Pengaruh Kandungan Udara Dalam Gas SF6 Terhadap Kekuatan Dielektrik

(1)

TUGAS AKHIR

PENGARUH KANDUNGAN UDARA DALAM GAS SF

6

TERHADAP KEKUATAN DIELEKTRIK

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesakan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara

Oleh :

070402066

LEONARDO HUTAURUK

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Secara teknis gas SF6 yang diisikan ke dalam peralatan listrik (misalnya CB)

dapat bercampur dengan udara. Ketidakmurnian gas SF6 sudah tentu akan

mempengaruhi KD gas itu sendiri sehingga berpengaruh pada kerja koefisien kerja peralatan yang menggunakan gas SF6 tersebut. Bercampurnya udara dalam

gas SF6 dapat terjadi akibat ketidaktelitian teknisi pada saat pengisian gas SF6 ke

dalam peralatan listrik. Tugas akhir ini bertujuan untuk meneliti pengaruh kandungan udara di dalam gas SF6 terhadap kekuatan dielektriknya.

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa, semakin vakum tabung tempat di isikan gas SF6, maka nilai tegangan tembus dan kekuatan dielektriknya akan

semakin tinggi. Kekuatan dielektrik yang terjadi pada kevakuman 0,3 bar dimana persen kandungan udara sebesar 8,64 % adalah sebesar 139,848 kV/cm dan kekuatan dielektrik pada tekanan dalam tabung 1 bar atau persen kandungan udara 28,8 % adalah sebesar 83,104 kV/cm . Kevakuman yang memiliki kekuatan dielektrik sesuai dengan standar yang ditulis oleh Ruben D. Garzon dengan judul buku High Voltage Circuit Breaker Design and Applications dimana kekuatan dielektrik untuk gas SF6 pada tekanan 5 bar sebesar 100 kV/cm adalah 0,7 bar


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tiada terkira penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunianya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul :

PENGARUH KANDUNGAN UDARA DALAM GAS SF6 TERHADAP

KEKUATAN DIELEKTRIK

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu Laosma Hutauruk, S.Pd dan Monri simbolon, S.Pd, ketiga saudari penulis, yaitu kak Sandra, S.Pd, kak Juli, S.Kep dan dek vera serta yang paling spesial Monora Panca Bakara yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

Selama masa kuliah sampai penyelesaian Tugas akhir ini, penulis juga banyak mendapat dukungan, bimbingan, maupun bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Hendra Zulkarnain, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir

yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir ini.


(4)

3. Bapak Ir.Surya Tarmizi, M.si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT.USU serta Bapak Rahmat Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU yang banyak memberi motivasi selama penulis menjalani kuliah.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara, terkhusus buat Abang Marthin Luther Tarigan, yang banyak membantu penulis semenjak penulis memulai kuliah pertama kali.

6. Abang dan kakak sepupu penulis, terkhusus bang Ir.Binharun Pardede,

Bang Priyanto, ST dan kak Elyana Surbakti, ST untuk segala dukungannya, baik moril ataupun materi, selama penulis kuliah.

7. Para asisten Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, khusunya Rumonda

Sitepu, ST dan Yoakim Simamora, yang dengan kerelaan hati meluangkan waktunya untuk membantu pengambilan data tugas akhir.

8. Teman-teman stambuk 2007 yang sangat sensasional dan luar biasa,

terkhusus untuk, Ivan, ST, Jon Iman saragih, ST, Francisco, Ramcheys Siahaan, Harapan Singarimbun, Asyer Nababan, Jannes Pinem, Setia Sianipar, ST, Ramli Situmeang, ST, Advent Girsang, Lamhot, sandro, ST, Sofian, ST, Haogoaro, ST, Kendri Malau, ST, niko, nobel dan yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih untuk semua yang telah kalian berikan kepada penulis.


(5)

9. Adik-adik junior baik stambuk 2008,2009, dan 2010, terkhusus kepada saudari maria silalahi dan meta sinaga. Terimakasih untuk segala dukungan kalian kepada penulis.

10.Teman-teman di luar Teknik Elekro, yaitu nando, donal, agus ningsih, agus, robi, Sartika, yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 11.Serta untuk semua yang tidak bisa disebutkan oleh penulis, saya ucapkan

terimaksih sebesar-besarnya.

Penulis Sadar bahwa Tugas akhir ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapakn kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki tugas akhir ini. Akhir kata, semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Januari 2011 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1

I.3 Batasan Masalah ... 2

I.4 Metode penulisan ... 3

I.5 Sistematika Penulisan... 3

BAB II SIFAT-SIFAT LISTRIK DIELEKTRIK II.1 Umum ... 5

II.2 Kekuatan Dielektrik ... 7

II.3 Rugi-rugi Dielektrik ... 10

II.4 Tahanan Isolasi... 12

II.5 Kekuatan Kerak Isolasi ... 21

II.6 Teori Kegagalan Isolasi ... 22

II.6.A Ionisasi ... 22

II.6.1 Radiasi Sinar Kosmis ... 23


(7)

II.6.3 Ionisasi Thermis ... 25

II.6.B Deionisasi ... 26

II.6.B.1 Deionisasi Medan Elektrik ... 26

II.6.B.2 Deionisasi Akibat Rekombinasi ... 27

II.6.B.3 Deionisasi Akibat Pendinginan ... 28

II.6.B.4 Deionisasi Akibat Tangkapan Elektron .... 28

II.6.C Emisi ... 29

II.6.C.1 Emisi Fotoelektrik ... 30

II.6.C.2 Emisi Benturan Ion Positif ... 31

II.6.C.3 Emisi Medan tinggi ... 32

II.6.C.4 Emisi Thermis ... 32

II.6.D Mekanisme Tembus Listrik Gas ... 33

BAB III Karakteristik SF6 dan Udara III.A Gas SF6 ... 37

III.A.1 Ikatan Molekul Gas SF6 ... 37

III.A.2 Sifat Fisik Gas SF6 ... 38

III.A.3 Sifat Kimia Gas SF6 ... 41

III.A.4 Proses Tangkapan Elektron Bebas pada Gas SF6 ... 43

III.B Udara ... 46

III.B.1 Helium ... 46

III.B.2 Nitrogen ... 47

III.B.3 Oksigen ... 48


(8)

III.C Pendeskripsian komposisi Campuran Suatu Gas ... 49

III.D Hubungan p, V, dan T Campuran Gas Ideal ... 51

BAB IV PENGUJIAN PENGARUH KANDUNGAN UDARA DALAM GAS SF6 TERHADAP KEKUATAN DIELEKTRIK IV.1 Umum ... 54

IV.2 Prosedur Pengujian ... 60

IV.3 Hasil Percobaan... 61

IV.4 Analisa Data ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 71

V.2 Saran ... 71


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.2 Medan Elektrik dalam Dielektrik ... 8

Gambar II.3.A Dampak Elektrik terhadap Molekul Dielektrik ... 11

Gambar II.3.B Hubungan rugi-rugi dielektrik dengan Frekuensi ... 12

Gambar II.4.A Arus pada Suatu Dielektrik ... 12

Gambar II.4.C Tahanan vs Waktu ... 15

Gambar II.4.C Tahanan Isolasi vs Waktu Pengeringan ... 15

Gambar II.4.D Kapasitor Plat Sejajar ... 18

Gambar II.4.E Hubungan Tegangan dan Arus terhadap bahan Isolasi .. 18

Gambar II.4.F Hubungan Tegangan dan Arus terhadap Isolasi Padat .... 19

Gambar II.6A Proses Ionisasi ... 22

Gambar II.6.A.1 Ionisasi karena Radiasi Sinar Kosmis ... 23

Gambar II.6.A.2 Ionisasi Benturan ... 24

Gambar II.6.A.1 Ionisasi Thermis ... 25

Gambar II.6.B Proses Deionisasi ... 27

Gambar II.6.B.1 Deionisasi Medan Elektrik ... 28

Gambar II.6.B.2 Deionisasi Rekombinasi ... 28

Gambar II.6.B.4 Deionisasi Tangkapan Elektron ... 29

Gambar II.6.C Proses Terjadinya Emisi ... 30

Gambar II.6.C.1 Emisi Fotoelektrik ... 31

Gambar II.6.C.2 Emisi Benturan Ion Positif ... 31

Gambar II.6.C.3 Emisi Medan Tinggi ... 32

Gambar II.6.C.4 Emisi Thermis ... 33


(10)

Gambar II.6.D.2 Banjiran Elektron menyebabkan Tembus Listrik ... 35

Gambar III.A.1 Ikatan Molekul Gas SF6 ... 38

Gambar III.A.2 Hubungan Tekanan dan Kekuatan Dielektrik dari Gas SF6 39 Gambar III.A.3 Perbandingan perpindahan panas SF6 dengan Udara ... 42

Gambar III.A.4a Medan Listrik yang Timbul diantara Dua Elektroda ... 43

Gambar III.A.4b Penyerap Elektron bebas pada Molekul Netral ... 44

Gambar III.D Campuran Beberapa Gas ... 52

Gambar IV.1.a Tabung Sampel Gas SF6 ... 54

Gambar IV.1.b Elektron Bola-bola ... 55

Gambar IV.1.c Wadah Pengukuran sampel Gas SF6 ... 56

Gambar IV.1.d Trafo Uji ... 56

Gambar IV.1.e Auto transformator ... 47

Gambar IV.1.f Voltmeter AC ... 57

Gambar IV.1.g Pompa Vakum ... 58

Gambar IV.1.h Tahanan Peredam ... 59

Gambar IV.1.i Rangkain Percobaan ... 60


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel III.A.2 Nilai faktor efisiensi η ... 41

Tabel III.A.4 Zat-zat yang menyebabkan berkurangnya fungsi Gas SF6 ... 35

Tabel IV.3 Hasil Percobaan dari sampel gas SF6 ... 62

Tabel IV.4.a Nilai Tegangan Tembus rata-rata SF6 ... 62

Tabel IV.4,b Interpolasi mencari efisiensi ... 63

Tabel IV.4.c Nilai kekuatan dielektrik Gas SF6 yang Bercampur Udara ... 65

Tabel IV.4.d Nilai rata-rata kekuatan dielektrik Gas SF6 Bercampur Udara . 65 Tabel IV.4.e Persentase Kandungan Udara Tiap Kevakuman Tabung ... 67


(12)

ABSTRAK

Secara teknis gas SF6 yang diisikan ke dalam peralatan listrik (misalnya CB)

dapat bercampur dengan udara. Ketidakmurnian gas SF6 sudah tentu akan

mempengaruhi KD gas itu sendiri sehingga berpengaruh pada kerja koefisien kerja peralatan yang menggunakan gas SF6 tersebut. Bercampurnya udara dalam

gas SF6 dapat terjadi akibat ketidaktelitian teknisi pada saat pengisian gas SF6 ke

dalam peralatan listrik. Tugas akhir ini bertujuan untuk meneliti pengaruh kandungan udara di dalam gas SF6 terhadap kekuatan dielektriknya.

