Kajian epidemiologi virus avian influenza pada distribusi anak ayam umur satu hari

KAJIAN EPIDEMIOLOGI VIRUS AVIAN INFLUENZA
PADA DISTRIBUSI ANAK AYAM UMUR SATU HARI

SOPHIA SETYAWATI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Epidemiologi Virus
Avian Influenza Pada Distribusi Anak Ayam Umur Satu Hari adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.

Bogor,


Februari 2010

Sophia Setyawati
NRP: B161060041

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2010
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KAJIAN EPIDEMIOLOGI VIRUS AVIAN INFLUENZA
PADA DISTRIBUSI ANAK AYAM UMUR SATU HARI

SOPHIA SETYAWATI


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

ABSTRACT
SETYAWATI, S. Epidemiology Study of Avian Influenza virus in
distribution of day old chick. Supervisors : RETNO D. SOEJOEDONO,
EKOWATI HANDHARYANI and BAMBANG SUMIARTO
Avian Influenza (AI) or bird flu caused by AI virus subtype H5N1 is still present
in Indonesia. The Department of Agriculture of Indonesia has banned poultry
distribution from endemic area to non endemic area, except for distribution of day
old chick (DOC). The aim of this research is to detect possible infection of AI
virus in DOC that will be distributed from AI endemic area to AI non endemic

area. Epidemiological data were collected through interviews. As much as 240
DOCs from farms in West Java and Banten were taken from Soekarno Hatta
airport. Antibody titers were measured in every DOCs against AI virus with
Haemaglutination Inhibition (HI) test. The AI virus detection in tissues (trachea,
lung, heart, kidney, liver, and intestine) by using immunohistochemistry
technique. Detection of AI virus using AI H5N1 monoclonal antibody with AEC
as chromogen which will give the virus a reddish color. The result of this research
showed 158 samples (65.8%) were positive of antigen AI H5N1 virus in tissues.
From 158 samples positive, 65.8% of samples showed presence of antigen only in
trachea, lung, intestine, and 34.2% were present in all tissues (trachea, lung,
intestine, liver and kidney). Pooled samples of trachea, lung and egg yolk were
tested for the presence of Influenza A viruses by using Reverse TranscriptasePolymerase Chains Reactions (RT-PCR) with matrix primer pairs (FAI; RAI),
positive samples were then further tested with H5 primer pairs (FH5; RH5) (Lee
et al. 2004). The result of this research showed 44 egg yolk samples (55%) were
positive of Influenza A. From the 44 samples positive, 19 samples (43.2%) were
positive AIV Subtype H5 and 25 samples (56.8%) were positive another subtype
(Hx). This research showed that AIV were able to spread by vertical transmission,
because viral concentrations were highest in the egg yolk than the tracheas and
lungs. Laboratory result and questioners were then analyzed using logistic
analysis and Unweighted Least Squares Linear Regression. The highest

prevalence AI distribution of DOC of this study was in Bogor (91.7%) and the
lowest prevalence was Sukabumi (77.6%). The highest AI infection cases in
broiler DOCs was found in Bogor district during rainy season. Transportation
using private vehicle could minimize the risk of AI infection. From the result
showed that DOCs were infected with AI virus with subclinical symptoms and
DOC is one of the potential causes of the rapid AI spread in Indonesia, so cautious
distribution to AI free areas need to be taken.
Key words : Day Old Chick, AI Virus, Immunohistochemistry, RT-PCR,
Epidemiology

RINGKASAN
SETYAWATI, S. Kajian Epidemiologi Virus Avian Influenza Pada
Distribusi Anak Ayam Umur Satu Hari. Dibimbing oleh : RETNO D.
SOEJOEDONO,
EKOWATI
HANDHARYANI
dan
BAMBANG
SUMIARTO
Virus AI patogenitas tinggi atau Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)

saat ini telah menyebar dengan cepat hampir ke seluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia. Penanganan yang serius perlu segera dilakukan agar wabah AI tidak
berkembang menjadi pandemi influenza. Jika dilihat dari jumlah kematian unggas,
mulai Bulan Agustus 2003 hingga November 2005, kejadian AI cenderung
mengalami penurunan tetapi wilayah yang terjangkit cenderung meluas.
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap informasi tentang kemungkinan
anak ayam umur satu hari (DOC) terinfeksi atau membawa virus AI. Tujuan
penelitian ini adalah mendeteksi keberadaan virus AI pada DOC menggunakan
Teknik Pewarnaan Imunohistokimia (IHK), melakukan identifikasi virus AI yang
berasal dari DOC dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reactions
(RT-PCR) dan isolasi virus AI serta melakukan kajian epidemiologi adanya
infeksi virus AI pada DOC.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah DOC final stock (FS)
pedaging dan petelur yang berasal dari perusahaan pembibitan di daerah Jawa
Barat dan Banten yang akan didistribusikan ke luar Pulau Jawa melalui Bandar
Udara Soekarno Hatta dengan metode detect disease. Pengambilan sampel
dilakukan pada Bulan April sampai dengan September 2008 dengan jumlah
sampel sebanyak 240 ekor DOC dan diketahui presentase jumlah sampel asal
Kabupaten Subang (42.5%), Cianjur (22.5%), Tanggerang (22.5%), Bogor
(7.5%), dan Sukabumi (5%). Jumlah sampel DOC pedaging sebanyak 156 ekor

(65%) dan DOC petelur sebanyak 84 ekor (35%). Pengambilan sampel dengan
metode detect disease ini digunakan untuk mendeteksi penyakit AI pada DOC,
apabila ditemukan 1 ekor positif maka dapat dikatakan DOC tersebut telah
terinfeksi penyakit AI.
Setiap DOC diambil darahnya untuk melihat titer antibodi terhadap AI
dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI). DOC tersebut kemudian dinekropsi dan
diambil organ (trakea, paru-paru, usus, hati, ginjal) dan kuning telurnya untuk
dideteksi keberadaan virus AI menggunakan teknik pewarnaan imunohistokimia
(IHK) dan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Deteksi virus AI dengan metode IHK menggunakan antibodi monoklonal AI
H5N1 dengan kromogen (AEC) yang akan memberi warna kemerahan pada virus
AI. Hasil penelitian diketahui bahwa 158 sampel (65.8%) positif antigen AI H5N1
pada organ. Dari 158 sampel positif tersebut diketahui bahwa 104 sampel (65.8%)
menunjukkan keberadaan antigen hanya pada trakea, paru-paru dan usus
sedangkan 54 sampel (34.2%) ditemukan pada semua organ (trakea, paru-paru,
usus, hati, ginjal) yang diteliti.
Identifikasi menggunakan RT-PCR dengan primer matrik (FAI; RAI) serta
primer H5 (FH5; RH5) (Lee et al. 2004) pada 40 kumpulan sampel dari 80 sampel
organ trakea dan paru-paru hanya 3 kumpulan sampel yang positif Influenza A.


