Analisis Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon pada Jalur Hijau Studi kasus : Tujuh Jalur Hijau Jalan di Lima Kecamatan Kota Pematang Siantar

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 jenis tanaman per
jalur hijau

No

1. Jalur Ahmad Yani
Jenis

1

Tanjung (Mimusops elengi)

120

20063,32

29,679

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

13,652

2

Mahoni (Swietenia mahagoni)

43

308570,6705

456,466

209,974

770,604

3

Glodokan (Polyalthea longifolia)


26

2404,549

3,556

1,636

6,004

4

Palem raja (Roystonea regia)

32

21597,59

31,948


14,696

53,934

5

Petai cina (Leucaena leucocephala)

1

444,3553

0,656

0,302

1,108

No


2. Jalur Sutomo
Jenis

Jumlah

Biomassa
(Kg/L.jalur)

Biomassa
(Ton/Ha)

Serapan
Karbon
(TonC/Ha)
50,104

Jumlah

Biomassa
(Kg/L.jalur)


Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

Serapan
Karbon
(TonC/Ha)

1

Tanjung (Mimusops elengi)

27

16444,04


24,915

11,461

42,061

2

Palem raja (Roystonea regia)

6

2371,197

3,592

1,652

6,063


3

Glodokan (Polyalthea longifolia)

6

592,9576

0,898

0,413

1,516

No

3. Jalur Merdeka
Jenis

Jumlah


Biomassa
(Kg/L.jalur)

Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

Serapan
Karbon
(TonC/Ha)

1

Palem raja (Roystonea regia)

14


5311,655

7,588

3,490

12,808

2

Tanjung (Mimusops elengi)

21

4607,7

6,583

3,028


11,113

4. Jalur D.I. Panjaitan

Universitas Sumatera Utara

No

Jenis

Jumlah

Biomassa
(Kg/L.jalur)

Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan

Karbon
(TonC/Ha)

Serapan
Karbon
(TonC/Ha)

1

Glodokan (Polyalthea longifolia)

4

544,79

1,514

0,696

2,554

2

Tanjung (Mimusops elengi)

2

2401,696

6,672

4,003

14,691

3

Mahoni (Swietenia mahagoni)

28

42033,76

116,761

53,71

197,116

4

Palem raja (Roystonea regia)

3

5985,631

16,628

7,649

28,072

5

Kerai payung (Filicium decipiens)

6

7696,103

21,378

9,834

36,091

Jumlah

Biomassa
(Kg/L.jalur)

Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

Serapan
Karbon
(TonC/Ha)

No

5. Jalur Gereja
Jenis

1

Mahoni (Swietenia mahagoni)

5

4880,792

9,762

4,490

16,478

2

Tanjung (Mimusops elengi)

14

6088,064

12,176

5,601

20,556

3

Glodokan (Polyalthea longifolia)

7

874,49

1,748

0,804

2,591

Biomassa
(Kg/L.jalur)

Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

Serapan
Karbon
(TonC/Ha)

No

6. Jalur Melanthon Siregar
Jenis
Jumlah

1

Tanjung (Mimusops elengi)

32

36992,89

39,354

18,103

66,438

2

Mahoni (Swietenia mahagoni)

28

48185,26

51,261

23,580

86,538

3

Palem raja (Roystonea regia)

3

6970,779

7,416

3,411

12,518

4

Glodokan (Polyalthea longifolia)

32

1833,258

1,95

0,897

3,292

5

Mangga (Mangifera indica)

1

881,0084

0,937

0,431

1,582

7. Jalur Parapat

Universitas Sumatera Utara

No

Jenis

Jumlah

Biomassa
(Kg/L.jalur)

Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

Serapan
Karbon
(TonC/Ha

1

Mahoni (Swietenia mahagoni)

204

1723108

1435,923

660,524

2424,123

2

Palem raja (Roystonea regia)

19

24726,21

20,605

9,478

34,784

3

Jambu air (Syzygium aqueum)

2

3211,476

2,676

1,231

4,158

4

Mangga (Mangifera indica)

1

123,3797

0,102

0,047

0,172

5

Nangka (Artocarpus heterophyllus)

1

353,1534

0,294

0,135

0,495

6

Glodokan (Polyalthea longifolia)

16

2493,914

2,078

0,956

3,508

7

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)

5

27498,11

22,915

10,541

38,685

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Foto jenis tanaman

Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus)

Pohon

Glodokan

(Polyalthea

longifolia)

Pohon jambu air (Syzygium aqueum)

Pohon mahoni (Swietenia mahagoni)

Universitas Sumatera Utara

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Pohon tanjung (Mimusops elengi)
decipiens)

Palem raja (Roystonea regia)

Pohon

kerai

payung

(Filicium

Universitas Sumatera Utara

Pohon mangga (Mangifera indica)

Pohon

petai

cina

(Leucaena

leucocephala)

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Contoh perhitungan biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2

Diketahui:
Diameter = 27 cm (hasil pengukuran)
Tinggi

= 7 meter

Berat jenis = 1,02
Dimasukkan ke rumus biomassa,
BK = 0,11 . ρ . D2,62
= 0,11 . 1,02 . 272,62
= 631,1984 kg/luas jalur

Jenis yang sama dalam satu jalur, ditotalkan nilai biomassanya maka
diperoleh total biomassanya adalah 20063,32 kg /luas jalur. Diubah satuannya
menjadi ton/luas jalur, maka diperoleh hasil 20,063 ton/luas jalur
Luas jalur = 0,676 ha
Maka, 20,063 ton/0,676 ha sehingga menjadi 29,679 ton/ha. Kemudian
dimasukkan ke rumus simpanan karbon.
Simpanan Karbon

= 0,46 x Total Biomassa
= 0,46 x 29,679 ton/ha
= 13, 652 tonC/ha

Universitas Sumatera Utara

Kemudian masukkan ke rumus serapan CO2
Serapan CO2 = Simpanan Karbon x 3,67
= 13, 652 ton C/ha x 3,67
= 50,104 tonCO2/ha