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa, semakin vakum tabung tempat di isikan gas SF6, maka nilai tegangan tembus dan kekuatan dielektriknya akan

semakin tinggi. Kekuatan dielektrik yang terjadi pada kevakuman 0,3 bar dimana persen kandungan udara sebesar 8,64 % adalah sebesar 139,848 kV/cm dan kekuatan dielektrik pada tekanan dalam tabung 1 bar atau persen kandungan udara 28,8 % adalah sebesar 83,104 kV/cm . Kevakuman yang memiliki kekuatan dielektrik sesuai dengan standar yang ditulis oleh Ruben D. Garzon dengan judul buku High Voltage Circuit Breaker Design and Applications dimana kekuatan dielektrik untuk gas SF6 pada tekanan 5 bar sebesar 100 kV/cm adalah 0,7 bar


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada GIS, sebagian besar peralatan listrik ditempatkan dalam suatu

tabung yang berisi gas SF6 (Sulphur Hexafluorida), sehingga tidak

membutuhkan area yang luas dan tata ruang yang kompleks. Penggunaan gas SF6 pada GIS selain sebagai isolasi terhadap peralatan, juga terhadap lingkungan

sebagai pemadam busur api. Kelebihan lain yang di miliki oleh gas SF6 adalah

memiliki kekuatan dielektrik yang tinggi, konduktivitas termal yang tinggi. Hal ini membantu untuk mendinginkan konduktor-konduktor berarus listrik yang berada di dalam gas. Pada saat pemutus daya memutuskan arus listrik, maka akan timbul busur api. Makin besar arus, makin besar pula busur api yang akan timbul dan panas yang akan ditimbulkan akibat busur api tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu media yang dapat mengisolasi sekaligus memadamkan busur api tersebut. Akan tetapi Gas SF6 akan berkurang fungsionalnya jika tidak

terjaga kemurniannya. Biasanya gas ini diisikan kedalam tabung hampa sehingga tidak diijinkan senyawa apapun kedalamnya karena akan mempengaruhi kemurniannya. Dalam tugas akhir ini, Ketidakmurniannya dipengaruhi oleh udara yang dikatakan sebagai polutan.

I.2.Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan utama penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh udara terhadap kekuatan dielektrik gas SF6


(14)

2. Untuk mengetahui perbandingan Kekuatan Dielektrik yang terjadi jika Gas SF6 murni dengan Gas SF6 yang terkontaminasi. Dalam hal ini udara

yang dikatakan sebagai polutan.

3. Untuk mengetahui seberapa besar kandungan udara yang masih diijinkan dalam tabung pengisian tanpa harus melakukan kevakuman paling minimum. Karena untuk melakukan kevakuman sampai nol, harus mempunyai alat yang khusus.

Manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui secara nyata pengaruh kandungan udara dalam Gas SF6 terhadap kekuatan dielektrik dan juga

digunakan sebagai acuan untuk pengembangan praktikum di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Fakultas Teknik Departemen Teknik Elektro.

I.3.Batasan Masalah

Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terfokus pada judul dan bidang yang telah disebutkan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Tidak membahas secara keseluruh tentang kandungan udara

2. Tidak membahas reaksi kimia antara SF6 dan kandungan udara jika

terjadi dan sesudah terjadi tembus listrik

3. Tidak membahas sampai terjadinya busur api

4. Tidak membahas pengaruh Korosi

5. Standar tegangan tembus gas SF6 pada tekanan 5 bar sesuai dengan

standar buku yang ditulis oleh Ruben D.Garzon yang berjudul High


(15)

I.4.Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode diantaranya :

a. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan

dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.

b. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di

Laboratorium Teknik Tegangan tinggi FT USU.

c. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU, dengan dosen-dosen bidang Teknik Tegangan Tinggi, asisten Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi dan teman-teman sesama mahasiswa.

I.5.Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.

BAB II : SIFAT- SIFAT LISTRIK DIELEKTRIK

Bab ini menjelaskan tentang teori sifat-sifat listrik dielektrik yang berisi tentang kekuatan dielektrik, rugi-rugi dielektrik, tahanan isolasi, kekuatan kerak isolasi dan teori kegagalan isolasi.


(16)

BAB III : KARAKTERISTIK GAS

Bab ini berisikan tentang, Karakteristik SF6 yang berisi tentang ikatan

molekul gas SF6, sifat fisik gas SF6, sifat kimia gas SF6, proses

tangkapan elektron bebas pada SF6, Udara, Pendeskripsian Campuran

suatu Gas.

BAB IV : PERCOBAAN PENGARUH KANDUNGAN UDARA DALAM

GAS SF6 TERHADAP KEKUATAN DIELEKTRIK DI

LABORATORIUM TEKNIK TEGANGAN TINGGI FT USU

Bab ini akan mengumpulkan data dimana data diambil dengan

melakukan percobaan “pengaruh kandungan udara dalam gas SF6

terhadap kekuatan dielektrik”di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Fakultas Teknik USU

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan memberikan kesimpulan dari awal sampai selesai penelitian.dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.


(17)

BAB II

SIFAT-SIFAT LISTRIK DIELEKTRIK

II.1 UMUM

Dalam menentukan dimensi suatu sistem isolasi dibutuhkan pengetahuan yang pasti mengenai jenis, besaran, dan durasi tekanan dielektrik yang akan dialami bahan isolasi tersebut, dan disamping itu perlu mempertimbangkan kondisi sekitar di mana isolasi akan ditempatkan. Selain itu perlu juga diperhatikan sifat-sifat dari berbagai bahan isolasi sehingga dapat dipilih bahan-bahan yang tepat untuk untuk suatu sistem isolasi. Sifat-sifat bahan isolasi ditentukan pada keadaan kondisi standar. Adapun fungsi utama dari bahan isolasi adalah :

a) Untuk mengisolasi antara suatu penghantar dengan penghantar lainnya.

Misalnya antara konduktor fasa dengan dengan konduktor fasa, atau konduktor fasa dengan tanah

b) Menahan gaya mekanis akibat adanya arus pada konduktor yang diisolasi c) Mampu menahan tekanan yang diakibatkan panas dan reaksi kimia.

Tekanan yang diakibatkan medan elektrik, gaya mekanik, thermal maupun kimia dapat terjadi serentak, sehingga perlu diketahui efek bersama dari semua parameter tersebut. Dengan kata lain, suatu bahan isolasi dinyatakan ekonomis jika bahan tersebut dalam jangka waktu yang lama dapat menahan semua tekanan tersebut. Adapun sifat dielektrik yang dibutuhkan untuk suatu bahan isolasi yaitu:


(18)

a) Mempunyai kekuatan dielektrik (KD) yang tinggi, agar dimensi sistem isolasi menjadi kecil dan penggunaan bahan semakin sedikit, sehingga harganya semakin murah

b) Rugi-rugi dielektriknya rendah, agar suhu badan isolasi tidak melebihi batas yang ditentukan

c) Memiliki kekuatan kerak (tracking strenght) tinggi, agar tidak terjadi erosi karena tekanan elektrik permukaan

d) Memiliki konstanta dielektrik yang tepat dan cocok, sehingga membuat

arus pemuatan (charging current) tidak melebihi yang diijinkan.

Bahan isolasi sekaligus juga merupakan bahan konstruksi peralatan. Oleh karena itu ia juga memikul beban mekanis, sehingga bahan isolasi harus memenuhi persyaratan mekanis yang dibutuhkan. Sifat mekanis yang dibutuhkan tergantung dengan pemakainnya. Peralatan-peralatan listrik akan mengalami kenaikan suhu selama beroperasi baik pada kerja normal maupun dalam kondisi gangguan, sehingga bahan isolasi harus memiliki sifat thermal sebagai berikut:

a) Kemampuan menahan panas tinggi (daya tahan panas)

b) Kerentanan terhadap perubahan bentuk pada keadaan panas c) Konduktivitas panas yang tinggi

d) Koefisien muai panas rendah e) Tidak mudah terbakar

f) Tahan terhadap tembus listrik dan busur api.

Bahan isolasi harus dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan di mana bahan itu digunakan. Bahan isolasi yang digunakan tidak hanya dengan mengetahui sifat-sifatnya akan tetapi perlu dilakukan pengujian dan


(19)

bagaimana pengaruhnya jika ada polutan yang mengakibatkan bahan isolasi tersebut menjadi tidak murni. Karena jika bahan tersebut tidak murni akan mempengaruhi keandalaanya. Dan dalam tugas akhir ini udara dianggap sebagai polutan dari bahan isolasi tersebut. Tujuan dari pengujian tegangan tinggi adalah untuk meneliti sifat-sifat listrik dielektrik baik yang telah digunakan sebagai bahan isolasi peralatan listrik maupun masih dalam penelitian. Ada sifat-sifat listrik dielektrik yang perlu diketahui, yaitu:

a) Kekuatan dielektrik b) Rugi-rugi dielektrik c) Tahanan Isolasi

d) Kekuatan kerak isolasi (tracking strength).

Bahan isolasi sekaligus juga merupakan bahan konstruksi peralatan. Oleh karena itu ia juga memikul beban mekanis, sehingga bahan isolasi harus memenuhi persyaratan mekanis yang dibutuhkan. Berikut ini akan dijelaskan secara sederhana tentang apa yang dimaksud dengan keempat sifat-sifat diatas sehingga kita dapat memilih bahan apa yang harus dipilih untuh sistem pengisolasian ketika terjadinya tembus listrik pada peralatan listrik tersebut, pendingin, dan pemadaman busur api.

II.2.KEKUATAN DIELEKTRIK

Suatu dielektrik tidak mempunyai elektron-elektron bebas, melainkan elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk dielektrik tersebut. Pada Gambar II.2 ditunjukkan suatu bahan dielektrik yang ditempatkan diantara dua elektroda piring sejajar. Bila tegangan diberi tegangan searah V, maka timbul medan elektrik (E) didalam dielektrik. Medan elektrik ini


(20)

memberi gaya kepada elektron-elektron agar terlepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Dengan kata lain, medan elektrik merupakan suatu beban yang menekan dielektrik agar berubah sifat menjadi konduktor. Lihat gambar sebagai berikut ini:

V

+

-E

Elektroda

Elektroda Dielektrik

Gambar II.2 Medan Elektrik dalam Dielektrik

Beban yang dipikul dielektrik ini disebut juga terpaan medan elektrik, satuannya dinyatakan dalam Volt/cm. Setiap dielektrik mempunyai batas kekuatan untuk memikul terpaan dielektrik. Jika terpaan dielektrik yang dipikulnya melebihi batas tersebut dan terpaan berlangsung cukup lama, maka dielektrik akan menghantar arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini dielektrik disebut tembus listrik atau “breakdown”. Terpaan dielektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu dielektrik tanpa menimbulkan dielektrik tersebut tembus listrik disebut kekuatan dielektrik. Jika suatu dielektrik mempunyai kekuatan dielektrik Ek, maka terpaan dielektrik yang


(21)

Jika terpaan elektrik yang dipikul dielektrik melebihi Ek, maka di

dalam dielektrik akan terjadi proses ionisasi berantai yang akhirnya dapat membuat dielektrik mengalami tembus listrik. Poses ini membutuhkan waktu dan lamanya tidak tentu tetapi bersifat statistik. Waktu yang dibutuhkan sejak mulai terjadi ionisasi sampai terjadi tembus listrik disebut waktu tunda tembus

(time lag). Jadi, tidak selamanya terpaan elektrik dapat menimbulkan tembus

listrik, tetapi ada dua syarat yang harus dipenuhi agar dikatakan tembus listrik, yaitu:

1. Terpaan elektrik yang dipikul dielektrik harus lebih besar atau

samadengan kekuatan dielektriknya

2. Lama terpaan elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan

waktu tunda tembus.

