Deteksi cepat virus avian influenza dengan anigen dan penentuan subtipe H5 menggunakan reverse transcription-PCR(Polymerase chain reaction)

TEKSI CEPAT VIRUS AVIAN INFLUENZA
DENGAN ANIGEN ® DAN PENENTUAN SUBTIPE H5 MENGGUNAKAN REVERSE
TRANSCRIPTION-PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

IRDHAM KUSUMAWARDHANA

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
IRDHAM KUSUMAWARDHANA. Deteksi Cepat Virus Avian Influenza dengan Anigen ® dan
Penentuan Subtipe H5 Menggunakan Reverse Transcription-PCR (Polymerase Chain Reaction).
Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO, MUHARAM SAEPULLOH dan AGUS
WIYONO.
Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) atau yang biasa disebut flu burung merupakan
penyakit yang disebabkan virus influenza tipe A yang menyerang burung. Virus ini memiliki inang
alami pada burung liar. Flu burung tidak membuat burung liar sakit, tetapi mampu membuat
unggas domestik/piaraan seperti ayam dan bebek sakit bahkan mati. Penyakit ini menular dari

burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia. Sedangkan penularan dari manusia ke
manusia sam pai saat ini belum ditemukan.
Deteksi Avian Influenza (AI) dapat dilakukan dengan cara konvensional, seperti isolasi
virus pada telur SPF (Specific Pathogen Free) kemudian dilanjutkan dengan tes serologi. Deteksi
AI juga dapat dilakukan dengan mendeteksi virus AI secara molekuler. Penelitian ini
menggunakan sebelas sampel dari swab kloaka dan feses dari berbagai macam burung. Sebagai
kontrol positif digunakan virus HPAI subtipe H5 yang telah dikarakterisasi. Sampel dideteksi dini
dengan kit komersial Anigen ®, diikuti dengan RT-PCR untuk mengetahui subtipe dari virus
tersebut.
Hasil deteksi virus AI dengan uji cepat (Anigen ®) ditemukan semua sampel (100%)
sebanyak sebelas, positif mengandung virus AI. Sebelas sampel yang positif Anigen® ternyata
hanya delap an (73%) yang positif dengan RT-PCR primer matriks dan enam (55%) yang positif
RT-PCR primer H5. Anigen® dan RT -PCR dapat digunakan dengan baik untuk mendeteksi dan
mengetahui subtipe dari virus AI burung peliharaan. Burung yang terinfeksi HPAI subtipe H5
tidak menunjukkan gejala klinis. Hasil tersebut menunjukkan bahwa burung peliharaan dapat
merupakan sumber penyebaran penyakit AI. Oleh karena itu perlu adanya kewaspadaan terhadap
keberadaan burung peliharaan yang dapat menularkan penyakit ke manusia.

ABSTRACT
IRDHAM KUSUMAWARDHANA. Rapid Detection Avian Influenza Virus With Anigen ® and

Determination Subtype H5 With Reverse Transcription-PCR (Polymerase Chain Reaction). Under
the Direction of DJAROT SASONGKO HAMI SENO, MUHARAM SAEPULLOH and AGUS
WIYONO.
Highly Pathoghenic Avian Influenza (HPAI) known as bird flu is a disease caused by an
Avian Influeza Virus (AIV) subtype H5 or H7. Water fowl are though to serve as the reservoir for
influenza A viruses in nature. Although, the Avian influenza viruses infect water fowl, without
clinical signs. In chicken, this disease can develop to clinical symptomps and even death. This
disease not only sprread among birds, but also can be transmitted to human. While infection from
human to human to date has not been found.
The diagnosis Avian Influenza (AI) is based on virus isolation in Specific Pathogen Free
(SPF) of embryonated eggs followed by serological test. Alternatively the diagnosis can be done
by detection of virus with molecular method. In this study a total 11 samples of cloacal swabs and
feces from a variety of birds were collected and tested. While a positive well characterized HPAI
H5 subtype viruses was used as a positive control. Commercial kits of Anigen® was used to detect
AIV from the samples then followed by RT -RT-PCR for sub typing of the virus.
The results show that all samples (100%) eleven, were positive influenza A by rapid test
(Anigen® ), eight (73%) were positive using RT-PCR Matrix primer, and six (55%) samples were
positive using RT -PCR pimer H5. It is concluded that the Anigen ® kit and RT-PCR has been
succesfully used to detect and subtyping AIV in cloacal and feses swab samples of domesticated
birds. The birds were asymptomatically infected by HPAI subtype H5. It is concluded that the

domesticated birds have been infected by HPAI and therefore can cause as source of disease
transmission, not only to other birds but also can be transmitted directly to human as well.

D ETEKSI CEPAT VIRUS AVIAN INFLUENZA

DENGAN ANIGEN® DAN PENENTUAN SUBTIPE H5
MENGGUNAKAN REVERSE TRANSCRIPTION–PCR
(POLYMERASE CHAIN REACTION)

IRDHAM KUSUMAWARDHANA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2006

1

Judul

: Deteksi Cepat Virus Avian Influenza dengan Anigen® dan Penentuan
Subtipe H5 Menggunakan Reverse Transcription -PCR (Polymerase
Chain Reaction )

Nama

: Irdham Kusumawardhana

NIM

: G44101039

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, M.S
Ketua

Muharam Saepulloh, S.Si. M.Sc.

drh. Agus Wiyono, Ph.D.

Anggota

Anggota

Diketahui
Dekan
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP: 131 473 999


Tanggal lulus :

2

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Dzat
penguasa semesta alam, bahwa atas rahmat, ridho dan pertolongan-Nya sehingga
penelitan ini dapat terselesaikan. Penelitian ini berjudul Deteksi Cepat Virus
Avian Influenza dengan Anigen® dan Penentuan Subtipe H5 Menggunakan
Reverse Transcription-PCR (Polymerase Chain Reaction). Penelitian ini
merupakan bagian dari proyek penelitian a.n drh. Agus Wiyono Ph.D, yang
didanai oleh Departemen Pertanian dan dilaksanakan di Laboratorium Virologi
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) dari bulan Oktober 2005-Januari 2006.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak drh. Agus Wiyono, Ph.D selaku peneliti di Laboratorium Virologi
Balitvet, yang telah memberikan jalan awal kepada penulis untuk dapat
melaksanakan penelitian, juga bimbingan di tengah-tengah kesibukannya
yang luar biasa. Juga terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak
Muharam Saepulloh S.Si, M.Sc atas waktu yang disediakan dan

kesabarannya untuk membimbing langsung penulis di laboratorium.
Terima kasih kepada Bapak Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, MS selaku
pembimbing utama tugas akhir atas saran dan kemudahan yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk teknisi di laboratorium
Virologi, Balitvet, pak Pudji, pak Ace dan Mas songko. Juga kepada
teman-temanku seperjuangan di Bogor tengah dan Biokimia IPB 38.
Terakhir penulis juga berterima kasih kepada keluarga, Papa, Mama, mba
Jelly dan adikku yang manis, Vinan, atas dukungan dan doanya yang tidak
pernah putus.
Penulis menyadari karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, dan semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membaca dan memerlukannya.
Bogor, Januari 2006