Maka diperoleh nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 satu jenis
tanaman per jalur hijau penelitian.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dan Khairuddin. 2009. Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global. Jurnal
Biocelebes. Vol. 3 No.1: 1-3, Juni 2009.
Antari, A.A.R.J. dan K. Sundra. 2002. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) pada
Tanaman Peneduh Jalan di Kota Denpasar. Paper Jurusan Biologi F.
MIPA-UNUD.
Arifin, H.S., A. Munandar, N.H.S.Arifin, Q. Pramukanto, dan V.D. Damayanti.
2007. Sampoerna Hijau Kotaku Hijau: Buku Panduan Penataan Taman
Umum, Penanaman Tanaman, Penanganan Sampah dan Pemberdayaan
Masyarakat. 188 hal.
Armis, R. R. 2011. Pengelolaan Lanskap Jalur Hijau Kota Jalan Jenderal
Sudirman Pekanbaru oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Pekanbaru. Bogor: IPB Press.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a
Primer. Rome, Italy: FAO Forestry Paper 134.
Budihardjo, E. 2003. Kota dan Lingkungan. Jakarta : LP3ES.
Chave J, Andalo C, Brown S, Cairns MA, Chambers JQ, Eamus D, Fölster H,
Fromard F, Higuchi N, Kira T, Lescure JP, Puig H, Riéra B, Yamakura
T. 2005. Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and
balance in tropical forests. Oecologia 145:87-99.
Desianti, A. 2011. Evaluasi Fungsi Ekologi Jalur Hijau Jalan Kawasan Sentul City
Bogor. Bogor : IPB Press.
Dinas Kabupaten/Kota Pematang Siantar Sumatera Utara. 2002. Profil
Kabupaten/kota.
Fandeli, Chafid, dkk. 2004. Perhutanan Kota. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan
UGM
Hairiah, K. dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre ICRAF, SEA Regional Office. University of Brawijaya, Unibraw.
Indonesia.
Karo, S. 2011. Potensi Karbon Tersimpan pada Tegakan di Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Tesis
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan. Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Maretnowati, N.A. 2004. Pengukuran Cadangan Karbon di Lahan Agroforesti di
Desa Cileuya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, KPH Kuningan,
BKPH Cibingbin, RPH Cileuya dan BKPH Luragung, RPH Sukasari.
Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Institut Pertanian Bogor.
Nazaruddin. 1994. Penghijauan Kota. Jakarta. Penebar Swadaya.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 tahun 2008. Pedoman Penyediaan
dan Pemanfaaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta
Purwasih, H. 2013. Potensi Cadangan Karbon pada Beberapa Jalur Hijau di Kota
Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Putri, D.G. 2010. Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pusat Kota
Ponorogo. Skripsi Mahasiswa Program Magister Jurusan Arsitektur,
FTSP-ITS Surabaya.
Ratnaningsih, A.T. dan E. Suhesti. 2010. Peran Hutan Kota dalam Meningkatkan
Kualitas Lingkungan. Journal of Environmental Science 2010:1(4).
Rochmayanto, Y., Darusman, D., Rusolono, T., dan Elias. 2010. Perubahan Stok
Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut
Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp. Artikel Ilmiah Mahasiswa Pasca
Sarjana Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB,
Bogor.
Roesyane, A. 2010. Potensi Simpanan Karbon pada Hutan Tanaman Mangium
(Acacia mangium Willd.) di Kph Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat dan Banten. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Institut
Pertanian Bogor.
Samosir, G. J. 2011. Potensi Karbon Tersimpan di Hutan Tri Dharma Universitas
Sumatera Utara. Skripsi Mahasiswa Kehutanan USU. Universitas
Sumatera Utara
Soriano, E.B., D.C. Raymond., C. Erni., H. Tugendhat. 2010. Apa itu REDD?.
AIPP, FPP, IWGIA. Tebtebba.
Suparmoko, M. dan Maria R Suparmoko, 2000. Ekonomika Lingkungan. Edisi
Pertama. BPFE. Yogyakarta.
Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon
dan Perdagangan Karbon. Dipublikasikan oleh: Wetlands International
Indonesia Programme. Bogor.
Tyaspambudi, J. H., 2014. Valuasi Ekonomi Ruang Terbuka Hijau Sebagai
Penyerap Karbon dan Penghasil Oksigen (Kasus: Kota Lubuk Pakam,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara). Skripsi Mahasiswa
Kehutanan USU, Medan.

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada daerah jalur hijau jalan di Kota
Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun. Waktu pelaksanaan penelitian di
lapangan yaitu pada bulan Mei 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jalur hijau Kota
Pematang Siantar. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
kamera, walking stick, dan pita ukur.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei
langsung. Dengan melakukan pengukuran langsung terhadap tinggi dan diameter
tegakan yang berada pada lokasi jalur hijau yang ada di Kota Pematang Siantar.
Metode non destructive digunakan dalam pendugaan biomassa tanaman
pada jalur hijau yaitu menggunakan model alometrik baik yang spesifik pada
suatu jenis tanaman maupun yang umum karena tanpa melakukan penebangan
atau tanpa merusak tanaman di jalur hijau tersebut. Pengambilan data dilapangan
dilakukan dengan sensus yaitu dengan mengamati seluruh pohon yang berada
pada ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang sudah dipilih.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
a) Tahap Pengambilan Data
- Data Primer

Universitas Sumatera Utara

Data primer yang dibutuhkan adalah data yang diperoleh dari lapangan.
Data tersebut antara lain data jenis tanaman, data diameter tanaman 1,3 m dari
atas tanah dan data tinggi tanaman pada jalur hijau yang telah ditentukan.
-

Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan adalah data luasan ketujuh jalur hijau jalan

Kota Pematang Siantar yang sudah dipilih.
b) Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data-data yang didapatkan pada
hasil pengambilan data. Dari hasil pengambilan data kondisi jalur hijau jalan,
dilakukan analisis untuk mengidentifikasi potensi cadangan karbon dan nilai
ekonomi cadangan karbon di jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang sudah
dipilih.
• Analisis Biomassa
Analisis data biomassa pohon dalam Purwasih (2013) dapat diestimasi
dengan menggunakan persamaan alometrik (non-destructive). Yaitu dengan
rumus-rumus model alometrik pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Model alometrik spesifik dan umum dari berbagai jenis tanaman
Jenis Tanaman
Mahoni
(Swietenia macrophylla)

Model Alometrik
Y= 0,048 . D2,68

Sumber
Adinugroho dan
Sidiyasa, 2006

Palem-paleman

B= exp(-2,134) . D2,530

Brown, 1997 dalam
Manuri dkk, 2011

Umum (Tropis) Jenis
Pohon Bercabang

BK= 0,11 .ρ. D2,62

Ketterings dkk, 2001

Pohon tidak bercabang

Y= 3,14.ρ.H.D2/40

Hairiah et al, 2007

Keterangan:
Y, B, BK
D
ρ
Exp

= Biomassa total (Kg/Ha)
= Diameter pohon (cm)
= Berat jenis
= Inverse dari Ln (Bilangan Logaritma Natural)

