KOMPETENSI GURU SENI BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN SENI MUSIK DI SMA KOTA PONTIANAK KALIMANTAN BARAT.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Kegunaan penelitian ... 13

E. Metode Penelitian ... 14

D. Lokasi Dan Sampel Penelitian ... 15

BAB II LANDASAN TEORI ... 17

A. Kompetensi Guru ... 17

B. Seni Budaya ... 30

C. Pembelajaran Seni Musik ... 34

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN ... 54

A. Metode Penelitian ... 54

B. Teknik Pengumpulan Data ... 65

C. Tahap-Tahap Penelitian ... 72

D. Uji Kredibilitas Data ... 74


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 83

A. Kompetensi Pedagogis ... 85

B. Kompetensi Profesional ... 134

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 150

A. Kesimpulan ... 150

B. Implikasi ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 157


(3)

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih kepekaan dan keterampilan melalui media suara. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1998 : 7) terdiri dari unsur utama dan unsur ekspresi. ”Unsur utama terdiri dari: irama, melodi, harmoni, dan bentuk lagu, unsur ekspresi, yaitu meliputi: tempo, dinamik, dan warna nada”. Secara sederhana musik terdiri atas melodi dan pengiringnya. Untuk mengkomunikasikan unsur-unsur musik di atas dapat menggunakan media suara maupun media tulis, yaitu melalui lambang-lambang tertentu. Mencerap karya musik melalui media suara tidak terlalu banyak kendala yang dihadapi. Secara umum yang penting mempunyai pendengaran yang normal, orang akan mampu menikmati dan mencerap suara musik yang didengarkannya. Musik yang digunakan sebagai media untuk suatu tujuan tertentu seperti pada dunia pendidikan, perlu metode yang tepat dalam pembelajarannya. Pembelajaran musik tidak berhenti hanya pada aktivitas bermusik, namun lebih jauh dapat berperan pada perubahan perilaku dan pembentukan karakter sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Peran guru seni budaya di sekolah sangat penting dalam pembelajaran musik, karena guru mempunyai kewenangan memilih dan menentukan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran musik. Tentu saja untuk memilih dan menentukan metode pembelajaran perlu didukung dengan pengetahuan dan


(5)

2

kemampuan pedagogis serta pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan dalam bidang musik. Dalam pembelajaran musik, guru seni budaya perlu merencanakan, memilih, serta mempersiapkan pembelajaran dengan baik agar kegiatan menjadi bermakna, bermanfaat, dan menarik bagi siswa. Berbagai variasi teknik dalam proses pembelajaran perlu dipilih dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, materi, serta kebutuhan pembelajar. Bahan-bahan dan variasi teknik belajar/ mengajar tersebut seharusnya bermanfaat bagi siswa dan bermakna dalam arti dapat menambah pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan awal mereka (prior knowledge), melalui pengalaman-pengalaman belajar yang mereka dapatkan (constructivism). Dengan demikian guru akan mampu menumbuhkan keingintahuan (inquiri) peserta didik, dan dapat membawa siswa ke dalam situasi belajar yang kondusif.

Peran penting guru seni budaya dalam proses pembelajaran seni musik sering dihadapkan pada kendala standar kompetensi guru bersangkutan, terutama kompetensi profesional dan kompetensi pedagogis. Proses pembelajaran sebagaimana diharapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang menetapkan bahwa proses pendidikan hendaknya dilaksanakan berdasarkan standar tertentu, yang meliputi standar isi, standar proses, standar pendidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian, sering kali tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Berbagai alasan terutama menyangkut ketersediaan sumber daya manusia, mengakibatkan pembelajaran seni musik sering diserahkan kepada tenaga


(6)

3

pengajar dengan kompetensi yang tidak memadai, baik kompetensi pedagogis maupun profesional.

Kompetensi guru seni menurut buku Peta Kompetensi Guru Seni adalah ”perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai, dan perilaku yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak” (Sugeng, 2005: 5). Kompetensi ini telah disusun dan dirumuskan dalam bentuk kriteria tertentu yang telah dipersyaratkan dan dapat diukur melalui indikator kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, untuk memberikan gambaran apakah seorang guru seni dinilai mempunyai kompetensi atau tidak dalam bidang seni. Standar kompetensi seni juga sangat diperlukan untuk memperkuat profesionalisme guru yang bersangkutan, dengan tetap memperhatikan tuntutan kontekstual. Tidak terpenuhinya kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam dalam satu bidang tertentu, yang memungkinkannya membimbing peserta didik, dapat mengakibatkan proses pembelajaran tidak bisa berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Kenyataan di lapangan yang peneliti temui khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas di kota Pontianak, menunjukkan bahwa pembelajaran seni budaya banyak diserahkan kepada guru dengan latar belakang bidang lain. Hal tersebut dilakukan dengan beberapa alasan seperti; yang bersangkutan bisa menggambar, bisa menari, bisa memainkan salah satu instrumen musik, pernah main band, atau bahkan hanya karena yang bersangkutan bersedia. Di sisi lain dari pengalaman peneliti selama menjadi guru di salah satu SMA swasta unggulan dan


(7)

4

juga hasil diskusi dengan guru seni lain di Pontianak, didapati kenyataan bahwa apresiasi siswa terhadap musik, terutama musik daerah setempat sangat kurang. Banyak siswa yang tidak paham bahkan sama sekali belum pernah melihat alat musik seperti Kledi, tidak sedikit juga yang belum mengetahui tentang alat musik Sapek. Keduanya merupakan alat musik tradisional Dayak Kalimantan pada umumnya dan Kalimantan Barat pada khususnya. Musik tradisi Melayu seperti Tanjidor yang sudah lekat sebagai tradisi Kalimantan Barat juga lebih banyak dikenal di kalangan terbatas, terutama orang-orang tua. Untuk para siswa, musik ini termasuk kurang akrab dalam pendengaran mereka, bahkan banyak yang belum tahu. Demikian juga halnya dengan lagu rakyat Kalimantan Barat, ternyata siswa lebih fasih menyanyikan dan mengetahui secara detail lagu-lagu Pop Indonesia maupuan Mancanegara, dibandingkan dengan lagu-lagu rakyat Kalimanatan Barat. Padahal dalam kurikulum jelas tercantum kompetensi dasar tentang penguasaan musik daerah setempat.

Hal di atas dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi, belum tercapainya salah satu sasaran proses pembelajaran seni musik, sesuai dengan yang diharapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam Peraturan Menteri tersebut dijelaskan bahwa standar kompetensi yang akan dicapai melalui pelajaran Seni Budaya adalah, siswa dapat memiliki kemampuan untuk:

(1) Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni musik lagu daerah setempat secara perseorangan dan berkelompok; (2) Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni musik lagu tradisional nusantara secara


(8)

5

perseorangan dan kelompok; (3) Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni musik lagu mancanegara secara perseorangan dan kelompok.

Untuk dapat mencapai kompetensi sebagaimana disebutkan di atas, guru perlu memiliki pengetahuan tentang seni musik untuk dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada peserta didik. Guru yang melaksanakan pembelajaran musik sangat penting mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang unsur-unsur musik, kemampuan dasar dalam baca tulis notasi musik, serta kemampuan berkarya musik. Tanpa kompetensi tersebut, akan menemui kendala dalam proses memberikan pemahaman tentang musik, dalam melakukan apresiasi pada karya musik dalam buku-buku pelajaran musik, serta kesulitan dalam menyiapkan materi praktek untuk peserta didik. Selain hal tersebut guru juga perlu membekali diri dengan penguasaan keterampilan memainkan instrumen tertentu. Melalui penguasaan keterampilan instrumen musik, guru akan lebih leluasa dalam penjelasan materi yang perlu demonstrasi sebagai contoh ataupun ilustrasi. Demikian juga untuk kompetensi dasar dalam berkarya musik, paling tidak guru yang mengajarkan musik harus mempunyai pengetahuan dasar tentang komposisi, aransemen. Jika dalam pembelajaran hal-hal tersebut di atas tidak dimiliki oleh guru seni budaya sebagai pengajar musik, maka kita tidak dapat berharap banyak untuk mewujudkan tujuan pendidikan seni, khususnya seni musik, yaitu terbentuknya individu peserta didik yang harmonis dan cerdas.

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi kurikulum menegaskan bahwa “Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki peran dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan


(9)

6

kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan”. Multi kecerdasan tersebut meliputi kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional. Pendidikan Seni Budaya mempunyai peran yang tidak dapat digantikan oleh mata pelajaran lain. Alasannya karena karakteristik dan keunikan mata pelajaran ini, dalam memberikan pengalaman estetik berupa kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Selain juga kebermanfaatannya terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pembelajaran melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni”.

