Formulasi sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif ibuprofen
FORMULASI SEDIAAN GEL ANHIDRAT DIABETIC WOUND HEALING DENGAN ZAT AKTIF IBUPROFEN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Bernadus Dhuta Wibowo NIM: 138114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
ii
FORMULASI SEDIAAN GEL ANHIDRAT DIABETIC WOUND HEALING DENGAN ZAT AKTIF IBUPROFEN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Bernadus Dhuta Wibowo NIM: 138114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Say this ‘I’m the miracle itself’. So, do it and make it happen.”
(6)
(7)
(8)
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang telah diberikan sehingga skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing dengan Zat Aktif Ibuprofen” dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan berbagai pihak. Kesempatan ini penulis gunakan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerahnya atas penyusunan skripsi ini;
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma;
3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi dan dosen pembimbing yang selalu menuntun, memberikan saran, dan memotivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi;
4. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini;
5. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., yang telah mendukung dan memberi banyak panduan dalam penyusunan skripsi ini;
6. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., yang juga telah mendukung dan memberikan banyak panduan dalam penyusunan skripsi ini;
7. Bapak Yohanes Ratijo, yang telah banyak bersabar dalam mendampingi penelitian, selalu mendukung, memotivasi, dan meluangkan waktu, tempat, dan tenaga demi kelancaran penelitian ini;
8. Pak Agung, Pak Kayat, Pak Musrifin, Pak Mukminin, dan Pak Wagiran, selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah mengijinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di laboratorium;
(9)
ix
9. Penelitian ini sebagian didanai oleh DP2M DIKTI berdasarkan kontrak Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah No.010/HB/LIT/III/2016 tanggal 15 Maret 2016;
10.Keluarga tercinta, Andreas Bowo Srimulat, Yuliana Ponisah, Brigita Fides Dewanty, Cicilia Gloria Arum Maharani dan keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, perhatian, dan motivasi demi kelancaran studi dan penyusunan naskah skripsi;
11.Ivana Tunggal sebagai partner skripsi sekaligus sahabat terbaik yang telah memberikan waktu, bantuan, perhatian, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan naskah skripsi;
12.Kenny dan Tya yang sama-sama merasakan suka duka selama penelitian hingga penulisan naskah skripsi ini;
13.Teman-teman seperjuangan: Nilla, Hesti, Dipta, Ryan, Elwy, Fidel yang telah membantu dan mau bekerjasama dalam penelitian;
14.Teman-teman FST 2013, FSM C 2013, dan seluruh angkatan 2013; 15.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu farmasi.
Yogyakarta, 18 Januari 2017
(10)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
PRAKATA ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK... xv
ABSTRACT ... xvi
PENDAHULUAN ... 2
METODE PENELITIAN ... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7
Formulasi Sediaan Gel Anhidrat ... 7
Uji Sterilitas ... 8
Verifikasi dan Pembuatan Kurva Baku Ibuprofen ... 9
Evaluasi Sifat Fisik ... 9
Uji Stabilitas Gel Anhidrat ... 11
Uji Aktivitas pada Hewan Uji ... 11
Waktu Penyembuhan Luka ... 11
Uji Histopatologi ... 12
KESIMPULAN ... 14
UCAPAN TERIMA KASIH ... 14
DAFTAR PUSTAKA ... 14
(11)
xi
(12)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula Gel Anhidrat ...4 Tabel II. Hasil Evaluasi sifat fisik ...9 Tabel III. Waktu Penyembuhan Luka dan Intepretasi Hasil Histopatologi ...12
(13)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hasil uji sterilitas ...8 Gambar 2. Grafik pelepasan obat ...10 Gambar 3. Hasil uji histopatologi pengecatan Hematoxylin Eosin ...12
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Proposal Penelitian ...17
Lampiran 2. Ethical Clearance ...31
Lampiran 3. Certificate of Analysis ...32
Lampiran 4. Data Sifat Fisis Gel ...38
Lampiran 5. Data Kurva Baku Ibuprofen ...41
Lampiran 6. Data Pelepasan Obat ...43
Lampiran 7. Data Wound Closure ...49
Lampiran 8. Uji Statistika ...50
Lampiran 9. Gambar Histopatologi ...63
(15)
xv ABSTRAK
Senyawa anti-inflamasi diketahui mampu mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes. Penelitian “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic
Wound Healing dengan Zat Aktif Ibuprofen” bertujuan untuk mengetahui formula
optimum sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif ibuprofen. Ibuprofen yang diformulasikan sebagai gel anhidrat diduga mampu mempercepat penyembuhan luka bagi penderita diabetes. Penambahan propilen glikol dalam formula ditujukan untuk meningkatkan pelepasan obat dari sediaan. Sifat fisik yaitu organoleptis, pH, daya sebar, homogenitas, viskositas dan pelepasan obat dari gel anhidrat diuji untuk melihat kesesuaian dengan parameter sifat fisik yang telah ditetapkan. Pelepasan obat diuji dengan menggunakan Franz Diffusion Cell dan dilanjutkan uji stabilitas dengan menggunakan cycle test untuk melihat ada tidaknya perubahan sifat fisik dari gel. Data viskositas dan daya sebar dianalisis menggunakan ANOVA. Gel dengan pelepasan obat terbaik akan diaplikasikan pada luka eksisi pada tikus diabetes terinduksi aloksan. Hasil uji statistika menunjukan tidak ada perbedaan bermakna pada viskositas dan daya sebar dari masing-masing formula pada semua siklus uji stabilitas. Hasil uji pelepasan obat menunjukan bahwa gel anhidrat dengan kadar propilen glikol 50% memberikan pelepasan terbesar. Hasil uji aktivitas penyembuhan luka pada tikus dan uji histopatologi menunjukan gel ini mampu mempercepat penyembuhan luka diabetes.
(16)
xvi ABSTRACT
Anti-inflammatory compounds known to accelerate wound healing in diabetics. Research "Formulation of Ibuprofen Anhydrous Gel Diabetic Wound Healing" aims to determine the optimum dosage formula of anhydrous diabetic wound healing gel with the active ingredient ibuprofen. Ibuprofen that formulated as anhydrous gel allegedly able to accelerate wound healing in diabetics. The addition of propylene glycol in the formula is intended to enhance the drug release from the dosage. The physical properties of anhydrous gel tested for conformity with the parameters of physical properties that have been set. Drug release was tested by using Franz Difusion Cell and stability test using the cycle test. Viscosity and spreadability were analyzed using ANOVA. Gel with the highest drug release applied to the wound excision on alloxan-induced diabetic rats. The test results showed no statistically significant differences in the viscosity and spreadability on all cycle from stability assay of each formula. Anhydrous gel with 50% propylen glycol show the highest drug release. The result of wound healing activity test in rats and histopathological assay showed that the gel are able to accelerate healing of diabetic wounds.
(17)
1
FORMULASI SEDIAAN GEL ANHIDRAT DIABETIC WOUND HEALING DENGAN ZAT AKTIF IBUPROFEN
F ORMULATION OF IBUPROFEN ANHYDROUS GEL DIABETIC WOUND HEALING
Bernadus Dhuta Wibowo
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282, Indonesia
Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 dhutawibowo@gmail.com
ABSTRACT
Anti-inflammatory compounds known to accelerate wound healing in diabetics. Research "Formulation of Ibuprofen Anhydrous Gel Diabetic Wound Healing" aims to determine the optimum dosage formula of anhydrous diabetic wound healing gel with the active ingredient ibuprofen. Ibuprofen that formulated as anhydrous gel allegedly able to accelerate wound healing in diabetics. The addition of propylene glycol in the formula is intended to enhance the drug release from the dosage. The physical properties of anhydrous gel tested for conformity with the parameters of physical properties that have been set. Drug release was tested by using Franz Difusion Cell and stability test using the cycle test. Viscosity and spreadability were analyzed using ANOVA. Gel with the highest drug release applied to the wound excision on alloxan-induced diabetic rats. The test results showed no statistically significant differences in the viscosity and spreadability on all cycle from stability assay of each formula. Anhydrous gel with 50% propylen glycol show the highest drug release. The result of wound healing activity test in rats and histopathological assay showed that the gel are able to accelerate healing of diabetic wounds.
Keywords: diabetic ulcer, diabetic wound healing, anhydrous gel, ibuprofen
ABSTRAK
Senyawa anti-inflamasi diketahui mampu mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes. Penelitian “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing
dengan Zat Aktif Ibuprofen” bertujuan untuk mengetahui formula optimum sediaan gel
anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif ibuprofen. Ibuprofen yang diformulasikan sebagai gel anhidrat diduga mampu mempercepat penyembuhan luka bagi penderita diabetes. Penambahan propilen glikol dalam formula ditujukan untuk meningkatkan pelepasan obat dari sediaan. Sifat fisik yaitu organoleptis, pH, daya sebar, homogenitas, viskositas dan pelepasan obat dari gel anhidrat diuji untuk melihat kesesuaian dengan parameter sifat fisik yang telah ditetapkan. Pelepasan obat diuji dengan menggunakan Franz
Diffusion Cell dan dilanjutkan uji stabilitas dengan menggunakan cycle test untuk melihat
ada tidaknya perubahan sifat fisik dari gel. Data viskositas dan daya sebar dianalisis menggunakan ANOVA. Gel dengan pelepasan obat terbaik akan diaplikasikan pada luka eksisi pada tikus diabetes terinduksi aloksan. Hasil uji statistika menunjukan tidak ada perbedaan bermakna pada viskositas dan daya sebar dari masing-masing formula pada semua siklus uji stabilitas. Hasil uji pelepasan obat menunjukan bahwa gel anhidrat dengan kadar propilen glikol 50% memberikan pelepasan terbesar. Hasil uji aktivitas penyembuhan luka pada tikus dan uji histopatologi menunjukan gel ini mampu mempercepat penyembuhan luka diabetes.
(18)
2 PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah kondisi dimana terjadi peningkatan gula darah yang diasosiasikan dengan tidak ada atau tidak cukupnya sekresi insulin oleh pankreas, baik dengan atau tanpa adanya perusakan dari aksi insulin ini (Katzung et al., 2012). Prevalensi dari diabetes melitus pada penduduk usia produktif di Indonesia adalah 4,6% (Mihardja et al., 2014). Ulkus kaki pada penderita diabetes diperkirakan dapat terjadi pada 15% penderita diabetes serta menjadi penyebab awal 84% dari semua amputasi kaki bagian bawah yang berhubungan dengan diabetes (Brem & Canic 2007).
Obat anti-inflamasi diketahui mampu mepercepat penyembuhan luka diabetes (McKelvey et al., 2012). Ibuprofen merupakan salah satu obat yang memiliki kemampuan sebagai anti-inflamasi (Katzung et al., 2012).