Untuk tegangan sinusoidal frekuensi daya dan untuk tegangan searah, syarat kedua tidak berlaku, karena waktu puncak tegangan berlangsung dalam orde milisekon sedangkan waktu tunda tembus ordenya dalam mikrosekon. Tetapi untuk tegangan impuls yang durasinya dalam mikrodetik kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Untuk tegangan impuls, sekalipun tegangan yang diberikan telah menimbulkan terpaan elektrik yang lebih besar daripada kekuatan dielektrik, masih ada kemungkinan dielektrik tidak tembus listrik. Kemungkinan ini terjadi jika terpaan elektrik itu berlangsung lebih lama daripada waktu tunda tembusnya. Lamanya waktu tunda tembus tidak tentu, oleh karena itu ditentukan oleh statistik, sehingga terpaan elektrik yang menimbulkan tembus listrik dinyatakan dalam suatu harga statistik, yaitu harga yang memberikan probabilitas tembus 50 %.


(22)

Tegangan yang menyebabkan dielektrik tersebut tembus listrik disebut dengan tegangan tembus atau breakdown voltage. Tegangan tembus adalah besarnya tegangan yang menimbulkan terpaan elektrik pada dielektrik sama dengan atau lebih besar daripada kekuatan dielektriknya.

II.3.RUGI-RUGI DIELEKTRIK

Suatu bahan dilektrik terdiri dari susunan molekul-molekul, dimana elektron-elektron terikat kuat dengan inti atomnya. Susunan molekul suatu dielektrik yang bebas dari medan elektrik luar tidak beraturan seperti ditunjukkan pada Gambar II.3.Aa. Bila dielektrik dikenai medan elektrik, maka elektron-elektron akan mengalami gaya yang arahnya berlawanan dengan arah medan elektrik, sedang inti atom yang bermuatan positif akan mengalami gaya searah dengan arah medan elektrik. Gaya ini akan memindahkan elektron dari posisi semula, sehingga molekul-molekul berubah menjadi dipol-dipol yang letaknya sejajar dengan medan elektrik seperti ditunjukkan pada Gambar

II.3.Ab. Suatu dielektrik yang molekul-molekulnya berubah menjadi dipol,

disebut terpolarisasi. Jika medan elektrik berubah arah, maka gaya pada muatan-muatan dipol akan berubah arah membuat dipol berputar 1800. Dapat kita lihat pada Gambar II.3.Ac. Ketika molekul-molekul yang yang terpolarisasi ini berubah posisi, maka terjadilah gesekan antar molekul. Jika medan elektrik ulang berubah arah, maka gesekan antar molekul juga akan berulang-ulang, Gesekan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan panas pada dielektrik, dan panas inilah yang disebut dengan rugi-rugi dielektrik. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar sebagai berikut :


(23)

±

c

±

c

c

c

c

c

c

c

c

±

±

± ±

±

±

± ± ±

±

±

+

+

+

+

+

+

+

+

-Atom Netral Molekul terpolarisasi Molekul terpolarisasi

Gambar II.3.A Dampak medan Elektrik terhadap Molekul Dielektrik

Rugi-rugi dielektrik terjadi jika ada perubahan arah medan elektrik yang berulang-ulang. Oleh karena itu, rugi-rugi dielektrik hanya terjadi pada medan elektrik bolak-balik, yaitu medan yang ditimbulkan makin tinggi, maka frekuensi gesekan antar molekul akan meningkat, akibatnya rugi-rugi dielektrik semakin besar. Tetapi, jika frekuensi sangat tinggi, maka perubahan posisi dipol sangat sedikit, karena molekul harus segera kembali ke semula. Dalam hal ini, dipol tidak sempat berubah posisi 1800 sehingga peluang terjadinya gesekan antar molekul berkurang. Akibatnya, rugi-rugi dielektrik akan berkurang pada frekuensi yang sangat tinggi. Besarnya rugi-rugi dielektrik sebanding dengan besarnya frekuensi, dan tan δ. Hubungan faktor disipasi dengan frekuensi yang diambil dari buku yang ditulis oleh R.BARTNIKAS yang berjudul Electrical

Insulating Liquids Volume III dengan nama dari grafik Relaxation spectra of oxidized oil D, a high viscosity cable oil (after Bartnikas, unpublished work ca. 1963) ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:


(24)

102 103 104

105 106 107 108

0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01

Frekuensi (Hz) tan δ (Faktor disipasi)

101 60

Gambar.II.3.B Hubungan Rugi-rugi dielektrik dengan Frekuensi

II.4.Tahanan Isolasi

Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah seperti ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:

IV IS

V

A

Ia


(25)

Pada gambar II.4.A, dapat kita lihat arus yang mengalir pada dielektrik terdiri atas dua komponen, yaitu:

a) Arus yang mengalir pada permukaan dielektrik (Arus permukaan, Is).

b) Arus yang mengalir yang melalui volume dielektrik (Arus volume, Iv).

Sehingga arus sumber dapat dituliskan:

Ia = Is + Iv (II.4.a)

Hambatan yang dialami arus permukaan disebut tahanan permukaan

(Rs), sedang hambatan yang dialami arus volume disebut tahanan Volume (Rv).

Dalam prakteknya, faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran tahanan isolasi antara lain arus absorpsi, suhu dan tegangan yang diterapkan. Berhubung dengan adanya arus absorpsi, maka dalam pengukuran tahanan perlu diperhatikan lamanya tegangan yang diterapkan dan sebelum pengukuran dimulai, bahan yang hendak diuji sudah dibebaskan dari muatan yang melekat padanya (waktu pelepasan biasanya 5-10 menit). Selanjutnya untuk melihat kondisi sesuatu bahan isolasi dipakai suatu indeks polarisasi yaitu sebagai dituliskan pada persamaan berikut ini :

(II.4.b)

Dimana R menyatakan tahanan isolasi, dan I menyatakan jumlah arus yang mengalir, semuanya diukur sesudah 1 atau 10 menit. Bila αp = 1. Maka

dalam bahan isolasi terdapat kebocoran, dan dapat dikatakan bahan isolasi tersebut tidak baik. Untuk isolasi murni dan kering di Jepang berlaku syarat-syarat sebagai berikut :

αp > 1,5, untuk isolasi kelas A


(26)

Sebagai contoh untuk membuktikan karakteristik isolasi terhadap waktu dapat kita lihat dari dua buah generator yang ditunjukkan pada Gambar

II.4.C yang diambil sesuai dengan buku yang ditulis oleh Artono Arismunandar

yang berjudul Teknik Tegangan Tinggi. Lengkung A adalah karakteistik dari sebuah generator 20.000 kVA yang bersih dan dikeringkan, sedang lengkung B adalah karakteistik dari generator 18.750 kVA yang sudah tidak terpakai dan lembab. Dapat dilihat pada Gambar II.4.C yaitu Grafik Tahanan Isolasi vs

waktu bahwa untuk generator yang isolasinya baik, tahanannya naik terus,

dengan seiring waktu (lengkung A). Biasanya diperlukan waktu sehari penuh untuk mencapai harga akhinya. Sebaliknya, untuk generator untuk isolasi yang buruk (basah), waktu yang diperlukan untuk mencapai harga akhirnya pendek sekali (kira-kira 4 menit untuk lengkung B). Kecuali itu harganya pun rendah. Akibatnya ialah bahwa indeks polarisasi untuk generator A lebih besar dari indeks untuk generator B. Sebagai contoh lain, Gambar II.4.D menunjukkan variasi tahanan isolasi kelas B dari sebuah Angker A.C. selama proses pengeringan. Dalam gambar ini nilai tahanan 1 menit dan 10 menit digambar bersama. Biasanya, pada permulaan pengeringan tahanan isolasi turun dengan naiknya suhu, tetapi sesudah itu naik lagi bila bahannya menjadi bertambah kering. Proses pengeringan dapat dihentikan bila tahanannya mencapai kekenyangan, tahanannya cukup tinggi dan αp nya cukup besar. Untuk lebih


(27)

0,1 0,2 0,5 1,0 10 10 20 30 40 50 100 200 1000 1500 Tahanan Isolasi (MΩ)

Waktu (Menit) Lengkung A

Lengkung B

4,0

Gambar II.4.C Tahanan vs waktu

10 20 30 40 50 60 70 80

10 20 30 40 50 60 70 80

Pengukuran pada 1 menit

750C

300C

490C

90 100 750C

740C

750C

750C

740C

750C

750C

Pengukuran pada 10 menit Tahanan Isolasi MΩ

Waktu Pengeringan (Jam)


(28)

Pengukuran tahanan isolasi biasanya dilakukan sesudah pengujian suhu. Untuk mesin, tahanan isolasi biasanya sangat terpengaruh oleh macam dan kapasitas mesin, dan kondisi pengujian, tetapi dapat diperkirakan dari rumus-rumus di bawah ini :

(II.4.d)

Atau bila kecepatan perputaran diperhitungkan :

(II.4.e)

Dimana : R : tahanan isolasi dalam Megaohm

V : tegangan nominal dalam volt

P : daya nominal dalam kW atau kVA

N : Perputaran nominal permenit (RPM)

Untuk generator berkapasitas besar dapat dipakai :

(II.4.f)

Dimana : K : 0,005 (Isolasi Kelas A)

Bila P > 1000 kVA K : 0,5 ( Isolasi Kelas B)

K : 0,008 (Isolasi Kelas A)

Bila P < 1000 kVA K : 0,015 ( Isolasi Kelas B)

Pengaruh dari suhu terhadap isolasi diberikan oleh rumus empiris sebagai berikut :


(29)

Dimana : R1 : tahanan isolasi pada t1 0C dalam Megaohm

R2 : tahanan isolasi pada t2 0C dalam Megaohm

kT : konstanta suhu

: 30 untuk generator dengan isolasi kelas A : 60 untuk generator dengan isolasi kelas B : 40 untuk lilitan angker mesin D.C

Persamaan (II.4.g) dapat dituliskan sebagai berikut :

R1 = fR2 (II.4.h)

Di mana f adalah faktor koreksi suhu yaitu sebagai berikut :

f = 10A (T2 – T1) (II.4.i)

(II.4.j)

Adapun faktor lain yang mempengaruhi besarnya tahanan isolasi yaitu polaritas tegangan. Di dalam bahan isolasi gas dan cairan murni akan didapat hubungan arus dan tegangan. Pada Gambar II.4.E dijelaskan bahwa sebuah kapasitor plat sejajar yang memiliki media isolasi gas yang mempunyai jarak d disuplai tegangan searah sehingga timbul medan elektrik di antara dua plat sejajar tersebut dan sebelumnya keadaan molekul ion positif dan elektron masih stabil dan dikatakan terdapat banyak atom-atom netral. Untuk lebih jelasnya lihat gambar sebagai berikut ini :


(30)

dx

x

d

A

K

c c c c c c c c ± ± ± ± ± ± ± ±

Gambar II.4.E Kapasitor plat sejajar

Keadaan ini akan berubah karena adanya medan elektrik yang tinggi. Dengan metode Townsend dijelaskan bahwa jika medan elektrik tinggi maka arus dan tegangan akan tinggi juga. Akan tetapi arus akan tetap konstan walaupun tegangan dinaikkan pada titik tertentu dan tidak akan naik lagi dan arus ini dinamakan arus saturasi I0 dan dapat kita lihat pada Gambar II.4.F.

