Sensor Optik Untuk Penentuan Timbal (Ii) Berdasarkan Imobilisasi Ditizon Pada Membran Kitosan-Silika.

SENSOR OPTIK UNTUK PENENTUAN TIMBAL (II)
BERDASARKAN IMOBILISASI DITIZON PADA MEMBRAN
KITOSAN-SILIKA

YUSPIAN NUR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sensor Optik untuk
Penentuan Timbal (II) Berdasarkan Imobilisasi Ditizon pada Membran KitosanSilika adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016
Yuspian Nur
NRP G451130351

RINGKASAN
YUSPIAN NUR. Sensor Optik untuk Penentuan Timbal (II) Berdasarkan
Imobilisasi Ditizon pada Membran Kitosan-Silika. Dibimbing oleh ETI
ROHAETI dan LATIFAH K. DARUSMAN.
Kontaminasi logam berat timbal (Pb) pada lingkungan telah menjadi sumber
perhatian dikarenakan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk mendeteksi kadar logam timbal
(Pb) di lingkungan. Dewasa ini, beberapa metode telah digunakan untuk
penentuan logam Pb. Meskipun metode tersebut sangat sensitif dan selektif, akan
tetapi prosedur yang digunakan cukup rumit, membutuhkan waktu yang cukup
lama serta instrumen yang digunakan juga cukup mahal. Sensor optik (optode)
merupakan alternatif untuk analisis pencemaran logam berat terutama logam Pb di
lingkungan karena memiliki kinerja yang baik, waktu deteksi yang cepat dan
biaya yang cukup murah,.
Memban yang terbuat dari campuran kitosan dan silika dapat menjadi salah
satu alternatif dalam pembuatan optode. Membran tersebut dapat dibuat dengan

metode sol gel. Namun membran kitosan-silika belum spesifik mendeteksi ion
logam Pb2+ sehingga perlu suatu reagen yang spesifik. Reagen ditizon merupakan
salah satu zat pengkelat yang memiliki selektivitas dan sensitivitas terhadap
logam Pb. Tujuan penelitian ini adalah membuat optode dari membran kitosansilika terimobilisasi ditizon serta mengetahui kinerja optode sebagai pendeteksi
ion logam Pb2+.
Optode dibuat dari membran kitosan-silika yang terimobilisasi ditizon dan
diuji pada larutan Pb(NO3)2. Kitosan dan silika dicampur dengan perbandingan
(v/v) 2:1. Membran yang terbentuk digunakan sebagai media imobilisasi larutan
ditizon 5×10-4 M dan menghasilkan membran berwarna jingga (optode). Optode
dikontakkan ke dalam larutan Pb(NO3)2 dengan berbagai konsentrasi, pH dan
waktu kontak serta larutan Pb(NO3)2 yang diberikan ion-ion penggangu seperti
Cd2+, Zn2+, dan Fe3+. Optode akan berubah warna dari jingga menjadi merah
muda apabila terdapat ion logam Pb2+. Absorbansi optode sebelum dan sesudah
pencelupan diukur menggunakan spektrofotometer zat padat Ocean Optisc..
Optode yang telah dibuat memiliki kinerja sebagai berikut. Selektivitas
terbaik diperoleh pada pH 5. Linieritas yang diperoleh pada rentang konsentrasi
0.2 – 1.1 ppm dengan nlai r2 sebesar 0.9921. Limit deteksi dan limit kuantitas
diperoleh cukup rendah yaitu 0.11 dan 0.37 ppm. Optode memiliki akurasi yang
baik dengan rerata perolehan kembali (%PK) sebesar 100.96% ± 7.35 dan presisi
yang teliti dengan rerata standar deviasi relatif (%RSD) 1.43% serta waktu respon

yaitu 3 menit. Optode yang diperoleh cukup sensitif namun belum selektif
terhadap ion logam Pb2+, terutama dengan adanya ion logam Fe3+ dalam larutan.
Optode cukup stabil dengan penyimpanan selama 12 minggu dengan kemampuan
kurang lebih 85% dalam mendeteksi ion logam Pb(II) dari pembuatan awal
optode.
Kata kunci: sensor optik, membran kitosan silika, ditizon, ion logam timbal(II)

SUMMARY
Yuspian Nur. Optical Sensor For The Determination Of Lead (II) Based On
Immobilization Of Dithizonee Onto Chitosan-Silica Membrane. Supervised by
ETI ROHAETI and LATIFAH K. DARUSMAN.
Heavy metal contamination of lead (Pb) in the environment has become a
source of concern due to their effects on human health. Therefore we need a
method to detect levels of metallic lead (Pb) in environment. Recent, the various
methods have been used for the determination of metal ions Pb 2+. Despite the
procedure is complicated, requiring considerable time as well as the instruments
used are also quite expensive. The optical sensor (optode) is an alternative for the
analysis of heavy metal pollution, especially of Pb in environment because the
costs are cheap, fast time detection and good performance.
Membranes were made from a mixture of chitosan-silica may be an

alternative optode.. The membrane can be prepared by sol gel method. But the
chitosan-silica membranes can not yet detect specific metal ions Pb2+ so need a
reagent specific. Dithizone reagent is the chelating agent which shows excellent
sensitivity and selectivity towards Pb2+. metal ions. The purpose of this research
is to prepared the optode of chitosan-silica membrane which was immobilized by
dithizone and to evaluate the optode performance asan the detector of Pb2+. metal
ions.
Optode made from the chitosan-silica membrane which was immobilized by
dithizone and tested on the Pb(NO3)2 solution. Chitosan and silica mixed in ratio
(v/v) 2:1. The membranes formed used as a medium of immobilization by 5×10-4
M dithizone solution and the membrane obtained orange color (optode). The
optode contacted into Pb(NO3)2 solution with various concentration,pH, contact
time and the Pb(NO3)2 solution interfered by Cd2+, Zn2+, and Fe3+ ions. The
optode color will change from orange to pink if it contains Pb2+ ion. The optode
absorbance before and after dyeing measured by solid spectrophotometer Ocean
Optics.
Optode have been made and had the following perrformance. The best
selectivity at pH 5. The linearity obtained in the range of concentration 0.2 - 1.1
ppm with r2 value 0.9921. The limit of detection and limit of quantification were
quite low i.e. 0:11 and 0:37 ppm. Optode has good accuracy with the average of

%PK of 100.96% ± 7.35 and meticulous precision with the average % RSD 1:43
as well as the response time is 3 minutes. Optode obtained sufficiently sensitive
but not selective for the metal ions Pb2+, especially in the presence of metal ions
Fe3+ in solution. Optode quite stable for 12 weeks storage with the ability of
approximately 85% in the detection of metal ions Pb (II) from the initial
preparation optode.
Keywords: optical sensor, chitosan-silica membrane, dithizone, lead(II) metal ion

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SENSOR OPTIK UNTUK PENENTUAN TIMBAL (II)
BERDASARKAN IMOBILISASI DITIZON PADA MEMBRAN