Identifikasi pada 80 sampel kuning telur DOC menunjukkan 44 sampel (55%)
kuning telur positif Influenza A dan dari sampel positif Influenza A tersebut 19
sampel (43.2%) menunjukkan positif virus AI subtipe H5 dan 25 sampel (56.8%)
positif AI subtipe lainnya (Hx).
Data epidemiologi diperoleh dengan cara wawancara dan kuesioner. Hasil
pemeriksaan laboratorium serta hasil kuesioner kemudian dianalisis dengan
analisis logistik untuk mengetahui signifikansi asosiasi antara kejadian AI dan
faktor risiko di peternakan sedangkan analisis regresi linier dilakukan untuk
menganalisis prevalensi AI. Prevalensi AI tertinggi pada distribusi DOC terdapat
pada Kabupaten Bogor (91.7%) dan prevalensi terendah terdapat pada Kabupaten
Sukabumi (77.6%). Kasus tertinggi terjadi pada DOC pedaging diawal musim
penghujan. Penggunaan alat transportasi milik perusahaan akan mengurangi risiko
DOC terinfeksi oleh virus AI.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa DOC telah terinfeksi oleh virus AI
dengan gejala subklinis dan berpotensi sebagai salah satu penyebab cepatnya
penyebaran AI di Indonesia, sehingga perlu diwaspadai pendistribusiannya ke
daerah yang masih bebas AI.
Kata kunci : Anak ayam umur satu hari (DOC),
Imunohistokimia, RT-PCR, Epidemiologi


Virus

AI,

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………..………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………..………………………...

xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xvi

PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar belakang .......................................................................................
Tujuan penelitian ...................................................................................
Manfaat penelitian .................................................................................
Hipotesis ................................................................................................


1
3
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
Virus Avian Influenza...............................................................................
Morfologi virus ........................................................................................
Siklus Replikasi virus ...............................................................................
Variasi genetik .........................................................................................
Mutasi dan perubahan antigen..................................................................
Hanyutan antigenik...................................................................................
Cara penularan .........................................................................................
Gejala klinis dan lesi ................................................................................
Patogenesis virus avian influenza.............................................................
Penanggulangan AI ..................................................................................

4

4
5
7
8
8
10
11
12
13
13

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 DENGAN
TEKNIK IMUNOHISTOKIMIA ..................................................................
Abstract ....................................................................................................
Abstrak .....................................................................................................
Pendahuluan .............................................................................................
Metode Penelitian .............................. .....................................................
Hasil dan Pembahasan .............................................................................
Simpulan ..................................................................................................
Saran .........................................................................................................


15
15
16
17
19
20
24
25

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE
H5N1 PADA DOC..........................................................................................
Abstract ....................................................................................................
Abstrak .....................................................................................................
Pendahuluan .............................................................................................
Metode Penelitian .......................... .........................................................
Hasil dan Pembahasan .............................................................................
Simpulan ..................................................................................................
Saran .........................................................................................................

26
26
26
27
28
32
39
40

KAJIAN EPIDEMIOLOGI PENYEBARAN VIRUS AVIAN
INFLUENZA PADA ANAK AYAM UMUR SATU HARI.........................
Abstract ....................................................................................................
Abstrak .....................................................................................................
Pendahuluan .............................................................................................
Metode Penelitian ....................................................................................
Hasil dan Pembahasan .............................................................................
Simpulan ..................................................................................................
Saran .........................................................................................................

41
41
42
43
46
48
54
54

PEMBAHASAN UMUM ..............................................................................

55

SIMPULAN UMUM .....................................................................................

61

SARAN ..........................................................................................................

62

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

63

LAMPIRAN ...................................................................................................

71

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Presentase distribusi antigen AI subtipe H5N1 pada organ DOC dengan
metode IHK...............................................................................................

21

2.

Primer untuk mengamplifikasi Virus AI H5N1 pada DOC......................

31

3.

Titer antibodi terhadap virus AI H5N1 ...................................................

33

4.

Hasil uji PCR pada kumpulan sampel organ DOC...................................

34

5.

Hasil uji PCR sampel kuning telur DOC dengan primer matriks (FAI ;
RAI) dan primer H5 (FH5 ; RH5).............................................................

35

Hasil isolasi virus asal sampel kuning telur dengan uji RTPCR............................................................................................................

38

Data lalulintas unggas DOC yang melalui Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno Hatta pada tahun 2007...............................................

47

Daftar pengambilan sampel pengujian tingkat 1 pada kemasan dengan
berat bersih ± 1 kg sd 4.5 kg......................................................................

48

Hasil prevalensi AI asal DOC yang dilalulintaskan .................................

49

10. Perbandingan titer antibodi DOC dengan hasil positif IHK......................

57

6.

7.

8.

9.

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Struktur genetik virus avian influenza..................................................

6

2.

Replikasi virus influenza tipe A ...........................................................

7

3.

Bagan patogenesis dan epidemiologi influenza unggas ....................... 11

4.

Presentase hasil positif dan negatif IHK pada organ DOC................... 21

5.

Sampel organ dan kuning telur DOC yang diperiksa menggunakan
RT-PCR................................................................................................. 29

6.

Persentase jumlah positif dan negatif RT-PCR sampel kuning telur
DOC...................................................................................................... 36

7.

Perbandingan hasil positif matriks, positif H5 dan positif Hx pada
sampel kuning telur DOC..................................................................... 36

8.

Hasil elektroforesis produk RT-PCR dengan primer matrik FAI dan
RAI........................................................................................................ 37

9.

Hasil elektroforesis produk RT-PCR dengan primer FH5 dan
RH5....................................................................................................... 37

10.

Wilk-Shapiro/Rankit Plot model Best Subset Regression....................

51

11.

Histogram dari model Best Subset Regression.....................................

52

12.

Regression Residual Plot dari model Best Subset Regression.............. 52

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Data Hasil Uji HI dan Uji IHK pada DOC……...................................

71

2.