Irdham Kusumawardhana

3

RIWAYAT HIDUP
Irdham Kusumawardhana dilahirkan di Surabaya pada 8 Oktober 1983
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Drs.Achmad Nikmat

dan Dra. Henrika Maria Chrismina.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Surabaya dan pada tahun yang sama masuk
IPB pada program studi Biokimia melalui jalur Penelusuran minat dan Kemampuan (USMI). Pada
Juli-September 2004 penulis melaksanakan praktik lapangan di Lembaga Biologi Molekuler
Eijkman, Jakarta. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Virologi,
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Kimia Dasar I, Kimia Dasar II, Kimia Fisik, Mikrobiologi Dasar dan Fisika Dasar.
Penulis juga aktif sebagai pengurus dalam berbagai organisisasi internal dan
eksternal kampus, di antaranya pernah menjadi Ketua Komisi Internal Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA IPB, Staf Badan Eksternal Badan
Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB, Staf Departemen Keilmuan Ikatan
Mahasiswa Kimia (IMASIKA) FMIPA IPB, DKM HA-Alumni IPB dan Ketua
Gerakan Mahasiswa Pembebasan (Gema) Wilayah Bogor Raya. Pada bulan
Februari 2005, penulis menjadi salah seorang finalis pada Hewlett Packard
Indonesian Youth Leadership Award (HPIYLA) 2005, yang merupakan suatu
kegiatan untuk menjaring calon pemimpin bangsa. Pada tahun terakhirnya
menempuh studi di IPB, penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Goodwill
Internasional.


4

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................

x

PENDAHULUAN................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Flu Burung ..................................................................................................
Virus Influenza ...........................................................................................
Cara Mendeteksi Virus AI ..........................................................................


1
3
6

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat............................................................................................
Metode ........................................................................................................

8
8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deteksi Cepat Sampel dengan Kit Anigen® ................................................
Spesifisitas AnigenR ....................................................................................
Sensitivitas AnigenR ....................................................................................
Perbandingan Sensitivitas AnigenR dengan HA .........................................
Isolasi RNA.................................................................................................
Deteksi Avian Influenza dengan RT-PCR...................................................


10
11
11
11
12
12

SIMPULAN DAN SARAN................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14
LAMPIRAN......................................................................................................... 16

5

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Beberapa sub tipe influenza A .......................................................................

2

Hasil pengujian sampel swab kloaka dan feses asal unggas

5

dengan uji cepat (Anigen) dan RT-PCR ....................................................... 13

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Oseltamivir dengan merk dagang Tami Flu ....................................................

3

2 Struktur dan organisasi genom virus influenza ...............................................

4

3 Siklus hidup virus influenza ...........................................................................

4

4

Virus influenza tipe A ....................................................................................

4

5 Tahapan reaksi RT-PCR.................................................................................

8

6

Program RT-PCR untuk deteksi virus AI pada sampel.................................. 10

7

Program RT-PCR untuk deteksi virus HPAI sub tipe H5 pada sampel ......... 10

8

Hasil deteksi cepat virus AI dengan kit komersial Anigen® .......................... 11

9

Hasil uji sensitivitas Anigen terhadap berbagai konsentrasi virus ................. 11

10 Hasil uji cepat HA dengan SDM ayam .......................................................... 11
11 Marka RT-PCR Matriks dan RT-PCR H5 ..................................................... 12
12 Hasil deteksi sampel Avian Influenza dengan RT-PCR Matriks ................... 13
13 Hasil deteksi Sampel Avian Influenza sub tipe H5 dengan RT-PCR ............. 13
14 Hasil Perbandingan RT-PCR Matriks dengan RT-PCR H5 .......................... 13

6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Diagram alir penelitian................................................................................... 17

2

Daftar primer yang digunakan........................................................................ 18

3

Komposisi reagen yang digunakan ................................................................ 19

4

Uji spesifisitas Anigen® ................................................................................. 20

PENDAHULUAN
Wabah Highly Pathogenic Avian Influenza
(HPAI) H5N 1 atau yang biasa disebut flu
burung telah terjadi di beberapa negara di
Asia. Menurut Utama (2005) selama 2004,
wabah yang sangat patogen (HPAI) itu
merebak di setidaknya sembilan negara Asia
yaitu China, Indonesia, Jepang, Kamboja,
Korea Selatan, Laos, Malaysia, Thailand dan
Vietnam (Hien et al 2004). Wabah tersebut
tidak hanya mengakibatkan kematian 100 juta
lebih ternak unggas di kawasan itu, tetapi juga
membawa korban manusia. Wabah virus H 5N 1
tersebut merupakan yang terbesar sejak
munculnya wabah H5N1 pertama di Hongkong
pada bulan Mei 1997. Bahkan sekarang virus
itu telah merambat ke benua Eropa yakni di
Kroasia, Rumania, dan Turki.
Semakin luasnya wilayah penyebaran
virus ini menyebabkan kekhawatiran para ahli
akan terjadinya pandemi HPAI subtipe H5N 1
di dunia. Sejarah mencatat, wabah penyakit
influenza ini beberapa kali muncul dengan
varian virus yang berbeda, yaitu berturut-turut
pada tahun 1890, 1900, 1918-1919 (H1N1),
1957 (H2N2), 1968 (H3N2), 1977 (H1N1)
(Capua & Alexander 2002). Wabah tersebut
bersifat epidemik dan bahkan pandemi.
Pandemi influenza pada tahun 1918-1919
yang dikenal sebagai “influenza Spanyol”
dianggap sebagai wabah terbesar dengan
korban jiwa 20-30 juta orang di seluruh dunia
(Oxford JS 2000; Taubenberger et al 2005;
Claas et al 1998). Pandemi pada tahun 1957
dikenal sebagai pandemi Asia, pada tahun
1968 pandemi Hongkong, sedangkan pada
tahun 1997 pandemi Hongkong dan Rusia.
Wabah HPAI subtipe H5N1 di Indonesia
pertama kali muncul pada 25 Januari 2004,
saat itu Departemen Pertanian (Deptan)
mengumumkan secara resmi ditemukannya
virus HPAI subtipe H5N1 di Indonesia. Juga
berdasarkan data Deptan, sejak muncul
pertama kali hingga akhir Desember 2004,
virus Avian Influenza (AI) telah tersebar di
158 kabupaten/kota di 23 provinsi Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada
penelitian ini akan dilakukan deteksi virus AI
pada sampel cotton swab (kapas bertangkai)
dari kloaka atau feses berbagai hewan dengan
kit antigen rapid Avian Influenza (Anigen® )
kemudian dikonfirmasi dengan RT-PCR.
Penelitian ini bertujuan untuk mendet eksi
virus AI tipe A dan subtipe H5 dari berbagai
unggas di lokasi pengambilan sampel. Deteksi
dilakukan dengan cara diagnosis molekuler