KITOSAN-SILIKA

YUSPIAN NUR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Akhiruddin Maddu, MSi

Judul Penelitian : Sensor Optik untuk Penentuan Timbal (II) Berdasarkan
Imobilisasi Ditizon pada Membran Kitosan-Silika
Nama

: Yuspian Nur
NRP
: G451130351

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Eti Rohaeti, MS
Ketua

Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua program studi Kimia

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc Agr

Tanggal Ujian: 21 April 2016


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah sensor optik, dengan judul “Sensor Optik untuk
Penentuan Timbal (II) Berdasarkan Imobilisasi Ditizon pada Membran KitosanSilika”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai dengan
Desember 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS dan Ibu Prof
Dr Ir Latifah K. Darusman, MS selaku pembimbing yang selalu memberikan
motivasi, arahan, kritik dan saran untuk kelancaran penelitian dan penulisan, serta
laboran Laboratorium Kimia Analitik dan rekan-rekan mahasiswa Sekolah
Pascasarjana Kimia yang telah banyak memberi bantuan dalam menyelesaikan
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu,
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini

bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan
Bogor, Mei 2016

Yuspian Nur

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Kerja

10
10
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

13

5 SIMPULAN DAN SARAN

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Skema operasional ion-selektif membran optode logam
Struktur kitosan
Kesetimbangan tautomerik ditizon
Reaksi kompleks ditizon-Pb
Morfologi permukaan membran kitosan-silika xerogel

4
5
7
8
9

Skema alat spektrofotometer UV-Vis sampel padat

10

7

Membran dengan berbagai perbandingan kitosan silika
Spektrum FTIR
Interaksi Kitosan dan Silika
Hasil payaran SEM perbesaran 10000x
Membran yang telah direndam dalam ditizon dan dibilas aquades
Ilustrasi ditizon terimobilisasi pada pori-pori membran
Warna optode a) sebelum dan b) setelah dikontakkan dengan larutan Pb2+
Nilai absorbansi maksimum optode pada berbagai konsentrasi ion logam
Pb2+ dalam larutan
a) Absorbansi optode pada larutan Pb2+ 0,5 ppm pada beragam pH dan b)
Absorbansi optode pada larutan Pb2+ 0,5 ppm pada beragam waktu
Grafik linieritas optode
Spektrum absorbansi optode pada ion logam Pb2+ dengan adanya ion
penggangu Fe3+, Zn2+, dan Cd2+ dalam larutan
Spektrum absorbansi optode pada minggu ke-0 hingga minggu ke-12

14
15
16
16
17
17
18

8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

18
19
21
22
23

DAFTAR TABEL
1.
2.

Berbagai membran pada sensor kimia optik
Perbandingan kinerja optode menggunakan ditizon sebagai reagen
pengenal

5
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Bagan Alir Penelitian
Nilai absorbansi optode pada pH 3.14 – 9.30
Nilai absorbansi optode dengan larutan Pb(II) dengan waktu kontak 1 – 6
menit
4 Nilai absorbansi optode yang telah dikontakkan dengan larutan Pb(II) serta
perhitungan limit deteksi dan limit kuantitas
5 Perhitungan absorptivitas spesifik dan absorptivitas molar
6 Perhitungan akurasi optode berdasarkan perolehan kembali
7 Perhitungan presisi optode berdasarkan nilai strandar deviasi relatif
8 Data absorbansi optode pada ion logam Pb2+ dengan adanya ion pengganggu
Fe3+, Zn2+ dan Cd2+ dalam larutan
9 Lampiran 8 Data konsentrasi masing-masing logam pada larutan campuran
sebelum dan sesudah optode dicelupkan.
10 Data kestabilan absorbansi optode selama 12 minggu

30
31
32
33
37
39
40
41
41
42

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kontaminasi logam berat timbal (Pb) di lingkungan telah menjadi sumber
perhatian dikarenakan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Keracunan Pb dapat menyebabkan anemia, penurunan IQ dan penurunan fungsi
organ seperti otak dan ginjal. Sumber utama kontaminasi oleh Pb berasal dari
limbah industri besar dan sisa hasil pembakaran bahan bakar dari sarana
transportasi. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang
mengatur kadar logam Pb dalam air yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Data
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3553-2006 memberikan batas maksimum
logam Pb sebesar 0.005 ppm. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 serta World Health Organization (WHO)
menyebutkan batas kadar logam Pb pada air minum sebesar 0.01 ppm.
Kadar ion logam berat terutama logam Pb dapat ditentukan dengan
berbagai metode. Menurut SNI nomor 06-6989.8-2004, kadar logam Pb dapat
ditentukan menggunakan spektrofotometri serapan atom. Selain itu, metode
seperti isotope dilution inductively coupled plasma mass spectrometry
(Christopher & Thompson 2013), inductively coupled plasma optical emission
spectrometry (Alomary & Belhadj 2007) serta metode voltametri (Zhuang et al.
2007) dapat juga digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel.
Meskipun beberapa teknik tersebut sangat sensitif dan selektif, akan tetapi
prosedur yang digunakan cukup rumit, membutuhkan waktu yang cukup lama
serta instrumen yang digunakan juga cukup mahal (Moyo et al. 2014).
Beberapa tahun terakhir, sensor optik (optode) dan biosensor telah
digunakan sebagai alternatif untuk analisis pencemaran logam berat terutama Pb
di lingkungan. Sensor optik memiliki beberapa kelebihan yaitu kinerja yang baik,
waktu deteksi yang cepat, serta biaya yang cukup murah. Aksuner (2011)
membuat sensor fluoresen menggunakan turunan triazolo-thiadiazin yang
diimobilisasi pada membran polivinil klorida untuk mendeteksi ion logam Pb2+
dengan limit deteksi sensor pada konsentrasi 2.2×10-8 M. Zargoosh dan Babadi
(2014) membuat optode menggunakan membran agarosa yang terimobilisasi
ditizon untuk ion logam Pb2+ dan Hg2+ dengan limit deteksi berturut-turut untuk
Hg2+ dan Pb2+ sebesar 2x10-9 mol/L dan 4x10-9 mol/L.
Sensor optik menggunakan membran sebagai matriks dalam mendeteksi
suatu analit. Salah satu bahan yang dapat menjadi alternatif dalam pembuatan
membran adalah kitosan-silika. Sifat rapuh dan biokompatibilitas rendah yang
dimiliki silika dapat diatasi dengan mencampurkan kitosan (Repo et al. 2011).
Silika juga dapat meningkatan kestabilan serta pori-pori dari membran kitosan
(Yunianti & Maharani 2012). Parameter ini sangat berpengaruh untuk membran
optode, pori pada membran dibutuhkan sebagai media penjerapan analat (SamadiMaybodi & Rezaei 2014). Membran kitosan-silika telah diaplikasikan pada
biomedis, farmasi, biosensor, dan adsorben.
Pembuatan membran dari campuran kitosan silika dapat menggunakan
metode sol gel. Metode ini menggunakan temperatur rendah untuk sintesis bahanbahan anorganik di alam atau pencampuran antara bahan anorganik dan organik.

