Formulasi sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing dengan zat aktif Piroxicam.

(1)

1

FORMULASI SEDIAAN GEL ANHIDRAT DIABETIC WOUND HEALING DENGAN ZAT AKTIF PIROXICAM

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529

kenny.kowira@gmailcom

ABSTRAK

Piroxicam dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel sebagai sediaan penyembuh luka berdasarkan sifat fisika kimianya. Pada penelitian ini piroxicam diformulasi dalam bentuk sediaan gel anhidrat dengan basis carbopol dan gliserin, sehingga dapat dengan mudah menghantarkan obat, namun untuk pelepasan obatnya masih kurang optimum. Oleh karena itu, propylene glycol ditambahkan sebagai co-solvent untuk meningkatkan pelepasan obat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui formula optimum sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif piroxicam. Metode yang digunakan pada penelitian ini dalam pembuatan sediaan dilakukan secara aseptis. Untuk uji pelepasan obat menggunakan Franz Diffusion Cell dan formula optimum yang didapat diuji aktivitasnya secara in vivo pada tikus dan kulitnya diuji histopatologi hematoxylin-eosin. Hasil uji pelepasan obat menunjukkan FI memiliki pelepasan yang paling besar dalam waktu 180 menit mencapai 90,28%. Kesimpulan yang didapat ialah dengan jumlah propylene glycol 10%w/w dapat memberikan hasil yang optimum berdasarkan hasil uji pelepasan obatnya.


(2)

2

FORMULATION OF PIROXICAM ANHYDROUS GEL DIABETIC WOUND HEALING

Kenny Kowira Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529

kenny.kowira@gmailcom

ABSTRACT

Based on the physico-chemical properties, piroxicam can be formulated as a gel dosage form for wound healing. In this study, an anhydrous gel formulated using carbopol and glycerin as a base, so it can easily deliver the drug, however the drug release is still lack. Therefore, propylene glycol added as a co-solvent to enhance the drug release. This study aims to determine the optimum formula of piroxicam anhydrous gel diabetic wound healing formulation. In this study, gel was formulated in aseptic method, drug release test using a Franz Diffusion Cell and the obtained optimum formula activity tested in rats and their skin being used for histopathology hematoxylin-eosin test. The test results show the drug release FI have the greatest release within 180 minutes reached 90,28%. The conclusion is with 10% of propylene glycol can give the optimum results based on the drug release test.


(3)

i

FORMULASI SEDIAAN GEL ANHIDRAT DIABETIC WOUND HEALING DENGAN ZAT AKTIF PIROXICAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Kenny Kowira NIM: 138114034

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

FORMULASI SEDIAAN GEL ANHIDRAT DIABETIC WOUND HEALING DENGAN ZAT AKTIF PIROXICAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Kenny Kowira NIM: 138114034

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

只要功夫深,

铁杵磨成针

Zh yào gōngfu shēn, tiě chǔ mó chéng zhēn

If you work hard enough at it, you can grind even an iron

rod down to a needle.

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK TUHAN YESUS, KEDUA ORANG TUA, SANAK SAUDARA KELUARGA KOWIRA,


(8)

(9)

(10)

viii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkat, rahmat, dan cinta kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing dengan Zat

Aktif Piroxicam” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi (S.Farm)

di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada penyusunan naskah, penulis hendak menyampaikan ungkapan terimakasih kepada banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan naskah penelitian ini. Ungkapan terimakasih ini disampaikan kepada:

1. Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku dosen pembimbing yang tiada henti membimbing, memberikan saran, dan motivasi selama penelitian.

2. Dr. Dewi Setiyaningsih, M.Sc., Apt., selaku kepala laboratorium dan dosen penguji yang memberikan izin dan saran pada penelitian ini. 3. Wahyuning Setyani, M. Sc., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan

masukan dan saran pada penelitian ini.

4. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing dari awal langkah studi di Fakultas Farmasi.

5. Bapak Yohanes Ratijo, yang telah banyak mendampingi penelitian dengan memberikan waktu dan tenaga dalam penelitian ini.

6. Para Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang mengijinkan pelaksanaan penelitian di laboratorium. 7. Keluarga Kowira, orang tua penulis, dan seluruh sanak saudara yang

selalu memberikan doa dan dukungan finansial dalam penelitian ini. 8. DP2M Dikti yang telah memberikan Grant penelitan untuk mendukung

sebagian pendanaan penelitian in berdasarkan kontrak surat perjanjian pelaksanaan hibah No. 010/HB-LIT/III/2016.

9. Rekan penelitian, Lalitya Adhiati Kanya, Hesti Dwi Fajryanti dan Bernadhus Dhuta yang senantiasa bersama menyelesaikan penelitian ini. 10. Kelompok penelitian Scarless Wound Healing yang bekerja sama dalam

menyelesaikan penelitian.

11. Sahabat-sahabat penulis: Agatha, Koleta, Nicko, Citra, Geri, Fenny, Bagas, Atika, Enggar, Adi, Risti, Ocha, Agnes, Santi, Era, Ninda, Sakti,


(11)

ix

Nares, Maria, Vina, Tomy, Hogan, yang memberikan semangat, motivasi, dan keceriaan selama penelitian.

12. Teman-teman FST 2013, FSM A 2013, dan seluruh angkatan 2013. 13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu farmasi.

Yogyakarta, 1 Januari 2017


(12)

x

FORMULASI SEDIAAN GEL ANHIDRAT DIABETIC WOUND HEALING DENGAN ZAT AKTIF PIROXICAM

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529

kenny.kowira@gmailcom

ABSTRAK

Piroxicam dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel sebagai sediaan penyembuh luka berdasarkan sifat fisika kimianya. Pada penelitian ini piroxicam diformulasi dalam bentuk sediaan gel anhidrat dengan basis carbopol dan gliserin, sehingga dapat dengan mudah menghantarkan obat, namun untuk pelepasan obatnya masih kurang optimum. Oleh karena itu, propylene glycol ditambahkan sebagai co-solvent untuk meningkatkan pelepasan obat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui formula optimum sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif piroxicam. Metode yang digunakan pada penelitian ini dalam pembuatan sediaan dilakukan secara aseptis. Untuk uji pelepasan obat menggunakan Franz Diffusion Cell dan formula optimum yang didapat diuji aktivitasnya secara in vivo pada tikus dan kulitnya diuji histopatologi hematoxylin-eosin. Hasil uji pelepasan obat menunjukkan FI memiliki pelepasan yang paling besar dalam waktu 180 menit mencapai 90,28%. Kesimpulan yang didapat ialah dengan jumlah propylene glycol 10%w/w dapat memberikan hasil yang optimum berdasarkan hasil uji pelepasan obatnya.


(13)

xi

FORMULATION OF PIROXICAM ANHYDROUS GEL DIABETIC WOUND HEALING

Kenny Kowira Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529

kenny.kowira@gmailcom

ABSTRACT

Based on the physico-chemical properties, piroxicam can be formulated as a gel dosage form for wound healing. In this study, an anhydrous gel formulated using carbopol and glycerin as a base, so it can easily deliver the drug, however the drug release is still lack. Therefore, propylene glycol added as a co-solvent to enhance the drug release. This study aims to determine the optimum formula of piroxicam anhydrous gel diabetic wound healing formulation. In this study, gel was formulated in aseptic method, drug release test using a Franz Diffusion Cell and the obtained optimum formula activity tested in rats and their skin being used for histopathology hematoxylin-eosin test. The test results show the drug release FI have the greatest release within 180 minutes reached 90,28%. The conclusion is with 10% of propylene glycol can give the optimum results based on the drug release test.


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

PRAKATA ... viii

ABSTRAK... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN KATA ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 1

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

Pembuatan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam ... 4

Uji sterilitas ... 5

Sifat fisik sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam ... 5

Uji pelepasan obat ... 6

Uji stabilitas ... 7

Uji aktivitas formula optimum sediaan gel anhidrat ... 8

Uji histopatologi ... 8

KESIMPULAN ... 9

UCAPAN TERIMA KASIH ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 11

LAMPIRAN ... 13


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula Modifikasi Sediaan Uji Diabetic Wound Healing ... 2 Tabel II. Sifat fisik gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam... 6 Tabel III. Hasil Pengamatan Uji Histopatologi ... 10


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil uji sterilitas ... 5 Gambar 2. Profil pelepasan obat sediaan gel anhidrat ... 7 Gambar 3. Preparat hasil uji histopatologi ... 9


(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Proposal Penelitian ... 13

Lampiran 2. Ethical Clearance Penelitian ... 26

Lampiran 3. Certificate of Analysis Piroxicam Farmasetis... 27

Lampiran 4. Certificate of Analysis Working Standard Piroxicam ... 28

Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisis ... 29

Lampiran 6. Kurva baku piroxicam dan data uji pelepasan obat ... 30

Lampiran 7. Data hasil uji stabilitas... 32

Lampiran 8. Data %Wound Closure dan Kecepatan Penyembuhan ... 37

Lampiran 9. Hasil Uji Histopatologi ... 40


(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN KATA

GEL : Basis gel anhidrat tanpa penambahan piroksikam PG : Propylene Glycol

GOD-PAP : Glucose Oxidase Phenol Aminoantypyrin Peroxidase

HE : Hematoxylin-Eosin

LAF : Laminar Air Flow

MMP-9 : Matriks Metalloproteinase-9

NSAID : Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs FI : Sediaan gel anhidrat dengan PG 10% FII : Sediaan gel anhidrat dengan PG 25% FIII : Sediaan gel anhidrat dengan PG 50% UV : Ultraviolet


(19)

1 PENDAHULUAN

Penderita diabetes melitus dapat mengalami neuropathy pada kaki (Hamed et al., 2014) dengan resiko sebanyak 12-25% kejadian ulkus kaki yang dapat berujung pada amputasi (Cavanagh et al., 2005). Pada penderita ulkus kaki diabetikum terjadi peningkatan MMP-9 hingga 14 kali lipat dibandingkan orang normal (Lobmann et al., 2002). MMP-9 yang berlebihan dapat menghambat proses penyembuhan luka (Falanga, 2004).

Piroxicam tergolong dalam oxicam grup dari NSAIDs yang memiliki aktivitas anti-inflamasi (Rai et al., 2015). Mazumder et al., (2014) menyatakan secara in silico, piroxicam dapat mempercepat penyembuhan luka dengan menghambat MMP-9. Piroxicam merupakan obat yang lipofilik dengan nilai pKa 5,3; log P 1,8; terionisasi pada pH 7,4 sehingga piroxicam ini dapat di formulasikan dalam bentuk sediaan gel (Abdulkarim et al., 2010).