Menurut Aly (2012), bentuk sediaan berbasis gel anhidrat memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam menutup luka pada penderita diabetes dibandingkan dengan sediaan berbasis mikroemulsi gel, hidrogel, alcoholic gel, dan hydroalcoholic gel. Dalam formulasi gel anhidrat tidak terdapat air, sehingga dapat mengurangi laju degradasi dari zat aktif yang terkandung di dalamnya (Proniuk & Blanchard, 2002). Namun dari penelitian Aly (2012) yang sama, gel anhidrat menunjukan pelepasan obat yang lebih kecil untuk obat yang sifatnya hidrofobik jika dibandingkan dengan hidrogel, gel alkoholik, dan gel hidroalkoholik. Salah satu zat yang bisa ditambahkan ke dalam gel untuk meningkatkan pelepasan obat adalah propilen glikol (Amnuaikit et al., 2008). Propilen glikol mampu menjadi solven bagi obat yang tidak larut air, namun dapat larut dalam air (Rowe et al., 2009). Ibuprofen relatif tidak larut air (Cayman Chemical Company, 2014), sehingga ibuprofen dapat diformulasikan menjadi gel anhidrat dan dilakukan optimasi kadar propilen glikol dalam formula untuk meningkatkan laju pelepasan obat sehingga didapatkan gel anhidrat ibuprofen yang dapat mempercepat penyembuhkan luka diabetes secara efektif (Bushra & Aslam, 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formula optimum sediaan gel anhidrat
diabetic wound healing dengan zat aktif ibuprofen. Hipotesis penelitian ini adalah formula
gel anhidrat diabetic wound healing ibuprofen dengan kadar propilen glikol yang optimum, mampu memberikan pelepasan obat yang paling baik sehingga mempercepat penyembuhan luka pada tikus diabetes.
(19)
3 METODE PENELITIAN
Jenis dan rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni sederhana dengan rancangan acak lengkap pola searah. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain Ibuprofen grade farmasetis (Kalbe Farma), working standard Ibuprofen (Sanbe Farma), aloksan monohidrat (Sigma), gliserin (Aldrich), propylene glycol, carbopol (Brataco), etanol 96% (Aldrich), etanol 70%, Nutrien Agar (Oxoid), kloroform teknis, ketamine 10%, krim depilatori (Reckitt Bensckiser), kapas, formalin 10% (Aldrich), larutan Harris Hematoxylin, larutan acid alcohol, larutan ammonium, larutan stok Eosin alcohol 1%, larutan working Eosin, larutan dapar fosfat pH 7,4, akuabides, heparin, reagen Glucose GOD FS (Diasys, Germany), akuabides, larutan standar glukosa, dan darah subjek uji.
Alat dan instrumen yang digunakan pada penelitian ini meliputi gelas beaker, hotplate magnetic stirrer, stirrer, skalpel, termometer, gelas ukur, plat stainless steel, corong, sentrifugator, aluminium foil, kapas, batang pengaduk, kabinet LAF, jarum ose, labu ukur, tabung sentrifugasi, mortir, stamper, spuit injeksi, pinset, gunting, biopsy punch, kaca objek dan kaca penutup, pipet tetes, plastic wrap, kaca bundar, mikrolab-200 (Merck), mikropipet (Socorex), tabung reaksi, Rheosys Merlyn VR, timbangan analitik (Ohaus), vortex (Wilten), dan mikroskop cahaya Olympus tipe BH-2 (Olympus Corp., Jepang), Franz
Diffusion Cell Logan VTC-300 (Instrument Corp.), Durapore® DVWP02500 PVDF
membrane filter 0,22 µm.
Subjek uji pada penelitian ini adalah 6 ekor tikus putih jantan galur Wistar berusia 2 bulan dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang memiliki berat badan pada rentang 150-180 g dan kondisi yang sehat (Katno et al., 2011).
Pembuatan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing Formula gel anhidrat yang diacu yakni:
R/ Carbopol 0,15
Metanol 0,7918
Gliserin 9
Atrovastatin 0,1
(20)
4 Formula gel anhidrat hasil modifikasi:
Tabel 1. Formula Gel Anhidrat
Formula (% w/w) Basis FI FII FIII
Carbopol 1,5 1,5 1,5 1,5
Etanol 7,89 7,89 7,89 7,89
Propylene Glycol 0 10 25 50
Ibuprofen 0 1,25 1,25 1,25
Gliserin Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100
Gel dibuat terlebih dahulu kemudian zat aktif ditambahkan kemudian secara aseptis. Pembuatan gel diawali dengan melarutkan carbopol dengan setengah bagian dari etanol dalam formula. Kemudian propilen glikol dan gliserin ditambahkan kedalam mortir, lalu aduk hingga homogen. Setelah itu dipindahkan ke dalam beker untuk diaduk menggunakan
stirrer selama 24 jam. Kemudian disimpan selama 48 jam didalam suhu ruangan. Setelah
itu, dilakukan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121o C selama 15 menit pada tekanan 1 kgf/cm2. Setengah bagian etanol digunakan untuk melarutkan ibuprofen. Kemudian dicampurkan ke dalam gel secara aseptis di dalam LAF.
Uji Sterilitas
Uji sterilitas dilakukan dengan menggoreskan gel anhidrat ke media Nutrient Agar pada cawan petri menggunakan jarum ose secara zig-zag. Tiap petri kemudian dibungkus plastic wrap dan diinkubasi terbalik dalam LAF selama 24 jam (Australian Society for Microbiology, 2012).
Verifikasi dan Pembuatan Kurva Baku Ibuprofen
Dibuat larutan Ibuprofen 200 µg/ml dengan cara menimbang Ibuprofen sebanyak 20 mg yang kemudian dilarutkan dengan 1 ml etanol untuk membantu kelarutan yang kemudian di tambahkan larutan PBS pH 7,4 hingga 100 ml. Dibuat larutan intermediet dengan konsentrasi 20 µg/ml. Setelah itu dibuat seri larutan baku 1, 3, 5 ,7, 9, 11, 13, 15, 17 µg/ml dengan 3 kali replikasi. Diukur dengan spektrofotmeter UV pada panjang gelombang 222 nm. LOD dihitung dengan rumus :
� � =3 �
dimana SB adalah simpangan deviasi dari blanko dan b adalah slope dari kurva baku. Untuk nilai LOQ hanya mengganti angka 3 pada LOD menjadi 10. Penghitungan LOD dan LOQ berdasarkan ICH Q2 (R1) yang dikeluarkan pada November 2005.
(21)
5 Evaluasi Sifat Fisik
Uji daya sebar Sediaan sebanyak 0,5 gram diletakkan di tengah kaca bundar. Kaca bundar lainnya dan pemberat dengan total bobot 125 gram diletakkan di atas kaca bundar pertama dan didiamkan selama 1 menit. Diameter sediaan yang telah menyebar diukur (dengan mengambil nilai rata-rata setelah diukur dari 4 arah berbeda) dan diulangi sebanyak 3 kali. Uji homogenitas Sediaan secukupnya diletakkan pada kaca objek lalu letakkan kaca objek lain di atas kaca objek pertama, tekan hingga keduanya merapat. Homogenitas sebarannya diamati. Ulangi sebanyak 3 kali.
Uji viskositas Viskositas dan rheologi sediaan gel anhidrat diukur menggunakan instrumen Rheosys Merlin VR dengan sistem cone and plate. Sediaan secukupnya diletakkan di atas plate, lalu cone diturunkan hingga menghimpit gel pada plate. Pengukuran viskositas dilakukan pada kecepatan putar 50 rpm.
Uji pelepasan obat Sekitar 0,1 g gel anhidrat dikemas ke dalam chamber pendonor pada
franz difusion cell, dipastikan bahwa tidak ada gelembung udara antara gel dan permukaan
chamber pendonor pada membran selofan. Fase reseptor dipenuhi dengan dapar fosfat pH 7,4 sambil terus diaduk dengan magnetik stearer pada kecepatan putaran yang konstan dan sama selama percobaan untuk memastikan homogenitas dan suhu dipertahankan pada 37 ± 0,50 C. Sampel ditarik tiap 15 menit selama 90 menit dan dianalisa spektrofotometri pada 222 nm (Csizmazia, 2011). Blank gel juga diuji untuk melihat ada tidaknya interferensi dari senyawa lain dalam pengukuran kadar ibuprofen (Aly, 2012).
Penentuan model kinetika pelepasan obat Untuk menganalisa bagaimana obat lepas dari sediaan maka beberapa plot berikut dibuat : % kumulatif pelepasan obat vs waktu (zero order); log % kumulatif obat yang tersisa disediaan vs waktu (first order); % kumulatif pelepasan obat vs akar dari waktu (model Higuchi). Korelasi digunakan sebagai indikator kesesuaian dengan salah satu model (Aly, 2012).
Uji Stabilitas Gel Anhidrat Ibuprofen
F reeze thaw cycle Uji Freeze Thaw dilakukan dengan cara masing-masing formula disimpan pada suhu -4ºC selama 24 jam, lalu kembali disimpan pada suhu ±25ºC selama 24 jam (untuk 1 siklus). Penyimpanan dilakukan sebanyak 6 siklus dan setiap akhir siklus dilakukan pengamatan sifat fisik dari setiap formula gel seperti pH, organoleptis, daya sebar dan viskositas (Barasa, 2016).
Uji viskositas Viskositas dan rheologi sediaan gel anhidrat diukur menggunakan instrumen Rheosys Merlin VR dengan sistem cone and plate. Sediaan secukupnya diletakkan di atas
(22)
6
plate, lalu cone diturunkan hingga menghimpit gel pada plate. Pengukuran viskositas dilakukan pada kecepatan putar 50 rpm. Uji viskositas dilakukan yaitu tiap siklus pada freeze thaw cycle.
Uji daya sebar Sebanyak 0,5 gram gel diletakkan di tengah kaca bundar dan ditutup dengan kaca penutup yang sudah ditimbang dan ditambahkan dengan pemberat hingga total pemberat diatas gel sebesar 125 gram, didiamkan selama 1 menit dan diameter penyebaran gel dari 4 bagian sisi dicatat. Uji daya sebar dilakukan pada tiap siklus freeze thaw.
Uji pH Masing-masing formula diukur nilai pH-nya menggunakan kertas indikator pH. Sedikit gel dioleskan pada pH universal dan warna yang didapatkan dibandingkan hasilnya dengan standar. Nilai pH yang diinginkan adalah 4,5-6,5 yaitu pH kulit sehingga kulit tidak teriritasi karena perbedaan pH.Uji pH dilakukan pada tiap siklus freeze thaw.
Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Induksi aloksan pada tikus Larutan aloksan monohidrat 5% diinjeksikan secara intraperitonial ke tikus jantan galur Wistar (umur 2 bulan dengan berat 150-180 gram) yang telah dipuasakan selama 15 jam dengan dosis 150 mg/kgBB selama 2-3 hari berturut-turut. Darah diambil dari orbital plexus 24 jam setelah injeksi dan kadar gula darah tikus diukur (Pirbalouti, et al., 2010).
Pengukuran kadar gula darah tikus Kadar glukosa darah tikus diukur dengan instrumen mikrolab-200 pada panjang gelombang 546 nm. Pengukuran kadar glukosa darah tikus dilakukan dengan metode GOD-PAP (Glucose Oxidase - Phenol Aminoantypiryn Peroxidase) pada hari ke- 0, 1, dan akhir penelitian. Tiga ekor tikus yang kadar gula darahnya di atas 250 mg/dL digunakan untuk penelitian sebagai kelompok perlakuan (diabetes) (Pirbalouti, et al., 2010).