Universitas Sumatera Utara

• Analisis Nilai Ekonomi Simpanan Karbon
Analisis nilai ekonomi juga dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomi
dari kawasan jalur hijau jalan di Kota Pematang Siantar yang dipilih. Setelah
dimasukkan kedalam model alometrik yang sesuai maka diperoleh nilai biomassa
per satu individu tanaman. Selanjutnya individu untuk jenis yang sama ditotalkan
nilai biomassanya sehingga diperoleh per satu jalur beberapa jenis tanaman yang
memiliki satuan biomassa. Setelah itu ditotalkan nilai satu jenis tanaman dari
seluruh jalur yang ada tanaman tersebut sehingga diperoleh nilai biomassa jenis
tanaman dari seluruh jalur.
Setelah itu, dicari nilai simpanan karbon (TonC/Ha) per jenis tanaman
dengan menggunakan rumus : Simpanan Karbon = 46 % atau 0,46 x Total
Biomassa (Hairiah dan Rahayu, 2007 dalam Karo, 2011).
Harga karbon menggunakan harga hipotetis menurut Pirard (2005) dalam
Rochmayanto, dkk (2010) sebesar US$ 6, US$ 9, dan US$ 12 /tonC. Jadi dalam

penilaian ekonomi cadangan karbon pada jalur hijau jalan yang dipilih di Kota
Pematang Siantar akan dihitung. Hasil perhitungan nilai karbon dapat dihitung
dengan perkalian antara panjang jalan (km) dikali nilai penyimpanan karbon
kemudian dikali dengan harga karbon per ton.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Pepohonan di Jalur Hijau Jalan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008,
ruang terbuka hijau untuk jalur hijau jalan dapat disediakan dengan penempatan
tanaman 20%-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan kelas jalan. Pemilihan
jenis tanaman untuk jalur hijau jalan memperhatikan fungsi tanaman dan
persyaratan penempatannya.
Jalur hijau jalan di Kota Pematang Siantar, yang diambil datanya adalah
jalan Parapat, jalan Merdeka, jalan Ahmad Yani, jalan Sutomo, jalan D.I.
Panjaitan, jalan Gereja dan jalan Melanthon Siregar. Total keseluruhan panjang
jalan yang diamati pohonnya sekitar 12.340 meter.

Jalan A. Yani
Jalan Merdeka

Jalan Sutomo

Jalan Gereja
Jalan Melanthon S

Jalan DI Panjaitan

Jalan Parapat

Gambar 2. Ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti

Universitas Sumatera Utara

Jalur hijau dapat berupa pohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah
kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi
sungai di dalam kota maupun di luar kota.
Menurut Hairiah, dkk (2007), pengukuran jumlah karbon (C) yang
disimpan

dalam

tanaman

hidup

(biomassa)

pada

suatu

lahan

dapat

menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman,
sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang
telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan karbon dioksida
(CO) yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.
Tabel 4. Data jalur hijau jalan yang diteliti
N
o
1

Jalur Hijau

Jalan Ahmad
Yani

Titik Pengenal
Pangkal
Jalan Sutomo
Ujung

Titik
Pengenal
Ujung

Posisi

Jalan
Medan

Tepi

Panjang
(m)

Lebar
(m)

Luas
m2

1.440

Ha

4
6.760

0,676

Median

1.000

1

Jalan
Ahmad
Yani
Jalan
Ahmad
Yani
Simp. 2
Parapat

Tepi

1.650

4

6.600

0,66

Tepi

1.750

4

7.000

0,7

Tepi

900

4

3.600

0,36

2

Jalan Sutomo

Jalan
Sudirman

3

Jalan
Merdeka

Jalan
Sudirman

4

Jalan D.I.
Panjaitan

Jalan SKI

5

Jalan Gereja

Jalan
Sudirman

Jalan SKI

Tepi

1.250

4

5.000

0,5

6

Jalan
Melanthon
Siregar
Jalan Parapat

Jalan Sibolga

Batas Kota

Tepi

2.350

4

9.400

0,94

Jalan D.I.
Panjaitan
Simp. 2

Batas Kota

Tepi

3.000

4

12.000

1,2

7

Total

5,036

Lebar jalur pada jalur hijau tepi merupakan hasil dari penjumlahan lebar
jalur tepi kanan dan tepi kiri yang biasanya sama lebarnya sehingga untuk
mengetahui lebar jalur masing-masing di tepi kanan dan kiri hanya tinggal dibagi

Universitas Sumatera Utara

2 saja. Namun, untuk lebar median jalur belum tentu sama dengan lebar jalur
tepinya.
Dari ketujuh jalan yang diteliti hanya satu jalan yang memiliki dua jalur
yaitu jalan Ahmad Yani, yang memiliki panjang 1440 meter.Dimana jalan yang
terpanjang adalah jalan Parapat dengan panjang 3000 meter dan yang terpendek
adalah jalan D.I. Panjaitan dengan panjang 900 meter.
Jenis-jenis pohon yang terdapat di tujuh jalur hijau Kota Pematang Siantar
diantarnya adalah sebagai berikut : glodokan (Polyalthea longifolia), kerai payung
(Filicium decipiens), tanjung (Mimusops elengi), palem raja (Roystonea regia),
nangka (Artocarpus heterophyllus), mahoni (Swietenia mahagoni), kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq), jambu air (Syzygium aqueum), mangga (Mangifera
indica) dan petai cina (Leucaena leucocephala)
Tabel 5. Data sebaran pohon pada jalur hijau jalan
No

Nama Jalan

Nama Pohon
G

KP

T

PR

N

Mh

KS

JA

Mg

PC

1

Jl. Gereja

7

-

14

-

-

5

-

-

-

-

2

Jl. D.I. Panajaitan

4

6

2

3

-

28

-

-

-

-

3

Jl. Melanthon Siregar

32

-

32

3

-

28

-

-

1

-

4

Jl. Merdeka

-

-

21

14

-

-

-

-

-

-

5

Jl. A. Yani

26

-

120

32

-

43

-

-

-

1

6

Jl. Sutomo

6

-

27

6

-

-

-

-

-

-

7

Jl. Parapat

16

-

-

19

1

204

5

2

1

-

Keterangan,

G
Kp
T
PR
N

:
:
:
:
:

glodokan
kerai payung
tanjung
palem raja
nangka

,
,
,
,
,

Mh
KS
JA
Mg
PC

:
:
:
:
:

mahoni
kelapa sawit
jambu air
mangga
petai cina

Universitas Sumatera Utara

Hasil data sebaran tegakan pada ketujuh jalur hijau jalan menunjukkan
bahwa populasi pohon tanjung terbesar berada pada jalan A. Yani kemudian
jumlah pohon mahoni terbanyak berada pada jalan Parapat. Kemudian dapat
disimpulkan bahwa total tegakan yang terbanyak dari ketujuh jalan yang sudah
diamati adalah pohon mahoni dan pohon tanjung dengan masing-masing totalnya
adalah 308 pohon dan 216 pohon.
Hasil pengamatan yang dilakukan pada ketujuh jalan juga menunjukkan
bahwa jalan Parapat adalah jalan yang paling banyak jenis tegakannya, yaitu ada
tujuh jenis dari total sepuluh tegakan yang ada. Hal tersebut juga didukung karena
jalan Parapat adalah jalan yang paling panjang dari keenam jalan lainnya yaitu
berkisar 3000 meter. Kemudian jalan yang paling sedikit ditanami tegakan adalah
jalan Gereja, yaitu sekitar 26 individu.
Pada dasarnya mahoni juga merupakan tanaman yang cocok untuk
ditanam di jalur hijau jalan karena memiliki akar dan cabang yang kuat sehingga
tidak mudah patah sehingga menyebabkan rasa aman dan nyaman bagi pengguna
jalan. Hal ini sesuai dengan literatur Nazarudin (1996 dalam Purwasih, 2013)
yang menyatakan bahwa mahoni merupakan pohon yang pantas untuk dijadikan
pohon pelindung karena memiliki perakaran dan percabangan batang yang kuat.
Glodokan merupakan jenis tanaman yang hampir ditemui pada semua jalur
hijau penelitian (terkecuali pada jalan Merdeka). Hal ini dikarenakan glodokan
cocok ditanami dibagian tepi dan median jalan, selain akarnya cukup kuat,
glodokan juga dapat bertahan pada kondisi cuaca panas. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Antari (2002) bahwa glodokan memiliki akar yang dapat bertahan
terhadap kerusakan yang disebabkan oleh getaran kendaraan, mudah tumbuh di