Bentuk sediaan gel merupakan salah satu sediaan penyembuh luka (Taylor et al., 2010). Menurut Aly, (2012) basis gel anhidrat dengan hanya menggunakan gliserin dan carbopol dibandingkan dengan basis hidrogel yang mengandung air memiliki tingkat penyembuhan luka yang lebih baik, namun laju pelepasan obat yang lambat. Berdasarkan penelitian Amnuaikit (2008); Trommer & Neubert (2006), propylene glycol (PG) memiliki fungsi yang baik sebagai co-solvent sehingga memberikan efek pelepasan obat yang baik dan mampu menghantarkan obat yang bersifat lipofilik.

Peneliti memformulasikan sediaan gel anhidrat dengan zat aktif piroxicam dan optimasi PG untuk meningkatkan pelepasan obat sehingga mempercepat penyembuhan luka bagi penderita diabetes. Hipotesis dari penelitian ini ialah formula sediaan gel anhidrat dengan kadar optimum propylene glycol memberikan stabilitas sediaan dan pelepasan obat yang baik, serta penyembuhan luka ulkus diabetikum dengan zat aktif piroxicam.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah ekperimental murni. Bahan yang digunakan terdiri dari Piroxicam (Dexa Medica) sebagai zat aktif pada sediaan gel anhidrat, propylene glycol sebagai co-solvent, gliserin (Aldrich) dan carbopol 940 (Brataco) sebagai basis gel, etanol 96% (Aldrich) sebagai pelarut, etanol 70% digunakan untuk sterilisasi ruangan dan tube, Nutrien Agar (Oxoid) digunakan sebagai media uji sterilitas, K2HPO4 dan NaH2PO4

sebagai dapar fosfat pH 7,4, ketamin 10% digunakan sebagai anestesi dan euthanasia tikus, krim depilatori (Reckitt Benekiser) digunakan sebagai pencukur bulu tikus, formalin 10% (Aldrich) digunakan untuk mengawetkan jaringan. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Beaker glass, magnetic stirrer (Cenco), labu ukur, batang pengaduk, sentrifuge


(20)

2

(Thermo), mortir, stamper, termometer, kabinet LAF, pipet tetes, plastic wrap, kaca bundar, object glass, alumunium foil, ose, spuit injeksi, pinset, gunting, mikroskop (Olympus), biopsy punch, scalpel, blade, Rheosys (Merlin VR), stopwatch, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), membrane Millipore GVWP Cat No. 025 00, Franz Diffusion Cell, microlab-200 (Merck), mikropipet (Socorex) dan vortex (Wilten). Penelitian ini juga menggunakan tikus Wistar jantan dengan usia 2 bulan dan bobot 150-180 g.

Pembuatan sediaan gel anhidrat diabetic wound healing

Formula basis sediaan merupakan modifikasi dari formula Aly (2012) sebagai berikut: Tabel I. Formula Modifikasi Sediaan Uji Diabetic Wound Healing

Pertama, piroxicam dilarutkan dalam etanol, kemudian di tambahkan propylene glycol. Setelah homogen ditambahkan carbopol yang telah dilarutkan dalam etanol sebelumnya dan ditambahkan gliserin sampai 10 g dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam. Hasil campuran disimpan pada suhu ruangan selama 48 jam. Setelah itu dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121ºC selama 15 menit. Kemudian gel dimasukkan ke dalam tube secara aseptis didalam LAF.

Uji sterilitas

Gel anhidrat digoreskan pada media Nutrien Agar menggunakan jarum ose secara zig zag di cawan petri, kemudian dibungkus dengan plastic wrap lalu diinkubasi terbalik selama 24 jam dan dilakukan pengamatan.

Sifat fisik sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam Uji organoleptis dan pH

Warna, bau dan bentuk dari gel diamati setelah 48 jam gel selesai dibuat dan pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH universal stick.

Uji daya sebar

Sebanyak 0,5 gram gel diletakkan di tengah kaca bundar berskala, ditutup dengan kaca bundar penutup dengan total beban 125 gram dan dibiarkan selama 1 menit. Pengukuran dihitung dari diameter yang terbentuk dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

FORMULA (G) GEL FI FII FIII Carbopol 940 0,15 0,15 0,15 0,15 Etanol 1,578 1,578 1,578 1,578

Propylene glycol - 1,0 2,5 5,0

Piroxicam - 0,5 0,5 0,5 Gliserin Ad 10 Ad 10 Ad 10 Ad 10


(21)

3 Uji homogenitas

Secukupnya sediaan gel diletakkan pada object glass dan ditutup dengan object glass lainnya, ditekan hingga merapat dan pengujian dilakukan 5 kali.

Uji viskositas

Gel secukupnya diletakkan pada plate Rheosys Merlin dan pengujian dilakukan dengan system cone and plate pada kecepatan 50 rpm pada suhu 25ºC. Dilakukan replikasi sebanyak 5 kali.

Verifikasi kurva baku piroxicam

Sebanyak 20 mg working standard piroxicam ditimbang dan dilarutkan pada 15 ml etanol 96% dan di ad buffer phosphate pH 7,4 pada labu ukur 100 ml dan didapat larutan stok dengan konsentrasi 200 µg/mL. Diambil 10 ml dari larutan stok dan di ad buffer phosphate pH 7,4 pada labu ukur 100 ml sebagai larutan intermediet. Dari larutan intermediet diambil secara terpisah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 ml pada labu ukur 10 ml untuk mendapatkan larutan seri konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 µg/mL. Menentukan panjang gelombang maksimum dengan scan larutan intermediet pada spektrofotometri UV-Vis dengan range 200 – 400 nm. Dilakukan verifikasi berupa parameter linearitas, akurasi, presisi, Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ).

Uji pelepasan obat

Sebanyak 0,1 ml gel diletakkan pada membran yang telah dijenuhkan selama 1 jam di buffer fosfat pH 7,4 dalam sistem vertikal franz diffusion cell dengan suhu 37±2°C. Diambil 2 mL sampel dari medium disolusi pada waktu 15; 30; 45; 60; 75; 90; 120 dan 180 menit. Jumlah pelepasan obat diukur menggunakan spetrofotometer UV pada λ maksimum piroxicam yaitu 354 nm.

Uji stabilitas gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

Stabilitas gel dilihat dari siklus Freeze Thaw pada suhu -4°C dan 25±2°C masing-masing selama 24 jam (untuk 1 siklus). Penyimpanan dilakukan sebanyak 6 siklus dan setiap akhir siklus dilakukan pengamatan pH, organoleptis, daya sebar dan viskositas.

Uji aktivitas formula optimum gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

Tiga ekor tikus digunakan sebagai perlakuan diabetes telah diinjeksi aloksan monohidrat secara i.p. dengan dosis 150 mg/kgBB, hingga kadar gula darahnya >250 mg/dl dan tiga ekor tikus lain sebagai kelompok kontrol. Tikus dioles krim depilatory pada bagian punggung dan didiamkan selama 5 menit, lalu dibilas dengan kapas basah hingga tampak kulit punggungnya kemudian dibiarkan selama 48 jam. Tikus dianestesi dengan injeksi i.m.


(22)

4

ketamin 40-50 mg/kgBB di paha. Kulit punggung tikus dibasahi dengan etanol 70% dan diberi luka eksisi menggunakan biopsy punch diameter 3 mm. Sebanyak 0,05 mL formula optimum gel anhidrat dioleskan pada luka menggunakan spuit tanpa jarum suntik dan pemberian dilakukan tiap 12 jam hingga luka menutup. Luka dimonitor dan dihitung persentase penutupannya. Setelah persentase penutupan mencapai 100%, tikus di eutanasia dengan inhalasi ketamin 100 mg/kgBB, kemudian kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10%.

Uji histopatologi-pengecatan Hematoxylin-Eosin

Jaringan kulit dari perlakuan diambil dan dilakukan pengecatan hematoxylin-eosin, lalu diamati pada mikroskop untuk melihat histopatologinya. Uji ini dilakukan oleh Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Gajah Mada.

Tata Cara Analisis

Analisis kuantitatif Data dianalisis menggunakan uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada software R 3.3.2. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan signifikan. Data uji pelepasan obat diolah dengan memasukkan absorbansi ke dalam persamaan kurva baku hasil verifikasi dan didapat % Drug Release per interval waktu. Konstanta difusi didapatkan dari nilai slope pada regresi linear % Drug Release vs waktu. Studi Kinetika dilakukan berdasarkan penelitian Aly (2012) dengan menghitung orde nol dari % Drug Release vs waktu, orde satu dari log kumulatif % drug remaining vs waktu, dan Model Higuchi dari % Drug Release per luar permukaan area membran vs akar waktu dilihat nilai koefisien korelasi (r) yang paling tinggi atau mendekati 1. Pengukuran efek penyembuhan luka pada tikus dihitung dengan persamaan:

Wound closure %

= area luka pada hari ke − − area luka pada hari ke − narea luka pada hari ke − x %

Analisis kualitatif Perbandingan hasil histopatologi secara mikroskopis antara struktur kulit penyembuhan luka eksisi tikus diabetes dan tikus normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

Sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam dibuat dengan metode sterilisasi aseptis di dalam LAF yang sebelumnya telah disterilisasi menggunakan etanol 70% dan didiamkan sinar UV selama 24 jam. Sediaan gel anhidrat juga disterilisasi


(23)

5

menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit yang menyebabkan mikroorganisme mati akibat denaturasi enzim dan degradasi asam nukleat (Adji et al., 2007). Uji sterilitas

Uji ini memastikan bahwa sediaan gel anhidrat yang diformulasi secara aseptis tetap mempertahankan sterilitasnya, hal ini dikarenakan sediaan gel anhidrat akan diaplikasikan pada luka yang terbuka khususnya ulkus kaki diabetes. Hasil uji sterilitas ditunjukkan pada Gambar 1. Semua formula yang dibuat memberikan hasil negatif akan kehadiran mikroba, sehingga gel anhidrat tidak akan menyebabkan infeksi pada penggunaannya.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1. Hasil uji sterilitas: GEL (a); FI (b); FII (c); FIII (d). Sifat fisik sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

Sifat fisik gel, termasuk didalamnya hasil uji organoleptis, pH, daya sebar, homogenitas dan viskositas terdapat pada Tabel II. Pada formula GEL tampak transparan dan tidak berwarna sedangkan pada FI, FII dan FIII berwarna putih, opaque. Semua formula menunjukkan homogenitas dan daya sebar yang baik, dengan nilai pH 5-6 dan masih memenuhi parameter untuk sediaan topikal. Berdasarkan hasil uji viskositasnya menunjukkan bahwa GEL memiliki nilai yang paling tinggi diikuti dengan FI dan FIII memiliki viskositas yang paling rendah.


