thoha (2000: 13-14), good governance memiliki beberpa karakteristik, yaitu sebagai berikut:

1. Participation; Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun secara intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar keabsahan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2. Rule of Law; Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.

3. Transparancy; Transparansi dibangun atas dasar keabsahan arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.

4. Responsive; Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.


(17)

5. Consensus Orientation; Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

6. Equity; Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

7. Effectiveness and effeciency; Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

8. Accountability; Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat(civil society)bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

9. Strategic vision; Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Sementara itu menurut Keban (2000: 52), beberapa ciri good governance meliputi:

1. Kemampuan, yaitu kemampuan yang cukup untuk melaksanakan kebijakan dan fungsi-fungsi pemerintah, termasuk sistem administrasi publik efektif dan responsif;

2. Akuntabilitas dalam kegiatan pemerintah dan transparan dalam pengambilan keputusan;


(18)

3. Partisipasi dalam proses demokrasi, dengan memanfaatkan sumber informasi dari publik dan dari swasta

4. Perhatian terhadap pemerataan dan kemiskinan;

5. Komitmen terhadap kebijakan ekonomi yang berorientasi kepada pasar.

Nilai yang terkandung dari pengertian beserta karakteristik good governance tersebut merupakan nilai-nilai universal dan karenanya diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Kondisi semacam ini perlu adanya akuntabilitas dan tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas.

Wujudgood governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid yang bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang positif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Sebagai fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi, maka prosedur dan metode pembuatan keputusan harus transparan agar supaya memungkinkan terjadinya partisipasi efektif. Kondisi semacam ini mensyaratkan bagi siapa saja yang terlibat dalam pembuatan keputusan, baik itu pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat, harus bertanggung jawab kepada publik serta kepada institusi stakeholders. Selain itu, institusi governance harus efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, memberikan fasilitas dan peluang ketimbang melakukan kontrol serta melaksanakan peraturan perundang-undanganan yang berlaku.


(19)

C. Prinsip Transparansi

Menurut Keban (2000: 51), transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.

Transparansi menuntut usaha kongkrit dari pemerintah untuk membuka dan menyebarluaskan informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Dengan kata lain transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Beberapa dasar hukum yang menjamin prinsip-prinsip transparansi dalam penyusunan anggaran adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 3 ayat (4) menjelaskan bahwa asas penyelenggaraan negara adalah keterbukaan. Kemudian di Pasal 9 dijelaskan bahwa peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara diwujudkan dalam bnetuk hak mencari dan memperoleh informasi, serta hak menyampaikan saran dan pendapat terhadap kebijakan penyelenggaraan negara.


(20)

2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1) ditegaskan bahwa keuangan negara dikelola secara transparan. Pengelolaan keuangan negara yang transparan akan membuka ruang terdistribusinya anggaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. 3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembuatan Peraturan

Perundang-Undangan, Pasal 5 huruf g menyatakan bahwa Pembentukan Undang-Undang menganut asas keterbukaan. Dengan asas keterbukaan maka akan membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembentukan undang, sehingga dapat melahirkan produk undang-undang yang lebih berpihak kepada masyarakat.

4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa keuangan daerah dikelola secara transparan dan akuntabel. Dalam Pasal 137 butir g juga disebutkan bahwa pembentukan Peraturan Daerah (Perda) menganut asas keterbukaan, dan Pasal 178 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa pengelolaan barang daerah dilaksanakan secara transparan.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara, Pasal 2 ayat (1) huruf (a) menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 4 secara tegas menerangkan bahwa keuangan daerah dikelola secara trasnparan.


(21)

7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolan Keuangan Daerah, Pasal 4 ayat (7) menjelaskan bahwa keuangan daerah dikelola secara transparan berdasarkan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

Transparansi dalam penyusunan RAPBD mengandung makna adanya informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat yang meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.

Menurut Meutia Gani dan Rochman (2000: 7), transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan dan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Prinsip ini memiliki dua aspek, yaitu (1) penyebarluasan informasi mengenai keuangan publik oleh pemerintah, (2) tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi, (3) adanya forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai keuangan publik (4) akomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan anggaran publik. Hal-hal tersebut menuntut pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya, sebagai titik awal yang baik dari pelaksanaan transparansi.


(22)

Berdasarkankan uraian di atas maka unsur-unsur transparansi yang digunakan dalam kajian penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Adanya penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh pemerintah. Penyebarluasan informasi dalam hal ini pemerintah menggunakan berbagai saluran berupa media cetak, media elektronik dan bagian hubungan masyarakat pemerintahan bahwa akan dilaksanakan proses penyusunan RAPBD, sehingga masyarakat luas mengetahui hal tersebut.

2) Tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD. Dalam hal ini adanya jaminan dan kepastian bahwa masyarakat memiliki hak untuk dapat mengakses informasi mengenai anggaran publik yang akan disusun, karena pada dasarnya APBD yang nantinya dihasilkan merupakan anggaran milik rakyat sehingga konsekuensinya adalah rakyat memiliki hak penuh untuk mengakses informasi mengenai anggaran tersebut. 3) Diciptakannya suatu forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat

untuk menyampaikan informasi mengenai mengenai penyusunan RAPBD. Pemerintah dan DPRD hendaknya menciptakan suatu forum bagi publik untuk menampung masukan dan pendapat masyarakat mengenai perencanaan anggaran yang akan disusun. Berdasarkan informasi tersebut maka para pengambil kebijakan dapat menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan anggaran publik.

4) Terakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan RAPBD. Maknanya adalah penyusunan anggaran publik harus memenuhi unsur pemenuhan kebutuhan publik, sehingga penyusunannya harus mampu


(23)

mengakomodasi informasi, masukan dan saran yang disampaikan oleh publik sebagai tanggungjawab untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas.