Perlakuan pemberian luka dan pemberian gel anhidrat ibuprofen pada tikus Enam ekor tikus yang digunakan dalam penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan terdiri dari 3 ekor tikus diabetes dengan kadar gula darah > 250 mg/dL dan 3 ekor tikus tidak diabetes sebagai kelompok kontrol. Setiap tikus dianestesi dengan injeksi ketamin pada dosis 80 mg/kgBB secara intramuscular. Pada tiap tikus diberikan 5 luka eksisi menggunakan biopsy punch dengan diameter 3 mm. Luka dibuat pada punggung tikus yang sudah dicukur 48 jam sebelumnya. Kelima luka eksisi pada 1 ekor tikus diberi perlakuan berbeda, yaitu : basis, formula optimum dan kontrol tanpa perlakuan. Gel anhidrat diaplikasikan sebanyak 0,1 mL pada luka eksisi dengan menggunakan spuit tanpa jarum setiap 12 jam sampai luka menutup. Luka eksisi kemudian dimonitor dan persentase
(23)
7
penutupan luka dihitung. Setelah luka sembuh, tikus dieuthanasia dengan injeksi ketamin dengan dosis 100 mg/kgBB. Kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10%.
Uji histopatologi – pengecatan Hematoxylin-Eosin (HE) Sampel jaringan kulit tikus dari perlakuan diambil, dilakukan pengecatan dengan Hematoxylin Eosin, kemudian diamati histopatologinya secara mikroskopis dengan mikroskop cahaya Olympus tipe BH-2 yang terhubung dengan kamera Optilab v.2.1 (Micronos, Indonesia). Pembuatan preparat sampel jaringan kulit dilakukan oleh bagian Patologi Anatomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tata cara analisis hasil
Analisis kuantitatif Pengukuran data kuantitatif yaitu kecepatan penyembuhan luka pada tikus dihitung dengan persamaan:
% wound closure = area u a ar e−0−area u a ar e−n
area u a ar e−0 X 100 %
Pengukuran % penutupan luka menggunakan aplikasi Image J dilakukan setiap hari dari awal pemberian luka hingga luka menutup. Kecepatan penyembuhan luka dianalisis secara statistik menggunakan software R i.386 3.2.5. Data sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan dicari standar deviasinya, serta dibuat kurva % kumulatif pelepasan obat dari sediaan terhadap waktu untuk melihat laju pelepasan obat dari sediaan. Dari data stabilitas fisik, viskositas, % kumulatif pelepasan obat dan daya sebar dianalisis secara statistik menggunakan software R i368 3.2.3.
Analisis kualitatif Pengamatan pada uji histopatologi memberikan perbandingan hasil secara mikroskopis antara struktur kulit dari penyembuhan luka eksisi dan struktur kulit normal tikus.
HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Sediaan Gel anhidrat
Formula gel anhidrat diabetic wound healing dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Preparation and Evaluation of Novel Topical Gel Preparation for Wound Healing
in Diabetics. Atrovastatin yang terdapat dalam formula acuan digantikan dengan ibuprofen
karena keduanya merupakan obat yang hidrofobik (National Center for Biotechnology Information, 2017). Basis gel anhidrat diabetic wound disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 1kgf/cm2 selama 15 menit karena pada kondisi tersebut
(24)
8
mikroorganisme di dalamnya akan mati akibat degradasi asam nukleat dan denaturasi enzim (Adji, Zuliyanti, dan Larashanty, 2007).
Penambahan zat aktif ibuprofen ke dalam sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dilakukan dalam suasana aseptis di dalam LAF yang telah dibersihkan dengan etanol dan didiamkan di bawah sinar UV selama 24 jam. Ibuprofen yang ditambahkan telah steril karena telah dilarutkan dalam etanol terlebih dahulu. Tidak dilakukan sterilisasi terminal dalam proses pembuatan gel anhidrat karena dikhawatirkan zat aktif ibuprofen akan rusak pada suhu tinggi.
Uji Sterilitas
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1. Hasil uji sterilitas: Basis (a); Formula 1 (b); Formula 2 (c); dan Formula 3 (d) Uji sterilitas dilakukan untuk mengetahui apakah formulasi yang dilakukan secara aseptis mampu menghasilkan sediaan gel anhidrat yang steril. Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa tidak terdapat koloni bakteri yang tumbuh pada semua formula gel yang dibuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menghasilkan sediaan yang dibuat steril. Sediaan gel diabetic wound ini harus memenuhi persyaratan sterilitas karena akan diaplikasikan pada luka diabetes yang terbuka. Apabila sediaan ini tidak steril, dikhawatirkan dapat menimbulkan infeksi pada luka yang dapat menghambat proses penyembuhan luka diabetes bahkan mengakibatkan amputasi (Leung, 2007). Sediaan ini juga tidak mengandung antimikroba sehingga uji sterilitas ini perlu dilakukan untuk memastikan sediaan steril sehingga tidak mengganggu proses penyembuhan luka.
(25)
9
Hasil uji sterilitas terhadap basis gel, gel Formula 1, gel Formula 2, dan gel Formula 3 menunjukkan keempat sediaan ini steril dengan tidak ditemukan adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media nutrient agar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Verifikasi dan Pembuatan Kurva Baku Ibuprofen
Kurva baku ibuprofen yang dihasilkan memiliki persamaan linier y = 0.0428x + 0.1734 dengan nilai linieritas (r) sebesar 0.999171018. Rentang SD pada semua titik konsentrasi kurva baku yaitu 0,000577 - 0,001528 dan untuk % RSD (CV) berada pada rentang 0,0612 – 0,487 %. Nilai LOD yang dihasilkan yaitu 0,011 µg/ml dan LOQ sebesar 0,887 µg/ml.
Evaluasi Sifat Fisik
Evaluasi sifat fisik yang dilakukan meliputi uji viskositas, uji daya sebar, dan uji homogenitas. Uji viskositas yang dilakukan dengan instrumen Rheosys Merlin VR pada 50 rpm, bertujuan untuk mengetahui nilai viskositas dan rheologi sediaan gel yang dibuat pada penelitian ini. Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan sediaan yang dibuat untuk menyebar ketika diaplikasikan pada luka. Uji homogenitas memastikan bahwa sediaan gel anhidrat yang dibuat homogen. Uji organoleptis dan pH dilakukan untuk mengetahui penampilan fisik dari sediaan dan pH. Uji pelepasan obat dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan untuk melepaskan zat aktifnya selama waktu tertentu. Data hasil evaluasi sifat fisik sediaan dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Hasil Evaluasi Sifat Fisik
Sediaan Basis Formula 1
(F1)
Formula 2 (F2)
Formula 3 (F3) Viskositas ± SD
(Pa.s) 3.407 ± 0,075 2,984 ± 0,158 2,841 ± 0,163 2,128 ± 0,077 Daya sebar ± SD
(cm) 6,110 ± 0,008 6,200 ± 0,203 6,460 ± 0,049 6,763 ± 0,056 Viskositas ± SD
(Pa.s) siklus 6 3,389 ± 0,013*
2,873 ± 0,164* 2,697 ± 0,147* 2,003 ± 0,070* Daya sebar ± SD
(cm) siklus 6 6,084 ± 0,012*
6,280 ± 0,063* 6,433 ± 0,053* 6,695 ± 0,073*
Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen
Organoleptis Bening, tidak berbau Bening agak putih, tidak berbau Bening agak putih, tidak berbau Bening agak putih, tidak berbau
(26)
10 % kumulatif obat
yang terlepas selama 90 menit melalui membran
seluas 1,77 cm2
- 40,995 ±
0,426
43,323 ± 0,502
52,078 ± 0,628
Orde 0 - 0,9211 0,9655 0,9771
Orde 1 - 0,9343 0,9484 0,9873
Model Higuchi - 0,9381 0,9323 0,9912
*Perubahan viskositas dan dayasebar tidak menujukan perbedaan yang bermakna (p>0,05)
Gambar 2. Grafik pelepasan obat
Dari Tabel II tampak bahwa peningkatan kadar propilen glikol menyebabkan penurunan viskositas. Sedangkan untuk % kumulatif obat yang terlepas selama 90 menit, semakin meningkat seiring dengan peningkatan kadar propilen glikol. Melalui grafik pelepasan obat dapat dilihat bahwa urutan pelepasan obat dari yang paling besar ke yang kecil adalah F3, F2, F1. Pelepasan obat dipengaruhi oleh viskositas, semakin besar viskositas suatu sediaan maka akan semakin kecil obat yang dilepaskan. Hal ini dijelaskan melalui rumus konstanta difusi yang memiliki rumus sebagai berikut :
� = 6���
Dimana R adalah konstanta gas, T adalah temperature absolut, η adalah viskositas, Na adalah
bilangan Avogadro, ra adalah jari-jari solute yang sperish. Peningkatan viskositas akan menyebabkan penurunan dari nilai D. Penurunan nilai D akan menyebabkan jumlah obat yang terlepas dari sediaan semakin berkurang (Florence & Attwood, 2005; Steffansen et al., 2010). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
% K u m u lat if o b at y an g t e rl e p as Waktu (menit) Formula 3 Formula 2 formula 1
(27)
11
Kinetika pelepasan dari masing-masing formula digambarkan dari Tabel II. Kinetika pelepasan obat F1 dan F3 mengikuti model Higuchi. Sedangkan untuk F2 mengikuti model orde 0. Orde 0 menggambarkan bahwa obat dilepaskan dalam jumlah yang sama sepanjang waktu percobaan (Ramteke et al., 2014). Orde 1 menggambarkan bahwa laju pelepasan obat proporsional dengan jumlah obat yang ada dalam sediaan (Jeon et al., 2005). Model Higuchi menggambarkan bahwa rate limiting step dalam pelepasan obat adalah difusi melalui matriks sediaan (Duangjit et al., 2015). Adanya perbedaan kinetika pelepasan obat pada formula 2 bisa dikarenakan oleh komposisi antara gliserin dan propilen glikol yang terdapat didalamnya. Gliserin dan propilen glikol memiliki perbedaan kepolaran (National Center for Biotechnology Information, 2017). Campuran antara keduanya akan menghasilkan tingkat kepolaran yang berbeda. Perubahan tingkat kepolaran ini akan berpengaruh pada kelarutan ibuprofen dalam gel serta bagaimana ibuprofen dapat lepas dari sediaan (Loden & Wessman, 2001).
Uji Stabilitas Gel Anhidrat
Dari hasil uji stabilitas fisik tidak ada menunjukan perubahan yang bermakna pada semua formula, baik dalam hal viskositas, daya sebar, maupun pH (P > 0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa semua formula tahan terhadap perubahan suhu ekstrim.
Uji Aktivitas pada Hewan Uji
Gel anhidrat formula 3 dipilih untuk uji aktivitas pada punggung tikus yang diberi luka eksisi karena memberikan stabilitas yang baik dan memiliki pelepasan obat paling besar dibandingkan formula lainnya.
Waktu Penyembuhan Luka
Data berupa hari yang dibutuhkan untuk mencapai penutupan permukaan luka 100% (kecepatan penyembuhan), dianalisis secara statistik untuk melihat apakah ada perbedaan bermakna antara kecepatan penyembuhan pada luka yang diberikan basis, gel anhidrat ibuprofen formula 3, dan luka kontrol pada kelompok kontrol (normal) maupun kelompok diabetes. Hasil statistika menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan hanya terjadi antara kecepatan penyembuhan luka pada tikus normal yaitu antara kontrol dengan gel formula 3 dan basis dengan gel anhidrat. Data lain tidak menunjukan perbedaan yang signifikan.
