Administrasi Kredit Scoring System

1414 14 tahun. Sedangkan total tetap merupakan jumlah yang harus dibayar setiap bulannya oleh calon peminjam.

2.5 Administrasi Kredit

Administrasi kredit adalah suatu rangkaian kesatuan kegiatan dari berbagai komponen yang saling berhubungan secara sistematis dalam penyelenggaraan proses kegiatan pengumpulan dan penyajian informasi perkreditan suatu Bank, sebagai alat dalam pelaksanaan fungsi–fungsi manajemen Bank pada umumnya dan khususnya di bidang perkreditan. Proses administrasi ini akan menghasilkan output yang berupa sistem informasi sebagai umpan balik bagi manajemen suatu Bank dalam melaksanakan fungsi–fungsinya secara lengkap. Dari pengertian administrasi kredit diatas maka diperoleh manfaat administrasi kredit, yaitu: a. Sebagai alat dalam menunjang penyelenggaraan kegiatan–kegiatan dari proses perkreditan itu secara individual nasabah per nasabah maupun perkreditan itu secara keseluruhan. b. Sebagai alat dalam pengumpulan umpan balik melalui sistem informasi manajemen yang dibangun didalamnya sebagai dasar untuk pelaksanaan fungsi–fungsi manajemen Bank secara umum maupun manajemen perkreditan secara khusus. c. Sebagai alatpenyelenggara sistem dokumentasi perkreditan. d. Sebagai pelaksana dari sistem pelaporan ataupun sistem informasi manajemen yang bersangkutan. 1515 15 e. Untuk penetapan besarnya utang dan piutang dengan pihak peminjam. f. Untuk dasar pelayanan kepada pihak ekstern yaitu pihak nasabah sendiri ataupun untuk pihak penguasa moneter.

