Desain Model Diagnostik Resiko Ergonomi pada pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual

DESAIN MODEL DIAGNOSTIK RESIKO ERGONOMI PADA
PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL

NUGRAHANING SANI DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Model Diagnostik
Resiko Ergonomi pada Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual adalah benar
karya saya dengan arahan dan bimbingan Dr Ir M. Faiz Syuaib, M.Agr sebagai
ketua, Dr Ir Lenny Saulia, MSi sebagai anggota komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Nugrahaning Sani Dewi
NIM F151130166

RINGKASAN
NUGRAHANING SANI DEWI. Desain Model Diagnostik Resiko Ergonomi
pada Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual. Dibimbing oleh M. FAIZ
SYUAIB dan LENNY SAULIA.
Salah satu faktor penting dalam pencapaian produktivitas kelapa sawit
adalah proses pemanenan. Pemanenan kelapa sawit secara manual berpotensi
menimbulkan permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja. Penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan biomekanik, studi gerak dan antropometri untuk
mendesain model diagnostik resiko ergonomi pada pemanenan kelapa sawit
secara manual. Model ini didesain untuk menghasilkan gerak kerja pemanenan
dan prosedur pemanenan yang lebih baik serta rekomendasi panjang egrek yang
dibutuhkan sehingga kegiatan pemanenan dapat dilakukan secara aman, efektif
dan produktif. Alat panen „egrek‟ dipelajari dalam penelitian ini.
Hasil simulasi pemanenan menghasilkan formulasi jarak aman dt (m) =
0.5 (Ht - Hs) + 0.35 dan panjang egrek yang dibutuhkan lp (m) = (Ht - Hs)/ cos

dimana Ht adalah tinggi target potong, Hs adalah tinggi bahu pemanen dan
adalah sudut yang terbentuk antara galah egrek dengan pohon. Berdasarkan
formula tersebut, pemanenan kelapa sawit dengan tinggi target pohon lebih dari
16 m sudah tidak aman untuk dilakukan dengan menggunakan egrek. Berdasarkan
kriteria selang gerak alami tubuh manusia, Critical Range of Motion (CRM) pada
gerak pemanenan adalah : leher ekstensi (30°), bahu fleksi (94°), lengan bawah
fleksi (124°). Batas beban yang masih dapat diterima yaitu 21.85 N untuk otot
splenius leher, 1091.96 N untuk otot deltoid bahu dan 1634.31 N untuk otot
branchioradialis lengan bawah.
Analisis biomekanik terhadap postur kerja pemanenan yang ada di lapang
saat ini (existing posture) menunjukkan bahwa resiko ergonomi pada bahu dan
lengan bawah relatif lebih kecil dari Critical Load (CL) dan Critical Range of
Motion (CRM), namun demikian pada leher, CL dan CRM sudah melewati
ambang batas yang diterima. Oleh karena itu, postur ini direkomendasikan untuk
tidak dilakukan dan perlu diperbaiki dengan menggunakan postur yang disarankan.
Dengan mempertimbangan resiko postur dan beban, postur yang disarankan
terbukti lebih aman untuk dilakukan. Postur yang disarankan untuk dilakukan
adalah : ekstensi leher ≤ 30° (21.85 N), fleksi bahu ≤ 94° (1091.96 N), fleksi
lengan bawah ≤ 124° (1634.31 N). Model diagnostik resiko ergonomi pada
pemanenan kelapa sawit telah dirancang dengan parameter nya adalah jarak aman

(dt), panjang batang egrek yang dibutuhkan (lp), critical range of motion (CRM)
dan critical load (CL) pada leher, bahu dan lengan bawah.
Kata kunci: ergonomika, studi gerak, biomekanik, kelapa sawit, pemanenan.

SUMMARY
NUGRAHANING SANI DEWI. Ergonomic Risk Assesment‟s Tool of Oil Palm
Manual Harvesting. Supervised by M. FAIZ SYUAIB and LENNY SAULIA.
One of important factor for oil palm productivity is harvesting activity. Oil
palm harvesting activity is mostly done by ‘human power’ manual handling,
therefore the activity may cause work safety and health problems. This research is
deal with anthropometry, motion study and biomechanic to find out the risk of
manual handling and to develop ergonomic assessment model of oil palm
harvesting. This model was designed in the aims to find out better work motion,
good procedure and better design of harvesting tool, so the manual harvesting
can be done in more safe, efficient and productive. Manual harvesting activities
by using conventional tools named ‘egrek’ was studied in this research.
Some of important result show that the formula for the appropriate
distance dt (m) = 0.5(Ht - Hs) + 0.35 and total length for ‘egrek’
t - s
 where dt is the distance between harvester’s position and

lp
the tree, lp is the the length of egrek, Ht is bunches’s height, Hs is the harvester’s
shoulder height and  is angle between egrek and the tree. Based on the formula,
oil palm harvesting for more than 16 m bunches’s height is not safe with ‘egrek’.
Based on Natural Range of Motion’s criteria, Critical Range of Motion (CRM) for
harvesting activity are: neck extention (30°), shoulder flexion (94°), forearm
flexion (124°). Critical load in Critical Range of Motion (CRM) condition for
neck, shoulder and forearm are 21.85 N, 1091.96 N and 1634.31 N.
The result of biomechanic analysis for harvesting activity’s posture in the
real condition (existing posture) show that ergonomic risk for harvester shoulder
and forearm are lower than Critical Load (CL) and Critical Range of Motion
(CRM), but in the neck, Critical Load (CL) and Critical Range of Motion (CRM)
went through the safe limits. Because of that, the existing posture are not
recommended. Recommend posture for safe harvesting are : neck extention ≤ 30°
(21.85 N), shoulder flexion ≤ 94° (1091.96 N), forearm flexion ≤ 124° (1634.31
N). Ergonomic Risk Assesment’s Tool of Oil Palm Manual Harvesting was
designed with the parameter: appropriate distance (dt), the length of egrek (lp,
Critical Range of Motion (CRM) and Critical Load (CL) for neck, shoulder and
forearm.
Keywords : biomechanic, ergonomic, motion study, manual harvesting, oil palm.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DESAIN MODEL DIAGNOSTIK RESIKO ERGONOMI PADA
PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL

NUGRAHANING SANI DEWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tesis: Dr Slamet Widodo, STP, MSc

Judul Tesis : Desain Model Diagnostik Resiko Ergonomi pada pemanenan
Kelapa Sawit Secara Manual
Nama
: Nugrahaning Sani Dewi
NIM
: F151130166

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir M Faiz Syuaib, MAgr

Ketua

Dr Ir Lenny Saulia, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian
dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 19 Agustus 2014

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini ialah ergonomika dengan judul Desain Model Diagnostik
Resiko Ergonomi pada Pemanenan Kelapa Sawit Secara Manual.
Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunnya tesis ini, penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan doa, semangat dan kasih sayangnya
hingga tesis ini dapat terselesaikan.
2. Dr Ir M. Faiz Syuaib, MAgr selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir
Lenny Saulia, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam
menyelesaikan tesis ini.
3. Dr Ir Slamet Widodo, STP, MSc selaku penguji luar atas masukan dan
saran-sarannya.
4. Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan dan Fakultas
Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin
pelaksanaan penelitian.