(24)

6

Tabel II. Sifat fisik gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

*Data ditampilkan dalam rata-rata±SD

a. berbeda signifikan secara statistik antar formula (p-value<0,05)

Verifikasi kurva baku piroxicam

Persamaan kurva baku didapat berdasarkan rentang konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 µg/mL adalah y = 0,0417x + 0,0969 dengan rentang SD 0,001 – 0,009; CV 0,112 – 1,999%; %Recovery 91,247 – 102,348%; nilai koefisien korelasi (r) 0,9987; LOD 0,1002 µg/mL dan LOQ 0,1038 µg/mL.

Uji pelepasan obat

Hasil uji pelepasan obat ditunjukkan pada Gambar 2, FI memiliki nilai pelepasan obat yang paling tinggi mencapai 90,208%, sedangkan pada FII sebesar 74,899 dan FII menunjukkan hasil terendah 66,544% yang secara statistik berbeda bermakna antar formula (p-value < 0,05). Dari hasil tersebut didapatkan konstanta difusi pada FI 0,5085±0,00015; FII 0,4231±0,00005; FIII 0,3767±0,00021 juga memberikan hasil secara statistik berbeda bermakna antar formula (p-value < 0,05). Pada tiap formula dapat dilihat studi kinetika yang bertujuan menganalisis mekanisme pelepasan obat formula tersebut. Hasil studi kinetika dan konstanta difusi ditunjukkan pada Tabel II. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa semua formula mengikuti orde nol yang dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) paling besar atau mendekati 1. Orde nol berarti laju pelepasan obat tidak dipengaruhi oleh konsentrasi obat, tetapi laju pelepasan akan terus meningkat seiring bertambahnya waktu dengan mekanisme pelepasan obat yang konstan tiap waktunya. Konstanta difusi melambangkan bahwa semakin besar nilainya maka obat yang terdapat pada sediaan tersebut memiliki kemampuan untuk berdifusi semakin besar pula. Berdasarkan hasil konstanta difusi maupun % Drug Release memberikan hasil FI>FII>FIII. Perbedaan hasil pada tiap formula

PARAMETER GEL FI FII FIII Organoleptis Tak berwarna,

transparan

Putih, Opaque Putih, Opaque Putih, Opaque

pH 6 6 5 6

Daya Sebar (cm)* 6,307±0,006 6,498±0,006 6,667±0,021 6,995±0,051 Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen Viskositas (Pa.s)* 3,412±0,089 3,132±0,035 2,651±0,094 2,201±0,069 Konstanta Difusi (D)* - 0,5085±0,00015a 0,4231±0,00005 a 0,3767±0,00021 a

Orde Nol - 0,9391 0,9044 0,9000 Orde Satu - 0,7935 0,8208 0,8356 Diffusion Model (Higuchi) - 0,8360 0,7835 0,7831


(25)

7

dipengaruhi oleh rasio jumlah PG dan gliserin yaitu pada FI 1,0:6,772; FII 2,5:5,277; dan FII 5,0:2,772. Hal tersebut meningkatkan fleksibilitas rantai polimer yang disebabkan oleh interaksi intermolekular antara segment polimer yang lebih banyak dibandingkan afinitas segment-solvent, sehingga rantai molekular menjadi lebih terkontraksi (Aly, 2012). Semakin banyak jumlah PG maka jumlah gliserin akan semakin sedikit dalam formula yang dibuat, namun kelarutan piroxicam pada gliserin dibandingkan dalam PG lebih besar yaitu 0,0283 mg/ml (Jouyban, 2010), sedangkan kelarutan piroxicam dalam PG sebanyak 6 mg/ml (Khunt et al., 2012). Hal tersebut menyebabkan piroxicam yang terikat dalam polimer dengan rasio gliserin yang lebih banyak akan lebih mudah melepaskannya karena piroxicam yang lebih banyak terlarut di dalamnya. Oleh karena itu, pada formula FI dengan PG 10%w/w memberikan hasil yang optimal dibandingkan PG dengan jumlah 25 dan 50%w/w.

Gambar 2. Profil pelepasan obat sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam Uji stabilitas

Stabilitas suatu sediaan merupakan hal yang penting, oleh karena itu stabilitas dari sediaan gel ini dilihat melalui uji freeze-thaw stability (FTS). FTS ini dilakukan agar dapat melihat kestabilan gel dalam masa penyimpanan hingga pendistribusian pada suhu lingkungan (Zhang et al., 2012; Lafarge et al., 2016) yang diamati pada organoleptis, pH, daya sebar dan viskositasnya. Berdasarkan hasil uji FTS pada tiap formula dikategorikan stabil karena tidak terdapat perubahan organoleptis dan pH, walau terdapat pergeseran daya sebar dan viskositas. Pergeseran daya sebar dan viskositas selama 6 siklus pada semua formula menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan secara statistik dengan p-value > 0,05. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rowe et al., (2009) bahwa campuran gliserin,

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 30 60 90 120 150 180

% Dr ug R elea se Waktu (Menit) Formula I Formula II Formula III


(26)

8

propylene glycol, dan etanol stabil secara kimia, serta carbopol yang tahan terhadap suhu dibawah 104°C.

Uji aktivitas formula optimum sediaan gel anhidrat

Formula yang dilakukan uji aktivitas merupakan formula optimum yang memberikan hasil uji pelepasan obat dan konstanta difusi paling besar yaitu FI. Hasil yang didapatkan pada uji aktivitas formula optimum ialah kecepatan penyembuhan luka. Kecepatan penyembuhan yang terlihat pada tikus normal berbeda signifikan antara luka FI baik dengan kontrol maupun basis secara statistik (p-value < 0,05), sedangkan pada tikus diabetes tidak berbeda signifikan secara statistik (p-value > 0,05) antara tiap luka. Kecepatan penyembuhan antara tikus normal dan tikus diabetes juga memberikan hasil tidak berbeda signifikan (p-value > 0,05). Hasil kecepatan penyembuhan ditunjukkan pada Tabel III. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kecepatan penyembuhan pada kelompok tikus diabetes dengan penggunaan FI memberikan peningkatan kecepatan penyembuhan mendekati kelompok tikus normal. Hal tersebut dapat juga dipengaruhi oleh sensitivitas alat pembuat luka pada kulit punggung tikus berupa biopsy punch 3 mm yang terlalu kecil, sehingga tidak dapat memberikan perbedaan yang bermakna akan kecepatan penyembuhan luka antar perlakuan luka atau kelompok tikus. Disisi lain, Aly (2012) menyatakan bahwa formula sediaan gel anhidrat yang mengandung gliserin dalam jumlah yang banyak mempercepat kesembuhan luka dengan memberikan efek humektan, demulcent, dan efek preservatif yang dapat membantu penetrasi obat, menghilangkan inflamasi dan melindungi luka dari kontaminasi selama fase penyembuhan. Propylene glycol yang bercampur dengan gliserin pada formula juga memberikan efek sinergis terhadap kecepatan penyembuhan luka. Uji histopatologi

Tujuan dari uji ini adalah melihat struktur kulit penyembuhan luka tikus baik dengan perlakuan diabetes maupun tikus normal secara mikroskopis. Hasil uji histopatologis diamati pada mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x yang ditampilkan pada Gambar 3 dan interpretasi hasilnya pada Tabel III.

Berdasarkan hasil pengamatan uji histopatologi pada tikus normal maupun tikus diabetes untuk perlakuan luka kontrol dan GEL berada pada fase proliferase sedangkan pada luka FI sudah mencapai fase remodeling tahap awal yang bertumpang tindih dengan tahap proliferasi. Semua luka yang diamati sudah menutup dengan adanya lapisan epidermis namun terdapat perbedaaan antara luka yang diberi pemberian sediaan dengan tidak diberi sediaan yaitu susunan kolagen yang terlihat lebih teratur. Pada hasil uji histopatologi antara


(27)

9

tikus normal dan tikus diabetes menunjukkan perbedaan pada keteraturan susunan jaringan dan kolagen yang terbentuk. Tikus normal memiliki susunan yang lebih rapi dan teratur dibandingkan tikus diabetes walau memiliki kelengkapan yang sama.

Gambar 3. Preparat hasil uji histopatologi Hematoxylin-Eosin (4x10) (n=1); a. Tikus Normal Luka Kontrol; b. Tikus Normal Luka GEL; c. Tikus Normal Luka FI; d. Tikus Diabetes Luka Kontrol; e. Tikus Diabetes Luka GEL; f. Tikus Diabetes Luka FI; g. Kulit

Tanpa Perlakuan KESIMPULAN

Formula optimum ditunjukkan pada formula FI dengan jumlah propylene glycol 10%w/w berdasarkan hasil uji pelepasan obat dan uji stabilitas. Pada uji aktivitas, kecepatan penyembuhan antara tiap perlakuan tidak berbeda signifikan secara statistik, tetapi pada uji histopatologi menunjukkan adanya perbedaan terhadap pemberian sediaan gel anhidrat. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan optimasi pada basis sediaan gel

3 5 2 6 1 6 5 2

a. Tikus Normal Luka Kontrol

6

5 1

4

c. Tikus Normal Luka FI b. Tikus Normal Luka GEL

1 6 1 6

1

2 5

6 1

2 2

5 5

d. Tikus Diabetes Luka Kontrol e. Tikus Diabetes Luka GEL

4 1

6

5

f. Tikus Diabetes Luka FI Keterangan: 1 = epidermis 2 = jaringan granulasi

3 = pembuluh darah 4 = folikel rambut 5 = jaringan ikat 6 = kolagen g. Kulit Tanpa Perlakuan


(28)

10

anhidrat dan menggunakan biopsy punch dengan ukuran 6 – 7 mm untuk membuat luka pada uji aktivitas.