(28)
12 Uji Histopatologi
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
(g)
Gambar 3. Hasil uji histopatologi pengecatan Hematoxylin Eosin : Tikus normal luka kontrol (a); Tikus normal basis (b); Tikus normal formula 3 (c); Tikus diabetes luka kontrol (d); Tikus diabetes basis (e); Tikus diabetes formula 3 (f); Kulit tikus tanpa perlakuan (g)
Keterangan : 1 = lapisan epidermis 4 = pembuluh darah 2 = jaringan granulasi 5 = inti sel
3 = serat kolagen 6 = jaringan ikat
Tabel III. Waktu Penyembuhan Luka dan Intepretasi Hasil Histopatologi
Perlakuan Hari Penyembuhan Keterangan
Tikus normal (hari)
Tikus Diabetes
(hari)
Tikus normal Tikus diabetes
Kontrol 13,33 ± 0,577 12,67 ± 2
Kolagen yang terbentuk tidak rapat, terdapat jaringan ikat; Adanya pembuluh darah dan jaringan
Kolagen sudah mulai terbentuk namun tidak rapat, terdapat jaringan ikat; Adanya pembuluh darah
(29)
13
granulasi
menunjukan proses penyembuhan luka sudah pada tahap proliferasi.
dan jaringan granulasi yang banyak
menunjukan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi.
Basis 13.33 ± 0,577 12.33 ± 2
Serat kolagen tidak rapat dan tersebar tidak teratur, lapisan epidermis belum menutup sempurna; Terdapat jaringan granulasi menunjukan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi
Serat kolagen tidak rapat dan teratur, bagian epidermis belum terbentuk sempurna, masih terdapat jaringan granulasi yang menunjukan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi
Gel
Formula 3 11 ± 0 11 ± 2
Bagian-bagian struktur kulit sudah lengkap; Tidak ada jaringan granulasi yang terlihat yang menunjukan proses penyembuhan luka telah mencapai tahap remodeling akhir
Serat kolagen telah terbentuk sudah mulai rapat; Terdapat sedikit jaringan granulasi yang menunjukan penyembuhan luka mulai berada di tahap remodeling awal
Tanpa perlakuan
Bagian-bagian struktur kulit tikus lengkap (tanpa jaringan granulasi) karena tidak mengalami proses luka
Luka tikus normal dan diabetes yang diberikan gel anhidrat formula 3 dapat mencapai tahap remodeling, sedangkan luka lainnya hanya mencapai tahap proliferasi. Hal ini menunjukan bahwa gel anhidrat ibuprofen mampu mempercepat penyembuhan luka dengan memberikan struktur kulit yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol maupun basis.
Peningkatan kemampuan penyembuhan luka ini dikarenakan kemampuan anti-inflamasi yang dimiliki oleh ibuprofen (Katzung et al., 2012). Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase. Dimana enzim siklooksigenase ini jika tidak dihambat akan memetabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin E2 (PGE2) yang merupakan salah satu agen inflamasi (Riccioti et al., 2011). PGE2 merupakan salah satu penginduksi terbentuknya MMP-9 (Yen et al., 2016). Diketahui bahwa keberadaan MMP-9 yang berlebih pada penderita diabetes menyebabkan penyembuhan luka penderita diabetes menjadi lebih lama jika dibandingkan pada orang yang tidak mengalami diabetes (Liu et al., 2009). Dengan
(30)
14
terhambatnya enzim siklooksigenase oleh ibuprofen maka pembentukan PGE2 akan terhenti, dengan terhentinya pembentukan PGE2 maka dapat menurunkan ekspresi dari MMP-9.
KESIMPULAN
Hasil uji pelepasan obat dan stabilitas menunjukkan formula yang optimum adalah gel dengan kadar propilen glikol sebesar 50% w/w. Pada uji aktivitas terhadap penentuan kecepatan penyembuhan luka, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tikus diabetes, tetapi pada tikus normal terdapat perbedaan signifikan antara perlakuan dengan kontrol maupun basis. Berdasarkan hasil uji histopatologi menunjukkan bahwa formula gel anhidrat ibuprofen memberikan struktur kulit yang paling baik dibandingkan dengan kontrol dan basis. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah area luka diperluas sehingga bisa dilihat perbedaan kecepatan penyembuhan antar luka serta dapat dikembangkan basis lainnya yang dapat memberikan pelepasan obat yang lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih ditujukan kepada PT. Sanbe Farma atas working standard ibuprofen dan DP2M DIKTI atas bantuan dana penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, D., Zuliyanti, dan Larashanty, H., 2007. Perbandingan Efektivitas Sterilisasi Alkohol 70%, Inframerah, Otoklaf, dan Ozon Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtillis. Jurnal Sain Veteriner, 25(1), 17-24.
Aly, U. F., 2012. Preparation and Evaluation of Novel Topical Gel Preparations for Wound Healing in Diabetic. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 4, 11.
Amnuakit, T., Ingkatawornwong, S., Maneenuan, D., Worachotekamjorn, K., 2008. Caffein Topical Gel Formulation. IJPS, 4, 16-24.
Australian Society for Microbiology, 2012. Guidelines for Assuring Quality of Medica
Microbiological Culture Media. Available from http://www.theasm.org.au/
assets/ASM-Society/Guidelines-for-the-Quality-Assurance-of-Medical-Micro biological-culture-media-2nd-edition-July-2012.pdf [Accessed 16 January 2017].
Barasa, M., 2016. Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) Dalam Berbagai Variasi Konsentrasi CMC-Na dan Gliserin.
Skripsi (S.Farm). Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Brem, H., Canic, M. T., 2007, A Cellular And Molecular Basis of Wound Healing In
Diabetes, The Journal of Clinical Investigation, volume 17(5), 1219.
Bushra, R., dan Aslam, N., 2010. An Overview of Clinical Pharmacology of Ibuprofen.
(31)
15
Cayman Chemical Company, 2014, Safety Data Sheet Ibuprofen, 1-7. Available from : https://www.caymanchem.com/msdss/70280m.pdf [Accesed 31 Mei 2016]. Csizmazia, E., 2011. Drug Permeation Study Through Biological Membran Barriers. Thesis
(PhD). Faculty of Pharmacy, University of Szeged, Szeged.
Duangjit, S., Buacheen, P., Priebrpom, P., Limpanickhul, S., Asavapichayont, P., Chaimanee,P., et al., 2015. Development and Evaluation of Tamarind Seed Xyloglucan for Transdermal Patch of Clindamycin. Advanced Materials
Research, 1060 (2015), 21-24.
Florence, A., Attwood, D., 2005. Physicochemical Principles of Pharmacy. 4th ed. London: Pharmaceutical Press.
ICH, 2005. Validation of Analitycal Procedures : Text and Methodology Q2 (R1).
Jeon, O., Kang, S.W., Lim, H.W., Chung, J.H., Kim, B.S., 2005. Long-Term and Zero-Order Release of Basic Fibroblast Growth Factor from Heparin-Conjugated Poly(L-lactide-co-glycolide) Nanospheres and Fibrin Gel. Biomaterial, 27, 1598-1607. Katno, Anistyani, D., Saryanto, 2011. Uji Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak Etanol Daun The (Camellia sinensis L.). Available from : download.portalgaruda.org/article.php? article=134358&val=5638.
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J., 2012. Basic & Clinical Pharmacology. San Francisco : The McGraw-Hill.
Leung, P. C., 2007. Diabetic Foot Ulcer – A Comprehensive Review. Surgeon, 5(4),219-31. Liu, Y., Min, D., Bolton, T., Nube, V., Twigg, S.M., Yue, D.K. et al., 2009. Increased Matrix Metalloproteinase-9 Predict Poor Wound Healing in Diabetic Foot Ulcer. Diabetes Care, 32(1).
Loden, M., Wessman, C., 2001. The Influence of A Cream Containing 20% Glycerin ItsVehicle on Skin Barrier Properties. International Journal of Cosmetic Science, 23, 115-119.
McKelvey, K., Xue, M., Whitmont, K., Shen, K., Cooper, A., Jacson, C., 2012. Potential Anti-Inflamatory Treatments for Chronic Wounds. Wound Practice and Research, 20(2), 86-89.
Mihardja, L, Soetrisno, U, & Soegondo, S., 2014. Prevalence and clinical profile of diabetes mellitus in productive aged urban Indonesians. Journal of Diabetes Investigation, 5(5), 507–512.
National Center for Biotechnology Information, 2017. PubChem Compound Database; CID=1030. Available from : https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/1030 [Accessed 16 January 2017].
National Center for Biotechnology Information, 2017. PubChem Compound Database; CID=753. Available from : https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/753 [Accessed 16 January 2017].
National Center for Biotechnology Information, 2017. PubChem Compound Database; CID=753. Available from : https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/60823 [Accessed 27 January 2017].
(32)
16
National Center for Biotechnology Information, 2017. PubChem Compound Database; CID=753. Available from : https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/3672 [Accessed 27 January 2017].
Pirbalouti, A.G., Azizi, S., Koohpayeh, A., Hamedi, B., 2010, Wound Healing Activity of Malvasylvestris and Punica Granatum in Alloxan-Induced Diabetic Rats, 67(5), 511-516.
Proniuk, S., Blachard, J., 2002. Anhydrous Carbopol Polymer Gel for the The Topical Delivery of Oxygen /Water Sensitive Compounds. Pharmaceutical
Development and Technology, 7(2), 249-255.
Ricciotti, E., FitzGerald, G. A., 2011, Prostaglandins and Inflammation, Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology, 31, 986–1000.
Steffansen, B., Brodin, B., Nielsen, C.U., 2010. Passive diffusion of drug subtances: the concepts of flux and permeability. In: B. Brodin, ed. Molecular Biopharmaceutics : Aspects of drug characterization, drug delivery and dosage
form evaluation. London: Pharmaceutical Press, 135-151.
Yen, J., Khayrullina, T., dan Ganea, D., 2008. PGE2-induced Metalloproteinase-9 is Essential for Dendritic Cell Migration. Blood, 111(1), 260-270.
(33)
17 Lampiran 1. Proposal Penelitian
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah kondisi dimana terjadi peningkatan gula darah yang diasosiasikan dengan tidak ada atau tidak cukupnya sekresi insulin oleh pankreas, baik dengan atau tanpa adanya perusakan dari aksi insulin ini (Katzung et al., 2012). Ada beberapa jenis dari diabetes, namun jenis diabetes yang paling sering adalah diabetes tipe 2 atau biasa disebut diabetes melitus (Finkel et al., 2009).
Menurut WHO pada tahun 2012, diabetes melitus berada pada urutan ke-7 pada survey WHO mengenai 10 penyakit yang dapat menyebabkan kematian di dunia, dengan angka kematian 1,5 juta jiwa yang meninggal akibat diabetes pada tahun 2012 di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, prevalensi dari diabetes melitus pada penduduk usia produktif adalah 4,6% (Mihardja et al., 2014). Ulkus kaki pada penderita diabetes diperkirakan dapat terjadi pada 15% penderita diabetes serta menjadi penyebab awal 84% dari semua amputasi kaki bagian bawah yang berhubungan dengan diabetes (Brem & Tomic-canic 2007).