D. Anggaran Daerah

1. Arti Penting Anggaran Daerah

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah untuk mengukur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan “self supporting” dalam bidang keuangan. Dengan kata lain faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Secara realistis, praktek penyelenggaraan pemerintah daerah selama ini menunjukkan tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari program kerja yang ada dalam keuangan daerah cenderung merupakan arahan dari pemerintah pusat sehingga besarnya alokasi dana rutin dan pembangunan daerah belum didasarkan pada standard analisa belanja tetapi dengan menggunakan pendekatan tawar menawar inkremental atauincremental bargaining approach(Halim, 2001)

Dalam perspektif desentralisasi, pemerintah daerah sebaiknya memainkan peran dalam penyusunan anggaran sebagai berikut:

a. Menetapkan prioritas anggaran berdasarkan kebutuhan penduduknya, bukan berdasarkan perintah penyeragaman dari pemerintah nasional;

b. Mengatur keuangan daerah termasuk pengaturan tingkat dan level pajak dan pengeluaran yang memenuhi standard kebutuhan publik di wilayahnya;


(24)

c. Menyediakan pelayanan dan servis pajak sebagaimana yang diinginkan oleh publik dan kepentingan daerah masing-masing;

d. Mempertimbangkan dengan seksama keuntungan sosial dari setiap program dan rencana pembangunan, bukan hanya kepentingan konstituen tertentu; e. Menggunakan daya dan kekuatan secara independen dalam mewujudkan dan

menstimulasikan konsep pembangunan ekonomi;

f. Memfokuskan agenda dan penetapan program ekonomi dalam anggaran yang mendukung kestabilan pertumbuhan dan penyediaan lapangan kerja di daerah; g. Menentukan batas kenormalan pengeluaran sesuai dengan kebutuhan daerah; h. Mencari dan menciptakan sumber-sumber pendapatan daerah sehingga

mengurangi ketergantungan pada subsidi nasional (Baswir, 2002)

Perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah sebagai upaya pemberdayaan pemerintah daerah adalah:

a. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dan DPRD dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah;

b. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran daerah pada khususnya;

c. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran seperti DPRD, kepala daerah, sekretaris daerah dan perangkat daerah lainnya;


(25)

d. Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas;

e. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, kepala daerah dan pegawai negeri sipil daerah baik rasio maupun dasar pertimbangannya;

f. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi tahunan;

g. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional; h. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran

akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik;

i. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah;

j. Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi sehingga memudahkan pelaporan, pengendalian dan mempermudah mendapat informasi (Mardiasmo, 2003: 54)

2. Fungsi Anggaran Daerah

Fungsi anggaran daerah dalam proses pembangunan di daerah adalah :

a. Instrumen politik. Anggaran daerah adalah salah satu instrument formal yang menghubungkan eksekutif daerah dengan tuntutan dan kebutuhan publik yang diwakili oleh legislatif daerah.


(26)

b. Instrumen kebijakan fiskal (fiscal tool). Dengan mengubah prioritas dan besar alokasi dana, anggaran daerah dapat digunakan untuk mendorong, memberi fasilitas dan mengkoordinasi kegiatan ekonomi masyarakat guna mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.

c. Instrumen perencanaan (planning tool). Di dalam anggaran daerah disebutkan tujuan yang ingin dicapai, biaya dan hasil yang diharapkan dari setiap kegiatan dimasing-masing unit kerja.

d. Instrumen pengendalian (control tool). Anggaran daerah berisi rencana penerimaan dan pengeluaran secara rinci setiap unit kerja. Hal ini dilakukan agar unit kerja tidak mengalokasikan anggaran pada bidang yang lain.

Secara umum anggaran pemerintah harus mencerminkan empat fungsi yaitu : a. Anggaran digunakan untuk menentukan prioritas kebijakan pembangunan

melalui pemberian alokasi dana pada prioritas tersebut

b. Anggaran mencerminkan rencana detail dari pendapatan dan pengeluaran di mana satuan kerja dapat malaksanakannya secara baik

c. Anggaran digunakan untuk stabilisasi sosio-ekonomi dan merangsang pertumbuhan ekonomi

d. Anggaran menetapkan tujuan, biaya dan kinerja hasil yang diharapkan dari setiap pegeluaran pemerintah

Fungsi anggaran secara umum paling tidak mencerminkan lima hal yaitu:

a. Anggaran daerah mencerminkan rencana secara detail mengenai pendapatan dan pengeluaran daerah


(27)

c. Anggaran daerah digunakan untuk menentukan prioritas kebijakan pembangunan. Dengan adanya skala prioritas anggaran dapat mengubah besarnya alokasi dana yang digunakan untuk melakukan kebutuhan yang mendesak

d. Anggaran daerah sebagai stabilitas ekonomi ddan merangsang pertumbuhan ekonomi

e. Anggaran daerah sebagai alat komunikasi kepada publik. Hal ini mencerminkan adanya transparansi dan akuntabilitas kepada publik

Anggaran sangat penting sebagai alat pengendalian manajemen yang harus mampu menjamin bahwa pemerintah mempunyai cukup uang untuk melakukan kewajibannya pada masyarakat. Dia menyediakan informasi dan memungkinkan legslatif meyakini bahwa rencana kerja pemerintah dilaksanakan secara efisien, terhindar dari pemborosan dan kemungkinan adanya penyelewengan.

E. Norma dan Prinsip Anggaran Daerah

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran berikut ini.

a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab. Setiap dana yang diperoleh, penggunaannya harus dapat dipertanggung jawabkan. b. Disiplin Anggaran

APBD disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan


(28)

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Keadilan Anggaran

Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat. Untuk itu, pemerintah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. d. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang diprogramkan.

e. Format Anggaran

Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran surplus atau defisit (surplus deficit budget format). Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadi surplus atau defisit anggaran. Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedangkan bila terjadi defisit dapat ditutupi antara lain melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

World Bank memperinci prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan adalah:


(29)

a. Komprehensif dan disiplin

Anggaran daerah adalah satu-satunya mekanisme yang akan menjamin terciptanya disiplin pengambilan keputusan, karenanya anggaran daerah harus disususun secara komprehensif yaitu menggunakan pendekatan yang holistic dalam suatu diagnosa permasalahan yang dihadapi, keterkaitan antar masalah yang muncul, evalusi kapasitas kelembagaan dan mencari cara-cara terbaik untuk memecahkannya.

b. Fleksibilitas

Sampai tingkat tertentu pemerintah daerah harus diberi diskresi yang memadai sesuai dengan ketersediaan informasi-informasi relevan yang dimilikinya. Arahan dari pusat memang harus ada tetapi harus diterapkan secara hati-hati, dalam arti tidak sampai mematikan inisiatif dan prakarsa daerah.

c. Terprediksi

Kebijakan yang terprediksi adalah faktor penting dalam peningkatan kualitas implementasi anggaran daerah

d. Kejujuran

Kejujuran tidak hanya menyangkut moral dan etika manusia tetapi juga menyangkut keberadan proyeksi penerimaan dan pengeluaran.

e. Informasi

Informasi adalah basis dari kejujuran dan proses pengambilan keputusan yang baik, karenanya pelaporan yang teratur tentang biaya, out put, dampak suatu kebijakan sangat penting.