2

Metode sol gel memiliki kelebihan yaitu reaktivitas kimia yang rendah, stabilitas
mekanik tinggi, kompatibilitas yang baik dengan berbagai substrat, serta tidak
memerlukan temperatur yang tinggi (Yari & Abdoli 2010).
Salah satu agen pengompleks yang memberikan warna spesifik terhadap
ion logam Pb2+ adalah ditizon. Ditizon menunjukkan sensitivitas yang dapat
mendeteksi ion logam Pb2+ hingga 0.0035 ppm dan memiliki selektivitas yang
baik terhadap ion logam Pb2+ pada medium alkalin (Rajesh & Manikandan 2008).
Oleh karena itu ditizon dapat digunakan sebagai reagen pengenal dalam
pembuatan sensor optik. Membran kitosan-silika yang termodifikasi ditizon
diharapkan dapat digunakan sebagai sensor optik untuk mendeteksi ion logam
Pb2+ secara sensitif dan selektif, akurat, berbatas deteksi rendah, serta prosedur
analisis cepat dan sederhana.

Perumusan Masalah
Sensor optik untuk penentuan logam berat terutama logam Pb(II) telah
dikembangkan. Namun, kinerja sensor optik tersebut harus tetap ditingkatkan
untuk menghasilkan sensor optik yang memiliki akivitas yang baik, sehingga
diperlukan suatu bahan yang dapat meningkatkan aktivitas dari sensor optik.
Membran merupakan salah satu bagian penting dalam pembuatan sensor optik,
sehingga membran kitosan-silika yang termodifikasi ditizon dapat menjadi salah
satu alternatif dalam pembuatan sensor optik untuk penentuan logam Pb(II).

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk membuat
sensor optik berbasis membran kitosan-silika yang terimobilisasi ditizon dan
mengetahui kinerja dari sensor yang telah dibuat terhadap logam Pb(II).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rujukan untuk pembuatan serta
pengembangan metode sensor optik bagi logam berat lainnya. Hasil dari
penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai pendeteksi awal
kontaminan logam Pb(II) di lingkungan.

Hipotesis Penelitian
Membran kitosan-silika dapat digunakan dalam pembuatan sensor optik
untuk penentuan logam Pb(II) dan memberikan batas deteksi rendah, waktu
respon yang cepat serta stabilitas jangka panjang.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas tiga tahapan utama, yaitu: pembuatan sensor
(optode) dari membran kitosan-silika terimobilisasi ditizon, karakterisasi
membran menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui
morfologi membran dan Fourier Transform Infrared (FTIR) untuk mengetahui
terbentuknya komposit kitosan-silika. Pengujian kinerja sensor meliputi uji
presisi, linearitas, akurasi, waktu respon, limit deteksi, pengujian lama
penyimpanan (untuk mengetahui kemampuan sensor selama penyimpanan), serta
rentang konsentrasi Pb(II) yang dapat dideteksi. Diagram alir penelitian disajikan
pada Lampiran 1.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sensor Optik (Optode)

Sensor optik (optode) merupakan salah satu tipe sensor kimia yang
menghubungkan pengukuran spektroskopi dengan reaksi kimia yang terjadi.
Optode didasarkan pada reaksi suatu komponen analat yang berupa gugus ionofor
(gugus pengenal) yang selektif terhadap suatu komponen aktif yang ditempatkan
dalam sebuah matriks contohnya seperti indikator atau kromoionofor. Optode
memiliki sensitivitas terhadap analit khusus. (Guell et al. 2007).
Optode pertama kali dipelajari untuk penginderaan jarak jauh dalam
aplikasi medis. Miniaturisasi perangkat serat optik dirancang dan dibuat dalam
matriks biologis yang digunakan untuk mengukur hamburan balik cahaya degan
teknik pendaran. Pada tahun 1968, Bergman membuat jenis sensor optik oksigen
pertama berdasarkan teknik fluoresensi yang kemudian diterapkan dalam
pengobatan oleh Lubbers dan Opitz, pada tahun 1975. Bregman membuat
membran dengan ketebalan sekitar 25 – 50 μm dari tiga polimer berbeda yaitu
polietilena, karet silikon, dan karet alam yang sebelumnya telah dicampurkan
hidrokarbon aromatik polisiklik di masing-masing membran. Membran tersebut
kemudian direndam dalam sikloheksana yang mengandung pewarna fluoresen.
(Spichiger-keller 1998).
Sensor optik menggunakan membran sebagai matriks dalam mendeteksi
suatu analit. Membran ini dibuat dengan berbagai teknik seperti ikatan kovalen
reagen dengan matriks membran, serapan kimia fisika, serta penjeratan reagen
secara fisika (Deepa & Ganesh 2014). Guell et al. (2007) membuat sensor optik
menggunakan membran yang terbuat dari campuran PVC dan o-NPOE yang
ditambahkan reagen (4,5 dibromofluoresen oktadesil ester) untuk mendeteksi
pencemaran air.
Bidang sensor kimia optik telah mengalami berbagai pengembangan,
seperti pengembangan transduser, bahan pengenal (sensor) serta teknik
pengukuran analitis untuk mengkorelasi sinyal optik untuk kuantitas analit. Dalam
sensor / biosensor kimia, harus ada beberapa proses pengenalan reversibel atau
regenerable selektif yang relevan untuk analit, dan alat yang dapat
menerjemahkan proses ini menjadi sinyal optik yang memadai (transduksi) untuk

4

optode. Deteksi optik yang terkait dengan kuantitas analit dapat mengandalkan
efek optik intrinsik dan karakteristik optik yang melekat, molekul host berlabel
atau analit kompetitif berlabel serta transduser kimia seperti indikator atau
kromoionofor, yang merespon selektif untuk proses pengenalan primer.
(Spichiger-keller 1998).

Gambar 1 Skema operasional ion-selektif membran optode logam
Skema Operasional ion-selektif membran optode logam (dilambangkan
dengan persegi panjang) pada Gambar 1, di mana molekul host adalah
kromoionofor atau ligan kromogenik CL dan I+ merupakan ion logam. Pada tipe
membran (a), kromoionofor merupakan spesies bermuatan. Jenis membran ini
membutuhkan penambahan anion lipofilik R dengan J+ sebagai ion pengganggu.
Pada tipe membran (b) terjadi kompetisi antara ion logam dengan H+ sebagai ion
pengganggu dari larutan (Spichiger-keller 1998).