Tabel III. Hasil Pengamatan Uji Histopatologi

Perlakuan

Hari Penyembuhan Keterangan

Tikus diabetes

Tikus

Normal Tikus Diabetes Tikus Normal

Kontrol 12,7±2,3(b,c) 13,3±0,5(a,c)

Penyembuhan dalam fase proliferasi ditandai dengan adanya jaringan granulasi, meskipun sudah terbentuk kolagen dan jaringan ikat

Penyembuhan masih dalam fase proliferasi ditandai dengan kolagen yang tidak rapat, terdapat pembuluh darah dan jaringan granulasi

GEL 12,3±2,1(b,c) 13,3±0,5(a,c)

Penyembuhan masuk dalam fase proliferasi ditandai dengan struktur kolagen dan jaringan ikat yang tidak teratur, dan terdapat jaringan granulasi

Penyembuhan masih dalam fase proliferasi ditandai dengan banyaknya jaringan granulasi dan kolagen masih belum banyak terbentuk

FI 10,7±1,5(b,c) 11,7±0,5(a,c)

Penyembuhan berada pada fase proliferasi yang bertumpang tindih dengan fase

remodelling tahap awal karena

masih banyaknya jaringan granulasi dan jaringan ikat, namun kolagen yang sudah teratur

Penyembuhan sudah pada fase remodelling tahap awal ditandai dengan kolagen yang rapat, namun jaringan ikat yang belum sempurna dan terdapat folikel rambut.

Tanpa

Perlakuan -

Struktur kulit lengkap dan teratur karena tidak mengalami proses luka

a. berbeda signifikan secara statistik antar perlakuan luka pada tikus normal (p-value<0,005) b. tidak berbeda signifikan secara statistik antar perlakuan luka pada tikus diabetes (p-value>0,005) c. tidak berbeda signifikan secara statistik antar kelompok tikus normal dan tikus diabetes (p-value>0,005)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih ditujukan kepada PT. DEXA MEDICA yang telah memberikan hibah beurpa working standard piroxicam dan DP2M Dikti yang telah mendanai sebagian penelitian ini berdasarkan kontrak surat perjanjian pelaksanaan hibah No. 010/HB-LIT/III/2016.


(29)

11 DAFTAR PUSTAKA

Abd-Allah, F.I. et al., 2011. Evaluation of the anti-inflammatory and analgesic effects of piroxicamloaded microemulsion in topical formulations. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(2), 66–70.

Abdulkarim, M.F. et al., 2010. Topical piroxicam in vitro release and in vivo anti-inflammatory and analgesic effects from palm oil esters-based nanocream. International journal of nanomedicine, 5, 915–924.

Adji, D., Zuliyanti, Larashanty, H., 2007. Perbandingan Efektivitas Sterilisasi Alkohol 70%, Inframerah, Otoklaf, dan Ozon Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis. Journal Sain Veteriner, 25(1), 17-24.

Aly, U.F., 2012. Healing in Diabetics. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 4, 76–77.

Amnuaikit, T., et al., 2008. Caffeine Topical Gel Formulation, IJPS, 4(1), 16-24.

Andranila, Rr. K., 2016. Optimasi Kadar Piroksikam Dalam Sediaan Hidrogel Sebagai Diabetic Wound Healing Pada Luka Tikus Diabetes, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Cavanagh, P.R. et al., 2005. Treatment for diabetic foot ulcers. The Lancet, 366(9498), 1725–1735.

Falanga, V., 2004. The chronic wound: Impaired healing and solutions in the context of wound bed preparation. Blood Cells, Molecules, and Diseases, 32(1), 88–94.

Hamed, S. et al., 2014. Erythropoietin, a novel repurposed drug: An innovative treatment for wound healing in patients with diabetes mellitus. Wound Repair and Regeneration, 22(1), 23–33.

Jouyban, A., 2010. Handbook of Solubility Data for Pharmaceuticals. CRC Press Taylor & Francis Group, USA, p. 155.

Khunt, D. M. et al., 2012. Formulation Design & Development of Piroxicam Emulgel. International Journal of PharmTech Research, 4(3), 1332-1344.

Lafarge, C. et al., 2016. Trapping of carvacrol by konjac glucomannan-potato starch gels: Stability from macroscopic to microscopic scale, using image processing. Food Hydrocolloids, 1-11.

Lobmann, R. et al., 2002. Expression of matrix-metalloproteinases and their inhibitors in the wounds of diabetic and non-diabetic patients. Diabetologia, 45(7), 1011–1016.


(30)

12

metalloproteinase-2 and 9 by Piroxicam confer neuroprotection in cerebral ischemia: An in silico evaluation of the hypothesis. Medical Hypotheses, 83(6), 697–701. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.mehy.2014.09.021.

Rai, N., Sarkar, M. & Raha, S., 2015. Piroxicam, a traditional non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID) causes apoptosis by ROS mediated Akt activation. Pharmacological Reports, 67(6), 1215–1233. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.pharep.2015.05.012.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E., 2009. Handbook of Excipients. Sixth Edition. Pharmaceutical Press and the American Pharmacists Association, 283 & 592.

Taylor, M.J., Tanna, S. & Sahota, T., 2010. In vivo study of a polymeric glucose-sensitive insulin delivery system using a rat model. Journal of pharmaceutical sciences, 99(10), 4215–4227.

Trommer, H., & Neubert, R. H. H., 2006. Overcoming the Stratum Corneum: The Modulation of Skin Penetration, Skin Pharmacology and Physiology, 19, 106-121. Zhang, X., Tong, Q-Y., & Ren, F., 2012. Influence of Glucose, Sucrose and Trehalose on

the Freeze-Thaw Stability of Tapioca Starch Gels. Advance Journal of Food Science and Technology, 4(4), 225-230.


(31)

13 LAMPIRAN Lampiran 1. Proposal Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus diabetes mellitus (DM) terus meningkat pada usia produktif yang diiringi dengan peningkatan kemakmuran hidup dan berubahnya pola hidup (Mihardja et al., 2014). Peningkatan tersebut ditandai dengan angka prevalensi DM di Indonesia mencapai 4,6% (Mihardja et al., 2014). Penderita DM dapat mengalami neuropathy pada kaki (Hamed et al., 2014) dengan resiko sebanyak 12-25% kejadian ulkus kaki yang dapat berujung pada amputasi (Cavanagh et al., 2005).

Penyembuhan luka merupakan keseimbangan antara akumulasi dari kolagen dan non kolagen komponen matriks ekstraselular dan penyusunan ulang dari matrix metalloproteinase (MMP) dan jaringan yang terjadi penghambatan metalloproteinase (Lobmann et al., 2002). Enzim matriks ekstraselular yang bertanggung jawab atas kesehatan dan kerusakan jaringan ialah MMP-9 (Mohamed et al., 2016). Menurut Falanga, (2004) MMP-9 yang berlebihan dapat menghambat proses penyembuhan luka. Pada penderita ulkus kaki diabetikum terjadi peningkatan MMP-9 hingga 14 kali lipat dibandingkan orang normal (Lobmann et al., 2002).

Piroxicam tergolong dalam oxicam grup dari non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) yang memiliki aktivitas anti-inflamasi (Rai et al., 2015). Selain itu, piroxicam juga dapat berfungsi sebagai obat analgesik dan antipiretik dengan menghambat sintesis prostaglandin (Abd-Allah et al., 2011). Berdasarkan penelitian Mazumder et al., (2014) secara in silico, piroxicam dapat mempercepat penyembuhan dengan menghambat MMP-9.

Sediaan penyembuh luka (wound healing) dapat dikatakan ideal apabila dapat melindungi luka dari infeksi bakteri, mencegah dehidrasi, menyerap eksudat luka, dan mempercepat penyembuhan (Sun et al., 2011). Bentuk sediaan gel merupakan salah satu sediaan penyembuh luka (Taylor et al., 2010). Menurut Aly, (2012) basis gel anhidrat dibandingkan dengan basis hidrogel memiliki tingkat penyembuhan luka yang lebih baik, namun laju pelepasan obat yang lebih lambat. Proniuk & Blanchard, (2002) mengatakan bahwa basis gel tanpa penambahan air yaitu gel anhidrat dapat mencegah obat terdegradasi saat penyimpanannya dan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba.

Berdasarkan penelitian Amnuaikit (2008); Trommer & Neubert (2006), propylene glycol (PG) memiliki fungsi yang baik sebagai co-solvent, penetration enhancer, permeability enhancer sehingga memberikan efek pelepasan obat yang


(32)

14

baik. PG juga memiliki kemampuan untuk menghantarkan obat yang bersifat lipofilik (Trommer & Neubert, 2006). Kemampuan PG tersebut dengan melakukan interkalasi dengan bagian polar dari lipid bilayer dan melakukan kompetisi melalui ikatan hidrogen pada air yang ada dengan keratin yang terdapat pada stratum korneum (Trommer & Neubert, 2006). Menurut Chow et al., (2008), PG yang optimal memberikan pengaruh stabilitas yang baik pada gel anhidrat.

Piroxicam merupakan obat yang sukar larut dalam etanol (Dirjen POM, 2014) dan tidak larut dalam air dengan nilai pKa 5,3, log P 1,8 dan terionisasi pada pH 7,4 sehingga piroxicam ini dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal yaitu gel anhidrat (Abdulkarim et al., 2010). Oleh karena itu, peneliti memformulasikan sediaan gel anhidrat dengan zat aktif piroxicam dan optimasi PG untuk meningkatkan pelepasan obat dan mempercepat penyembuhan luka bagi penderita diabetes (Abdulkarim et al., 2010; Mazumder et al., 2014; Abd-Allah et al., 2011; Trommer & Neubert, 2006).

1.2 Rumusan Masalah

Berapa kadar optimum propylene glycol dalam formula sediaan gel anhidrat penyembuh luka ulkus diabetikum dengan zat aktif Piroxicam?

1.3 Tujuan

Mengetahui formula optimum sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif piroxicam.

1.4 Urgensi Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan formulasi sediaan gel anhidrat piroxicam yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes sehingga mengurangi angka kejadian amputasi akibat ulkus diabetikum. 1.5 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu kefarmasian khususnya yang berkaitan dengan formulasi gel anhidrat dengan penambahan piroxicam untuk meningkatkan kecepatan penyembuhan luka akibat diabetes, sehingga dapat pula dijadikan acuan untuk penelitian berikutnya.

1.6 Luaran yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah formula efektif sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan penambahan piroxicam yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka akibat diabetes.

1.7 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan secara ilmiah formula optimum sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan penambahan piroxicam terhadap daya peningkatan kecepatan proses penyembuhan luka akibat diabetes.


(33)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka

1. Penyembuhan Luka

Luka adalah kerusakan epitel pada kulit yang diiringi dengan gangguan pada struktur dan fungsi dari jaringan normal. Luka dihasilkan dari luka sayat (insisi), luka bakar, haematoma, atau abrasi (Enoch & Leaper, 2008). Proses penyembuhan luka terbagi atas 4 fase yang saling tumpang tindih yakni koagulasi atau hemostasis, inflamasi, reepitelisasi atau pembentukan jaringan (proliferasi) dan penyusunan ulang jaringan (remodeling) (Bellavia et al., 2014; Hamed et al., 2014).