Universitas Sumatera Utara

daerah panas dan tahan terhadap angin sehingga cocok digunakan sebagai
tanaman peneduh jalan yang akan dapat menyerap unsur pencemaran.
Fandeli (2004) juga menambahkan penanaman pohon untuk kawasan jalur
hijau harus sesuai dengan kriteria antara lain karakteristik tanaman: struktur daun
setengah rapat sampai rapat, dominan warna hijau, perakaran tidak menggangu
pondasi, kecepatan tumbuhnya bervariasi, dominan jenis tanaman tahunan, berupa
tanaman lokal, dan tanaman budidaya, dan jarak tanam setengah rapat sampai
rapat, sekitar 90% dari luas areal yang harus dihijaukan.
Adapun koleksi foto dari ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti dapat dilihat
di gambar 3

Gambar 3A. Jalan Sutomo

Gambar 3C. Jalan D.I. Panjaitan

Gambar 3B. Jalan Gereja

Gambar 3D. Jalan Melanthon Siregar

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3E. Jalan Merdeka

Gambar 3F. Jalan Parapat

Gambar 3G. Jalan Ahmad Yani

Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2
Setiap jenis tanaman memiliki nilai biomassa, simpanan karbon dan daya
serapan CO2 yang berbeda-beda. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi nilai
biomassa, simpanan karbon dan daya serapan CO2. Pada penelitian ini, dilakukan
penghitungan total biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 untuk jalur hijau
pada ketujuh jalan yang diteliti.
Menurut Sutaryo (2009) pohon (dan organisme foto-ototrof lainnya)
melalui proses fotosintesis menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubahnya
menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa
tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan lain-lain. Keseluruhan
hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan produktivitas primer.

Universitas Sumatera Utara

Dalam aktivitas respirasi, sebagian CO2 yang sudah terikat akan dilepaskan
kembali dalam bentuk CO2 ke atmosfer.
Selain melalui respirasi, sebagian dari produktivitas primer akan hilang
melalui berbagai proses misalnya herbivor dan dekomposisi. Sebagian dari
biomassa mungkin akan berpindah atau keluar dari ekosistem karena terbawa
aliran air atau agen pemindah lainnya. Kuantitas biomassa dalam hutan
merupakan selisih antara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi. Perubahan
kuantitas biomassa ini dapat terjadi karena suksesi alami dan oleh aktivitas
manusia seperti silvikultur, pemanenan dan degradasi. Perubahan juga dapat
terjadi karena adanya bencana alam
Berikut ini adalah data nilai biomassa, simpanan karbon, dan simpanan
CO2 pada ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti di Kota Pematang Siantar
Tabel 6. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 di berbagai jalur hijau
No

1

Jalur

2

Jalan Ahmad
Yani
Jalan Sutomo

3

Jalan Merdeka

4

Jalan
D.I.Panjaitan
Jalan Gereja

5
6
7

Jalan Melanthon
Siregar
Jalan Parapat

Kecamatan

Luas
Jalur (Ha)

Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

Serapan CO2
(TonCO2/Ha)

Siantar Timur

0,676

522,304

240,260

881,754

Siantar
Timur/Barat
Siantar
Barat/Timur
Siantar
Marimbun
Siantar
Barat/Selatan
Siantar
Selatan/Marihat
Siantar
Marimbun
Total

0,66

29,405

13,526

49,640

0,7

14,171

6,518

23,921

0,36

162,953

74,958

275,096

0,5

23,686

10,895

39,985

0,94

100,918

46,422

170,369

1,2

1.484,593

682,912

2.506,287

5,036

2.338,030

1.075,491

3.947,052

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh hasil nilai
biomassa tertinggi terdapat pada jalur hijau jalan Parapat yaitu sebesar 1.484,593
ton/ha yang memiliki luas jalur sekitar 1,2 hektar. Bila nilai biomassa total tinggi

Universitas Sumatera Utara

maka akan selaras dengan nilai simpanan karbon dan serapan CO2 nya. Sehingga
nilai simpanan karbon dan serapan CO2 tertinggi juga terdapat pada jalur hijau
jalan Parapat dengan nilai 682,912 tonC/ha dan 2.505,925 tonCO2/ha. Sedangkan
nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 yang terendah terdapat di jalur
hijau jalan Merdeka dengan luas jalur 0,7 ha dengan nilainya masing-masing
14,171 ton/ha, 6,518 tonC/ha dan 23,921 tonCO2/ha.
Faktor yang mempengaruhi nilai biomassa adalah banyaknya tanaman
yang diperoleh, diameter tanaman, jenis tanaman dan nilai berat jenis tanaman
tersebut. Semakin banyak tanaman maka semakin besar nilai biomassa yang
dihasilkan. Untuk jenis tanaman yang berpengaruh adalah berat jenis tanaman
tersebut dalam menentukan nilai biomassanya. Ada jenis tertentu yang memiliki
nilai berat jenis yang tinggi sehingga mendukung untuk nilai biomassa yang
semakin besar. Maulana (2009) dalam Purwasih (2013) menambahkan bahwa
tingginya potensi simpanan karbon lebih dipengaruhi oleh komposisi diameter
pohon dan sebaran berat jenis vegetasinya.
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses
fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya
karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan
menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun
vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas
permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan
penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan
karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di
atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan

Universitas Sumatera Utara

produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih
dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat
tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar.
Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili
jumlah karbon yang terserap dari atmosfer.
Setelah diketahui nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per
jalur hijau penelitian, maka dapat diketahui nilai biomassa, simpanan karbon dan
serapan CO2 per jenis yang ditemui pada jalur hijau penelitian. Nilai biomassa,
simpanan karbon dan serapan CO2 tiap jenis tanaman
Tabel 7. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada berbagai jenis
tanaman di seluruh jalur hijau penelitian
No

Nama lokal

Nama latin

Biomassa
(Ton/Ha)