Membran
Membran merupakan selaput semi permeabel yang dapat menahan dan
melewatkan molekul tertentu tergantung dengan ukuran molekul tersebut. Operasi
membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dan
aliran fluida melalui sebuah membran. Membran berfungsi sebagai penghalang
untuk memisahkan antara 2 fasa, yang dapat melewatkan komponen tertentu dan
menahan komponen lain dari suatu aliran fluida melalui membran (Mulder, 2000).
Membran dapat diklasifikasi dalam beberapa kategori. Klasifikasi
berdasarkan jenis bahan, struktur dan prinsip pemisahan, serta morfologinya.
Berdasarkan jenis bahan dibagi menjadi membran alami, yaitu membran yang
terbentuk secara alamiah, dan membran sintetik, yaitu membran yang biasanya
tersusun dari bahan sintetik (Mulder 2000).
Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. membran berpori, yaitu membran yang proses pemisahannya berdasarkan
ukuran pori
b. membran tidak berpori, yaitu membran yang proses pemisahannya berdasarkan
perbedaan kelarutan atau difusivitas
c. membran pembawa, yaitu membran yang proses pemisahannya terjadi karena
ada molekul gas pembawa yang memindahkan komponen yang diinginkan
melewati pemisah
Berdasarkan struktur morfologinya, membran dibagi menjadi dua,
membran simetrik dan membran asimetrik. Membran simetrik yaitu membran

5

yang memiliki struktur yang sama dari lapisan atas hingga lapisan bawah.
Kelemahan dari membran ini adalah struktur yang lebih rapat dan
permeabilitasnya rendah. Sedangkan membran asimetrik yaitu membran yang
memiliki struktur berbeda antara lapisan atas dan bawah. Kelebihannya memiliki
selektivitas dan permeabilitas yang tinggi (Mulder 2000).
Membran sebagai sensor merupakan pengembangan kegunaan membran
yang lazimnya digunakan dalam pemisahan, pemekatan, dan pemurnian setelah
berbagai modifikasi dilakukan pada membran tersebut. Penelitian menggunakan
membran sebagai sensor optik telah dilaporkan menggunakan berbagai polimer
serta berbagai zat pengenal untuk beberapa deteksi ion logam dan oksida ion
logam tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Berbagai membran pada sensor kimia optik
Membran (matriks)

Zat pengenal

Penggunaan Sensor

Peneliti

Agarosa

Ditizon

Logam Hg2+, Pb2+

Polivinil klorida

Turunan triazolothiadiazin
8-hydroxyquinaldine
(HQ) dan 4- (2thiazolylazo) –
resorsinol
1,5-difenilkarbazon

Logam Pb2+

Zargoosh
et al.(2015)
Aksuner, 2011

2-(4-pyridylazo)
resorsinol

Logam Co(II)

Selulosa triasetat

Silika
Kitosan

UO22+

Kalyan et al.
(2009)

Logam Zn(II)

Samadi-Maybodi &
Rezaei (2014)
Yusof &Ahmad
(2002)

Komposit Kitosan-Silika
Kitosan (poli-β-(1,4)-D-glukosamin) merupakan makromolekul yang
dapat diperoleh dari proses deasetilasi kitin (poli-β-(1,4)-N-asetil-D-glukosamin).
Kitin tersedia melimpah pada cangkang kepiting, kulit udang dan cangkang
serangga. Kitin merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah
selulosa (Kusumaningsih 2005). Kitosan memiliki gugus amino dan gugus
hidroksil (Gambar 2) yang menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia yang
tinggi, sifat polielektrolit kation dan dapat berperan sebagai penukar ion sehingga
kitosan dapat digunakan sebagai pengikat atau absorben logam-logam berat
(Nugroho 2011).

Gambar 2 Struktur kitosan

6

Aplikasi kitosan berkembang pesat karena senyawa polisakarida ini tidak
hanya tersebar banyak di alam, tetapi juga nontoksik, biodegradabel dan memiliki
banyak manfaat seperti kemampuannya dalam menyerap ion-ion logam, fenol,
protein, dan zat warna (Taba et al. 2010). Pada sensor kimia, membran kitosan
digunakan sebagai tempat imobilisasi reagen kimia seperti gallocynin dengan cara
penjebakan (Yusof & Ahmad 2002).
Silika gel merupakan substrat yang menarik untuk organosilanisasi sebab
permukaannya yang didominasi gugus hidroksil dapat bereaksi cepat dengan agen
organosilan. Ikatan antara Si-O-Si-C yang terbentuk mempunyai stabilitas kimia
yang tinggi. Kualitas dan daya tahan dari material organosilan tergantung pada
sifat alamiah dari ikatan pada permukaannya (Cestari 2000). Silika gel yang
mempunyai gugus silanol bebas (-Si-OH) dan gugus siloksan (-Si-O-Si-) diketahui
mampu mengadsorpsi ion logam berat. Karnib et al. (2014) menggunakan silika
dalam menghilangkan beberapa logam nikel. Aktivitas penghilangan nikel oleh
silika sebesar 70 persen. Hasil ini meningkat hingga 92 persen ketika silika di
kompositkan dengan karbon aktif.
Komposit kitosan-silika telah diaplikasikan pada biosensor, medis dan
farmasi, serta sebagai adsorben logam berat dikarenakan kelebihan dari masingmasing materi. Kitosan memiliki sifat yang bagus yaitu murah, tidak beracun,
kekuatan mekanik dan hidrofobik yang tinggi, biokompatibilitas, serta mampu
membentuk film yang bagus (Solanki et al., 2009). Sedangkan silika menurut Tan
et al. (2005) memiliki kelebihan yaitu porositas yang tinggi, inert kimia, stabilitas
termal, fotokimia tinggi, dan kekakuan fisik (rigidity). Membran yang hanya
terbuat dari kitosan saja memiliki struktur yang rapuh sehingga tidak dapat
digunakan begitu saja sehingga perlu dimodifikasi (Yunianti dan Maharani 2012).
Komposit film kitosan-silika mengatasi kekurangan masing-masing sifat dari
kitosan dan silika sehingga mencegah keretakan dari tekstur silika. Komposit film
mempertahankan manfaat dari kedua bahan ini (tempat imobilisasi enzim atau
reagen), murah dan dapat digunakan sebagai mediator yang efektif sehingga
menguntungkan bagi analisis klinis.