Ketika pada tegangan yang lebih tinggi, arus akan bertambah secara eksponensial. Pertambahn arus secara eksponensial berkaitan dengan ionisasi benturan elektron pada gas. Sebagaimana tegangan bertambah dan otomatis medan elektrik pun bertambah, sehingga elektron akan bergerak lebih cepat. Dan ketika energi kinetik lebih besar dari energi ikat elektron maka elektron akan keluar dari ikatannya. Untuk menjelaskan pertambahan arus secara eksponensial, dapat dilihat pada Gambar II.4.E dan Townsend akan memperkenalkan sebuah koefisien α yang dikenal dengan koefisien ionisasi townsend yang pertama yang artinya adalah jumlah elektron yang dihasilkan

di daerah medan elektrik tersebut. Dan no adalah jumlah elektron yang

meninggalkan katoda dan jumlah elektron yang meninggalkan katoda dan menuju suatu daerah tujuan x disimbolkan n. Dan ketika elektron n berpindah


(31)

dari anoda menuju daerah dx maka akan meghasilkan tambahan elektron sebesar dn dan akan menyebabkan benturan. Dan hasil benturan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

dn = α n dx (II.4.k)

(II.4.l)

ln n = αx + A (II.4.m)

Dan pada x = 0, n = n0 sehingga ln n = A. Maka diperoleh :

ln n = αx + ln n0 (II.4.n)

(II.4.o)

Pada x = d, maka n = n0 eαd, Oleh karena itu, dapat diperoleh arusnya adalah :

I = I0 eαd (II.4.p)

Dimana eαd adalah banjiran elektron dan jumlah elektron adalah elektron yang berasal dari katoda ke anoda. Dari persamaan yang dikutip dari buku yang ditulis oleh C.L.Wadwha dengan judul New Age High Voltage Engineering, diperoleh grafik II.4.F yaitu hubungan antara arus dan tegangan yang mempengaruhi bahan isolasi tersebut yaitu sebagai berikut :

I0

V1 V2

I (AMPERE)

V (Volt) Isolasi Gas


(32)

Bahan isolasi padat dipengaruhi oleh tegangan dan arus dimana seiring bertambahnya tegangan yang diberikan maka arusnya juga bertambah dan hal ini sesuai dengan teori ionisasi. Kemudian arus tersebut bertambah secara eksponensial dan tidak mengalami titik saturasi. Besarnya arus yang bertambah secara eksponensial dapat dilihat pada persamaan (II.4.p). Dari persamaan tersebut maka diperoleh grafik yang diambil dari buku yang ditulis oleh Artono ArisMunandar yang berjudul Teknik Tegangan Tinggi yaitu sebagai berikut :

I (Arus)

V (Tegangan)

Isolasi Padat I = I

0 eαd

Gambar II.4.G Hubungan Tegangan dan Arus terhadap bahan Isolasi Padat

Untuk keperluan evaluasi, dimana sampelnya dapat dilihat pada

Gambar II.4.F. Didefenisikan suatu faktor yang disebut faktor titik lemah, yaitu

perbandingan tahanan pada tegangan V1 dengan tahanan pada tegangan V2,

dimana V2 > V1, jika faktor titik lemah semakin besar, merupakan pertanda

bahwa isolasi semakin buruk. Dapat kita lihat persamaan sebagai berikut :

(II.4.q)

Dimana : αtl = Faktor titik lemah

Rv1 = tahanan pada V1


(33)

Selain itu tahanan dielektrik tergantung pada temperatur, kelembapan, dan bentuk elektroda uji. Oleh karena itu, semua kondisi ini harus dicantumkan pada hasil pengukuran.

II.5 Kekuatan Kerak isolasi

Bila suatu sistem isolasi diberikan tekanan dielektrik, maka arus akan mengalir pada permukaannya. Besar arus permukaan ini ditentukan tahanan permukaan sistem isolasi. Arus ini sering juga disebut dengan arus bocor arus yang menyelusuri sirip isolator. Mudah dipahami, bahwa besar arus tersebut dipengaruhi oleh kondisi sekitarnya, yaitu suhu, tekanan, kelembapan dan polusi. Secara teknis, sistem isolasi harus mampu memikul arus bocor tersebut tanpa menimbulkan pemburukan pada permukaan sistem isolasi atau setidaknya pemburukan karena arus bocor tersebut dapat dibatasi.

Arus bocor menimbulkan panas, dan hasil sampingannya adalah timbulnya penguraian pada bahan kimia yang membentuk permukaan sistem isolasi. Efek yang sangat nyata dari penguaraian ini adalah timbulnya kerak (jejak arus). Kerak dapat membentuk suatu lajur konduktif yang selanjutnya akan menimbulkan tekanan elektrik yang berlebihan pada sistem isolasi. Panas yang ditimbulkan arus bocor dapat juga menimbulkan erosi tanpa didahului oleh adanya kerak konduktif.

Terjadinya kerak tidak terbatas hanya pada permukaan isolasi pasangan luar, tetapi dapat juga terjadi pada isolasi peralatan pasangan dalam yang terpasang pada tempat kotor dan lembab, juga pada isolasi yang terpasang dibahagian dalam peralatan itu sendiri. Semua kejadian itu dipengaruhi sifat material, bentuk dan kehalusan permukaan elektroda, juga oleh pengaruh luar.


(34)

Mekanisme terjadinya kerak sama dengan mekanisme lewat denyar isolasi terpolusi. Bergabungnya beberapa kerak dapat memicu lewat denyar sempurna.

II.6 Teori Kegagalan Isolasi

Suatu peralatan listrik jika mengalami kegagalan pengisolasian maka akan mengakibatkan Terjadinya Busur Api yang sudah menandakan terjadinya tembus listrik. Terjadinya atau padamnya busur api berhubungan dengan peristiwa ionisasi, deionisasi dan emisi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang peristiwa ketiga tersebut.

II.6.A Ionisasi

Terjadinya atau padamnya busur api berhubungan dengan peristiwa

ionisasi. Lihat gambar sebagai berikut :

+

+

ea

Elektron bebas

ei

Elektron terikat

Proton Neutron

+

+

ea ei

Proton Neutron

Gambar a.suatu

e

a membentur

e

i Gambar b.

e

i keluar lintasan Gambar II.6.A Proses Ionisasi

Pada Gambar II.6.A ditunjukkan model dari suatu atom helium. Inti

atom ini terdiri dari dua proton bermuatan positif dan dua neutron yang tidak bermuatan. Dua elektron bermuatan negatif berputar mengelilingi inti atom dengan lintasan yang berbeda. Dalam keadaan normal akan bersifat netral.


(35)

Oleh suatu proses, misalnya karena benturan suatu partikel dari luar, maka elektron dapat keluar dari lintasannya dan terlepas menjadi elektron bebas, sehingga partikel yang tersisa dalam atom tinggal berupa dua proton, dua neutron dan satu elektron. Karena muatan positif lebih banyak dari muatan negatif, maka total muatan atom sekarang menjadi positif. Terlepasnya elektron dari ikatan atom netral sehingga terjadi elektron bebas dan ion positif disebut ionisasi. Ionisasi dalam gas dapat terjadi karena tiga hal, yaitu: karena adanya radiasi sinar kosmis, adanya massa yang membentur gas (Ionisasi benturan) dan karena kenaikan temperatur gas ( Ionisasi thermis).

II.6.A.1 Radiasi Sinar Kosmis

Ruang di atas bumi secara terus-menerus dibombardir dengan partikel-partikel-partikel submikroskopis yang berenergi tinggi. Sebagian berasal dari matahari yang sering disebut dengan sinar kosmis. Sebagian berasal dari pemisahan bahan radioaktif yang setiap menit terjadi di dalam bumi, di langit dan didalam organisme makhluk hidup. Partikel berenergi tinggi ini membentur elektron molekul netral. Peristiwa ini membuat gas selalu mengandung elektron-elektron bebas. Untuk lebih jelasnya lihat gambar sebagai berikut:


(36)

Dari gambar II.6.A.1 terlihat bahwa energi yang berasal dari

radiasi sinar kosmis yang menimbulkan partikel submikroskopis yang berenergi tinggi yang disebut juga energi radiasi akan membentur atom netral yang ada di bumi. Walaupun ada energi ikat elektron pada atom tersebut atau disebut juga dengan energi ikat elektron akan tetapi jika energi radiasi lebih besar dari energi ikat elektron maka akan terjadi ionisasi yang disebut dengan ionisasi radiasi sinar kosmis. Dimana proses kimianya adalah sebagai berikut:

A + Energi A+ +

e

Dimana : A = Atom netral

A+ = ion Positif

e = elektron bebas

II.6.A.2 Ionisasi benturan

suatu gas berada diantara dua dua elektroda plat sejajar. Kedua elektroda diberi tegangan searah, akibatnya timbul medan listrik diantara kedua elektroda yang arahnya dari anoda kekatoda. Lihat gambar sebagai berikut:

ea

E

(+)Anoda Katoda (-)

Elektro bebas Molekul netral


(37)

Didalam gas dimisalkan ada satu elektron bebas hasil radiasi sinar kosmis (ea). Karena adanya medan listrik, elektron tersebut akan

mengalami gaya yang arahnya menuju anoda. Dalam perjalanan menuju anoda, elektron itu membentur molekul-molekul netral gas. Jika energi kinetis elektron pembentur lebih besar dari energi ikat elektron gas, maka elektron gas akan keluar dari lintasannya menjadi elektron bebas baru dan menyisakan ion positif. Ion positif akan mengalami gaya dan bergerak menuju katoda sedang elektron bebas baru akan bergerak menuju anoda. Elektron baru ini akan mengadakan ionisasi benturan lagi, sehingga elektron bebas dan ion positif didalam gas semakin banyak jumlahnya.