Pada fase koagulasi, ketika terjadi luka agregat platelet di sisi luka akan mengubah fibrin clot menjadi matrix sementara dengan bantuan fibroconectin, platelet juga mensekresri beberapa mediator khusus seperti platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor (TGF)-β1, yang berkontribusi pada penyembuhan luka dengan mengaktivasi makrofag dan fibroblast pada sisi luka (Hamed et al., 2014).

Pada fase yang kedua yaitu inflamasi, dapat terlihat dari pengeluaran darah dari netrofil dan makrofag pada luka dan fagositosis sisa jaringan dan munculnya mikroorganisme (Hamed et al., 2014). Sel inflamasi akan mensekresi proinflammatory sitokin seperti TGF-β1, monosit khemoatraktan protein-1, colony-stimulating factor-1, interleukin (IL)-1, dan tumor necrosis factor (TNF)-α dan growth factor seperti PDGF, vascular endothelial growth factor (VEGF), dan insulin-like growth factor-1. Proinflammatory sitokin tersebut yang akan memulai migrasi pada sel luka sebagai persiapan untuk fase selanjutnya (Hamed et al., 2014).

Selanjutnya ialah fase pembentukan jaringan (proliferasi) yang melibatkan epitelisasi, fibroplasia, angiogenesis, dan kontraksi (Hamed et al., 2014). Matrix sementara yang telah terbentuk pada fase koagulasi dan inflamasi dengan adanya makrofag dan kemudian dengan bantuan fibroblast yang membentuk kolagen, proteoglikan, hyaluronan, dan fibronectin (Hamed et al., 2014; Enoch & Leaper, 2008). Komponen tersebutlah yang membantu membentuk matriks ekstraselular yang baru yang mendukung pertumbuhan dan proses perbaikan sel (Enoch & Leaper, 2008).

Fase yang terakhir ialah fase penyusunan kembali jaringan (remodeling) yang menyangkut terminasi dari inflamasi dan proses pembentukan bekas luka, pembentukan kembali morfologi jaringan yang normal, dan penyusunan kembali matriks kolagen, pada saat yang sama pula


(34)

16

sel yang tidak diperlukan pada penyembuhan luka ini akan di buang atau terjadi apoptosis (Hamed et al., 2014).

2.2 Penyembuhan Luka Diabetes 1. Luka Diabetes

Luka pada penderita diabetes dapat terjadi dikarenakan terjadi neuropathy pada kaki yang dapat berujung pada amputasi (Hamed et al., 2014). Faktor fisiologis yang terjadi pada penderita diabetes saat proses penyembuhan luka yakni penurunan atau pemutusan produksi dari growth factor, respon angiogenesis, fungsi makrofag dan perlindungan lapisan epidermis, akumulasi kolagen, jumlah dari jaringan granulasi, migrasi dan proliferasi keratinosit dan fibroblas, dan keseimbangan antara akumulasi komponen ekstraselular matriks dan penyusunan ulang dari MMP (Brem & Tomic-Canic, 2007). Menurut Hamed et al., (2014), pada penderita diabetes terjadi gangguan pada semua fase proses penyembuhan luka yang dikarenakan pada proses epitelisasi tidak terbentuk atau tertunda karena pengurangan jumlah fibronectin didalam plasma dan penurunan fibronectin di kulit yang mengganggu pembentukan provisional matriks, juga dikarenakan intensitas dan durasi respon inflamasi yang meningkat.

2. Matrix metalloproteinase-9

MMPs merupakan bagian dari enteropeptidase zinc-dependent yang dapat memodifikasi komponen matriks ekstraselular dan pengontrol sifat sel (Michaluk et al., 2011; Lobmann et al., 2002). MMPs ini pula yang bertanggung jawab pada kebanyakan matriks ekstraselular baik pada kesehatan dan kerusakan jaringan, khususnya MMP-8 (collagenase-2) dan MMP-9 (gelatinase-B) (Mohamed et al., 2016). Menurut Falanga, (2004) MMP-9 yang berlebihan dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka menjadi tertunda. Pada penderita ulkus kaki diabetikum terjadi peningkatan MMP-9 mencapai 14 kali lipat dibandingkan orang normal yang membuat proses penyembuhan berjalan sangat lambat (Lobmann et al., 2002).

2.3 Piroxicam


(35)

17

Piroxicam mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C15H13N3O4S dengan bobot molekul 331,35 (Dirjen POM RI, 2014).

Piroxicam merupakan obat yang sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol (Dirjen POM RI, 2014), dengan nilai pKa 5,3, log P 1,8 dan terionisasi pada pH 7,4 (Abdulkarim et al., 2010). Piroxicam berbentuk serbuk, hampir putih atau coklat terang atau kuning terang dan tidak berbau (Dirjen POM RI, 2014).

Piroxicam (Px) tergolong dalam oxicam grup dari non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) yang memiliki aktivitas yang baik sebagai agen anti-inflamasi (Rai et al., 2015), analgesik, dan antipiretik dalam menghambat sintesi prostaglandin (Abd-Allah et al., 2011). Px dapat digunakan pada musculoskeletal, gangguan pada sendi seperti osteoarthritis dan rheumatoid (Abd-Allah et al., 2011). Berdasarkan penelitian Mazumder et al., (2014), secara in silico Px dapat mempercepat penyembuhan dengan menghambat MMP-9 yang berinteraksi dengan membentuk ikatan hidrogen pada residu Proline 421, Alanine 189, Leusin 188, dan Tirosin 423.

2.4 Sediaan Penyembuh Luka

Sediaan penyembuh luka dikatakan ideal dalam penggunaannya apabila sediaan yang digunakan untuk menyembuhkan luka tersebut dapat melindungi luka dari infeksi bakteri, mencegah dehidrasi, menyerap eksudat luka dan mempercepat penyembuhan (Sun et al., 2011). Selain itu, sediaan penyembuh luka yang baik juga dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan luka, serta tidak berasa sakit ketika penggunaan sediaan tersebut (Taylor et al., 2010). Suatu sediaan penyembuh luka memiliki beberapa karakteristik yang diinginkan guna mempercepat proses penyembuhan luka seperti, memberikan dan mempertahankan lingkungan yang lembab, tidak basah dan tidak kering, terjadi pertukaran gas antara uap air dan udara, mencegah infeksi, menghilangkan luka dengan menyerap eksudatnya, keefektifan biaya dengan frekuensi pemakaiannya yang diminimalkan (Richard et al., 2007).

2.5 Gel Anhidrat

Gel ialah suatu sistem semi padat yang terdiri dari suspensi yang terbuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, dan terpentrasi oleh suatu cairan (Dirjen POM RI, 2014). Berdasarkan sifat pelarutnya gel dibagi menjadi 2 yaitu, hidrogel dan gel anhidrat (Zats, et al., 2005). Gel anhidrat merupakan gel tidak menggunakan air pada basisnya (Proniuk & Blanchard, 2002).

Salah satu basis pada gel anhidrat ialah gliserin, methanol, dan carbopol (Aly, 2012). Gel anhidrat dapat menembus barrier kulit lebih mudah dibandingkan hidrogel karena kulit yang merupakan barrier bersifat


(36)

18

hidrofobik (Aly, 2012). Menurut Aly, 2012 gel anhidrat dapat memberikan efek penyembuhan luka yang lebih baik dibanding hidrogel. Gel anhidrat dapat mencegah obat atau zat aktif yang terdapat pada sediaan terdegradasi saat penyimpanannya (Proniuk & Blanchard, 2002). Selain itu, gel anhidrat dapat mencegah adanya pertumbuhan mikroba (Proniuk & Blanchard, 2002). 2.6 Landasan Teori

Sediaan penyembuh luka ideal apabila dapat melindungi luka dari infeksi bakteri, mencegah dehidrasi dan mempercepat penyembuhan. Gel terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes. Gel anhidrat dengan basis yang tanpa penambahan air dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan mencegah degradasi obat. Formula gel anhidrat dengan basis carbopol-gliserin dengan mudah dapat menembus barrier kulit yang hidrofobik dan memberikan efek kenyamanan pada penggunaannya, namun untuk pelepasan obat masih kurang optimum. Penambahan propylene glycol pada gel anhidrat terbukti memberikan pengaruh pada pelepasan obat. Propylene glycol juga dapat menghantarkan obat yang bersifat lipofilik seperti piroxicam. Gel anhidrat yang dibuat dengan penambahan zat aktif piroxicam sebagai zat aktif dapat mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes. Hal tersebut dikarenakan piroxicam dapat menghambat MMP-9, sedangkan pada penderita diabetes MMP-9 terinduksi lebih banyak 14 kali dibanding orang normal.

2.7 Hipotesis

Formula sediaan gel anhidrat dengan kadar optimum propylene glycol memberikan stabilitas sediaan dan pelepasan obat yang baik, serta penyembuhan luka ulkus diabetikum dengan zat aktif piroxicam.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing dengan Zat Aktif Piroxicam” ini termasuk eksperimental murni.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi jumlah propylene glycol sebagai co-solvent dan penetration enhancer yang ditambahkan ke dalam sediaan gel anhidrat diabetic wound healing.


(37)

19 2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat fisik, stabilitas, dan pelepasan piroxicam dalam sediaan gel anhidrat diabetic wound healing. 3. Variabel Pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah prosedur pembuatan dan pengujian sediaan, kondisi penyimpanan sediaan, wadah penyimpanan sediaan, berat badan tikus, galur tikus, jenis kelamin tikus, dan asupan gizi tikus. b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali

pada penelitian ini adalah suhu dan kelembapan udara ruangan selama pembuatan dan pengujian sediaan, serta kondisi patologis hewan uji (tikus).