5. PT Astra Agro Lestari, Tbk atas semua bantuan dan fasilitas yang telah
diberikan sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik dan lancar.
6. Mas Ali, Rekan-rekan Laboratorium Ergonomika dan seluruh temanteman TMP angkatan 2012 yang selalu memberikan masukan dan
semangat selama penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2014
Nugrahaning Sani Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Batasan Masalah

1
1
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

3


3 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Subjek
Prosedur Penelitian

12
12
12
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Model Antropometri Pemanenan pada Kondisi Ambang Batas
Formulasi Jarak Aman dan Panjang egrek yang Dibutuhkan
Analisis Biomekanika

16
16
19
22

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
34

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1 Elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit
2 Selang gerak dari beberapa zona gerakan
3 Batas beban yang masih dapat diterima pada bahu dan lengan bawah

4
9
27

DAFTAR GAMBAR
1 Dua teknik dalam proses cutting yaitu teknik mendorong (a) dengan
menggunakan pisau dodos (c) dan teknik menarik (b) dengan
menggunakan pisau egrek (d)
2 Selang Alami Gerakan (SAG) tubuh manusia
3 letak otot-otot pergerakan leher, bahu, lengan dan keempat jari : (a)
bidang depan (b) bidang belakang
4 Bagan alir penelitian
5 Perhitungan kinetika pada bahu
6 Perhitungan kinetika pada lengan bawah
7 Persentasi per segmen tubuh
8 Model antropometri pemanenan saat kondisi ambang batas ekstrim
yaitu pada postur sebelum (A) dan sesudah (B) gerakan memotong
pelepah dan tandan
9 Gambaran formulasi rumus jarak aman dan panjang egrek ideal
10 Grafik pengaruh tinggi target potong (Ht) terhadap jarak aman (dh)
11 Grafik pengaruh tinggi target potong (Ht) terhadap panjang egrek yang
dibutuhkan (lp)
12 Diagram gaya pada segmen tubuh leher
13 Diagram gaya pada segmen tubuh bahu untuk sudut fleksi ≥ 90°
14 Diagram gaya pada segmen tubuh bahu untuk sudut fleksi ≤ 90o
15 Diagram gaya pada segmen lengan bawah untuk sudut fleksi ≥ 30°
16 Diagram gaya pada segmen lengan bawah untuk sudut fleksi ≤ 30°
17 Persentase kekuatan genggaman terhadap berbagai tipe sarung tangan
18 Pemotongan pelepah dan tandan pada kondisi real di lapangan
19 Gambar postur model anthropometri pada postur yang disarankan dan
postur saat ini
20 Hasil analisis biomekanik pada leher untuk postur yang disarankan dan
postur saat ini
21 Grafik perbandingan beban mekanik pada postur yang disarankan dan
postur saat ini

4
8
11
13
14
15
15

17
19
20
21
22
23
24
25
26
28
29
30
31
32

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan penghasil
minyak paling potensial. Menurut FAO (2002) dengan yield yang tinggi, kelapa
sawit dapat menghasilkan lebih dari 20 ton Tandan Buah Segar (TBS)/ha setiap
tahunnya di bawah pengelolaan ideal yang sama dengan 5 ton minyak/ha/tahun.
Saat ini, Indonesia adalah produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia dengan
menyumbang 40% dari produksi total minyak kelapa sawit dunia (FAO 2010).
Berdasarkan data Kementrian Pertanian pada tahun 2013, Indonesia memiliki luas
areal panen sebesar 10010824 ha dengan jumlah produksi sebesar 27746125 ton.
Data tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang
seiring terus meningkatnya permintaan kepala sawit dunia untuk produk makanan
(74%) dan kebutuhan industri (24%) (USDA 2010). Permintaan kelapa sawit yang
terus meningkat akan berimplikasi pada terus ditingkatkannya produktivitas. Salah
satu faktor penting dalam pencapaian produktivitas adalah proses pemanenan.
Keberhasilan pemanenan akan menunjang pencapaian produktivitas tanaman
(Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2007).
Saat ini, aktivitas pemanenan di hampir semua perkebunan kelapa sawit di
Indonesia masih dilakukan secara manual dan mengandalkan tenaga manusia.
Kegiatan pemanenan secara manual berpotensi untuk menimbulkan permasalahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hasil penelitian Hendra dan Rahardjo
(2009) tentang keluhan Musculoskeletal Disorders (MSD) pada pemanen kelapa
sawit menyatakan bahwa resiko pekerjaan pemanenan (panen dan muat)
mempunyai kategori tinggi (skor 8-10) berdasarkan metode Rapid Entire Body
Assessment (REBA). Persepsi subjektif 141 responden yang terdiri dari pemanen
di Riau, Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat menyatakan bahwa bagian tubuh
yang paling lelah saat melakukan kegiatan pemanenan adalah pinggang, bahu dan
secara lokasional diikuti oleh kaki dan tangan (Syuaib et al. 2012). Hal ini
dibuktikan oleh Syuaib et al. (2012) dan Dewi (2013) yang menjelaskan bahwa
hasil analisis Selang Alami Gerakan (SAG) terhadap prosedur pemanenan
khususnya proses pemotongan pelepah dan tandan (cutting) yang dilakukan saat
ini menunjukkan bahaya resiko ergonomi yang secara umum terjadi pada semua
anggota tubuh bagian atas pemanen, yaitu leher, bahu dan lengan bawah.
Umumnya setiap pemanen memiliki luas areal panen 1.5-4 ha (pahan 2008). Jika
setiap 3 ha areal perkebunan membutuhkan 1 pemanen saja dengan luas areal
perkebunan sawit saat ini sekitar 10010824 ha (Kementrian Pertanian 2013), maka
ada 3336941 pekerja di Indonesia yang akan berpotensi mengalami resiko
ergonomi pada kegiatan pemanenan kelapa sawit secara manual. Hal ini dapat
berimplikasi pada penurunan produktivitas kerja dan kenaikan biaya kesehatan.
Maka dari itu tindakan pencegahan dan perbaikan prosedur pemanenan penting
untuk dilakukan.