2.6 Scoring System

Sisi diagnosis suatu proses pengukuran atribut adalah pemberian makna atau interpretasi terhadap skor skala yang bersangkutan. Sebagai suatu hasil ukur berupa angka kuantitatif, scoring system, yang disebut juga sebagai skor skala, memerlukan suatu norma pembanding agar dapat diinterpretasikan secara kualitatif. Pada dasarnya, interpretasi skor skala selalu bersifat normatif, artinya makna skor diacukan pada posisi relatif skor dalam suatu kelompok yang telah dibatasi terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan statistik deskriptif dari distribusi data skor kelompok yang umumnya mencakup banyaknya subjek n dalam kelompok, mean skor skala M, devisiasi standar skor skala s dan varians s 2 , skor minimum X min dan maksimum X max , dan statistik-statistik lain yang dirasa perlu. Deskripsi data ini memberikan gambaran penting mengenai keadaan distribusi skor skala pada kelompok subjek yang dikenai pengukuran dan berfungsi sebagai sumber informasi mengenai keadaan subjek pada aspek variabel yang diteliti. Suatu skor yang ditentukan melalui prosedur penskalaan akan menghasilkan angka-angka pada level pengukuran interval dan interpretasikan hanya dapat dihasilkan kategori-kategori atau kelompok-kelompok skor pada level ordinal. Skor-skor mentah row score yang dihasilkan suatu skala merupakan penjumlahan dari skor item-item dalam skala itu. 1616 16 Relativitas hasil pengukuran selalu membawa permasalahan mengenai cara-cara pengelompokan kategorisasi apabila diperlukan pemisahan subjek ke dalam kelompok diagnosis yang berbeda. Berikut adalah beberapa cara kategorisasi subjek secara normatif dengan memanfaatkan statistik deskriptif guna memberi interpretasi terhadap skor skala: 1. Kategorisasi berdasarkan Model Distribusi Normal Kategori ini didasari oleh suatu asumsi bahwa skor subjek dalam kelompoknya merupakan estimasi dalam skor subjek dalam populasi dan bahwa skor subjek dalam populasinya terdistribusi secara normal. Dalam kategorisasi berdasarkan model distribusi normal ini terdapat dua macam kategori, yaitu: a. Kategori Jenjang Ordinal Menurut Saifuddin 2003:107 kategori ini memiliki tujuan menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi, dari paling jelek ke paling baik, dari sangat tidak puas ke sangat puas, dan semacamnya. Banyaknya jenjang kategori diagnosis yang akan dibuat biasanya tidak lebih dari lima jenjang tetapi juga tidak kurang dari tiga jenjang. Misalnya mengelompokkan individu-individu ke dalam hanya dua jenjang diagnosis saja,yaitu “semangat kerja rendah” dan ”semangat kerja tinggi” akan mengakibatkan resiko kesalahan yang cukup besar bagi skor-skor yang terletak di sekitar mean kelompok. 1717 17 Langkah-langkah penentuan kategorisasi berdasarkan jenjang ordinal menurut Saifuddin 2003:107 adalah sebagai berikut: i. Menentukan data statististik secara deskriptif berupa rentang minimum X min , rentang maksimum X max , luas jarak sebaran, mean teoritis dan devisiasi standar σ. ii. Menghitung data statistik secara deskriptif sebagai berikut: X min = banyaknya pertanyaan nilai minimum. 2.1 X max = banyaknya pertanyaan nilai maksimum. 2.2 luas jarak sebaran = X max – X min . 2.3 σ = luas jarak sebaran 6. 2.4 = banyaknya pertanyaan banyak kategori. 2.5 iii. Menghitung p dengan menggunakan tabel distribusi normal, terlebih dahulu menentukan Z min dan Z max dengan rumus: Z min = X min - σ 2.6 Z max = X max - σ 2.7 iv. Memilih p dengan nilai yang maksimal sehingga dapat ditemukan rentang skala prioritas dengan 3 kategori, yaitu: X – p σ kategorinya rendah atau tidak layak. 2.8 – p σ ≤ X + p σ kategorinya sedang atau layak. 2.9 + p σ ≤ X kategorinya tinggi atau sangat layak 2.10 1818 18 b. Kategori Bukan Jenjang Nominal Menurut Saifuddin 2003:107 kategori ini memiliki tujuan menempatkan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok diagnosis yang tidak memiliki makna “lebih” dan “kurang” atau “tinggi” dan “rendah”. Kasus semacam ini cocok untuk pengelompokkan individu berdasarkan skor Pola Asuh yang diterimanya Demokratis, Bebas, Otoriter, atau ketika kita akan melakukan kategorisasi Peran Jenis Feminin, Maskulin, Androgini dan Tidak Tergolongkan. Biasanya, karena kategori yang dikehendaki adalah kategori nominal maka tidak terletak pada satu kontinum. Artinya kita tidak dapat mengatakan bahwa kalau skor Pola Asuh rendah maka berarti pola asuhnya tipe “bebas” dan kalau skornya lebih tinggi menjadi tipe “demokratis” dan kalau skornya sangat tinggi menjadi “otoriter”. Dalam konstrak teoritisnya, kategori seperti ini merupakan dimensi- dimensi yang terpisah. Dalam skala, masing-masing diungkapkan oleh aspek atau subskala yang berbeda isinya. Kategori ini terdapat dua komponen yaitu komponen internal dan komponen eksternal yang merupakan item-item yang dimiliki oleh komponen internal. Cara penyelesaian kategorisasi bukan jenjang sebagai berikut: a. Menentukan komponen internal dan komponen eksternal. b. Menghitung skor pada masing-masing komponen, dengan: i. Internal : X int = ΣX int n int 2.11 ii. Eksternal : X eks = ΣX eks n eks 2.12 1919 19 c. Menghitung skor mentah sebagai dasar kategorisasi, yang memiliki komponen rata-rata atau mean M dan devisiasi standar S, dengan: i. Internal : Z int = X int - M int S int 2.13 ii. Eksternal : Z eks = X eks - M eks S eks 2.14 d. Harga Z minimal adalah 0,5 sebagai ciri adanya kecenderungan arah kendali yang berarti. 2. Kategori berdasarkan Signifikansi Perbedaan Cara kategorisasi yang kedua adalah dengan menguji signifikansi perbedaan antara mean skor empiris atau mean sampel M dan mean teoritis atau mean populasi . Kategori ini bertujuan untuk kategorisasi individu ke dalam jenjang-jenjang rendah, sedang dan tinggi namun tidak mengasumsikan distribusi populasi yang normal. Aplikasinya terutama apabila jumlah individu dalam kelompok yang hendak didiagnosis tidak begitu besar. Dengan menggunakan cara ini, tidak ditentukan terlebih dahulu kriteria kategorisasinya melainkan ditetapkan interval skor yang mencakup kategori tengah atau kategori sedang. Untuk itu perlu dihitung suatu interval batas-bawah dan batas-atas skor-skor yang berbeda secara signifikan dari harga mean populasi , menurut tingkat kepercayaan yang diinginkan. Hal ini dilakukan dengan rumusan interval: – t α 2,n-1 S √n ≤ X ≤ + t α 2,n-1 S √n 2.15 adalah Mean teoritis pada skala. t α 2,n-1 adalah harga kritis pada taraf signifikasi α 2 dan derajat kebebasan n-1. 2020 20 S adalah devisiasi standar skor. n adalah banyaknya subjek. Interval ini merupakan interval skor yang digolongkan sebagai kategori tengah atau sedang pada taraf signifikasi sebesar α atau taraf kepercayaan sebesar 1-α. Skor yang lebih besar daripada batas-atas interval akan diinterpretasikan sebagai tinggi dan skor yang lebih kecil daripada batas-bawah interval diinterpretasikan sebagai rendah. Contoh, suatu skala harga diri memiliki mean teoritis sebesar = 120, mean kelompok M = 95, devisiasi standar sebesar S = 24 dan subjek n sebanyak 100 dengan taraf signifikasi α = 0,05. Dari data tersebut, didapatkan t 0,025 2,99 = 1,98 diperoleh dari tabel t. Dengan menggunakan rumus interval diatas, diperoleh: = 120 – 1,9824 √100 ≤ X ≤ 120 + 1,9824 √100 = 115,25 ≤ X ≤ 125 Dengan demikian, diperoleh norma kategorisasi diagnosis berdasar skor sebagai berikut bahwa semua subjek yang skornya berada di bawah interval tersebut X kurang dari 115 didiagnosis sebagai memiliki tingkat harga diri rendah dan semua subjek yang skornya berada diatas interval atau sama dengan interval tersebut didiagnosis sebagai memiliki harga diri yang tinggi.

2.1 Kuesioner