dan akan dibandingkan keefektifannya dengan
cara konvensional.
Hipotesis dari penelitian ini yaitu
penyebaran penyakit AI dapat ditanggulangi
secara dini apabila dilakukan pendeteksian
virus secara cepat dan akurat terhadap
unggas-unggas yang rentan terhadap penyakit
AI. Untuk itu diperlukan suatu teknik
diagnostik yang dapat digunakan secara cepat,
akurat dan mempunyai tingkat spesifitas serta
sensitivitas yang baik, sehingga keberadaan
penyakit dapat diketahui secara dini. Untuk
itu, deteksi virus AI tipe A dengan
menggunakan rapid diagnostic kit yang dapat
mendiagnosa penyakit di lapangan dan
dilanjutkan dengan deteksi terhadap subtipe
H5 menggunakan teknik biologi molekuler
(RT-PCR) merupakan salah satu upaya dan
langkah yang tepat dalam penanggulangan
penyakit AI. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi awal bahwa
untuk mendeteksi kasus flu burung di
Indonesia, dapat ditangani dengan cepat dan
akurat apabila dilakukan dengan diagnosis
cepat di lapangan yang diperkuat dengan
deteksi virus yang memanfaatkan teknik
biologi molekuler seperti RT-PCR.
TINJAUAN PUSTAKA
Flu Burung
Avian Influenza (Flu Burung) adalah
penyakit yang disebabkan virus influenza tipe
A yang menyerang unggas. Virus ini memiliki
inang alami pada burung liar. Infeksi HPAI
tidak membuat burung liar sakit, tetapi
mampu membuat unggas domestik/piaraan
seperti ayam dan bebek sakit bahkan mati
(Swayne et al 1998). Penyakit ini tidak hanya
menular dari unggas ke unggas, tetapi dapat
juga menular ke manusia. Sedangkan
penularan dari manusia ke manusia, pada
subtipe H 5N 1 sampai saat ini belum
ditemukan. Walaupun menurut Ungchusak et
al 2005 ada dugaan bahwa virus ini dapat
menular antar manusia, setelah dilakukan
penelitian terhadap satu sampel satu keluarga
yang terserang HPAI subtipe H 5N 1 di
Thailand.
Cara Penularan Flu Burung
Unggas air memiliki seluruh subtipe virus
AI tanpa menunjukkan gejala klinis, maka
sumber penularan utama di alam adalah
unggas air. Hewan ini dikenal sebagai inang
virus AI yang membawa virus tersebut di
dalam usus dan kemudian melepaskannya.

2

Pada bebek liar virus influenza bereplikasi
pada saluran pencernaan, dengan tidak
menyebabkan penyakit dan melepaskannya
dalam feses dengan konsentrasi tinggi sampai
108.7 EID50 (50% dosis telur yang terinfeksi)
(Webster 1998). Burung yang terinfeksi
melepas virus tersebut melalui air liur, sekresi
hidung dan kotoran. Kemudian virus-virus ini
menyebar diantara burung-burung bila mereka
kontak dengan material hidung, pernafasan,
dan kotoran yang terkontaminasi dari burungburung yang terinfeksi. Penyebaran melalui
kotoran ke mulut adalah model yang paling
umum terjadi. Menurut Foni (2003) dan
Horimoto (2001), penyebaran virus ini ke
manusia dihipotesiskan terjadi melalui inang
perantara yaitu babi, karena hewan ini diduga
ini mampu bertindak sebagai mixing vessels
(inang perantara) baik untuk virus flu asal
manusia maupun virus flu asal unggas.
Gejala Klinis HPAI
Unggas (seperti ayam) yang terinfeksi
virus AI diantaranya menunjukkan gejala
pembengkakan di bagian kepala, bintik merah
di kaki serta bintik dan pendarahan pada
lapisan lemak. Juga ditandai dengan
menurunnya nafsu makan ayam dan produksi
telor. Akan tetapi menurut panduan
Departemen Kesehatan, mengkonsumsi ayam
dan telur ayam tidak berisiko terhadap
penularan penyakit HPAI subtipe H5N1. Virus
HPAI subtipe H5N1 akan mati jika daging
ayam dimasak dengan panas 80 derajat
Celsius dan telur ayam pada pemanasan 60
derajat Celsius. Penyakit berbahaya ini juga
tidak ditularkan melalui makanan (Hasibuan
2005).
Sedangkan gejala (symptom ) manusia yang
terkena infeksi HPAI sama seperti gejala flu
biasa, yaitu demam di atas 380C, sakit
tenggorokan, batuk mengeluarkan ingus, nyeri
otot, dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
dalam waktu singkat dapat menjadi berat
dengan timbulnya demam tinggi, infeksi paruparu (pneumonia), gagal pernafasan, diikuti
kegagalan fungsi organ lainnya dan akhirnya
dapat berakibat kematian. Masa inkubasi virus
AI asal manusia dapat terjadi satu hari
sebelum atau tiga sampai lima hari setelah
munculnya gejala. Pada anak -anak, masa
inkubasi dapat mencapai 21 hari (KU & Chan
1999).
Pencegahan HPAI
Menurut Horimoto et al (2004) sampai
saat ini cara yang paling efektif untuk

mencegah penularan HPAI subtipe H5N1
adalah dengan vaksinasi. Setidaknya ada
empat keunggulan apabila vaksinasi telah
dilaksanakan secara baik yakni (i) unggas
yang telah divaksinasi dengan vaksin H5N1
sangat kecil kemungkinannya untuk terinfeksi
virus HPAI subtipe H5N 1 , (ii) unggas yang
telah divaksin secara baik mengeluarkan virus
dalam jumlah seratus kali lebih sedikit
dibandingkan dengan unggas yang tidak
divaksin, (iii) akan mengurangi resiko
penularan lebih lanjut, karena tingkat
resistensi terhadap infeksi meningkat (iv)
dapat mengurangi terjadinya mutasi alamiah
(reassorment ) melalui pengurangan jumlah
virus yang bersikulasi ( Hasibuan 2005).
Vaksin influenza dibuat dari galur
influ enza yang sesuai dengan kebutuhan di
lapang, sehingga tidak akan menimbulkan
penyakit. Lalu, vaksin-vaksin ini ditumbuhkan
dalam telur bebek, yang bebas patogen
spesifik (Specific Pathogen Free), dalam
jumlah besar untuk membuat vaksin pada
manusia. Saat ini Badan Kesehatan Dunia
(WHO) sedang menyiapkan vaksin baru dari
galur Vietnam dengan teknik pembalikan
genetik (reverse genetic). Teknik ini
merekayasa gen virus ganas galur Vietnam
menjadi virus yang lebih jinak, dengan cara
menggantikan motif multiple basic amino acid
pada cleavage site menjadi single basic amino
acid. Walaupun saat ini vaksinasi merupakan
cara yang paling efektif untuk mencegah
infeksi HPAI, masih terdapat beberapa
halangan untuk memproduksi vaksin secara
massal, yaitu kesulitan penyediaan telur bebek
dalam jumlah banyak dalam waktu singkat
untuk menumbuhkan vaksin. Badan Pengawas
Obat juga akan menolak keras penggunaan
vaksin flu manusia yang dibuat melalui teknik
reverse genetics apabila belum dilakukan uji
klinis terhadap vaksin-vaksin tersebut.
Apabila sudah terjangkit infeksi HPAI,
terutama pada kasus akut, maka dapat
digunakan obat-obatan anti viral seperti
Amantidine, Rimantidine, Olsetavimir dan
Zanavir. Namun sejak tahun 2004, virus H5N1
mulai resisten terhadap Amantidine dan
Rimantidine. Sehingga saat ini, hanya Zanivir
dan Oseltavimir yang digunakan untuk
mengobati infeksi HPAI. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) telah merekomendasikan
Oseltavimir untuk memerangi AI. Obat ini
dikembangkan oleh Gilead Science yaitu
perusahaan biofarmasi yang bermarkas di
Foster City, California. Saat ini Oseltavimir
dipasok di pasaran oleh Hoffmann-LA -Roche
Ltd., perusahaan yang berbasis di Basel, Swiss

3

dengan merek dagang Tami Flu (Gambar 5).
Obat ini masuk dalam kelompok obat yang
disebut
penghambat
neuraminidase
(neuraminidase Blocker ). Akibatnya obat ini
mampu menekan virus AI supaya tidak
menyebar dan menginfeksi sel lain. Tami Flu
mampu mengurangi 38 persen tingkat
keparahan gejala, 67 persen pengurangan
komplikasi sekunder seperti bronkhitis,
pneumonia dan sinusitis, 37 persen meredakan
rasa sakit dan 89 persen melawan serangan
influenza (Hidayat 2005).