2
Penelitian sebelumnya (Dewi 2013), saya menggunakan pendekatan pada
lingkup gerakannya saja tetapi belum mencerminkan pembebanan sebenarnya
yang diterima oleh pemanen. Maka dari itu diperlukan penelitian lanjutan yaitu
dengan pendekatan biomekanik untuk menganalisis seberapa besar gaya yang
dibutuhkan otot untuk merespon tekanan tersebut sehingga resiko cidera otot
dapat dihindari (Sanders dan Cormick 1993). Sebelumnya, analisis biomekanik
telah digunakan pada pengoperasian traktor tangan (Daffir 2002), proses
pemotongan secara manual (Hagen 2006), kegiatan mengangkat barang di bandara
(Jung et al. 2007), proses pemanenan tebu (Rohman 2008) dan yang terkini
banyak dikembangkan di bidang olahraga seperti analisis biomekanik untuk
teknik melempar bola pada olahraga kriket (Hussain 2008). Pada penelitian ini,
dengan mengetahui besarnya distribusi gaya dan beban biomekanik maka potensi
tingkat resiko biomekanik (load risk) dapat diketahui. Resiko kerja berdasarkan
pendekatan selang alami gerak (posture risk) pada penelitian Dewi (2013) dan
resiko biomekanik (load risk) ini akan dikaji untuk dijadikan masukan dalam
pembuatan model simulasi diagnostik resiko ergonomi pada pemanenan kelapa
sawit secara manual. Model tersebut, diharapkan akan menjadi dasar dibangunnya
suatu program yang dapat mendiagnosa resiko ergonomi yang terjadi di tubuh
pemanen pada proses pemanenan kelapa sawit secara manual. Sebagian dari
penelitian ini telah dipresentasikan melalui poster pada Summer Course 2013 di
Bogor, presentasi secara oral dan dipublikasikan pada prosiding The 9th
International Student Conference at Ibaraki University (ISCIU 9) pada 30
November 2013 di Ibaraki University, Jepang.

Perumusan Masalah
1. Pekerjaan pemanenan masih dilakukan secara manual dan mengandalkan
tenaga manusia yang memiliki keterbatasan kapasitas kerja.
2. Proses pemanenan kelapa sawit memiliki tingkat resiko kecelakaan kerja
yang relatif tinggi.
3. Tren pertumbuhan industri kelapa sawit berimplikasi pada tingginya
tuntutan produktivitas panen yang dewasa ini belum diiringi peningkatan
keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Penelitian sebelumnya telah ditemukan distribusi resiko kerja pada tubuh
pemanen yang masih menggunakan pendekatan gerak (selang gerak tubuh)
saja. Sehingga perlu ditindaklanjuti dengan mempertimbangkan faktor
pembebanan.
Tujuan Penelitian
Penelitian pada kegiatan pemanenan kelapa sawit ini bertujuan untuk :
1. Melakukan analisis biomekanika (gaya dan pembebanan) pada anggota
gerak tubuh yang terkait langsung dengan kegiatan pemotongan tandan
dan pelepah.

3
2. Mengetahui potensi dan distribusi beban kerja serta tingkat resiko kerja
pada anggota tubuh.
3. Mendesain model diagnostik resiko ergonomi dengan pendekatan
biomekanik.
Batasan Masalah

Berdasarkan tujuan dari penelitian, dan agar lebih memusatkan perhatian
pada pemecahan masalah maka perlu dilakukan pembatasan masalah, beberapa
batasan-batasan terhadap masalah yang akan dibahas antara lain :
1. Proses pemanenan kelapa sawit yang yang diteliti adalah proses
pemanenan inti yaitu pemotongan pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS).
2. Alat yang digunakan untuk proses pemotongan pelepah dan TBS adalah
egrek, karena penggunakan dodos lebih aman dibandingkan penggunaan
egrek (Dewi 2013).
3. Bagian tubuh yang dianalisis adalah bagian upper body yaitu leher, bahu
dan lengan bawah. Bagian-bagian tersebut terbukti memiliki resiko
ergonomi paling besar pada penelitian (Dewi 2013).
4. Beban biomekanik dihitung dengan teknik biostatic mechanics dan hanya
dilakukan analisis pada sistem gaya dua dimensi. Bagian-bagian tubuh
dianggap menerima beban secara statik menurut hukum kesetimbangan
benda.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Kerja Pemanenan Kelapa Sawit

Pemanenan adalah pemotongan tandan buah segar dari pohon hingga
pengangkutan ke pabrik (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2007). Kiswanto et al.
(2008) menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2.5 tahun
dan masak sekitar 5.5 bulan setelah penyerbukan dan dapat dipanen jika tanaman
telah berumur 31 bulan. Perkebunan kelapa sawit pada umumnya menggunakan
rotasi panen 7 hari, artinya satu areal panen harus dimasuki oleh pemanen tiap 7
hari. Pada sistem panen yang dilakukan, dikenal istilah seksi panen dan ancak.
Seksi panen adalah luasan panen yang harus dituntaskan dalam 1 hari. Penetapan
seksi panen dilakukan searah atau berlawanan dengan arah jarum jam sedangkan
luasan setiap seksi ditentukan berdasarkan perhitungan potensi produksi masingmasing blok dari hasil sensus produksi semester (Pahan 2008).
Menurut Syuaib et al. (2012) aktivitas pemanenan kelapa sawit dapat
diuraikan menjadi 9 elemen kerja. Elemen kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel
1.

4
Tabel 1 Elemen-elemen kerja pada aktivitas pemanenan kelapa sawit
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Elemen Kerja
Mengidentifikasi/ verifikasi tandan matang
Menyiapkan alat panen
Memotong tandan dan pelepah
Mencacah dan memindahkan pelepah
Memuat tandan ke angkong
Memungut brondolan
Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain
Membongkar dan
merapihkan
tandan di
Tempat Pengumpulan Hasil (TPH)
Membuang sisa Tandan Buah Segar (TBS)/
cangkam kodok

Lambang Huruf
Ve
Pr
CuD/CuE
Ba
Lo
Br
Mo
Un
Ck

Dari sembilan elemen kerja diatas, salah satu elemen kerja yang memiliki resiko
ergonomi tinggi dan merupakan inti dari pemanenan kelapa sawit adalah
memotong pelepah dan tandan (Cu).
Elemen kerja memotong pelepah dan tandan (Cu) dimulai ketika pemanen
mulai mengarahkan alat potong ke pelepah/tandan dan kemudian memotong
pelepah/tandan sampai pelepah/tandan tersebut jatuh ke tanah. Dari hasil
pengamatan, gerakan ini biasanya tidak hanya dilakukan dalam sekali tarikan,
tetapi berulang-ulang sampai pelepah dan tandan benar-benar terpotong. Menurut
Dewi (2013) ada dua cara dalam memotong pelepah atau tandan, yaitu dengan
cara mendorong dan menarik yang dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1 Dua teknik dalam proses cutting yaitu teknik mendorong (a) dengan
menggunakan pisau dodos (b) dan teknik menarik (c) dengan
menggunakan pisau egrek (d)

5
Teknik mendorong menggunakan alat potong berupa dodos untuk ketinggian
target potong kurang dari 3 m. Dodos terdiri dari 2 bagian yaitu pipa dodos dan
pisau dodos. Batang pipa terbuat dari pipa galvanis dan mempunyai panjang 2.75
m. Batang tersebut mempunyai diameter luar 3.2 cm dan tebal 1.5 mm sedangkan
panjang pisaunya adalah 21 cm. Teknik yang kedua yaitu dengan cara menarik
mengunakan alat potong yang disebut egrek untuk ketinggian target potong lebih
dari 3 m. Egrek terdiri dari 3 bagian yaitu pipa, pisau egrek dan klem penyambung.
Pipa terdiri dari 3 sambungan yang tiap sambungannya berukuran panjang 3 m,
dengan diameter pipa 1, 2 dan 3 secara berurutan adalah 4.4 cm, 3.8 cm dan 3.2
cm. Sedangkan untuk panjang pisau egrek adalah 30 cm.