(30)

f. Transparan dan akuntabilitas

Transparansi mensyaratkan bahwa perumusan kebijakan memiliki pengetahuan tentang permasalahan dan informasi yang relevan sebelum kebijakan dijalankan (Mardiasmo, 2003: 57).

E. Proses Penyusunan RAPBD

APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (Modul Manajemen Keuangan Daerah, 2007). Adapun penjelasannya secara terperinci adalah sebagai berikut: 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Hal-hal yang harus termuat dalam RKPD adalah:

a) Rancangan kerangka ekonomi daerah

b) Proritas pembangunan dan kewajiban daerah (mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan)


(31)

c) Rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

d) Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. Tata cara penyusunannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

2. Kebijakan Umum APBD (KUA)

Kepala daerah menyusun rancangan kebijakan umum APBD berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD tersebut memuat:

a) Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

b) Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan. c) Teknis penyusunan APBD

d) Hal-hal khusus lainnya

Dalam menyusun rancangan kebijakan umum APBD, kepala daerah dibantu oleh tim anggaran pemerintah daerah yang dikoordinasi oleh sekretaris daerah dan disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni. Rancangan kebijakan umum APBD disampaikan kepala daerah kepada DPRD untuk dibahas paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan Kebijakan Umum APBD yang


(32)

telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi kebijakan umum APBD paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.

3. Prioritas dan Plafon Anggaran

Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan PPAS dengan tahapan sebagai berikut:

a) Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan b) Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan.

c) Menyusun plafon anggaran untuk masing-masing program.

Kepala daerah menyampaikan rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi prioritas dan plafon anggaran (PPA) paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. Kebijakan umum APBD dan PPA yang telah disepakati masing-masing dituangkan ke dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD (Modul Manajemen Keuangan Daerah, 2007)

G. Kerangka Pikir

Keuangan daerah memiliki posisi yang amat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana dinyatakan bahwa pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang


(33)

cukup untuk memberikan pelayanan, pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

Sesuai dengan tuntutan good governance anggaran maka proses penyusunan RAPBD harus memenuhi unsure transparansi anggaran. Transparansi dalam hal ini merupakan adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan dan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Dalam konteks penyusunan RAPBD Prinsip ini memiliki beberapa aspek, yaitu (1) Adanya penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh pemerintah (2) Tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD (30 Diciptakannya suatu forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai mengenai penyusunan RAPBD. (4) Terakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan RAPBD.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi prinsip transparansi dalam penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung, sebagaimana dapat dilihat pada bagan kerangka pikir berikut:


(34)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Implementasi Prinsip Transparansi

1) Adanya penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh pemerintah

2) Tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD

3) Diciptakannya suatu forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai mengenai penyusunan RAPBD.

4) Terakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan RAPBD

Tersusunnya RAPBD Proses Penyusunan RAPBD oleh Pemerintah Kota dan DPRD Kota


(35)

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (2002: 61), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai berbagai data dan fakta yang diteliti. Menurut Bugdon dan Taylor dalam Moleong (2005: 5-6), pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi atau perhitungan lainnya.

B. Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2005; 93), masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus penelitian. Fokus penelitian ini adalah implementasi prinsip transparansi dalam penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung, dengan bahasan yaitu sebagai berikut:


(36)

1) Adanya penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh pemerintah. Penyebarluasan informasi dalam hal ini pemerintah menggunakan berbagai saluran berupa media cetak, media elektronik dan bagian hubungan masyarakat pemerintahan bahwa akan dilaksanakan proses penyusunan RAPBD, sehingga masyarakat luas mengetahui hal tersebut.

2) Tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD. Dalam hal ini adanya jaminan dan kepastian bahwa masyarakat memiliki hak untuk dapat mengakses informasi mengenai anggaran publik yang akan disusun, karena pada dasarnya APBD yang nantinya dihasilkan merupakan anggaran milik rakyat sehingga konsekuensinya adalah rakyat memiliki hak penuh untuk mengakses informasi mengenai anggaran tersebut. 3) Diciptakannya suatu forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat

untuk menyampaikan informasi mengenai mengenai penyusunan RAPBD. Pemerintah dan DPRD hendaknya menciptakan suatu forum bagi publik untuk menampung masukan dan pendapat masyarakat mengenai perencanaan anggaran yang akan disusun. Berdasarkan informasi tersebut maka para pengambil kebijakan dapat menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan anggaran publik.

4) Terakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan RAPBD. Maknanya adalah penyusunan anggaran publik harus memenuhi unsur pemenuhan kebutuhan publik, sehingga penyusunannya harus mampu mengakomodasi informasi, masukan dan saran yang disampaikan oleh publik sebagai tanggungjawab untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas.


(37)

C. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya. Dalam penelitian ini informan peneliti dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan informan secara tidak acak, tetapi dengan pertimbangan dan kriteria tertentu, yaitu sebagai berikut:

1) Informan merupakan subyek telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menadi sasaran atau perhatian peneliti dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi mengenai suatu yang ditanya peneliti.

2) Informan merupakan subyek yang masih trika secara penuh aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran dan perhatian peneliti.

3) Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka informan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wilson, S.E., M.M (Kepala Bidang Anggaran Badan Pemeriksa Keuangan Asset Daerah/BPKAD Kota Bandar Lampung)

2. Riska Julaidi, S.E., M.M (Kasubid Anggaran Badan Pemeriksa Keuangan Asset Daerah/BPKAD Kota Bandar Lampung)


(38)

3. Febrilia Sastramega, S.Pmt (Kepala Subbagian Anggaran DPRD Kota Bandar Lampung)

4. Haiti Nirwana, B.Sc. (Kepala Subbagian Perundangan DPRD Kota Bandar Lampung)

5. Ali Imran, S.E. dan Sri Sulastri, A.Md. (Perwakilan Masyarakat/Aktivis LSM Pussbik Bandar Lampung)

D. Jenis Data

Jenis data penelitian ini meliputi:

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber atau lokasi penelitian, yaitu dengan melakukan wawancar kepada informan.