Gambar 1 Oseltamivir dengan merk dagang
Tami Flu
Pemusnahan Massal . Selain dengan
vaksinasi untuk mencegah penyebaran virus
HPAI dapat dilakukan pemusnahan unggas
secara menyeluruh (stamping out) di seluruh
wilayah yang terkena hingga radius tertentu
dari sumber infeksi. Prasyarat yang penting
untuk melakukan tindakan stamping out yang
efektif adalah apabila kejadian penyakit
mampu terdeteksi secara dini, sistem
pelaporan penyakit berjalan secara efektif dan
tersedianya dana kompensasi yang memadai
yang tepat waktu (Hasibuan 2005). Sementara
dari rekomendasi pertemuan Organisasi
Pangan
dan
Pertanian
(FAO)/Office
International des Epizooties (OIE)/WHO
tanggal 24 Februari 2004 di Roma dinyatakan
bahwa stamping out hanya akan sangat efektif
apabila penyebaran penyakit masih terbatas
dan tingkat terinfeksi kembali rendah.
Kebersihan
Lingkungan.
Upaya
pencegahan lain yang dapat dilakukan
masyarakat antara lain dengan senantiasa
menjaga kebersihan lingkungan, menerapkan
bio security pada hewan peliharaan seperti
kotoran hewan peliharaan yang harus
dibersihkan dan dikubur secara reguler, serta
melakukan desinfeksi dengan desinfektan.
Virus Influenza
Virus influenza menyerang manusia dan
banyak jenis hewan (Horimoto 2001).
Mamalia lain yang dapat terserang infeksi

influenza adalah ikan paus, babi, kuda,
cerpelai, dan anjing laut (Whittaker 2001).
Virus influenza termasuk virus famili
Orthomyxoviridae. Virus ini mempunyai asam
nukleat RNA dan berstruktur membran
kompleks yang mengelilingi nukleokapsid.
Virus ini merupakan virus beramplop. Genom
virus ini terdiri atas satu utas RNA negatif (ss
RNA) (Brock et al 1994; Whittaker 2001).
Menurut Swayne et al (1998) dan Foni et
al (2003), virus influenza dibagi dalam tiga
kategori yaitu tipe A, B dan C berdasarkan
dua komponen utama internal yaitu protein
matriks (M) dan ribonukleoprotein (RNP).
Virus Influeza tipe A dapat menginfeksi
manusia, burung, babi, kuda, anjing laut, paus
dan hewan lainnya, namun inang alami bagi
virus ini adalah burung liar. Virus tipe ini
dibagi dalam subtipe-subtipe berdasarkan
protein pada permukaan virus tersebut. Semua
Influenza tipe A hanya menyerang unggas.
Sedangkan virus influenza tipe B pada
umumnya ditemukan pada manusia, tidak
seperti pada virus influenza tipe A, virus tipe
ini tidak diklasifikasikan berdasarkan subtipe.
Walaupun virus tipe ini dapat menyebabkan
epidemi namun tidak sampai pandemi. Virus
Influenza tipe C dapat menyebabkan demam
ringan pada manusia, tetapi tidak dapat
menyebabkan epidemi maupun pandemi.
Sama seperti halnya virus tipe B, virus tipe C
juga tidak diklasifikasikan berdasarkan
subtipe (Swayne et al 1998).
Struktur & Organisasi
Influenza

Genom Virus

Menurut Whittaker (2001) virus influenza
mampunyai amplop dan bersifat pleiomorfik.
Virus yang diisolasi dari kultur sel berbentuk
sperik dengan diameter yang konstan ~ 100
nm. Tetapi virus ini juga bisa berbentuk
filamen dengan diameter yang konstan tetapi
dengan panjang yang berbeda-beda. Virus
influenza A memproduksi sepuluh protein dari
delapan segmen RNA negatif. Kedelapan
segmen RNA negatif ini adalah Polimerase A
(PA), PB1, PB2, Nukleoprotein (NP),
Hemaglutinin (HA), Neuraminidase (NA),
Non struktural (NS), dan Matriks (M)
(Gambar 2).
Kedelapan RNA negatif ini bergabung
dengan nukleoprotein (NP) virus dan
hetromerik polimerase yang membentuk viral
ribonuleoprotein (vRNP). Sifat patogenisitas
dari virus AI tergantung pada keberadaan gen
NP, dan tidak bisa digantikan dengan gen NP
dari virus AI asal manusia. Semua virus

4

influenza mempunyai komponen internal yang
sama, dan hanya berbeda pada bagian
permukaan amplop saja (Whittaker 2001).
Seperti terlihat pada gambar 2, virus influenza
B mempunyai alternatif kanal ion yaitu NB,
yang diproduksi dari aktivitas over lapping
kerangka baca sebagai pengawal alternatif
dari gen yang mengkode NA. Sedangkan virus
influenza tipe C hanya mempunyai satu
glikoprotein yang disebut The Hemagglutininesterase-fusion (HEF) dan berfungsi untuk
menggantikan HA dan NA. Virus influenza C
juga mempunyai kanal ion yang berbeda yaitu
CM2 dan genomnya hanya mempunyai tujuh
segmen RNA (Whittaker 2001).

Gambar 3 Siklus hidup virus influenza
(Horimoto 2001)
Komponen Virus Influenza Tipe A
Influenza A

Influenza B

Influenza C

Gambar 2 Struktur dan organisasi genom
virus influenza (Whittaker 2001)
Replikasi Virus Influenza
Siklus replikasi virus influenza terbagi
dalam banyak tahap (Gambar 3). Tahap
pertama yaitu pengikatan virus pada reseptor
di permukaan sel, disusul kemudian
internalisasi ke dalam endosom (cytoplasmic
vesicles). Kondisi ini terjad`i dalam keadaan
pH lingkungan sel yang rendah, dan memicu
peleburan virus dan pelepasan selubung virus
(uncoating). Pada tahapan kedua setelah virus
berendositosis dan memasuki membran
plasma, virus akan masuk ke dalam nukleus
dan memulai proses replikasinya. Virus yang
telah memperbanyak diri selanjutnya akan
keluar dari nukleus melalui pori-pori inti, dan
pada tahap terakhir tejadi proses pelepasan
(budding) virus dari membran plasma untuk
kemudian menginfeksi sel yang lain
(Horimoto 2001, Whiitaker 2001).