Pendekatan Ergonomika dalam Pemanenan Kelapa Sawit
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani “ergo” yang bearti kerja dan
“nomos” yang berarti aturan atau ilmu pengetahuan. Sehingga berdasarkan bahasa,
ergonomi berarti kerja atau ilmu tentang manusia yang berhubungan dengan
lingkungan pekerjaannya. Disiplin ilmu ergonomi bertujuan untuk mempelajari
kemampuan manusia dan keterbatasannya pada lingkungan pekerjaannya untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja dengan meningkatkan interaksi
manusia dengan produk, sistem dan lingkungannya (Syuaib 2003).
The International Ergonomics Association (IEA) mendefinisikan
ergonomika sebagai disiplin ilmu yang mempelajari pemahaman dasar tentang
interaksi antara manusia dan bagian lain dari sistem yang berkontribusi pada
rancangan tugas, pekerjaan, produk dan lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan dan keterbatasan manusia.
Pada dasarnya, ilmu ergonomi mempunyai dua tujuan utama (Sanders dan
Cormick 1993), yaitu :
1.
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja atau aktivitas lain. Termasuk di
dalamnya seperti meningkatkan kemampuan kerja, mengurangi kesalahan
kerja dan meningkatkan produktivitas.
2.
Meningkatkan nilai tambah seseorang seperti keamanan, kenyamanan,
memperbesar peluang diterimanya sutu benda /alat oleh pengguna (user
acceptance), meningkatkan kepuasan kerja, meningkatkan kualitas hidup
dan juga mengurangi kelelahan dan tekanan (stress).
Menurut Syuaib (2003), pendekatan ilmu ergonomi (human factor) adalah
penerapan secara sistematis dari informasi yang terkait tentang kemampuan,
keterbatasan, karakteristik, sifat dan motivasi manusia untuk mendesain suatu
benda dan prosedur yang digunakan manusia dan lingkungan tempat mereka
berada. Dengan kata lain, ergonomi adalah suatu sistem orientasi yang utamanya
fokus dengan pemahaman dasar interaksi antara manusia dan elemen lain dari
sistem yang turut berkontribusi dalam mendesain tugas, pekerjaan, produk dan
lingkungan dengan tujuan untuk membuat hal-hal tersebut sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia. Walaupun demikian, ergonomi
mempunyai hubungan yang luas dengan disiplin ilmu lain seperti ilmu fisik,
fisiologi atau kognitif, sosial, organisasi, lingkungan dan lain-lain.

6
Dalam permasalahan pemanenan kelapa sawit yang masih dikerjakan secara
manual, kita dapat mendekatinya dengan menggunakan pendekatan ergonomika.
Sanders dan Cormick (1993) menyatakan bahwa yang dilakukan ergonomika atau
disebut juga dengan human factor adalah mengubah alat dan lingkungan yang
digunakan pekerja agar lebih cocok dengan kemampuan (capabilities),
keterbatasan (limitation), dan kebutuhan seseorang (needs). Dalam kasus ini, kita
dapat mengimplementasikan human faktor untuk merancang sistem (prosedur
kerja) yang cocok dengan karakteristik pemanen dan berbagai keterbatasannya
untuk mengurangi ketidakefisienan (inefficiency), kelelahan kerja (fatigue),
kecelakaan kerja (accidents), cidera (injuries), dan kesalahan kerja (errors)
sehingga kegiatan pemanenan lebih aman, efektif dan efisien.

Biomekanik

Biomekanika didefinisikan secara umum oleh Hatze (1974) yang diacu
dalam Knudson (2007) sebagai ilmu yang mempelajari pergerakan benda hidup
dengan menggunakan ilmu mekanika. Mekanika merupakan cabang dari ilmu
fisika yang fokus pada diskripsi gerakan dan bagaimana gaya dapat menghasilkan
gerakan. Erat dengan ilmu mekanika, menurut Bridger (2002), tubuh manusia
adalah sebuah sistem mekanis yang mengikuti aturan hukum-hukum fisika.
Prinsip-prinsip fisika digunakan untuk menentukan tekanan mekanik pada tubuh
dan gaya otot yang dibutuhkan untuk menetralkan tekanan. Knudson (2007)
menyatakan bahwa biomekanik menyediakan konsep dan perhitungan matematis
yang penting untuk memahami bagaimana benda hidup bergerak dan bagaimana
kita dapat membuat gerakan menjadi lebih aman. Sedangkan menurut Sanders dan
Cormick (1993), pendekatan biomekanik dalam ergonomika yaitu melihat tubuh
sebagai sebuah sistem penghubung (links). Sistem tersebut menghubungkan sendi
(joint) yang memiliki hubungan dengan bagian-bagian tubuh seperti lengan atas
(link), siku (joint) dan lengan bawah (link).
Contini dan Drillis (1966) menjelaskan bahwa banyak ilmu yang
mendasari ilmu biomekanika yaitu kinesiology, anatomy, teoritical mechanic,
antropometry dan bioinstrumentasi. Biomekanik yang dimaksud dalam kasus ini
adalah occupational biomechanic yang didefinisikan sebagai bagian dari ilmu
biomekanik terapan yang mempelajari interaksi fisik antara pekerja dengan mesin,
peralatan dan material dengan tujuan untuk meminimumkan keluhan pada sistem
kerangka otot. Implementasinya yaitu pada kasus manual dan material handling
serta perancangan prosedur kerja pada pemanenan kelapa sawit
Fokus occupational biomechanic pada pemanenan kelapa sawit antara lain
postur tubuh, selang gerak, koordinasi persendian dan otot.
Postur tubuh
Winter (1995) menjelaskan bahwa postur mendeskripsikan orientasi
segmen tubuh relatif terhadap vektor gaya tarik bumi atau gaya gravitasi. Untuk
membuat tubuh tetap berdiri stabil, gaya pusat gravitasi pada berbagai bentuk