2. Data Sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Wawancara, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data melalui percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian dan dilakukan menggunakan pedoman wawancara. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan adalah melakukan wawancara pada informan penelitian yang terdiri dari pihak Panitia Anggaran pada Pemerintah Kota Bandar Lampung dan pihak Badan Anggaran pada DPRD Kota Bandar Lampung, serta dua orang perwakilan masyarakat.


(39)

2. Dokumentasi, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari informasi dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan adalah mencari data mengenai Kedudukan, Tugas dan Wewenang, Hak dan Kewajiban, Visi dan Misi serta Susunan Organisasi dan Uraian Tugas Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan mengatur catatan lapangan, dan bahan lainnya yang ditemukan di lapangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yang berpijak dari data yang didapat dari hasil wawancara serta hasil dokumentasi, melalui tahapan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan dituangkan ke dalam bentuk laporan selanjutnya direduksi, dirangkum, difokuskan pada hal-hal penting. Dicari tema dan polanya disusun secara sistematis. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada tahap reduksi data adalah memilih dan merangkum data dari hasil wawancara dan dokumentasi yang sesuai dengan fokus penelitian.

2. Penyajian Data (Display Data)

Untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan membuat bermacam matriks, grafik, jaringan, dan bagian atau bisa pula dalam bentuk naratif saja. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada tahap display data adalah menyajikan data secara naratif,


(40)

yaitu menceritakan hasil wawancara ke dalam bentuk kalimat dan disajikan pada Bab V skripsi ini.

3. Mengambil Kesimpulan atau Verifikasi Data.

Peneliti berusahan mencari arti, pola, tema, yang penjelasan alur sebab akibat, dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlangsung, dalam hal ini dengan cara penambahan data baru. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan disajikan pada Bab VI skripsi ini.


(41)

A. Identitas Informan

Informan penelitian ini terdiri dari pihak Panitia Anggaran pada Pemerintah Kota Bandar Lampung dan pihak Badan Anggaran pada DPRD Kota Bandar Lampung, serta perwakilan masyarakat di Kota Bandar Lampung, dengan deskripsi sebagai berikut:

1. Nama : Wilson, S.E., M.M Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan : Magister Manajemen

Jabatan : Kepala Bidang Anggaran Badan Pemeriksa Keuangan Asset Daerah (BPKAD)

Instansi : Pemerintah Kota Bandar Lampung

2. Nama : Riska Julaidi, S.E., M.M Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan : Magister Manajemen

Jabatan : Kasubid Anggaran Badan Pemeriksa Keuangan Asset Daerah (BPKAD)


(42)

3. Nama : Febrilia Sastramega, S.Pmt Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sarjana Pemerintahan Jabatan : Kepala Subbagian Anggaran Instansi : DPRD Kota Bandar Lampung

4. Nama : Haiti Nirwana, B.Sc. Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Diploma III Keuangan

Jabatan : Kepala Subbagian Perundangan Instansi : DPRD Kota Bandar Lampung

5. Nama : Ali Imran, S.E. Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan : Sarjana Ekonomi Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Perwakilan Masyarakat

6. Nama : Sri Sulastri, A.Md. Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Diploma III Pekerjaan : Wiraswasta


(43)

B. Implementasi Prinsip Transparansi Dalam Penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung

Implementasi prinsip transparansi dalam penyusunan RAPBD di Kota Bandar Lampung dalam penelitian ini meliputi adanya penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh pemerintah, tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD, diciptakannya suatu forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai mengenai penyusunan RAPBD dan terakomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan RAPBD.

1. Adanya Penyebarluasan Informasi Mengenai Penyusunan RAPBD oleh Pemerintah

Adanya penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh pemerintah. Penyebarluasan informasi dalam hal ini pemerintah menggunakan berbagai saluran berupa media cetak, media elektronik dan bagian hubungan masyarakat pemerintahan bahwa akan dilaksanakan proses penyusunan RAPBD, sehingga masyarakat luas mengetahui hal tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Riska Julaidi selaku Kepala Sub Bidang Anggaran BPKAD Pemerintah Kota Bandar Lampung maka diketahui:

“Pemerintah Kota Bandar menyebarluaskan informasi mengenai penyusunan RAPBD melalui berbagai saluran berupa media cetak, media elektronik dan bagian hubungan masyarakat pemerintahan sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, bertanggung jawab dan mampu memenuhi harapan masyarakat dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk dalam bidang anggaran publik” (Hasil wawancara, Selasa 29 November 2011. Pukul 13.30 - 14.30 WIB).


(44)

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa penyebarluasan informasi mengenai penyusunan RAPBD oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung merupakan konsekuensi dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal 1 Ayat (2) menyatakan bahwa Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Informasi mengenai penyusunann RAPBD dalam hal ini merupakan salah informasi publik, karena menyangkut keuangan daerah yang pada dasarnya adalah milik publik di era otonomi daerah.

Sehubungan dengan hal tersebut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengubah sistem pemerintahan di daerah dengan penguatan sistem desentralisasi (otonomi daerah). Perubahan ini merupakan implementasi Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Implikasinya adalah daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri. Kewenangan daerah mencakup seluruh kewenangan dalam bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter fiskal nasional dan agama yang diatur dalam ketentuan Pasal 10 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Secara spesifik urusan wajib yang menjadi


(45)

kewenangan daerah diatur dalam ketentuan Pasal 13 dan 14, yang telah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat Peraturan Perundang-Undangan.