4. Definisi Operasional

a. Sediaan Gel Anhidrat. Sediaan gel dengan basis carbopol-gliserin dan tanpa air.

b. Co-solvent. Pelarut pembantu yang membantu melarutkan zat aktif. c. Penetration enhancer. Peningkatan kemampuan untuk menembus

barrier.

d. Sifat fisik gel. Parameter kualitas fisik meliputi, organoleptis, pH, daya sebar, homogenitas, dan viskositas.

e. Stabilitas fisik. Parameter kestabilan gel meliputi, perubahan organoleptis, ph, viskositas, daya sebar, pelepasan zat aktif dan stabilitas sediaan setelah diuji menggunakan metode freeze thaw cycle. f. Organoleptis. Uji secara visual terhadap fisik gel anhidrat terkait bau,

warna, homogenitas dan tekstur.

g. Viskositas. Tingkat kekentalan yang menyatakan tahanan gel anhidrat untuk mengalir dengan rentang 200-300 dPa.s dengan perubahan

viskositas ≤10% (Garg et al., 2002).

h. Daya sebar. Kemampuan penyebaran sediaan gel anhidrat pada kulit dengan rentang diameter 5-7 cm (Garg et al., 2002).

i. Formula gel optimum. Formula yang memiliki hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel yang paling memenuhi standar sediaan semisolid diantaranya daya sebar 5-7 cm, viskositas 200-300 dPa.s dengan

perubahan viskositas ≤10% dan jumlah pelepasan obat mendekati

100%.

j. Kecepatan penyembuhan luka. Satuan laju per waktu luka pada hewan uji dapat sembuh.

k. Tikus putih galur wistar terinduksi aloksan. Hewan uji yang diinjeksikan obat peningkat gula darah sehingga nilai gula darah lebih dari 250 mg/dl.


(38)

20

l. Efek penyembuhan luka. Perhitungan persentase wound closure rate yang didapat dari luka tikus setelah pemakaian sediaan.

m. Uji Hispatologi. Suatu pengamatan kulit tikus menggunakan mikroskop cahaya dengan adanya bantuan zat pewarna tertentu.

3.3 Bahan Penelitian

Piroxicam (dari PT. Sanbe Farma), aloksan monohidrat, gliserin, propylene glycol, carbopol 940, etanol 96% (Labora), etanol 70%, Nutrien Agar (Oxoid), kloroform teknis, ketamin, krim depilatori, kapas, formalin 10%, larutan Harris Hematoxylin, larutan acid alcohol, larutan ammonium, larutan stok Eosin alcohol 1%, larutan working Eosin, buffer fosfat.

3.4 Alat Penelitian

Beaker glass, mantle heater, stirrer, magnetic stirrer, labu ukur, batang pengaduk, sentrifuge, sntrifuge tube, mortir, stamper, thermometer, kabinet LAF, pipet tetes, plastic wrap, kaca bundar, object glass, corong, alumunium foil, ose, spuit injeksi, pinset, gunting, mikroskop cahaya, biopsy punch, scalpel, blade, viskometer Merlyn II, stopwatch, spektrofotometer UV-Vis, kuvet spetrofotometer, membran selofan porous, dissolution tester.

Sterilisasi Ruangan & Tube

Pembuatan Gel anhidrat diabetic wound

Uji sifat fisik gel anhidrat diabetic wound

1. Organoleptis dan pH 2. Daya Sebar 3. Homogenitas

4. Viskositas 5. Uji Disolusi

Uji sterilitas gel anhidrat diabetic wound

Uji stabilitas gel anhidrat diabetic wound

Uji aktivitas formula optimum gel anhidrat


(39)

21 3.5 Tata Cara Penelitian

1. Sterilitasi ruangan

Selama 24 jam sebelum pembuatan gel diabetic wound ruangan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan etanol 70%, dalam hal ini termasuk setiap sudut dan lantai ruangan. Setelah itu, lampu UV pada LAF dan ruangannya dinyalakan selama 24 jam.

2. Sterilisasi tube

Tube yang akan dipakai dicuci dengan etanol 70%, bersamaan dengan plastik filling gel dibiarkan dibawah sinau UV pada LAF selama 24 jam bersamaan dengan proses sterilisasi ruangan.

3. Pembuatan gel diabetic wound healing

Pada penelitian ini sediaan yang akan dibuat ialah gel dengan penambahan Piroxicam dengan perbedaan jumlah propylene glycol (FI, FII, dan FIII) dan basis gel itu sendiri (Gel). Formula sediaan tersebut merupakan modifikasi dari formula Aly (2012) yaitu:

Tabel I. Formula Gel Anhidrat (Aly, 2012).

Bahan Jumlah

Carbopol (% w/w) 1,5

Metanol (mL) 1

Gliserin (g) 9

Atrovastatin (% w/w) 1

Tabel II. Formula Modifikasi Sediaan Uji Diabetic Wound Healing Formula (g) Gel FI FII FIII

Carbopol 940 0,15 0,15 0,15 0,15

Etanol 0,789 0,789 0,789 0,789

Propylene glycol - 1,0 2,5 5,0

Piroxicam - 0,5 0,5 0,5

Gliserin Ad 10 Ad 10 Ad 10 Ad 10

Piroxicam dilarutkan dalam etanol terlebih dahulu, kemudian di tambahkan propylene glycol. Setelah tercampur homogen ditambahkan carbopol dan ditambahkan gliserin sampai 10 g dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam. Hasil campuran disimpan pada suhu ruangan selama 48 jam untuk mendapatkan ekuilibrasi.

4. Uji Sifat fisik gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam a. Uji organoleptis dan pH

Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati warna, bau dan bentuk dari gel setelah 48 jam gel selesai dibuat. Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH universal stick dengan cara mengoleskan sedikit gel pada stik pH dan membandingkan warna yang dihasilkan dengan standar.


(40)

22

Nilai pH yang diinginkan adalah 4,5-6,5 yaitu pH kulit sehingga kulit tidak teriritasi karena perbedaan pH (Divadi, 2015).

b. Uji daya sebar

Sebanyak 0,5 gram gel anhidrat ditimbang dan diletakkan di tengah kaca bundar yang berskala, ditutup dengan kaca bundar penutup dengan penambahan beban sehingga total berat penutup dan beban ialah 125 gram dan dibiarkan selama 1 menit. Pengukuran dihitung dari diameter yang terbentuk dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (Divadi, 2015).

c. Uji Homogenitas

Secukupnya sediaan gel diletakkan pada object glass dan ditutup dengan object glass lainnya, ditekan hingga merapat dan pengujian dilakukan 3 kali (Divadi, 2015).

d. Uji Viskositas

Viskositas gel diukur menggunakan viskometer Merlyn II dengan sistem cup and bob. Gel diambil sebanyak 15 mL dan dimasukkan ke dalam cup, kemudian cup dan bob dipasang pada viskometer. Pengujian dilakukan pada kecepatan 50 rpm pada suhu 25ºC (Divadi, 2015).

e. Uji Disolusi

Dilakukan uji disolusi pada formula GEL, FI, FII, dan FIII dimana GEL sebagai blanko. Sebanyak 2 gram gel dimasukkan ke frans diffusion cell yang didalamnya telah terdapat membran selofan porous yang sudah direndam air suling 100°C selama 5 menit. Keadaan sel dijaga supaya tidak terdapat gelembung udara. Kemudian sel yang telah dimasukkan gel diuji disolusinya menggunakan dissolution tester yang mengandung 300 mL buffer fosfat pH 7,4 dengan mempertahankan kondisinya selama proses uji disolusi pada suhu 37±2°C dengan kecepatan 120 rpm. Diambil 2 mL sampel dari medium disolusi pada tiap interval waktu 15 menit yaitu pada 0; 15; 30; 45; 60; 75; dan 90 menit. Tiap pengambilan sampel dilakukan penambahan 2 mL buffer fosfat pada pH yang sama untuk menjaga volume konstan pada medium disolusi. Jumlah pelepasan obat diukur menggunakan spetrofotometer UV

pada λ maksimum piroxicam yaitu 350 nm (Abd-Allah et al., 2010). 5. Uji sterilitas

Kabinet LAF dibersihkan dengan etanol 70%, Lampu UV dinyalakan selama 24 jam. Peralatan yang digunakan juga disterilkan sebelumnya menggunakan autoklaf pada 121ºC selama 15 menit. Nutrient Agar (Oxoid) ditimbang sebanyak 21 gram dan ditambahkan pada 750 mL akuades, diaduk dengan batang pengaduk hingga homogen. Media NA dipanaskan dengan hotplate magnetic stirrer sampai homogen, dan dituang ke tabung reaksi sebanyak 15 mL tiap tabungnya dan ditutup dengan penutup yang sesuai. Media NA tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf pada 121ºC selama 15


(41)

23

menit dengan tekanan 1 atm. Dalam LAF media NA yang telah steril dituang pada cawan petri, dan penuangan dilakukan didekat bunsen. Media NA dibiarkan memadat dalam cawan petri. Sediaan gel yang akan diuji disiapkan, kemasan dibersihkan dengan etanol 70%. Jarum ose yang akan digunakan dipanaskan di atas bunsen hingga memijar, dan didinginkan. Kemasan gel dibuka secara aseptis didekat nyala bunsen, dan sedikit gel dibuang, kemudian diambil 1 ose gel dan digoreskan secara zigzag pada permukaan media NA. Ose yang digunakan untuk menggoreskan harus dipijarkan setiap penggunaannya. Tiap cawan petri diberi label dan dibungkus dengan plastic warp, dan diinkubasi terbalik dalam LAF tanpa nyala bunsen selama 24 jam dan dilakukan pengamatan setelahnya (Divadi, 2015).

6. Uji Stabilitas Gel anhidrat piroxicam a. Freeze Thaw Cycle

Uji Freeze Thaw dilakukan dengan cara masing-masing formula disimpan pada suhu -4ºC selama 24 jam, lalu kembali disimpan pada suhu

±25ºC selama 24 jam (untuk 1 siklus). Penyimpanan dilakukan sebanyak 6 siklus dan setiap akhir siklus dilakukan pengamatan sifat fisik dari setiap formula gel seperti pH, organoleptis, daya sebar dan viskositas (Elya et al., 2013).

b. Uji viskositas

Semua formula diukur viskositasnya menggunakan viskometer Merlyn II dengan sistem cup and bob. Sebanyak 15 mL Gel dimasukkan ke dalam cup, kemudian cup dan bob dipasang pada viskometer. Pengujian dilakukan pada kecepatan 50 rpm pada suhu 25ºC. Hasil yang didapat dicatat dan dilakukan pada masing-masing replikasi. Uji viskositas dilakukan yaitu tiap siklus pada freeze thaw cycle (Barasa, 2016).

c. Uji daya sebar

Sebanyak 0,5 gram gel diletakkan di tengah kaca bundar dan ditutup dengan kaca penutup yang sudah ditimbang dan ditambahkan dengan pemberat hingga total pemberat diatas gel sebesar 125 gram, didiamkan selama 1 menit dan penyebaran gel dari 4 bagian sisi dicatat. Setelah didapatkan diameter dari persebaran gel, dilakukan perhitungan luas persebaran gel dengan menggunakan rumus luas lingkaran. Uji daya sebar dilakukan yaitu tiap siklus pada freeze thaw cycle (Barasa, 2016).

d. Uji pH

Masing-masing formula diukur nilai pH-nya menggunakan kertas indikator pH. Uji pH dilakukan pada tiap siklus freeze thaw cycle. Sedikit gel dioleskan pada pH universal dan warna yang didapatkan dibandingkan hasilnya dengan standar. Nilai pH yang diinginkan adalah 4,5-6,5 yaitu pH kulit sehingga kulit tidak teriritasi karena perbedaan pH (Barasa, 2016).