7
bagian tubuh harus berada pada daerah kontak antara tubuh dengan permukaan
pendukung (supporting surface). Dalam posisi berdiri, berat tubuh harus
ditransmisiskan ke lantai. Struktur bagian tubuh harus dijaga agar tetap dapat
menjaga keseimbangan postur dan mengurangi tekanan akibat gaya yang
berlebihan (Bridger 2002). Winter (1979) menjelaskan bahwa ada 3 jenis gaya
dalam tubuh manusia yaitu :
1.
Gaya gravitasi, yaitu gaya yang melalui pusat massa dari tiap segmen
tubuh manusia dengan arah ke bawah. Besarnya gaya ini sama dengan
massa dikali dengan percepatan gravitasi yang normalnya 9.8 m/s2.
2.
Gaya reaksi bidang atau gaya luar yaitu gaya yang terjadi akibat beban
pada segmen tubuh atau berat segmen tubuh itu sendiri.
3.
Gaya otot dan ligamen yaitu gaya yang terjadi pada bagian sendi, baik
akibat gesekan sendi atau akibat gaya pada otot yang melekat pada sendi.
Gaya ini menggambarkan besarnya momen otot.
Selang gerak
Menurut Saladin (2011), range of motion (ROM) atau biasa kita sebut
dengan selang gerak adalah jumlah derajat bebas yang dapat dicapai oleh tulang
relatif terhadap sendi pada tulang. Tubuh manusia memiliki Selang Alami
Gerakan (SAG) yang dapat memperbaiki sirkulasi darah dan fleksibilitas sehingga
dapat bekerja dengan nyaman dan menghasilkan produktivitas tinggi (Openshaw
2006). Sanders dan Cormick (1993) menyatakan bahwa Selang Alami Gerakan
(SAG) merupakan sejumlah gerakan yang melalui bagian tertentu yang terjadi
pada sendi dan dinyatakan dalam derajat pergerakan seperti dijelaskan pada
Gambar 2a dan Tabel 2. Selain itu contoh gerakan SAG lainnya berdasarkan
Chaffin (1999) dan Woodson (1992) diacu dalam Openshaw (2006) diberikan
pada Gambar 2b. Pada setiap gerakan pemanenan kelapa sawit, kita dapat
memetakan distribusi zona bahaya yang terjadi di setiap anggota tubuh
pemanen.Terdapat empat zona yang dihadapi manusia ketika duduk atau berdiri
(Openshaw 2006), yaitu:
1. Zona 0, yaitu merupakan zona yang dianjurkan untuk melakukan sebagian
besar gerakan. Pada zona ini terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi.
2. Zona 1 (zona hijau), yaitu zona dimana terjadi pergerakan sendi yang
lebih besar dari zona 0, merupakan zona yang masih dianjurkan untuk
melakukan sebagian besar gerakan.
3. Zona 2 (zona kuning), yaitu zona dimana terdapat banyak posisi tubuh
yang ekstrim. Pada zona ini terdapat lebih besar tekanan pada otot dan
sendi.
4. Zona 3 (zona merah), yaitu zona dimana terdapat sangat banyak posisi
tubuh yang ekstrim, sebaiknya dihindari jika memungkinkan, terutama
ketika mengangkat beban berat atau kegiatan yang dilakukan berulangulang.

8

(a)

(b)
Gambar 2 Selang Alami Gerakan (SAG) tubuh manusia
a

Sumber (a) Houy (1983) diacu dalam Sanders dan McCormick (1993) (b) Chaffin (1999) dan
Woodson (1992) diacu dalam Openshaw (2006)

9
Tabel 2 Selang gerak dari beberapa zona gerakana
Gerakan

Zona 0

Zona 1

Zona 2

Zona 3

Fleksi

0-28

29-62

63-124

125+

Supinasi

0-21

22-48

49-96

97+

Pronasi

0-13

14-29

30-59

60+

Pergelangan
kaki**

Ekstensi

0-7

8-16

17-32

33+

Fleksi

0-6

7-13

14-26

27+

Lutut**

Fleksi

0-21

22-48

49-94

95+

Adduksi

0-5

7-12

13-23

24+

Abduksi

0-12

13-27

28-53

54+

Fleksi

0-22

23-50

51-99

100+

Fleksi

0 – 10

11 – 25 26 – 50

51+

Ekstensi

0–9

10 – 23 24 – 45

46+

Deviasi Radial

0–3

4–7

8 – 14

15+

Deviasi Ulnar

0–5

6 – 12

13 – 24

25+

Fleksi

0 – 19

20 – 47 48 – 94

95+

Ekstensi

0–6

7 – 15

16 – 31

32+

Adduksi

0–5

6 – 12

13 – 24

25+

Abduksi

0 – 13

14 – 34 35 – 67

68+

Fleksi

0 – 10

11 – 25 26 – 45

46+

Ekstensi

0–5

6 – 10

11 – 20

21+

Rotasi

0 – 10

11 – 25 26 – 45

46+

Membengkok ke
samping

0–5

6 – 10

11 – 20

21+

Fleksi

0–9

10 – 22 23 – 45

46+

Ekstensi

0–6

7 – 15

16 – 30

31+

Rotasi

0–8

9 – 20

21 – 40

41+

Membengkok ke
samping

0–5

6 – 12

13 – 24

25+

Siku terhadap
lengan tangan**
Lengan tangan**

Pinggul**

Pergelangan
tangan*

Bahu*

Punggung*

Leher*

a

Selang dari zona gerakan (dalam °)

Sumber : *)Chaffin (1999) dan Woodson (1992) diacu dalam Openshaw (2006)
Diolah berdasarkan data bersumber dari Houy (1983) diacu dalam Sanders dan Cormick (1993)

** )

10
Zona-zona diatas merupakan selang gerak dimana anggota gerak tubuh
dapat bergerak secara bebas. Pada selang gerak alami terdapat gerakan
pergelangan tangan, punggung, tulang belakang dan kaki. Gerakan-gerakan
tersebut terdiri atas gerakan fleksi (flexion), ekstensi (extension), deviasi ulnar
(ulnar deviation), adduksi (adduction), abduksi (abduction), membengkok
kesamping (lateral bend) dan berputar (rotation). Gerakan fleksi (flexion) adalah
pergerakan dari segmen tubuh dikerenakan penurunan sudut pada sendi, seperti
membengkokkan pergelangan tangan, bahu, punggung dan kaki. Ekstensi
(extension) merupakan pergerakan yang berlawanan arah dengan fleksi yang
disebabkan penambahan sudut pada sendi, seperti meluruskan pergelangan tangan,
bahu, punggung dan kaki. Adduksi (adduction) merupakan pergerakan segmen
tubuh terhadap garis tengah tubuh seperti ketika memindahkan lengan dari posisi
horizontal ke posisi vertikal. Abduksi (abduction) merupakan pergerakan segmen
tubuh yang menjauhi garis tengah tubuh seperti mengangkat lengan ke samping.
Koordinasi persendiaan
Persendian merupakan titik kritis dalam setiap pergerakan. Pada bagian ini,
beban atau tekanan ditransmisikan. Tubuh manusia terdiri dari banyak
penghubung (link) yang dibatasi oleh sensi-sendi. Hal ini diungkapkan oleh
Chaffin dan Anderson (1984) yang diacu oleh (Nurmianto 2004) yang
menyebutkan bahwa tubuh manusia terdiri dari 6 penghubung (link) yaitu:
1. Link lengan bawah, dibatasi sendi pergelangan tangan dan siku.
2. Link lengan atas, dibatasi sendi siku dan bahu.
3. Link punggung, dibatasi sendi bahu dan pinggul.
4. Link tungkai atas (paha), dibatasi sendi pinggul dan lutut.
5. Link tungkai bawah (betis), dibatasi sendi lutut dan mata kaki.
6. Link kaki, dibatasi sendi pergelangan kaki dan telapak kaki.
Otot
Tozeren (2000) menjelaskan bahwa berdasarkan fungsi otot, otot
dikelompokkan menjadi 3 kategori. Penggerak utama (agonist) yaitu otot yang
kontraksinya menyebabkan gerakan-gerakan tertentu seperti otot biceps yang
menyebabkan gerakan fleksi pada lengan atas terhadap bahu. Yang kedua adalah
otot sinergis merupakan otot yang kontraksinya membantu otot penggerak utama
dalam menggerakkan tulang. Otot yang ketiga adalah otot antagonis yaitu otot
yang kontraksinya berlawanan dengan otot penggerak utama (agonist). Misalnya
jika otot penggerak utama menyebabkan gerakan fleksi, maka otot antagonis
menyebabkan gerakan ekstensi. Jika otot agonist berkontraksi maka otot antagonis
akan berelaksasi. Contoh otot antagonis adalah otot triceps pada lengan atas yang
berfungsi sebagai otot antagonis terhadap biceps. Pada bagian tubuh atas terdapat
kelompok otot axial musculature yang terdiri dari otot pada kepala dan leher yang
menggerakkan wajah, lidah dan laring. Otot pada tulang belakang (punggung)
yaitu otot flexor dan otot ekstensor pada kepala, leher dan spinal column. Otot
yang menggerakkan leher untuk melakukan gerakan ekstensi adalah otot splenius
kepala dan leher. Otot ini terdiri dari dua bagian otot yang lebar terletak di
belakang leher antara dasar tengkorak dan toraks bagian atas (Sloane 1994).