Menurut Wilson selaku Kepala Bidang Anggaran, maka diketahui bahwa:

“Pemerintah Kota Bandar Lampung berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam pembangunan di segala bidang. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, baik melalui administrator pemerintah pembangunan, serta pelayanan pada masyarakat sekaligus sebagai upaya peningkatan stabilitas politik dan kesatuan bangsa” (Hasil wawancara, Selasa 29 November 2011. Pukul 13.30 - 14.30 WIB).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab merupakan amanat yang mesti dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh Pemerintah Daerah. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, Pemerintah Kota Bandar Lampung melaksanakan beberapa prinsip seperti keterbukaan, yang dilaksanakan dengan upaya menumbuhkan iklim yang kondusif bagi terlaksananya asas desentralisasi dan transparansi, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, seperti hak-hak untuk hidup layak, hak-hak akan rasa aman dan nyaman, persamaan kedudukan dalam hukum, dan lain-lain, memberikan informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.


(46)

Prinsip transparasi anggaran dilaksanakan dengan mengupayakan prosedur dan mekanisme kerja yang jelas, tepat dan benar, yang diatur dalam perundang-undangan, dengan mengutamakan pelayanan masyarakat, mempertanggung jawabkan hasil kerja, terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum dan memberikan sanksi yang tegas bagi aparat yang melanggar hukum. Prinsip profesionalitas dilaksanakan dengan mengupayakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki profesionalitas dan kapabilitas yang memadai, netral serta didukung dengan etika dan moral sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, menumbuh kembangkan kemampuan kompetensi dan kode etik sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, memodernisasi administrasi negara dengan mengaplikasikan teknologi telekomunikasi dan informatika yang tepat guna.

Menurut Keterangan Wilson, selaku Kepala Bidang Anggaran Pemerintah Kota Bandar Lampung Pemerintah Kota Bandar Lampung:

“Sehubungan dengan penyebarluasan informasi tersebut pemerintah berupaya semaksimal mungkin mewujudkan pemerintahan yang baik kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah yang profesional, produktif, efektif, efisien, transparan dan akuntabel dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat”(Hasil wawancara, Selasa 29 November 2011. Pukul 13.30 - 14.30 WIB).

Penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan penyusunan RAPBD oleh pemerintah Kota Bandar Lampung dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Program Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Jaring Asmara).

Upaya menyosialisasikan Proses penyusunan RAPBD kepada masyarakat luas, Pemerintah Kota Bandar Lampung juga menempuh upaya dalam menjaring aspirasi dan partisipasi masyarakat luas dengan menyelenggarakan


(47)

Program Penjaringan Aspirasi Masyarakat (Jaring Asmara). Selama tahun 2010 telah diselenggarakan dua kali Program Jaring Asmara yaitu pada bulan Februari dan Maret 2010. Progam ini dilakukan untuk menjaring aspirasi masyarakat di seluruh kecamatan di Kota Bandar Lampung terkait dengan penyusunan RAPBD.

b. Penggunaan Media Massa

Pemerintah Kota Bandar Lampung menyebar luaskan informasi mengenai Penyusunan RAPBD pada surat kabar dan radio. Upaya ini ditempuh dengan tujuan agar informasi mengenai penyusunan RAPBD dapat diterima masyarakat secara luas dan masyarakat dapat merespon serta memberikan aspirasi mereka kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung. Surat kabar yang digunakan dalam penyampaian RAPBD ini adalah Harian Radar Lampung dan Lampung Post, sementara itu media radio yang digunakan adalah RRI Bandar Lampung. Materi yang disampaikan adalah pos-pos anggaran belanja rutin dan belanja pegawai dalam RAPBD Kota Bandar Lampung.

Menurut penjelasan Ali Imron selaku perwakilan masyarakat maka diperoleh penjelasan sebagai berikut:

“Dalam era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, maka transparansi mengenai anggaran sangat diharapkan dari pemerintah daerah maupun DPRD sebagai wujud dari pertanggungjawaban publik. Pemerintah dan DPRD harus transparan dalam hal anggaran, karena pada dasarnya anggaran adalah milik rakyat” (Hasil wawancara, Senin 21 November 2011. Pukul 10.00 - 11.00 WIB).

Penjelasan perwakilan masyarakat tersebut pada dasarnya menunjukkan tuntutan masyarakat akan suatu sistem pemerintahan yang baik (good governance), yaitu


(48)

sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam kerangka otonomi daerah. Hal ini sesuai dengan maksud pemberian otonomi daerah adalah untuk pembangunan dalam arti luas yang meliputi segala aspek kehidupan masyarakat, di mana dalam pelaksanaannya diharapkan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, potensi serta keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut penjelasan Sri Sulastri selaku perwakilan masyarakat maka diperoleh penjelasan sebagai berikut:

“Keterbukaan anggaran oleh pemerintah daerah merupakan langkah yang tepat, mengingat sudah sekian lama masyarakat selalu dihadapkan pada anggaran yang tertutup, apalagi sekarang sudah zamannya keterbukaan dan transparansi” (Hasil wawancara, Senin 21 November 2011. Pukul 10.00 - 11.00 WIB).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dianalisis bahwa penyebaran luasan informasi yang berkaitan dengan penyusunan RAPBD merupakan suatu perwujudan transparansi, yaitu prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.

Transparansi menuntut usaha kongkrit dari pemerintah untuk membuka dan menyebarluaskan informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Dengan kata lain transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil


(49)

oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

2. Tersedianya Hak Masyarakat Terhadap Akses Informasi Mengenai Penyusunan RAPBD

Tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD maknanya adalah adanya jaminan dan kepastian bahwa masyarakat memiliki hak untuk dapat mengakses informasi mengenai anggaran publik yang akan disusun, karena pada dasarnya APBD yang nantinya dihasilkan merupakan anggaran milik rakyat sehingga konsekuensinya adalah rakyat memiliki hak penuh untuk mengakses informasi mengenai anggaran tersebut.

Menurut keterangan Febrilia Sastramega selaku Kepala Subbagian Anggaran DPRD Kota Bandar Lampung, maka diketahui:

Penerapan prinsip transparansi dalam proses penyusunan APBD Kota Bandar Lampung berdasarkan konteks good governance memungkinkan keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan anggaran, karena pada dasarnya anggaran tersebut adalah milik publik yang harus dipertanggung jawabkan secara optimal (Hasil wawancara, Rabu 30 November 2011. Pukul 11.00 - 12.00 WIB).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa anggaran memiliki dampak yang luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang kalangan tertentu dari masyarakat yang terpinggirkan karena sumberdaya ekonomi dan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan kurang memiliki akses untuk terlibat dalam proses penyusunan kebijakan politik termasuk penyusunan APBD. Sebagai sebuah produk politik, anggaran merefleksikan relasi politik antara aktor yang berkepentingan terhadap alokasi sumber daya, dengan pemerintah sebagai


(50)

pemegang otoritas untuk melaksanakan fungsi alokasi. Relasi kekuasaan tersebut berpengaruh terhadap bentuk kebijakan yang dilahirkan berikut konsekuensi anggarannya.