II.6.A.3 Ionisasi Thermis

Jika temperatur gas dalam suatu bejana tertutup dinaikkan, maka molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul dengan molekul. Jika temperatur semakin tinggi, maka kecepatan molekul semakin tinggi, sehingga benturan antar molekul semakin keras dan dapat membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Lihat gambar sebagai berikut:


(38)

II.6.B Deionisasi

Jika suatu elektron bebas bergabung dengan suatu ion positif akan dihasilkan suatu molekul netral. Peristiwa penggabungan ini disebut dengan deionisasi. Deionisasi akan mengurangi partikel bermuatan dalam suatu gas. Jika pada suatu gas terjadi aktivitas deionisasi yang lebih besar dari aktivitas ionisasi, maka muatan-muatan bebas didalam gas itu akan berkurang. Lihat gambar sebagai berikut:

+

+

Elektron bebas Elektron terikat

Proton Neutron

+

+

Proton Neutron

e

a

e

a

Gambar a.elektron kembali terikat Gambar b.

e

a diluar lintasan Gambar II.6.B Proses Deionisasi

Ada empat proses deionisasi yang berhubungan dengan pemadaman busur api pada suatu pemutus daya, yaitu:

1. Deionisasi medan elektrik 2. Deionisasi rekombinasi 3. Deionisasi akibat pendinginan 4. Deionisasi tangkapan elektron.

II.6.B.1 Deionisasi medan elektrik

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa medan elektrik timbul diantara dua plat sejajar bertegangan. Medan elektrik ini akan menimbulkan gaya pada


(39)

muatan-muatan gas yang terdapat diantara elektroda. Elektron bebas bergerak menuju anoda sedangkan ion positif bergerak menuju katoda. Jika elektron bebas tiba di anoda, maka elektron akan masuk kedalam metal. Ion positif akhirnya akan mendekati spermukaan katoda dan menarik elektron keluar permukaan dari permukaan katoda, dan bergabung membentuk molekul gas netral. Jika diantara kedua elektroda tidak terjadi proses ionisasi, maka medan elektrik akan melenyapkan semua elektron bebas dari gas dan mengubah semua ion positif menjadi molekul netral. Lihat gambar sebagai berikut :

-( - )

Ion ( + )

E

K

( - )

Molekul netral

E

K

Gambar II.6.B.1 Deionisasi Medan Elektrik II.6.B.2 Deionisasi akibat Rekombinasi

Rekombinasi adalah pengurangan muatan karena penggabungan elektron bebas dengan ion positif. Rekombinasi jarang terjadi dalam suatu gas. Peristiwa ini lebih mudah terjadi pada bidang batas antara gas dengan zat padat atau zat cair. Untuk lebih jelasnya lihat gambar sebagai berikut :


(40)

+

+

+

+

+

+

+

Partikel bermuatan = 14

+

+

+

+

+

+

+

Partikel bermuatan = 8

Gambar II.6.B.2 Deionisasi rekombinasi II.6.B.3 Deionisasi Akibat pendinginan

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa didalam gas bertemperatur tinggi akan terjadi gerakan molekul-molekul gas yang dapat menimbulkan ionisasi thermis. Sebaliknya, pendinginan gas atau udara akan memperlambat gerakan molekul. Hal ini akan menghalangi terjadinya ionisasi thermis dalam gas tersebut, sehingga pembentukan elektron bebas dan ion positif dapat dicegah. Pendinginan gas atau udara tidak secara langsung mengurangi partikel bermuatan, tetapi hanya menghalangi terjadinya ionisasi thermis dalam gas.

II.6.B.4 Deionisasi tangkapan elektron

Beberapa gas tertentu, seperti gas SF6, mempunyai atom netral yang

giat menangkap elektron bebas yang bergerak di dekatnya. Penggabungan elektron bebas dengan atom netral menghasilkan ion negatif. Seandainya gas ini berada diantara dua elektroda plat sejajar bertegangan, maka elektron bebas yang bergerak ke anoda akan ditangkap atom netralnya dan membentuk ion negatif. Ion negatif ini akan mengalami gaya dan bergerak menuju anoda. Tetapi karena massanya yang relatif besar, maka ia bergerak lebih lambat dari pergerakan elektron bebas, sehingga tidak mampu menimbulkan ionisasi. Dengan demikian, atom gas netral mencegah elektron bebas melakukan ionisasi atau mencegah


(41)

terjadinya elektron baru hasil ionisasi. Untuk lebih jelasnya lihat gambar sebagai berikut :

Molekul Netral

Elektron bebas bergerak cepat

Terjadi tangkapan elektron

Gambar II.6.B.4 Deionisasi tangkapan elektron II.6.C Emisi

Emisi adalah peristiwa pelepasan elektron dari permukaan suatu

logam menjadi elektron bebas didalam gas. Ada dua proses emisi yang berhubungan dengan pembentuk busur api pada pemutus daya, yaitu emisi thermis dan emisi medan tinggi.


(42)

Text

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

Elektron bebas

Gambar II.6.C proses terjadinya emisi

Ada empat proses yang menyebabkan terjadinya emisi, yaitu: 1. Emisi fotoelektrik

2. Emisi benturan ion positif 3. Emisi medan tinggi 4. Emisi Thermis

II.6.C.1 Emisi Fotoelektrik

Cahaya yang menghasilkan energi foton akan membentur logam yang memiliki banyak elektron karena logam termasuk bahan yang konduktif. Ketika energi foton lebih besar dari energi ikat elektron maka elektron akan terlepas dari permukaan logam. Untuk lebih jelasnya lihat gambar sebagai berikut :


(43)

--

--

-Dinding logam

h.v (energi foton)

Gambar II.6.C.1 Emisi foto elektrik

II.6.C.2 Emisi benturan ion positif

Massa ion positif lebih besar daripada masa elektron bebas dan ion positif membentur ion negatif pada logam. Karena energi kinetis ion positif lebih besar dari energi ikat elektron logam maka elektron akan terlepas dari permukaan logam. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar sebagai berikut :

-- +

logam

+


(44)

II.6.C.3 Emisi Medan Tinggi

Permukaan suatu logam tidak semuanya mulus, tetapi selalu ada titik-titik yang runcing. Jika logam tersebut dikenai medan elektrik seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini:

E

1

E

2

K

A

Gambar II.6.C.3 Emisi Medan Tinggi

Maka elektron yang terdapat permukaan logam katoda (K) akan mengalami gaya yang arahnya menuju anoda (A). Elektron pada ujung runcing akan mengalami gaya yang lebih besar karena intensitas medan elektrik di titik tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan intensitas medan elektrik di bahagian yang datar. Jika intensitas medan elektrik cukup besar, maka dari titik runcing tersebut akan dilepaskan elektron bebas. Pelepasan elektron ini yang disebut emisi bintik katoda.

II.6.C.4 Emisi Thermis

Suatu logam yang mempunyai titik lebur tinggi, seperti karbon, jika dipanaskan hingga bertemperatur tinggi, maka dari permukaannya dan


(45)

menjadi elektron bebas di dalam gas. Proses inilah disebut emisi thermis. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar sebagai berikut :

Panas

Elektron bebas

Logam

Gambar II.6.C.4 Emisi Thermis

II.6.D Mekanisme tembus listrik pada Gas

Mekanisme tembus listrik yang digunakan adalah metode tembus

listrik townsend. Metoda ini digunakan untuk di daerah yang mempunyai tekanan rendah dan jarak sela antara kedua plat sejajar yang sempit. Oleh karena itu, akan diuraikan mekanisme tembus listrik townsend yaitu sebagai berikut :

-ea

Elektroda

Elektroda

Plat sejajar Plat sejajar


(46)

Dari Gambar II.6.D.1 dapat dijelaskan bahwa didalam Udara terdapat elektron bebas yang disebabkan karena peristiwa ionisasi foton radiasi sinar ultraviolet dan juga terdapat molekul-molekul netral. Apabila kedua elektroda dihubungkan dengan sumber tegangan, maka timbul medan listrik (E) yang arahnya dari anoda ke katoda. Akibat adanya medan listrik, maka ea (elektron bebas) akan mengalami gaya (F) yang arahnya berlawanan

dengan arah medan listrik (E). Karena adanya gaya (F) maka ea bergerak dari

katoda ke anoda. Dalam perjalanan menuju anoda, elektron bebas membentur atom netral. Jika Energi kinetis elektron awal lebih besar dari energi ikat elektron molekul netral maka akan terjadi ionisasi. Ionisasi benturan menghasilkan satu elektron bebas baru (eb ) dan satu ion positif. Jadi, ea dan eb

terus bergerak menuju anoda. Dalam perjalanannya menuju anoda ea dan eb

membentur lagi atom netral sehingga terjadi lagi ionisasi sehingga jumlah elektron bebas dan ion positif semakin banyak. Ion positif bergerak menuju katoda dan terjadilah benturan ion positif dengan dinding katoda sehingga timbullah emisi benturan ion positif. Dari permukaan katoda muncul elektron-elektron baru hasil emisi ion positif membentur lagi atom netral sehingga terjadi lagi ionisasi sehingga jumlah elektron elektron bebas dan ion positif semakin banyak. Selama medan listrik masih ada maka proses ionisasi benturan dan emisi ion positif akan terus berlangsung sehingga terjadilah banjiran elektron dan ion positif. Ion positif yang membentur katoda semakin banyak sehingga elektron hasil emisi ion positif semakin banyak yang menyebabkan banjiran muatan. Muatan yang berpindah dari katoda ke anoda semakin besar yang dimana perpindahan muatan sebanding dengan arus dan dalam selang waktu tertentu perpindahan muatan akan terus bertambah yang


(47)

menyebabkan banjir muatan dan arus pun semakin besar yang kemudian terjadilah tembus listrik. Dan dapat kita lihat pada gambar sebagai berikut :

--

--

--

--

--

-

--

--

--

-

---

--

-

--

--

-

--

-

--

-

--

-

--

-

-+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+ + +

+

+

+

+

+

-

---

--

--

-V


(48)

BAB III

KARAKTERISTIK SF6 DAN UDARA

Sistem pengisolasian dengan menggunakan minyak dan udara pada CB (Circuit Breaker) sudah digunakan selama 100 tahun. Akan tetapi, ada alternatif lain yang digunakan untuk pengisolasian pada CB yaitu dengan mengunakan SF6.Gas ini sudah diketahui pada tahun 1956 danditeliti pada

tahun 1900 oleh Henry Moisson yaitu orang pertama yang mengatakan

bahwa fungsi SF6 adalah sebagai pemadam busur api yang kemudian

dikembangkan oleh T.E.Browne, A.P.Strom dan H.J.Lingal pada tahun 1953. Pada tugas akhir ini akan membahas pengaruh Kandungan Udara dalam Gas SF6 terhadap kekuatan dielektrik dimana udara dinyatakan sebagai polutan.

Hal ini terjadi karena pada saat pengisian gas SF6 kedalam tabung hampa

tidak diijinkan unsur apapun didalamnya karena akan mempengaruhi keandalan dari gas tersebut.

III.A GAS SF6 (SULPHUR HEXAFLUORIDA)

Ada berbagai macam gas sintetis dari senyawa halogen. Salah satu

jenis gas sintetis tersebut adalah gas SF6. Untuk saat ini, gas SF6 merupakan

gas sintetis dari senyawa halogen yang perannya hampir tidak tergantikan sebagai bahan isolasi di dalam dunia teknik tenaga listrik. Salah satu contoh penggunaan gas SF6 sebagai bahan isolasi di dalam dunia teknik tenaga listrik adalah pada pemutus tenaga atau circuit breaker. Senyawa gas SF6 diperoleh dari pencampuran atau direaksikan dari belerang cair dan gas fluorida pada temperatur 300°C. Kemudian didapat senyawa gas SF6 sampai


(49)

kemurnian 99,9%. Gas-Gas SF6 murni adalah gas berat yang tidak berwarna,

tidak berbau, tidak berasa dan tidak beracun. Secara kimia stabil dan tidak mudah terbakar.