11

(a)
(b)
Gambar 3 letak otot-otot pergerakan leher, bahu, lengan dan keempat jari. : (a)
bidang depan (b) bidang belakang tubuh manusia
a
Sumber : Anatomy Atlases (1995) dengan penambahan keterangan
Otot yang menstabilkan bahu, panggul dan tungkai disebut appendicular
musculature. Dibagi menjadi dua yaitu otot pada bahu dan upper extremities
(lengan atas, lengan bawah dan tangan). Otot pada pelvic girdle (joint panggul)
dan lower extremities (paha, tungkai bawah dan kaki). Sembilan otot yang
melewati joint bahu, hanya superficial pectoralis major, latissimus dorsi dan
deltoid yang menjadi penggerak utama lengan. Kelompok otot pectoralis major
salah satu fungsinya adalah untuk menarik lengan atas melewati tubuh. latissimus
dorsi merupakan kelompok otot terbesar pada tubuh bagian atas yang terletak di
belakang tubuh dibawah bidang bahu. Kelompok otot ini berfungsi untuk menarik
seluruh lengan ke atas dan ke bawah melawan hambatan. Otot yang ketiga adalah
kelompok otot deltoid yang terletak pada bahu. Terdiri dari 11 otot yang terletak
di bagian atas lengan. Otot deltoid berfungsi untuk menggerakkan lengan atas ke
depan tubuh, mengangkat lengan atas dan memutar lengan ke depan dan ke
belakang. Pada proses pemotongan pelepah dan tandan, lengan bergerak ke depan
dan ke belakang sehingga otot yang berperan dalam proses ini adalah otot deltoid.
Otot deltoid merupakan otot triangular tebal dan besar yang membentuk massa
bundar di atas bahu dan humerus bagian atas sedangkan pada lengan bawah, otot
branchialis dan brachioradialis berfungsi untuk mensinergikan otot biceps,
sehingga lengan bawah melakukan gerakan fleksi. Otot branchialis merupakan
otot fleksor (otot yang membuat gerakan fleksi) yang kuat pada lengan bawah.
Otot tersebut merupakan otot dalam di bawah biceps lengan yang melapisi
separuh ke bawah lengan bagian depan sedangkan otot brachioradialis berfungsi
sebagai fleksor lengan bawah yang efektif jika lengan bawah berada pada posisi
sebagian terfleksi. Otot ini merupakan otot superfisial pada sisi radial (sisi ibu

12
jari), siku dan lengan bawah. Otot brachioradialis ini berhubungan dengan otot
fleksor jari superfisialis yang berfungsi untuk melakukan fleksi di keempat jari
dan pergelangan tangan. Otot ini berperan penting dalam fleksi yang kuat terhadap
tahanan (Sloane 1994). Gambar 3 menjelaskan letak otot-otot pergerakan leher,
bahu, lengan dan keempat jari.

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2014 hingga bulan Juni 2014
di Laboratorium Ergonomika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Sedangkan observasi dilakukan di PT Astra Agro
Lestari, tbk yang bertempat di tiga anak perusahaannya yaitu PT Sari Lembah
Subur, Riau, PT Waru Kaltim Plantation, Kalimantan Timur dan PT Pasangkayu,
Sulawesi Barat.
Alat dan Subjek
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat komputer
dan alat tulis untuk proses pengolahan data. Beberapa perangkat lunak yang
digunakan adalah spreadsheet dan Computer Aided Design (CAD). Subjek yang
digunakan untuk mendapatkan data antropometri pemanen kelapa sawit berjumlah
48 pemanen di PT Sari Lembah Subur, Riau, 43 pemanen di PT Waru Kaltim
Plantation, Kalimantan Timur, dan 50 pemanen di PT Pasangkayu, Sulawesi Barat
yang ditunjukkan pada Lampiran 1. Subjek yang diteliti untuk mengetahui tingkat
resiko gerakan pada proses pemanenan kelapa sawit berjumlah 9 pemanen di PT
Sari Lembah Subur, Riau, 5 pemanen di PT Waru Kaltim Plantation, Kalimantan
Timur, dan 11 pemanen di PT Pasangkayu, Sulawesi Barat yang ditunjukkan pada
Lampiran 2. Data tersebut berasal dari penelitian Dewi (2013).
Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan, simulasi
model antropometri pemanenan, formulasi jarak aman dan panjang egrek ideal
serta analisis biomekanik yang secara umum dijelaskan melalui bagan alir pada
Gambar 4.

13

Mulai
Penelitian Pendahuluan
(Mempelajari data antropometri (141 subjek), video pemanenan (25 subjek), 600
capture photo sudut gerak dari penelitian Dewi (2013), mencari pola umum gerak dan
postur pemanen dan membuat model antropometri postur pemanen)

Simulasi Model Antropometri Proses Pemanenan (Cutting)
Penentuan
Ketentuan
Simulasi

Model Antropometri
pada Kondisi
Ambang Batas
Ekstrim

Simulasi

Formulasi Jarak Aman dan
Panjang Egrek

Analisis Biomekanik
antropometri postur
pemanen
Perhitungan mekanika
model antropometri
postur pemanen

Rumus Jarak
Aman dan
Panjang Egrek
Ideal
Model
biomekanik

Pola
distribusi
resiko dan
beban
biomekanik

Model diagnostik resiko ergonomi
pemanenan kelapa sawit secara manual

Selesai
Gambar 4 Bagan alir prosedur penelitian

Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dimulai dengan mempelajari data sudut gerak
tubuh berdasarkan penelitian Dewi (2013) untuk mempelajari pola umum gerak
dan postur pemanen serta pembuatan model antropometri postur pemanen
berdasarkan pola tersebut. Perhitungan kinetika di setiap postur subjek pemanen
akan dilakukan pada model antropometri ini.
Simulasi Model Antropometri Pemanenan
Simulasi model antropometri pemanenan dilakukan untuk mencari postur
pemanen yang terjadi pada kondisi ambang batas ekstrim. Kondisi ambang batas