Logam Timbal
Logam timbal (Pb) dalam susunan unsur merupakan logam berat yang
terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah
kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia.
Logam Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu
keperakan, tak mengkilap, tebal, sangat halus, dapat ditempa dengan titik leleh
pada 327.5 ºC dan titik didih 1740 ºC pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai
nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil, yaitu 82.
Logam Pb merupakan logam yang banyak dimanfaatkan oleh manusia
sehingga logam ini juga menimbulkan dampak kontaminasi terhadap lingkungan.
Logam Pb memiliki toksisitas yang tertinggi dan menyebabkan racun bagi
beberapa spesies (MacFarlane & Burchett 2002). Keracunan timbal dapat
menyebabkan kerusakan pada otak serta penurunan IQ, merusak fungsi organ,
penurunan fungsi ginjal dan anemia. Tahun 2008, Badan pengendalian
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Bandung, mengukur kadar Pb di udara

7

dengan mengambil sampel darah dari siswa dibeberapa sekolah dasar. Kadar Pb
yang diperoleh melebihi ambang batas yang telah ditentukan yaitu 10 µg/dL
(Gusnita 2012). Tahun 2012, menurut Kementrian Lingkungan Hidup di
Jabodetabek telah teridentifikasi 71 lokasi lahan tercemar timbal akibat kegiatan
daur ulang aki bekas. Salah satu lokasi lahan yang tercemar logam berat timbal
adalah Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea. Hasil penelitian menunjukkan kadar
timbal (Pb) di dalam tanah mencapai 270.000 ppm (270.000 mg/Kg), sedangkan
standar maksimal yang ditetapkan oleh WHO sebesar 400 ppm (400 mg/Kg).
Kompleks Ditizon-Pb2+
Ditizon merupakan padatan hitam-lembayung yang tidak larut dalam air,
namun larut dalam larutan amonia serta larut dalam kloroform dan karbon
tetraklorida menghasilkan larutan hijau (Jeffery et al. 1989). Kelarutan ditizon
dalam CCl4 adalah 0,5 mg/mL sedangkan dalam kloroform adalah 20 mg/mL.
Larutan ditizon tidak stabil terhadap panas, sinar kuat, dan oksidan.
Ditizon mampu bereaksi dengan beberapa logam membentuk kompleks
logam ditizonat yang spesifik dan larut dalam pelarut organik. Ditizon memiliki
dua atom hidrogen aktif yang terikat pada sulfur dan nitrogen yang dapat diganti
dengan beberapa logam seperti Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, Pd, Ag, Cd, In, Sn, Pt,
Au, Hg, Ti, Pb, Bi, Se, Te, dan Po (Costa et al. 2002). Kompleks dapat terbentuk
dengan baik tergantung pada kation yang bereaksi dengan ditizon, karena ditizon
memiliki dua bentuk tautomer yaitu tioketo dan tiol yang berada pada
kesetimbangan tautomerik yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kesetimbangan tautomerik ditizon (Woźnica et al. 2012)
Tembaga (II) dapat membentuk kompleks dengan kedua bentuk tautomer ditizon,
sedangkan seng hanya dapat membentuk kompleks dengan ditizon pada bentuk
tiol (Woźnica et al. 2012). Reaksi pembentukan senyawa kompleks logam
ditizonat ditunjukkan pada persamaan :
Mn+ + H2O + n H2Dz(o) ⇄ Mn(HDz)n(o)+ n H3O+

Ditizon dapat dibuat selektif untuk logam tertentu melalui salah satu atau
dua prosedur berikut :
a. Mengatur pH larutan yang akan diekstraksi. Perak, merkuri, tembaga, dan
paladium dapat dipisahkan dari logam lain pada media asam (0.1-0.5 M).
Bismut dapat diekstraksi dari media asam lemah, timbal dan seng dari media
netral atau sedikit basa, serta kadmium dari media basa kuat yang mengandung
sitrat atau tartrat.

8

b. Menambahkan agen pembentuk kompleks atau masking agent, misalnya
sianida, tiosianat, tiosulfat, atau EDTA.
Ditizon merupakan reagen yang sangat sensitif untuk jumlah logam dalam
satuan mikrogram. Hanya ditizon murni yang dapat digunakan, karena ditizon
cenderung teroksidasi menjadi difeniltiokarbadiazon (S=C(N=NC6H5)2) yang
tidak bereaksi dengan logam dan tidak larut dalam larutan amonia, namun larut
dalam pelarut organik dengan memberikan larutan berwarna kuning atau coklat
(Jeffery et al. 1989).
Salah satu ion logam yang dapat dideteksi oleh ditizon dengan sensitivitas
dan selektivitas yang baik adalah ion logam Pb2+ dalam suasana basa (Rajesh &
Manikandan 2008). Dalam suasana basa, ion OH- akan berikatan dengan salah
satu ion H+ pada ditizon sehingga membentuk anion ditizonat. Bentuk anion ini
akan membentuk kompleks yang stabil dengan Pb2+. Sedangkan pada suasana
asam, terjadi kompetisi antara ion Pb2+ dengan H+ untuk berikatan dengan ditizon.
Jika H+ berikatan dengan ditizon maka akan terbentuk asam ditizonat sedangkan
bila Pb2+ berikatan dengan ditizon akan terbentuk kompleks ditizon-Pb2+ yang
tidak stabil. Kompleks memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 520
nm (Lang et al. 2008). Ditizon akan membentuk kompleks dengan ion logam Pb2+
membentuk kompleks berwarna merah. Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada
Gambar 4. Ditizon digunakan untuk ekstraksi analitis dan untuk penentuan
kolorimetri ion logam (Harris, 2010)

Merah

Hijau

Gambar 4 Reaksi kompleks ditizon-Pb (Harris, 2010)

Scanning Electron Microscopy
Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengetahui
morfologi suatu permukaan suatu bahan. SEM merupakan mikroskop elektron
yang menggambarkan permukaan suatu bahan dengan menggunakan pancaran
energi yang tinggi dari suatu elektron. SEM dimanfaatkan untuk melihat struktur
topografi permukaan, ukuran butiran, cacat struktural, dan komposisi pencemaran
suatu bahan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat secara tiga dimensi berupa foto
atau gambar. Salah satu hasil SEM pada membran kitosan-silika dapat dilihat
pada Gambar 5.

9

A

B

Gambar 5 Morfologi permukaan membran kitosan-silika xerogel. a) Perbesaran
50x dan b) 10000x (Lee et al. 2009)
Berdasarkan hasil foto SEM, dapat dilihat morfologi dari membran
kitosan-silika yang menunjukkan permukaan yang kasar serta silika terdistribusi
homogen. Gambar ini menunjukkan membran kitosan-silika yang diperoleh dari
proses sol gel menyediakan struktur berpori dan seragam (Lee et al. 2009).
Membran kitosan-silika dapat dibuat dengan berbagai sumber silika.
Rashidova (2004), menggunakan tetraetil ortosilikat (TEOS) dan
polietoksisiloksan (PEOS). Permukaan yang terbentuk dari campuran kitosan
dengan masing-masing sumber silika tersebut memberikan morfologi yang kasar,
namun bentuk silika yang terlihat berbeda. TEOS menyebabkan bentuk dari
partikel silika berbeda-beda (bulat, oval, siku-siku dan segitiga), sedangkan PEOS
menyebabkan bentuk silika seragam yaitu bulat atau bola.