Pelaksanaan proses pembelajaran seni musik yang dilakukan oleh guru yang tidak memenuhi standar kompetensi, tentu akan berdampak pada tidak tercapainya kompetensi dasar peserta didik. Hal ini seperti telah diisaratkan oleh pemerintah melalui PP Nomor 19 Tahun 2005, pasal 28 ayat 1 sampai dengan ayat 5, yang menyatakan bahwa: ”...pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Guru sebagai profesi sebagaimana yang sedang digalakkan sekarang ini, mempunyai konsekuensi harus menguasai bidang ilmu tertentu yang harus dipersiapkan, untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Fenomena di atas yang mendorong penulis melakukan penelitian berkaitan dengan kompetensi guru seni budaya dalam pembelajaran seni musik, terutama menyangkut kompetensi pedagogis dan kompetensi profesional. Peneliti


(10)

7

memandang bahwa dua kompetensi tersebut berkaitan langsung dengan pembelajaran seni musik. Kompetensi pedagogis berkaitan dengan proses pembelajaran, sedangkan kompetensi profesional berkaitsan dengan penguasaan materi bahan ajar oleh guru bersangkutan. Untuk kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial cenderung bersifat umum, berlaku untuk semua bidang studi. Penelitian ini berkaitan dengan pembelajaran musik, sehingga guru-guru seni budaya yang dijadikan sebagai responden penelitian adalah yang melaksanakan pembelajaran seni musik di kelas. Mengingat keterbatasan jumlah guru yang menyelenggarakan pembelajaran seni musik pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kota Pontianak, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sampel purposif. Seperti dikatakan Sugiyono (2009), bahwa sampel purposif adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel ini lebih cocok digunakan dalam penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.

Penelitian sejenis pernah dilakukan Kosasih (2008) tentang kompetensi guru musik lulusan UPI dalam mengajarkan musik daerah setempat, tingkat SMP di Sumedang. Penelitian yang lain oleh Sutaryat (2008) tentang kompetensi guru musik non lulusan UPI dalam mengajar musik tingkat SMP di Cianjur. Perbedaan penelitian ini dengan dua penelitian tersebut adalah, tentang latar belakang pendidikan responden penelitian, materi pembelajaran, dan lokasi penelitian. Penelitian ini tidak mensyaratkan latar belakang pendidikan responden penelitian sebagaimana dua penelitian terdahulu, materi pembelajarannya adalah


(11)

8

seni musik secara umum tidak dibatasi dengan sub materi musik tertentu, serta lokasi penelitian yang ada di kota Pontianak Kalimantan Barat.

Dari penelitian ini diharapkan akan didapat suatu gambaran kompetensi guru seni budaya dalam pembelajaran musik pada jenjang SMA di kota Pontianak Kalimantan Barat. Selain itu juga didapatnya pemahaman tentang adanya keterkaitan antara kompetensi yang dimiliki guru dalam pembelajaran seni musik, dengan kemampuan musikalitas yang dimiliki oleh peserta didik, baik dari segi teori maupun praktek. Sesuai dengan uraian di atas dan untuk membatasi lingkup penelitian, maka peneliti mengajukan judul: Kompetensi Guru Seni Budaya Dalam Pembelajaran Seni Musik di SMA Kota Pontianak Kalimantan Barat. B. Perumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada masalah kompetensi guru seni budaya dalam pembelajaran seni musik di SMA Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat. Untuk menyamakan persepsi tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut dijelaskan batasan tentang istilah-istilah dimaksud.

Kompetensi mengandung pengertian seperangkat kecakapan atau kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan suatu hal atau tugas tertentu. Dalam pengertian disini yang dimaksud adalah kompetensi guru seni budaya. Kompetensi guru seperti dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 terdiri dari empat kompetensi, yaitu: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi profesional, dan 4) kompetensi sosisal.


(12)

9

Dari keempat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kepribadian, profesional, dan sosial.

Seni Budaya yang dimaksud adalah istilah yang sekarang digunakan sebagai pengganti nama pelajaran Pendidikan Seni, yang digunakan pada masa berlakunya kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dalam pelajaran seni budaya tercakup berbagai bidang seni, seperti; seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni drama/ teater, dengan lingkup kajian seni budaya daerah setempat, nusantara, dan mancanegara.

Guru seni budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru seni budaya yang melaksanakan atau memberikan pembelajaran seni musik di kelasnya. Guru tersebut selanjutnya dijadikan sebagai responden penelitian. Guru seni budaya yang tidak menyelenggarakan pembelajaran seni musik, tidak termasuk responden dalam penelitian ini.

Pembelajaran seni musik, adalah upaya yang bersifat preskriptif menggunakan desain dengan pendekatan sistem untuk mencapai peningkatan dalam pengetahuan, pemahaman dan keterampilan musik. Pembelajaran disini lebih ditekankan pada proses bagaimana seorang guru memberikan motivasi, memberikan contoh-contoh, membimbing, mengarahkan, dengan menggunakan metode yang tepat sehingga terjadi peningkatan kualitas pada siswa dalam pengetahuan, pemahaman, dan keterampilannya dalam hal musik.

Berkaitan dengan kompetensi dalam penelitian ini hanya akan difokuskan pada dua kompetensi saja, yaitu kompetensi pedagogis dan profesional. Kompetensi pedagogis guru seni budaya pada dasarnya sama dengan kompetensi


(13)

10

pedagogis guru bidang lain, namun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan strategi pembelajaran hingga proses evaluasi hasil belajar, karena sudah mulai dituntut untuk memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bidang seni tertentu. Tanpa pengetahuan dan pemahaman tentang bidang seni tertentu akan terkendala dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Demikian juga halnya dengan pengelolaan evaluasi hasil belajar, tanpa pengetahuan dan pemahaman tentang bidang seni, kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik akan sangat mungkin tidak terukur dengan tepat. Kompetensi pedagogis Guru Seni Budaya pada dasarnya dapat diindikasikan sebagai berikut:

1. Mempunyai pengetahuan serta pemahaman karakteristik peserta didik dari berbagai aspek.

2. Mempunyai pengetahuan dan kemampuan berkaitan dengan perencanaan pembelajaran seni budaya.

3. Mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan untuk melaksanakan berkaitan dengan strategi pembelajaran seni dan pengembangannya.

4. Mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan melaksanakan evaluasi pembelajaran seni, serta memanfatkannya untuk kepentingan peningkatan pembelajaran.

Kompetensi profesional Guru Seni Budaya mempunyai karakter yang berbeda dengan kompetensi profesional guru bidang lain. Dalam kompetensi profesional Seni Budaya, paling tidak terkandung empat bidang kompetensi seni, yaitu seni rupa, seni tari, seni drama, dan seni musik. Untuk kompetensi


(14)

11

profesional guru seni musik dapat diindikasikan melalui kompetensi dasar yang dimiliki guru. Secara garis besar, kompetensi profesional guru seni musik mengandung pengertian bahwa, guru tersebut mempunyai indikasi-indikasi sebagai berikut:

1. Memahami materi ajar seni musik yang terdapat dalam kurikulum dan mampu mengembangkan cakupan materi pembelajaran musik.

2. Memahami tentang klasifikasi materi seni musik dan prinsip-prinsip relevansinya bagi kepentingan pembelajaran musik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

3. Memiliki kemampuan menggunakan teknologi informasi guna kepentingan dalam pembelajaran musik

4. Memiliki inisiatif, kemauan, dan kemampuan melakukan penelitian untuk kepentingan peningkatan pembelajaran seni musik, serta pengembangan profesionalisme diri.

5. Memiliki keterampilan memainkan instrumen musik tertentu dan mampu mengajarkan keterampilan yang dimilikinya.

6. Menunjukkan kemampuan berkarya musik, dan mendorong serta membimbing peserta didik untuk aktif berkarya.

Tanpa keterampilan bermain instrumen musik dan kemampuan untuk berkarya musik, sedikit banyak akan menghambat dalam proses pembelajaran praktek bermusik. Alasannya karena, guru yang tidak mempunyai keterampilan memainkan instrumen musik tertentu dan tidak aktif berkarya terutama untuk kepentingan pembelajaran, akan sulit mengukur materi praktek yang sesuai


(15)

12

dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki siswanya. Semua hal di atas akan sangat berpengaruh pada tercapainya profesionalitas Guru Seni Budaya dalam pembelajaran musik di sekolah.

Pemilihan pada dua kompetensi yaitu kompetensi pedagogis dan kompetensi profesional, dilandasi oleh pemikiran bahwa secara teknis kedua kompetensi tersebut berkaitan langsung dalam proses pembelajaran, dan menjadi unsur pembeda utama dengan profesi bidang-bidang yang lain. Kompetensi pedagogis akan berkaitan langsung dengan proses perancangan, strategi, dan evaluasi dalam rangka pembelajaran musik. Sedangkan kompetensi profesional akan menyentuh langsung pada substansi materi pembelajaran musik, termasuk metode dan pengembangannya, serta penguasaan media pembelajaran musik. Dari uraian yang telah dipaparkan di atas maka dirumuskan menjadi satu rumusan masalah yang utama sebagai berikut: Bagaimana kompetensi Guru Seni Budaya dalam pembelajaran seni musik pada jenjang SMA di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat?

Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kompetensi pedagogis guru seni budaya di SMA Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat dalam pembelajaran seni musik ?

2. Bagaimana kompetensi profesional guru seni budaya di SMA Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat dalam pembelajaran seni musik ?


(16)

13 C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana kompetensi guru seni budaya baik kompetensi pedagogis maupun kompetensi profesional, dalam pembelajaran seni musik di SMA Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan memperoleh gambaran tentang:

1. Kompetensi Guru Seni Budaya di SMA Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat dalam pelaksanaan proses pembelajaran seni musik

2. Kompetensi Guru Seni Budaya di SMA Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat dalam penguasaan materi pembelajaran seni musik

D. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi dalam proses pembelajaran seni musik pada jenjang Sekolah Menengah Atas di kotamadya Pontianak Kalimantan Barat. Selain itu secara khusus hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna, terutama:

1. Bagi guru pengampu bidang studi seni budaya, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki, sehingga dapat dijadikan sebagai refleksi diri, terutama dalam rangka pembelajaran seni musik di sekolah.