Berdasarkan kandungan protein-protein
permukaan membran selnya yang dinamakan
hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA),
virus influenza tipe A (AIV) dibagi menjadi
subtipe-subtipe. Saat ini telah diketahui 15
subtipe hemaglutinin (H1-H15) dan sembilan
Neuraminidase
(N1-N9),
sedangkan
kombinasi keduanya biasa ditulis HxNy.
(Capua & Alexander 2002; Swayne et al 1998
Claas ECJ et al 1998; Claas et al 1997).
Selubung virus (envelope) dari virus influenza
tipe A ini disusun oleh tiga protein yaitu
Hemaglutinin (HA), Neuraminidase (NA) dan
M2 (Gambar 4).
Neuraminidase
Dwilapis lipid
Protein Matriks

HA

M2

Segmen RNA

```

Gambar 4 Virus influenza tipe A (Whittaker
2001, Horimoto 2001)

5

Protein Hemaglutinin (HA) adalah
molekul glikoprotein selubung virus yang
berfungsi untuk mengikatkan virus ke reseptor
sel target dan menginisiasi infeksi. Dengan
kata lain, protein HA merupakan mediator
interaksi antara virus dan sel inang. Protein ini
berukuran besar dan merupakan faktor yang
penting bagi virulensi virus. Protein ini juga
berperan dalam proses masuknya virus ke
dalam sel (cell entry) (Horimoto 2001).
Protein HA virus HPAI pada bagian situs
pembelahan (cleavage site) diantara HA1 dan
HA2, ditandai dengan adanya motif asam
amino yang berulang (Nguyen et al 2005;
Zhou et al 1999; Whittaker 2001; Katz et al
2000; Guan et al 2002; Senne et al 1996).
Keberadaan asam amino yang berulang ini
diduga untuk mengaktifkan kerja HA dengan
pelepasan enzim protease dari jaringan tubuh
(KU 1999). Saat ini ada 6 subtipe HA dari 15
yang ditemukan pada manusia yaitu H1, H2,
H3, H5, H7 dan H9, sedangkan subtipe HA
yang lainnya menyerang unggas, babi dan
hewan lainnya (Tabel 1).
Protein kedua yang menyusun selubung
virus influenza A adalah Neuraminidase
(NA). Protein ini berukuran lebih kecil dari
pada HA dan membentuk knob pada
permukaan sel dan berfungsi pada proses
keluarnya virus yang telah berkembang biak
di dalam sel untuk keluar sel untuk
selanjutnya menyebar ke sel lainnya. Virus
baru dapat keluar dari sel karena NA
merupakan
enzim
(katalisator
reaksi)
glikosidase
yang
bekerja
dengan
menghidrolisis ikatan α-2,3-, α -2,6, dan α -2,8
glukosidik yang menghubungkan ujung non
reduksi residu-residu N- atau O-asilneuraminil
terasilasi pada oligosakarida, glikoprotein atau
glikolipid dari sel inang dan selubung virus sel
influenza (Horimoto 2001).
Sementara itu protein M2 adalah protein
yang membentuk saluran ion (ion channel)
pada membran sel inang yang diperlukan
untuk proses keluarnya gen (viral RNA) dari
selubung virus (uncoating) yang berlanjut
pada proses replikasi gen virus. Karena fungsi
dan peranannya yang penting serta tingkat
konservatifnya yang tinggi, ketiga protein
tersebut sering dijadikan patokan untuk
melihat karakter virus, seperti tingkat evolusi
virus itu sendiri (Horimoto 2001, Utama
2005).
Virulensi Virus Influenza A
Berdasarkan
kemampuannya
untuk
menginfeksi inang sehingga menyebabkan

Tabel 1 Beberapa subtipe
(Horimoto 2001)
Subtipe

Manusia

Babi

H1

+

+

H2

+

H3

+

influenza
Kuda

+
+

+

+

+
+

+

H8
H9

+
+

H6
H7

Burung
+

H4
H5

A

+

+
+

+

H10-15

+
+

timbulnya penyakit, virus influenza A dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu virus
influenza yang sangat patogen atau Highly
Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang
dapat menyebabkan kematian inang yang
diinfeksi hingga 100% dan virus influenza
yang kurang patogen/Low Pathogenic Avian
Influenza (LPAI) yang hanya menyebabkan
demam ringan dengan tingkat kematian yang
rendah. Virus tipe LPAI khususnya H5 dan
H7 mempunyai kemampuan untuk bermutasi
menjadi HPAI (Nguyen et al 2005).
Evolusi Virus Avian Influenza
Penelitian terhadap ekologi virus influenza
menghasilkan hipotesis bahwa setiap virus
influenza pada manusia merupakan turunan
(derivat) dari virus flu pada unggas (Webster
1998). Virus influenza termasuk virus HPAI
mempunyai
kemampuan
untuk
selalu
bermutasi dan berevolusi. Kemampuan
evolusi virus AI tampak dengan kemampuan
virus ini untuk melakukan antigenic drift
(penyimpangan antigenik) dan antigenic shift
(perubahan antigenik).
Antigenic drift terjadi dengan adanya
perubahan kecil pada bagian HA dan NA pada
virus yang berlangsung secara kontinu
(Webster 1998). Proses ini menyebabkan
timbulnya virus dengan strain baru yang tidak
lagi dapat dikenali oleh sistem kekebalan
tubuh manusia (antibodi). Oleh karena alasan

6

inilah manusia dapat terserang flu lebih dari
satu kali.
Perubahan lain yang terjadi pada virus
influenza adalah antigenic shift. Perubahan ini
terjadi secara tiba-tiba dan merupakan
perubahan utama yang terjadi pada virus
influenza type A. Sejak 1918, penelitian
tentang virus influenza pada manusia
dipusatkan untuk mengetahui bagaimana
mekanisme terjadinya perubahan antigenik,
dan juga untuk memprediksikan bagaimana
dan kapan penyimpangan ini terjadi (Capua &
Alexander 2002).
Antigenic shift terjadi apabila dua tipe
virus menginfeksi sel inang yang sama,
segmen-segm en RNA dan protein-protein
HA/NA dari kedua tipe virus itu dapat
bercampur aduk saat partikel-partikel virus
dirangkaikan. Akibatnya muncul subtipe virus
baru yang pada awalnya hanya dapat
menginfeksi unggas itu telah berevolusi
menjadi virus yang mampu menginfeksi
manusia. Padahal secara ilmiah ada perbedaan
yang jelas antara reseptor virus AI asal unggas
dan virus AI asal manusia. Virus AI asal
unggas hanya berikatan secara spesifik dengan
reseptor α-2,3 N-Acetyl Neuraminic Acid
(Asam Sialat) yang terekspresi di permukaan
sel burung (Nguyen et al 2005). Sedangkan
virus AI asal manusia hanya berikatan secara
spesifik dengan reseptor α-2,6-asam sialat
pada permukaan sel manusia (Webster 1998;
Matrosovich et al 1999). Perbedaan
pengikatan dalam reseptor ini tergantung jenis
asam amino spesifik pada posisi 226 dari HA.
Apabila asam amino itu berupa leusin, virus
tersebut akan berikatan pada reseptor α -2,3
sedangkan apabila glutamin berikatan pada
reseptor α -2,6 (Webster 1998).
Apabila virus AI yang tadinya hanya dapat
menginfeksi
unggas
kemudian
dapat
menginfeksi manusia, artinya telah terjadi
evolusi pada virus tersebut. Virus yang semula
hanya dapat berinteraksi dengan α -2,3 asam
sialat telah berevolusi menjadi virus yang
dapat berinteraksi baik dengan α-2,3 asam
sialat maupun α-2,6-asam sialat (Horimoto
2001; Utama 2005). Evolusi ini terus terjadi,
sehingga
suatu
saat
tidak
tertutup
kemungkinan akan muncul virus yang mampu
menular antar manusia, tidak hanya dalam
kluster keluarga tetapi juga pada masyarakat
luas. Kalau hal ini sampai terjadi artinya
pandemi HPAI subtipe H5N1 hanya tinggal
menunggu waktu (Horimoto 2001).
Menurut Utama (2005) bukti terjadinya
evolusi virus HPAI subtipe H5N1 semakin
diperkuat dengan hasil analisis ketiga gen

virus influenza yang mempunyai peranan
penting serta tingkat konservatifnya yang
tinggi, yaitu HA, NA dan M2. Dari hasil
analisis ketiga gen tersebut, ditemukan bahwa
virus H5N1 yang mewabah pada 2004 sampai
2005 terdiri atas dua kelompok (clade).
Kelompok pertama yaitu virus yang berasal
dari Kamboja, Laos, Malaysia, Thailand dan
Vietnam. Sedangkan kelompok kedua terdiri
atas virus dari China, Indonesia, Jepang dan
Korea Selatan. Data tersebut membuktikan
bahwa semua virus H5N1 masih virus HPAI
subtipe H5N1 asli dan belum terjadi mutasi
alamiah (reassortment) dengan virus flu
manusia.
Cara Mendeteksi Virus AI
Virus Influenza dapat dideteksi dengan
beragam cara yang secara garis besar dapat
dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu
cara konvensional dan cara molekuler.
Pendeteksian secara konvensional dilakukan
dengan beberapa cara seperti (i) isolasi virus
baik dengan kultur jaringan pada sel ginjal
primer monyet atau pada sel ginjal anjing
madin darby canine kidney (MDCK), maupun
dengan telur SPF, dan (ii) tes serologi (Lee
MS et al 2001). Akan tetapi cara ini tidak
praktis dan membutuhkan waktu cukup lama
untuk mengetahui hasilnya yaitu sekitar dua
hari sampai dua minggu. Disamping itu cara
ini kurang efektif untuk segera melakukan
terapi dan tindakan untuk mengatasi infeksi
(Ng KOE et al 2005; Hindiyeh et al 2005).
Prosedur rutin untuk mendeteksi virus
influenza tipe A pada manusia seperti isolasi
virus in vitro, immunofluoresen (IF) memang
cukup efektif tetapi menjadi kurang efektif
saat mendeteksi virus influenza dari unggas
dan babi (Fouchier RAM et al
2000).
Menurut Ng KOE (2005) tes antigen cepat
komersial yang tersedia sekarang seperti
Directigen Flu A+B (Becton Dickinson,
Sparks, NJ, USA) atau Binax NOW (Binax
Inc., Portland, ME, USA) memang cukup
sensitif dan sederhana tetapi tes ini tidak
mampu untuk mendeteksi berbagai macam
subtipe virus. Oleh karena itu, pada saat ini
dibutuhkan tes diagnostik virus flu yang
sangat sensitif, akurat, cepat dan mampu
mendeteksi berbagai macam tipe virus.
Kriteria tersebut dipenuhi oleh tes
diagnostik molekular menggunakan Reaksi
Berantai Polimerase Transkripsi Balik (RTPCR). Metode ini mampu mendeteksi virus
influenza dengan tingkat spesifitas dan
sensitivitas yang tinggi. Kelebihan yang
dimiliki
oleh
metode
ini
adalah

7

kemampuannya untuk mendeteksi virus
influenza A dari spesies yang berbeda.
Dengan metode ini dapat dideteksi banyak
virus influenza A dari sampel unggas yang
tidak bisa dideteksi dengan kultur sel mamalia
ataupun pada telur embrionasi tertunas (TET).
(Lee MS et al 2001; Fouchier RAM et al
2000; Chan 2002; Ng KOE et al 2005).
Reaksi Berantai Polimerase (PCR)
Teknik PCR pertama kali ditemukan oleh
Kary B. Mullis pada pertengahan tahun 1980.
Teknik ini mampu mengatasi masalah
penelitian suatu genom, yaitu keterbat asan
jumlah sampel yang akan dianalisis. Erlich
(1989) diacu dalam Pebriana (2003) juga
menjelaskan bahwa PCR adalah suatu metode
in vitro untuk mensintesis sekuen DNA
spesifik
secara
enzimatis
dengan
menggunakan dua oligonukleotida sebagai
primer yang berhibridisasi secara berlawanan
pada sisi daerah target utas DNA yang
diinginkan. Metode ini sangat cocok untuk
memperbanyak
DNA
untuk
prosedur
pemeriksaan klinis atau forensik karena hanya
diperlukan sampel DNA yang sangat sedikit
sebagai bahan awal. Bahkan DNA dapat
diperbanyak oleh reaksi berantai polimerase
dari sehelai rambut atau setetes darah atau
semen (Marks 1996).
Bahan awal untuk PCR adalah DNA yang
mengandung sekuens yang akan diamplifikasi.
Jumlah DNA yang diperlukan untuk proses
PCR sangat kecil, biasanya lebih kecil dari 1
mikrogram. Selain itu diperlukan juga dua
oligonukleotida primer untuk inisiasi target
DNA, enzim DNA polimerase tahan panas,
dan campuran keempat deoksinukleotida
trifosfat (dNTPs) sebagai prekursor (Watson
et al 1992 diacu dalam Pebriana 2003).
Konsentrasi Mg2+ pada buffer PCR yang
cukup juga diperlukan untuk meningkatkan
hasil dan spesifitas amplifikasi.
Proses amplifikasi melibatkan tiga tahap,
yaitu (1) denaturasi DNA oleh panas,
sehungga struktur DNA utas ganda mengudar
menjadi utas tunggal (2) penempelan primer
pada sekuens DNA komplementer (annealing)
yang akan diperbanyak dan (3) pemanjangan
primer oleh DNA polimerase (ekstensi) (Saiki
et al 1998 diacu dalam Pebriana 2003).
Reverse Transcription–PCR (Polymerase
Chain Reaction)
Reverse Trancription-PCR (Polymerase
Chain Reaction) adalah metode invitro untuk
amplifikasi
sekuen
RNA
sehingga
menghasilkan DNA secara enzimatis. RT -

PCR merupakan kombinasi dari sintesis
cDNA dengan PCR sehingga mampu
mensintesis DNA dari RNA. Berbeda dengan
PCR, template untuk RT -PCR adalah RNA
total atau RNA yang mengandung poli (A)+.
Sedangkan primer yang digunakan dapat
berupa primer acak, oligo (dT) atau primer
spesifik. Tahap pertama dari RT-PCR adalah
transkripsi balik sampel RNA menjadi cDNA
(tahap sintesis cDNA) dengan bantuan enzim
reverse transcriptase. Pada tahap ini terjadi
pra denaturasi yang dilakukan pada 42 ºC
selama 45 menit, dan enzim ini kemudian
dinonaktifkan dengan denaturasi cDNA pada
95 ºC selama 3 menit. Kemudian dilanjutkn
dengan amplifikasi eksponensial cDNAdalam
reaksi PCR (gambar 5). Kedua reaksi tersebut
dapat dilakukan secara terpisah (dua
enzim/dua tabung) atau dalam satu kali reaksi
(dua enzim/satu tabung) (Bustin 2000 diacu
dalam Kurniawan 2004).
Kegunaan lain dari RT -PCR adalah
mampu mendeteksi virus dengan genom
RNA, menganalisis ekspresi gen, dan
menyeleksi gen tanpa perlu mengkonstruksi
pustaka cDNA juga dapat diperoleh dengan
RT-PCR. Salah satu tahap yang penting dalam
RT-PCR adalah isolasi RNA. RNA dapat
diisolasi dengan berbagai metode, diantaranya
metode trizol LS yang digunakan dalam
penelitian ini.
Metode trizol LS cocok digunakan
mengisolasi RNA dari sampel cairan manusia,
tanaman, ragi, bakteri maupun virus. Terdapat
empat tahap dalam metode ini yaitu (i)
homogenisasi, (ii) pemisahan fase, (iii)
presipitasi RNA dan (iv) pencucian pelet
RNA yang terbentuk. Tahap pertama, sampel
swab dari kolaka atau feses dihomogenisasi
dengan reagen Trizol LS. Reagen ini
merupakan campuran larutan fenol dan
guanidin isotiosianat. Fenol berfungsi untuk
memisahkan dan memurnikan RNA dari
protein.
Pelarut
organik
ini
dapat
mengendapkan
protein
tetapi
tetap
membiarkan asam nukleat (DNA dan RNA)
berada dalam larutan (Brown 1995). Akan
tetapi sekalipun fenol dapat mendenaturasikan
protein dengan baik, namun fenol tidak dapat
menghambat aktivitas RNAse. Sehingga
digunakan
guanidin
isotiosianat
untuk
menghambat aktivitas RNAse (Sambrook &
Russel 2001).
Tahap kedua yaitu pemisahan fase larutan
menjadi fase air dan fase organik dengan
penambahan
kloroform.
Sentrifugasi
dilakukan untuk memisahkan protein dan
asam nukleat (RNA/DNA). Protein akan

8

terdapat pada fase organik dan akan tertinggal
sebagai endapan putih pada pertemuan kedua
fase tersebut (Brown 1995). Sementara asam
nukleat terdapat pada fase air. Kloroform
merupakan pelarut semi polar yang digunakan
untuk memastikan agar residu protein benarbenar tidak ada pada fase air (Sambrook &
Russel 2001). Tahap ketiga yaitu presipitasi
RNA, dengan penambahan iso propanol (2metil propanol). RNA pada fase air akan
mengendap setelah ditambahkan isopropanol,
karena kandungan air pada RNA ditarik oleh
isopropanol. Tahap keempat, merupakan
tahap pemurnian (purifikasi) yaitu dengan
penambahan etanol 75%, yang dimaksudkan
untuk mencuci endapan RNA yang terbentuk,
dengan menghilangkan sisa-sisa pengotor
organik yang ada. Alkohol dengan konsentrasi
tinggi juga dapat menarik air yang
berinteraksi dengan RNA sehingga RNA
beragregasi dengan molekul RNA sejenis
lainnya dan akhirnya mengendap.
Propagasi virus pada Telur
embrio tertunas (TET)

Isolasi RNA

Penyalinan dari RNA ke DNA
(Reverse Transkriptase)

Amplifikasi oleh PCR
(membuat salinan DNA)
Elektroforesis produk PCR

Gambar

5

Tahapan
reaksi RT-PCR
(Sambrook & Russels 2001)

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan untuk deteksi cepat
virus AI adalah kit Rapid Avian Influenza
virus (Anigen®, Korea) yang diperoleh secara
komersial dari PT. Indofarma. Kit ini terdiri
atas tabung penampung sampel mengandung 1
ml assay diluent, swab untuk mengambil
sampel dari lubang kloaka rektum dan
disposable droppers untuk meneteskan cairan
sampel ke tabung diluent.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk
isolasi RNA adalah cotton swab (kapas
bertangkai) yang mengandung cairan kloaka
rektum atau feses dari berbagai jenis unggas
yang diambil dari daerah sekitar kota Jakarta,

Bekasi dan Tangerang. Penelitian ini juga
menggunakan
media
transpor
(Sigma
Aldr ich), Trizol LS (Gibco), kloroform,
isopropanol,
etanol
75%,
DEPC
(Diethylpyrocarbonate) 0,1 % dan dH 2O ultra
pure (Gibco). Untuk RT-PCR digunakan
RNA template dan kit dari Invitrogen yang
terdiri atas 2X campuran reaksi, enzim
Reverse Transkriptase Platinum Taq Mix,
primer forward dan reverse (Lampiran 2).
Bahan
yang
digunakan
untuk
elektroforesis gel agarosa adalah agarosa
(Sigma Aldrich), marka DNA 100 bp ladder
(Promega, Fermentas), loading buffer sebagai
tracking dye, larutan bufer Tris Borate EDTA,
(TBE ) dan etidium bromida (Lampiran 3).
Peralatan yang digunakan untuk RT -PCR
adalah tabung PCR 50 µl, Thermalcycler PCR
(Hybaid). Untuk elektroforesis gel agarosa
digunakan perangkat elektroforesis (Biorad),
oven microvawe (Nasional), dan kamera UV
(UV transiluminator). Peralatan lain yang
digunakan tabung eppendorf 1,5 ml, vorteks
(Thermolyne), tip ART (RNA se and DNA sefree, Molecular BioProducts), sentrifuse (mini
spin), laminar air flow cabinet (Biohazard),
freezer (Sansio), Shaker
(Thermolyne),
inkubator (Thermolyne), penangas air (Forma
Scientific), pipet mikro (Pipetman, Gilson),
autoklaf (Electric pressure steam sterilizer
model no 25X) dan peralatan gelas lainnya.
Metode
Deteksi Cepat Sampel dengan Kit Anigen ®
Metode deteksi cepat AI menggunakan kit
dari Anigen® (Korea), dilakukan dengan cara
pengambilan feses ataupun melalui kloaka
menggunakan kapas bertangkai sebagai
berikut: bagian dalam kedua sayap unggas
dipegang dengan tangan kiri dan ujung atas
kapas bertangkai dipegang dengan tangan
kanan. Kapas bertangkai dimasukkan ke
dalam lubang kloaka rektum unggas.
Kemudian swab spesimen diputar di dalam
kloaka beberapa kali, selanjutnya swab
spesimen ditarik keluar. Untuk prosedur tes,
dilakukan sebagai berikut; swab spesimen
yang telah mengandung feses dimasukkan ke
dalam tabung spesimen yang mengandung
assay diluent, kemudian swab spesimen
diaduk sehingga seluruh sampel spesimen
larut didalam assay diluent. Kemudian
diambil larutan supernatan dari dalam tabung
dengan disposable dropper yang tersedia.
Sebagai langkah terakhir, diteteskan larutan
supernatan sebanyak 4-5 tetes ke dalam
lubang sampel pada kit tes dengan disposable

9

dropper. Pembacaan hasil diamati dengan
munculnya pita pada kit tes yang tersedia.
Spesifisitas Anigen®
Sebelum digunakan pada pemakaian
lapang, kit Anigen ® perlu diuji terlebih dahulu
tingkat spesifisitas dan sensitivitas terhadap
virus AI tipe A. Sehingga hasil deteksi virus
AI oleh kit tersebut benar -benar akurat.
Tingkat spesifisitas kit Anigen® dapat
diketahui dengan melakukan pendeteksian
oleh kit Anigen® terhadap sejumlah virus
unggas yang biasa terdapat di lapangan dan
sering menginfeksi unggas. Tujuan dari uji ini
adalah untuk membuktikan bahwa kit
Anigen® hanya dapat mendeteksi virus AI tipe
A, sementara itu virus unggas lain yang
terdapat pada sampel tidak akan terdeteksi