14
ekstrim yang dimaksud adalah kondisi tersulit yang masih bisa diterima pemanen
dimana postur pemanen membentuk sudut gerak yang maksimal di anggota tubuh
atas. Hal ini dilakukan untuk mencari batas resiko maksimal yang dapat terjadi
pada postur pemanen yang nantinya akan dijadikan batasan nilai resiko yang dapat
diterima pemanen. Sebelum melakukan simulasi dengan mengunakan Computer
Aided Design (CAD), terlebih dahulu ditentukan ketentuan simulasi.
Formulasi Jarak aman dan Panjang Egrek yang Dibutuhkan
Proses formulasi jarak aman dan panjang egrek yang dibutuhkan dilakukan
setelah simulasi model antropometri pada kondisi ambang batas ekstrim dilakukan.
Dari kondisi tersebut ditemukan sudut antara egrek dan pohon (. Sudut ini
nantinya akan menghasilkan formulasi jarak aman dan panjang egrek yang ideal
untuk pemanenan kelapa sawit agar tetap aman.
Analisis Biomekanika
Analisis biomekanika dilakukan berdasarkan perhitungan mekanika yang
nantinya akan diterapkan pada setiap model antropometri postur pemanen dalam
kondisi ambang batas ekstrim yang telah dihasilkan pada tahap simulasi
sebelumnya. Gambar postur pemanen tersebut digambarkan sudut-sudut
gerakannya menggunakan CAD. Perhitungan mekanika dilakukan pada segmental
tubuh yang kritis seperti leher, bahu dan lengan bawah. Perhitungan mekanika
pada bahu dan lengan berdasarkan persamaan yang dibuat oleh Philip (2000) yang
diacu oleh Rohman (2008), ditunjukkan pada gambar 5 dan 6.

Gambar 5 Perhitungan kinetika pada bahu

15

Gambar 6 Perhitungan kinetika pada lengan bawah
Perhitungan guna mencari momen dan gaya dapat dilakukan dengan cara
menghitung gaya dan momen secara parsial atau menghitung tiap segmen yang
menyusun tubuh manusia. Berat dari masing-masing segmen seperti dijelaskan
pada Gambar 7.

Gambar 7 Presentasi per segmen tubuh (Tayyari dan Smith 1997)

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi Model Antropometri Pemanenan pada Kondisi Ambang Batas
Ekstrim

Simulasi dilakukan pada dua postur pemanenan yaitu postur sebelum dan
sesudah gerakan memotong pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS). Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan batas resiko maksimal yang dapat terjadi pada
postur saat memanen. Ketentuan-ketentuan simulasi diterapkan terlebih dahulu,
yaitu :
Ketentuan pertama adalah model menggunakan anthropometri pemanen
persentil 5 karena pemanen dengan ukuran tubuh persentil 5 memiliki kondisi
yang lebih sulit (ekstrim) pada saat proses pemanenan. Contohnya semakin tinggi
ukuran tubuh pemanen maka semakin mudah pemanen dalam memanen karena
selisish tinggi badan dan tinggi target potongnya semakin kecil sehingga sudutsudut gerak yang terbentuk pada leher dan bahu semakin kecil. Selain itu, panjang
lengan yang lebih panjang semakin mudah menjangkau egrek. Hal ini
menyebabkan resiko gerak yang terjadi semakin minim. Diharapkan pemanen
dengan ukuran tubuh persentil 5 ini akan mewakili resiko maksimal yang diterima
dalam sampel populasi pemanen pada penelitian ini. Sehingga populasi pemanen
yang mewakili ukuran tubuh lebih besar dari persentil 5 seperti persentil 50 dan
95 akan memiliki resiko yang lebih kecil dari populasi pemanen dengan ukuran
tubuh persentil 5.
Ketentuan kedua yaitu sudut gerak pada joint di leher, punggung dan joint
siku. Hal ini dikarenakan pada joint-joint tubuh tersebut sangat mempengaruhi
terbentuknya sudut gerak yang ekstrim pada joint-joint tubuh yang lain seperti
pada bahu dan joint pada punggung dan anggota tubuh bawah seperti tungkai atas
dan tungkai bawah. Pada joint di leher menggunakan gerakan ekstensi leher (Ne)
yang menggunakan sudut maksimum kurang dari 31° yaitu 30°. Sedangkan pada
joint di punggung menggunakan sudut gerak ekstensi punggung (Be) yang
menggunakan sudut maksimum kurang dari 21° yaitu 20°. Selain itu agar
membentuk gaya momen yang besar pada joint siku menggunakan gerak fleksi
siku tangan (Ef) sebesar 90°. Hal ini berdasarkan Kroemer dan Grandjean (1997)
yang menyebutkan bahwa gaya momen paling besar pada siku yang membengkok
kedalam (fleksi) berada pada sudut gerak antara 90° dan 120°.
Ketentuan ketiga adalah sudut pandang pemanen. Besarnya sudut pandang
pemanen menggunakan sudut pandang 15°. Berdasarkan Kroemer dan Grandjean
(1997), pergerakan mata dalam selang 15° ke atas dan ke bawah dari garis
pandang rata-rata masih tergolong nyaman.
Ketentuan yang terakhir adalah letak egrek. Letak egrek dalam hal ini
adalah posisi egrek terhadap postur pemanen yang letak ujung batang egreknya
sejajar dengan garis bahu agar membentuk sudut fleksi pada bahu mendekati
sudut ekstrim. Hasil simulasi model antropometri pada kondisi ambang batas
ekstrim dapat dilihat pada Gambar 8.

17

a

Keterangan :
Zona 0 (gerakan dalam kategori nyaman)
Zona 1 (gerakan dalam kategori aman)
Zona 2 (gerakan dalam kategori hati-hati)
Zona 3 (gerakan dalam kategori bahaya)
Batang dan pangkal tandan kelapa sawit
Galah egrek

a

Pengelompokkan zona berdasarkan Openshaw (2006) dengan modifikasi penerjemahan kategori
zona.