Spektrofotometer UV-VIS Padat
Spektrofotometer UV-Visible (UV-Vis) merupakan alat untuk mengukur
respon yang dihasilkan dari interaksi kimia suatu zat dengan sinar/cahaya daerah
UV-Vis yang melewatinya. Apabila sinar/cahaya yang jatuh pada suatu medium
homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian sinar lagi akan
diserap oleh medium, dan sisanya akan diteruskan. Hal ini dapat diukur dan
dinyatakan sebagai reflektansi, absorbansi, dan transmitan. Reflektansi merupakan
pengukuran besarnya cahaya yang dipantulkan oleh suatu bahan. Nilai absorbansi
menunjukkan perbandingan intensitas sinar yang diserap zat terhadap intensitas
sinar asal sedangkan transmitan merupakan fraksi antara intensitas sinar yang
masuk terhadap intensitas sinar yang keluar.
Spektrofotometer Ocean Optics merupakan perangkat yang dapat
mengukur reflektansi, transmitan dan absorbansi. Spektrofotometer ini terdiri dari
3 komponen utama yaitu sumber cahaya, pemilih panjang gelombang (wavelenght
selector) dan detektor yang dapat dilihat pada Gambar 6 (OceanOpticsInc 2013).

10

Gambar 6 Skema alat spektrofotometer UV-Vis sampel padat (OceanOpticsInc,
2013)
Spektrofotometer Ocean optic Vis-NIR USB4000 telah dikonfigurasikan
untuk aplikasi pada gelombang 350-1000 nm, memiliki 3648-elemen Toshiba
linear CCD array untuk meningkatkan signal-to-noise dan meningkatkan
elektronik
untuk
mengendalikan
spektrofotometer
dan
aksesoris.
Spektrofotometer Vis-NIR USB4000 telah dilengkapi dengan DET4-350-1000
detektor dan ketertiban pemilahan filter mencakup rentang panjang gelombang
350-1000 nm (OceanOpticsInc, 2013). Dibandingkan dengan spektrofotometer
lain, spektrofotometer Ocean optic dapat digunakan untuk sampel yang berbentuk
cairan maupun padatan atau film. Cuvvet holder pada alat ini dapat dimodifikasi
sesuai sempel yang akan diukur.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga November 2015.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB,
Laboratorium Fisika Departemen Fisika IPB, Laboratorium Forensik Markas
Besar Kepolisian Republik Indonesia, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka
IPB.

Bahan dan Alat
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bahan
berkualitas analitis (analytical grade). Kitosan komersil dengan derajat deasetilasi
80-85%. Tetraetil ortosilikat (TEOS), etanol absolut (EtOH), asam klorida (HCl),
asam asetat (CH3COOH), natrium hidroksida (NaOH), larutan standar Pb(NO3)2,
larutan standar Fe(NO3)3, larutan standar Zn(NO3)2, larutan standar Cd(NO3)2 dan
ditizon yang berasaldari Merck.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter (Hanna
HI 2211) untuk menentukan pH larutan sampel. Spektrofotometer UV-VIS
(Ocean Optics) untuk penentuan absorbansi dari optode. Scanning Electron
Microscope (SEM) (Carl Zeis EVO MA 10) dan Fourier Transform Infrared

11

(FTIR) (Bruker Tensor 3) untuk karakterisasi membran serta SSA Shimadzu AA6800 untuk menentukan jumlah konsentrasi ion logam dalam larutan sampel.

Prosedur Kerja
Pembuatan Membran Kitosan-Silika (modifikasi Samadi-Maybodi 2014 dan
Yunianti & Maharani 2012)
Pembuatan membran kitosan-silika dengan mencampurkan larutan kitosan
dan larutan sol silika. Larutan kitosan dibuat dengan cara 3 gr kitosan dilarutkan
dalam 100 mL CH3COOH 2% dan diaduk selama 3 jam (larutan kitosan 3%).
Larutan sol silika dibuat dengan cara 22.2 mL tetra etil orto silikat (TEOS)
ditambahkan 22.2 mL etanol, 88.8 mL aquades serta 0.5 mL HCl 0.1 M.
Campuran larutan diaduk selama 24 jam menggunakan pengaduk magnetik (sol
silika). Selanjutnya larutan kitosan ditambahkan pada sol silika dengan variasi
rasio volume larutan kitosan : silika masing-masing 3:7; 1:1; 2:1; dan 3:1 (v/v)
dengan pengadukan selama 2 jam. Larutan yang telah homogen selanjutnya
dituangkan ke dalam plat kaca dan dikeringkan pada suhu kamar hingga diperoleh
membran kitosan-silika kering. Untuk melepas membran dari cetakan, diperlukan
perendaman dengan menggunakan NaOH 1%. Membran yang diperoleh
selanjutnya dibilas dengan aquades hingga netral (Yunianti dan Maharani 2012).
Membran kitosan-silika direndam pada larutan ditizon 5x10-4 M selama 6
jam untuk mengimobilisasi ditizon pada membran kitosan-silika. Setelah
direndam, membran dibilas dan direndam kembali dalam aquades selama 12 jam
(Samadi-Maybodi 2014).
Pencirian Membran Kitosan-Silika
Karakterisasi membran diuji menggunakan FTIR dan SEM. FTIR digunakan
untuk mendapatkan spektrum inframerah dari membran sehingga dapat dianalisis
gugus fungsinya pada saat sebelum dan sesudah terbentuknya komposit. SEM
digunakan untuk melihat morfologi permukaan membran kitosan dan kitosansilika. Membran yang terbentuk, terlebih dahulu disalut dengan emas selama
kurang lebih 40 menit. Setelah membran disalut, permukaan membran dilihat
menggunakan SEM.
Pengukuran menggunakan UV-Vis Ocean Optics (Scindia et al. 2004)
Kinerja optode diketahui dari pengukuran panjang gelombang maksimum,
pH optimum serta waktu respon optode terhadap ion logam Pb2+. Pengukuran
kinerja optode menggunakan spektorfotometer UV-VIS Ocean Optics. Optode
dengan ukuran 1 x 1 cm direndam terlebih dahulu dalam larutan Pb2+ dengan pH
optimum hingga optode berubah warna dari jingga menjadi merah muda. Optode
kemudian diangkat dan dikeringkan. Optode yang telah kering ditaruh pada
Cuvette holder Ocean Optics dan diukur dengan panjang gelombang visible pada
kisaran 450-500 nm.

