Guru SMA Gembala Baik

63 dengan minat dan kecintaannya pada seni musik. Sertifikat mengajar yang diperolehnya juga sebagai guru seni budaya, yang lulus pada sertifikasi tahap pertama melalui penilaian portofolio tanpa melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru PLPG, dengan perolehan skor yang cukup tinggi yaitu 1600. Dalam wawancara yang dilakukan di kediamannya, bersangkutan menjelaskan sebagai berikut: ...Pada perkembangannya ternyata yang langka justru guru seni, kebetulan waku mahasiswa saya juga penggemar seni termasuk menjadi anggota paduan suara yang dibentuk oleh Pak Aloysius Mering Dr. Aloysius Mering adalah dosen pada FKIP Untan yang sekaligus merupakan tokoh musik di Kalimantan Barat. Dari situ saya mulai menekuni musik hingga saya menerbitkan satu buku yang diwajibkan di daerah di kabupaten asal yang bersangkutan. Waktu sertifikasi saya juga lulus portofolio sebegai guru seni. Wawancara, 7 April 2010

c. Guru SMA Santo Petrus

Guru Seni Budaya dari SMA Santo Paulus sebagai responden penelitian 3 selanjutnya disebut Sby.3 mempunyai latar belakang pendidikan yang sangat berbeda dengan Sby. 1 dan Sby.2. Latar belakang pendidikan Sby.3 tidak ada kaitannya dengan mata pelajaran yang sekarang diampunya, yaitu Seni Budaya. Yang bersangkutan sebetulnya menempuh pendidikan tingginya berkaitan dengan persiapannya untuk menjadi Pastor. Yang bersangkutan menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Theologi di bawah naungan Universitas Katholik Sumatera Utara, namun tidak sampai selesai dan akhirnya keluar. Karena aktivitasnya dalam kegiatan paduan suara di gereja, kemudian dari keuskupan menugaskan yang 64 bersangkutan untuk kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Namun hal tersebut juga tidak dapat terlaksana, karena pada waktu sampai di Yogyakarta ternyata tes seleksi di ISI Yogyakarta telah selesai. Hal di atas dijelaskan oleh yang bersangkutan ketika ditanya tentang latar belakang pendidikan, yaitu sebagai berikut: ...Sebetulnya saya bukan dari profesi guru. Saya dulu kuliah di Filsafat Theologi untuk menjadi calon Pastor, namun putus tidak sampai selesai, saya menarik diri. Lalu kebetulan di keuskupan Sibolga dibutuhkan tenaga, saya ditugasan menuntut ilmu di ISI Yogya. Namun karena jarak dari Nias ke Yogya yang jauh dan saya tidak punya akses kesana, ternyata setelah sampai di sana tes di ISI telah selesai... Wawancara, 15 April 2010 Pada akhirnya Sby.3 ditugaskan oleh keuskupan untuk mengikuti kursus musik di Pusat Musik Liturgi PML Yogyakarta. Selesai mengikuti kursus di PML selama kurang lebih dua tahun, yang bersangkutan kembali ke Sibolga, membantu menotasikan lagu-lagu Gregorian untuk kepentingan gereja. Selain itu yang bersangkutan juga aktif melatih paduan suara gereja. Kemudian setelah yang bersangkutan tidak diterima lamarannya untuk mengajar di salah satu SMA Katholik di Sibolga, akhirnya meninggalkan tanah Nias menuju Pontianak Kalimantan Barat. Sebelum menjadi guru di SMA Santo Paulus Sby.3 sempat bekerja di perusahaan. Hal tersebut yang melatarbelakangi yang bersangkutan mengikuti kuliah di jurusan Akutansi, Universitas Widya Dharma Pontianak, yang masih dijalaninya hingga saat dilaksanakannya penelitian ini. Hal di atas dijelaskan Sby.3 pada waktu ditanyakan latar belakang pengetahun musik yang dimilikinya, serta mengapa tidak mengambil kuliah di kependidikan, tapi justru di Akutansi, seperti dikatakannya: