Deteksi Avian Influenza Pada Anak Ayam Umur Sehari Menggunakan Uji Cepat Dan Real Time Rt Pcr

DETEKSI AVIAN INFLUENZA PADA ANAK AYAM UMUR
SEHARI MENGGUNAKAN UJI CEPAT DAN REAL TIME
RT-PCR

INTARTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Avian Influenza
pada Anak Ayam Umur Sehari Menggunakan Uji Cepat dan Real Time RT-PCR
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Intarti
NIM B251130204

RINGKASAN
INTARTI. Deteksi Avian Influenza pada Anak Ayam Umur Sehari Menggunakan
Uji Cepat dan Real Time RT-PCR. Dibimbing oleh RETNO D SOEJOEDONO
dan TRIOSO PURNAWARMAN.
Avian influenza merupakan zoonosis prioritas yang memerlukan prioritas
untuk dikendalikan dan ditanggulangi. Anak ayam umur sehari merupakan salah
satu hewan yang berpotensi membawa risiko masuk dan tersebarnya penyakit
avian influenza. Kasus penyakit avian influenza yang tidak terdeteksi dengan
tepat, menyebabkan meluasnya kasus di lapangan. Pemilihan sampel dan metode
uji yang tepat penting untuk membuat diagnosis yang cepat dan handal. Uji cepat
masih digunakan karena memberikan hasil uji yang cepat sehingga penyebaran
avian influenza di lapangan dapat dicegah secara maksimal. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeteksi kasus avian influenza pada anak ayam umur sehari
yang dilalulintaskan melalui Bandara Mozes Kilangin menggunakan uji cepat dan
real time reverse transcriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR).

Besaran sampel usap trakea dihitung berdasarkan metode disease detection
didapatkan 113 sampel usap trakea berasal dari Jayapura, Surabaya, dan Kediri.
Metode pengujian sampel usap trakea yang digunakan dalam penelitian ini adalah
uji cepat dan rRT-PCR. Primer yang digunakan dalam metode rRT-PCR adalah
primer
forward
H5
IVA-D148H5
(5ʹAACAGAGAGGAAATAAGTGGAGTAAA-ATT-3ʹ), primer reverse H5 IVAD149H5 (5ʹ-AAAGATAGACCAGCTACCATGATTGC-3ʹ), probe H5-IVA-H5a
(5ʹFAM-TCAACAGTGGCGAGTTCCCTAGCA-TAMRA3ʹ), primer forward H5
IVA-D204f (5ʹ-ATGGCTCCTCGGRAACCC-ATT-3ʹ), primer reverse H5 IVAD205r (5ʹ-TTYTCCACTATGTAAGACCATTCCG-3ʹ), probe H5-IVA-D215P
(5ʹFAM-ATGTGTGACGAATTCMT-MGBNFQ-3ʹ). Data yang dihasilkan dari
penelitian dianalisis secara deskriptif.
Hasil uji cepat dari sampel usap trakea menunjukkan bahwa anak ayam
umur sehari tidak terdeteksi virus avian influenza. Hasil ini ditandai dengan
munculnya satu garis berwarna ungu pada garis kontrol. Hasil pengujian dengan
metode rRT-PCR menunjukkan hasil tidak terdeteksi virus avian influenza. Hasil
uji ini ditandai dengan grafik tidak membentuk kurva sigmoid dan nilai cycle
treshold undetermined.
Kata kunci: anak ayam umur sehari, avian influenza, rRT-PCR, uji cepat


SUMMARY
INTARTI. Detection Avian Influenza in Day Old Chick Using Rapid Test and
Real Time RT-PCR. Supervised by RETNO D SOEJOEDONO and TRIOSO
PURNAWARMAN.
Avian influenza is a priority zoonoses that require to be controlled and
mitigated. Day old chicks is one animal that has potential to carry the risk of entry
and spread of avian influenza. Cases of avian influenza that has not detected
correctly, causing the spread of cases in the field. Sample and test methods are
selected appropriately is important to make a fast and reliable diagnosis. Rapid
test method is used because it provides a rapid test results so that the spread of
avian influenza in the field can be prevented to the maximum. The aim of this
study was to detect avian influenza in day old chicks transported via Mozes
Kilangin Airport by rapid test and real time reverse transcriptase polymerase chain
reaction (rRT-PCR).
Sample size of tracheal swab was calculated based on disease detection
method, obtained 113 tracheal swab originating from Jayapura, Surabaya, and
Kediri. The examination of tracheal swab samples were conducted using rapid test
and rRT-PCR. Primers used in the rRT-PCR method are primer forward H5 IVAD148H5
(5ʹ-AACAGAGAGGAAATAAGTGGAGTAAA-ATT-3ʹ),

primer
reverse H5 IVA-D149H5 (5ʹ-AAAGATAGACCAGCTACCATGATTGC-3ʹ),
probe H5-IVA-H5a (5ʹFAM-TCAACAGTGGCGAGTTCCCTAGCA-TAMRA3ʹ),
primer forward H5 IVA-D204f (5ʹ-ATGGCTCCTCGGRAACCC-ATT-3ʹ),
primer reverse H5 IVA-D205r (5ʹ-TTYTCCACTATGTAAGACCATTCCG-3ʹ),
probe H5-IVA-D215P (5ʹFAM-ATGTGTGACGAATTCMT-MGBNFQ-3ʹ). The
data generated from the study were analyzed descriptively.
Rapid test results from tracheal swab samples showed that the day old
chicks were not detected towards avian influenza virus. This results are marked by
the appearance of a purple line on the control line. Test results with rRT-PCR
showed were not detected towards avian influenza virus. This results are marked
by graph which do not form a sigmoid curve and cycle threshold value
undetermined.
Keywords: avian influenza, day old chicks, rapid test, rRT-PCR

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI AVIAN INFLUENZA PADA ANAK AYAM UMUR
SEHARI MENGGUNAKAN UJI CEPAT DAN REAL TIME
RT-PCR

INTARTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed
Dr Ir Naresworo Nugroho, MS

Judul Tesis : Deteksi Avian Influenza
pada Anak Ayam Umur Sehari
Menggunakan Uji Cepat dan Real Time RT-PCR
Nama
: Intarti
NIM
: B251130204

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Drh Retno D Soejoedono, MS
Ketua

Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 4 Februari 2015
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah. Tema
penelitian yang dipilih dengan judul “Deteksi Avian Influenza pada Anak Ayam
Umur Sehari Menggunakan Uji Cepat dan Real Time RT-PCR”.
Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Drh Retno D
Soejoedono, MS dan Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi selaku pembimbing, yang
telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan
mendorong penulis sejak awal usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis
ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr med vet Drh Denny Widaya
Lukman, MSi selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Penulis sampaikan pula ucapan terima kasih kepada Badan Karantina Pertanian
yang telah memberikan beasiswa, Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Timika dan
manajer program kelas khusus karantina Program Studi Kesehatan Masyarakat
Veteriner serta pak Agus yang sudah membantu kelancaran studi ini. Terima kasih
juga kepada rekan-rekan sejawat kelas khusus karantina Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner tahun 2013 (Tini, Anin, Yasmin, Hanif, Zulfikhar, Rifky,
Syahdu, Saimah, Citra, Ambar, Leo, Kamil, Sumitro, Aditya, Heru, Santo, Winda,
Doni, Isti).

Akhirnya ucapan terima kasih yang dalam kepada Ibu Rubiyem, Bapak
Girno Raharjo, adik, suami Andi Hajar Aswad dan anakku Andi Alfaraby Ibnu
Hajar yang telah memberikan dukungan moral dan material dalam menyelesaikan
penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam kelancaran
studi dan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Intarti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Virus Avian Influenza
Ketahanan Virus Avian Influenza di Lingkungan
Patogenesis Virus Avian Influenza

Avian Influenza pada Unggas dan Anak Ayam Umur Sehari (DOC)
Metode Diagnosa Avian Influenza

4
4
5
5
6
7

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Pengambilan Sampel
Uji Cepat Avian Influenza
Uji rRT-PCR
Analisis Data

9
9
9
9
10
10
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deteksi AI pada DOC
Uji Cepat dan rRT-PCR Virus AI

14
14
16

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Dampak infeksi virus AI pada unggas komersial di wilayah Hazara
Besaran sampel DOC
Preparasi untuk membuat viral lysis/binding sol
Preparasi untuk membuat bead resuspension mix
Preparasi wash solution mix
Komposisi master mix rRT-PCR untuk AI H5
Hasil sampel usap trakea DOC yang diambil di Bandara Mozes Kilangin
Hasil pengujian AI menggunakan uji cepat dan rRT-PCR

7
10
11
11
12
12
14
14

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur virus Influenza
2 Prinsip uji cepat AIV Ag
3 Anak ayam umur sehari (DOC) a) broiler, b) ayam kampung super yang
dilalulintaskan melalui Bandara Mozes Kilangin
4 Hasil uji cepat sampel usap trakea terbentuk hanya satu garis berwarna
ungu, a) asal Jayapura 1, b) asal Jayapura 3, c) asal Jayapura 4, d) asal
Surabaya, e) asal Kediri
5 Kurva amplifikasi hasil uji RT-PCR virus avian influenza H5 a) kontrol
positif membentuk kurva sigmoid dan menembus batas threshold, b) batas
threshold 0.2, c) 113 sampel, kontrol negatif dan kontrol tanpa template
tidak membentuk kurva yang sigmoid dan tidak menembus batas
threshold

4
8
15

16

17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Data hasil uji cepat dan rRT-PCR usap trakea DOC
25
Nilai cycle threshold (Ct) rRT-PCR AI H5 (threshold 0.2, baseline start 3,
baseline end 15, reporter FAM, quencher TAMRA)
28
Raw data fluoresens rRT-PCR AI duplex H5
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Virus highly pathogenic avian influenza (HPAI) dapat menyebar dengan
cepat di dalam flok maupun antar flok, menyebabkan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) yang tinggi. Virus avian influenza
(AI) subtipe H5 dapat menjadi sangat virulen pada unggas yang menyebabkan
meningkatnya kejadian penyakit AI dengan intensitas yang tinggi dan memiliki
dampak ekonomi yang besar (Desvaux et al. 2009). Kerugian ekonomi yang
signifikan dapat langsung dikaitkan dengan penyakit ini berupa kematian, daya
tetas rendah dan tingkat pemusnahan tinggi (Ayaz et al. 2010). Kasus HPAI
H5N1 telah mengakibatkan kematian ayam tidak kurang dari 7 650 849 ekor
ayam, serta dimusnahkan dengan cara depopulasi terseleksi sekitar 2 798 639 ekor
ayam (Deptan 2004). Virus AI beradaptasi ke spesies yang terinfeksi dengan
transmisi yang biasanya terjadi antar individual dengan spesies yang sama.
Penularan inter spesies terjadi antara dua spesies yang memiliki hubungan spesies
dekat dimana proses adaptasi ke inang baru dapat terjadi secara cepat (Akoso
2006). Wabah AI di Indonesia muncul tahun 2003 menyerang ayam ras komersial
di Jawa Barat dan Jawa Tengah, meluas hingga di beberapa wilayah Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Lampung, Bali,
Sumatera dan Kalimantan (Widiasih et al. 2012). Angka kesakitan (morbiditas)
dan angka kematiannya (mortalitas) sangat tinggi yaitu mencapai 90%.
Berdasarkan diagnosa klinis, epidemiologi dan uji laboratorium, diketahui bahwa
wabah AI di Indonesia disebabkan oleh virus Influenza tipe A unggas subtipe
H5N1 (Deptan 2008). Wabah AI yang terjadi di Indonesia telah dapat
diidentifikasi dan ditentukan subtipenya berdasarkan metode reverse transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR). Hasil menunjukkan bahwa semua isolat
Jawa Timur 1, Jawa Timur 2, Jawa Barat 1, Jawa Barat 2, Jawa Barat 3, Jawa
Barat 4, Jawa Barat 5, Jawa Barat 6 adalah virus AI dengan subtipe H5
(Dharmayanti et al. 2004).
Virus AI dapat menginfeksi unggas melalui kontak langsung atau tidak
langsung dengan unggas yang terinfeksi. Pada unggas yang terinfeksi, virus AI
biasanya ditemukan di air liur, sekreta dari hidung dan di dalam kotorannya.
Unggas yang peka akan mengalami infeksi pada saat kontak dengan sekreta yang
telah terkontaminasi (Tamher & Noorkasiani 2008). Penularan dapat terjadi
melalui perpindahan unggas terinfeksi, perpindahan peralatan yang terkontaminasi,
paparan bahan organik yang infeksius (Capua & Marangon 2006). Sifat utama
dari infeksi virus AI adalah airborne infection, yaitu penularan melalui udara yang
dengan cepat mencapai selaput lendir saluran pernafasan. Salah satu hasil
penelitian menemukan bahwa kecepatan pelepasan partikel dapat mencapai
80 mil/jam (setara dengan 120 km/jam) (Tamher & Noorkasiani 2008). Penularan
melalui airborne ke peternakan lain dengan jarak yang jauh belum dibuktikan
(Capua & Marangon 2006). Beberapa studi menemukan peran penting dari
migrasi burung sebagai kendaraan patogen di seluruh dunia. Virus ini juga dapat
menyebar dari negara endemik ke lokasi lain melalui perdagangan internasional
burung eksotik (Boseret et al. 2013).

2
Peningkatan intensitas dan volume perdagangan hewan termasuk anak ayam
umur sehari (day old chick/ DOC) yang berdampak pada tingginya risiko masuk
dan tersebarnya penyakit hewan karantina HPAI menuntut kesiapan karantina
hewan. Persyaratan lalu lintas DOC yang berkaitan dengan tindakan karantina
antara lain DOC bibit induk (parent stock) dan final stock berasal dari peternakan
yang induknya telah divaksinasi, DOC yang dilalulintaskan harus memiliki titer
maternal antibodi yang protektif terhadap virus AI, uji rRT-PCR dengan primer
matriks dan H5 menunjukkan hasil negatif atau tidak ditemukan adanya partikel
virus AI serta berasal dari peternakan pembibitan yang tidak terjadi kasus AI
sekurang-kurangnya 30 hari terakhir sebelum dikeluarkan (Deptan 2008).
Tindakan monitoring harian atau mingguan merupakan langkah yang paling tepat
untuk mengetahui kebenaran persyaratan dokumen karantina, monitoring
dinamika penyakit AI dari DOC yang dilalulintaskan (Mujiatun 2009).
Avian influenza merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis
(Kementan 2013a) dan zoonosis prioritas. Zoonosis prioritas merupakan zoonosis
yang memerlukan prioritas untuk dikendalikan dan ditanggulangi. Pengendalian
dan penanggulangan zoonosis prioritas dilakukan di daerah tertular dengan
prioritas nasional (Kementan 2013b). Kasus-kasus penyakit HPAI menjadi sulit
diagnosanya dengan adanya kasus subklinik (Barantan 2006). Kasus subklinik
mengakibatkan hewan yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala penyakit tetapi di
dalam tubuhnya terdapat agen penyakit (Wibawan 2012). Adanya kasus penyakit
HPAI yang tidak terdeteksi dengan tepat, menyebabkan meluasnya kasus di
lapangan (Barantan 2006). Praktek pengendalian secara komprehensif dengan
penerapan biosekuriti. Tiga perlakuan utama dalam biosekuriti yaitu isolasi,
kontrol lalu lintas dan sanitasi. Kontrol lalu lintas dan sanitasi merupakan metoda
yang efektif untuk mengendalikan manajemen resiko suatu penyakit. Penanganan
dan pengawasan lalu lintas unggas yang terinfeksi HPAI atau berasal dari kandang
tertular harus dilakukan dengan cermat untuk meminimalkan resiko kerugian
peternak.
Prosedur operasional standar disusun untuk lebih meningkatkan
kewaspadaan terhadap menyebarnya wabah AI. Prosedur tersebut antara lain
biosekuriti, depopulasi, vaksinasi unggas, pengawasan lalulintas unggas, diagnosa
dengan deteksi dini, pengisian kandang kembali, public awareness (Deptan 2008).
Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan provinsi berstatus kasus rendah AI
(Widiasih et al. 2012). Perkembangan kasus AI pada unggas di Papua terutama di
Kabupaten Mimika pada bulan Mei 2014 telah ditemukan satu kasus AI
berdasarkan hasil surveilen Balai Besar Veteriner Maros (Ditjennak 2014).
Pencegahan masuk dan tersebarnya AI melalui DOC di Kabupaten Mimika telah
dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya DOC positif AI pada tahun
2013 (SKP Kelas I Timika 2014).

Perumusan Masalah
Pemasukkan DOC memiliki resiko membawa virus AI, sehingga berpotensi
menimbulkan wabah AI. Pemeriksaan keberadaan penyakit ini pada unggas
terutama pada DOC sangat penting karena menjadi sumber infeksi pada manusia.
Pengendalian dan penanggulangan AI diperlukan dalam rangka meminimalkan

3
kerugian ekonomi, kesehatan manusia, lingkungan, keresahan masyarakat,
kematian hewan yang tinggi, potensi masuk dan menyebarnya penyakit hewan.
Kewaspadaan terhadap masuknya penyakit hewan menular AI harus ditingkatkan.
Karantina hewan harus mampu mendeteksi AI pada DOC yang mungkin saja
lolos dari hasil pemeriksaan di daerah asal. Pengawasan penyakit AI diperlukan
untuk memperoleh status bebas AI pada peternakan yang akan mengirim unggas
atau produknya. Pemilihan sampel dan metode uji yang tepat penting untuk
membuat diagnosis yang cepat dan handal. Deteksi virus AI secara rutin di
lapangan memerlukan metode yang cepat, akurat, sensitif, dan spesifik sehingga
keberadaan virus AI dapat dengan cepat, tepat, dan akurat diketahui. Saat ini
terdapat beberapa metode untuk mendeteksi AI pada unggas, sehingga perlu
kajian ilmiah untuk memberikan gambaran tentang metode untuk mendeteksi AI
pada DOC secara cepat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kasus AI pada DOC yang
dilalulintaskan melalui Bandara Mozes Kilangin menggunakan uji cepat dan real
time reverse transcriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR).
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai kasus
AI pada DOC yang dilalulintaskan melalui Bandara Mozes Kilangin.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Virus Avian Influenza
Virus AI merupakan virus RNA yang termasuk dalam famili
Orthomyxoviridae, mempunyai tiga genus yaitu virus Influenza tipe A, B dan C.
Virus Influenza A ditemukan pada unggas, manusia, babi, kuda. Virus Influenza B
dan C hanya ditemukan pada manusia (OIE 2004). Virus Influenza tipe A terbagi
dalam subtipe berdasarkan hubungan antigenik pada permukaan glikoprotein
hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Struktur virus Influenza ditunjukan pada
Gambar 1. Saat ini terdapat 16 subtipe H yang telah dikenali (H1-H16) dan 9
subtipe neuraminidase (N1-N9) (Fouchier et al. 2005). Masing-masing virus
memiliki H dan N antigen subtipe dengan berbagai kombinasi. Semua subtipe dan
sebagian besar kombinasi yang telah diisolasi dari spesies Avian (Olsen et al.
2006).
Virion virus AI berbentuk sperikal dengan diameter 80 sampai 120 nm.
Permukaannya diselubungi oleh filamen sepanjang 10 sampai 12 nm. Virus AI
mempunyai selubung yang terdiri atas kompleks protein, lemak dan karbohidrat.
Penentu utama sifat antigenik virus AI adalah hemaglutinin dan neuraminidase.
Keduanya merupakan glikoprotein transmembran dan memiliki kemampuan untuk
menimbulkan respon imun yang spesifik untuk subtipe yang sama. Respon imun
yang terbentuk tidak dapat bereaksi silang atau protektif terhadap subtipe lainnya
(Widiasih et al. 2012).

Gambar 1 Struktur virus Influenza (Adams & Sandrock 2010)
Virus AI dibagi menjadi low pathogenic avian influenza (LPAI) dan HPAI.
Office International des Epizooties (OIE 2004) telah mengklasifikasikan virus AI
berdasarkan susunan protein H pada virus AI. Perbedaan antara HPAI dan LPAI
secara biologis terletak pada infeksi sistemik yang terjadi pada tubuh hewan.
Virus LPAI cenderung mengakibatkan infeksi yang terlokalisasi hanya pada
saluran pernafasan (Spackman 2008), gejala klinis lebih ringan, diantaranya
gangguan saluran pernafasan, depresi dan penurunan produksi telur. Virus HPAI

5
ditandai dengan angka kematian hampir 100% pada unggas terutama ayam buras
dan ras dengan atau tanpa menunjukkan gejala klinis sebelum terjadi kematian
(Hejawuli & Dharmayanti 2008). Virus LPAI bereplikasi dalam usus dan organ
pernapasan dan shedding virus terutama dalam feses unggas yang terinfeksi,
dengan beberapa shedding orofaringeal (Keawcharoen 2008). Penularan virus
LPAI terjadi terutama melalui fekal oral. Virus HPAI bereplikasi secara sistemik
pada unggas dan lebih mudah ditularkan melalui nasal dan oral (Harimoto &
Kawaoka 2005).

Ketahanan Virus Avian Influenza di Lingkungan
Virus AI H5N1 termasuk tipe ganas dan peka terhadap panas. Virus ini
dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 ºC dan lebih dari 30 hari
pada suhu 0 ºC. Virus dapat bertahan lama di dalam kotoran dan tubuh unggas
yang sakit tetapi mati pada pemanasan 60 ºC selama 30 menit. Semakin tinggi
suhu, virus semakin mudah mati (Soejoedono & Handharyani 2006). Partikel
virus dapat bertahan hidup selama 48 jam di permukaan peralatan (Tamher &
Noorkasiani 2008). Hal ini menunjukkan bahwa virus AI dapat bertahan di
lingkungan dalam kurun waktu dan suhu tertentu. Sifat tersebut memungkinkan
terjadinya penyebaran virus AI di alam (Tabbu 2000). Sekresi virus AI di
lingkungan akan terlindungi oleh material organik dan tahan terhadap pengaruh
kimia dan fisik. Pemberian perlakuan sinar ultraviolet (UV) pada feses unggas
tidak efektif dalam membunuh virus HPAI (Widiasih et al. 2012).

Patogenesis Virus Avian Influenza
Mutasi genetik virus AI seringkali terjadi sesuai dengan kondisi dan
lingkungan replikasinya. Mutasi gen ini tidak saja untuk mempertahankan diri
tetapi juga dapat meningkatkan sifat patogenisitasnya. Virus AI mampu bermutasi
melalui dua cara yaitu antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift terjadi
karena perubahan struktur antigen yang bersifat minor pada antigen permukaan
HA atau NA. Pola mekanisme mutasi melalui antigenic drift ini hanya
menyebabkan penambahan atau pengurangan urutan nukleotida antigen HA, NA
atau keduanya tanpa menghasilkan subtipe virus baru. Antigenic shift terjadi
karena perubahan struktur antigen yang bersifat dominan pada antigen permukaan
HA atau NA melalui aktivitas dua macam subtipe virus AI sehingga mampu
menghasilkan virus subtipe baru sebagai hasil rekombinasi genetik (Hejawuli &
Dharmayanti 2008).
Infeksi virus AI H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah
terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan
sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan
mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya. Virus AI
menggunakan materi genetik dari sel hospesnya, bereplikasi membentuk virionvirion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya.
Hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata

6
AI H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring (Peiris et al. 2004), dan di
dalam sel gastrointestinal (de Jong et al. 2005; Uiprasertkul et al. 2005).
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah
virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan
replikasinya. Virus Influenza A melalui spikes hemaglutinin akan berikatan
dengan reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel
hospesnya. Molekul reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang ada
pada unggas atau binatang terdapat perbedaan. Virus AI dapat mengenali dan
terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri dari
oligosakarida yang mengandung N-acethylneuraminic acid  -2,3-galactose (SA
-2,3- Gal), molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia. Reseptor
yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA - 2,6-galactose (SA -2,6-Gal),
sehingga secara teoritis virus AI tidak bisa menginfeksi manusia karena perbedaan
reseptor spesifiknya. Perubahan hanya satu asam amino saja konfigurasi reseptor
tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI H5N1.
Potensi virus AI H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan
sehingga virus dapat membuat varian-varian baru dari HPAI H5N1 yang dapat
menular antar manusia ke manusia (Russel & Webster 2005; Stevens et al. 2006).

Avian Influenza pada Unggas dan Anak Ayam Umur Sehari (DOC)
Menurut Wibawan (2012) antibodi terhadap virus HPAI H5N1 dapat
menahan replikasi virus AI sehingga tidak menimbulkan gejala sakit dan kematian.
Hal ini menyebabkan induk semang tidak melakukan eliminasi terhadap virus AI
tersebut. Penelitian tersebut memberi informasi awal tentang peran DOC dalam
penyebaran penyakit ke berbagai wilayah distribusinya. Manifestasi subklinik AI
terjadi apabila induk semang membentuk respon kebal yang tidak memadai,
sehingga tidak mampu mengeliminasi virus yang menginfeksinya secara
sempurna. Penyebab terjadinya manifestasi subklinis, yaitu:
1. Kondisi penyakit AI yang sudah endemik, dalam kondisi ini akan terjadi
infeksi virus HPAI subtipe H5N1 secara alamiah dan menimbulkan respon
kebal dengan titer antibodi yang tidak memadai
2. Penggunaan bibit vaksin AI yang kurang tepat, yaitu homologi bibit
vaksin dan virus lapangan sangat rendah sehingga tidak terjadi netralisasi
virus AI secara sempurna
3. Aplikasi vaksin yang tidak tepat, misalnya unggas hanya divaksin satu kali
saja tanpa adanya vaksinasi yang kedua (booster) sehingga terbentuk titer
antibodi yang tidak memadai
4. Sifat virus AI yang selalu berubah (antigenic drift dan antigenic shift),
sehingga tidak dikenali secara sempurna oleh antibodi yang timbul akibat
vaksinasi.
Manifestasi subklinik AI adalah suatu keadaan dimana unggas tampak sehat
tetapi di dalam tubuhnya dapat dijumpai virus HPAI H5N1. Manifestasi subklinik
ini merupakan bentuk interaksi respon biologik antara virus dan induk semang
(host) dalam rangka masing-masing mempertahankan eksistensinya untuk hidup
dan berkembang dalam keseimbangan dan meneruskan keturunannya.

7
Hasil deteksi virus AI (antigen) pada sampel organ trakea, paru-paru dan
usus DOC dengan teknik immunohistokimia diperoleh hasil positif sebanyak
65.8% (Setyawati 2010). Sampel DOC asal Cianjur memiliki prevalensi virus
Influenza A sebesar 2.08%, sampel kadaver DOC impor dari USA memiliki
prevalensi virus Influenza A sebesar 1.74%. Virus AI yang terkandung dalam
DOC merupakan virus yang hidup dan berpotensi menularkan ke unggas lain dan
menyebar ke wilayah tujuan DOC dikirim. Adanya virus AI yang hidup dalam
tubuh DOC dibuktikan dengan diperolehnya hasil propagasi isolat AI (Mujiatun
2009). Virus AI H5N1 pada ayam, puyuh dan kalkun menyebabkan mortalitas 75
sampai 100% dalam waktu 10 hari setelah infeksi (Perkins & Swayne 2001;
Setyawati 2010). Virus AI dapat mengakibatkan kematian sebesar 43.3% pada
ayam petelur (Nakatani et al 2005; Setyawati 2010). Ayaz et al. (2010)
melakukan kajian dampak infeksi virus AI pada unggas komersil broiler breeder,
layer dan broiler di wilayah Hazara (Tabel 1).
Tabel 1 Dampak infeksi virus AI pada unggas komersial di wilayah Hazara
Unggas
Mortalitas
Penurunan
Penurunan
Culling DOC
(%)
produksi (%) daya tetas (%)
(%)
Broiler breeder
20
15
10
10
Layer
15
25
Broiler
25
20
Itik yang terinfeksi virus AI H5N1 menunjukkan gejala klinis syaraf
seperti tortikolis, tremor, kesulitan berdiri, kehilangan keseimbangan saat berjalan,
dan pada kasus parah disertai kematian. Peternakan itik lokal komersial di Korea
Selatan telah mengalami kasus AI yang menyebabkan kematian sampai dengan
12% (Dybing et al. 2000). Hasil pemeriksaan patologi anatomi tidak ditemukan
perubahan yang spesifik kecuali adanya kornea mata yang keputihan baik
unilateral maupun bilateral, garis-garis keputihan pada jantung dan kongesti
pembuluh darah serta nekrosis pada otak dengan variasi dari ringan sampai berat.
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya infiltrasi limfosit pada otot
jantung, pada otak terjadi multifocal nekrosis hingga infiltrasi limfosit disertai
perivascular cuffing ringan sampai berat (Wibawa et al. 2011).
Shedding virus HPAI terjadi dalam waktu 1 sampai 2 hari pada ayam yang
diinokulasi dengan virus HPAI (Swayne et al. 2006). Inokulasi secara intranasal
akan menyebabkan shedding virus AI pada hari pertama setelah inokulasi melalui
sekresi pernafasan dan feses. Virus LPAI dapat terdeteksi pada sekresi pernafasan
dan feses pada ayam yang diinokulasi secara intranasal, intraoral, intratrakeal.
Virus ditemukan pada feses pada hari kedua setelah inokulasi, dan ditemukan
pada sekresi pernafasan pada hari pertama setelah inokulasi (Swayne & Beck
2005). Shedding virus pada ayam yang diinokulasi dengan virus HPAI H5N1 dari
Asia melalui trakea dan feses pada atau sebelum hari kedua (Swayne et al. 2006).

Metode Diagnosa Avian Influenza
Diagnosa awal pengujian (presumptive diagnosis) AI adalah melalui
pengamatan gejala klinis dan perubahan patologi, uji cepat AI (antigen capture

8
test), dan uji serologi AI. Diagnosa akhir (definitive diagnosis) adalah dengan
isolasi virus AI dan diagnostik molekuler subtipe (RT-PCR) (Widiasih et al.
2012). Kit diagnostik cepat untuk virus AI dapat mendeteksi antigen virus
(Allwinn et al. 2002). Sampel yang diperiksa dengan kit ini berupa usap kloaka
dan usap trakea. Sampel feses segar atau usap kloaka harus disimpan pada suhu 2
ºC sampai 8 ºC selama 48 jam, jika waktu penyimpanan lebih dari 48 jam harus
disimpan pada suhu -20 ºC atau lebih rendah (Deptan 2006). Rapid avian
influenza virus antigen test (AIV Ag) adalah immunoassay kromatografi untuk
deteksi kualitatif avian influenza tipe A antigen virus (HPAI) di kloaka, trakea,
ginjal atau kotoran (Gambar 2) (Bionote 2009).
Avian Influenza virus in a specimen

Test line
Gold conjugatedMonoclonal anti-AIV monoclonal anti-AIV

Gambar 2 Prinsip uji cepat AIV Ag (Bionote 2009)
Metode RT-PCR dapat digunakan sebagai metode diagnosis cepat untuk
mendeteksi dan menentukan subtipe virus AI secara spesifik (Payungporn et al.
2004). Prinsip dari RT-PCR adalah ekstraksi virus RNA disintesis menjadi
complementary DNA (cDNA) dengan menggunakan enzim reverse transcriptase.
complementary DNA digunakan sebagai template untuk PCR yang akan
menghasilkan complementary double strand (dsDNA) yang dihasilkan melalui
siklus denaturasi, annealling dan ekstensi yang didukung dengan adanya primer
sense, antisense spesifik dan thermal stable Taq Polymerase. Saat ini terdapat
beberapa teknik RT-PCR diantaranya RT-PCR konvensional dan rRT-PCR.
Reaksi RT-PCR konvensional selama ini membutuhkan waktu kurang lebih 4
sampai 5 jam untuk ekstraksi RNA, proses 40 siklus PCR (denaturasi, annealling
dan ekstensi DNA) serta elektroforesis pada gel. Teknik rRT-PCR tahap
elektroforesis dihilangkan dan hasil langsung dapat dibaca di layar monitor
komputer. Prinsip kerja dari rRT-PCR yaitu denaturasi, annealling dan ekstensi.
Perjalanan reaksi di dalam rRT-PCR dilihat per satuan waktu (siklus) dalam rRTPCR digunakan probe (penanda) yang menempel pada cetakan DNA, dimana
dalam probe tersebut dilengkapi dengan reporter (pembawa sinyal) dan quencher
(penahan sinyal). Primer memulai ekstensi DNA, selanjutnya ekstensi DNA yang
diperantarai oleh enzim polymerase akan menghantam probe DNA menyebabkan
lepasnya ikatan reporter dan quencher. Terlepasnya ikatan ini mengakibatkan
terbacanya emisi sinyal reporter oleh perangkat filter dalam mesin rRT-PCR
dalam bentuk sebuah grafik penambahan copy DNA per satuan siklus PCR
(Hewajuli & Dharmayanti 2008).

9

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel usap trakea DOC untuk penelitian ini dilakukan di
Bandara Mozes Kilangin. Uji cepat AI dilakukan di laboratorium Stasiun
Karantina Pertanian Kelas I Timika. Pengujian rRT-PCR dilakukan di
Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Veteriner Wates. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah cotton swab sterile, brain heart infusion
broth (BHI), rapid test AIV Ag, etanol 96-100%, isopropanol, MagMaxTM-96
AI/ND viral RNA isolation kit, Ag-Path-ID One Step RT-PCR Kit, nuclease free
water. Primer yang digunakan AI duplex H5 yaitu primer forward H5 IVAD148H5
(5ʹ-AACAGAGAGGAAATAAGTGGAGTAAA-ATT-3ʹ),
primer
reverse H5 IVA-D149H5 (5ʹ-AAAGATAGACCAGCTACCATGATTGC-3ʹ),
probe
H5-IVA-H5a
(5ʹFAM-TCAACAGTGGCGAGTTCCCTAGCATAMRA3ʹ), primer forward H5 IVA-D204f (5ʹ-ATGGCTCCTCGGRAACCCATT-3ʹ),
primer
reverse
H5
IVA-D205r
(5ʹTTYTCCACTATGTAAGACCATTCCG-3ʹ), probe H5-IVA-D215P (5ʹFAMATGTGTGACGAATTCMT-MGBNFQ-3ʹ) (AAHL 2013).
Peralatan yang digunakan adalah biosafety cabinet class II (BSC class II),
orbital shaker, vorteks, sentrifus, PCR work station, micropipette dan microtips,
optical PCR tube atau optical 96 well microplate (ABI PRISMTM 96-well optical),
adhesive cover untuk optical tube atau 96-well microplate, adhesive cover
applicator, mesin real time PCR ABI 7500.

Metode Pengambilan Sampel
Besaran sampel dihitung berdasarkan metode disease detection (Thrusfield
2005). Prevalensi yang digunakan 2.08% (Mujiatun 2009), tingkat kepercayaan
90%, maka didapatkan besaran sampel sekurang-kurangnya 110. Sampel diambil
secara acak dari 3 daerah pengeluaran dan dihitung menurut alokasi proporsional
dari total pemasukan DOC (Tabel 2). Sampel yang diperoleh dilakukan sistem
pooling berdasarkan masing-masing daerah pengeluaran DOC, dalam satu pool
terdapat 4 sampai 5 sampel.
n = [1-(1-p)1/d] [N-d/2]+1]
Keterangan:
n = jumlah DOC
N= jumlah populasi DOC
d = jumlah DOC yang sakit dalam populasi (prevalensi x jumlah populasi)
p = tingkat kepercayaan

10
Tabel 2 Besaran sampel DOC (SKP Kelas I Timika 2014)
No
1
2
3

Tempat Pengeluaran
Surabaya
Kediri
Jayapura
Total

Jumlah 2013 (ekor)

Besaran sampel (ekor)

83 450
11 000
196 692
291 142

39
9
65
113

Uji Cepat Avian Influenza
Uji cepat AI menggunakan rapid avian influenza virus antigen test kit (AIV
Ag test kit). Kit ini memiliki huruf “T” sebagai garis uji dan “C” sebagai garis
kontrol pada permukaan kit. Garis uji dan kontrol tidak muncul sebelum
penambahan sampel. Garis kontrol digunakan untuk prosedur kontrol, garis
muncul jika prosedur uji dilakukan dan reagen uji bereaksi. Sampel usap trakea
dimasukan dalam tabung yang berisi assay diluent, didiamkan selama 1 menit
sampai partikel besar mengendap di bawah tabung. Pengujian dilakukan dengan
menambahkan 4 sampai 5 tetes sampel dalam sample hole kit menggunakan
dispossable dropper. Interpretasi hasil uji dilakukan dalam waktu 20 menit. Garis
uji berwarna ungu akan terlihat jika antigen virus AI terdapat pada sampel.

Uji rRT-PCR
Pengujian dengan rRT-PCR dilakukan terhadap semua pool sampel.
Pengujian rRT-PCR menggunakan metode dari Balai Besar Veteriner Wates
(BBVet Wates).
Ekstraksi RNA
Larutan lisis/binding (viral lysis/binding solution) (Tabel 3), bead
resuspension mix (Tabel 4), wash solution I dan II (Tabel 5) disiapkan dan
dihitung volume yang akan digunakan dalam ekstraksi RNA. Sebanyak 101 µ l
viral lysis binding sol dimasukkan ke dalam Microplate 96-well, ditambahkan 50
µ l suspensi sampel ke dalam well dengan menyentuhkan ujung pipet ke
lysis/binding sol untuk mencegah bubble aerosol. Microplate 96-well digoyang
dengan orbital shaker pada posisi 4 sampai 5 (550 sampai 600 rpm) selama 30
detik. Ditambahkan 20 µ l bead resuspensi mix (divorteks sebelum dipipet) ke
dalam masing-masing sampel. Microplate 96-well digoyang dengan orbital
shaker pada posisi 4 sampai 5 (550 sampai 600 rpm) selama 4 menit. Plate
diletakkan ke dalam 96-well magnetic stand dan diinkubasi pada suhu kamar
selama 2 menit untuk capture RNA binding. Supernatan yang terbentuk kemudian
dibuang untuk memperoleh RNA lebih murni. Plate dipindahkan dari magnetic
stand, lalu ditambahkan 100 µ l wash solution I ke dalam masing-masing sampel.
Microplate 96-well digoyang dengan orbital shaker pada posisi 4 sampai 5 (550
sampai 600 rpm) selama 30 detik. Plate diletakkan ke dalam 96-well magnetic
stand dan diinkubasi pada suhu kamar selama 1 menit untuk capture RNA
binding. Supernatan yang terbentuk dibuang untuk memperoleh RNA murni.

11
Plate dipindahkan dari magnetic stand, lalu ditambahkan 100 µl wash solution II
ke dalam masing-masing sampel. Microplate 96-well digoyang dengan orbital
shaker dengan posisi 4 sampai 5 (550 sampai 600 rpm) selama 30 detik. Plate
diletakkan ke dalam 96-well magnetic stand dan diinkubasi pada suhu kamar
selama 1 menit untuk capture RNA binding. Supernatan yang terbentuk dibuang
untuk memperoleh RNA lebih murni. Plate dipindahkan dan diletakkan ke dalam
shaker dan digoyang selama 2 menit pada posisi 4 sampai 5 (550 sampai 600 rpm)
untuk mengevaporasi sisa-sisa alkohol. Masing-masing sampel ditambahkan 35 µl
bufer elusi dan digoyang dengan shaker selama 3 menit. Plate diletakkan ke
dalam 96-well magnetic stand dan diinkubasi pada suhu kamar selama 1 menit
untuk capture RNA binding. Supernatan yang terbentuk diambil untuk
memperoleh RNA lebih murni.
Tabel 3 Preparasi untuk membuat viral lysis/binding sol
Volume 26
Volume per 1
Viral lysis/binding solution
untuk sampel
sampel (µl)
(µl)
1. Larutan viral lysis/binding solution
yang digunakan:
- Viral lysis/binding sol. concentrate
50
1300
- Carrier RNA
1
26
2. Dicampur dengan resuspensi, lalu
ditambahkan:
- 100% isopropanol
50
1300
3. Dicampur dengan cara divorteks, total
volume
101

1.

2.

3.

4.

Tabel 4 Preparasi untuk membuat bead resuspension mix
Volume per 1
Volume 26 untuk
Bead resuspension mix
sampel/well (µl)
sampel (µl)
Larutan bead resuspension mix
yang digunakan:
- Bead resuspension sol
6
156
- Nuclease/Rnase-free water
4
104
Dicampur dengan resuspensi,
lalu ditambahkan:
- RNA
binding
beads
(divorteks sebelumnya)
4
104
Dicampur dengan resuspensi,
lalu ditambahkan:
- 100% isopropanol
6
156
Dicampur
dengan cara
divorteks, total volume
20

12
Tabel 5 Preparasi wash solution mix
Volume per 1
Wash solution mix
sampel/well
(µl)
Larutan wash solution mix I dibuat dengan
100
cara
wash solution
I concentrate
ditambahkan 35 ml isopropanol absolute
Larutan wash solution mix II dibuat dengan
100
cara wash solution II concentrate
ditambahkan 80 ml ethanol absolute

Volume untuk
26 sampel (µl)
2600

2600

Preparasi Reagen Master Mix
Ag-Path-ID One-Step RT-PCR Kit (Ambion, Cat. No AM1005) digunakan
untuk reaksi rRT-PCR dengan komposisi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi master mix rRT-PCR untuk AI H5
Volume untuk 1
Volume untuk 25 reaksi
Komponen
reaksi (µl)
(µl)
Nuclease free water
0.124
3.1
2X RT-PCR Buffer
12.5
312.5
25X RT-PCR Enzim mix
1
25
H5-Duplex Primer Probe mix
6.376
159.4
Total volume
20
Aliquot 20 µl per
well
Reaksi rRT-PCR
Reaksi rRT-PCR diikutkan kontrol positif (H5 2.1.3 10-2), kontrol negatif,
dan kontrol tanpa template atau cetakan RNA (NTC= Non Template Control).
Master mix Ag-Path-ID One-Step RT-PCR Kit disiapkan untuk uji berdasarkan
hitungan jumlah reaksi yang telah ditentukan pada Tabel 6, dicampur dengan baik
dengan cara divorteks. Sebanyak 20 µl master mix dimasukkan ke dalam lubang
uji yang telah ditentukan pada ABI PRISMTM 96-well optical. Sebanyak 5 µl RNA
virus dimasukkan ke dalam lubang uji secara hati-hati, kontrol tanpa template
tidak ditambahkan RNA, kemudian ditutup dengan ABI PRISMTM optical
adhesive cover dan disentrifus untuk menurunkan semua reagen ke dasar tabung.
Thermocycler dilakukan dengan kondisi reaksi 10 menit pada suhu 45 ºC (reverse
transcription), 10 menit pada suhu 95 ºC (hot start Taq polymerase activation), 45
siklus terdiri dari 15 detik pada suhu 95 ºC dan 45 detik pada suhu 60 ºC (target
amplification). Kondisi reaksi tersebut membutuhkan waktu sekitar 1 jam 38
menit. Analisis hasil menggunakan software yang tersedia dalam mesin. Reaksi
ini dibuat batas treshold (T) pada range linear kurva amplifikasi, untuk deteksi AI
H5 dibuat batas threshold 0.2.

13
Analisis Data
Data yang dihasilkan dari penelitian dianalisis secara deskriptif. Data
dirangkum, dianalisis dan disajikan secara grafis, sehingga dapat memberikan
informasi dalam bentuk tabel dan gambar (Mattjik & Sumertajaya 2013).

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deteksi AI pada DOC
Sebanyak 113 usap trakea diperoleh dari DOC yang berasal dari Surabaya,
Kediri dan Jayapura (Tabel 7). Sampel usap trakea dari semua daerah pengeluaran
tidak ada yang memberikan hasil terdeteksi virus AI menggunakan uji cepat dan
rRT-PCR (Tabel 8).
Tabel 7 Hasil sampel usap trakea DOC yang diambil di Bandara Mozes Kilangin
Asal
Pengusaha
Jenis DOC
Jumlah sampel
Jayapura
1
Broiler
20
Surabaya
2
Broiler
39
Jayapura
3
Broiler
25
4
Broiler
20
Kediri
5
Ayam kampung
9
super
Total
113
Tabel 8 Hasil pengujian AI menggunakan uji cepat dan rRT-PCR
No
1
2
3

Asal DOC
Jayapura
Surabaya
Kediri

Hasil uji

Jumlah sampel (pool)
65 (13)
39 (8)
9 (2)

Uji cepat
-

rRT-PCR
-

Pengujian AI menggunakan uji cepat dan rRT-PCR dilakukan dengan sistem
pooling dan menggunakan media transport BHI. Menurut Spackman et al. (2013)
metode yang optimal untuk mengkoleksi sampel usap oral dari unggas untuk
deteksi virus AI menggunakan flocked swab (nylon flocked swab) dan media
transport BHI. Deteksi virus AI menggunakan prinsip uji antigen immunoassay
(AgIA) secara signifikan hasil uji menunjukkan lebih banyak positif pada sampel
usap oral menggunakan flocked swab dan media transpor BHI. Jumlah maksimum
sampel usap dalam satu vial yang direkomendasikan adalah 5 sampel usap.
Volume media transport untuk 5 sampel usap dalam satu vial minimum 3.5 ml.
Volume media transport berpengaruh langsung terhadap konsentrasi virus dan
konsentrasi bahan penghambat dalam spesimen. Deteksi virus AI pada sampel
usap oral dengan sistem pooling 1, 5, atau 11 dalam satu vial menggunakan uji
rRT-PCR menunjukkan tidak ada perbedaan.
Anak ayam umur sehari yang didatangkan dari daerah yang tidak terinfeksi
AI dan telah mengelola peternakannya dengan baik kemungkinan tidak akan
terdeteksi virus AI. Anak ayam umur sehari yang dilalulintaskan melalui Bandara
Mozes Kilangin berumur 1 sampai 2 hari, hal ini terkait dengan lamanya
perjalanan dari daerah pengeluaran. Sampel dari Jayapura berumur 1 hari,
sedangkan sampel dari Surabaya dan Kediri berumur 2 hari. Anak ayam umur
sehari diperiksa kelengkapan administrasi, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik

15
dan kesesuaian jumlah DOC. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik DOC yang
dilalulintaskan menunjukkan kondisi fisik DOC lincah dan aktif bergerak, reflek
cepat, bulu tidak kusam, tingkat kematian rendah yaitu dibawah 2% (Gambar 3).
a

b

Gambar 3 Anak ayam umur sehari (DOC) a) broiler, b) ayam kampung super
yang dilalulintaskan melalui Bandara Mozes Kilangin
Menurut Barantan (2006) pemeriksaan fisik terhadap gejala klinis AI pada
DOC yang dilalulintaskan antara lain morbiditas dan mortalitas tinggi (dapat
mencapai 100%), pembengkakan (oedema subcutaneous) di kepala, mata dan
leher, kebiruan (cyanosis) pada pial kepala, ptechi pada laring dan trakea.
Beberapa faktor mempunyai hubungan positif dengan infeksi H5N1 di
peternakan komersial. Faktor tersebut yaitu peternakan dapat diakses hewan liar
dan adanya footbath di pintu masuk peternakan atau gudang (Biswas et al. 2009),
adanya burung yang mati di peternakan atau dekat peternakan, bertukar eggtrays,
adanya kematian ayam di sekitar peternakan (Biswas et al. 2011). Resiko wabah
HPAI H5N1 meningkat pada flok yang tidak divaksinasi atau hanya sekali
divaksinasi dibandingkan dengan flok yang dua kali divaksinasi, flok di
peternakan yang boleh dikunjungi orang lain, keberadaan angsa (Henning et al
2009), pekerja peternakan tinggal di luar peternakan (Fasina et al. 2011).
Pengamatan ini menunjukkan bahwa peningkatan biosekuriti dapat mengurangi
terjadinya wabah HPAI di peternakan komersial.
Anak ayam (DOC) mewarisi kekebalan dari induknya. Vaksinasi AI H5N1
pada ayam bibit (breeder) menyebabkan telur, khususnya kuning telur
mengandung imunoglobulin Y (IgY) spesifik terhadap AI H5N1. Imunoglobulin
Y (IgY) anti HPAI H5N1 yang terdapat dalam kuning telur dapat menahan
replikasi virus AI apabila DOC terinfeksi virus AI. Imunoglobulin Y (IgY)
ditransfer dari darah induk ke dalam kuning telur dan berguna untuk pertahanan
tubuh hingga 7 sampai 10 hari setelah menetas Wibawan 2012).
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Agustus yang masih dalam
periode musim kemarau. Kejadian AI pada musim kemarau cenderung lebih
sedikit, hal tersebut karena virus AI relatif tidak stabil dalam lingkungan. Virus
cepat mengalami inaktivasi ketika terjadi perubahan pH, suhu (panas), dan
kekeringan (Perez et al. 2005; Setyawati 2010).