Penghitungan Kappa antara hasil uji imunohistokimia (IHK) dan uji
Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada 240 sampel DOC............................

77

Gambaran dengan metode imunohistokimia pada beberapa organ
DOC yang terinfeksi virus AI H5N1………………………………...

78

Hasil Uji PCR matriks dan H5 pada 80 sampel kuning telur
DOC.....................................................................................................

81

Penghitungan Kappa antara Uji Imunohistokimia dan Uji PCR pada
80 sampel DOC....................................................................................

83

Penghitungan Statistik Diskriptif dan Distribusi Frekuensi Tingkat
Ternak………..……………………………………………………….

85

Penghitungan Statistik Diskriptif dan Distribusi Frekuensi Tingkat
Peternak…….………………………………………………………...

88

Penghitungan Logistic Regression infeksi virus AI pada tingkat
ternak…………………………………………………………………

90

9.

Hasil prevalensi AI pada setiap sampling DOC...................................

96

10.

Penghitungan Model Best Subset Regression, Stepwise Regression
dan Unweighted Least Squares Linear Regression pada tingkat
Peternak………………………………………………………………

97

Kuesioner Kajian Epidemiologi Virus Avian Influenza pada
Distribusi Anak Ayam Umur Satu Hari…………………………….

100

3.

4.

5.

6.

7.

8.

11.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit Avian Influenza (AI) atau Highly Pathogenic Avian Influenza
(HPAI) saat ini telah menyebar hampir ke seluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia dan berdampak sangat merugikan bagi peternakan unggas serta telah
menyebabkan kematian pada manusia di beberapa daerah. Penanganan yang
serius perlu segera dilakukan agar wabah AI tidak berkembang menjadi pandemi
influenza. Pandemi influenza akan berdampak sangat besar, mengakibatkan
kerugian ekonomi karena banyaknya unggas yang harus dimusnahkan serta
kerugian sosial karena banyaknya manusia yang sakit bahkan meninggal dunia.
Pada tahun 1997 wabah HPAI yang disebabkan oleh subtipe H5N1 telah
mengakibatkan 6 orang meninggal dunia di Hongkong (Suarez et al. 1998).
Kejadian HPAI di Indonesia diyakini berawal pada Bulan Agustus 2003
pada peternakan ayam ras komersial di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang
kemudian meluas ke seluruh pulau Jawa, Bali, dan beberapa daerah di Sumatera
serta Kalimantan. Pada Tahun 2004 jumlah kematian unggas terus meningkat dan
menyebar ke-16 propinsi yang mencakup 100 kabupaten/kota. Mulai Bulan
Agustus 2003 hingga November 2005 jumlah kematian unggas cenderung
mengalami penurunan meski wilayah yang terjangkit cenderung meluas. Menteri
Pertanian secara resmi pada Bulan Januari 2004 mengumumkan bahwa virus AI
subtipe H5N1 telah masuk di Indonesia, dan sampai saat ini

virus tersebut

dinyatakan endemik di 31 dari 33 propinsi di Indonesia.
Menurut Darminto (2006), berbagai usaha telah dilakukan untuk
memberantas dan mencegah penyebaran penyakit AI, namun penyakit yang
disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae ini sulit sekali
diberantas. Tindakan pencegahan melalui pengaturan distribusi unggas ke daerah
bebas telah dilakukan oleh pemerintah dengan melarang peredaran unggas dewasa
dan hanya mengijinkan lalulintas anak ayam umur satu hari (DOC), anak itik
umur satu hari (DOD), telur dan pakan ternak dari daerah tertular ke daerah bebas
dengan persyaratan tertentu. Peraturan ini dibuat dengan pertimbangan untuk

memenuhi kebutuhan konsumen di daerah yang masih bebas AI tetapi tidak
memiliki peternakan komersial karena sentra industri peternakan unggas sebagian
besar terletak di Pulau Jawa yang merupakan daerah tertular. Sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti penyebab wabah penyakit AI cepat sekali menyebar
ke

seluruh

mengupayakan

Wilayah

Indonesia

pencegahan

serta

walaupun

pemerintah

pengendaliannya.

Indonesia

Kondisi

ini

telah
sangat

memprihatinkan karena timbul berbagai dugaan tentang penyebaran virus AI yang
mengakibatkan masyarakat menjadi takut berdekatan dengan unggas dan
mengkonsumsi produk unggas.
Wibawan (2006) menyatakan bahwa infeksi virus AI saat ini berbentuk
subklinis, yaitu hewan terlihat sehat tetapi sebenarnya sakit. Adanya kasus
penyakit yang tidak terdeteksi dengan tepat akan menyebabkan meluasnya kasus
AI di lapangan. Tingginya tingkat infeksi virus AI juga memungkinkan virus ini
bertahan dan memunculkan strain virus yang lebih patogen melalui proses mutasi
dan/atau genetic reassortment. Diversitas genetik virus AI pada reservoir hewan
liar kemungkinan juga berperan penting dalam proses keberlangsungan hidup
virus AI di alam (Easterday et al. 1997).
Food and Agriculture Organization (FAO 2007) melaporkan kejadian dan
uji eksperimental yang mengindikasi bahwa virus AI dapat diisolasi dari kuning
dan putih telur ayam di daerah wabah AI. Keberadaan virus AI pada telur
dilaporkan pula oleh Promkuntod (2006), dikatakan bahwa virus AI ditemukan
dalam campuran albumin dan cairan alantois serta oviduct burung puyuh jepang
(Coturnix coturnix japonica) yang terinfeksi secara alami. Bukti awal lapang dan
analisis data laboratorium mengindikasi bahwa virus dapat ditemukan di dalam
kuning dan putih telur yang dihasilkan oleh kelompok ayam pada situasi puncak
infeksi AI. Kemungkinan terjadinya penularan vertikal telah dikhawatirkan oleh
para pakar, tetapi belum dapat dibuktikan secara pasti (Akoso 2006). FAO (2008)
juga melaporkan bahwa kemungkinan DOC terinfeksi virus AI sangat kecil tetapi
DOC dapat menyebarkan AI karena terkontaminasi virus saat transportasi atau
terinfeksi setelah pengeraman.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeteksi keberadaan virus AI pada DOC menggunakan Teknik Pewarnaan
Imunohistokimia (IHK).
2. Melakukan identifikasi virus AI yang berasal dari DOC dengan Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reactions (RT-PCR) dan isolasi virus AI.
3. Melakukan kajian epidemiologi adanya infeksi virus AI pada DOC.

Manfaat Penelitian
Hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat

digunakan

sebagai

bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan terutama di Badan Karantina
Pertanian dalam hal lalulintas unggas dan produknya.

Hipotesis
1. Virus AI dapat diisolasi dari telur ayam yang berasal dari daerah wabah, jadi
kemungkinan DOC yang dihasilkan juga terinfeksi virus AI.
2. Adanya kekebalan pada tubuh DOC akan menyebabkan timbulnya gejala
subklinis, sehingga hewan terlihat sehat namun memiliki kemampuan
shedding virus.
3. DOC berisiko dalam penyebaran AI karena DOC dapat terinfeksi setelah
penetasan atau terkontaminasi oleh virus AI pada saat transportasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza
Virus influenza terdiri dari beberapa tipe yaitu tipe A, tipe B dan tipe C.
Virus tipe A menyerang hewan, tetapi dapat menyebabkan epidemik pada
manusia. Sementara virus tipe B dan C tidak menyerang hewan, hanya
menyerang manusia (Soejoedono & Handharyani 2005). Pengelompokan virus
Influenza menjadi A, B dan C berdasarkan perbedaan nukleoprotein (NP) dan
matrix proteinnya (M) (Harder & Werner 2006). Nukleoprotein dan matrix
protein berperan pada pembentukan kapsid dan amplop viral (Pelczar & Chan
1986).
Avian Influenza (AI), disebut juga sebagai flu burung, fowl pest, fowl plaque
atau avian flu adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang unggas dan
disebabkan oleh virus Influenza tipe A. Spesies burung sangat rentan terinfeksi
virus Influenza A dan unggas air diduga sebagai reservoir utama dari virus ini.
Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae yang berukuran 80-120 nm.
Berdasarkan

hemaglutinin

(H)

dan

neuroaminidase

(N)

pada

amplop

(pembungkus luar virus) maka virus influenza ini dapat ditentukan subtipenya.
Hingga saat ini sudah dikenal ada 16 macam H antigen, yaitu H1 hingga H16, dan
sembilan N antigen, yaitu N1 hingga N9. Serotipe H16 diisolasi dari burung
camar berkepala hitam (black headed gull) yang ditemukan di Swedia dan
Belanda pada Tahun 1999, dipublikasikan pertama kali oleh Fouchier et al.
(2005). AI dibagi menjadi dua bentuk yaitu Highly pathogenic avian influenza
(HPAI) dan Low pathogenic avian influenza (LPAI). Infeksi virus AI yang sangat
virulen dan mengakibatkan penyakit bersifat akut berasal dari subtipe H5 dan H7,
tetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7 yang
B

B

B

memiliki sifat virulensi rendah terhadap peternakan ayam (OIE 2000).
Virus influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat
panjang, mengandung genom RNA rangkaian tunggal dengan jumlah lipatan
tersegmentasi sampai mencapai 8 segmen dan berpolaritas negatif. Virus ini relatif
tidak stabil dalam lingkungan. Virus cepat mengalami inaktivasi ketika terjadi

perubahan pH atau kondisi nonisotonik, suhu (panas), dan kekeringan (Perez et al.
2005). Telah dibuktikan bahwa suspensi virus dalam air mampu mempertahankan
daya penularannya selama lebih dari 100 hari pada suhu 17°C. Di bawah minus
50°C virus dapat bertahan untuk waktu yang tidak terbatas.
Virus ini menginfeksi berbagai spesies hewan, termasuk ayam, ayam
mutiara, puyuh, burung merak, angsa dan itik, babi, kuda, singa laut serta pada
berbagai unggas air seperti itik, bebek, angsa dan burung camar. Selain itu juga
ditemukan pada burung peliharaan seperti burung beo, parkit, kakaktua, elang,
nuri. Di Indonesia, pernah terdeteksi H4N2 pada burung nuri (Dybing et al. 2000;
Tabbu 2001). Unggas air, burung camar dan burung-burung pantai diperkirakan
sebagai reservoir original. Burung yang terinfeksi biasanya tidak menunjukkan
gejala penyakit. Hampir semua virus AI lebih suka bereplikasi dalam saluran
pencernaan bebek liar, kemudian diekskresikan tingkat tinggi di dalam feces, dan
disebarkan melalui rute oral-fecal. Selanjutnya virus influenza A biasanya
menyebar ke spesies unggas lain dan hospes mamalia, termasuk manusia. (SturmRamirez et al. 2004). Selain pada saluran pencernaan, virus juga bereplikasi pada
saluran pernafasan (Tabbu 2001).
Hulse-Post et al. (2005) berpendapat bahwa itik piara telah menjadi
pembawa virus H5N1. Ini berarti itik piara yang hidup lepas diantara pemukiman
penduduk dapat membawa virus H5N1 yang mematikan tersebut tanpa sakit atau
muncul gejala klinis (Soeharsono 2006).

Morfologi Virus
Virion virus berbentuk spheric dengan diameter berukuran 80-120 nm.
Permukaan virion diselubungi dengan duri-duri proyektil yang berdekatan dengan
panjang duri 10 - 12 nm. Nukleokapsid berbentuk helix dan terdapat di dalam
amplop virus. Bentuk duri HA adalah trimer bentuk tangkai dan bentuk duri NA
adalah tetramer bentuk jamur (Easterday et al. 1997). Membran glikoprotein HA
berfungsi sebagai binding receptor pada sialyloligosaccharide dan fusi membran
glikoprotein pada pintu masuk sel, sedangkan membran glikoprotein NA
berfungsi sebagai enzim penghancur reseptor pada pelepasan virus (Ha et al.
2002). Antibodi melawan HA sangat penting dalam proses netralisasi virus dan

perlindungan terhadap infeksi virus, aktivitas enzim Neuraminidase bertanggung
jawab pada pelepasan virus baru dari sel melalui aktivitasnya pada reseptor asam
neuraminik. Antibodi terhadap NA juga sangat penting dalam perlindungan,
terutama dengan mencegah penyebaran virus dari sel yang terinfeksi (Easterday et
al. 1997).
Genom dari virus ini berbentuk untai tunggal, bersegmen, masing-masing
segmennya ada dalam nucleocapsid yang terpisah. Segmen virus ada delapan
buah segmen berupa negative-sense single-stranded RNA, yang memungkinkan
untuk terjadinya genetic reassortment pada suatu sel yang mengalami infeksi
campuran oleh lebih dari satu virus dan akan menghasilkan sejumlah strain baru
yang berbeda dari strain asalnya. Negative-sense single-stranded RNA ini harus
membawa sebuah RNA dependent RNA polymerase (RdRp) pada virionnya karena
tidak disediakan oleh hospes. Berbeda dengan virus RNA positif sense, dimana
genomnya dapat langsung diterjemahkan dan tidak membutuhkan enzim
tranciptase dalam virionnya. Genom tersebut terdiri dari 10 gen pengkode protein
yang berbeda, yaitu delapan protein struktural dan dua protein non-struktural.
Kesepuluh genome pengkode tersebut terdiri dari tiga protein transkriptase yaitu
PB1, PB2 dan PA, dua glycoprotein permukaan yaitu hemagglutinin (HA) dan
neuraminidase (NA), dua protein matrix M1 dan M2, satu protein nucleocapsid
(NP), dan dua protein non-struktural NS1 dan NS2. Amplop glikoprotein dari
virus influenza A, HA dan NA tersebar di permukaan virion membentuk struktur
khas “spike-shaped”. Variasi antigenik pada glycoprotein tersebut dipakai untuk
menentukan subtipe virus influenza A (Gambar 2).

Gambar 2. Struktur genetik virus avian influenza (Burnham Institute)

Siklus Replikasi Virus
Replikasi virus dimulai dengan adsorbsi virus ke reseptor glikoprotein yang
mengandung asam sialik pada permukaan sel (Gambar 3). Virus kemudian
memasuki sel dengan jalan endositosis melalui reseptor. Pembukaan terhadap pH
rendah

dalam

endosome,

menghasilkan

perubahan

konformasi

dalam

hemaglutinin, yang memperantarai fusi membran. Nukleokapsid kemudian
memasuki sitoplasma dan migrasi ke nukleus. Virus influenza menggunakan
mekanisme yang unik untuk menginisiasi transkripsi menggunakan viral
transkriptase. Enam mRNA monosistronik dihasilkan dan ditranslasi menjadi HA,
NA, NP dan tiga polimerase (PB1, PB2, dan PA). Melalui pembelahan mRNA
untuk gen NS dan M masing-masing menjadi dua mRNA, yang ditranslasi dalam
reading frame berbeda dan menghasilkan protein NS1, NS2, M1 dan M2.
Hemaglutinin dan neuraminiase diglikosilasi dalam retikulum endoplasma kasar,
dilengkapi di golgi, ditransportasikan ke permukaan dan melekat pada membran
sel (Easterday et al. 1997).
Syarat penting HA adalah pembelahan oleh protease sel hospes menjadi
HA1 dan HA2 yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Pembelahan dibutuhkan
B

B

B

B

untuk dihasilkannya virus yang infeksius. Setelah produksi dan pemasangan
protein viral dan RNA, virus keluar sel dengan jalan menguncup dari membran
plasma (Easterday et al. 1997).

Gambar 3.

Replikasi virus Influenza tipe A (http://www. cbi.nlm nih.gov/
htbinpost/Entrez/query?uid=9927579&Form=6&db=m&Dopt=b)
Variasi Antigenik
Diversitas antigenik virus influenza tipe A tampak terutama pada
glikoporitein permukaan (Perez et al. 2005). Determinan antigenik utama dari
virus influenza A dan B adalah glikoprotein transmembran hemaglutinin (H atau
HA) dan neuraminidase (N atau NA), yang mampu memicu terjadinya respon
imun dan respon yang spesifik terhadap subtipe virus. Respon ini sepenuhnya
bersifat protektil di dalam, tapi bersifat protektil parsial pada lintas subtipe yang
berbeda. Berdasarkan sifat antigenisitas dari glikoprotein-glikoprotein tersebut,
saat ini virus influenza dikelompokkan ke dalam 16 subtipe H (H1-H16) dan 9 N
(N1-N9).

Kelompok-kelompok

tersebut

ditetapkan

berdasarkan

analisis

filogenetik terhadap nukleotida dan penetapan urutan (sequences) gen-gen HA
dan NA melalui cara deduksi asam amino (Harder et al. 2006).
Frekuensi variasi antigenik di antara virus influenza sangat tinggi dan
muncul melalui dua jalan yaitu drift dan shift. Jika determinan antigenik dari
glikoprotein HA dan NA membran dipengaruhi oleh mekanisme yang dipicu
kekebalan, proses tersebut disebut sebagai antigenic drift. Sebaliknya, antigenic
shift menunjukkan adanya perubahan mendadak dan mendalam dalam determinan
antigenik, yaitu pertukaran subtipe H dan/atau N, di dalam satu siklus tunggal
replikasi (Harder et al. 2006). Antigenik drift melibatkan perubahan minor
antigenik pada HA dan/atau NA, sedangkan antigenik shift melibatkan perubahan
antigenik mayor pada HA dan/atau NA (Easterday et al. 1997).

Mutasi dan Perubahan Antigen
Enzim RNA dependent RNA polymerase (RdRp) tidak mempunyai
mekanisme enzimatik perbaikan kesalahan replikasi, sehingga perubahan
nukleotida terjadi terus menerus. Berbeda dengan polimerase DNA yang hanya
mempunyai kesalahan 1 dari 109 basa, kesalahan replikasi oleh RdRp adalah 1
P

P

dari 104 nukleotida per siklus replikasi (review oleh Webster et al. 1992).
P

P

Substitusi titik/poin dapat dibedakan atas substitusi sinonim dan substitusi non
sinonim.