Diketahui bahwa aktivitas dari MMP-9 menyebabkan penyembuhan luka pada penderita diabetes menjadi lebih lama dibandingkan pada orang yang tidak mengalami diabetes (Liu et al., 2009). Salah satu penginduksi pembentukan MMP-9 ini adalah prostaglandin E2 (PGE2) (Yen et al., 2016).
Zat aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibuprofen. Ibuprofen merupakan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) (Katzung et al., 2012). Menurut Bachhav et al. (2010), penghantaran secara topikal melalui kulit dari OAINS memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan rute oral dalam hal potensi efek samping. Ibuprofen memiliki aktivitas sebagai inhibitor siklooksigenase non-selektif (Katzung et al., 2012). Siklooksigenase mampu memetabolisme asam arakidonat menjadi PGE2 (Ricciotti et al, 2011). Dengan terhambatnya siklooksigenase maka pembetukan PGE2 akan terhenti,
dengan terhentinya pembentukan PGE2 maka dapat menurunkan ekspresi dari MMP-9.
Menurut Aly (2012), bentuk sediaan berbasis gel anhidrat memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam menutup luka pada penderita diabetes dibandingkan dengan sediaan berbasis mikroemulsi gel, hidrogel, alcoholic gel, dan hydroalcoholic gel. Selain itu gel anhidrat tidak memiliki kandungan air dalam formulanya sehingga dapat mengurangi laju degradasi dari zat aktif yang terkandung di dalamnya (Proniuk et al., 2002). Namun gel anhidrat memiliki kekurangan dalam laju pelepasan obat dibandingkan hidrogel, gel
alcoholic, dan gel hydroalcoholic (Aly, 2012). Salah satu kandungan gel yang
mempengaruhi pelepasan zat aktifnya adalah propilen glikol (Amnuaikit et al., 2008). Propilen glikol memiliki kemampuan sebagai peningkat permeabilitas (permeability
enhancer) (Trommer et al., 2006). Propilen glikol mampu menjadi solven bagi obat yang
tidak larut air, namun dapat larut dalam air (Rowe et al., 2009). Ibuprofen relatif tidak larut air (Chayman Chemical Company, 2014), sehingga ibuprofen dapat diformulasikan menjadi gel anhidrat dan dilakukan optimasi kadar propilen glikol dalam formula untuk meningkatkan laju pelepasan obat sehingga didapatkan gel anhidrat ibuprofen yang dapat mempercepat penyembuhkan luka diabetes secara efektif (Bushra et al.,2010).
(34)
18 1.2 Rumusan Masalah
Apa formula gel anhidrat ibuprofen yang optimum sebagai diabetic wound healing?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui formula optimum sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif ibuprofen.
1.4 Urgensi Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mengembangkan suatu produk baru yang belum beredar di pasaran yakni sediaan gel anhidrat ibuprofen yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes sehingga mengurangi angka kejadian amputasi akibat ulkus diabetikum.
1.5 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian terkait dengan formulasi sediaan gel anhidrat ibuprofen sebagai
diabetic wound healing, sehingga dapat pula dijadikan sumber acuan yang dapat digunakan
untuk penelitian selanjutnya. 1.6 Luaran yang Diharapkan
Mendapatkan formulasi optimum sediaan gel anhidrat ibuprofen yang secara efektif dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes.
1.7 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan secara ilmiah mengenai formula sediaan gel anhidrat ibuprofen yang optimum sebagai diabetic wound healing.
(35)
19
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka
Luka merupakan kerusakan dari integritas epitelial pada kulit dan mungkin disertai oleh gangguan struktur dan fungsi dari jaringan kulit normal (Enoch & Leaper, 2005). Berdasarkan waktu dan sifatnya untuk sembuh, luka dapat dibagi menjadi dua yaitu luka akut dan luka kronis (Enoch & Leaper, 2005). Luka kronis merupakan luka yang tidak dapat sembuh dalam waktu dan sifat yang sewajarnya (Enoch & Leaper, 2007). Luka dapat sembuh dalam 5-10 hari pada luka akut. Pada luka kronis terjadi perpanjangan pada satu atau lebih pada fase penyembuhan luka (Velnar, 2009). Salah satu penyebab luka menjadi kronis adalah diabetes (Enoch & Leaper, 2007). Penyembuhan luka merupakan proses fisiologis yang penting bagi hemostasis jaringan, namun ini dapat juga berupa ganguan dari penyakit dan berbagai patologi (Shaw & Martin, 2009). Proses penyembuhan luka secara umum ada empat fase yang saling tumpang tindih, secara urut fasenya adalah fase koagulasi, inflamasi, proliferasi dan remodelling (Hamed et al., 2014; Guo & DiPietro, 2010).
Koagulasi terjadi pertama kali ketika luka. Ketika terjadi luka platelet beragregasi pada tempat luka agar memfasilitasi pembentukan fibrin yang akan bertranformasi menjadi matriks sementara dengan memasukan fibronectin (Hamed et al., 2014). Fibronectin merupakan glikoprotein adhesive yang berguna dalam memediasi sel untuk merekat, menyebar dan bermigrasi menuju tempat luka, serta meningkatkan sensitivitas sel tertentu seperti sel endotelial untuk menghasilkan growth factor (Enoch & Leaper, 2007).
Pada fase inflamasi terjadi ekstravasasi dari neutrofil dan makrofag ke dalam luka dan fagositosis dari debris pengotor dan mikroorganisme oportunistik. Sel inflamasi menyekresikan proinflamatory sitokin seperti TGF-β1, monocyte chemoattractant protein -1, colony stimulating factor, interleukin (IL)-1, tumor necrosis factor (TNF)-α, dan growth factor seperti PDGF, vascular endotelial growth factor (VEGF), dan insulin like growth factor-1 (Hamed et al., 2014). Growth factor, sitokin, dan stimulus fagosit mengatur sekresi dan sintesis dari metalloproteinase (Enoch & Leaper, 2005). Yang termasuk metalloproteinase pada pembentukan luka yaitu gelatinase atau MMP-9, collagenase, dan stromelisins (Enoch & Leaper, 2005).
Dalam fase proliferasi ada proses epitelisasi, fibroplasia, angiogenesis, dan kontraksi (Hamed et al., 2014). Fibroblast merupakan komponen yang berguna dalam pembentukan matriks ekstraseluler (Enoch & Leaper, 2007). Kondisi hipoksia merupakan stimulus poten untuk terjadi angiogenesis, selain itu angiogenesis juga dipacu oleh growth factor yang disekresikan oleh makrofag yang keluar (Hamed et al., 2014). Pembentukan dari jaringan granulasi (granulation tissue) memungkinkan terjadinya epitalisasi dan penutupan luka (Hamed et al., 2014). Kolagen dihasilkan oleh fibroblast serta karena adanya stimulasi dari monosit yang dihasilkan pada proses inflamasi (Enoch & Leaper, 2005).
Pada fase remodelling terdapat proses penghentian inflamasi, proses pembentukan parut, pengembalian morfologi jaringan normal, pengenalan dari matriks kolagen bersama garis tegangan kulit. Sel yang sudah tidak diperlukan lagi dihilangkan secara apoptosis (Hamed et al., 2014).
(36)
20
Pada penderita diabetes, proses penyembuhan luka terganggu pada semua fasenya sehingga menjadi luka kronis. Diabetes menderegulasi keseimbangan koagulasi cairan darah yang mengakibatkan gangguan secara makro dan mikrovaskular serta menyebabkan pendarahan berlebih setelah pembentukan lesi. Terganggunya pembentukan matriks sementara (provisional matrix) menyebabkan terganggunya pembentukan jarigan granulasi (granulation tissue), epitalisasi dari wound bed, angiogenesis, serta penutupan luka. Epitelisasi tidak dapat terbentuk karena kurangnya jumlah fibronectin. Hal ini mengganggu pembentukan matriks sementara dan meningkatkan intensitas dan durasi dari respon inflamasi. Respon inflamasi yang berlebihan ini menyebabkan sekresi protease yang berlebihan pada luka diabetes kronis (Hamed et al., 2014). Protease yang dihasilkan pada luka kronis adalah metalloproteinases tipe 9 (MMP-9) (Enoch & Leaper, 2005). Menurut McLennan et al.(2008), kadar glukosa yang tinggi pada penderita diabetes meningkatkan jumlah MMP-9. Selain itu peningkatan ekspresi MMP-9 juga diinduksi oleh prostaglandin E2 (PGE2) (Yen et al., 2016).
MMP-9 merupakan gelatinase atau kolagenase tipe IV yang mendegradasi kolagen amorf dan fibronectin (Enoch & Leaper, 2005). MMP diatur secara ketat dalam tubuh karena potensi dalam merusak kolagen dan menyebabkan ganguan penyembuhan luka. Dalam hubungannya mendorong inflamasi, hal-hal yang dilakukan oleh MMP-9 adalah memotong IL-8 untuk meningkatkan sifat netrofil chemoattractant, aktivasi dari pro IL-1β menjadi IL
-1 β aktif, pengubahan dari akumulasi IL-1α di luka untuk mempengaruhi sintesis dan degradasinya, degradasi dari inhibitor serine protease, aktivasi dari bentuk laten dari
TGF-β untuk meningkatkan bioaktivitasnya namun menurunkan stabilitasnya, serta meningkatkan
aktivitas sitokin (McLennan et al., 2008). 2.3 Ibuprofen
Gambar 1. Struktur kimia ibuprofen (Katzung et al., 2012).
Ibuprofen merupakan turunan dari asam fenilpropionat (Katzung et al., 2012). Beberapa efek yang dimiliki oleh ibuprofen adalah sebagai anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik (Harvey et al., 2009). Obat ini menghambat siklooksigenasi 1 dan 2 secara reversibel yang kemudian menghambat pembentukan prostaglandin namun tidak menghambat leukotrien (Harvey et al., 2009). Dengan dosis 2400 mg perhari, ibuprofen setara dengan 4 gram aspirin dalam hal efek anti-inflamasi. Krim ibuprofen dapat terserap dalam jaringan penghubung seperti kolagen dan otot serta dapat menjadi perwatan dalam penyakit osteoartritis. 400 mg ibuprofen dapat memberikan rasa lega dan kemanjuran yang baik pada rasa sakit setelah operasi gigi (Katzung et al., 2012).
Berikut merupakan sifat fisika kimia dari ibuprofen: 1. bentuk fisik: kristal solid;
(37)
21 2. kelarutan dalam air: tidak larut dalam air dingin;
3. kelarutan: ~2 mg/ml dalam PBS (pH=7,2); ~45 mg/ml dalam EtOH, DMSO, & DMF (Chayman Chemical Company, 2014);
4. pKa = 4,91 (National Center for Biotechnology Information, 2016) 5. Log P= 3,5 (National Center for Biotechnology Information, 2016).
Gambar 2. Skema penghambatan pembentukan prostanoid oleh NSAID (Ricciotti & FitzGerald, 2011).
2.4 Prostaglandin
PG dan tromboksan A2 (TXA2), secara kolektif disebut prostanoids, terbentuk ketika asam arakhidonat (AA), yang merupakan asam lemak tak jenuh mengandung 20-karbon, dilepaskan dari membran plasma oleh phospholipases dan dimetabolisme oleh secara berurutan oleh PGG / H sintase atau cyclooxygenase (COX) dan sintasenya masing-masing. Ada 4 PG bioaktif utama yang dihasilkan in vivo yaitu prostaglandin E2 (PGE2), prostasiklin
(PGI2), prostaglandin D2 (PGD2), dan prostaglandin F2α (PGF2α) (Ricciotti et al, 2011).