16
Uji Cepat dan rRT-PCR Virus AI
Hasil uji cepat dari sampel usap trakea DOC menunjukkan bahwa DOC
yang dilalulintaskan tidak terdeteksi virus AI. Hasil ini ditandai dengan
munculnya hanya satu garis berwarna ungu pada garis kontrol (C) (Gambar 4a, b,
c, d, e).
a

b

c

d

d

e

Gambar 4 Hasil uji cepat sampel usap trakea terbentuk hanya satu garis berwarna
ungu, a) asal Jayapura 1, b) asal Jayapura 3, c) asal Jayapura 4, d) asal
Surabaya, e) asal Kediri
Uji cepat menggunakan nukleoprotein virus monoklonal anti virus AI yang
dilekatkan pada kertas kromatografi yang berfungsi untuk menangkap dan
mendeteksi virus AI secara kualitatif berdasarkan prinsip immunoassay. Uji cepat
yang digunakan dalam penelitian tidak menimbulkan reaksi silang dengan virus
New Castle Disease, virus Infectious Bronchitis, virus Infectious
Laringotracheitis, Pneumovirus (TRTV), Reovirus (REV-T), virus Infectious
Bursal Disease (Winterfield 2510), virus Marek Disease (CV1988). Sensitivitas
rapid test dibandingkan dengan uji isolasi virus memberikan hasil 100% pada 19
peternakan, 77.3% pada 150 sampel feses, sedangkan spesifisitasnya 100%
dibandingkan dengan isolasi virus (Bionote 2009). Menurut Deptan (2006) kit
tersebut akan memberikan reaksi positif terhadap semua antigen virus AI. Uji
cepat hanya mampu mendeteksi isolat virus AI hingga 104.5 egg infectious dose 50
(EID50) atau 0.13 HAU, apabila konsentrasi virus dibawah 104.5 EID50 akan
memberikan hasil negatif. Kit tersebut hanya digunakan untuk membantu dalam
deteksi dini kasus AI.

17
Interpretasi terhadap hasil uji cepat ini yaitu jika hasilnya negatif maka
investigasi dilanjutkan pemeriksaan laboratorium lengkap (isolasi dan identifikasi
virus). Hasil uji positif di daerah endemis (tertular dan disertai dengan gejala
klinis AI dan ditunjang dengan data epidemiologi (morbiditas dan mortalitas
tinggi, informasi penyebaran penyakit), maka dapat dinyatakan sebagai kasus
positif AI. Khusus daerah bebas, jika hasilnya positif disertai dengan gejala klinis
AI dan ditunjang oleh data epidemiologi (morbiditas dan mortalitas tinggi,
informasi penyebaran penyakit), maka berdasarkan prinsip maksimum sekuriti
diperlakukan sebagai kasus positif AI dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
laboratorium (isolasi dan identifikasi). Kriteria diperlukannya konfirmasi
pengujian laboratorium yaitu jika terdapat kasus positif AI hasil uji cepat di
daerah bebas, jika uji cepat menunjukkan hasil dubius/meragukan sedangkan
gejala klinis dan epidemiologi mengarah positif AI (Deptan 2008).
Hasil pengujian dengan metode rRT-PCR AI Duplex H5 menunjukkan
hasil tidak terdeteksi virus AI. Hasil uji ini ditandai dengan grafik yang terbentuk
saat pengujian rRT-PCR tidak membentuk kurva sigmoid dan nilai Cycle
threshold (Ct) undetermined (Gambar 5).

Gambar 5

Kurva amplifikasi hasil uji rRT-PCR virus avian influenza H5
a) kontrol positif membentuk kurva sigmoid dan menembus batas
threshold, b) batas threshold 0.2, c) 113 sampel, kontrol negatif dan
kontrol tanpa template tidak membentuk kurva yang sigmoid dan
tidak menembus batas threshold

Metode uji rRT-PCR telah digunakan untuk deteksi virus AI sejak awal
tahun 2000-an untuk pengawasan rutin, wabah dan penelitian. Beberapa
keuntungan dari rRT-PCR antara lain sensitivitas tinggi, spesifisitas yang tinggi,
hasil cepat. Metode rRT-PCR dapat digunakan dengan berbagai jenis sampel,
lebih murah daripada metode isolasi virus, biosafety dan biosekuriti juga lebih
mudah untuk ditangani. Keragaman genetik yang tinggi AIV dapat menurunkan
sensitivitas dan meningkatkan kemungkinan hasil negatif palsu (Spackman 2014).

18
Metode uji rRT-PCR berfokus pada fase eksponensial karena memberikan data
yang paling tepat dan akurat. Metode uji rRT-PCR menghitung dua nilai pada fase
eksponensial. Garis threshold adalah tingkat deteksi dimana reaksi mencapai
intensitas fluoresens di atas latar belakang. Jumlah siklus PCR yang dibutuhkan
untuk mendapatkan signal fluoresens yang melintasi threshold disebut Cycle
threshold (Ct). Nilai Ct digunakan dalam kuantisasi hilir atau deteksi ada atau
tidaknya. Jumlah template DNA pada reaksi yang tidak diketahui dapat ditentukan
secara akurat dengan membandingkan nilai-nilai Ct sampel yang tidak diketahui
konsentrasinya dengan serangkaian standar uji.
Nilai Ct berkorelasi dengan kuantitas urutan DNA target (Giglio et al. 2003).
Kuantitas urutan DNA target tinggi di awal reaksi, nilai Ct akan lebih cepat
diketahui (Hejawuli dan Dharmayanti 2014). Nilai Ct berbanding terbalik dengan
jumlah asam nukleat (N) yang terkandung dalam sampel, sehingga semakin
rendah Ct semakin banyak asam nukleat. Nilai Ct nilai sebanding dengan -log (N),
N adalah jumlah awal molekul target. Semakin tinggi N semakin rendah Ct, saat
N nol maka -log (N) menjadi tak terhingga. Nilai Ct sampel dengan nol molekul
target benar-benar akan menjadi tak terhingga, kurva amplifikasi tidak akan
pernah naik (karena amplifikasi spesifik dari sequence target) dan tidak akan
pernah menyeberangi batas threshold.
Prinsip dalam analisis rRT-PCR adalah jika gen target yang dievaluasi
terekspresi maka akan ada mRNA yang disandi dari gen target dalam preparasi
total mRNA, jika mRNA dari gen target ada maka akan ada molekul cDNA
spesifik yang disintesis dari mRNA tersebut, jika cDNA spesifik ada maka ketika
dila