III.A.1 Ikatan Molekul Gas SF6

Ikatan molukul gas SF6 mempunyai bentuk simetris yang sempurna

dengan sebuah atom sulphur (S) terletak di pusatnya dan atom fluor (F) berada mengelilingi atom sulphur membentuk sudut-sudut yang beraturan. Atom sulphur bervalensi enam, hal ini menunjukan bahwa atom sulphur mampu mengikat enam atom fluor untuk melengkapi lapisan luar elektronnya.

Struktur dari gas SF6 yang seluruh ikatan kimianya terisi penuh

menunjukan sifat molekul yang diam (inert) dan mempunyai kesetabilan yang tinggi serta memiliki energi pembentukan yang besar. Gas SF6 tersusun atas 22% berat belerang dan 78% berat fluor. Gas SF6 mempunyai rapat gas sebesar 6,139 gram/liter pada suhu 20°C, dan merupakan gas terberat, yaitu lima kali lebih berat dari udara. Bentuk molekul dari gas SF6 adalah bentuk oktahedron. Pengertian dari bentuk oktahedron adalah suatu bentuk molekul yang terbentuk dari dua buah limas segi empat, dengan bidang alas dari masing-masing limas segi empat tersebut saling berhimpit, sehingga membentuk delapan bidang segitiga. Molekul oktahedron ini terdiri dari satu atom pusat dan enam atom yang mengelilingi atom pusatnya. Untuk gas SF6, atom pusatnya adalah atom sulfur dan enam atom yang mengelilingi atom pusat adalah atom fluor. Atom pusat dari molekul gas SF6 ini terletak pada


(50)

atom lainnya terletak pada sudut-sudut limas tersebut. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :

F

F

S F

F

F F

Gambar III.A1 Ikatan molekul Gas SF6

III.A.2 Sifat Fisik Gas SF6

Pada temperatur 200C dan tekanan 1 atm, gas SF6 ini mempunyai

berat jenis 6,16 kg/m2, sedangkan udara hanya 1,66 kg/m2 berarti hal ini mencapai 4 kali berat jenis udara. Oleh karena itu, gas SF6 termasuk dalam

kategori gas berat. Selain itu gas SF6 mempunyai berat molekul ± 5 kali lebih

berat dari udara. Berat molekul gas SF6 140,07 kg/kmol dan berat molekul

udara 28,8 kg/kmol. Pada temperatur yang rendah yaitu -50,70C dan tekanan 2,3 bar maka gas SF6 akan mencair. Kecepatan suara dalam gas SF6 adalah

138,5 m/det pada temperatur 300C dan tekanan 1 atm, sedangkan untuk udara dalam kondisi yang sama mempunyai kecepatan rambat suara 350 m/dt. Jadi, kecepatan perambatan suara dalam gas Sulphur Hexafluorida (SF6) adalah

sepertiga kali dari udara. Hal ini sangat baik pengaruhnya terhadap lingkungan setempat terutama pada daerah yang padat penduduknya, karena


(51)

penempatan pemutus daya gas SF6 ini tidak akan banyak membawa pengaruh

buruk bahkan akan menjadi tetangga yang baik. Panas jenis dari gas Sulphur Hexafluorida (SF6) adalah sekitar 3,7 kali besar dari udara dan mempunyai

kerapatan 5 kali lebih besar dari udara dan ini merupakan hal penting untuk pembatasan temperatur kerja peralatan listrik. Sebagai media isolasi, gas SF6 mempunyai kekuatan dielektrik yang baik, yaitu antara 2 sampai 3 kali lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara. Sedangkan pada tekanan 3 atm

keadaan absolut, kekuatan dielektrik dari gas SF6 hampir sama dengan

kekuatan dielektrik minyak. Selain itu, kekuatan dielektrik gas SF6

dipengaruhi oleh tekanan dimana semakin besar tekanan suatu gas maka semakin besar pula tegangan kekuatan dielektriknya. Gambar III.A.2 berikut ini menunjukkan hubungan antara tegangan tembus gas SF6 terhadap

tekanannya untuk berbagai jarak sela pada elektroda bola-bola. Adapun grafik ini diambil dari buku yaang ditulis oleh Ruben D.Garzon yang berjudul

High Voltage Circuit Breaker Design and Applications yaitu sebagai berikut :

2 4 6 8 10 12

50 100 150 200 250 0 X

X = 10 m

m

X = 5 m

m

X = 2 m

m

X = 1 m m

KD (Kekuatan Dielektrik)

kV/cm

P (Bar)


(52)

Adapun cara untuk mendapatkan nilai kekuatan dielektrik gas SF6 dari

nilai tegangan tembusnya, maka dipergunakan persamaan berikut :

E

max

=

(III.A.2a)

Dalam hal ini :

Emax = Kuat Medan Listrik Tertinggi Di Antara Elektroda Bola-Bola

Vt = Tegangan Tembus Media Isolasi Di Antara Elektroda Bola-Bola d = Jarak Sela Elektroda Bola-Bola

η = Faktor Efisiensi

Faktor efisiensi merupakan fungsi dari karakteristik-karakteristik geometri elektroda bola-bola. Karakteristik-karakteristik geometri elektroda bola-bola tersebut adalah :

P

=

(III.A.2b)

q

=

(III.A.2c)

Untuk elektroda bola-bola yang identik, maka nilai q sama dengan satu. Sehingga faktor efisiensi adalah :

฀ = f(p,q) (III.A.2d)

Gas SF6 tepat akan tembus listrik pada saat kuat medan listrik

maksimum yang menerpanya sama dengan kekuatan dielektriknya. Sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan :

KD gas SF6 = Emax (III.A.2e)

Berikut ini disajikan tabel nilai faktor efisiensi η untuk berbagai nilai


(53)

Tabel III.A.2 Tabel Nilai Faktor Efisiensi η

P q =1

1 1

1,5 0,924

2 0,861

3 0,760

4 0,684

5 0,623

6 0,574

8 0,497

10 0,442

15 0,349

20 0,291

50 0,1574

100 0,094

300 0,038

500 0,025

800 0,0168

1000 0,0138

III.A.3 Sifat Kimia Gas SF6

Ikatan molekul gas SF6 yang membentuk ikatan kovalen dimana

molekul dari gas SF6 ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu : - Tidak larut dalam air

- Tidak dapat diserap oleh asam

- Tidak mudah terbakar

Pada temperatur yang sangat tinggi sekitar ± 5000 C, gas SF6

dapat terurai menjadi SF4 dan SF2 serta sedikit campuran dari S, F dan S2.

Bahan-bahan ini jika bercampur dengan uap air akan menyebabkan korosi pada bahan gelas dan logam dimana bahan ini banyak digunakan sebagai penyekat pada gardu induk. Selain itu, kemampuan dari perpindahan panas oleh SF6 sangat layak. Kemampuan perpindahan SF6 lebih baik daripada


(54)

perpindahan suhu pada gas helium adalah 10 kali lebih besar dari SF6.,

Kemudian helium memiliki sifat perpindahan panas yang terjadi lebih tinggi dari SF6. SF6 bukan hanya sebagai bahan isolasi yang baik tapi ia juga

memiliki gaya ikat elektron yang tinggi atau dengan kata lain memiliki sifat keelektronegatifan yang tinggi. Selain memiliki tembus listrik yang tinggi, tetapi juga memiliki kekuatan dielektrik yang tinggi sehingga sangat baik dalam pemadaman busur api. Lihat gambar sebagai berikut :

10 100 1000

0,1 1 10 100

Perpindahan Panas (Watt)

SF6

Udara

Temperatur (OC)

Gambar III.A.3 Perbandingan perpindahan panas SF6 dan Udara

Karena Suhu pemisah senyawa SF6 rendah dan energi pemisah

senyawa SF6 tinggi sehingga sangat baik digunakan untuk pemadaman

busur api. Fungsi utama SF6 untuk memadamkan busur api selain itu juga

memiliki kemampuan khusus dapat memulihkan kekuatan dielektrik mengikuti perioda busur terjadinya busur api sangat cepat, dan pada waktu yang singkat dan konstant dapat membuat perubahan arus mendekati nol dimana salah satu sifat penting untung melakukan pemutusan arus ketika terjadinya gangguan pada jaringan yang terganggu.


(55)

III.A.4 Proses Tangkapan Elektron Bebas Pada Gas SF6

Gas SF6 memiliki energi elektronegativitas yang tinggi. Elektronegativitas adalah suatu sifat kimia dari sebuah atom atau molekul untuk menarik atau menyerap elektron bebas yang berada di sekitarnya. Jika di antara dua elektroda sejajar yang dipisahkan oleh bahan isolasi gas SF6

diberi sumber tegangan, maka akan timbul medan listrik di antara elektroda sejajar yang melalui bahan isolasi gas SF6 tersebut. Pada gas SF6, terdapat

molekul netral dan tentunya elektron bebas. Elektron bebas yang terdapat di dalam gas SF6 tersebut akan dikenai medan listrik, sehingga elektron bebas

akan mengalami gaya dan menuju ke terminal positif. Gambar di bawah menunjukkan medan listrik yang timbul di antara dua buah elektroda plat sejajar yang dipisahkan oleh bahan isolasi gas SF6.

Gambar III.A.4a. Medan Listrik Yang Timbul Di Antara Dua Elektroda

Dalam perjalanannya, elektron bebas akan mendekati molekul netral gas SF6. Setelah elektron bebas sangat dekat dengan molekul netral gas SF6

atau hampir membentur molekul netral gas SF6, maka molekul netral gas SF6


(56)

negatif. Gambar berikut menunjukkan molekul netral gas SF6 yang menyerap

elektron bebas.

GambarIII.A.4b Penyerapan Elektron Bebas Pada Molekul Netral

Ion negatif yang terbentuk memiliki massa yang relatif besar jika dibandingkan dengan elektron bebas. Sehingga ion negatif ini tidak mampu untuk menimbulkan ionisasi benturan. Semakin kecil peluang terjadinya ionisasi benturan, maka elektron bebas yang terbentuk akan semakin sedikit juga. Maka media isolasi, dalam hal ini adalah gas SF6, semakin sulit untuk

terjadi tembus listrik. Oleh karena gas SF6 mempunyai energi

elektronegativitas yang tinggi, maka gas SF6 memiliki kekuatan dielektrik

yang baik. Meskipun gas SF6 memiliki kekuatan dielektrik yang baik dan

beberapa keunggulan, perlu diperhatikan bahwa gas SF6 juga mempunyai

beberapa kekurangan, yaitu gas SF6 tidak dapat digunakan untuk tekanan

diatas 13,8 bar. Apabila tekanan akan dipakai melebihi 13,8 bar, maka gas SF6 harus dipanaskan terlebih dahulu. Fungsi dari pemanasan ini adalah


(57)

Ada pun kemunduran fungsi dapat terjadi karena zat pencemar SF6.