Substitusi sinonim adalah perubahan nukleotida tidak diikuti perubahan
ekspresi asam amino. Hal ini terjadi pada semua asam amino, kecuali metionin
dan triptopan yang hanya disandi oleh 1 kodon. Substitusi sinonim ini
menyebabkan kodon bias (ketidakseimbangan penggunaan kodon sinonim yang
menyandi asam amino). Kodon bias ini terlihat pada semua spesies di semua
bagian genom, baik daerah intron maupun ekson. Kodon bias tidak mengubah
fenotip produk ekspresi, sehingga kodon bias selalu ada dalam genom.
Penggunaan kodon pada gen berkorelasi dengan akurasi dan tingkat translasi.
Kodon pilihan biasanya adalah kodon dengan tRNA melimpah sehingga dapat
ditranslasi lebih cepat (Laver & Kotlar 2005; Wu & Freeland 2005).
Substitusi sinonim pada virus AI juga berkaitan dengan limpahan tRNA
(Plotkin & Dushoff 2003), tetapi karena translasi mRNA pada virus AI
menggunakan mekanisme translasi sel hospes, substitusi sinonim tersebut lebih
disebabkan oleh seleksi penyesuaian terhadap penggunaan kodon sel hospes. Hal
ini terjadi karena perbedaan penggunaan kodon antara virus dengan sel hospes
dapat mempercepat translasi protein (Garmory et al. 2003).
Substitusi nonsinonim adalah perubahan nukleotida diikuti dengan
perubahan ekspresi asam amino. Substitusi nonsinonim hanya terjadi pada bagian
tertentu dari gen yang mengalami tekanan. Semakin sering mengalami tekanan,
semakin tinggi substitusinya (Plotkin & Dushoff 2003). Adanya tekana seleksi
akan menyebabkan munculnya varian dengan tingkat efektifitas replikasi yang
tinggi (Jong et al. 2000). Tingkat perubahan asam amino virus di dalam tubuh
hospes (in vivo) lebih tinggi dibandingkan virus yang ditumbuhkan secara in vitro.
Ini menunjukkan bahwa tingginya tekanan imun berkorelasi dengan perubahan
asam amino (Nakajima et al. 2003).
Adaptasi selalu dilakukan oleh virus AI, baik adaptasi terhadap tekanan
imun maupun adaptasi pada spesies hospes baru (Voeten et al. 2000;
Taubenberger et al. 2005). Adaptasi merupakan kekuatan utama dari evolusi.
Perbedaan spesies hospes dan perbedaan tekanan menyebabkan perbedaan
kecepatan evolusi virus AI (Brown et al. 2001). Lama infeksi dan frekuensi
reinfeksi virus influenza pada manusia, menyebabkan tingginya tekanan seleksi
oleh sistem imun (Bush et al. 1999; Suzuki & Nei 2002). Kecepatan mutasi

glikoprotein HA kira-kira 2 x 10-3 nukleotida per posisi per replikasi (Webster et
P

P

al. 1992). Kecepatan mutasi HA tersebut lebih tinggi dibanding NA karena NA
bukan merupakan determinan antigenik utama dan jumlah NA pada permukaan
virion hanya 1/5 jumlah HA (Plotkin & Dushoff 2003).
Protein internal tidak berperan dalam pengikatan dengan reseptor sel hospes
dan tersembunyi dari antibodi, sehingga protein ini lebih stabil dibanding dengan
glikoprotein permukaan (Plotkin & Dushoff 2003; Berkhoff et al. 2005). Stuktur
dan fungsi protein internal juga sangat mendasar sehingga tidak menguntungkan
virus AI jika mutasi terjadi secara cepat. Hal ini menyebabkan virus AI
menghadapi konflik intragenom tentang kecepatan mutasi. Gen atau bagian
spesifik gen tertentu dalam genom tersebut mengalami seleksi positif untuk
berubah, sementara gen lain mengalami seleksi pemurnian untuk tidak berubah
(Plotkin & Dushoff 2003). Protein/regio protein yang fungsinya berkaitan erat
dengan pertahanan terhadap respon imun hospes, daya adaptasi dan patogenisitas
mempunyai tingkat substitusi nonsinonim lebih tinggi dibanding substitusi
sinonim (Plotkin & Dushoff 2003). Kecepatan substitusi nonsinonim gen sub unit
HA1 virus AI subtipe H3 sebesar 5.7 x 10-3 per posisi pertahun. Hal ini
P

P

disebabkan karena pada HA1 terdapat daerah antigenik, kantong pengikat reseptor
dan posisi glikosilasi (Bush et al. 1999).

Hanyutan Antigenik
Adaptasi terhadap tekanan imun hospes dilakukan oleh virus AI untuk
menghindar dari pengenalan dan netralisasi antibodi dan sel T sititoksik. Antibodi
netralisasi terhadap protein HA bersifat protektif melawan infeksi, sehingga
protein ini paling tinggi mengalami tekanan imun dibandingkan protein internal
(Berkhoff et al. 2005). Mekanisme virus AI untuk menghindar dari sistem imun
hospes merupakan tekanan untuk mutasi secara gradual sehingga muncul strainstrain virus baru yang secara imunologik berbeda (hanyutan antigenik) (Horimoto
& Kawaoka 2001; Munch et al. 2001; Smith et al. 2004).
Hanyutan antigenik adalah perubahan secara periodik akibat mutasi genetik
sturktur glikoprotein permukaan virus AI sehingga antibodi yang telah terbentuk
oleh tubuh akibat infeksi atau vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali

keberadaan virus tersebut (Munch et al. 2001). Hanyutan antigenik berjalan
lambat namun progresif dan cenderung menimbulkan penyakit yang terbatas pada
kawasan tertentu (Tumpey et al. 2002; Swayne & Suarez 2003). Hanyutan
antigenik menuntut pembuatan vaksin selalu diperbarui mengikuti munculnya
strain baru (Plotkin et al. 2002; Smith et al 2004).

Cara Penularan
Virus dapat ditularkan antara lain melalui unggas yang tertular, unggas
carrier, peralatan kandang termasuk sepatu pekerja, alat angkut, rak telur (egg
trays), kontak dengan fomites, feces atau leleran yang mengandung virus, karkas
unggas yang mati akibat virus ini, air yang tercemar, rodensia atau hewan liar
lainnya, dan makanan yang tercemar, serta telur yang tercemar (Jeffrey 1997).
Menurut Harder et al. (2006), siklus infeksi antar unggas terjadi melalui rantai
oral-fecal, selain melalui kontak langsung dari unggas terinfeksi, air dan benda
lain yang tercemar.

Gambar 1.

Bagan patogenesis dan epidemiologi influenza unggas (Harder et al.
2006).

Menurut Newman et al. (2006), virus AI dapat ditemukan dalam air liur,
leleran hidung dan feces, unggas lain dapat tertular jika kontak dengan bahanbahan tersebut. Karakteristik virus AI antara lain : 1) Virus ini dapat bertahan
hidup dalam waktu yang lama di lingkungan dengan temperatur yang cocok; 2).
Virus dapat bertahan hidup untuk waktu yang tidak terbatas pada material yang
dibekukan; 3). Virus dapat menyebabkan infeksi melalui aerosol yang berada di
udara, yang menempel pada mulut, hidung, wajah, atau terhisap masuk ke paruparu; 4). Satu gram bahan kontaminan yang mengandung virus cukup untuk
menginfeksi satu juta unggas.