12

Penentuan pH optimum dan Waktu respon (Samadi-Maybodi 2014)
Uji pH optimum. Optode direndam ke dalam larutan Pb(NO3)2 dengan
pH larutan 3. Diukur absorbansi dari optode tersebut. Dilakukan kembali prosedur
tersebut dengan variasi pH larutan dari 4 hingga 9.
Uji Waktu respon. Optode direndam ke dalam larutan Pb(NO3)2 selama 1
menit. Diukur absorbansi dari optode tersebut. Dilakukan kembali prosedur
tersebut dengan variasi perendaman selama 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit,
dan 6 menit.
Penentuan rentang kerja membran kitosan-silika (modifikasi Scindia et al.
2004)
Penentuan rentang kerja dilakukan dengan cara merendam optode dalam
larutan Pb(II) dengan berbagai variasi konsentrasi yaitu pada rentang 0.01 ppm
hingga 2.8 ppm. Selanjutnya diukur absorbansi masing-masing optode
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Ocean Optics untuk mendapatkan
jangkauan kerja optode.
Uji Linearitas (Aldinomera et al. 2014)
Kurva standar dibuat menggunakan nilai absorbansi dari optode yang telah
direndam dengan beberapa konsentrasi larutan Pb(NO3)2. Konsentrasi kurva
standar yang dibuat meliputi lima konsentrasi. Analisis dilakukan pada masingmasing preparat menggunakan metode yang akan divalidasi dengan jumlah
pengulangan sebanyak 3 kali.
Penentuan Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi (Harmita 2004)
Penentuan limit deteksi dan limit kuantitasi dapat menggunakan rumus :
Q=

kx

s
Keterangan :
Q = Limit deteksi atau limit kuantitasi
k = Nilai k berlaku 3 untuk limit deteksi dan 10 untuk limit kuantitasi
SD = Standar deviasi
s = Rerata kemiringan kurva standar

Uji Ketelitian (Aldinomera et al. 2014)
Uji ketelitian dilakukan dengan melihat persen standar deviasi relatif
dengan menggunakan rumus :
% RSD =
Keterangan :
RSD = standar deviasi relatif
SD
= standar deviasi
x
= rerata absorbansi

x 100%

13

Uji Akurasi (Aldinomera et al. 2014)
Uji akurasi dapat dinilai dari persen perolehan kembali suatu pengukuran.
Penentuan akurasi dapat menggunakan rumus :
% Perolehan Kembali =

a-b

x 100%

Keterangan :
a = Konsentrasi sampel + Konsentrasi sampel hasil pengukuran
b = Konsentrasi sampel
c = Konsentrasi standar teoritis
Uji Selektivitas dan Stabilitas Optode (Samadi-Maybodi 2014)
Uji Selektivitas. Pada optode perlu dilakukan pengujian selektifitas untuk

melihat adanya pengaruh dari zat lain yang dapat mengganggu respon pada
optode. Pengujian ini untuk melihat seberapa selektif optode terhadap logam
Pb(II). Optode diuji dengan mencelupkan optode pada campuran larutan Pb(II)
yang mengandung beberapa ion logam yaitu ion Cd(II), Zn(II), dan Fe(III) dengan
berbagai perbandingan konsentrasi. Setelah itu diukur absorbansi untuk
mengetahui respon optode menggunakan spektrofotometer Uv-Vis Ocean Optics.
Larutan campuran sebelum dan sesudah perendaman optode diuji menggunakan
spektrofotometer serapan atom untuk mengetahui konsentrasi masing-masing
logam pada larutan.
Uji Stabilitas. Optode dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm sebanyak 10
lembar dan disimpan di dalam lemari pendingin. Optode diuji dengan cara
mengukur absorbansi dari warna yang terbentuk pada optode saat dicelupkan
dalam larutan ion Pb(II). Pengujian ini dilakukan selama 10 minggu dengan satu
lembar optode setiap minggunya.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Kitosan Silika
Membran kitosan silika untuk sensor optik (optode) dibuat menggunakan
metode sol gel. Metode sol gel merupakan metode dengan mengubah fase cair
menjadi koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam zat cair (sol) dan
kemudian menjadi koloid yang mempunyai fraksi solid yang lebih besar daripada
sol (gel). Membran dibuat dengan mencampurkan larutan kitosan dan tetraetil
ortosilikat sebagai prekursor silika dengan berbagai variasi perbandingan yaitu
3:7, 1:1, 2:1, dan 3:1 ditunjukkan pada Gambar 7.
Membran dengan perbandingan kitosan dan silika 3:7 menunjukkan
permukaan membran yang retak sehingga membran yang terbentuk tidak
sempurna dan tidak dapat digunakan sebagai optode (Gambar 7a). Membran
dengan perbandingan kitosan 1:1, 2:1, dan 3:1 menghasilkan membran yang tidak
retak dan homogen, ditunjukkan oleh Gambar 7b, 7c dan 7d. Membran dengan
perbandingan kitosan silika 2:1 menghasilkan membran berbentuk lembaran yang
tidak mengkerut dan cukup transparan sehingga mengurangi gangguan sifat optik

14

dari membran yang akan dibuat optode. Membran dengan perbandingan lain tidak
baik digunakan untuk pembuatan optode karena pada perbandingan 1:1 lembaran
membran mengkerut setelah dilepas dari wadah cetak dan pada perbandingan 3:1
lembaran yang dihasilkan memiliki warna yang tidak trasnparan walaupun
membran tersebut tidak mengkerut sehingga kedua perbandingan ini tidak dapat
digunakan dalam pembuatan membran optode karena akan mempengaruhi kinerja
dari optode yang akan dibuat.
Jumlah penambahan kitosan dan silika mempengaruhi terbentuknya
membran, semakin tinggi jumlah silika membran tidak terbentuk (retak).
Sedangkan dengan penambahan kitosan yang berlebih mempengaruhi warna
membran (semakin buram). Hal ini dapat mempengaruhi hasil pengukuran optode
yang dihasilkan. Beberapa parameter seperti stabilitas mekanik, permeabilitas
membran untuk analit dan kemampuan membran mengimobilisasi reagen dapat
mempengaruhi kinerja dari optode seperti selektivitas dan waktu respon
(Jerónimo et al. 2007). Kitosan merupakan biopolimer yang dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan membran, namun membran yang terbentuk rapuh
sehingga membran dimodifikasi dengan silika untuk memperbaiki sifat dari
membran tersebut (Yunianti & Maharani 2012). Komposisi kitosan silika 2:1
menunjukkan membran yang memiliki transparan yang baik dan tidak retak
sehingga dapat digunakan sebagai membran untuk pembuatan sensor optik
(optode).
a

b

c

d

Gambar 7 Membran dengan berbagai perbandingan kitosan silika. a) 3:7, b) 1:1,
c) 2:1, serta d) 3:1

Hasil Pencirian Membran Kitosan Silika
Spektrum FTIR membran kitosan (Gambar 8a) menunjukkan adanya pita
serapan yang melebar dan kuat pada daerah 3384 cm- 1 yang merupakan regangan
NH amina yang tumpang tindih dengan regangan OH. Serapan pada bilangan
gelombang 2920 cm- 1 menunjukkan regangan C-H. Vibrasi tekuk NH pada
daerah 1589 cm- 1. Regangan C-O-C terdapat pada 1152 cm-1 dan regangan C-O
pada bilangan gelombang 1074 cm- 1.
Spektrum membran kitosan yang terkomposit dengan silika (Gambar 8b)
serta spektrum membran kitosan-silika terimobilisasi ditizon (Gambar 8c) tidak
berbeda jauh dengan spektrum membran kitosan. Puncak yang muncul pada
spektrum membran kitosan juga terdapat pada spektrum komposit kitosan silika
dan komposit kitosan silika terimobilisasi ditizon. Namun terdapat puncak baru
pada kedua spektrum tersebut dan pergeseran bilangan gelombang. Pada spektrum