Menurut data dari PT. PLN (PERSERO) P3B Jawa – Bali, zat tersebut

merupakan produk-produk dekomposisi, seperti tertera pada tabel sebagai berikut :

Tabel III.A.4 Zat-zat yang menyebabkan berkurangnya fungsi Gas SF6

Gas Senyawa Sumber

Udara (80%N2, 20%O2) N2, O2 Bocor / Intrusi dari luar

Moisture H2O Bocor / Intrusi dari luar

Carbon tetraflouride CF4 Kompenen berunsur karbon

Hydrofluoric acid HF Terbentuk di SF6 jika ada busur api

Sulfur dioxide S02 Terbentuk jika SOF2 bereaksi dengan

air

Sulfur monoflouride S2F2 tidak terdeteksi karena sangat reaktif /

tidak stabil

Sulfur diflouride SF2 Mudah bereaksi

Sulfur tetraflouride SF4 Sangat mudah bereaksi

Disulfur decaflouride S2F10 keberadaannya dalam SF6 sangat

diragukan

Silicon tetraflouride SiF4 Busur api, jika ada silicon

Carbon disulfur CS2 Busur api, jika ada silicon

Carbon dioxide CO2 Dari senyawa yang mengandung


(58)

III.B Udara

Udara terdiri atas campuran Udar ua dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan sehingga melewati batas Adapun gas-gas yangterkandung dalam udara adalah seperti berikut :

1)

2)

3)

4)

III.B.1 Helium

Helium (He) adalah berasa, tak beracun, hampi pada seri Dikatakan gas mulia karena konfigurasi elektronnya terisi penuh dan gas ini memiliki energi ionisasi yang sangat besar dan afinitas elektron yang sangat rendah, Titik didih dan titik leburnya merupakan yang terendah dari unsur-unsur lain dan ia hanya ada dalam bentuk gas kecuali dalam kondisi ekstrim. Kondisi ekstrim juga diperlukan untuk menciptakan sedikit yang semuanya tidak stabil pada


(59)

massa jenis 101,325 kPa pada suhu 0 0C, (0,1786 g/L), titik lebur 0,95

272,05

peleburan 0,0138 kJ/mol, kalor penguapan 0,0829 kJ/mol, dan kapasitor kalor (25 °C) 20,786 J/(mol·K) semua kondisi 1 atm.

III.B.2 Nitrogen

Nitrogen atau zat lemas adalah memiliki lambang N da tanpa warna, tanpa bau, tanpa rasa dan merupakan gas diatomik bukan logam yang stabil, sangat sulit bereaksi dengan unsur atau senyawa lainnya. Dinamakan zat lemas karena zat ini bersifat malas, tidak aktif bereaksi dengan unsur lainnya. Nirogen merupakan senyawa penting seperti 77 0K (-196oC) pada tekanan 1 atmosfir dan membeku pada suhu 63 0K (-210oC). Adapun sifat-sifat kimia dari Nitrgen yaitu:

1. Mempunyai massa atom 14,0067 sma

2. Mempunyai nomor atom 7

3. Titik didih -196 0C 4. Titik beku -210 0C

5. Mempunyai volume atom 17,30 cm3 /mol

6. Mempunyai struktur heksagonal

7. Mempunyai massa jenis 1,2151 gram/cm3 8. Mempunyai kapasitas panas 1,042 J/g0K 9. Mempunyai potensial ionisasi 14,534 Volt


(60)

10.Mempunyai nilai elektronegativitas 3,04

11. Mempunyai konduktivitas kalor 0,02598 W/mK 12. Mempunyai harga entalpi pembentukan 0,36 kJ/mol 13. Mempunyai harga bentalpi penguapaan 2,7928kJ/mol

14. Berupa gas tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak beracun.

15. Mudah menguap 16. Tidak reaktif

17. Bersifat diamagnetik

III.B.3 Oksigen

Oksigen atau zat asam adalah yang mempunyai lambang O dan golonga unsur lainnya (utamanya menjadi

2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak

berbau. Oksigen merupakan unsur berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di diatomik mengisi 20,9% volume atmosfer bumi. Oksigen mempunyai

101,325 KPa atau 1,429 g/L, dan titik lebur 54,36 0K atau (-218,64

titik didih 90,20

Kalor penguapan 6,82 kJ/mol dan kapasitas kalor 25 °C atau (29,378


(61)

mempunyai kecepatan suara 330 m/s pada suhu kamar 27 °C dan konduktivitas termalnya 26,58 mW/(m·0K) pada suhu 300 0K.

III.B.4 Karbondioksida

Karbondioksida2 atau zat asam arang adalah sejenis

dengan sebuah atom kuat. Karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau Pada keadaan karbon dioksida (O=C=O) mengandung dua linear dan ia tidak bersifat mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran logam seperti

−78 °C (195 0K), titik lelehnya −57 °C (216 K).

III.C Pendeskripsian Komposisi Campuran suatu Gas

Untuk menetapkan keadaan dari suatu campuran dibutuhkan

komposisi dan nilai dari dua buah properti yang independen seperti temperatur dan tekanan. Tujuan dari bagian ini adalah memikirkan cara-cara untuk mendeskripsikan komposisi dari suatu campuran. Kemudian pada bagian-bagian selanjutnya, akan ditunjukkan bagaimana properti-properti campuran selain dari komposisi dapat dievaluasi. sebuah sistem tertutup yang terdiri dari campuran gas dari dua atau lebih komponen. Komposisi dari suatu campuran tersebut dapat dideskripsikan dengan melihat massa atau jumlah mol dari tiap


(62)

komponen yang ada. Massa (kg), jumlah mol (Kmol), dan berat molekul (Kg/Kmol) dari sebuah komponen i memiliki hubungan sebagai berikut :

(III.C.a)

Dimana mi adalah massa, ni adalah jumlah mol, dan Mi adalah berat

molekuler dari komponen i. Sehingga massa total campuran campuran m, adalah penjumlahan dari massa kompenen-kompennya yang dapat dituliskan :

(III.C.b)

Jumlah relatif dari kompenen-kompenen yang terdapat dalam campuran adalah dapat diberikan dalam fraksi massa. Fraksi massa mfi dari

sebuah kompenen i didefinisikan sebagai berikut :

(III.C.c)

Dengan membagi tiap bagian pada persamaan (III.C.b) dengan massa total campuran m dan dengan menggunakan persamaan (III.C.c) maka diperoleh persamaan :

(III.C.d) Artinya, jumlah fraksi massa dari seluruh kompenen dalam sebuah campuran sama dengan 1 (100 Kg). Dan jumlah mol total dalam sebuah campuran n, adalah jumlah mol dari tiap kompenennya. Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :


(63)

(III.C.e) Jumlah relatif dari kompenen-kompenen yang terdapat dalam campuran

juga dapat dituliskan sebagai fraksi mol. Fraksi mol y1 dari kompenen i

didefinisikan sebagai :

(III.C.f)

Dengan membagi tiap bagian pada persamaan (III.C.e) dengan massa total campuran m dan dengan menggunakan persamaan (III.C.f), maka diperoleh persamaan :

(III.C.g)

Jumlah fraksi mol dari seluruh kompenen dalam sebuah campuran sama dengan 1. Dan berat molekul yang tampak dari campuran, M, didefinisikan sebagai rasio massa total campuran, m, terhadap jumlah mol total campuran, n. Sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :

(III.C.h)

III.D Hubungan p, V, dan T untuk Campuran Gas Ideal

Pada bagian ini akan dibahas hanya campuran gas ideal dan

diperkenalkan dua model yang digunakan dalam kaitannya dengan idealisasi model Dalton dan model Amagat. Perhatikan suatu sistem yang terdiri dari beberapa gas yang berada dalam bejana tertutup dengan volume V seperti yang diperlihatkan pada Gambar III.D. Temperatur dari campuran gas adalah T dan


(64)

sehingga p, V, T, dan jumlah mol total dari campuran n berhubungan dengan gas ideal dan dirumuskan sebagai berikut :

P = n (III.D.a)

Dengan menggunakan Model Dalton, dimana mengacu pada konsep gas ideal yang terdiri dari molekul-molekul yang memiliki gaya antar molekul yang dapat diabaikan dan yang memiliki volume yang dapat diabaikan relatif terhadap volume yang dapat ditempati oleh gas. Lihat gambar sebagai berikut :

p (Tekanan) T (Temperatur)

V (volume) Gas 1

Gas 2

Gas j

n1

n2

nj

n mol campuran

Gambar III.D Campuran beberapa Gas

Dengan tidak adanya gaya intermolekuler yang signifikan, sifat dari tiap kompenen tidak akan terpengaruh oleh keberadaan kompenen lain. Selain itu, jika volume yang ditempati oleh molekul hanya sebagian kecil dari volume total, molekul dari tiap gas yang ada dapat dianggap mampu bergerak bebas di dalam seluruh volume. Sesuai dengan gambaran sederhana ini, model Dalton didasarkan kepada pemikiran bahwa tiap kompenen dari campuran berlaku sebagai gas ideal seakan-akan kompenen tersebut merupakan kompenen tunggal pada temperatur T dan volume V dari campuran. Pada model Dalton, komponen-komponen individual tidak memberikan tekanan campuran p tapi tekanan parsial. Seperti ditunjukkan di bawah ini, jumlah dari tekanan parsial sama dengan tekanan campuran. Tekanan parsial dari kompenen i, pi, adalah


(65)

tekanan yang diberikan oleh ni mol dari komponen i jika komponen tersebut

berada sendirian dalam volume V pada temperatur T. Tekanan parsial dapat dihitung dengan menggunakan persamaan gas ideal yaitu sebagai berikut :

(III.D.b)

Dengan membagi persamaan (III.D.a) dengan (III.D.b) maka diperoleh persamaan :

(III.D.c)

Sehingga tekanan parsial dari komponen i dapat dihitung dalam fraksi mol yi dan tekanan campuran p yang dituliskan pada persamaan berikut :


(66)

BAB IV

PENGUJIAN PENGARUH KANDUNGAN UDARA DALAM GAS SF6 TERHADAP KEKUATAN DIELEKTRIK

IV.1. Umum

Umtuk meneliti pengaruh kandungan udara terhadap kekuatan

dielektrik gas SF6 maka perlu dilakukan percobaan. Sampel gas SF6 untuk

eksperimen adalah satu tabung gas SF6 dengan isi sebanyak 42,6 liter, diameter

22 cm dan tinggi 150 cm. Pada Gambar 4.1.a berikut ini ditunjukkan tabung gas SF6 yang dipergunakan sebagai sampel.

Gambar 4.1.a. Tabung Sampel Gas SF6

Tembus listrik dapat terjadi di antara dua elektroda. Dalam percobaan ini, elektroda yang digunakan adalah elektroda bola-bola dengan diameter 5


(67)

cm. Pada Gambar 4.1.b berikut ini ditunjukkan elektroda bola-bola yang digunakan.

Gambar.4.1.b. Elektroda Bola-bola

Tegangan tembus sampel SF6 diukur dengan elektroda bola-bola.