Simpanan
Karbon
(TonC/Ha)

1

Glodokan

2

Polyalthea longifolia

11,744

5,402

19,825

Kerai payung

Filicium decipiens

21,378

9,834

36,091

3
4

Tanjung
Palem raja

Mimusops elengi
Roystonea regia

119,378
87,777

54,914
40,377

201,534
148,183

5

Nangka

Artocarpus heterophyllus

0,294

0,135

0,495

6

Mahoni

Swietenia mahagoni

2.070,173

952,279

3.494,864

7

Kelapa sawit

Elaeis guineensis Jacq

22,915

10,541

38,685

8

Jambu air

Syzygium aqueum

2,676

1,231

4,518

9

Mangga

Mangifera indica

1,039

0,478

1,754

10

Petai cina

Leucaena leucocephala

0,656

0,302

1,108

2.338,03

1.075,490

3.947,057

Total

Serapan CO2
(Ton
CO2/Ha)

Brown (1997) menyatakan bahwa proporsi terbesar biomassa terkandung
pada pohon dengan diameter besar. Sehingga semakin besar diameter maka
semakin besar nilai biomassa yang ada dalam suatu tanaman.

Universitas Sumatera Utara

Nilai simpanan karbon per jenis tanaman merupakan total dari ketujuh
jalur hijau jalan dimana setiap jenis yang sama akan ditotalkan nilai biomassa,
simpanan karbon dan serapan CO2. Dengan satuan ton/ha maka bisa disatukan
atau digabungkan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis dari
keseluruhan jalur penelitian. Berdasarkan data hasil penelitian, maka dapat
diketahui bahwa jenis mahoni (Swietenia mahagoni) memiliki nilai biomassa,
simpanan karbon dan serapan CO2 yang tinggi dengan total nilai biomassa
2.338,03 ton/ha, kemudian total simpanan karbonnya 1.075,49 tonC/ha dan total
serapan CO2 adalah 3.947,057 tonCO2/ha.
Begitu juga dengan pohon tanjung (Mimusops elengi) dan palem raja
(Roystonea regia) memiliki nilai biomassa, simpanan karbon serta serapan CO2
yang cukup besar. Dengan nilai biomassa masing-masing yaitu 119,378 ton/ha
dan 87,777 ton/ha. Kemudian nilai simpanan karbonnya masing-masing adalah
54,914 tonC/ha dan 40,377 tonC/ha lalu serapan CO2nya berturut-turut adalah
201,534 tonCO2/ha dan 148,183 tonCO2/ha. Sedangkan nilai biomassa, simpanan
karbon dan serapan CO2 yang terendah adalah jenis Nangka (Artocarpus
heterophyllus) dengan nilai biomassanya adalah 0,294 ton/ha, nilai simpanan
karbonnya adalah 0,135 tonC/ha dan nilai serapan CO2nya sebesar 0,495
tonCO2/ha.
Fakuara (1986) dalam Desianti (2011) menjelaskan bahwa jenis tanaman
yang dapat menyerap gas antara lain tanaman yang mempunyai banyak stomata,
tahan terhadap gas tertentu dan tingkat pertumbuhan tanaman cepat. Kemampuan
daun tanaman dalam menyerap gas beracun pencemar udara dipengaruhi beberapa
faktor antara lain daya kelarutan polutan di dalam air/cairan sel, kelembaban

Universitas Sumatera Utara

lingkungan di sekitar daun, intensitas cahaya matahari, kedudukan daun, keadaaan
saat penyerapan (gelap/terang) (Smith, 1981 dalam Desianti, 2011).
Nilai biomassa pohon dari hasil penelitian lain berbeda-beda dikarenakan
diameter pohonnya, semakin besar diameter pohon maka kandungan karbon
tersimpan akan semakin besar pula. Batang merupakan kayu dimana 40-45%
tersusun atas selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear berantai panjang
yang tersusun oleh karbon, sehingga semakin tinggi selulosa maka kandungan
karbon akan semakin tinggi.
Adapun biomassa beberapa pohon dari penelitian lain dapat dilihat pada
tabel 8
Tabel 8. Nilai biomassa pohon hasil penelitian lain
No

Jenis tanaman

Biomassa
(ton/ha)
461,190

1

Mahoni

2

Glodokan

3

Mangga

0,068

4

Nangka

1,456

5

Palem raja

6

Petai cina

1,319

7

Tanjung

36,348

8

Jambu air

0,003

88,268

762,084

Lokasi

Peneliti

Hutan Tri Dharma
USU
Jalur hijau Kota
Medan
Taman buah Kota L.
pakam
Jalur hijau Kota
Medan
Jalur hijau Kota
Medan
Jalur hijau Kota
Medan
Jalur hijau Kota
Medan
Taman buah Kota L.
Pakam

Samosir, 2012
Purwasih, 2013
Tyaspambudi, 2014
Purwasih, 2013
Purwasih, 2013
Purwasih, 2013
Purwasih, 2013
Tyaspambudi, 2014

Penggunaan tanaman yang peka terhadap polusi udara pada lingkungan
yang tercemar berat dapat menyebabkan tumbuhan menderita bahkan mati.
Dengan diketahuinya jenis tanaman yang tahan terhadap pencemar udara,
tanaman akan dapat tumbuh dengan baik walaupun terkena paparan pencemar
udara sedang sampai tinggi. Karena itu, pemilihan tanaman untuk daerah dengan

