Uji Chi Square Koefisien Kontingensi

4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan dua variabel. Setelah semua bentuk data dijadikan kategorik, maka selanjutnya dibentuk sebuah cross tabulation atau contingency table dengan mencocokan tiap skor responden pada variabel penerapan model Problem Based Learning dan variabel hasil belajar lalu disejajarkan berdasarkan ketiga kategori tersebut. Pada analisis bivariat, akan ditemukan bagaimana kausalitas dan korelasional antar kategori tiap variabel. Berikut ini merupakan tabel contingency table dengan membandingkan kategori dengan kategori serta dilengkapi dengan skor ekspektasi skor ideal: Tabel 3.9 Tabel Kontingensi Variabel Hasil Total Tinggi Sedang Rendah P ene ra pa n Baik Skor Skor ideal Cukup Skor Skor ideal Kurang Skor Skor ideal Total Skor Skor ideal

5. Pengujian Hipotesis

a. Uji Chi Square

Chi square dibaca: kai kuadrat, merupakan metode perhitungan statistika non parametrik yang jenis datanya harus bersifat nominal atau kategorik. Uji chi square menurut Andi Supangat, 2007:364 merupakan “uji hipotesis tentang asosiasi atau korelasi antara frekuensi observasi dengan frekuensi harapan yang didasarkan pada hipotesis tertentu pada setiap penelitian ”. Ekspresi matematis tentang distribusi chi square hanya tergantung pada suatu parameter, yaitu derajat kebebasan degree of freedom. Adapun rumus uji chi square adalah sebagai berikut: = Andi Supangat, 2007:369 Keterangan : = Nilai chi hitung Jumlah skor aktual = Frekuensi yang diharapkan = Jumlah skor ideal = Skor aktual = Skor total = Skor ideal Dengan kriteria penerimaan : Terima jika nilai Chi hitung pada output SPSS lebih kecil sama dengan Chi tabel dan sebaliknya. Atau: Terima jika nilai Sig. Chi hitung pada output SPSS lebih besar dari alpha dan sebaliknya.

b. Koefisien Kontingensi

Koefisien kontingensi merupakan metode yang digunakan untuk mengukur taraf hubungan, atau ketakbebasan ketergantungan dari klasifikasi-klasifikasi pada suatu tabel kontingensi. Asumsi dari koefisien kontingensi yaitu semakin besar nilai C, maka semakin besar pula taraf hubungannya. Dalam tabel kontingensi, jumlah baris dan kolom menentukan nilai maksimum C yang tidak pernah lebih besar dari 0. Adapun rumus dari koefisien kontingensi adalah sebagai berikut: C = √ Sedangkan rumus dari koefisien kontingensi maksimum adalah sebagai berikut: = √ Keterangan: C = Nilai koefisien Kontingensi = Nilai chi hitung N = Jumlah Responden k = kategorik Aziz Maliki,2014 HUBUNGAN PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN HASIL BELAJAR PESERTA BIMBINGAN KETERAMPILAN KERJA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Secara umum, skripsi penelitian ini telah menganalisis hubungan penerapan model Problem Based Learning dengan hasil belajar peserta bimbingan keterampilan kerja jurusan montir motor BPSBR Jawa Barat. Berikut penjabaran kesimpulan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. 1. Memperoleh gambaran mengenai penerapan model Problem Based Learning yang dilaksanakan pada bimbingan keterampilan kerja jurusan montir motor. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti membuat kesimpulan bahwa penerapan model Problem Based Learning yang dilakukan oleh tutor telah meningkatkan hasil belajar peserta bimbingan keterampilan jurusan montir motor. Penerapan model Problem Based Learning yang dilakukan tutor berdasarkan tahapan- tahapan dimensi yang telah diteliti pula tingkat signifikansinya dan diketahui bahwa hampir semua tahapan dimensi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai oleh peserta bimbingan keterampilan kerja pun bervariasi, skor semua peserta merata di berbagai interval nilai, hal tersebut dikarenakan adanya variabel-variabel lain yang memengaruhi hasil belajar selain model Problem Based Learning dan bukan merupakan bahasan dalam penelitian ini. Dari ranah kognitif, hasil belajar peserta bimbingan keterampilan kerja berada pada rentang nilai yang cukup tinggi, mulai dari teori motor bensin, chassis, alat perkakas dan bahan, kelistrikan serta kegiatan pengukuran. Dari ranah psikomotor, walaupun terdapat nilai peserta bimbingan keterampilan kerja yang relatif rendah dari kegiatan motor bensin, chassis , pemeliharaan dan gangguan serta kegiatan pengukuran, hal tersebut dikarenakan memang pembelajaran keahlian dari kegiatan-kegiatan diatas cenderung sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk pengerjaannya. Sementara pada kegiatan penyetelan dan kelistrikan, nilai peserta bimbingan keterampilan kerja relatif tinggi, ini dikarenakan kedua kegiatan tersebut berbanding lurus dengan kemampuan peserta sendiri.