PGE2 dapat meningkatkan ekspresi dari MMP-9 (Yen et al., 2016)
2.5 Gel Anhidrat
Tingkat keseimbangan kelembaban pada luka dapat memfasilitasi pertumbuhan seluler dan proliferasi kolagen (Okan et al., 2007). Sediaan yang menjaga kelembaban
(38)
22
lingkungan jaringan luka dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan luka, mereduksi rasa sakit, dan mereduksi infeksi serta mencegah desikasi (Ovington, 2007; Boateng et al., 2008).
Gel anhidrat merupakan gel yang tidak menggunakan air dalam formula gelnya (Proniuk & Blanchard, 2002). Menurut Proniuk dan Blanchard (2002), gel anhidrat dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan oksigen dan atau air. Salah satu basis dalam gel anhidrat adalah gliserin dengan campuran polimer karbopol. Dalam gel anhidrat ini tidak digunakan air dan kemampuan untuk menyiapkan formulasi gel tanpa netralisasi menghasilkan stabilitas dari zat aktif yang terdapat didalamnya. Formulasi yang digunakan pada dasarnya cukup mudah (Proniuk & Blanchard, 2002). Gel anhidrat dapat digunakan pada zat aktif yang tidak larut air (Aly, 2012).
Menurut Aly (2012), gel anhidrat memiliki kemampuan penyembuhan luka yang paling cepat dibanding dengan sedian gel lainnya. Kecepatan kontraksi luka yang cepat pada gel anhidrat dapat dikarenakan oleh gliserin yang terdapat pada formulanya. Gliserin memiliki berbagai macam sifat yang menguntungkan bagi luka. Gliserin jika digunakan pada kulit, memberikan sinyal pada sel untuk mendewasa (Aly, 2012). Gliserin memiliki kemampuan sebagai humektan dan emolient (Rowe et al., 2009). Humektan adalah bahan alam produk kosmetik yang ditujukan untuk mencegah hilangnya lembab dari sediaan dan meningkatkan kelembaban lapisan kulit terluar pada saat produk digunakan (Lynde, 2001).
Proses gelasi atau pembentukan gel pada gel anhidrat berbeda dengan pembentukan gel dengan air. Pada gel anhidrat proses gelasi menggunakan gliserin tampa ditambahkan
neutralizer seperti TEA. Proses gelasi ini membutuhkan donor hidroksil dari gliserin yang
ditambahkan ke polimer. Polimer yang dapat digunakan pada gel anhidrat adalah karbopol. Gugus hidroksil akan berinteraksi secara ikatan hidrogen dengan gugus karboksil pada polimer, sehingga mengakibatkan polimer menjadi terbuka (uncoil) dan menghasilkan pengentalan dari gel (Proniuk & Blanchard, 2002).
2.6 Propilen Glikol
Gambar 3. Struktur propilen glikol (Rowe et al., 2009)
Propilen glikol merupakan penetration enhancher yang mampu menjadi peningkat permeabilitas dan pelepasan obat bagi obat yang lebih larut di alkohol dibandingkan di air (Trommer et al., 2006). Selain itu menurut Rowe et al. (2009), propilen glikol juga mampu bekerja sebagai ko-solven maupun solven terhadap obat yang sukar larut air. Namun, propilen glikol merupakan senyawa yang mudah terlarut dalam air (Rowe et al., 2009). Jumlah air dalam tubuh manusia mencapai 65% sampai 75% dari berat total. Darah manusia terdiri dari 38-48 % sel darah dan 52-62 % plasma darah. Plasma darah terdiri dari 91,5% air (Scanlon, 2007). Propilen glikol stabil secara kimia jika dicampurkan dengan gliserin.
(39)
23 2.7 Landasan Teori
Ibuprofen merupakan senyawa yang dapat menurunkan jumlah ekspresi dari MMP-9 dengan cara menghambat pembentukan senyawa PGE2. PGE2 terhambat karena enzim
COX dihambat.
Dalam bentuk sediaan gel anhidrat tidak terdapat air dalam formulanya, sehingga ibuprofen yang memiliki kelarutan rendah dalam air dapat diformulasikan sebagai gel anhidrat. Carbopol dan gliserin merupakan bahan utama yang menjadi pembentuk gel dalam gel anhidrat. Selain itu sediaan penyembuhan luka harus mampu menjaga kelembaban dari lingkungan tempat luka agar dapat mempercepat penyembuhan luka. Kandungan gliserin pada formula mampu menjaga kelembaban dari luka. Propilen glikol dalam formula gel anhidrat memiliki kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas sehingga dapat membantu pelepasan zat aktif untuk mengoptimumkan penyembuhan luka. Selain itu propilen glikol memiliki sifat yang hidrofilik dan mampu melarutkan zat aktif yang bersifat tidak larut air. Sehingga propilen glikol mampu terlarut dalam cairan pada luka dan ibuprofen dapat terdifusi ke luka.
2.8 Hipotesis
Formula gel anhidrat diabetic wound healing ibuprofen dengan kadar propilen glikol optimum yang mampu memberikan stabilitas dan pelepasan obat yang baik sehingga mempercepat penyembuhan luka pada tikus diabetes.
(40)
24
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound
Healing dengan Zat Aktif Ibuprofen” ini termasuk penelitian eksperimental murni.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas: variasi konsentrasi propilen glikol dalam sediaan gel anhidrat
diabetic wound healing dengan zat aktifibuprofen.
b. Variabel tergantung : sifat fisik, pelepasan obat ibuprofen dari basis gel anhidrat dan stabilitas sediaan gel anhidrat diabetic wound healing, serta kecepatan penyembuhan luka.
c. Variabel pengacau:
1) Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah prosedur pembuatan dan pengujian sediaan, kondisi penyimpanan sediaan, wadah penyimpanan sediaan, berat badan tikus, galur tikus, jenis kelamin tikus, dan asupan gizi tikus.
2) Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah suhu dan kelembapan udara ruangan selama pembuatan dan pengujian sediaan, serta kondisi patofisiologis hewan uji (tikus).
2. Definisi Operasional
a. Sediaan Gel Anhidrat. Sediaan gel dengan basis yang tidak atau sangat sedikit mengandung air atau oksigen.
b. Sifat fisik gel. Parameter kualitas fisik meliputi, organoleptis, pH, daya sebar, homogenitas, dan viskositas.
c. Stabilitas fisik. Parameter kestabilan gel meliputi, perubahan organoleptis, ph, viskositas, daya sebar dan stabilitas sediaan setelah diuji menggunakan metode freeze thaw cycle.
d. Pelepasan obat. Parameter jumlah zat aktif yang terlepas dari basis gel.
e. Formula gel optimum. Formula yang memiliki hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel yang paling memenuhi standar sediaan semisolid yang meliputi daya sebar dengan diameter 5-7 cm, viskositas 200-300 dPa.s dan perubahan viskositas
≤10% serta memiliki jumlah pelepasan obat paling banyak.
f. Viskositas adalah tingkat kekentalan gel anhidrat ibuprofen yang diukur menggunakan viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Hal ini berkaitan denagn kemampuan gel anhidrat ibuprofen untuk dituang dan keluar dari wadah.
g. Daya sebar adalah kemampuan menyebar dari gel anhidrat ibuprofen yang diukur menggunakan horizontal double plate selama 1 menit dengan beban 125 gram. h. Kecepatan penyembuhan luka. Satuan laju per waktu luka pada hewan uji dapat
sembuh.
i. Tikus diabetes. Hewan uji tikus putih galur wistar jantan berumur 2 bulan dengan berat 150-180 g (deviasi 30 g) yang diinjeksikan obat peningkat gula darah aloksan sehingga kadar gula darahnya diatas 250 mg/dl.
(41)
25
j. Efek penyembuhan luka. Perhitungan persentase wound closure rate yang didapat dari luka tikus setelah pemakaian sediaan.
k. Uji Hispatologi. Suatu pengamatan kulit tikus menggunakan mikroskop cahaya dengan adanya bantuan zat pewarna tertentu.
3.3 Subjek dan Bahan Penelitian 1. Subjek penelitian
Gel anhidrat ibuprofen dalam beberapa formula. 2. Bahan penelitian
Ibuprofen (dari PT. Sanbe Farma), aloksan monohidrat, gliserin, propylene glycol, carbopol, etanol 96% (Labora), etanol 70%, Nutrien Agar (Oxoid), kloroform teknis, ketamine, krim depilatori, kapas, formalin 10%, larutan Harris Hematoxylin, larutan acid alcohol, larutan ammonium, larutan stok Eosin alcohol 1%, larutan working Eosin, larutan dapar fosfat pH 7,4, tikus putih jantan galur wistar.
3.4 Alat Penelitian
Beaker glass, mantle heater, stirrer, magnetic stirrer, labu ukur, batang pengaduk, sentrifuge, sentrifuge tube, mortir, stamper, thermometer, kabinet LAF, pipet tetes, plasticwrap, kaca bundar, objectglass, corong, alumuniumfoil, ose, spuit injeksi, pinset, gunting, mikroskop cahaya, biopsy punch, scalpel, blade, kertas indikator pH, viskometer MerlynII, Spektrofotometer UV-Vis, Kuvet Spetrofotometer, sel difusi dan membran selofan (Franz diffusion cell untuk dissolution tester).
3.5 Tata Cara Penelitian
Gambar 4. Skema tata cara penelitian Sterilisasi Ruangan
& Tube
Pembuatan Gel anhidrat diabetic
wound
Uji sifat fisik gel anhidrat diabetic wound 1. Viskositas
2. pH 3. Daya sebar 4. homogenitas 5. Pelepasan obat
Uji sterilitas gel anhidrat diabetic
wound
Uji stabilitas gel anhidrat diabetic
wound
Uji aktivitas formula optimum
gel anhidrat diabetic wound
(42)
26 1. Sterilitasi ruangan
Selama 24 jam sebelum pembuatan gel diabetic wound healing ruangan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan etanol 70%, dalam hal ini termasuk setiap sudut dan lantai ruangan. Setelah itu, lampu UV pada LAF dan ruangannya dinyalakan selama 24 jam (Divadi, 2015).
2. Sterilisasi tube
Tube yang akan dipakai dicuci dengan etanol 70%, bersamaan dengan plastik filling gel dibiarkan dibawah sinau UV pada LAF selama 24 jam bersamaan dengan proses sterilisasi ruangan (Divadi, 2015).
3. Pembuatan gel diabetic wound healing
Pada penelitian ini sediaan yang akan dibuat ialah gel dengan penambahan Ibuprofen dengan perbedaan jumlah propylene glycol (FI, FII, dan FIII) dan basis gel itu sendiri (Gel). Formula sediaan tersebut merupakan modifikasi dari formula Aly (2012) yaitu:
Tabel. I. Formula Gel Anhidrat (Aly, 2012).