15

100

a

Transmitan (%)

membran kitosan silika, daerah 1076 cm-1 menunjukkan serapan regangan Si-OSi, serta pada 897 cm-1 yang menunjukkan Si-OH. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Yunianti dan Maharani (2012), bahwa silika memiliki
serapan pada daerah sekitar 1073.65 cm-1 serta pada kisaran 872.63 cm-1 yang
menunjukkan adanya serapan regangan Si-O-Si dan Si-OH. Pergeseran terjadi
pada daerah bilangan gelombang dari 3384 cm-1 menjadi 3367 cm-1. Menurut
Yunianti dan Maharani (2012), pergeseran bilangan gelombang terjadi karena
adanya interaksi gugus OH pada silika dengan NH pada kitosan. Sedangkan pada
membran yang teimobilisasi ditizon, terdapat puncak baru pada daerah 2460 cm-1
yang merupakan gugus S-H dan 2340 cm-1 yang merupakan gugus C=N dari
ditizon.

b
897

c
2460
2340

3384
2920
3367

1152
1589
1076

3384

4000

3500

3000

2500
2000
1500
Bilangan gelombang (cm-1)

1000

500

0

Gambar 8 Spektrum FTIR
Spektrum kitosan yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai dengan
beberapa gugus yang khas dari kitosan. Menurut Taba et al. (2010), gugus–gugus
yang khas untuk kitosan akan terlihat pada daerah serapan 1558 cm -1 yang
merupakan vibrasi tekuk NH dan 2928 cm-1 yang merupakan daerah serapan
regangan C-H.
Berdasarkan karakterisasi gugus fungsi menggunakan FTIR, terdapat
interaksi antara kitosan dan silika. Menurut Al-Sagher dan Muslim (2010),
interaksi tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus
amida pada kitosan dengan silanol (Gambar 9). Interaksi lain yaitu ikatan kovalen
yang terbentuk dimungkinkan karena reaksi esterifikasi dari gugus hidroksil
kitosan pada gugus silanol silika. Namun interaksi yang diperoleh tidak mengubah
struktur inti dari masing-masing material baik kitosan maupun silika. Komposit
dari kedua material saling memperbaiki kelemahan masing-masing dan dapat
mempertahankan manfaat dari masing-masing material.

16

Kitosan dalam asam asetat

TEOS

Gambar 9 Interaksi kitosan dan silika (Al-Sagher dan Muslim 2010)
Karakterisasi menggunakan SEM menunjukkan permukaan yang rapat dan
halus pada membran kitosan dengan perbesaran 10000x (Gambar 10a). Dari
gambar tersebut terlihat bahwa membran kitosan memiliki permukaan yang rapat,
sehingga pori atau rongga pada permukaan tidak terlihat. Terdapat gumpalan pada
permukaan yang mungkin menunjukkan bahwa larutan kitosan yang dibuat belum
semuanya terlarut dengan sempurna sehingga perlu penambahan lama
pengadukan dalam pembuatan larutan kitosan. Penambahan silika pada membran
kitosan membuat permukaan kitosan menjadi kasar dengan adanya partikel dari
silika (Gambar 10b). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Lee et al. (2009), bahwa silika dapat mempengaruhi permukaan kitosan yang
halus menjadi kasar.
Partikel silika pada penelitian ini tidak terdistribusi dengan baik karena
campuran komposit yang tidak homogen. Lama pengadukan dapat mempengaruhi
homogenitas dari silika pada permukaan kitosan. Tidak terdistribusinya silika
dengan baik menunjukkan bahwa keberadaan silika dalam komposit tidak terpusat
pada satu tempat saja.
Bentuk partikel silika pada permukaan membran tidak seragam
dikarenakan prekursor yang digunakan dalam komposit adalah TEOS. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rashidova et al. (2004),
dengan penggunaan TEOS sebagai prekursor silika dapat menyebabkan partikelpartikel yang terlihat pada permukaan membran berbeda-beda (bulat, oval, sikusiku dan segitiga). Permukan kasar yang dihasilkan dapat membantu dalam
penjerapan ditizon serta logam yang akan digunakan dalam pengujian sensor.

A

B

Gambar 10 Hasil payaran SEM perbesaran 10000x, a) Membran kitosan,
b) Membran komposit kitosan silika

17

Imobilisasi Ditizon pada Membran Kitosan Silika
Ditizon merupakan salah satu reagen yang dapat bereaksi dengan logam
membentuk kompleks logam ditizonat yang spesifik. Imobilisasi ditizon pada
membran dilakukan agar sensor optik spesifik terhadap logam. Membran yang
telah terimobilisasi ditizon ditandai dengan perubahan warna membran menjadi
jingga (Gambar 11). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Zargoosh
dan Babadi Ditizon (2015), membran agaros yang terimobilisasi ditizon
menunjukkan warna jingga. larutan ditizon akan berwarna hijau pekat pada
konsentrasi tinggi dan berwarna jingga pada konsentrasi rendah.

Gambar 11 Membran yang telah direndam dalam ditizon dan dibilas aquades
Membran yang terbuat dari kitosan silika menghasilkan pori pada
pemukaannya. Salah satu metode imobilisasi pada pembuatan sensor adalah
penjebakan reagen pada pori matriks (Jerónimo et al. 2007). Berdasarkan hal
tersebut, diduga ditizon berdifusi pada permukaan membran sehingga dapat
terjebak pada pori-pori membran kitosan silika. Ilustrasi ditizon terjebak di dalam
pori-pori membran dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Ilustrasi ditizon terimobilisasi pada pori-pori membran

Hasil Pengukuran Sensor Optik (Optode) Ion Logam Timbal (II)
Sensor optik (optode) yang diujikan menghasilkan perubahan warna dari
jingga menjadi merah muda pada saat mendeteksi ion logam Pb2+ yang
ditunjukkan pada Gambar 13. Perubahan warna terjadi dikarenakan ditizon yang
telah terimobilisasi pada membran kitosan-silika membentuk kompleks dengan
ion logam Pb2+ yang terdapat pada larutan.

18

A

B

Gambar 13 Warna optode a) sebelum dan b) setelah dikontakkan dengan larutan
Pb2+

Absorbansi

Logam Pb2+ membentuk kompleks dengan ditizon dengan bentuk
perbandingan mol logam : ditizon yaitu 1:2. Hidrogen pada atom nitrogen dan
sulfur akan terlepas, sehingga atom nitrogen dan sulfur pada ditizon akan
berikatan membentuk kompleks dengan ion logam Pb2+. Skema komple