Universitas Sumatera Utara

tingkat pencemaran tinggi, misalnya jalan yang tercemar, perlu dilakukan dengan
cermat.
Korelasi yang signifikan terhadap rataan estimasi cadangan karbon juga
ditunjukkan oleh nilai kerapatan dan jumlah jenis penyusun tegakan. Jumlah
individu pohon dan jenis tanaman yang menyusun suatu tegakan merupakan
parameter lain yang akan mempengaruhi nilai cadangan karbon suatu tegakan.
Kerapatan mempuyai nilai korelasi negatif, hal ini dapat dijelaskan keterkaitannya
dengan ruang tumbuh. Semakin tinggi kerapatan suatu tegakan maka pada
umumnya akan disusun oleh tegakan yang berdiameter kecil dan sebaliknya
semakin rendah kerapatan suatu tegakan akan mempunyai tegakan yang
berdiameter besar karena disusun oleh tegakan berdiameter besar inilah yang
menyebabkan tegakan tersebut mempunyai cadangan karbon yang besar. Jenis
suatu tanaman akan mempengaruhi nilai cadangan karbon pada suatu tegakan, hal
ini disebabkan terdapatnya keragaman nilai kerapatan kayu (wood density) yang
dimiliki oleh masing-masing jenis tanaman.
Chave et.al, 8 (2005) mengatakan bahwa kerapatan kayu merupakan
parameter penting untuk mendapatkan nilai dugaan yang akurat dalam pendugaan
biomassa setelah diameter bahkan lebih penting dibandingkan tinggi.Jenis
tanaman berkayu keras dengan nilai kerapatan kayu yang tinggi cenderung
memiliki nilai cadangan karbon yang tinggi karena kayu tersusun oleh serat
selulosa yang merupakan rangkaian dari rantai karbon.
Dari penelitian terdahulu yang dilakukan Purwasih (2013) di Kota Medan,
karbon tersimpan yang dihasilkan dari penanaman 10.527 individu tanaman
menghasilkan nilai 1.646,930 TonC/Ha dengan masa/waktu yang berbeda sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan tahun penanamannya. Dari beberapa jalur hijau penelitian di Kota Medan
maka diketahui emisi yang telah diserap oleh tanaman di jalur hijau penelitian
yaitu sebesar 6.044,234 Ton CO2/Ha.
Jumlah biomassa, simpanan karbon serta serapan karbon di Kota Medan
pada penelitian terdahulu itu lebih tinggi dikarenakan jumlah individu yang
diamati lebih banyak serta cakupan wilayah yang diteliti juga lebih luas dan faktor
lain juga berat jenis tanaman dan diameter tanaman. Menurut Ratnaningsih dan
Suhesti (2010) biomassa tanaman merupakan ukuran yang sering digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan tanaman yang menyatakan berat bahan hidup yang
dihasilkan oleh tanaman. Potensi biomassa dipengaruhi oleh umur pohon, dimana
diameter merupakan fungsi dari umur pohon. Oleh karena itu, diameter
merupakan peubah yang akan mempengaruhi kandungan bahan organik dalam
pohon.
Nilai Ekonomi Simpanan Karbon
Penilaian terhadap nilai ekonomi dari jasa lingkungan yang dihasilkan
oleh ketujuh jalur hijau jalan kota Pematang Siantar yang diteliti berupa simpanan
karbon. Dimana karbon yang tersimpan pada seluruh pohon yang diamati dapat
diukur dengan menggunakan harga hipotetis. Perhitungan nilai ekonomi karbon
sangat penting pada saat ini, selain untuk mengetahui nilai ekonomi karbon juga
memudahkan dalam pembayaran karbon dalam perdagangan karbon dalam
Protokol Kyoto dan mekanisme reducing emissions from deforestation and
degradation.
Penentuan nilai hutan kota dari suatu kegiatan yang berdampak pada
kehidupan sangat diperlukan. Hal ini menjadi sangat penting karena program

Universitas Sumatera Utara

konservasi untuk penyehatan lingkungan seperti hutan kota sering tidak mampu
bersaing bila dihadapkan pada kondisi yang mempertentangkannya dalam
kerangka ekonomi, ketidakmampuan bersaing ini juga didasari karena hutan kota
tidak diketahui nilai ekonomi dari manfaat-manfaat yang diberikannya. Padahal
nilai hutan kota bila dikalkulasikan dan dihitung dari semua aspek manfaat yang
dihasilkan akan menghasilkan hitungan rupiah yang tidak sedikit.
Nilai ekonomi karbon atau harga karbon di pasaran menurut sumbernya
berbeda-beda, diantaranya yaitu menurut Pirard (2005) dalam Rochmayanto, dkk
(2010) sebesar US$ 6, US$ 9, dan US$ 12 /tonC dan diambil harga rata-rata yaitu
dengan harga pasar karbon US$ 9.
Tabel 9. Penilaian total harga pasar simpanan karbon
Bentuk

Jalur hijau

Simpanan karbon
(tonC/ha)

Harga penilaian pasar internasional
US $ 6

US $ 9

US $ 12

1075,49

US $ 6452,94

US $ 9679,41

US $ 12905,88

Total simpanan karbon yang tersimpan pada ketujuh jalur hijau jalan Kota
Pematang Siantar yang diteliti yaitu 1075,49 tonC/ha, dimana perhitungan harga
pasar karbon adalah sebagai berikut:


Untuk harga US $ 6/tonC
Nilai ekonomi karbon = Total simpanan karbon x US $ 6
= 1075,49 tonC/ha x US $ 6
= US $ 6452,94



Untuk harga US $ 9/tonC
Nilai ekonomi karbon = Total simpanan karbon x US $ 9
= 1075,49 tonC/ha x US $ 9
= US $ 9679,41

Universitas Sumatera Utara



Untuk harga US $ 12/tonC
Nilai ekonomi karbon = Total simpanan karbon x US $ 12
= 1075,49 tonC/ha x US $ 12
= US $ 12905,88
Mekanisme reducing emissions from deforestation and degradation kredit

karbon tidak hanya didapatkan dari pertumbuhan pohon-pohon baru tetapi juga
dari upaya menghindari terjadinya deforestasi dan mengurangi jumlah stok karbon
yang hilang akibat degradasi ekosistem hutan. Reducing emissions from
deforestation and degradation menghindari adanya emisi karbon ke atmosfir
dengan menjaga stok karbon yang ada dan mendatangkan suatu pengurangan
emisi permanen. Penjagaan terhadap nilai penting konservasi, pengelolaan hutan
lestari, serta peningkatan stok karbon melalui penanaman pengayaan juga
tercakup dalam mekanisme reducing emissions from deforestation and
degradation-plus.
Maka jika dirupiahkan total harga pasar simpanan karbon pada ketujuh
jalur hijau yang diteliti (setelah diasumsikan US $ 1 adalah Rp 12.200,-) adalah


US $ 6452,94 menjadi Rp 472.282.008,-



US $ 9679,41 menjadi Rp 1.062.799.218,-



US $ 12905,88 menjadi Rp 1.889.420.832,-

Pengelolaan lingkungan dengan baik diperlukan sumber daya yang bukan
hanya dari manusia saja, tetapi juga sarana dan prasarana yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan tersebut. Misalnya untuk mengelola
taman rekreasi diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Dimana dalam hal

Universitas Sumatera Utara

ini biaya sangat diperlukan sebagai suatu nilai atau rasio yang dapat digunakan
untuk mengukur seberapa besar nilai guna atau manfaat terhadap lingkungan dari
kegiatan pengelolaan jasa lingkungan sumber daya tersebut (Suparmoko, 2000).
Forest Peoples Programe (2011) menyatakan bahwa bulan Desember
2010, Kalimantan tengah di pilih oleh persiden Indonesia sebagai provinsi uji
coba untuk upaya REDD+ Indonesia, dengan dukungan dana dari pemeritah
Nowegia. Provinsi Kalimantan Tengah juga merupakan provinsi uji coba untuk
upaya REDD+ Indonesia dengan Australia dengan adanya proyek Kemitraan
Karbon Hutan Kalimantan Australia-Indonesia (KFCP). Kemitraan Karbon Hutan
Kalimantan

(KFCP)

ini merupakan

sebuah proyek uji coba REDD yang

meliputi wilayah seluas 120.000 ha dengan anggaran sebesar 30 juta dolar AS
yang laksanakan di tujuh desa di Kecamatan Kapuas dan Timpah, Kabupaten
Kapuas, Kalimantan Tengah.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
1. Potensi cadangan karbon dari ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar
yang diteliti cukup bagus yaitu berkisar 1.075,49 tonC/Ha dan potensi serapan
karbonnya 3.947,05 tonCO2/Ha
2. Nilai ekonomi dari simpanan karbon pada jalur hijau yang telah diteliti berkisar
Rp 472.282.008,- ; Rp 1.062.799.218,- dan Rp 1.889.420.832,-

Saran
Saran dari penelitian ini adalah
1.