Bahan Jumlah
Carbopol (% w/w) 1,5
Metanol (mL) 1
Gliserin (g) 9
Atrovastatin (% w/w) 1
Tabel II. Formula modifikasi sediaan uji diabetic wound healing
Formula (% w/w) FI FII FIII FIV
Carbopol 0,15 0,15 0,15 0,15
Etanol 0,789 0,789 0,789 0,789
Propylene Glycol 0 1,0 2,5 5,0
Ibuprofen 0 0,5 0,5 0,5
Gliserin Ad 10 Ad 10 Ad 10 Ad 10
Carbopol dan gliserin dicampur, kemudian ditambahkan propylene glycol . Ibuprofen dilarutkan dengan menggunakan etanol. Semuanya dicampur menjadi satu sambil dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer. Pengadukan menggunakan magnetic stirrer dilakukan selama 24 jam. Hasil campuran disimpan pada suhu ruangan selama 48 jam untuk mendapatkan ekuilibrasi. Setelah itu, dilakukan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121o C selama 15
(43)
27
4. Uji Sifat fisik gel anhidrat diabetic wound healing ibuprofen a. Uji organoleptis dan pH
Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati warna, bau dan bentuk dari gel setelah 48 jam gel selesai dibuat (Septiani et al., 2012). Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH universal stick dengan cara mengoleskan sedikit gel pada stik pH dan membandingkan warna yang dihasilkan dengan standar. Nilai pH yang diinginkan adalah 4,5-6,5 yaitu pH kulit sehingga kulit tidak teriritasi karena perbedaan pH (Tranggono dan Latifah, 2007).
b. Uji daya sebar
Sebanyak 0,5 gram gel anhidrat ditimbang dan diletakkan di tengah kaca bundar yang berskala, ditutup dengan kaca bundar penutup dengan penambahan beban sehingga total berat penutup dan beban ialah 125 gram dan dibiarkan selama 1 menit. Pengukuran dihitung dari diameter yang terbentuk dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (Divadi, 2015).
c. Uji Homogenitas
Secukupnya sediaan gel diletakkan pada object glass dan ditutup dengan object glass lainnya, ditekan hingga merapat dan pengujian dilakukan 3 kali (Divadi, 2015).
d. Uji Viskositas
Viskositas gel diukur menggunakan viskometer Merlyn II dengan sistem
cup and bob. Gel diambil sebanyak 15 mL dan dimasukkan ke dalam cup,
kemudian cup dan bob dipasang pada viskometer. Pengujian dilakukan pada kecepatan 50 rpm pada suhu 25ºC (Divadi, 2015).
e. Uji pelepasan obat
Sekitar 1 g gel anhidrat dikemas ke dalam chamber pendonor pada franz difusion cell, dipastikan bahwa tidak ada gelembung udara antara gel dan permukaan chamber pendonor pada membran selofan. Fase reseptor dipenuhi dengan dapar fosfat pH 7,4 sambil terus diaduk dengan magnetik stearer pada kecepatan 100 rpm selama percobaan untuk memastikan homogenitas dan suhu dipertahankan pada 37 ± 0,50 C. Sampel ditarik pada berbagai interval waktu dan dianalisa spektrofotometri pada 263 nm (Csizmazia, 2011).
5. Uji sterilitas
Kabinet LAF dibersihkan dengan etanol 70%, Lampu UV dinyalakan selama 24 jam. Peralatan yang digunakan juga disterilkan sebelumnya menggunakan autoklaf pada 121ºC selama 15 menit. Nutrient Agar (Oxoid) ditimbang sebanyak 21 gram dan ditambahkan pada 750 mL akuades, diaduk dengan batang pengaduk hingga homogen. Media NA dipanaaskan dengan hotplate magnetic stirrer sampai homogen, dan dituang ke tabung reaksi sebanyak 15 mL tiap tabungnya dan ditutup dengan penutup yang sesuai. Media NA tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada 121ºC selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Dalam LAF media NA yang telah steril dituang pada cawan petri, dan penuangan dilakukan didekat bunsen. Media NA dibiarkan memadat dalam cawan petri. Sediaan gel yang akan diuji disiapkan, kemasan dibersihkan dengan etanol 70%. Jarum ose yang akan digunakan dipanaskan di atas
(44)
28
bunsen hingga memijar, dan didinginkan. Kemasasn gel dibuka secara aseptis didekat nyala bunsen, dan sedikit gel dibuang, kemudian diambil 1 ose gel dan digoreskan secara zigzag pada permukaan media NA. Ose yang digunakan untuk penggoreskan harus dipijarkan setiap penggunaannya. Tiap cawan petri diberi label dan dibungkus dengan plastic warp, dan diinkubasi terbalin dalam LAF tanpa nyala bunsen selama 24 jam dan dilakukan pengamatan setelahnya (Divadi, 2015).
6. Uji Stabilitas Gel anhidrat ibuprofen a. F reeze Thaw Cycle
Uji Freeze Thaw dilakukan dengan cara masing-masing formula disimpan pada
suhu -4ºC selama 24 jam, lalu kembali disimpan pada suhu ±25ºC selama 24 jam (untuk
1 siklus). Penyimpanan dilakukan sebanyak 6 siklus dan setiap akhir siklus dilakukan pengamatan sifat fisik dari setiap formula gel seperti pH, organoleptis, daya sebar dan viskositas (Barasa, 2016).
b. Uji viskositas
Semua formula diukur viskositasnya menggunakan viskometer MerlynII dengan sistem cup and bob. Sebanya 15 mL Gel dimasukkan ke dalam cup, kemudian cup dan bob dipasang pada viscometer. Pengujian dilakukan pada kecepatan 50 rpm pada suhu 25ºC. hasil yang didapat dicatat dan dilakukan pada masing-masing replikasi. Uji viskositas dilakukan yaitu tiap siklus pada freeze thaw cycle.
c. Uji daya sebar
Sebanyak 0,5 gram gel diletakkan di tengah kaca bundar dan ditutup dengan kaca penutup yang sudah ditimbang dan ditambahkan dengan pemberat hingga total pemberat diatas gel sebesar 125 gram, didiamkan selama 1 menit dan penyebaran gel dari 4 bagian sisi dicatat. Setelah didapatkan diameter dari persebaran gel, dilakukan perhitungan luas persebaran gel dengan menggunakan rumus luas lingkaran. Uji daya sebar dilakukan yaitu tiap siklus pada freeze thaw cycle.
d. Uji pH
Masing-masing formula diukur nilai pH-nya menggunakan kertas indikator pH. Uji pH dilakukan pada tiap siklus freeze thaw cycle. Sedikit gel dioleskan pada pH
universal dan warna yang didapatkan dibandingkan hasilnya dengan standar. Nilai pH
yang diinginkan adalah 4,5-6,5 yaitu pH kulit sehingga kulit tidak teriritasi karena perbedaan pH.
e. Uji sentrifugasi
Dilakukan uji sentrifugasi terhadap masing-masing formula setelah 48 jam pembuatan. Tiap formula diuji sentrifugasi dengan cara gel dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dimasukkan ke dalam mesin sentrifugasi dan sistem dijalankan dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam dan diamati pemisahan yang terjadi pada masing-masing gel tiap formula (Elya et al., 2013).
7. Uji aktivitas gel anhidrat diabetic wound healing ibuprofen a. Perlakuan pada tikus
Dua belas ekor tikus ditimbang dan diinjeksi aloksan monohidrat secara intraperitonial dengan dosis 150 mg/kgBB, 48 jam setelah induksi dilihat kadar gula darah tikus (Pirbalouti et al., 2010). Sebanyak 6 tikus yang kadar gula darahnya di atas 250 mg/dl
(45)
29
digunakan untuk penelitian. Tikus-tikus yang memiliki kadar gula darah di atas 250 mg/dl diberi olesan krim depilatory pada bagian punggungnya dan didiamkan selama 5 menit, kemudian dibilas dengan kapas basah (air bersih), hingga tampak kulit punggungnya. Tikus dibiarkan selama 48 jam. Tikus diberi anestesi melalui injeksi i.m. ketamine 0,5 mL/kgBB dibagian paha dan ditunggu hingga tikus tertidur. Kulit punggung tikus dibasahi dengan etanol 70% dan melakukan luka secara eksisi menggunakan biopsy punch dengan diameter 3 mm (Divadi, 2015; DiPietro, 2003). Sebanyak 0,1 mL formula optimum gel anhidrat diabetic wound dioleskan pada luka menggnakan spuit tanpa jarum suntiknya dan pemberian sediaan dilakukan tiap 12 jam hingga luka menutup. Tikus di eutanasia dengan inhalasi ketamin dengan dosis 100 mg/kgBB, kemudian kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10%. Kemudian dimonitor dan area luka dihitung.
b. Uji histopatologi-Pengecatan Hematoxylin-Eosin (HE)
Pengecatan ini diawali dengan proses pemotongan jaringan (trimming) menggunakan scalpel yang dilanjutkan dengan proses dehidrasi yaitu air yang terkandung dalam jaringan dikeluarkan menggunakan reagen pembersih, kemudian dilakukan impregnasi yakni penetrasi parafin ke dalam jaringan. Selanjutnya adalah meletakkan jaringan tersebut di atas sebuah balok kayu (embedding) sebagai alas pemotongan jaringan dengan pisau mikrotom (cutting). Dilanjutkan dengan proses pengecatan (staining) secara berurutan menggunakan xylol, alkohol absolut, akuades, harris hematoxylin, acid alkohol, eosin, dan alkohol 96%. Terakhir dilakukan penutupan dengan object glass dengan cover glass (mounting) dan hasil histopatologinya diamati pada mikroskop cahaya (Olympus tipe BH-2, Olympus Corp., Jepang).
3.6 Tata Cara Analisis 1. Analisis kuantitatif
Data yang akan diperoleh pada penelitian ini adalah data sifat fisik dan stabilitas sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif ibuprofen, dan data kecepatan penyembuhan luka pada tikus.
Data sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan dicari standar deviasinya. Dari data sifat fisik, viskositas dan daya sebar dianalisis menggunakan software R i368 3.2.3. untuk masing-masing respon. Analisis statistik yang digunakan R i368 3.2.3. adalah uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.
Data stabilitas fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan dicari standar deviasinya. Dari data stabilitas fisik, viskositas dan daya sebar dianalisis menggunakan
software R i368 3.2.3. dengan uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%. Nilai
p-value < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan signifikan.
Data disolusi yang diperoleh dibuat kurva kumulatif pelepasan obat dari sediaan terhadap waktu untuk melihat laju pelepasan obat dari sediaan.
Pengukuran efek penyembuhan luka pada tikus dihitung dengan persamaan: Wound closure %
(46)
30 2. Analisis kualitatif
Pengamatan pada uji histopatologi akan memberikan perbandingan hasil secara mikroskopis antara struktur kulit dari penyembuhan luka eksisi dan struktur kulit normal tikus.