(17)

14

2. Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan Kepala Sekolah, akan perlunya mengetahui kompetensi yang dimiliki guru di bidang musik, sebelum diberikan tugas dan tanggungjawabnya dalam pembelajaran seni musik kepada yang bersangkutan.

3. Bagi Dinas terkait, hasil penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan barkaitan dengan pengadaan tenaga pengajar di bidang seni musik di setiap sekolah, sehingga tidak ”memaksa” Kepala Sekolah memberikan tanggungjawab pembelajaran seni budaya khususnya seni musik, tanpa pertimbangan kompetensi.

4. Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang mempunyai program pendidikan seni musik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan untuk penerapan kurikulum yang tepat dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan di lapangan.

5. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan pengembangan diri, serta menjadi landasan untuk penelitian terkait berikutnya.

E. Metode Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang kompetensi guru Seni Budaya pada jenjang Sekolah Menengah Tingkat Atas di kota Pontianak Kalimantan Barat, dalam pembelajaran seni musik. Untuk mendapatkan deskripsi tentang kompetensi guru diperlukan data berupa fakta-fakta aktual dan berbagai macam informasi terkait dengan kompetensi profesional dan pedagogik


(18)

15

responden penelitian. Dalam penelitian ini peneliti hanya melihat dan melaporkan secara deskriptif hasil penelitian tentang bagaimana kompetensi yang dimiliki responden penelitian dalam pembelajaran seni musik, melalui data yang alami. Data alami yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari responden penelitian dalam melaksanakan pembelajaran pada materi seni musik, tanpa ada perlakuan khusus, intervensi, maupun dikondisikan dalam bentuk apapun sebelum maupun selama penelitian dilaksanakan.

Berdasarkan pertimbangan pada hal-hal di atas, maka peneliti beranggapan bahwa metode yang paling tepat untuk mengungkap seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah menggunakan desain deskriptif kualitatif. Pendekatan secara kualitatif dipilih karena penelitian ini akan mendeskripsikan tentang bagaimana kompetensi guru Seni Budaya secara kualitas, bukan mengukur secara kuantitas kompetensinya. Dalam penelitian ini diungkap dan dideskripsikan data tentang kompetensi guru Seni Budaya dalam melaksanakan pembelajaran seni musik di SMA Kota Pontianak, yang terdiri dari kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional.

F. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di kotamadya Pontianak, yang merupakan ibukota provinsi Kalimantan Barat. Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa: (1) terdapat fenomena yang meresahkan peneliti tentang pembelajaran musik di lokasi tersebut, (2) belum pernah dilakukan penelitian tentang hal yang sama di lokasi tersebut, dan (3) sebagai bentuk kontribusi


(19)

16

peneliti sebagai pendidik yang tinggal di lokasi tersebut. Berdasarkan observasi di lapangan, ketersediaan guru untuk mata pelajaran Seni Budaya di kota Pontianak sangat terbatas, dari jumlah 40 SMA yang ada di Pontianak, guru seni budaya yang mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang yang diampunya tidak mencapai angka 10 persen. Kondisi ini mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana kompetensi yang mereka miliki, terutama kompetensi profesional dan pedagogis dalam pembelajaran seni musik.

Dalam penelitian ini ada tiga orang guru yang dipilih secara purposif menjadi responden penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kompetensi guru seni budaya dalam pembelajaran musik, maka guru seni budaya yang menjadi responden penelitian adalah yang menyelenggarakan pembelajaran musik. Guru seni budaya yang memberikan pembelajaran bidang seni selain musik, tidak dipilih sebagai responden penelitian.


(20)

54 BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang kompetensi guru Seni Budaya pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Pontianak Kalimantan Barat, dalam pembelajaran seni musik. Mengingat keleluasaan yang diberikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) dalam pelaksanaan pembelajaran, bahwa guru dan atau sekolah dapat memilih bidang seni sesuai dengan potensi yang dimilikinya, maka berkaitan dengan hal tersebut, peneliti hanya melakukan penelitian terhadap guru yang memberikan materi pembelajaran seni musik. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang kompetensi profesional dan pedagogis guru seni budaya di SMA kota Pontianak Kalimantan Barat dalam pembelajaran musik.

Untuk mendapatkan deskripsi tentang kompetensi guru diperlukan data berupa fakta-fakta aktual dan berbagai macam informasi terkait dengan kompetensi profesional dan pedagogik responden penelitian. Dalam penelitian ini peneliti hanya melihat dan melaporkan secara deskriptif hasil penelitian tentang bagaimana kompetensi yang dimiliki responden penelitian dalam pembelajaran seni musik, melalui data yang alami. Data alami yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari responden penelitian dalam melaksanakan pembelajaran pada materi seni musik,


(21)

55

tanpa ada perlakuan khusus, intervensi, maupun dikondisikan dalam bentuk apapun sebelum maupun selama penelitian dilaksanakan.

Beradasarkan pertimbangan pada hal-hal di atas, maka peneliti beranggapan bahwa metode yang paling tepat untuk mengungkap seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah menggunakan desain deskriptif kualitatif. Paradigma kualitatif dipilih, karena penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang bagaimana kompetensi guru Seni Budaya secara kualitas, bukan mengukur secara kuantitas kompetensinya. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Susan dalam Sutarmanto (2008), yang mengatakan bahwa: Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, memaparkan permasalahan-permasalahan natural dan empirik yang memiliki variabel-variabel yang luas. Sugiyono (2009) juga menjelaskan bahwa, dalam penelitian kualitatif data yang terkumpul dan juga analisisnya lebih bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif juga bersifat naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Obyek atau subyek yang alamiah adalah yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti, dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek yang diteliti.

Sebagai penelitian yang berlandaskan filsafat postpositivisme, penelitian kualitatif juga disebut sebagai paradigma interpretatif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holisitik atau utuh, kompleks,


(22)

56

dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). Sejalan dengan paradigma kualitatif, instrumen dalam penelitian ini adalah orang (human instrumen), yaitu peneliti sendiri, yang mewawancarai, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti yaitu tentang pembelajaran musik, sehingga lebih jelas dan bermakna. Dalam penelitian ini diungkap dan dideskripsikan data tentang kompetensi guru Seni Budaya dalam melaksanakan pembelajaran seni musik di SMA Kotamadya Pontianak, yang terdiri dari kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di kotamadya Pontianak, yang merupakan ibukota provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan observasi lapangan, ketersediaan guru untuk mata pelajaran Seni Budaya di kota Pontianak sangat terbatas. Berdasarkan data-data yang berhasil dihimpun peneliti, di Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi Kalimantan Barat, guru Seni Budaya pada jenjang SMA yang mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang yang diampunya boleh dikatakan hampir tidak ada. Dari jumlah 40 SMA yang ada di Pontianak, yang menyelenggarakan pembelajaran dengan materi seni musik hanya empat sekolah, yaitu: 1) SMA Negeri 3, 2) SMA Gembala Baik, 3) SMA Santo Paulus, dan 4) SMA Santo Petrus. Guru-guru yang menyelenggarakan pembelajaran materi seni musik dari empat sekolah tersebut, hanya satu orang yang mempunyai latar belakang


(23)

57

pendidikan seni musik, dan itupun berasal dari seni murni bukan dari lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Kasubag Kepegawaian Dinas Pendidikan Kota Pontianak, yang mengatakan bahwa:

...Kami bukan tidak membuka formasi untuk guru seni musik, karena memang yang banyak permintaan dari sekolah adalah seni musik dan seni tari, tapi setiap dibuka formasi pendaftarnya yang tidak ada. Terakhir kami tidak batasi, pokoknya seni, yang mendaftar hanya satu orang dan itupun dari seni karawitan yang sebetulnya kurang cocok untuk di sini (Pontianak), tapi mau tak mau harus kami terima karena memang tidak ada yang lain. (Wawancara, 11 Mei 2010)

Dari gambaran di atas dapat dibayangkan kondisi pendidikan seni musik di sekolah-sekolah, khususnya pada jenjang SMA di Pontianak Kalimantan Barat. Guru seni musik yang berlatar belakang pendidikan seni musik dari lulusan LPTK merupakan ”barang langka” di sekolah-sekolah, khususnya pada jenjang SMAdi kota Pontianak. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pemenuhan kebutuhan akan guru seni musik di kota Pontianak hanya berharap pada lulusan dari luar Kalimantan Barat, seperti dari pulau Jawa, Sumatera, maupun dari tempat lain. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada daya serap guru seni baik di Jawa maupun di Sumatera, atau daerah guru tersebut berasal. Jika daya serap di kedua daerah tersebut masih tinggi, maka kebutuhan akan guru seni di Kalimantan Barat akan sulit terpenuhi.

Antisipasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota juga dirasa terlambat untuk bekerja sama dengan LPTK di luar Kalimantan Barat yang menyelenggarakan


(24)

58

pendidikan seni, yaitu untuk memberikan beasiswa kepada putra daerah mengikuti pendidikan di lembaga tersebut, kemudian setelah lulus kembali ke daerah masing-masing. Seperti yang telah dilakukan kabupaten Landak yang telah mengirim sejumlah putra daerahnya untuk dididik menjadi guru seni. Di Kalimantan Barat sendiri atau bahkan untuk provinsi yang lain di Kalimantan, baru berdiri satu Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura pada tahun 2008. Dengan demikian untuk dapat mulai mengisi kebutuhan formasi guru seni di seluruh kota dan kabupaten yang ada di Kalimantan Barat, diperkirakan paling cepat pada tahun 2012 yang akan datang.