Gambar 8 Model antropometri pemanenan saat kondisi ambang batas ekstrim
yaitu pada postur sebelum (A) dan sesudah (B) gerakan memotong
pelepah dan tandan
Pada gambar Gambar 8, terdapat dua postur pemanen yang telah
dijelaskan sebelumnya yaitu postur sebelum (A) dan sesudah (B) memotong
pelepah dan tandan (cutting). Pada Postur A, mata pemanen memandang dengan
sudut 15° ke atas. Leher pemanen membentuk sudut ekstensi (Ne) pada ambang
ekstrim yaitu 30° terhadap punggung yang termasuk dalam zona 2 yang berarti
gerakan leher yang terjadi termasuk dalam kategori hati-hati. Punggung
membentuk sudut ekstensi (Be) sebesar 20° terhadap garis normal sesuai dengan
ketentuan simulasi agar membentuk sudut ambang batas ekstrim. Bahu kanan
membentuk sudut fleksi (Sf) sebesar 45° terhadap punggung sedangkan bahu kiri
membentuk sudut fleksi (Sf) sebesar 84° terhadap punggung. Kedua sudut fleksi
pada bahu ini masih dalam zona 1 yang termasuk dalam kategori gerakan yang
aman. Lengan bawah sebelah kanan memiliki sudut fleksi (Ef) sebesar 74°
terhadap bahu sesuai ketentuan simulasi sedangkan lengan bawah sebelah kiri

18
memiliki sudut fleksi (Ef) sebesar 18° terhadap bahu. Gerakan pada lengan bawah
sebelah kanan dan kiri masih termasuk dalam zona 1 yaitu zona gerakan aman.
Kedua lengan kanan dan kiri dimodelkan memiliki perbedaan posisi lengan
berdasarkan pola umum gerak pemanen yang memiliki pola salah satu lengan
berada pada posisi yang lebih tinggi dari lengan yang lainnya. Dalam simulasi
tersebut digambarkan lengan kanan lebih rendah dibandingkan dengan lengan kiri.
Untuk anggota gerak tubuh bagian bawah seperti tungkai atas dan tungkai bawah
semuanya membentuk gerakan aman yang termasuk dalam zona 1 dan dan zona 0
yang memiliki gerakan nyaman. Tungkai atas sebelah kiri dimodelkan memiliki
sudut 0° terhadap garis normal dilanjutkan tungkai bawah yang memiliki sudut 0°
terhadap tungkai atas. Kedua tungkai tersebut termasuk ke dalam gerakan nyaman.
Sedangkan tungkai atas sebelah kanan membentuk sudut ekstensi (Le) sebesar 6°
terhadap garis normal dilanjutkan tungkai bawah membentuk sudut fleksi (Kf)
sebesar 23° terhadap tungkai atas.
Postur B merupakan gerakan sesudah melakukan pemotongan pelepah dan
tandan. Pada leher dimodelkan untuk tetap sama dengan postur A membentuk
sudut ekstensi (Ne) sebesar 30° terhadap punggung. Hal ini dikarenakan saat
sebelum dan sesudah memanen gerakan leher membentuk sudut yang hampir
sama besarnya atau dapat dikatakan posisi leher masih tetap sama. Sehingga
dalam simulasi ini, posisi leher dibuat tetap pada sudut ambang batas ekstrim. Hal
yang sama dilakukan juga pada punggung, dimana punggung tetap dimodelkan
dengan sudut ambang batas ekstrim sesuai ketentuan simulasi. Berbeda dengan
leher dan punggung, secara umum postur pada bahu, lengan bawah dan anggota
gerak bawah seperti tungkai atas dan tungkai bawah berubah sesuai dengan pola
gerak umum pemanen setelah selesai melakukan gerakan tarikan. Bahu kanan
membentuk sudut fleksi (Sf) sebesar 28° terhadap punggung sedangkan bahu kiri
memiliki sudut fleksi (Sf) lebih kecil dari postur A yaitu sebesar 64° terhadap
punggung. Lengan bawah sebelah kiri memiliki sudut fleksi (Ef) yang sama
dengan postur A sesuai dengan ketentuan simulasi. Lengan bawah sebelah kiri
memiliki sudut fleksi (Ef) yang lebih besar dari postur A yaitu sebesar 50°
terhadap bahu. Kesemua gerakan bahu dan lengan masih termasuk ke dalam zona
1 yaitu zona gerakan yang aman. Tungkai atas sebelah kiri membentuk sudut
fleksi (Lf) sebesar 39° terhadap garis normal. Tungkai atas untuk postur B ini
berubah dari gerakan normal padi postur (A) menjadi gerakan fleksi pada postur B
yang dikarenakan tungkai atas sebelah kanan harus membuat tumpuan pada kaki
saat melakukan gerakan tarikan sehingga membentuk gerakan fleksi. Untuk
tungkai atas sebelah kanan pada postur B juga membentuk gerakan fleksi dari
sebelumnya melakukan gerakan ekstensi pada postur A berubah melakukan
gerakan fleksi pada postur B. Hal ini terjadi dikarenakan tungkai sebelah kanan
mengikuti tungkai kiri yang menekuk ke dalam membentuk tumpuan kaki.
Tungkai atas sebelah kanan membentuk sudut fleksi (Lf) sebesar 23° terhadap
garis normal. Tungkai bawah sebelah kanan dan kiri juga melakukan gerakan
fleksi yang membentuk sudut fleksi (Kf) secara berurutan yaitu 75° dan 44°
terhadap tungkai atas. Semua anggota gerak bawah yaitu tungkai atas dan tungkai
bawah memiliki gerakan pada zona 1 yang merupakan zona gerakan aman.

19
Formulasi Jarak Aman dan Panjang Egrek yang Dibutuhkan

Dari simulasi pada tahapan sebelumnya didapat besarnya sudut antara
egrek dengan pohon ( yaitu sebesar 29° berdasarkan sudut gerak yang dibuat
pada ambang batas beban maksimum yang masih dapat diterima. Setelah sudut 
diketahui, formulasi jarak dan panjang egrek dapat dilakukan dengan
menggunakan perbandingan trigonometri pada bangun segitiga siku-siku.
Gambaran perhitungan jarak aman dan panjang egrek yang dibutuhkan dapat
dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Gambaran formulasi rumus jarak aman dan panjang egrek yang
dibutuhkan
Berdasarkan gambar tersebut, jarak aman pemanenan (dt) dan panjang
egrek yang dibutuhkan (lp) dapat ditentukan. Untuk mencari dt maka nilai a harus
dicari. Jarak antara titik pada pangkal bahu (A) dengan titik perpotongan tangan
dan ujung batang egrek (B) disebut dengan a. Besarnya dapat dicari dengan
menggunakan rumus Phytagoras karena lengan atas dan lengan bawah
membentuk sudut siku. Karena simulasi yang dilakukan dalam kondisi ambang
batas ekstrim, maka data antropometri yang digunakan menggunakan persentil 5.
Untuk pemanen dengan persentil 5, panjang lengan atasnya yaitu 26 cm
sedangkan lengan bawahnya sepanjang 23 cm. Sehinga perhitungannya dapat
dilihat pada Persamaan 1.
a =√

= 34.71≈ 35 cm………. (1)

Jika tinggi bahu (Hs) dan tinggi pohon (Ht) diketahui maka garis AB (dh)
dapat diketahui dengan rumus yang dijelaskan pada Persamaan 2.
dh = (Ht-Hs) tan …………………… (2)

20
Setelah a dan dh diketahui maka rumus jarak aman antara pemanen dan pohon
(dt) dapat dirumuskan seperti pada Persamaan 3, 4 dan 5.
dt (m) = dh+ a………………………… (3)
dt (m) = (Ht-Hs)