Gejala Klinis dan Lesi
Gejala klinis yang paling sering terlihat adalah gangguan pernafasan, namun
gejala lain sangat bervariasi mulai dari tidak terlihat hingga penurunan produksi
telur atau fertilitas hingga gejala syaraf. Gejala klinis unggas yang terinfeksi
bentuk HPAI adalah diare berwarna hijau, sianosis dan edema pada kepala, pial
dan jengger, lakrimasi berlebihan, sinusitis, perdarahan jaringan subkutan yang
diikuti sianosis pada kulit terutama kaki. Sinusitis tidak biasa ditemukan pada
bebek, puyuh dan kalkun. Lokasi dan tingkat keparahan pada pemeriksaan
makroskopik sangat bervariasi dan dapat ditemukan hemoragi, transudasi, dan
nekrosis pada saluran respiratorium, gastrointestinal, integumentum dan
urogenital (Fraser et al. 1991; Tabbu 2001; Darminto 2006).
Virus avian influenza (AI) subtype H5N1, highly pathogenic pada ayam,
puyuh dan kalkun serta menyebabkan mortalitas 75-100 % dalam waktu 10 hari
setelah infeksi (Perkins & Swayne 2001). Pada sebuah peternakan ayam petelur
dengan populasi 34.640 ekor, AI dapat mengakibatkan kematian sebesar 43.3 %
(Nakatani et al. 2005). Sebuah peternakan itik lokal komersial di Korea Selatan
telah mengalami kematian sampai dengan 12 % akibat infeksi virus AI. Pengujian
pada mencit yang diinokulasi dengan menggunakan isolat virus AI H5 telah
menyebabkan kematian sebesar 75-100 % pada hari ke 6-8 setelah infeksi
(Dybing et al. 2000).

Highly Pathogenic Avian Influenza adalah penyakit infeksi yang sangat luar
biasa, penyakit yang disebabkan oleh virus dan bersifat sistemik pada burung
yang menyebabkan tingginya angka kematian dan kesakitan. Perubahan pada saat
nekropsi ditemukan perubahan yang utama berupa multifokal nekrosis pada
pankreas serta pembesaran hati dan limpa (Kwon et al. 2005).
Gejala klinis yang timbul dari penyakit ini sangat bervariasi, tergantung
pada umur, jenis unggas dan faktor lingkungan. Gejala ini antara lain, mati
mendadak dengan atau sedikit gejala klinis, karakteristik infeksi saluran nafas,
lakrimasi yang berlebihan, sinusitis, odema pada kepala, kulit pada bagian yang
tidak berbulu menjadi kebiru-biruan, dan diare. Diagnosis penyakit ini tergantung
hasil isolasi virus dan uji sifat virulensi pada hospes. Diagnosis untuk tujuan
pengendalian penyakit berdasarkan sifat patogenitas secara in-vivo atau
determinasi molekulernya, adanya asam amino dasar pada lokasi cleavage site
dari hemaglutinin.

Patogenesis Virus Avian Influenza
Virus avian influenza sebagai patogen intraseluler memiliki mekanisme
untuk menghindari respon imun hospes sehingga virus dapat bertahan hidup dan
bereplikasi dalam tubuh hospes. Peningkatan kemampuan virus untuk
menghindari sistem imun hospes secara langsung berkorelasi dengan peningkatan
patogenisitas virus. Virus AI ini mempunyai berbagai mekanisme untuk
menghindar dari sistem imun bawaan dan respon imun perolehan hospes
(Coleman 2007).

Penanggulangan AI
Penyebaran virus AI secara global disebabkan oleh perdagangan unggas
dan/atau produk unggas serta pergerakan migratori unggas (Capua & Maragon
2006; Chen et al. 2006). Analisis penyebaran global virus AI di Asia
menunjukkan 9 dari 21 introduksi virus ke negara-negara Asia melalui
perdagangan unggas dan produk unggas. Burung migratori juga berperan pada
penyebaran dan introduksi virus AI subtipe H5N1 ke 3 dari 21 negara-negara di
Asia. Sementara introduksi virus AI subtipe H5N1 pada 20 dari 23 negara di

Eropa terjadi melalui migratori unggas. Di Afrika, 2 dari 8 negara mengalami
introduksi virus AI subtipe H5N1 melalui pedagangan unggas dan 3 dari 8 negara
melalui migratori unggas (Kilpatrick et al. 2006).
Tindakan penanggulangan penyakit AI dilakukan sesuai dengan status
penyakit AI yang terdapat di suatu daerah tertentu, teknologi yang diperlukan
untuk penanggulangan disesuaikan dengan tingkat penyakitnya. Jika penyakit AI
belum masuk ke dalam daerah tertentu, tindakan yang dilakukan adalah
pencegahan dan penolakan, namun jika sudah masuk dan mewabah status
penyakit dinyatakan sebagai epidemik maka tindakan penanggulangan dilakukan
adalah pengendalian wabah untuk menghentikan bertambahnya kasus AI dan
mencegah perluasan penyakit (Darminto 2006).

DETECTION AVIAN INFLUENZA VIRUS SUBTYPE H5N1 BY
USING IMMUNOHISTOCHEMESTRY TECHNIQUE
ABSTRACT
Avian Influenza (AI) or bird flu caused by AI virus subtype H5N1 is still present
in Indonesia. The Department of Agriculture of Indonesia has banned poultry
distribution from endemic area to nonendemic area, except for distribution of day
old chick (DOC). The aim of this research is to detect possible infection of AI
virus in DOC that will be distributed from AI endemic area to AI non endemic
area. As much as 240 DOCs from farms in West Java and Banten were taken from
Soekarno Hatta airport. The AI virus detection in tissues (trachea, lung, heart,
kidney, liver, and intestine) by using immunohistochemistry technique. Detection
of AI virus using AI H5N1 monoclonal antibody with AEC as chromogen which
will give the virus a reddish color. The result of this research showed 158 samples
(65.8%) were positive of antigen AI H5N1 virus in tissues. From 158 positive
samples, 104 samples (65.8%) showed presence of antigen only in trachea, lung
and intestine, and 54 samples (34.2%) were present in all tissues (trachea, lung,
intestine, liver and kidney). The results indicated that DOCs were infected with
subclinical AI and distribution of DOCs is one of the potential causes of the rapid
AI spread in Indonesia, so cautious distribution to AI free areas need to be taken.
Key words : DOC, AI virus, immunohistochemistry, monoclonal antibody H5N1,
AEC