oleh kit tersebut.
Untuk keperluan uji spesifisitas maka
telah dilakukan pendeteksian terhadap
sejumlah virus unggas baik berupa vaksin
maupun isolat lokal. Virus -virus yang
digunakan utuk mengetahui spesifisitas
Anigen® adalah Newcastle Disease Virus
(NDV)/tetelo, Infectious Bronchitis (IB),
Infectious Laryngiotracheitis (ILT), Infectious
Bursal Disease (IBD) / Gumboro, Egg Drop
Syndrome (EDS) dan Chicken Anemia Virus
(CAV). Masing-masing virus diteteskan
sebanyak 5 tetes ke dalam tabung spesimen
yang mengandung assay diluen, kemudian
swab spesimen diaduk sehingga seluruh
sampel spesimen larut didalam assay diluen.
Langkah selanjutnya sama dengan deteksi
cepat sampel dengan Anigen®.
Sensitivitas Anigen®
Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat
sensitivitas Kit Anigen ®, maka telah
dilakukan pengujian terhadap kemampuan kit
tersebut dalam mendeteksi virus AI. Untuk
itu, digunakan isolat virus AI (Balitvet) yang
telah dikarakterisasi sebelumnya dan termasuk
ke dalam tipe A subtipe H5N1. Isolat virus AI
yang telah ditumbuhkan dalam chorio
allantoic cavity (CAC) dan memiliki titer 10 7
EID 50 /0,1 mL (Egg Infectious Doses )
diencerkan secara seri dengan kelipatan 10
mulai dari 10-1 sampai dengan 10-3. Selain itu
digunakan pula virus yang tidak diencerkan.
Untuk isolat virus yang tidak diencerkan
(undiluted) diambil 1 ml AIV dan tanpa
dicampur dengan larutan penyangga PBS
(Phospat Buffer Saline), sedangkan untuk
pengenceran 10-1 dari campuran undiluted
sebelumnya diambil sebanyak 0,1 ml, dan

ditambah 0,9 ml PBS. Pengenceran 10--2,
diperoleh dengan mengambil sebanyak 0,1 ml
dari pengenceran 10-1 dan ditambah 0,9 ml
PBS. Hal yang sama juga dilakukan untuk
mendapatkan pengenceran 10-3. Kemudian
dari masing-masing campuran AIV dan PBS
dengan berbagai konsentrasi tadi, sebanyak
100 µL dimasukkan ke dalam tabung
spesimen yang mengandung assay diluent
yang diaduk sehingga isolat AIV larut
didalam assay diluent. Langkah selanjutnya
sama dengan deteksi cepat sampel dengan
Anigen® dan diamati sampai dengan
konsentrasi berapa Anigen ® tetap mampu
mendeteksi AIV.
Tingkat sensitivitas Kit Anigen® dapat
dibandingkan dengan metoda uji cepat
lainnya, maka dilakukan pula pengujian
dengan Hemagglutinasi (HA) cepat (Rapid
test) , yang biasa digunakan oleh laboratorium
diagnostik untuk mendeteksi adanya virus
unggas. Uji HA cepat dilakukan terhadap
enceran virus AI di atas, yaitu: virus AI yang
telah diencerkan dengan kelipatan 10, masingmasing enceran diteteskan pada lempeng
porselei n, kemudian ditambahkan satu tetes
sel darah merah (SDM) ayam 0,5% (v/v).
Diamati terjadinya aglutinasi SDM ayam
akibat virus AI pada setiap enceran virus.
Isolasi RNA Metode Trizol LS
Metode ini menggunakan kit Trizol LS
(Gibco, Life Technology) dengan modifikasi.
Sampel asal swab feses ataupun kloaka yang
telah disegarkan dalam media transpor
diambil sebanyak 250 µL. Kemudian
dipindahkan ke dalam tabung eppendorf 1,5
ml (Tabung sebelumnya telah direndam dalam
DEPC 0,1% selama satu malam dan di
sterilisasi dengan cara di autoclave pada suhu
121 °C selama 15 menit). Ke dalam tabung
ditambahkan larutan Trizol LS sebanyak 750
µL. Selanjutnya divorteks dan diinkubasi
selama 5 menit pada suhu ruang. Kemudian
ke dalam tabung ditambahkan klorofom 250
µL. Larutan dikocok pelan dan didinginkan
selama 10-15 menit pada suhu ruang.
Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit pada 4
0
C. Setelah disentrifugasi, supernatan diambil
dan ditambahkan ke tabung ependorf 1,5 ml
baru. Kemudian ditambahkan isopropanol
bersuhu ruang sebanyak 500 µL, dikocok
pelan dan didiamkan selama 10 menit pada
suhu
ruang.
Selanjutnya
dilakukan
sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 20 menit
pada 4 0C. Supernatan dibuang dan pelet yang

10

terbentuk dicuci dengan 1 ml etanol 75%
dalam DEPC (dingin), kemudian divorteks
dan disentrifugasi kembali pada 12000 rpm
selama 20 menit pada 4 0C. Etanol dibuang
dan pelet yang dihasilkan dibiarkan
mengering selama 60 menit, untuk selanjutnya
ditambah air destiasi (dH2O) sebanyak 10 µL
dan dilakukan pemekatan secara serial. Pada
tahap ini sampel telah siap untuk dilakukan
RT-PCR.

program
berikut;
RT

42 0C
45:00

PCR

yang

digunakan

sebagai

PCR
akhir
95 0C 95 0C
72 0C 72 0C
3:00 0:30 50 0C
0:40 10:00
0:40
4º C

1X

35 X

8

Deteksi Avian Iinfluenza dengan RT-PCR
Gambar

Metode RT -PCR yang digunakan adalah
sesuai dengan Fouchier et al (2000) dengan
kit SuperScriptTM One-Step RT-PCR with
Platinum ®
Taq
(Invitrogen)
dengan
modifikasi. Pereaksi-pereaksi sebagai berikut;
2X campuran reaksi sebanyak 25 µL, primer
forward (M52C) dan reverse (M253R)
sebanyak 2 µ l atau dengan

Dokumen yang terkait

Deteksi Dan Penentuan Serotipe Virus Dengue Tipe 1 Dari Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Menggunakan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Di Kota Medan

1 38 80

DETEKSI Sugarcane Mosaic Virus PADA TEBU (Saccharum officinarum L.) MENGGUNAKAN METODE Reverse Transcription – Polymerase Chain Reaction

3 17 56

Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR)

1 64 90

Deteksi DNA Gelatin Sapi Dan Gelatin Babi Pada Simulasi Gummy Vitamin C Menggunakan Real -Time PCR Untuk Analisis Kehalalan

1 11 70

Perbandingan antara metode SYBR green dan metode hydrolysis probe dalam analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi dengan menggunakan real time PCR

1 33 90

Deteksi diferensial Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR)

0 10 41

Deteksi diferensial Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) dengan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR)

0 5 80

Identifikasi tommato infectious chlorosis virus dan tommato chlorosis virus melalui reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) dan sikuen nukleotida

0 6 60

Deteksi Diferensial Potyvirus dan Fabavirus dengan Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RTPCR)

0 4 65

Deteksi virus avian influenza (h5n1) pada unggas air di propinsi lampung dengan uji haemagglutination inhibition (hi) dan reverse transcriptase polymerase chain reaction (rt pcr)

0 4 50