Pendahuluan Penyamaan Persepsi Atas Makna Adat Basandi Syarak Dalam Hukum Adat Minangkabau.

I. Pendahuluan

Bila terjadi kesalahan dalam menetapkan pengertian tanah negara itu dalam peraturan perundang-undangan, lalu pengertian itu diterapkan dalam aplikasi dan penegakan hukum, akan terjadi perampasan yang dilegalkan secara yuridis terhadap tanah-tanah yang telah dikuasai oleh masyarakat dengan suatu hak tertentu, baik hak yang ditetapkan dalam pasal 16 UUPA, maupun hak-hak tradisional masyarakat hukum adat, terutama tanah ulayat dan yang dipersamakan dengan itu. Karena itu bila kita membahas mengenai tanah negara kita sekaligus harus pula membahas tentang tanah ulayat. II. Istilah Dan Pengertian Tanah Negara Istilah dan pengertian tanah negara ditemukan dalam PP No. 8 Tahun 1953 Tentang Penguasaan Tanah-tanah negara, Pasal 1 huruf a. tanah negara, ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara. Menurut Pasal 2, Kecuali jika penguasaan atas tanah Negara dengan undang-undang atau peraturan lain pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini, telah diserahkan kepada sesuatu Kementrian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka penguasaan atas tanah Negara ada pada Menteri Dalam Negeri. Menurut Pasal 3, ayat 1 Di dalam hal penguasaan tersebut dalam Pasal 2 ada pada Menteri Dalam Negeri, maka ia berhak: a. menyerahkan penguasaan itu kepada sesuatu Kementrian, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk keperluan-keperluan tersebut dalam Pasal 4; b. mengawasi agar supaya tanah Negara tersebut dalam sub a dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan bertindak menurut ketentuan tersebut dalam Pasal 8. Menurut Pasal 3 ayat 2 Di dalam hal penguasaan atas tanah Negara pada waktu mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah diserahkan kepada sesuatu Kementrian, Jawatan atau Daerah Swatantra sebagai tersebut dalam Pasal 2, maka Menteri Dalam Negeri pun berhak mengadakan pengawasan terhadap penggunaan tanah itu dan bertindak menurut ketentuan dalam Pasal 8. Menurut Pasal 4, Penguasaan sebagai dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 sub a diserahkan kepada: 1. sesuatu Kementrian atau Jawatan untuk melaksanakan kepentingan tertentu dari Kementrian atau Jawatan itu, 2. sesuatu Daerah Swatantra untuk menyelenggarakan kepentingan daerahnya, satu dan lain dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh Menteri Dalam Negeri. Dari beberapa pasal PP No. 8 Tahun 1953 yang dibentuk berdasarkan UUDS 1950 ini dapat disimpulkan bahwa tanah negara adalah tanah yang dikuasai penuh oleh negara yang digunakan untuk dua kepentingan, yakni kepentingan Kementrian, Jawatan dan kepentingan Daerah Swatantra. Jika disimpulkan lagi, tanah negara itu adalah tanah- tanah yang betul-betul digunakan untuk kepentingan istansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak ditemukan istilah tanah negara, tetapi menurut Pasal 33 ayat 3. Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam UUPA UU No. 51960 yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 pada tahun 1960, juga tidak ditemukan sama sekali istilah tanah negara. Hanya, menurut Pasal 2. UUPA : 1 Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. 2 Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk : a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Menurut Pasal 1 angka 3 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Timbul pertanyaan, apakah memang ada tanah yang di atasnya tidak melekat suatu hak tertentu, setidak-tidaknya pada suatu bidang tanah tententu akan melekat hak ulayat dari masyarakat hukum adat. Dari ketentuan UUD 1945 terdapat kerancuan istilah “dikuasai oleh negara” antara Pasal 33 ayat 2 dengan Pasal 33 ayat 3. Menurut Pasal 33 ayat 2, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Istilah dikuasai oleh negara dalam pasal ini berarti dimiliki dan dikelola oleh negara secara langsung, yang sekarang dalam bentuk BUMN. Sementara makna “dikuasai oleh negara” dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dijelaskan oleh Pasal 2 UUPA, sebagai “Hak Menguasai Negara”, yang sesuai dengan penjelasan Umum UUPA, istilah “dikuasai” dalam pasal ini tidak berarti “dimiliki”, akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia itu. Akibat dari kerancuan makna “dikuasai oleh negara” seperti dimuat dalam UUD 45 dan UUPA itu, sering timbul salah faham bagi para penyelenggara negara, yang memandang bahwa hak menguasai negara atas tanah sama dengan hak negara atas cabang produksi yang diurus oleh Badan Usaha Milik Negara, yakni diartikan sebagai milik negara, yang kemudian disebut dengan istilah tanah negara. Saran : Untuk menghindari kerancuan dan salah pengertian kami mengusulkan : 1. Perlu dibedakan antara Tanah Negara dengan Wilayah Negara serta hak menguasai negara dan hak pengelolaan 2. Untuk menyebut seluruh wilayah negara dalam teritorial negara RI, agar dipakai istilah Ulayat Negara, ke dalamnya termasuk seluruh tanah negara, tanah hak individu, badan hukum, dan tanah ulayat dari masyrakat hukum adat. Sedangkan hak negara atas seluruh wilayah negara, disebut dengan hak ulayat negara sebagai pengganti istilah “hak menguasai negara” yang merupakan hak di lapangan hukum publik publiek rechtelijk yang isinya seperti dimuat dalam Pasal 2 ayat 2 UUPA 3. Istilah Tanah negara digunakan untuk menyebut tanah-tanah yang betul-betul digunakan untuk kepentingan istansi pemerintah, termasuk BUMN, seperti yang didefinisikan dalam PP No. 18. 1953. Sedangkan istilah hak pengelolaan digunakan untuk menyebut hak negara atas tanah negara, yang dapat dipandang sebagai hak di lapangan hukum perdata privaat rechteliljk, ke dalamnya termasuk hak untuk memanfaatkan, memindahtangankan, menikmati, dsb. Contoh : Tanah Gedung Bina Graha, Istana Presiden, dsb adalah tanah negara. Tanah-tanah itu dikuasai negara dengan hak Pengelolaan dahulu hak beheer.

III. Tanah Ulayat dan Hak Ulayat