(42)

24 e. Uji sentrifugasi

Dilakukan uji sentrifugasi terhadap masing-masing formula setelah 48 jam pembuatan. Tiap formula diuji sentrifugasi dengan cara gel dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dimasukkan ke dalam mesin sentrifugasi dan sistem dijalankan dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam dan diamati pemisahan yang terjadi pada masing-masing gel tiap formula (Elya et al., 2013).

7. Uji aktivitas formula optimum gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

a. Perlakuan pada tikus

Enam ekor tikus ditimbang, tiga ekor tikus diinjeksi aloksan monohidrat secara intraperitonial dengan dosis 150 mg/kgBB, 48 jam setelah induksi dilihat kadar gula darah tikus (Pirbalouti et al., 2010). Tiga ekor tikus yang kadar gula darahnya di atas 250 mg/dl dan tiga ekor tikus lainnya sebagai kontrol tikus tanpa diabetes. Tikus diberi olesan krim depilatory pada bagian punggungnya dan didiamkan selama 5 menit, kemudian dibilas dengan kapas basah (air bersih), hingga tampak kulit punggungnya. Tikus dibiarkan selama 48 jam. Tikus diberi anestesi melalui injeksi i.m. ketamin 0,5 mL/kgBB dibagian paha dan ditunggu hingga tikus tertidur. Kulit punggung tikus dibasahi dengan etanol 70% (Divadi, 2015) dan melakukan luka secara eksisi menggunakan biopsy punch dengan diameter 3 mm (DiPietro, 2003). Sebanyak 0,1 mL formula optimum gel anhidrat diabetic wound dioleskan pada luka menggunakan spuit tanpa jarum suntiknya dan pemberian sediaan dilakukan tiap 12 jam hingga luka menutup. Tikus di eutanasia dengan inhalasi kloroform teknis, kemudian kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10%. Kemudian dimonitor dan area luka dihitung (Divadi, 2015).

b. Uji histopatologi-Pengecatan Hematoxylin-Eosin (HE)

Pengecatan ini diawali dengan proses pemotongan jaringan (trimming) menggunakan scalpel yang dilanjutkan dengan proses dehidrasi yaitu air yang terkandung dalam jaringan dikeluarkan menggunakan reagen pembersih, kemudian dilakukan impregnasi yakni penetrasi parafin ke dalam jaringan. Selanjutnya adalah meletakkan jaringan tersebut di atas sebuah balok kayu (embedding) sebagai alas pemotongan jaringan dengan pisau mikrotom (cutting). Dilanjutkan dengan proses pengecatan (staining) secara berurutan menggunakan xylol, alkohol absolut, akuades, harris hematoxylin, acid alkohol, eosin, dan alkohol 96%. Terakhir dilakukan penutupan dengan object glass dengan cover glass (mounting) dan hasil histopatologinya diamati pada mikroskop cahaya (Olympus tipe BH-2, Olympus Corp., Jepang) (Divadi, 2015).


(43)

25 Tata Cara Analisis

1. Analisis kuantitatif

Data yang akan diperoleh pada penelitian ini adalah data sifat fisik dan stabilitas sediaan gel anhidrat diabetic wound healing dengan zat aktif piroxicam, dan data kecepatan penyembuhan luka pada tikus.

Data sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan dicari standar deviasinya. Dari data sifat fisik, viskositas dan daya sebar dianalisis menggunakan software R i368 3.2.3. untuk masing-masing respon. Analisis statistik yang digunakan R i368 3.2.3. adalah uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

Data stabilitas fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan dicari standar deviasinya. Dari data stabilitas fisik, viskositas dan daya sebar dianalisis menggunakan software R i368 3.2.3. dengan uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%. Nilai p-value < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan signifikan.

Data disolusi obat yang diperoleh, dihitung kadarnya dengan memasukkan hasil absorbansi kedalam persamaan kurva baku, sehingga didapat kadar yang terdisolusi pada selang waktu tertentu.

Pengukuran efek penyembuhan luka pada tikus dihitung dengan persamaan:

Wound closure %

= area luka pada hari ke − − area luka pada hari ke − narea luka pada hari ke − x %

2. Analisis kualitatif

Perbandingan hasil uji histopatologi secara miksroskopis antara struktur kulit tikus diabetes dan tikus normal dengan luka eksisi yang diberikan penambahan sediaan.


(44)

26 Lampiran 2. Ethical Clearance Penelitian


(45)

27


(46)

28


(47)

29 Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisis Data Hasil Uji Viskositas

Viskositas (Pa.s) GEL FI FII FIII

Replikasi 1 3,458 3,101 2,679 2,306

Replikasi 2 3,429 3,137 2,641 2,122

Replikasi 3 3,507 3,145 2,561 2,227

Replikasi 4 3,307 3,089 2,708 2,235

Replikasi 5 3,333 3,071 2,655 2,284

Rata – rata±SD 3,407±0,084 3,109±0,032 2,649±0,055 2,235±0,071 Data Hasil Uji Daya Sebar

Daya Sebar (cm) GEL FI FII FIII

Replikasi 1 6,100 6,505 6,800 7,010

Replikasi 2 6,105 6,500 6,820 6,990

Replikasi 3 6,115 6,510 6,795 7,000

Replikasi 4 6,110 6,490 6,790 7,005

Replikasi 5 6,120 6,495 6,815 7,015


(48)

30

Lampiran 6. Kurva baku piroxicam dan data uji pelepasan obat Kurva baku piroxicam

Konsentrasi (µg/mL)

Rata-Rata Absorbansi

SD CV %Recovery

2 0,173 0,001 0,578% 91,247%

4 0,264 0,001 0,218% 100,380%

6 0,351 0,007 1,999% 101,692%

8 0,438 0,005 1,054% 102,348%

10 0,515 0,001 0,112% 100,344%

12 0,596 0,001 0,194% 99,674%

14 0,690 0,009 1,339% 101,536%

16 0,738 0,002 0,207% 96,038%

18 0,865 0,004 0,440% 101,754%

Parameters Values

Slope 0,0417

Intercept 0,0969

Correlation coefficient (r) 0,9987

LOD (µg/mL) 0,1002

LOQ (µg/mL) 0,1038

Data uji pelepasan obat

Formula I Formula II Formula III

Waktu % Drug Release (Rata – rata±SD)

% Drug Release (Rata – rata±SD)

% Drug Release (Rata – rata±SD) 15 3,263±0,0015 3,505±0,0005 2,257±0,0023 30 9,348±0,0005 6,830±0,0006 4,997±0,0011 45 11,983±0,0010 7,216±0,0014 8,459±0,0055 60 16,740±0,0013 10,823±0,0010 11,335±0,0026 75 20,109±0,0109 14,712±0,0007 11,524±0,0010 90 26,442±0,0011 16,223±0,0017 12,976±0,0021 120 43,171±0,0015 34,844±0,0105 31,428±0,0066 180 90,208±0,0033 74,899±0,0075 66,544±0,0087

y = 0.0417x + 0.0969 R² = 0.9974

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Absor

ba

nsi


(49)

31 Koefisien Difusi

Uji Normalitas

Formula p-value FI 0,31730 FII 0,05551 FIII 0,31730

*p-value > 0,05 menunjukkan data terdistribusi normal. Uji Homogenitas

*p-value > 0,05 menunjukkan varians data homogen. Uji ANOVA

*p-value < 0,05 menunjukkan data berbeda secara signifikan, dilanjutkan posthoc Tukey untuk melihat letak perbedaannya.

Antar kelompok FI, FII dan FIII berbeda bermakna.

Replikasi Formula I Formula II Formula III

1 0,5087 0,4232 0,3767

2 0,5085 0,4231 0,3766

3 0,5084 0,4231 0,3770


(50)

32 Lampiran 7. Data hasil uji stabilitas

1. Pergeseran Daya Sebar selama ke-6 freeze thaw cycle Formula/ Siklus GEL (cm) FI (cm) FII (cm) FIII (cm)

Siklus 0 6,100 6,505 6,800 7,010

6,105 6,500 6,820 6,990

6,115 6,510 6,795 7,000

6,110 6,490 6,790 7,005

6,120 6,495 6,815 7,015

Rata-rata ± SD 6,110±0,008 6,500±0,008 6,804±0,013 7,004±0,010

Siklus 1 6,090 6,490 6,820 6,995

6,105 6,470 6,790 7,020

6,095 6,520 6,805 6,985

6,100 6,485 6,800 6,990

6,090 6,485 6,795 7,005

Rata-rata ± SD 6,096±0,007 6,490±0,018 6,802±0,012 6,999±0,014

Siklus 2 6,115 6,485 6,805 7,000

6,095 6,500 6,790 6,985

6,080 6,475 6,805 7,005

6,075 6,495 6,800 6,980

6,100 6,490 6,780 7,010

Rata-rata ± SD 6,093±0,016 6,489±0,010 6,796±0,011 6,996±0,013

Siklus 3 6,080 6,495 6,785 6,985

6,075 6,485 6,795 6,990

6,105 6,505 6,810 6,980

6,090 6,470 6,800 7,015

6,095 6,480 6,780 6,995

Rata-rata ± SD 6,091±0,010 6,487±0,014 6,794±0,012 6,993±0,014

Siklus 4 6,080 6,470 6,775 6,995

6,075 6,510 6,820 6,975

6,100 6,485 6,800 7,000

6,105 6,495 6,785 6,995

6,090 6,470 6,780 6,990

Rata-rata ± SD 6,090±0,013 6,486±0,017 6,792±0,018 6,991±0,010

Siklus 5 6,070 6,500 6,795 6,970

6,090 6,485 6,770 6,975

6,120 6,490 6,820 6,990

6,070 6,470 6,780 6,995

6,075 6,475 6,785 7,020


(51)

33 Uji Normalitas

Formula Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 GEL 0,9672 0,4211 0,7941 0,9276 0,6919 0,0884 0,8989 FI 0,9672 0,3072 0,9276 0,9796 0,4642 0,8989 0,0622 FII 0,5012 0,6853 0,2717 0,8989 0,4510 0,6421 0,9796 FII 0,9276 0,6557 0,2567 0,4272 0,2320 0,6275 0,6557 *p-value > 0,05 menunjukkan data terdistribusi normal.