(25)

59

Tabel 3.1. Sekolah Menengah Atas di kota Pontianak

2. Responden Penelitian

Data yang berhasil dihimpun peneliti, dari 40 SMA di Kota Pontianak hanya empat orang guru yang memberikan materi pembelajaran seni musik di sekolahnya. Sekolah-sekolah yang lain pada umumnya memberikan materi seni rupa, seni tari, dan seni drama/teater. Empat orang guru yang dimaksud di atas adalah dari: 1) SMA Negeri 3, 2) SMA Gembala Baik, 3) SMA Santo Paulus, dan 4) SMA Santo Petrus.


(26)

60

Dengan demikian ada tiga orang guru seni budaya yang dijadikan responden dalam penelitian ini. Dari hasil wawancara tiga orang guru sekolah-sekolah tersebut yang merupakan responden penelitian, mempunyai latar belakang pendidikan sebagaimana dijelaskan berikut ini.

a. Guru SMA Negeri 3

Guru SMAN 3 sebagai responden penelitian pertama (selanjutnya disebut dengan Sby. 1), mempunyai latar belakang pendidikan seni dari Institut Seni Indonesia Surakarta (dahulu Sekolah Tinggi Seni Indonesia), Jurusan Karawitan. Namun yang bersangkutan akhirnya menyeleseaikan studinya dengan mengambil musik kontemporer pada Jurusan Etnomusikologi. Hal tersebut seperti dikatakan yang bersangkutan pada waktu wawancara, 19 April 2010, yaitu bahwa:

Latar belakang saya adalah dari ISI kalau dulu namanya STSI, saya dulu di jurusan Seni Karawitan, tetapi tugas akhir akhirnya saya ambil kontemporer. Karena ada beberapa mata kuliah yang harus diambil untuk masuk ke Etno, maka saya jalani, bagi saya hal tersebut tidak masalah. Dan Alhamdulillah pada tugas akhir saya dapat nilai 4. (Wawancara, 19 April 2010)

Sebelum menjadi guru Sby.1 sempat menjalani kehidupan sebagai seniman musik karawitan di lingkup keraton, hingga mendapat gelar Kanjeng Raden Lurah (KRL) Madya Pangrawit (observasi, 14 April 2010). Gelar tersebut merupakan gelar yang diberikan oleh keraton Surakarta, sebagai penghargaan dan sekaligus merupakan jenjang atau tingkatan kepiawaian atau penguasaan sesorang terhadap musik gamelan. Sby. 1 melamar sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yaitu sebagai guru, dengan bermodalkan Akta IV yang


(27)

61

diperolehnya dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura Pontianak. Kuliah untuk memperoleh Akta IV tersebut ditempuhnya selama enam bulan (satu semester). Seperti dikatakannya dalam suatu wawancara:

...Untuk yang kaitannya saya mengajar, karena saya dari latar belakang kesenimanan maka saya mengambil akta IV yang saya tempuh selama setengah tahun, tiga bulan teori, tiga bulan praktek. Maka saya merasa masih kurang dalam ilmu mengajarnya. Berkaitan dengan itu ada hubungannya dengan saya kuliah saat ini (yang bersangkutan tengah mengikuti pendidikan S2 Teknologi Pengajaran di Universitas Tanjungpura). Saya ingin mencari tahu, sebenarnya ilmu tentang kependidikan itu yang bagaimana to...

(Wawancara, 19 April 2010)

Sebelum menjadi guru Seni Budaya di SMA 3, Sby. 1 sempat mengajar di Universitas Negeri Surakarta pada Fakultas Sastera dan Universitas Satya Wacana Salatiga pada Fakultas Seni Pertunjukan. Minatnya dalam dunia pendidikan diseriusinya dengan mengikuti kuliah jenjang S2 pada Program Studi Teknologi Pengajaran di Universitas Tanjungpura Pontianak. Yang bersangkutan menginginkan bahwa mengajar bukan hanya sebagai sekedar rutinitas untuk memenuhi kewajiban saja, namun lebih dari itu ingin lebih mengetahui konsep dasar keilmuannya, sehingga akan mampu mengajar dengan baik dan benar. Hal ini disadarinya mengingat yang bersangkutan bukan berlatar belakang pendidikan seni musik dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, namun dari seni murni yaitu Etnomusikologi.


(28)

62 b. Guru SMA Gembala Baik

Latar belakang pendidikan responden penelitian 2 (selanjutnya disebut dengan Sby.2) adalah kebalikan dari Sby.1, yaitu Jika Sby.1 mempunyai latar belakang pendidikan seni musik namun tidak mempunyai latar belakang pendidikan keguruan, sementara Sby.2 mempunyai latar belakang pendidikan keguruan tetapi tidak mempunyai latar belakang pendidikan seni musik. Yang bersangkutan justru mempunyai latar belakang pendidikan D3 Pendidikan Bahasa Inggris yang diperolehnya di FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak. Kemudian setelah dua tahun mengajar di SMA Gembala Baik, untuk memenuhi ketentuan dari yayasan yang bersangkutan kembali kuliah untuk memperoleh gelar S1 Pendidikan Bahasa Inggris pada Universitas yang sama. Ini seperti yang diungkapkannya pada waktu wawancara, bahwa:

...Sebenarnya latar belakang saya itu dari Diploma 3 Bahasa Inggris, lalu sesudah itu karena ada persyaratan dari yayasan dan juga dari pemerintah bahwa guru harus S1, akhirnya saya masuk kembali untuk penyesuaian, kuliah S1 dan tetap di bahasa Inggris. Kemudian saya ngajar Bahasa Inggris kelas X dan kelas XI... (Wawancara, 7 April 2010)

Setelah berjalan beberapa waktu, ternyata tenaganya lebih dibutuhkan sebagai guru seni musik, sehingga yang bersangkutan mengajar seni musik. Kemampuannya di bidang seni musik diperolehnya pada waktu menjadi mahasiswa, yaitu melalui berbagai kegiatan seni salah yang satunya adalah sebagai anggota paduan suara. Dari kegiatan tersebut yang bersangkutan mulai menekuni musik yang juga dilandasi


(29)

63

dengan minat dan kecintaannya pada seni musik. Sertifikat mengajar yang diperolehnya juga sebagai guru seni budaya, yang lulus pada sertifikasi tahap pertama melalui penilaian portofolio tanpa melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), dengan perolehan skor yang cukup tinggi yaitu 1600. Dalam wawancara yang dilakukan di kediamannya, bersangkutan menjelaskan sebagai berikut:

...Pada perkembangannya ternyata yang langka justru guru seni, kebetulan waku mahasiswa saya juga penggemar seni termasuk menjadi anggota paduan suara yang dibentuk oleh Pak Aloysius Mering (Dr. Aloysius Mering adalah dosen pada FKIP Untan yang sekaligus merupakan tokoh musik di Kalimantan Barat). Dari situ saya mulai menekuni musik hingga saya menerbitkan satu buku yang diwajibkan di daerah (di kabupaten asal yang

bersangkutan). Waktu sertifikasi saya juga lulus portofolio sebegai guru seni. (Wawancara, 7 April 2010)

c. Guru SMA Santo Petrus

Guru Seni Budaya dari SMA Santo Paulus sebagai responden penelitian 3 (selanjutnya disebut Sby.3) mempunyai latar belakang pendidikan yang sangat berbeda dengan Sby. 1 dan Sby.2. Latar belakang pendidikan Sby.3 tidak ada kaitannya dengan mata pelajaran yang sekarang diampunya, yaitu Seni Budaya. Yang bersangkutan sebetulnya menempuh pendidikan tingginya berkaitan dengan persiapannya untuk menjadi Pastor. Yang bersangkutan menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Theologi di bawah naungan Universitas Katholik Sumatera Utara, namun tidak sampai selesai dan akhirnya keluar. Karena aktivitasnya dalam kegiatan paduan suara di gereja, kemudian dari keuskupan menugaskan yang


(30)

64

bersangkutan untuk kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Namun hal tersebut juga tidak dapat terlaksana, karena pada waktu sampai di Yogyakarta ternyata tes seleksi di ISI Yogyakarta telah selesai. Hal di atas dijelaskan oleh yang bersangkutan ketika ditanya tentang latar belakang pendidikan, yaitu sebagai berikut:

...Sebetulnya saya bukan dari profesi guru. Saya dulu kuliah di Filsafat Theologi untuk menjadi calon Pastor, namun putus tidak sampai selesai, saya menarik diri. Lalu kebetulan di keuskupan Sibolga dibutuhkan tenaga, saya ditugasan menuntut ilmu di ISI Yogya. Namun karena jarak dari Nias ke Yogya yang jauh dan saya tidak punya akses kesana, ternyata setelah sampai di sana tes di ISI telah selesai... (Wawancara, 15 April 2010)

Pada akhirnya Sby.3 ditugaskan oleh keuskupan untuk mengikuti kursus musik di Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta. Selesai mengikuti kursus di PML selama kurang lebih dua tahun, yang bersangkutan kembali ke Sibolga, membantu menotasikan lagu-lagu Gregorian untuk kepentingan gereja. Selain itu yang bersangkutan juga aktif melatih paduan suara gereja. Kemudian setelah yang bersangkutan tidak diterima lamarannya untuk mengajar di salah satu SMA Katholik di Sibolga, akhirnya meninggalkan tanah Nias menuju Pontianak Kalimantan Barat. Sebelum menjadi guru di SMA Santo Paulus Sby.3 sempat bekerja di perusahaan. Hal tersebut yang melatarbelakangi yang bersangkutan mengikuti kuliah di jurusan Akutansi, Universitas Widya Dharma Pontianak, yang masih dijalaninya hingga saat dilaksanakannya penelitian ini. Hal di atas dijelaskan Sby.3 pada waktu ditanyakan latar belakang pengetahun musik yang dimilikinya, serta mengapa tidak mengambil kuliah di kependidikan, tapi justru di Akutansi, seperti dikatakannya:


(31)

65

...Setelah gagal masuk ISI saya ditugaskan untuk mengikuti kursus di Pusat Musik Liturgi (PML) Yogya. Karena satu hal yaitu... (Ybs.3 menjelaskan panjang lebar alasannya), akhirnya saya ke Pontianak dan bekerja di perusahaan. Oleh karena itu saya merasa perlu disiplin ilmu lain, maka saya kuliah di jurusan Akutansi Unversitas Widya Darma Pontianak, kemudian transfer ke Manajemen. Dan ini (kuliah tersebut) harusnya sudah selesai, tapi nyatanya sampai sekarang masih belum selesai juga.

(Wawancara, 15 April 2010)

Dilihat dari latar belakang pendidikan formal Sby.3, disiplin ilmu yang digelutinya dalam kuliah tidak ada yang berkaitan atau mendukung secara langsung terhadap profesi yang sedang dijalaninya saat ini. Bekal pengetahuan tentang seni musik justru diperolehnya, selain melalui kursus di Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta, yang bersangkutan banyak belajar dari Bruder Claudeus, seorang sarjana musik dari Jerman yang bekerja di keuskupan Sumatera Utara. Selain itu kemampuan musikalnya juga ditunjang dengan aktivitasnya sebagai pelatih paduan suara gereja-gereja.

B. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menggali dan mengumpulkan seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik yang dipandang tepat serta saling mendukung dan melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Guna keperluan tersebut maka teknik-teknik yang dipilih adalah; 1) wawancara; 2) observasi, dan 3) Studi dokumentasi. Hal tersebut dengan pertimbangan bahwa data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari berbagai data yang sifatnya berbeda,


(32)

66

sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan satu teknik saja dalam pengambilan data. Sebagai contoh teknik observasi tidak akan mampu menjangkau untuk menggali data berupa prestasi di bidang musik yang telah dicapai. Hal tersebut lebih tepat digali melalui studi dokumentasi. Demikian juga data tentang praktek pembelajaran di dalam kelas, lebih tepat menggunakan teknik observasi yang didukung melalui wawancara. Secara lebih kongkrit tentang proses pengambilan data dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagaimana berikut ini. 1. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang responden sebagai responden penelitian. Sebagaimana dikatakan Sugiyono (2009: 137) bahwa wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti , dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2009: 138) juga mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview adalah sebagai berikut.

(1) Bahwa responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri; (2) bahwa apa yang dinyatakan oleh responden kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya; (3) bahwa interpretasi responden tentang


(33)

pertanyaan-67

pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Sisi negatif atau kelemahan dari teknik wawancara dalam penelitian ini dinetralisir dengan teknik yang lain yaitu observasi. Seperti dikatakan oleh Alwasilah (2008: 154) bahwa kelemahan wawancara atau interview adalah responden bisa saja tidak jujur atau enggan berterus terang untuk menjawab sesuatu yang sensitif atau membahayakan dirinya. Dalam hal ini responden akan cenderung mempunyai kesimpulan, bahwa peneliti menginginkan responden menjawab sesuai dengan keinginan peneliti.

Wawancara ini dilakukan terhadap tiga orang guru seni budaya yang melaksanakan pembelajaran seni musik sebagai responden utama penelitian, yaitu guru seni budaya SMA Negeri 3 Pontianak, SMA Gembala Baik, dan SMA Santo Paulus. Wawancara ini digunakan untuk mengungkap data tentang latar belakang pendidikan responden penelitian, perencanaan pembelajaran yang dilakukan, penguasaan materi pembelajaran, dan data-data pendukung lain yang diperlukan. Data-data tersebut untuk mendapatkan gambaran tentang kompetensi responden penelitian dalam pembelajaran seni musik. Wawancara juga dilakukan terhadap beberapa siswa yang menjadi peserta didik responden penelitian, untuk mengetahui respon dari siswa terhadap proses pembelajaran seni musik di kelas, yang dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan. Selain itu juga dilakukan wawancara


(34)

68

terhadap kepala sekolah untuk mendapatkan data pelengkap. Data wawancara dengan kepala sekolah dan siswa juga akan digunakan sebagai data pembanding, terhadap informasi yang didapatkan dari sumber utama, yaitu responden penelitian.

2. Observasi

Dalam teknik observasi ini, peneliti mengamati secara langsung pelaksanaan pembelajaran seni musik di dalam kelas, dan mencatat hal-hal yang dirasa penting sebagai catatan dalam pembelajaran tersebut. Teknik ini untuk menggali data dari responden penelitian yang tidak tergali atau terungkap melalui wawancara. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2009: 145), yang mengatakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang paling penting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Dalam observasi ini peneliti hanya memposisikan diri sebagai pengamat, tidak ikut berpartisipasi maupun mengintervensi pada pelaksanaan pembelajarannya (nonparticipant observation), dengan tujuan proses pembelajaran tersebut dapat berjalan secara alami. Tahapan yang dilakukan peneliti mengikuti alur yang digambarkan oleh Sugiyono (2009: 230), yang membagi observasi menjadi tiga tahapan, sebagaimana gambar pada halaman berikut.


(35)

69

Bagan 3.1. Tahapan Oservasi

Diadaptasi dari Sugiyono (2009: 230)

Observasi ini bersifat terstruktur, dimana peneliti telah merancang secara sistematis dalam bentuk instrumen. Seperti dikatakan Sugiyono (2009: 228) bahwa observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan, dan dimana tempatnya. Variabel yang diamati dalam observasi ini adalah kompetensi pedagogis dan kompetensi profesional responden penelitian. Observasi ini dilakukan pada waktu responden penelitian melaksanakan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas, yang dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni, dengan menyesuaikan jadwal mengajar responden bersangkutan. Teknik observasi ini digunakan untuk mengungkap tentang interaksi responden dengan siswa, metode pembelajaran yang digunakan, pengelolaan kelas, dan aplikasi rencana pembelajaran dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh responden penelitian. Selain itu teknik obesrvasi ini juga menjadi alat untuk mengungkap data yang tidak terungkap melalui wawancara, dan sekaligus sebagai pembanding.

Tahap Seleksi

Mengurai fokus: Menjadi komponen yang lebih rinci

Tahap Deskripsi

Memasuki situasi sosial: ada tempat, aktor, dan aktivitas

Tahap Reduksi

Menentukan fokus: memilih diantara yang telah dideskripsikan

adfghmnst

1234579

O s x 3 4 5 > < ad

d t g h X d H ng 1

2 u d N x 79 K ds t

mxm @h V &B

O X H N K V B M

Adtghdngdfdsmxm


(36)

70 3. Analisis Dokumen

Teknik analisis dokumen ini diperlukan sebagai data atau bukti pendukung untuk membantu melengkapi, sekaligus berfungsi untuk pengecekean terhadap data yang diperoleh melalui teknik yang lain. Analisis dokumen ini sangat diperlukan, seperti dikatakan oleh Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2008:156) yang merinci adanya enam alasan, pentingnya analisis dokumen yaitu sebagai berikut:

(1) Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, sekalipun dokumen itu tidak lagi berlaku; (2) dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadapa tuduhan atau kekeliruan interpretasi; (3) dokumen itu sumber yang alami, bukan hanya muncul dari konteksnya tapi juga menjelaskan konteks itu sendiri; (4) dokumen itu relatif mudah dan murah, dan terkadang dapat diperoleh dengan cuma-Cuma; (5) dokumen itu sumber data yang non-reaktif. Tatkala responden reaktif dan tidak bersahabat, peneliti dapat beralih ke dokumen sebagai solusi; dan (6) dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh lewat interviu atau observasi.

Dokumentasi yang yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti berupa perangkat mengajar, hasil karya siswa, hasil karya guru berupa lagu dan buku, maupun berupa foto-foto. Berkas dokumen yang dikumpulkan sangat bervariasi antara responden penelitian satu dengan yang lainnya. Hal tersebut karena tidak semua responden penelitian masing-masing mempunyai dokumentasi yang lengkap, yang paling menonjol dalam hal ini adalah perangkat mengajar yang tidak semua responden penelitian membuatnya.


(37)

71 C. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan tiga tahapan penelitian, yang meliputi: 1) tahap orientasi lapangan, 2) tahap eksplorasi, dan 3) tahap pengecekan (member check). Tahapan-tahapan dalam penelitian ini lebih lanjut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap Orientasi Lapangan

Tahapan ini merupakan tahapan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk pengambilan data, dengan melakukan hal-hal sebagaimana berikut di bawah ini.

a. Melakukan pendekatan dengan Dinas Pendidikan Kota Pontianak, terutama melalui Kabid SMA, Kepala SMA, serta Guru Seni Budaya di lingkungan kota Pontianak, untuk mendapatkan informasi tentang guru Seni Budaya yang memberikan materi pembelajaran musik di sekolahnya, termasuk juga informasi lain yang dianggap perlu.

b. Mempersiapkan pedoman untuk wawancara dan observasi sebagai instrumen penelitian, dengan format dan isi yang telah mendapatkan persetujuan pembimbing penelitian.

c. Melakukan uji coba instrumen terhadap responden yang berbeda dengan responden penelitian untuk mengecek validitas instrumen. Uji coba ini dilakukan terhadap salah satu guru seni budaya yang mengajar materi musik di salah satu sekolah di Bandung.


(38)

72

d. Membuat kesepakatan dengan responden penelitian tentang jadual wawancara dan observasi yang akan dilakukan. Hal ini sangat penting karena saat dilakukan penelitian bertepatan dengan waktu-waktu sibuk di sekolah termasuk juga para guru, yaitu persiapan menghadapi Ujian Nasional dan Ujian Sekolah. Meskipun Seni Budaya tidak masuk dalam bidang studi yang di-Ujian Nasional-kan, namun guru yang bersangkutan juga terkait dengan kegiatan mengawas ujian secara silang di sekolah lain. Karena alasan tersebut, maka pelaksanaa kegiatan belajar mengajar di kelas juga ditiadakan.

2. Tahap Eksplorasi

Dalam tahap ini peneliti melakukan koleksi data sesuai dengan yang telah direncanakan dalam tahap orientasi. Kegiatan ini meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a. Wawancara, dilakukan terhadap guru seni budaya yang merupakan responden penelitian sebagai sumber utama, Kepala Sekolah, dan siswa peserta didik pembelajaran seni musik sebagai sumber pendukung.

b. Observasi, yaitu dengan mengamati kegiatan belajar mengajar pada materi pembelajaran musik, dari mulai persiapan, pelaksanaan, hingga diakhirinya proses pembelajaran. Observasi dilakukan terhadap responden penelitian, siswa sebagai peserta didik, metode, media, dan interaksi di dalam kelas selama pembelajaran. Observasi dilakukan lebih dari satu kali, dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan lebih valid. Observasi juga dilakukan


(39)

73

bukan hanya di dalam kelas, namun mengikuti kegiatan siswa yang telah diagendakan oleh guru di salah satu sanggar seni, karena sarana berupa instrumen musik yang akan dilatihkan tidak terdapat di sekolah yang bersangkutan.

c. Analisis dokumen, baik berupa piagam, sertifikat, hasil karya musik guru maupun siswa, foto, dokumentasi audio, maupun dokumentasi audio-visual yang ada kaitannya dengan responden penelitian dalam proses pembelajaran musik di sekolah.

3. Tahap Pengecekan (Member Check)

Dalam tahap ini peneliti melakukan kegiatan pengecekan data, baik kebenaran maupun kelengkapan data yang telah diperoleh. Data yang masih kurang lengkap atau belum meyakinkan, akan dilakukan konfirmasi ulang atau meminta penjelasan lebih lanjut terhadap responden penelitian maupun pihak-pihak lain yang berkaitan dengan responden penelitian. Secara rinci kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Konfirmasi data dengan semua sumber data yang ada untuk mendapatkan kepastian pada data-data yang yang masih meragukan, selain itu juga untuk mendapatkan persetujuan dari sumber data, terhadap data-data yang telah diberikannya.


(40)

74

b. Mendiskusikan hal-hal yang perlu dengan sumber data untuk meyakinkan peneliti, sehingga tidak ada salah tafsir pada data-data yang masuk, yang dapat menyebabkan data menjadi tidak valid.

Melakukan cross-check terhadap data yang sama yang diperoleh melalui sumber yang berbeda, untuk membandingkan dan memperoleh titik temu jika ada data-data yang berbeda.

D. Uji Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan guna mendapatkan data yang mempunyai tingkat keterpercayaan, atau data yang dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya. Sugiyono (2009: 270) menyebutkan ada enam hal yang dapat dilakukan untuk uji kredibilitas data, yaitu melalui: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.

Untuk uji kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, yaitu: 1) perpanjangan pengamatan, 2) triangulasi data, 3) diskusi dengan rekan sejawat, 4) menggunakan bahan referensi, dan 5) member check . Tentang cara-cara pengujian kredibilitas dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:


(41)

75 1. Perpanjangan pengamatan

Perpanjangan pengamatan dalam penelitian ini dilakukan dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan data yang dianggap masih belum lengkap dan agak meragukan. Peneliti kembali melakukan wawancara pada sumber utama maupun sumber pendukung yaitu Kepala Sekolah dan siswa peseta didik. Pada kegiatan ini peneliti tidak melakukan observasi proses pembelajaran di dalam kelas karena untuk pembelajaran materi seni musik di kelas tidak dilakukan lagi. Aktivitas siswa lebih terfokus pada program latihan dan pembuatan karya yang dilakukan di sanggar maupun secara mandiri di sekolah.

2. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengecekan data dari berbagai sumber data dan dengan berbagai cara. Sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2009: 273) bahwa, triangulasi dapat dilakukan dengan: 1) triangulasi sumber, 2) triangulasi teknik, dan 3) triangulasi waktu. Triangulasi sumber, dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber utama yaitu responden penelitian, dengan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan responden penelitian, seperti: kepala sekolah, guru lain, dan siswa. Data dari ketiga sumber dalam penelitian ini dideskripsikan dan dikategorisasikan terhadap hal-hal atau pandangan yang sama, berbeda, dan hal-hal yang spesifik. Triangulasi teknik, dalam penelitidian ini lakukan dengan


(42)

76

membandingkan data dari data dari responden penelitian, yang diambil dengan cara wawancara, observasi, dan analisis dokumen yang bersangkutan. Sedangkan triangulasi waktu dilakukan dengan membandingkan wawancara 1 dan 2, serta observasi 1, 2, dan 3 terhadap responden penelitian yang sama, yang dilakukan pada waktu yang berbeda. Ketiga triangulasi tersebut di atas dapat diilustrasikan pada gambar pada halaman berikut ini.

Bagan 3.2. Triangulasi sumber data

WAWANCARA Kepala

Sekolah

Guru Seni Budaya


(43)

77

Bagan 3.3. Triangulasi teknik pengumpulan data

Bagan 3.4. Triangulasi Waktu

Observasi Wawancara

Analisis data

Wawancara 1

Observasi 1

Wawancara 2

Observasi 2

Observasi 3

Sumber Data

Responden Penelitian


(44)

78 3. Diskusi dengan rekan sejawat

Setelah data terkumpul kemudian didiskusikan dengan teman-teman mahasiswa musik seangkatan, di Prodi Pendidikan Seni Pascasarjana UPI dalam bentuk diskusi kelompok kecil. Diksusi dalam kelompok yang lebih besar menemui kendala sehingga tidak dapat dilakukan, berkaitan dengan kesibukan masing-masing yang juga sedang dalam tugas penyelesaian tesisnya. Dari kegiatan tersebut didapat beberapa koreksi dan masukan, antara lain tentang pengelompokkan data berkaitan dengan fungsi dan sumber, transfer data mentah dalam format audio, tentang penyajian atau display data, dan sebagainya. Koreksi dan masukan tersebut sangat berguna dalam rangka perbaikan draft tesis, sebelum ditulis dalam bentuk laporan penelitian.

4. Menggunakan bahan referensi

Bahan referensi yang digunakan dalam penelitian ini berupa rekaman wawancara, baik dari sumber utama maupun sumber lainnya yang berkaitan dengan responden penelitian, video observasi kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas, dan foto-foto kegiatan maupun media pembelajaran yang dimiliki masing-masing sekolah. Bahan referensi tersebut digunakan sebagai pendukung data yang berasal dari wawancara dan observasi, sehingga didapat data yang meyakinkan atau valid.


(45)

79 5. Member check

Member check dilakukan karena ada beberapa data yang perlu konfirmasi ulang terhadap pemberi data. Dengan demikian data yang didapat dan digunakan dalam penulisan laporan juga sesuai dengan apa yang dimaksud oleh sumber data. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Sugiyono (2009), yaitu bahwa apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data, berarti adanya data tersebut sudah valid.

E. Analisis Data

Analisis data penelitian ini dilakukan dengan mengikuti alur analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman (1992: 15–20), yang mengemukakan bahwa kegiatan analisis dimulai dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan/verifikasi. Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, dalam arti analisis dilakukan pada saat data awal sudah ada, disusul data berikutnya, dan seterusnya, tanpa menunggu hingga data terkumpul semua. Analisis dilakukan mulai dari data wawancara untuk mengetahui latar belakang kompetensi responden penelitian dalam pembelajaran seni musik, data yang diperoleh melalui observasi, maupun analisis terhadap dokumen-dokumen terkait. Rangkaian kegiatan dimaksud di atas secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini.


(46)

80 1. Reduksi Data (Data Reduction)

Pada tahap ini penulis melakukan perangkuman, pemilahan dan pemilihan terhadap hal-hal yang pokok dari terhadap data yang masuk, kemudian memfokuskan pada hal-hal yang penting.. Kegiatan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan data yang telah masuk, yang dimulai dari data awal hingga sampai pada data pelengkap. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa reduksi data dari awal, akan dapat memberikan gambaran yang jelas pada pengambilan data berikutnya. 2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah selesai reduksi terhadap data, maka dilakukan display data dengan maksud untuk menyusun dan mengorganisasikan data dalam pola hubungan, sehingga lebih mudah dan cepat untuk dilihat dan dipahami. Display data juga dilakukan mengikuti hasil reduksi, artinya tidak langsung bersifat final, tetapi sesuai dengan input data yang telah direduksi.