(47)
31 Lampiran 2. Ethical Clearance
(48)
32 Lampiran 3. Certificate of Analysis
(49)
(50)
(51)
35 2. Ibuprofen Working standar
(52)
(53)
(54)
38 Lampiran 4. Data Sifat Fisis Gel
1. Daya sebar (satuan dalam cm) Basis
Formula
Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 Basis Basis Basis Basis Basis Basis Basis
R1 6,100 6,090 6,115 6,080 6,080 6,070 6,090
R2 6,105 6,105 6,095 6,085 6,075 6,090 6,100
R3 6,115 6,095 6,080 6,105 6,100 6,120 6,085
R4 6,110 6,100 6,075 6,090 6,105 6,070 6,075
R5 6,120 6,090 6,100 6,095 6,090 6,075 6,070
Rata-Rata 6,110 6,096 6,093 6,091 6,090 6,085 6,084
SD 0,008 0,007 0,016 0,010 0,013 0,021 0,012
CV 0,129 0,107 0,263 0,158 0,209 0,349 0,196
Formula 1 Formula
Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
F I F I F I F I F I F I F I
R1 5,945 6,245 6,045 6,170 6,320 6,170 6,220
R2 6,295 6,220 6,145 6,295 6,170 6,420 6,258
R3 6,470 6,295 6,170 6,170 6,270 6,120 6,245
R4 6,070 6,120 6,170 6,245 6,258 6,195 6,295
R5 6,220 6,195 6,220 6,220 6,195 6,295 6,383
Rata-Rata 6,200 6,215 6,150 6,220 6,243 6,240 6,280
SD 0,203 0,065 0,065 0,053 0,060 0,119 0,063
CV 3,268 1,041 1,052 0,853 0,964 1,909 1,009
Formula 2
Formula
Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
F II F II F II F II F II F II F II
R1 6,425 6,400 6,525 6,450 6,450 6,500 6,525
R2 6,425 6,475 6,500 6,400 6,425 6,400 6,400
R3 6,525 6,475 6,475 6,433 6,500 6,500 6,400
R4 6,425 6,350 6,550 6,513 6,450 6,475 6,425
R5 6,500 6,425 6,450 6,475 6,400 6,425 6,413
Rata-Rata 6,460 6,425 6,500 6,454 6,445 6,460 6,433
SD 0,049 0,053 0,040 0,042 0,037 0,045 0,053
(55)
39 Formula 3
Formula
Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 F III F III F III F III F III F III F III
R1 6,725 6,625 6,738 6,725 6,713 6,700 6,813
R2 6,800 6,750 6,675 6,788 6,700 6,738 6,625
R3 6,838 6,725 6,713 6,725 6,625 6,625 6,650
R4 6,750 6,850 6,800 6,725 6,725 6,713 6,713
R5 6,700 6,625 6,825 6,688 6,700 6,625 6,675
Rata-Rata 6,763 6,715 6,750 6,730 6,693 6,680 6,695
SD 0,056 0,095 0,062 0,036 0,039 0,052 0,073
CV 0,827 1,408 0,917 0,535 0,585 0,778 1,093
2. Viskositas (Pa.s) Basis
Formula Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
R1 3,458 3,387 3,391 3,359 3,424 3,409 3,402
R2 3,429 3,396 3,429 3,430 3,371 3,392 3,408
R3 3,507 3,372 3,410 3,394 3,414 3,414 3,374
R4 3,307 3,461 3,388 3,380 3,381 3,371 3,377
R5 3,333 3,408 3,398 3,425 3,383 3,376 3,386
Rata-Rata 3,407 3,405 3,403 3,398 3,395 3,392 3,389
SD 0,07557 0,03045 0,01495 0,02688 0,02057 0,01714 0,01347 CV 2,21847 0,89459 0,43954 0,791205 0,606188 0,505299 0,397414 Formula 1
Formula Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
R1 3,095 2,843 2,925 2,933 2,795 3,139 3,133
R2 3,194 3,174 3,033 2,964 3,164 3,400 2,623
R3 2,803 3,123 3,444 3,036 2,997 2,623 2,821
R4 2,892 3,120 2,636 2,952 2,763 2,797 2,860
R5 2,938 2,716 2,799 2,865 3,116 2,720 2,925
Rata-Rata 2,985 2,995 2,967 2,950 2,967 2,936 2,873
SD 0,14132 0,18187 0,27256 0,05523 0,16307 0,28972 0,16453 CV 4,73496 6,072241 9,185262 1,872374 5,49611 9,86923 5,72776
(56)
40 Formula 2
Formula Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
R1 3,076 2,765 2,517 2,586 2,479 2,586 2,543
R2 2,794 2,662 2,742 2,856 2,694 2,856 2,942
R3 2,757 2,870 2,715 3,061 2,973 2,914 2,789
R4 2,653 2,960 2,809 3,153 2,748 3,013 2,611
R5 2,924 2,817 2,975 2,235 2,856 2,235 2,600
Rata-Rata 2,841 2,815 2,752 2,778 2,750 2,721 2,697
SD 0,14622 0,09983 0,14812 0,33414 0,16592 0,28100 0,14757 CV 5,147639 3,54685 5,382632 12,0276 6,03397 10,3282 5,47217 Formula 3
Formula Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
R1 2,181 2,085 2,193 2,010 2,099 1,925 2,125
R2 2,199 2,045 2,037 2,227 2,109 2,102 1,922
R3 2,163 2,131 1,944 2,032 1,943 2,052 2,013
R4 2,086 2,053 2,102 2,118 1,984 2,022 1,949
R5 2,013 2,198 2,220 2,104 2,059 1,999 2,005
Rata-Rata 2,128 2,102 2,099 2,098 2,039 2,020 2,003
SD 0,0693 0,0565 0,1015 0,0767 0,0653 0,0587 0,0702 CV 3,2563 2,6862 4,8355 3,6537 3,2042 2,9039 3,5050
(57)
41 Lampiran 5. Data Kurva Baku Ibuprofen
Konsentrasi stok
penimbangan (mg) larutan (ml) Konsentrasi (µg/ml)
21 100 210
Konsentrasi intermediet 21 (µg/ml)
Seri kurva baku
seri Replikasi konsentrasi (µg/ml)
absorbansi Rata-rata
Konsentrasi (µg/ml)
SD % RSD
1 1 1,05 0,222 0,22133 1,119938 0,00057 0,2609
2 1,05 0,221
3 1,05 0,221
2 1 3,15 0,314 0,31366 3,277259 0,00152 0,487
2 3,15 0,315
3 3,15 0,312
3 1 5,25 0,391 0,39066 5,076324 0,00057 0,1478
2 5,25 0,391
3 5,25 0,39
4 1 7,35 0,487 0,48566 7,29595 0,00115 0,2378
2 7,35 0,485
3 7,35 0,485
5 1 9,45 0,568 0,56733 9,20405 0,00115 0,2035
2 9,45 0,566
3 9,45 0,568
6 1 11,55 0,674 0,675 11,71963 0,001 0,1481
2 11,55 0,676
3 11,55 0,675
7 1 13,65 0,773 0,77366 14,02492 0,00115 0,1493
2 13,65 0,775
3 13,65 0,773
8 1 15,75 0,833 0,83166 15,38006 0,00115 0,1388
2 15,75 0,831
3 15,75 0,831
9 1 17,85 0,943 0,94266 17,97352 0,00057 0,0612
2 17,85 0,943
(58)
42
Regression Statistics
Multiple R 0.999171018
R Square 0.998342724
Adjusted R
Square 0.998276433
Standard
Error 0.00982963
Observations 27
Coefficients
Standard Deviasi Intercept
(blanko) 0.173362963
0.00380112 (SB) X
Variable 1
0.042814815
(slope) 0.000348884
PARAMETER
LOD 0.011 ppm
LOQ 0.887 ppm
y = 0.0428x + 0.1734 R² = 0.9983
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
0 5 10 15 20
A b so rb an si Konsentrasi (mikrogram/ml)
absorbansi
absorbansi Linear (absorbansi)(59)
43 Lampiran 6. Data Pelepasan Obat
Formula 1
No
Waktu (menit)
Faktor
pengenceran (fp) abs
Konsentrai (ppm)
Konsentrasi x fp (ppm)
Volume acceptor (ml)
Bobot dari ibuprofen yang lepas (mikrogram) 1
15
1 0,32 3,425233645 3,425233645 15 51,37850467
2 1 0,32 3,425233645 3,425233645 15 51,37850467
3 1 0,337 3,822429907 3,822429907 15 57,3364486
4
30
1 0,364 4,453271028 4,453271028 15 66,79906542
5 1 0,365 4,476635514 4,476635514 15 67,14953271
6 1 0,37 4,593457944 4,593457944 15 68,90186916
7
45
5 0,452 6,509345794 32,54672897 15 488,2009346
8 5 0,455 6,579439252 32,89719626 15 493,4579439
9 5 0,46 6,696261682 33,48130841 15 502,2196262
10
60
5 0,52 8,098130841 40,49065421 15 607,3598131
11 5 0,526 8,238317757 41,19158879 15 617,8738318
12 5 0,524 8,191588785 40,95794393 15 614,3691589
13
75
5 0,549 8,775700935 43,87850467 15 658,1775701
14 5 0,547 8,728971963 43,64485981 15 654,6728972
15 5 0,553 8,869158879 44,34579439 15 665,1869159
16
90
5 0,558 8,985981308 44,92990654 15 673,9485981
17 5 0,563 9,102803738 45,51401869 15 682,7102804
(60)
44
Bobot gel yg diuji (mikrogram)
bobot ibuprofen awal
% Pelepasan
obat Rata-rata SD
133000 1662,5 3,09044
3,20989 0,206906
133000 1662,5 3,09044
133000 1662,5 3,44881
133000 1662,5 4,01799
4,06718 0,067765
133000 1662,5 4,03907
133000 1662,5 4,14447
133000 1662,5 29,36547
29,75195 0,425984
133000 1662,5 29,68168
133000 1662,5 30,20870
133000 1662,5 36,53292
36,88427 0,322014
133000 1662,5 37,16534
133000 1662,5 36,95454
133000 1662,5 39,58963
39,65990 0,322014
133000 1662,5 39,37882
133000 1662,5 40,01124
133000 1662,5 40,53826
40,99501 0,425984
133000 1662,5 41,06528
133000 1662,5 41,38149
TIME % Drug Release
LOG % Drug Remainung
root square
time Model kinetika pelepasan Linearitas
15 3.209893894 1.985830966 3.872983346 zero 0.9211
30 4.067177289 1.981967223 5.477225575 first 0.9343
45 29.75194997 1.846634273 6.708203932 higuchi 0.9381
60 36.88426674 1.800137632 7.745966692
75 39.65989741 1.780606044 8.660254038
(1)
(2)
63 Lampiran 9. Gambar Histopatologi Tikus normal tanpa pelakuan
Tikus diabetes luka kontrol
(3)
64 Tikus diabetes Gel Formula 3
Tikus normal luka kontrol
Tikus normal luka basis
(4)
65 Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Sediaan Gel anhidrat
Uji Sterilitas Uji viskositas
(5)
66
Kulit Tikus Franz diffusion cell
(6)
67
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing dengan Zat Aktif Ibuprofen” memiliki nama lengkap Bernadus Dhuta Wibowo. Dilahirkan di Lubuklinggau pada tanggal 30 Oktober 1995 dari pasangan Bapak Andreas Bowo Srimulat dan Ibu Yuliana Ponisah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Xaverius Lubuklinggau pada tahun 2000 hingga 2001, lalu melanjutkan pendidikan di SD Xaverius Lubuklinggau pada tahun 2001 hingga 2007. Penulis menempuh sekolah menengah di SMP Xaverius Lubuklinggau pada tahun 2007 hingga tahun 2010, kemudian melanjutkan ke tingkat menengah atas di SMA Xaverius 1 Bangau Palembang pada tahun 2010 hingga 2013. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakulas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2013 hingga 2016. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis cukup aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan.