20 ekstraselular  oleh  fibroblast  yang  akan  berperan  dalam  penutupan  luka.
Selanjutnya  terjadi  fase  proliferasi.  Pada  fase  proliferasi,  proliferasi  sel  epitel berlanjut,  sehingga  dapat  menyebabkan  penebalan  lapisan  epidermal,  yang
menyebabkan  hipertrofi,  penebalan  pada  bekas  luka  atau  yang  biasa  disebut keloid. Setelah itu terjadi pematangan luka dan kolagen akan semakin meningkat.
Namun,  serat  kolagen  ini  tidak  dapat  menghasilkan  kulit  yang  sama  dengan sebelum terjadi luka Enoch dan Leaper, 2008.
Yang  sangat  mendasari  terbentuknya  parut  luka  adalah  fase  inflamasi, karena pembentukan kolagen terjadi pada fase inflamasi. Maka pengurangan parut
luka  dapat  dilakukan  dengan  mengurangi  proses  inflamasinya.  Pada  saat inflamasi,  sel  endothelial  akan  memproduksi  siklooksigenase-2  COX-2  yang
akan  berpengaruh  pada  produksi  kolagen,  sehingga  dengan  menghambat  COX-2 diharapkan parut luka akan berkurang Blomme
et al
., 2003.
2.2 Piroxicam
Gambar 1. Struktur Piroxicam Piroxicam  merupakan nonsteroidal  anti-inflammatory  drug NSAIDs  yang
memiliki  aktivitas  antiinflamasi,  analgesik,  dan  antipiretik.  Aktivitas  piroxicam adalah  sebagai  inhibitor  prostaglandin  yang  menghambat  enzim-enzim
siklooksigenase COX-1 dan COX-2 Abd-allah
et al.,
2011. Siklooksigenase-2  COX-2  adalah  enzim  yang  diproduksi  oleh  sel
endothelial yang akan terekspresi pada saat fase inflamasi. COX-2 memiliki peran penting  bertanggung  jawab  atas  peningkatan  proliferasi  fibroblas  dan  produksi
kolagen  yang  menyebabkan  bekas  pada  luka.  Sehingga  dengan  menghambat COX-2 dapat disimpulkan dapat menghindari terbentuknya parut luka Blomme
et al
., 2003; Eligini
et al
., 2009.
2.3 Hidrogel
2.3.1 Definisi
Sudah  dibuktikan  bahwa  penyembuhan  luka  yang  baik  adalah  dalam keadaan  lembab,  dibandingkan  dengan  keadaan  kering.  Pada  keadaan  lembab
akan mengurangi dehidrasi pada luka serta mengurangi rasa sakit  Richard
et al.,
2007.  Karakteristik
wound
yang  ideal  adalah  dapat  melindungi  dari  bakteri, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21 mengontrol  penguapan  air,  oksigen  dan  karbondioksida  dapat  berdifusi,
mengabsorpsi  eksudat  luka    Sun,  2011.
Wound  dressing
yang  baik  juga  harus bersifat
non adherent
, memfasilitasi
autolytic debridement
atau pembersihan luka, mudah  menempel  pada  kulit  namun  tidak  sulit  dicuci,  serta  tentunya  ekonomis.
Hidrogel sendiri sudah dianggap sebagai “ideal wound dressing” Boateng, 2008. Hidrogel  dapat  digunakan  sebagai
scarless  wound,
memberi  efek  dingin  pada kulit,  semipermeabel  sehingga  dapat  memfasilitasi  difusi  dari  oksigen  dan
karbondioksida,  serta  memfasilitasi
autolytic  debridement,
tetapi  hidrogel membutuhkan  pengolesan  ulang  setelah  beberapa  saat  dipakai  karena  mudah
tercuci.  Selain  itu  hidrogel  juga  ada  potensi  untuk  dapat  menjadi  media pertumbuhan bakteri Okan
et al
., 2007. Gel  merupakan  sistem  semipadat  yang  terdiri  dari  suspensi  yang  dibuat
dari  partikel  anorganik  yang  kecil  atau  molekul  organik  yang  besar,  terpenetrasi oleh  satu  cairan.  Sedangkan  hidrogel  sendiri  adalah  gel,  tetapi  dengan  pembawa
air  Depkes  RI,  2014.  Untuk  zat  aktif  piroxicam  dapat  digunakan  hidrogel Depkes RI, 2014.
2.3.2 Komponen Gel
Gambar 2. Struktur Carbopol Rowe
et al.
, 2009. Carbopol  merupakan  kelompok
acrylic  polymer  cross-linked
dengan
poly alkenyl  ether.
Nama  lain  carbopol  adalah
acitamer,  acrylic  Acid  pilymer, carbomer,  carboxyvinyl  polymer.
Carbopol  berperan  besar  dalam  menambah viskositas dan sebagai suspending agent dalam gel, krim, dan salep. Carbopol juga
memiliki  sifat  sebagai  buffering  agent  Liu
et  al
.,  2008.  Selain  sebagai
gelling agent
carbopol  memiliki  sifat  dalam  mengontrol  pelepasan  obat  karena  dapat berfungsi  sebagai
binder
sehingga  penambahan  carbopol  diduga  dapat berpengaruh  dalam  pelepasan  obat  Rowe
et  al.
,  2009.  Carbopol  merupakan
gelling  agent
yang  akan  berpengaruh  pada  penambahan  viskositas,  karena  jika viskositas sediaan semakin tinggi maka zat aktif dalam sediaan akan semakin sulit
dilepaskan Anggraeni
et al.
, 2012. Carbopol  memiliki  pemerian  serbuk  putih,  asam,  higroskopis,  dan  berbau
khas.  Carbopol  digunakan  sebagai  pembentuk  gel  dengan  konsentrasi  0,5-2 Rowe
et  al.
,  2009.  Carbopol  sering  digunakan  sebagai
gelling  agent
karena stabilitasnya  yang  tinggi,  kompatibel  dengan  bahan  lain,  dan  toksisitas  rendah.
22 Carbopol  bersifat  asam  dan  sebelum  digunakan  dinetralkan  dengan  penambahan
basa
triethanolamine
TEA.
2.4 Landasan Teori
Pada  proses  penyembuhan  luka  terjadi  3  tahap  yaitu  tahap  inflamasi, proliferasi,  dan  remodelling.  Parut  luka  terjadi  pada  proses  inflamasi,  terjadi
pembentukan kolagen. Pembentukan kolagen pada fase inflamasi  ini diakibatkan oleh sekresi COX-2. Maka untuk menghambat COX-2 digunakan piroxicam yang
merupakan  NSAIDs  antiinflamasi,  antipiretik,  dan  analgesik  yang  akan menghambat  enzim  COX-2  sehingga  menghambat  sintesis  prostaglandin.  Akan
dibuat gel
scarless wound
dengan zat aktif piroxicam dengan variasi
gelling agent
carbopol.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk  melihat  formulasi  sediaan  gel
scarless wound
terbaik  yang  stabil  dengan  pelepasan  zat  aktif  piroxicam  yang  baik. Carbopol  sebagai
gelling  agent
akan  berpengaruh  pada  viskositas  hidrogel. Semakin  besar  viskositas  pada  gel  maka  akan  berpengaruh  pada  pelepasan  obat
karena  viskositas  yang  tinggi  akan  membuat  zat  aktif  sulit  dilepaskan  sehingga dengan  melakukan  variasi  carbopol  diharapkan  akan  didapatkan  sediaan  yang
stabil serta dapat memiliki profil pelepasan obat yang baik.
2.5 Hipotesis
Formulasi  sediaan  hidrogel  dengan  kadar  efektif  carbopol  dengan penambahan  zat  aktif  piroxicam  dapat  dihasilkan  sediaan  yang  stabil  dengan
pelepasan  obat  yang  baik,  serta  diduga  dapat  menyembuhkan  luka  tanpa meninggalkan  parut  luka  pada  hewan  uji  tikus  putih
Rattus  norvegicus
galur Wistar dengan menggunakan metode uji histopatologi.
23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Formulasi sediaan hidrogel
scarless  wound
dengan zat aktif piroxicam” ini termasuk eksperimental murni.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah viskositas, daya sebar, pH, homogenitas, stabilitas gel, dan pelepasan zat aktif.
3.2.2 Variabel Bebas
Variabel  bebas  pada  penelitian  ini  adalah  variasi  kadar
gelling  agent
carbopol serta penambahan piroxicam 5 ke dalam sediaan gel penyembuh luka. 3.2.3
Variabel Pengacau
a. Variabel  pengacau  terkendali.  Variabel  pengacau  terkendali  pada  penelitian
ini adalah tempat penyimpanan, cara penyimpanan gel, wadah gel, kecepatan dan  cara  pembuatan  gel,  berat  badan  tikus,  galur  tikus,  jenis  kelamin  tikus,
dan asupan gizi tikus.
b. Variabel  pengacau  tak  terkendali.  Variabel  pengacau  tak  terkendali  pada
penelitian  ini  adalah  suhu  ruangan,  kelembaban  ruangan,  kondisi  patologis hewan uji tikus.
3.2.4 Definisi Operasional
a. Formulasi  sediaan.  Formulasi  hidrogel  dengan  variasi  kadar
gelling  agent
carbopol
b.
Basis hidrogel. Menggunakan basis carbopol, CMC-Na, Ca-alginate dengan pelarut akuades.
c.
Gelling agent. Bahan pembentuk gel dengan carbopol, serta
gelling agent
lain
yaitu CMC-Na dan Ca-alginate.
d. Formula  optimum.  Formula  gel  dengan  standar  sediaan  semisolid  sesuai
syarat daya sebar 5-7 cm dan viskositas 200-300 dPa.s, serta dapat melepas zat aktif dengan maksimal.
e. Sifat  fisik  gel.  Parameter  acuan  yang  digunakan  adalah  organoleptis,  pH,
homogenitas, viskositas, dan daya sebar gel.
f.
Stabilitas  gel.  Parameter  untuk  mengetahui  stabilitas  gel
scarless  wound
meliputi  viskositas  dan  persen  sineresis  setelah  sediaan  gel  melewati  siklus
freeze thaw.
g. Parut  luka.  Parut  luka  ialah  jaringan  yang  terbentuk  dari  hasil  proses
penyembuhan luka akibat fase inflamasi.