Uji Homogenitas

Formula p-value*

GEL 0,1931

FI 0,7159

FII 0,7466

FIII 0,7729

*p-value > 0,05 menunjukkan varians data homogen. Uji ANOVA Formula/ Siklus GEL (cm) FI (cm) FII (cm) FIII (cm)

Siklus 6 6,090 6,475 6,780 7,010

6,100 6,515 6,770 6,975

6,085 6,470 6,805 6,995

6,075 6,470 6,790 6,980

6,070 6,485 6,795 6,985


(52)

34 Formula p-value*

GEL 0,0734

FI 0,6000

FII 0,5280

FIII 0,5560

*p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda secara signifikan. 2. Pergeseran Viskositas selama ke-6 freeze thaw cycle

Formula/ Siklus GEL (Pa.s) FI (Pa.s) FII (Pa.s) FIII (Pa.s)

Siklus 0 3,458 3,101 2,679 2,306

3,429 3,137 2,641 2,122

3,507 3,145 2,561 2,227

3,307 3,089 2,708 2,235

3,333 3,071 2,655 2,284

Rata-rata ± SD 3,407±0,084 3,109±0,032 2,649±0,055 2,235±0,071

Siklus 1 3,387 3,196 2,709 2,220

3,396 3,163 2,612 2,163

3,372 3,044 2,592 2,252

3,461 3,054 2,713 2,271

3,408 3,080 2,532 2,261

Rata-rata ± SD 3,405±0,034 3,107±0,068 2,632±0,078 2,233±0,044

Siklus 2 3,391 3,193 2,676 2,222

3,429 3,094 2,663 2,197

3,410 3,096 2,702 2,198

3,388 3,023 2,619 2,268

3,398 3,119 2,485 2,274

Rata-rata ± SD 3,403±0,017 3,105±0,061 2,629±0,086 2,232±0,037

Siklus 3 3,359 3,094 2,711 2,185

3,430 3,123 2,653 2,251

3,394 3,103 2,521 2,256

3,380 3,158 2,620 2,267

3,425 3,011 2,637 2,192

Rata-rata ± SD 3,398±0,030 3,098±0,054 2,628±0,069 2,230±0,039

Siklus 4 3,424 2,989 2,689 2,271

3,371 2,896 2,497 2,179

3,414 3,298 2,641 2,265

3,381 3,107 2,539 2,181

3,383 3,194 2,697 2,242


(53)

35 Uji Normalistas

*p-value > 0,05 menunjukkan data terdistribusi normal. Uji Homogenitas

Formula p-value* GEL 0,000118

FI 0,04073

FII 0,5262

FIII 0,6476

*p-value > 0,05 menunjukkan varians data homogen dan dilanjutkan dengan Uji ANOVA, varians data yang tidak homogen dilanjutkan dengan Uji Kruskal Wallis.

Formula/ Siklus GEL (cm) FI (cm) FII (cm) FIII (cm)

Siklus 5 3,409 3,020 2,679 2,247

3,392 3,124 2,621 2,215

3,414 3,173 2,549 2,198

3,371 3,158 2,705 2,249

3,376 2,982 2,495 2,226

Rata-rata ± SD 3,392±0,019 3,091±0,085 2,610±0,088 2,227±0,022

Siklus 6 3,402 3,117 2,615 2,213

3,408 3,075 2,540 2,313

3,374 3,197 2,588 2,242

3,377 3,102 2,640 2,142

3,386 2,952 2,657 2,215

Rata-rata ± SD 3,389±0,015 3,089±0,089 2,608±0,046 2,225±0,062

Formula Siklus 0 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 GEL 0,6058 0,3526 0,4434 0,6146 0,3143 0,4616 0,4303 FI 0,5705 0,2806 0,7582 0,5713 0,9517 0,3039 0,7186 FII 0,6262 0,4152 0,1798 0,6887 0,3043 0,7173 0,8067 FII 0,4855 0,2714 0,1550 0,1202 0,1304 0,5716 0,8069


(54)

36 Uji Kruskal Wallis

*p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda secara signifikan. Uji ANOVA

*p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda secara signifikan. Formula p-value*

GEL 0,9426

FI 1,0000

Formula p-value*

FII 0,9760


(55)

37

Lampiran 8. Data %Wound Closure dan Kecepatan Penyembuhan Tikus Diabetes

Tikus Normal

Kecepatan Penyembuhan Perlakuan Tikus Diabetes

(Hari)

Tikus Normal (Hari)

Luka 1 2 3 1 2 3

Kontrol 10 14 14 13 13 14 Basis 10 14 13 13 13 14 Piroxicam 9 12 11 12 11 12 Uji Normalitas

*p-value > 0,05 menunjukkan data terdistribusi normal.

Perlakuan Tikus Normal Tikus Diabetes

Luka Kontrol Basis Piroxicam Kontrol Basis Piroxicam p-value* 0,05551 0,05551 0,05551 0,05551 0,31730 0,31730


(56)

38 Uji Homogenitas

*p-value > 0,05 menunjukkan varians data homogen. Uji ANOVA

*p-value > 0,05 menunjukkan data tidak berbeda secara signifikan, untuk p-value < 0,05 dilanjutkan dengan posthoc Tukey untuk melihat letak perbedaan.

Terdapat perbedaan antara kelompok piroxicam dengan basis dan kelompok piroxicam dengan kontrol.

Uji Homogenitas antara kecepatan penyembuhan tikus diabetes dan normal Perlakuan p-value*

Tikus Normal 1,0000 Tikus Diabetes 0,5868

Perlakuan p-value* Tikus Normal 0,0185 Tikus Diabetes 0,4690


(57)

39

*p-value > 0,05 menunjukkan varians data homogen dan dilanjutkan dengan Uji ANOVA, varians data yang tidak homogen dilanjutkan dengan Uji Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis antara kecepatan penyembuhan tikus diabetes dan normal


(58)

40 Lampiran 9. Hasil Uji Histopatologi

Tikus Normal Tanpa Perlakuan

Tikus Normal Luka Kontrol

Tikus Normal Luka GEL


(59)

41

Tikus Diabetes Luka Kontrol

Tikus Diabetes Luka GEL


(60)

42

Lampiran 10. Foto dokumentasi kegiatan penelitian

Formulasi Sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

Sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam: A. GEL B. FI C. FII D. FIII

A. B. C. D.


(61)

43

Uji Viskositas Uji Homogenitas

Uji Daya Sebar


(62)

44

Pot berisi sampel kulit punggung tikus dalam formalin 10%, siap diuji histopatologi histopatologi

Kandang tikus

Tikus diberi perlakuan luka punggung


(63)

45

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat

Diabetic Wound Healing dengan Zat Aktif Piroxicam” memiliki nama lengkap Kenny Kowira. Dilahirkan di Pontianak pada tanggal 16 September 1995 dari pasangan Bapak Teddy Bong dan Ibu Ng Tjhiu Ket. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Santa Maria Pontianak pada tahun 1999 hingga 2001, lalu melanjutkan pendidikan di SD Santa Maria Pontianak pada tahun 2001 hingga 2007. Penulis menempuh sekolah menengah di SMP Suster Pontianak pada tahun 2007 hingga 2010 kemudian melanjutkan ke tingkat menengah atas di SMA Santu Petrus Pontianak pada tahun 2010 hingga 2013. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan S1, penulis terlibat dalam berbagai organisasi maupun kepanitian antara lain menjadi ketua (2015-2016) dan penyiar (2014-2016) Radio Swara Mahasiswa Sanata Dharma (MASDHA) Yogya, Delegasi The 14th Asia Pacific Pharmaceuticals Symposium, Pattaya, Thailand (2015), dan Ketua Seminar Nasional Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2014). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum farmasi fisika (2015-2016), farmasetika (2015) dan kimia analisis (2015). Selain itu, penulis juga memperoleh prestasi sebagai Juara III dalam ajang Pharmaceutical Industri Case Study, Pharmanova ITB (2016).


(1)

40 Lampiran 9. Hasil Uji Histopatologi

Tikus Normal Tanpa Perlakuan

Tikus Normal Luka Kontrol

Tikus Normal Luka GEL


(2)

41

Tikus Diabetes Luka Kontrol

Tikus Diabetes Luka GEL


(3)

42

Lampiran 10. Foto dokumentasi kegiatan penelitian

Formulasi Sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam

Sediaan gel anhidrat diabetic wound healing piroxicam: A. GEL B. FI C. FII D. FIII

A. B. C. D.


(4)

43

Uji Viskositas Uji Homogenitas

Uji Daya Sebar


(5)

44

Pot berisi sampel kulit punggung tikus dalam formalin 10%, siap diuji histopatologi histopatologi

Kandang tikus

Tikus diberi perlakuan luka punggung


(6)

45

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Formulasi Sediaan Gel Anhidrat Diabetic Wound Healing dengan Zat Aktif Piroxicam” memiliki nama lengkap Kenny Kowira. Dilahirkan di Pontianak pada tanggal 16 September 1995 dari pasangan Bapak Teddy Bong dan Ibu Ng Tjhiu Ket. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Santa Maria Pontianak pada tahun 1999 hingga 2001, lalu melanjutkan pendidikan di SD Santa Maria Pontianak pada tahun 2001 hingga 2007. Penulis menempuh sekolah menengah di SMP Suster Pontianak pada tahun 2007 hingga 2010 kemudian melanjutkan ke tingkat menengah atas di SMA Santu Petrus Pontianak pada tahun 2010 hingga 2013. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan S1, penulis terlibat dalam berbagai organisasi maupun kepanitian antara lain menjadi ketua (2015-2016) dan penyiar (2014-2016) Radio Swara Mahasiswa Sanata Dharma (MASDHA) Yogya, Delegasi The 14th Asia Pacific Pharmaceuticals Symposium, Pattaya, Thailand (2015), dan Ketua Seminar Nasional Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2014). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum farmasi fisika (2015-2016), farmasetika (2015) dan kimia analisis (2015). Selain itu, penulis juga memperoleh prestasi sebagai Juara III dalam ajang Pharmaceutical Industri Case Study, Pharmanova ITB (2016).