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1
DENGAN TEKNIK IMUNOHISTOKIMIA
ABSTRAK
Avian influenza (AI) atau Flu Burung disebabkan oleh virus AI subtype H5N1
masih ada di Indonesia. Departemen Pertanian telah melarang peredaran unggas
dari daerah endemik ke daerah non endemik kecuali peredaran anak ayam umur 1
hari (DOC). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan infeksi virus
AI pada DOC yang akan didistribusikan dari daerah endemik AI ke daerah non
endemic AI. Sebanyak 240 ekor DOC yang berasal dari peternakan di daerah
Jawa Barat dan Banten diambil di Bandar Udara Soekarno Hatta. Virus AI pada
beberapa organ (trakea, paru-paru, usus, hati, ginjal) dideteksi menggunakan
teknik pewarnaan imunohistokimia. Deteksi virus AI menggunakan antibodi
monoklonal AI H5N1 dengan kromogen (AEC) yang akan memberi warna
kemerahan pada virus AI. Hasil penelitian diketahui bahwa 158 sampel (65.8%)
positif antigen AI H5N1 pada organ. Dari 158 sampel positif tersebut diketahui
bahwa 104 sampel (65.8%) menunjukkan keberadaan antigen hanya pada trakea,
paru-paru dan usus sedangkan 54 sampel (34.2%) ditemukan pada semua organ
(trakea, paru-paru, usus, hati, ginjal) yang diteliti. Hasil penelitian ini diketahui
bahwa anak ayam umur satu hari telah terinfeksi oleh virus AI secara subklinis
dan DOC ini berpotensi sebagai salah satu penyebab penyebaran AI di Indonesia,
sehingga perlu diwaspadai pendistribusiannya ke daerah yang masih bebas AI.
Kata kunci : DOC, virus AI, imunohistokimia, antibodi monoklonal H5N1, AEC

PENDAHULUAN
Avian Influenza (AI) yang disebabkan virus AI subtipe H5N1 saat ini telah
menyerang sejumlah peternakan unggas di Indonesia dan menyebabkan kerugian
ekonomi yang tidak sedikit. Penyakit AI dapat menjadi hambatan dalam
perdagangan ternak dan produk asal hewan baik secara regional, nasional,
maupun global karena produk yang dihasilkan menjadi tidak aman bagi
lingkungan budidaya ternak.
Unggas yang terinfeksi HPAI mengalami gejala klinis seperti diare berwarna
hijau, sianosis dan edema pada kepala, pial dan jengger, lakrimasi berlebihan,
sinusitis, perdarahan jaringan subkutan yang diikuti sianosis pada kulit terutama
kaki. Sinusitis tidak biasa ditemukan pada bebek, puyuh dan kalkun. Lokasi dan
tingkat keparahan pada pemeriksaan makroskopik juga sangat bervariasi dan
dapat ditemukan hemoragi, transudasi, dan nekrosis pada saluran respiratorium,
gastrointestinal, integumentum dan urogenital (Fraser et al. 1991; Tabbu 2001;
Darminto 2006).
Imunohistokimia (IHK) adalah metode alternatif yang sangat baik karena
relatif cepat, tidak mahal dan sedikit menggunakan laboratorium dan telah
menjadi metode baik dan terpercaya untuk diagnosa rutin dan aktifitas penelitian
(Ramos-Vara et al. 1999). Selain mengkombinasikan teknik anatomi, immunologi
dan biokimia untuk mengidentifikasi komponen spesifik pada jaringan melalui
reaksi antigen-antibodi spesifik, IHK memungkinkan pula untuk menggambarkan
distribusi komponen spesifik pada permukaan sel, di dalam sel, ataupun jaringan.
Berbeda dengan pewarnaan hematoksilin eosin meskipun lebih mudah, cepat dan
dapat menggambarkan jenis dan distribusi lesi tetapi tidak dapat mendeteksi
antigen virus karena ukurannya sangat kecil. Pewarnaan IHK berdasarkan reaksi
antigen antibodi kompleks sehingga apabila pada jaringan organ mengandung
antigen (virus subtipe H5N1) direaksikan dengan antisera anti H5N1 maka
antigen tersebut dapat dideteksi dan divisualisasikan dengan substrat tertentu
misalnya Amino Ethyl Carbazole (AEC) (Van Noorden 1986). Teknik pewarnaan
IHK ini memiliki keunggulan dibanding isolasi dan identifikasi virus AI H5N1
yang memerlukan beberapa hari, imunohistokimia hanya memerlukan waktu 5

jam untuk mendeteksi antigen. Keunggulan lain dari metode ini yaitu reaksi warna
yang terjadi sebagai hasil ikatan antigen dan antibodi kompleks tergolong cukup
permanen sehingga tidak perlu dilihat dengan mikroskop fluorescens. Selain
visualisasi antigen, jaringan organ yang terinfeksi dan derajat keparahan lesi dapat
terlihat dengan jelas (Brown et al. 1992; Damayanti & Darminto 2001). Aplikasi
teknik IHK ini sudah terbukti akurat untuk mendeteksi antigen pada jaringan
organ ayam yang terinfeksi Lymphoid Leucosis (LL), New Castle Disease (ND),
Infectious Bursal Disease (IBD), Infectious Laryngotracheitis (LT), Fowl Pox,
Infectious Bronchitis (IB) (Owen et al. 1991) dan HPAI (Brown et al. 1992;
Hooper et al. 1995).
Antibodi yang digunakan untuk deteksi spesifik dapat berupa poliklonal atau
monoklonal. Antibodi monoklonal umumnya dianggap dapat menunjukkan hasil
spesifik. Antibodi monoklonal adalah antibodi yang memiliki idiotipe dan isotipe
yang sama. Idiotipe adalah bagian antibodi yang menentukan spesifisitasnya
(antigen binding surface), sedangkan isotipe adalah bagian antibodi yang
menentukan kelas-sub kelas dari antibodi maupun yang menentukan tipe-subtipe
suatu antibodi, dengan kata lain antibodi monoklonal adalah suatu antibodi yang
memiliki antigen binding surface yang sama, kelas-sub kelas maupun tipe-sub
tipe yang sama (Sudiana 2005). Antibodi poliklonal dibuat dengan me