Elektroda bola-bola yang digunakan adalah elektroda untuk mendeteksi terjadinya tembus listrik. Hasil pengukuran tegangan tembus digunakan untuk menghitung kuat medan listrik maksimum yang timbul di antara elektroda bola-bola.

Untuk menampung sampel gas SF6 dipergunakanlah sebuah wadah

pengukuran transparan, agar terjadinya tembus listrik dapat diamati. Elektroda bola-bola dapat ditempatkan atau dipasang pada wadah pengukuran seperti

Gambar 4.1c Wadah pengukuran yang dipakai telah dilengkapi dengan alat


(68)

Gambar.4.1.c. Wadah Pengukuran Sampel Gas SF6 Peralatan-peralatan lain yang dipergunakan adalah :

1. Trafo uji 220 V/100 KV, 5 KVA, 50 HZ (1 set)

Pada Gambar 4.1d ditunjukkan 1 set trafo uji yang digunakan. Gambar ditunjukkan pada gambar sebagai berikut :

Gambar.4.1.d. Trafo Uji

Trafo uji ini sudah dilengkapi dengan alat pengukur tegangan tinggi yang ditempatkan pada panel kontrol. Pada auto transformator


(69)

disediakan juga terminal untuk alat ukur eksternal. Auto transformator dapat dilihat pada Gambar.4.1.e

Gambar.4.1.e Auto Transformator

2. Voltmeter AC (1 set)

Telah dijelaskan bahwa pada panel kontrol disediakan terminal untuk alat ukur eksternal, sehingga tegangan tembus dari sampel gas SF6

dapat diukur melalui terminal tersebut.Agar hasil pengukuran lebih akurat, maka digunakanlah voltmeter eksternal. Spesifikasi dari voltmeter itu adalah sebagai berikut :

1. Merek mastech MAS830B 2. Buatan China

3. Range tegangan yang dapat diukur yaitu 0,2 V – 600 V 4. Kelas ketelitian adalah 0,5.


(70)

Gambar.4.1.f Voltmeter AC

3. Pompa Vakum (Vacum Pump)

Alat ini digunakan untuk menyedot kandungan udara yang ada didalam tabung percobaan dan bisa dikatakan untuk memvakumkan tabung percobaan. Dan alat ini dapat dilihat pada Gambar 4.1g sebagai berikut :

Gambar.4.1.g. Pompa Vakum

Adapun spesifikasi dari pompa vakum yaitu sebagai berikut :

1. Model RV-001.


(71)

3. Motor 0,2 KV dengan frekuensi 50-60 HZ.

4. 4 Kutub pada 100 Volt untuk 5,5 Amp dan 110 Volt untuk 4,8

Amp.

4. Tahanan peredam (1 set)

Tahanan peredam digunakan untuk mencegah terjadinya osilasi tegangan saat terjadi percikan pada elektroda. Tahanan peredam yang digunakan adalah sebesar 43 Kohm. Pada Gambar 4.1.h ditunjukkan tahanan peredam yang digunakan dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar.4.1.h. Tahanan Peredam

Semua peralatan yang dijelaskan di atas disusun seperti rangkaian yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.i


(72)

Gambar 4.1.i. Rangkaian percobaan

Keterangan Utama: Rp : Tahanan peredam

S1 : Saklar Utama

S2 :Saklar skunder

V1 : Voltmeter Internal

IV.2. Prosedur Pengujian

Prosedur yang dilakukan pada pengujian ini adalah : 1. Jarak sela elektroda bola-bola diatur sebesar 0,2 cm.

2. Wadah pengukuran dibersihkan dari debu-debu dan benda lain dengan cara menyemprotkan udara ke dalam wadah pengukuran. Dalam hal ini digunakan sebuah Kompressor. Kemudian dipastikan wadah pengisian tertutup rapat dan semua saluran tertutup.

3. Setelah itu wadah pengukuran divakumkan dari 0,3 sampai tingkat kevakuman mencapai 1,0 bar dengan menggunakan pompa vakum. Kemudian tutup saluran alat ukur kevakuman Udara.


(73)

4. Sebelum dimasukkan Gas SF6, tutup terminal yang menghubungkan

saluran pengukur tekanan Udara dan tekanan Gas SF6 kemudian

dimasukkan sampel gas SF6 sampai tekanan 5 bar.

5. Setelah itu sambungkan ke sumber tegangan dan dinaikkan tegangan sekunder trafo uji sampai terjadi tembus listrik pada sela elektroda bola-bola

6. Saat terjadi tembus listrik, dicatat pengukuran pada voltmeter eksternal. kemudian secara manual hubungan trafo uji dengan sumber diputuskan. 7. Setelah diputuskan dari sumber tegangan tunggu selama 5 menit dan

kemudian lakukan langkah 5-6 sebanyak 5 kali.

8. Kemudian gas SF6 yang sudah diteliti, dibuang. Penutup wadah dibuka

sehingga udara luar masuk kedalam wadah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua gas SF6 yang tersisa terbuang. Kemudian di

vakumkan seperti sampel terdahulu. Setelah itu divakumkan dengan menggunakan pompa vakum sampai tingkat kevakuman yang diinginkan

dan kemudian diisikan SF6 untuk sampel berikutnya. Pengujian

dilakukan seperti prosedur 3 sampai 6.

9. Demikian seterusnya untuk sampai sampai tingkat kevakuman 1,0 bar. 10. Catat hasil percobaan ke dalam tabel percobaan.

IV.3. Hasil Percobaan

Tabel IV.3a berikut menunjukkan hasil pengukuran tegangan tembus


(1)

(III.C.a)

Maka massa Udara = 8,64 Kg

Kemudian dapat diperoleh massa campuran m = 1 atau sama dengan 100 kg yang diambil dari Persamaan (III.C.d) karena sesuai dengan standar buku yang berjudul Termodinamika Teknik jilid II yang ditulis oleh MICHAEL J. MORAN dan HOWARD N. SHAPIRO. Maka massa campuran sebesar 100 Kg sehingga sesuai dengan Persamaan

III.C.c diperoleh persentase kandungan udara yaitu :

Maka persen massa kandungan udaranya sebesar 8,64 %

Dan untuk persen kandungan udara untuk tiap kevakuman tabung dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel IV.4.e Persentase Kandungan Udara Tiap Kevakuman Tabung

No

Kevakuman Tabung percobaan

(Bar)

kandungan Udara (%)

KD rata-rata (KV/cm)

1 0,3 8,64 139,848

2 0,4 11,52 137,536

3 0,5 14,4 122,142

4 0,6 17,28 110,974

5 0,7 20,16 100,914

6 0,8 23,04 97,594

7 0,9 25,92 92,858


(2)

Sehingga dari tabel diatas dapat dibuat Grafik antara rata-rata

Kekuatan Dielektrik dengan Persen Massa Kandungan Udara yaitu

sebagai berikut :

Grafik IV.3. Pengaruh Persen Massa Kandungan Udara terhadap kekuatan Dielektrik gas SF6

Sehingga persen kandungan Udara yang memiliki kekuatan dielektrik yang sesuai dengan standar adalah 20,16 %. Grafik IV.3 dapat disempurnakan dengan menggunakan software dan dapat juga ditentukan persamaan dari grafik tersebut. Dan dapat dilihat pada tampilan sebagai berikut :


(3)

Dari gambar dapat kita lihat persamaan yang diperoleh yaitu sebagai berikut :

f(x) = (p1*x + p2) / (x + q1) Dimana :

p1 = -69.95 p2 = 8099 q1 = 43.81


(4)

Dari persamaan maka dapat diperoleh Tabel IV.4.f sebagai berikut :

Tabel IV.4.f KD Perhitungan dengan Percobaa tiap Persentase Udar

Dari tabel IV.4.f dapat kita tentukan bahwa persamaan tersebut memilki ketelitian 95 % atau toleransi ± 5 %.

No

Kevakuman Tabung percobaan

(Bar)

kandungan Udara (%)

KD rata-rata Percobaan

(KV/cm)

KD rata-rata perhitungan

(KV/cm)

1 0,3 8,64 139,848 142,89

2 0,4 11,52 137,536 131,81

3 0,5 14,4 122,142 121,83

4 0,6 17,28 110,974 112,788

5 0,7 20,16 100,914 104,56

6 0,8 23,04 97,594 97,04

7 0,9 25,92 92,858 90,15


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I Kesimpulan

1. Kekuatan dielektrik SF6 dipengaruhi oleh persentase udara yang ada di dalam

tabung vakum dimana Semakin vakum tabung yang diisi gas SF6 maka

semakin besar kekuatan dielektrik

2. Nilai kekuatan dielektrik gas SF6 terbesar pada penelitian ini yang diisi ke

dalam tabung dimana pada tekanan awal tabung sebesar 0,3 bar atau persen kandungan udara 8,64 % maka campuran gas tersebut memiliki KD sebesar 139,848 kV/cm dan pada tekanan awal tabung sebesar 1 bar atau persentase udara 28,8 % maka campuran gas tersebut memiliki KD sebesar 83,104 kV/cm.

3. Pada tekanan awal tabung sebesar 0,7 bar atau persentase udara 20,16 % maka KD telah memenuhi batas seperti yang disyaratkan oleh Ruben D.Garzon yang berjudul High Voltage Circuit Breaker Design and Applications.

V.II Saran

1. Membuat sebuah wadah gas yang dapat menahan tekanan gas SF6 sampai 6

bar. Karena semakin besar tekanan Gas maka kekuatan dielektrik semakin besar sehingga dapat dilakukan pemvakuman lebih besar dari sebelumnya 2. Sebaiknya dilakukan penelitian untuk pengaruh kekuatan dielektrik gas SF6


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Apringga, Implementasi Bahan Isolasi gas pada Circuit Breaker dan Transformasi Arus, Universitas Sriwijaya, Palembang. 2005

2. Arismunandar, A., Teknik Tegangan Tinggi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 1978

3. D.Garzan, Ruben, High Voltage Circuit Breaker design and Application, Marcel Dekker, INC, New York.1996

4. F. Y, Chu., 23 April 2007, SF6 Decomposition in Gas-Insulated equipment http://ieeexplore.ieee.org/servlet/opac?punumber=29&isvol=22&isno=2 5. J.Moran, Michael, Howard N.Shapiro, Termodinamika Teknik Jilid 2, PT.

Erlangga, Jakarta.2008

6. Koch, D., SF6 Properties and Use in MV and HV Switchgear, Schneider

Electric, Eastern Europe.2003

7. L. Tobing, Bonggas, Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2003

8. L. Tobing, Bonggas, Peralatan Tegangan Tinggi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2003

9. Meiladi, Eprido, Desain Kriteria PMT GIS, PT.PLN Jawa-Bali, Bali.2010

10. Naidu, M.S dan V. Kamaraju, High Voltage Engineering Second Edition, McGraw Hill, New Delhi. 1996

11. Viljani Klause, Joni, Measuring Picosecond Flashover in Pressured sulfur

Hexaflouride (SF6), Aalto University, Helsinki.2011

12. oleh Cifford A. Hampel, "Air" artikel oleh L. W. Brandt (New York;

Reinhold Book Corporation; 1968; halaman 256-267) Library of Congress Catalog Card Number: 68-29938