3. Kesimpulan dan Verifikasi Data

Langkah ketiga analisis data dalam penelitian ini adalah pengambilan kesimpulan dan verifikasi data yang didapat di lapangan, setelah melalui proses reduksi dan display data. Kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu kesimpulan sementara dan kesimpulan akhir. Kesimpulan akhir diambil setelah dilakukan verifikasi terhadap data yang ada, dan dianggap tidak ada lagi data lain


(47)

81

yang berpengaruh terhadap penelitian, sehingga dapat mengakibatkan hasil penelitian menjadi bias. Hasil kesimpulan dalam penelitian ini tidak bersifat menggeneralisir, namun lebih bersifat spesifik dan relatif sesuai dengan lingkup yang telah difokuskan dalam penelitian ini. Hal-hal yang dilakukan berkaitan dengan reduksi data, display data, dan kesimpulan/verifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diilustrasikan melalui bagan pada halaman berikut ini.


(48)

82

Bagan 3.5. Ilustrasi Reduksi, Display, dan Kesimpulan/ Verifikasi Data

Reduksi Data

Penyajian Data (Data Display)

Data yang diperoleh di lapangan

Data berkait kompetensi pedagogis

Data berkait kompetensi profesional

Data yang belum diperlukan

Kompetensi Pedagogis

Kompetensi Profesional

Proses Pembelajaran Seni Musik

Kesimpulan dan verifikasi Data

Guru Seni Budaya


(49)

150 BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan awal yang diajukan, penelitian ini difokuskan pada masalah kompetensi guru seni budaya dalam pembelajaran seni musik pada jenjang SMA di Kotamadya Pontianak Kalimantan Barat. Kompetensi dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi pedagogis dan kompetensi profesional. Kompetensi Pedagogik dimaksud yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi profesional yaitu kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.

Dari hasil penelitian di lapangan diperoleh fakta bahwa jumlah guru seni budaya yang berlatar belakang seni sangat sedikit. Bahkan guru seni budaya yang menyelenggarakan pembelajaran musik, dan mempunyai latar belakang pendidikan musik dapat dikatakan tidak ada. Jika di kota Pontianak sebagai ibukota provinsi kondisinya demikian, maka sulit dibayangkan kondisi daerah lain di Kalimantan Barat. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, mengingat pendidikan seni memiliki peran cukup berat membentuk pribadi peserta didik yang harmonis


(50)

151

dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan.

Pembelajaran seni musik sesungguhnya merupakan hal yang tidak mudah dilakukan, karena mempelajari sesuatu yang tidak kasat mata, sesuatu yang abstrak, yang tidak mudah untuk dijelaskan dan divisualisasikan. Pembelajaran musik menyertakan langsung tiga ranah yang ada, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Karakteristik ini tidak dimiliki oleh semua bidang ilmu, sehingga peran seni musik juga tidak dapat tergantikan oleh bidang ilmu lain. Untuk itu guru seni musik dan juga bidang seni lain, sesungguhnya memerlukan kerja ekstra untuk merencanakan dan mempersiapkan pembelajaran dengan baik. Tanpa perencanaan dan persiapan yang baik, maka pembelajaran seni musik hanya akan menjadi hafalan teori atau latihan keterampilan saja, tanpa mampu mencapai esensi sesungguhnya yang diharapkan. Namun pada kenyataannya hal awal yang penting ini sering kurang diperhatikan atau bahkan diabaikan. Pada umumnya, guru seni budaya yang melaksanakan pembelajaran musik di kota Pontianak belum melakukan perencanaan dengan baik. Perencanaan yang dilakukan baik tertulis maupun tidak tertulis, belum menjadi suatu kebutuhan guna peningkatan pengembangan pembelajaran musik dalam jangka panjang, tetapi cenderung hanya untuk kepentingan saat itu atau sekedar memenuhi kewajiban administrasi.

Dalam pembelajaran seni musik, tahapan-tahapan sebagaimana banyak dikemukakan oleh para ahli tentang bagaimana mengenalkan, mempelajari, dan


(51)

152

memanfaatkan musik, sangat penting untuk dilakukan. Metode pembelajaran seni musik sangat penting untuk dipilah dan dipilih, untuk dapat diterapkan sesuai dengan kondisi daerah tertentu, dan dilaksanakan secara runut dan runtut. Diharapkan pembelajaran seni musik dapat berjalan secara sangkil dan mangkus untuk mencapai tujuan. Tentu saja untuk melakukan hal tersebut perlu ditunjang dengan pengetahuan tentang ilmu keguruan, sebagai fondasi seorang guru melaksanakan aktivitas pembelajaran. Pada kenyataannya pembelajaran tersebut tidak dapat terlaksana sebagaimana mestinya, karena terkendala kompetensi yang dimiliki para guru.

Musik Kalimantan Barat sebagai salah satu kajian materi seni musik yaitu musik daerah setempat, belum sepenuhnya dapat diberikan oleh semua guru musik yang ada. Hal tersebut berkaitan erat dengan kompetensi yang dimiliki guru seni bersangkutan. Permasalahan tersebut perlu mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait, karena musik daerah Kalimantan Barat sebagai salah satu unsur seni budaya daerah, merupakan salah satu penopang ketahanan Nasional. Jika musik daerah sebagai salah satu unsur seni budaya daerah mengalami kepunahan, maka pada hakikatnya ikut punah juga salah satu jati diri bangsa di daerah tersebut. Sangat minimnya guru seni budaya di Pontianak yang menguasai dan memberikan pembelajaran musik daerah Kalimantan Barat, menjadi keprihatinan yang perlu segera mendapatkan solusi, melalui strategi pembinaan untuk meningkatkan kualifikasi maupun kompetensi dalam bidang seni.


(52)

153

Apa yang dilakukan salah satu responden dalam penelitian ini dapat menjadi bahan refleksi guru seni budaya yang memberikan pembelajaran musik pada jenjang SMA di kota Pontianak. Kesadaran diri yang bersangkutan akan kelemahan yang dimilikinya, kemudian mengatasinya dengan mendatangkan ahli di bidang seni tertentu, sangat membawa manfaat baik bagi peserta didik maupun bagi yang bersangkutan sendiri. Inisiatif yang diimbangi dengan motivasi yang kuat untuk memajukan peserta didik, serta keikhlasan untuk mengabdikan diri pada dunia seni dan pendidikan seni, sangat membantu pengembangan diri yang bersangkutan, yang pada akhirnya berdampak positif pada kompetensi yang dicapai peserta didik. Perhatian dan kecintaan pada budaya setempat juga sangat berperan dalam usaha memahami peserta didik secara kultur, dan juga dalam rangka penanaman kecintaan pada budaya sendiri.

Pembelajaran seni yang mempunyai tugas berat dalam tujuan dan fungsinya untuk mengembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, dan hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk dengan mengembangkan kepekaan rasa, perlu didukung kompetensi guru seni yang mumpuni. Dari proses pembelajaran dan pencapaian kompetensi yang diperoleh peserta didik menunjukkan bahwa, baik kompetensi profesional maupun pedagogis guru seni budaya dalam pembelajaran musik di kota Pontianak secara umum masih perlu untuk ditingkatkan. Dibutuhkan segera untuk penataan dan pembinaan kompetensi guru musik, sehingga dapat melaksanakan perannya sesuai dengan tuntutan Pendidikan Nasional. Jika hal tersebut tidak


(53)

154

dilakukan, sangat dikawatirkan akan terbentuk masyarakat kota Pontianak yang egois, kurang demokratif, kurang beradab, dan penuh pertentangan dalam kehidupan bermasyarakat, karena kurang mempunyai kepekaan rasa.

Sebagai refleksi, adanya tawuran antar sekolah, antar kelompok mahasiswa, dan bentuk-bentuk tindakan tidak terpuji lainnya yang melibatkan kurang berfungsinya olah rasa, sangat dimungkinkan sebagai akibat dari belum berhasilnya pembelajaran seni, yang belum mendapat perhatian dan ditangani secara lebih serius. Karena pendidikan seni erat kaitannya dengan pelatihan olah rasa melalui sentuhan-sentuhan kepekaan, melalui media suara, gerak, bentuk atau rupa, maupun bahasa, dengan menyertakan sisi emosi manusia.

B. Implikasi dan Saran

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki implikasi terhadap peningkatan kualitas pendidikan seni musik di kota Pontianak khususnya dan Kalimantan Barat pada umumnya. Sehingga pembelajaran seni musik dan seni pada umumnya dapat menjalankan fungsi sebagaimana yang telah diamanatkan dalam kurikulum Pendidikan Nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menyampaikan rekomendasi pada pihak-pihak terkait, terutama kepada:

1. Dinas Pendidikan Kota Pontianak

Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, bahwa di kota Pontianak sebagai ibukota provinsi Kalimantan Barat, hampir tidak ada guru yang


(54)

155

mengajar seni musik di SMA mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang yang diampunya. Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena pembelajaran seni musik maupun bidang seni pada umumnya, jika dilakukan dengan benar dapat mempunyai peran yang penting dalam pembentukan sikap dan perilaku peserta didik. Untuk itu berkait dengan guru seni budaya yang mengajar di kota Pontianak agar bisa diberikan pembinaan dan dibantu untuk memperoleh kualifikasi kompetensi pedagogis maupun kompetensi profesional. Selain itu, untuk penerimaan formasi guru seni budaya ke depan, perlu diisi oleh guru-guru yang sesuai dengan bidangnya.

2. Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Untan

Sebagai program studi yang baru berdiri dan saat ini merupakan satu-satunya program studi seni di Kalimantan, sangat penting untuk melihat kebutuhan dan tuntutan yang ada di lapangan. Dengan demikian kurikulum yang diterapkan sesuai atau dapat menjawab apa yang diperlukan di lapangan, atau menjawab tuntutan kurikulum sekolah yang berlaku, dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. Namun yang lebih prinsip adalah menyiapkan tenaga edukasi di bidang seni tari dan seni musik yang mempunyai kualitas sesuai bidang yang dipilihnya, sehingga mempunyai daya saing di masyarakat. Dengan demikian pada waktu terjun di dunia pendidikan tidak menjadi penonton tenaga pendidik dari seni non-kependidikan yang berhasil menempuh pendidikan profesi.


(55)

156 3. Sekolah Menengah Atas di kota Pontianak

Sesuai yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, maka sekolah dalam menugaskan maupun mengangkat guru baru yang akan mengajar bidang seni budaya, perlu mempertimbangkan kompetensi pedagogis dan kompetensi profesional dalam bidang seni. Hal ini tentu saja dengan pertimbangan dalam kondisi yang memungkinkan, mengingat tenaga pendidik bidang seni budaya di Kalimantan Barat masih sangat minim. Namun paling tidak telah dilakukan pertimbangan, sehingga penugasan tanggungjawab mengajar dalam bidang seni budaya tidak hanya diserahkan kepada guru yang mau, tetapi pada guru yang benar-benar mempunyai kompetensi dalam bidang tersebut.

4. Guru Seni Budaya di kota Pontianak

Bagi guru yang mengajar seni budaya di SMA, khususnya yang mengajarkan materi musik, agar bisa mendapatkan dan meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogis maupun kompetensi profesional, terutama bagi yang belum mengikuti program sertifikasi guru. Apalagi saat ini di Pontianak telah di buka Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik, yang memungkinkan bagi guru seni budaya yang akan meningkatkan kualifikasinya sebagai guru seni tari atau seni musik.

Dalam penelitian ini belum terungkap tentang kompetensi guru seni budaya bidang seni yang lain. Selain itu juga tidak menyentuh pada aspek kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru seni budaya. Untuk itu disarankan kepada


(56)

157

para peneliti lain yang mempunyai minat meneliti bidang seni budaya, untuk mengungkap hal tersebut, sehingga dapat terungkap keterkaitan semua aspek kompetensi, dan juga perbandingan dengan bidang seni yang lain. Dengan demikian dapat diketahui, bidang seni dan masalah utama apa yang perlu mendapat perhatian untuk pengembangannya, baik sarana, sumber daya manusia, maupun pendukung terkait lainnya.


(57)

(1)

153

Apa yang dilakukan salah satu responden dalam penelitian ini dapat menjadi bahan refleksi guru seni budaya yang memberikan pembelajaran musik pada jenjang SMA di kota Pontianak. Kesadaran diri yang bersangkutan akan kelemahan yang dimilikinya, kemudian mengatasinya dengan mendatangkan ahli di bidang seni tertentu, sangat membawa manfaat baik bagi peserta didik maupun bagi yang bersangkutan sendiri. Inisiatif yang diimbangi dengan motivasi yang kuat untuk memajukan peserta didik, serta keikhlasan untuk mengabdikan diri pada dunia seni dan pendidikan seni, sangat membantu pengembangan diri yang bersangkutan, yang pada akhirnya berdampak positif pada kompetensi yang dicapai peserta didik. Perhatian dan kecintaan pada budaya setempat juga sangat berperan dalam usaha memahami peserta didik secara kultur, dan juga dalam rangka penanaman kecintaan pada budaya sendiri.

Pembelajaran seni yang mempunyai tugas berat dalam tujuan dan fungsinya untuk mengembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, dan hidup rukun dalam masyarakat yang majemuk dengan mengembangkan kepekaan rasa, perlu didukung kompetensi guru seni yang mumpuni. Dari proses pembelajaran dan pencapaian kompetensi yang diperoleh peserta didik menunjukkan bahwa, baik kompetensi profesional maupun pedagogis guru seni budaya dalam pembelajaran musik di kota Pontianak secara umum masih perlu untuk ditingkatkan. Dibutuhkan segera untuk penataan dan pembinaan kompetensi guru musik, sehingga dapat melaksanakan perannya sesuai dengan tuntutan Pendidikan Nasional. Jika hal tersebut tidak


(2)

154

dilakukan, sangat dikawatirkan akan terbentuk masyarakat kota Pontianak yang egois, kurang demokratif, kurang beradab, dan penuh pertentangan dalam kehidupan bermasyarakat, karena kurang mempunyai kepekaan rasa.

Sebagai refleksi, adanya tawuran antar sekolah, antar kelompok mahasiswa, dan bentuk-bentuk tindakan tidak terpuji lainnya yang melibatkan kurang berfungsinya olah rasa, sangat dimungkinkan sebagai akibat dari belum berhasilnya pembelajaran seni, yang belum mendapat perhatian dan ditangani secara lebih serius. Karena pendidikan seni erat kaitannya dengan pelatihan olah rasa melalui sentuhan-sentuhan kepekaan, melalui media suara, gerak, bentuk atau rupa, maupun bahasa, dengan menyertakan sisi emosi manusia.

B. Implikasi dan Saran

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki implikasi terhadap peningkatan kualitas pendidikan seni musik di kota Pontianak khususnya dan Kalimantan Barat pada umumnya. Sehingga pembelajaran seni musik dan seni pada umumnya dapat menjalankan fungsi sebagaimana yang telah diamanatkan dalam kurikulum Pendidikan Nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menyampaikan rekomendasi pada pihak-pihak terkait, terutama kepada:

1. Dinas Pendidikan Kota Pontianak

Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, bahwa di kota Pontianak sebagai ibukota provinsi Kalimantan Barat, hampir tidak ada guru yang


(3)

155

mengajar seni musik di SMA mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang yang diampunya. Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena pembelajaran seni musik maupun bidang seni pada umumnya, jika dilakukan dengan benar dapat mempunyai peran yang penting dalam pembentukan sikap dan perilaku peserta didik. Untuk itu berkait dengan guru seni budaya yang mengajar di kota Pontianak agar bisa diberikan pembinaan dan dibantu untuk memperoleh kualifikasi kompetensi pedagogis maupun kompetensi profesional. Selain itu, untuk penerimaan formasi guru seni budaya ke depan, perlu diisi oleh guru-guru yang sesuai dengan bidangnya.

2. Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Untan

Sebagai program studi yang baru berdiri dan saat ini merupakan satu-satunya program studi seni di Kalimantan, sangat penting untuk melihat kebutuhan dan tuntutan yang ada di lapangan. Dengan demikian kurikulum yang diterapkan sesuai atau dapat menjawab apa yang diperlukan di lapangan, atau menjawab tuntutan kurikulum sekolah yang berlaku, dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. Namun yang lebih prinsip adalah menyiapkan tenaga edukasi di bidang seni tari dan seni musik yang mempunyai kualitas sesuai bidang yang dipilihnya, sehingga mempunyai daya saing di masyarakat. Dengan demikian pada waktu terjun di dunia pendidikan tidak menjadi penonton tenaga pendidik dari seni non-kependidikan yang berhasil menempuh pendidikan profesi.


(4)

156 3. Sekolah Menengah Atas di kota Pontianak

Sesuai yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, maka sekolah dalam menugaskan maupun mengangkat guru baru yang akan mengajar bidang seni budaya, perlu mempertimbangkan kompetensi pedagogis dan kompetensi profesional dalam bidang seni. Hal ini tentu saja dengan pertimbangan dalam kondisi yang memungkinkan, mengingat tenaga pendidik bidang seni budaya di Kalimantan Barat masih sangat minim. Namun paling tidak telah dilakukan pertimbangan, sehingga penugasan tanggungjawab mengajar dalam bidang seni budaya tidak hanya diserahkan kepada guru yang mau, tetapi pada guru yang benar-benar mempunyai kompetensi dalam bidang tersebut.

4. Guru Seni Budaya di kota Pontianak

Bagi guru yang mengajar seni budaya di SMA, khususnya yang mengajarkan materi musik, agar bisa mendapatkan dan meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogis maupun kompetensi profesional, terutama bagi yang belum mengikuti program sertifikasi guru. Apalagi saat ini di Pontianak telah di buka Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik, yang memungkinkan bagi guru seni budaya yang akan meningkatkan kualifikasinya sebagai guru seni tari atau seni musik.

Dalam penelitian ini belum terungkap tentang kompetensi guru seni budaya bidang seni yang lain. Selain itu juga tidak menyentuh pada aspek kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru seni budaya. Untuk itu disarankan kepada


(5)

157

para peneliti lain yang mempunyai minat meneliti bidang seni budaya, untuk mengungkap hal tersebut, sehingga dapat terungkap keterkaitan semua aspek kompetensi, dan juga perbandingan dengan bidang seni yang lain. Dengan demikian dapat diketahui, bidang seni dan masalah utama apa yang perlu mendapat perhatian untuk pengembangannya, baik sarana, sumber daya manusia, maupun pendukung terkait lainnya.


(6)