Asas keterbukaan terdapat dalam negara demokrasi. Hal ini mengandung makna bahwa pemerintahan negara tetap di bawah kontrol masyarakat, salah satunya adalah melalui keterbukaan (publicity) dalam pengambilan keputusan. Keterbukaan dalam pengambilan keputusan merupakan suatu keharusan, karena pemerintah bertindak demi dan atas nama seluruh masyarakat, maka seluruh masyarakat berhak untuk mengetahui apa yang dilakukannya. Bukan saja berhak mengetahui, juga berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Hakikat pentingnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran adalah: a) Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik

dalam menciptakan suatugood governance.

b) Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik.

c) Meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif.

d) Efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan publik dapat dihemat.

Tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi mengenai penyusunan RAPBD dalam hal ini berupa adanya hak masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyunanan RAPBD yang difasilitasi oleh DPRD Kota Bandar Lampung, melalui bagian Humas dan Protokol.


(51)

Pendapat di atas sesuai dengan Pasal 139 Ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah juga terdapat ketentuan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Penjelasan Pasal 139 Ayat (1) menjelaskan bahwa hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam penyusunan RAPBD merupakan hak masyarakat, yang dapat dilakukan baik dalam tahap penyiapan maupun tahap pembahasan. Dalam konteks hak asasi manusia, setiap hak pada masyarakat menimbulkan kewajiban pada pemerintah, sehingga haruslah jelas pengaturan mengenai kewajiban Pemerintahan Daerah untuk memenuhi hak atas partisipasi masyarakat dalam penyusunan RAPBD tersebut.

Secara teknis, pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam penyusunan RAPBD dapat dilakukan dengan memberikan masukan-masukan atau pendapat-pendapat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum atau rapat-rapat lainnya yang sejenis, memberikan masukan-masukan kepada anggota DPRD pada saat melakukan kunjungan kerja dan mengikuti seminar-seminar atau kegiatan yang sejenis dalam rangka melakukan pengkajian atau menindaklanjuti berbagai penelitian untuk menyiapkan suatu Rancangan APBD.

Menurut keterangan Febrilia Sastramega selaku Kepala Subbagian Anggaran DPRD Kota Bandar Lampung, maka diketahui:

Penampungan aspirasi masyarakat dalam Proses Penyusunan APBD ini, dilaksanakan melalui Protokoler DPRD Kota Bandar Lampung. Masyarakat atau organisasi yang mewakili masyarakat datang ke Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung dengan terlebih dahulu mengadakan konfirmasi dengan Bagian Humas dan Protol DPRD (Hasil wawancara, Rabu 30 November 2011. Pukul 11.00 - 12.00 WIB).


(52)

Berdasarkan aspirasi masyarakat tersebut maka Bagian Humas dan Protol DPRD kemudian mengatur jadwal penyelenggaraan protokoler dan penerimaan tamu dewan. Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, maka masyarakat atau organisasi yang mewakili masyarakat melakukan pertemuan dengan anggota DPRD untuk menyampaikan secara langsung aspirasi dan saran yang akan mereka sampaikan kepada DPRD.

Penjelasan di atas sesai dengan salah satu fungsi DPRD yaitu menetapkan kebijakan anggaran, Peraturan Perundang-Undangan memberi kewenangan kepada DPRD untuk ikut menetapkan atau merumuskan kebijaksanaan daerah dalam menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama dengan Walikota Bandar Lampung. Pelaksanaannya mulai dari perumusan rancangan naskah APBD, perubahan APBD atau perhitungan APBD. Pada hakekatnya penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan penyusunan program kerja pemerintah daerah, artiinya bahwa tanpa adanya anggaran maka pemerintah daerah tidak akan mampu melaksanakan atau menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Untuk dapat melaksanakan fungsi anggaran yang dimiliki oleh DPRD, maka dibentuk suatu badan yang dikenal dengan Panitia Anggaran DPRD dengan tugas sebagaimana yang telah diuraikan pada bab terdahulu. Pembahasan anggaran pada tahap pertama dilakukan oleh panitia anggaran untuk dipelajari. Pendapat dan pandangan-pandangan panitia anggaran diserahkan kepada komisi-komisi untuk dibahas. Selain rapat komisi, diadakan rapat fraksi untuk membahas rencana anggaran dari aspek politiknya.


(53)

Anggota-anggota DPRD pada pembahasan tersebut dapat mengambil sikap menerima atau mengamanden bagian-bagian tertentu dalam APBD, mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu hal yang amat penting, terutama bagi terlaksananya kebijakan umum pemerintah daerah. Pentingnya anggaran ini dapat dilihat dati fungsinya, yakni:

1) Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat.

2) Merupakan sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

3) Memberi isi dan arti pada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan Kepala daerah pada khususnya, mengingat anggaran ini menggambarkan seluruh kebijakan pemerintah.

4) Merupakan sarana untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dengan cara yang paling mudah dan berdaya guna.

5) Merupakan suatu pemberian kuas kepada pimpinan eksekutif di dalam batas kewenangannya.

Menurut penjelasan Haiti Nirwana, selaku Kepala Subbagian Perundangan maka diperoleh penjelasan:

Prinsip transparansi anggaran ini sesuai dengan salah satu fungsi DPRD di bidang anggaran, yaitu menyusun anggaran yang sesuai dengan kepentingan masyarakat, sebab DPRD pada dasarnya adalah perwakilan masyarakat (Hasil wawancara, Rabu 30 November 2011. Pukul 11.00 -12.00 WIB).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tersebut di atas sejalan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna


(54)

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, daerah mempunyai hak, wewenang dan kewajiban untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka daerah harus membiayai sendiri kehidupan otonomi.