Sebaiknya Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarukim) Kota Pematang
Siantar lebih mengintensifkan perawatan terhadap tanaman di jalur hijau
sehingga akan dapat diminimalisasikan tanaman yang akan tumbang atau
rubuh karena umurnya yang sudah tua dan yang diserang hama.

2.

Sebaiknya Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarukim) Kota Pematang
Siantar menggalakkan penanaman terhadap jenis-jenis yang memiliki
kemampuan menyerap gas emisi seperti CO2 yang tinggi, berat jenis yang
tinggi, perakaran dan percabangan yang kuat. Serta melakukan pengukuran
luasan jalur hijau jalan yang ada di kawasan Kota Pematang Siantar.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Jalur Hijau Jalan
Ketika orang berbicara tentang kota dan perkotaan yang biasa terlintas
dalam benak semua orang adalah aneka rona kepadatan: bangunan, lalu lintas,
manusia, barang, dan lain-lain. Bangunan-bangunan di kota besar dan kota raya
atau metropolitan semakin berjubel dan semakin menjulang tinggi. Kepadatan lalu
lintas semakin nyata, mengakibatkan kemacetan dimana-mana. Sehingga ada yang
menyatakan bahwa jalan raya di ibukota kita nyaris seperti tempat parker
terpanjang di dunia. Kepadatan manusianya pun tidak kalah menegrikan,
berakibat pada merebaknya pemukiman kumuh, baik dalam bentuk perkampungan
kumuh legal (slums) maupun maupun perkampungan kumuh liar (squatters)
(Budiharjo, 2003)
Jalur hijau jalan merupakan daerah hijau sekitar lingkungan permukiman
atau sekitar kota-kota, bertujuan mengendalikan pertumbuhan pembangunan,
mencegah dua kota atau lebih menyatu, dan mempertahankan daerah hijau,
rekreasi, ataupun daerah resapan hujan. UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa jalur hijau diperuntukkan sebagai
resirkulasi udara sehat bagi masyarakat guna mendukung kenyamanan lingkungan
dan sanitasi yang baik.
Salah satu bentuk jalur hijau adalah jalur hijau jalan. Terdapat beberapa
struktur pada jalur hijau jalan, yaitu daerah sisi jalan, median jalan, dan pulau lalu
lintas (traffic islands). Daerah sisi jalan adalah daerah yang berfungsi untuk
keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, lahan untuk pengembangan jalan,
kawasan penyangga, jalur hijau, tempat pembangunan fasilitas pelayanan, dan

Universitas Sumatera Utara

perlindungan terhadap bentukan alam (Carpenter, Walker, dan Lanphear, 1975
dalam Armis, 2011)
Jalur hijau jalan dapat berperan untuk mengurangi polusi akibat emisi dari
kendaraan, yang antara lain berbentuk gas pencemar dan partikel padat. Seperti
disebutkan oleh Grey dan Deneke (1978) dalam Desianti (2011), tanaman dapat
mengurangi konsentrasi polutan di udara melalui pelepasan oksigen dan
pencampuran antara udara tercemar dengan udara bersih. Tanaman dapat
mengurangi polusi udara melalui penyerapan gas pencemar dan penjerapan
partikel.

Karena

itu,

perkembangan

jalan

juga

perlu

memperhatikan

pengembangan jalur hijau jalan.

Pencemaran Udara
Polusi atau pencemaran pada awalnya merupakan definisi yang diberikan
terhadap hal-hal yang menyebabkan gangguan kesehatan umum. Sekarang ini
penekanan polusi telah bergeser ke arah kualitas hidup. Pengertian polusi meluas
mencakup semua bentuk degradasi lingkungan. Simonds (1978 dalam Desianti,
2011) menjelaskan bahwa polusi terjadi ketika suatu aktivitas atau proses
menghasilkan

produk

samping

yang

mengganggu

dan

mengakibatkan

terganggunya susunan atau sstem alami atau buatan.
Udara merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia. Tanpa
udara, tidak ditemukan adanya kehidupan. Manusia bernapas dengan udara.
Tercemarnya udara akan menyulitkan pernapasan sehingga kualitas kehidupan
menurun (Frick dan Suskiyanto, 2007 dalam Desianti, 2011). Komposisi udara
mencakup 78% nitrogen, 21% oksigen dan sisanya terdiri dari karbon dioksida

Universitas Sumatera Utara

dan unsur-unsur lain (Simonds, 1978 dalam Desianti, 2011). Fardiaz (1992 dalam
Desianti 2011) menjelaskan bahwa udara di alam tidak pernah ditemukan dalam
keadaan bersih tanpa polutan sama sekali. Proses-proses alami seperti aktivitas
vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya
menghasilkan produk samping berupa gas-gas sulfur dioksida, hidrogen sulfida,
dan karbon monoksida.
Pencemaran udara adalah adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam
udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari dalam
keadaan normalnya (Wardhana, 2001 dalam Desianti, 2011). Kehadiran bahan
atau zat asing ini pada jumlah tertentu dan waktu yang cukup lama akan dapat
mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan binatang.
Grey dan Deneke (1978 dalam Desianti 2011) menyebutkan bahwa
polutan udara dapat berbentuk gas maupun partikel. Komponen pencemar udara
yang banyak berpengaruh pada pencemaran udara yaitu karbon monoksida (CO),
nitrogen oksida (NOx), belerang oksida (SOx), hidrokarbon (HC), partikel
(particulate). Jenis-jenis polutan ini termasuk dalam golongan pencemar udara
primer yang jumlahnya mencakup 90% dari jumlah total polutan udara. Kelima
kelompok pencemar udara primer ini memiliki dampak negatif bagi kesehatan
manusia

Karbon
Pada umumnya unsur karbon menyusun 45-50% bahan kering (biomassa)
dari tanaman. Sejak jumlah CO2 meningkat secara drastis di atmosfer sebagai
masalah lingkungan global, berbagai pakar ekologi tertarik untuk menghitung

Universitas Sumatera Utara

jumlah karbon yang tersimpan di hutan. Kegiatan deforestasi menghasilkan emisi
tahunan yang tinggi dan memberikan kontribusi yang besar terhadap efek rumah
kaca. Emisi gas terbesar yang dihasilkan kegiatan deforestasi adalah CO2. Karbon
tersimpan dalam bahan yang sudah mati seperti serasah, batang pohon yang jatuh
ke permukaan tanah, dan sebagai material sukar lapuk di dalam tanah (Whitmore,
1985 dalam Maretnowati, 2004).
Hutan, tanah, laut, dan atmosfer semuanya menyimpan karbon yang
berpindah secara dinamis di antara tempat-tempat penyimpanan tersebut
sepanjang waktu. Tempat penyimpanan ini disebut dengan kantong karbon aktif
(active carbon pool). Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan karbon
dengan meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi
karbon yang tersimpan di hutan, tetapi hal ini tidak menambah jumlah
keseluruhan karbon yang berinteraksi dengan atmosfer.
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer melalui proses
fotosintesis dengan menyerap CO2 dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan.
Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon
tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Penyusun
vegetasi baik pohon, semak, liana, dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas
permukaan. Akar tumbuhan di bawah permukaan tanah juga merupakan
penyimpan karbon selain tanah itu sendiri (Sutaryo, 2009 dalam Roesyane, 2010).

Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon
Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat
bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan

Universitas Sumatera Utara

peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab
terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas
Rumah Kaca (GRK) di atmosfer di mana peningkatan ini menyebabkan
kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas (Wahyu, 2010
dalam Karo, 2011).
Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 di mana dengan
bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu
menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini
antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh
menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus
sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara
umum hutan dengan “net growth” (terutama dari pohon-pohon yang sedang
berada pada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan
hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stok karbon
tetapi tidak menyerap CO2 berlebih. Dengan adanya hutan yang lestari maka
jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak semakin lama. Oleh
karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau
merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di
atmosfer (Adinugroho, et al, 2009 dalam Karo, 2011).
Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di
kebun campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan
C (rosot C=C sink) yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh
karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan
serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan karbon tertinggi (baik di

Universitas Sumatera Utara

atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat resprasi
dan dekomposisi serasah, namun pelaksanaannya terjadi secara bertahap, tidak
sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang
besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau
perkebunan maka jumlah karbon yang tersimpan akan merosot (Hairiah dan
Rahayu, 2007 dalam Karo, 2011).
Hairiah dan Rahayu (2007 dalam Karo, 2011), juga menyatakan bahwa
jumlah karbon tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman
dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.
Penyimpanan karbon suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan
tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah karbon tersimpan di atas tanah
(biomassa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah karbon tersimpan di dalam
tanah (bahan organik tanah, BOT).

Nilai Ekonomi Karbon
Nilai (value) adalah harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu
pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasaan dan kesenangan
merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan berkonotasi nilai atau harga.
Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan
seseorang

untuk

memiliki

atau

menggunakan

barang

atau

jasa

yang

diinginkannya.
Penilaian (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan
konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Davis dan Johnson
1987 dalam Tyaspambudi 2014). Penilaian peranan ekosistem, termasuk hutan

Universitas Sumatera Utara

kota, bagi kesejahteraan manusia merupakan pekerjaan yang sangat kompleks,
mencakup berbagai faktor yang berkaitan dengan nilai sosial dan politik.
Nilai ekonomi atau total nilai ekonomi suatu sumberdaya secara garis
besar dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu nilai penggunaan (use value) dan
nilai intrinsik (non use value) (Pearce dan Turner 1990; Pearce dan Moran 1994;
Turner, Pearce dan Bateman 1994 dalam Tyaspambudi 2014). Selanjutnya
dijelaskan bahwa nilai penggunaan (use value) dibagi lagi menjadi nilai
penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung
(indirect use value) dan nilai pilihan (option value).
Pengelolaan lingkungan dengan baik diperlukan sumber daya yang bukan
hanya dari manusia saja, tetapi juga sarana dan prasarana yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan tersebut. Misalnya untuk mengelola
taman rekreasi diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Dimana dalam hal
ini biaya sangat diperlukan sebagai suatu nilai atau rasio yang dapat digunakan
untuk mengukur seberapa besar nilai guna atau manfaat terhadap lingkungan dari
kegiatan pengelolaan jasa lingkungan sumber daya tersebut (Suparmoko, 2000).
Namun nilai ekonomi dalam keberadaan karbon sangat tergantung kepada
keberadaan vegetasi yang terdapat pada sumberdaya hutan, dimana jika luas hutan
primer terus berkurang dan vegetasinya mengalami kerusakan, maka dengan
sendirinya potensi karbon akan berkurang, dan sekaligus nilai ekonominya juga
akan berkurang. Disamping itu nilai ekonomi karbon juga tergantung kepada
harga dan nilai jual dari karbon, serta dipengaruhi oleh harga dan skema
perdagangannya. Pada saat ini munculnya kompensasi jasa lingkungan melalui
perdagangan karbon merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat lokal melalui alternatif pendapatan melalui penjualan jasa hutan, dan
dapat memperbaiki produktivitas lahan.
Dalam periode antara 2008 dan 2012, Protokol Kyoto menetapkan targettarget bagi negara-negara industri untuk menurunkan polusi mereka. Protokol ini
juga memberikan keleluasaan bagi mereka untuk melakukannya, yang berarti
bahwa mereka dapat memenuhi target-target ini dengan cara yang berbeda.
Negara-negara industri (disebut juga negara-negara “maju”) yang telah berikrar
dan karenanya harus mememenuhi target. Target ini dicantumkan dalam Annex 1
Protokol Kyoto, dan di UNFCCC dan Protokol Kyoto mereka disebut “Annex 1
Parties” (Para Pihak Annex 1). Beban yang jauh lebih berat untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca dibebankan kepada negara-negara maju. Hal ini dipandang
adil karena mereka mampu membayar biaya pengurangan emisi dan juga secara
historis, kontribusi negara-negara maju dalam pelepasan gas rumah kaca jauh
lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang. Ini disebut sebagai prinsip
“tanggung jawab yang sama namun berbeda”(Soriano, 2010).

Hasil-Hasil Penelitian yang Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Hafsah Purwasih (2013) yang berjudul
Potensi Cadangan Karbon pada Beberapa Jalur Hijau di Kota Medan. Jalur Hijau
Jalan Kota Medan memperoleh hasil potensi total serapan karbon sebesar
6.044,234 tonCO2/Ha dan total simpanan karbon yang diperoleh adalah 1.646,930
tonC/Ha dari total biomassa yang diperoleh sebesar 3.580,283 ton/Ha. Total
keseluruhan tanaman yang diperoleh pada jalur hijau penelitian di Kota Medan
memiliki jumlah 10.527 individu yang terdiri dari 33 jenis tanaman.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan Julian Hisky Tyaspambudi (2014) dengan judul
Valuasi Ekonomi Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyerap Karbon dan Penghasil
Oksigen (Kasus: Kota Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara) menghasilka