Fungsi anggaran dalam konteks DPRD Kota Bandar Lampung merupakan salah satu tugas, hak dan kewenangan yang dilaksanakan secara khusus oleh panitia anggaran, maka dapatlah dikatakan bahwa badan ini lebih berfungsi sebagai pembentuk legitimasi bagi kepentingan eksekutif untuk kelancaran tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam bidang anggaran. Dalam hal ini DPRD banyak memberikan kontribusi atau amandemen yang sipatnya prinsipil terhadap rancangan yang diajukan oleh pemerintah setiap tahun.

Sehubungan dengan hal tersebut maka Wilson, selaku Kepala Bidang Anggaran Pemerintah Kota Bandar Lampung Pemerintah Kota Bandar Lampung menyatakan bahwa:

“Pemerintah Kota Bandar Lampung berupaya semaksimal mungkin mewujudkan pemerintahan yang baik kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah yang profesional, produktif, efektif, efisien, transparan dan akuntabel dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.” (Hasil wawancara, Selasa 29 November 2011. Pukul 13.30 - 14.30 WIB).

Berdasarkan penjelasan di atas maka strategi yang ditempuh untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan adalah dengan mengembangkan


(55)

kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam rangka penyelenggaraan publik adalah sebagai berikut:

a) Ketersediaan peraturan yang memberikan jaminan bagi kegiatan usaha

b) Kesediaan masyarakat untuk berkorban jika ada kegiatan usaha baru yang membutuhkan partisipasi masyarakat

c) Kesanggupan pihak swasta untuk menciptakan kesempatan kerja yang bersifat lokal, dan memenuhi kewajibannya untuk kepentingan umum, seperti pajak. d) Informasi dan komunikasi agar dapat menciptakan iklim yang mendorong

tumbuhnya interaksi timbal balik yang positif dan meningkatkan kualitas peranan serta partisipasi masyarakat.

Menurut penjelasan Ali Imron sebagai perwakilan masyarakat maka diperoleh penjelasan:

“Masyarakat pada dasarnya mengharapkan hak-hak untuk memperoleh informasi mengenai anggaran publik dalam perancangan RAPBD ini dapat dipenuhi oleh Pemerintah dan DPRD Kota Bandar Lampung, jika hal ini terwujud maka dapat dikatakan anggaran tersebut benar-benar memihak pada kepentingan masyarakat” (Hasil wawancara, Senin 21 November 2011. Pukul 10.00 - 11.00 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Riska Julaidi selaku Kepala Sub Bidang Anggaran BPKAD Pemerintah Kota Bandar Lampung maka diketahui:

“Penerapan prinsip transparansi bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung, alasan dalam proses penyusunan RAPBD Kota Bandar Lampung adalah untuk memaksimalkan profesionalisme kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah” (Hasil wawancara, Selasa 29 November 2011. Pukul 13.30 - 14.30 WIB).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah tersebut maka dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,


(56)

kepala daerah perlu dibantu oleh perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah. Hal ini selaras dengan Pasal 128 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Susunan dan Pengendalian Organisasi Perangkat Daerah dilakukan dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

Perangkat daerah kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan daerah mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas pokok organisasi perangkat daerah. Rincian tugas, fungsi, dan tata kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota.


(57)

Menurut penjelasan Sri Sulastri sebagai perwakilan masyarakat maka diperoleh keterangan:

“Kami sebagai bagian dari masyarakat Kota Bandar Lampung sangat mengharapkan kinerja yang baik dari Pemerintah dan DPRD Kota untuk menyusun anggaran yang mewakili kepentingan masyarakat” (Hasil wawancara, Senin 21 November 2011. Pukul 10.00 - 11.00 WIB).

Terkait dengan hal tersebut maka Pemerintah Kota Bandar Lampung berupaya menciptakan kinerja aparatur pemerintahan Kota Bandar Lampung yang profesional dan bertanggung jawab yang dilakukan dengan melakukan optimalisasi dan efisiensi keuangan daerah, yang bertujuan untuk pengalokasian anggaran keuangan daerah yang efisien dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembangunan, terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang efisien dan efektif. Pengalokasian anggaran SKPD sesuai dengan kebutuhan dan program prioritas berdasarkan asas manfaat, kewajaran dan kepatutan. Kegiatan yang dilakukan adalah mengarahkan dan mematangkan jadwal pembahasan anggaran SKPD, mengarahkan pembahasan anggaran masing-masing SKPD berdasarkan urutan program prioritas, mengarahkan dan menetapkan jadwal sosialisasi, menunda/menghapus kegiatan-kegiatan yang kurang tepat sasaran, mengevaluasi anggaran SKPD, mengendalikan anggaran pembangunan SKPD dan mengawasi pelaksanaan penyerapan anggaran SKPD

Pemerintah Kota Bandar Lampung juga melaksanakan sistem koordinasi yang efektif antara SKPD maupun lembaga/instansi lainnya, yang bertujuan untuk menciptakan sistem koordinasi yang efektif antar SKPD maupun instansi lainnya, mewujudkan kesamaan persepsi dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pembinaan masyarakat, meningkatkan koordinasi yang efektif


(1)

SAN WACANA

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Implementasi Prinsip Transparansi Dalam Penyusunan RAPBD Dikota Bandar Lampung” (Studi pada Pemerintahan Kota Bandar Lampung dan DPRD Kota Bandar Lampung). Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemeritahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang tentunya sepenuh hati meluangkan waktu dengan ikhlas memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

2. Bapak Drs. Hi. Aman Toto Dwijono, M.H selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dan sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberikan dan membantu penulis dalam proses perkuliahan.

3. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah banyak membantu dan memberikan masukan kepada penulis baik dalam perkuliahan


(2)

penentuan judul skripsi hingga penyelesaian skripsi ini. Dan Selaku Dosen penguji dan pembahas yang telah memberikan kritik, saran serta masukan yang sifatnya membangun dalam penyelesaian skripsi ini. (My Best Lecture) 4. Bapak Drs. Yana Ekana P.S, M.Si selaku Pembimbing yang telah banyak

memberikan meluangkan waktunya dan dengan sabar memberikan bimbingan serta masukan dan saran kepada penulis selama proses bimbingan skripsi sampai menyelesaikan skripsi ini. (My Idol Lecture)

5. Seluruh dosen, staf administrasi, penjaga ruang baca dan karyawan FISIP Unila, terima kasih atas jasa-jasa kalian penulis dapat menyelesaikan studi. 6. Teristimewa kepada kedua orangtuaku ”ayah Ipda Hamdani dan”Mamah

Sri Lestari Yang selalu bekerja keras untuk meyekolahkan aku sampai sarjana, menyayangiku, mengupayakan semua yang terbaik buat anak mu ini. Terkadang ketika aku membicarakan orang tua sangat sensitif di hati, dan bisa membuat tetesan air mata, seperti saat aku mengetik persembahan ini. “mah” “yah” akhirnya anggi lulus juga, sekarang anggi udah jadi sarjana. Insya Allah untuk kedepannya anggi akan membalas semua yang mamah dan ayah berikan kepada anggi. Walaupun tidak semuanya akan mungkin terbalas. Tp setidaknya sekarng ini anggi bisa sedikit membahgiakan kalian. I love u mamah dan ayah. (orang tua ku yang sangat aku cinta dan sayang) .

7. Kakakku tersayang Briptu iin testyani S.Pd, Ahmad Ervan Firlani dan Denny Achmad Yani,terimaksih atas semua yang kalian berikan kepadaku, terutama sumbangan materinya hehe... Buat kakakku deni semoga bisa menyelesaikan kuliahnya, karna bekerja dan pendidikan harus balance.


(3)

Mbak iparku eka yulia, teteh eka is the best deh pokonya, Adikku, Bripda Lantif Aulia Firdaus terima kasih ya adikku selalu direpotkan. Semoga bisa melanjutkan ke sarjana, biar cepet naek pangkatnya heee dan buat kakakRio Wijaya Saputrathankss bgtss

8. Buat G.R Fisip Pemerintahan 2007 (Ansega Putri Kunang “ega”, Rosalia Dyah Woro “woro”, A. Ryandra Marvian ‘ryan” gk tau lagi harus berucap apa pada kanue kanue dr start sampe finish kalian selalu bersama ku... walaupun akuh riset berdiri tegar sendiri hikshiks..., biarpun kadang si Ega pulkam (hikhuks) Woro kerja (huhuu) Riyan bnyak dusta nya (ahhaha) tp kalian pokokeh t.o.p bg.t. terlalu bnyk kenangan dan cerita bingung mau mulainya dr mana kadang kalian buat aku seneng, kadang juga buat ku esmosion hahha tp itu lah bertemen bnyk wrn wrninya hee,,sekalian buat pengikut G.R, hahha. Hasbullah,Iklil,Melki kalian juga banyak membantu aku dalam proses skripsi..

BuatCindy Nadiya Kartika: hahahhaaaaaa bnyak hal gila yg gw lakuin dg lu ndi,, inget gk lg kita cari makan siang? skripsi dan berkas berkas gue ketinggalan di parkiran,,, huksshukss

9. Buat Hervina, A.Md Rika Susilawati,A.Md, Rika Nur Santi,A.Md, Marissa, Selviana A.F, Ainun Ade Murti, A.md.. Huiiihuii kalian adalah orang yang selalu bertanya “kapan wisuda” “aduhh lama bngt sii gk lulus lulus” haha... aku sudah sarjana kawan kawan tersayanggg heeh

10. Buat, Ners. Dinda Fitria S.Kepselalu kasih semngat adikmu ini *kiss*.

11. Buat sahabat konsultasiku Fairuz S.E. oh my god... *speachless* thnk u very much semngat terdahsyattt yg kamu kasih ke aku,,, hee


(4)

12. Buat Andre Yanuar Rene S.H terima kasih biarpun km gk prnh sedikit pun sentuh skripsi aku, tp aku terimaksih atas semua doa yang diberikan ke aku hingga aku tetap berdiri tegar sendiri menyelesaikan skripsi ini . >_<

13. Buat Dani Iskandar Yusuf S.IP terimakasih .. semua hal dari yg terkecil sampe terbesar kamu sering bantuin aku..

14. Buat Derry Desxar A.MD ... der, thnk u ya pencarian buku buat pengajuan judul kamu semua yang beliin bukunya hihii.. bnyak ngerepotin terus ya hehe 15.Buat D’bungzue and the gank hahhaa thnk u, atas kebersamaannya semoga

persahabatan kita kekal. (Bripda Dian Novita Sari alias (Cionk), Okta Tri Maharizki Brenhard S.E, Elyuda, Omek, M.irwan Prasetyo S.H oh iya buat Sisca S.E dan Elsha(gelar farmsi) kita balapan terus kayanya mau jd sarjana hahhahaa

16. Buat temen2 ku “kuuuncup mekar” (Fairuz S.E,Viona Atika Ransun,Hellen Faradikha A.Md Maulidia Umar, Raissa Nurani S.IP, Tika Apriyana,Ririh Dahlia A.Md)miss u bertubi tubi akhirnya aku bisa nyusul kalian heheheee 17. Buat Double Lovee (Ners.Dinda Fitria S.Kep, Restika Pisca Rini S.H , Rika

Nursanti A.Md , Devi Wulandari S.E, Paramitha Cornissa S.E , Anissa Budi Lestari S.E you’re my best friend

18. Buat keluarga besar event organizer petpro production (teteh maya, aa, jack, ijunk, nandaaaa, deri) thanks

19. Buat mbak penjagaperpus ruang baca yang cantik manis berkerudung, “mbak Nur Marlena A.MD” thanks ya mbak selalu di repotkan mengenai buku buku hhee


(5)

20. Thanks,, Buat temen2 sepenungguan gedung D hheee, Majahari Septiani Siregar S.IP, Netylia Desiana S.IP, Dede S.IP, Muhalis S.IP....

21. Buat seluruh teman teman ilmu pemerintahan angkatan tahun 2007. Thank u very much...

22. Buat kantor notaris ibu Eltie Yunani SH, M.Kn tempat aku bekerja sekarang ini. Terima kasih atas pengertiannya untuk menuju ujian skripsi,,

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat untuk kita semua. Amin...

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di Universitas Lampung maupun di Perguruan Tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari ada penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Februari 2012 Yang Membuat Pernyataan

SEPTIA ANGGRAINI NPM. 0746021067