Identifikasi Ganoderma spp dan Trichoderma spp menggunakan marka molekuler ITS-RFLP

IDENTIFIKASI Ganoderma spp DAN Trichoderma spp
MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER ITS-RFLP

LAYYINAH AYU SUKMANINGRUM

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Ganoderma spp
dan Trichoderma spp Menggunakan Marka Molekuler ITS-RFLP adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Layyinah Ayu Sukmaningrum
NIM G84100015

ABSTRAK
LAYYINAH AYU SUKMANINGRUM. Identifikasi Ganoderma spp dan
Trichoderma spp Menggunakan Marka Molekuler ITS-RFLP. Dibimbing oleh
MEGA SAFITHRI dan HAYATI MINARSIH.
Informasi genetik cendawan Ganoderma spp dan Trichoderma spp diperlukan
karena Ganoderma spp adalah salah satu patogen penting pada tanaman perkebunan
sedangkan Trichoderma spp adalah cendawan yang dapat mengendalikan
pertumbuhan Ganoderma spp. Penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi
cendawan tersebut secara morfologi dan fisiologi. Karena tingkat akurasinya yang
rendah, penggunaan metode ITS-RFLP diharapkan dapat mengidentifikasi spesies
Ganoderma spp dan Trichoderma spp secara lebih akurat dan spesifik. Metode yang
digunakan adalah penyiapan isolat murni, isolasi DNA genom, amplifikasi dengan
metode PCR menggunakan pasangan primer ITS1_ITS4 dan ITS5_ITS4, pemotongan
dengan enzim restriksi AluI, MspI, MluI, dan MnlI, dan sequencing hasil amplifikasi.
Ukuran DNA genom terisolasi dari enam sampel tersebut berkisar 3000 bp. Ukuran

amplikon Trichoderma spp adalah 680 bp, sedangkan Ganoderma spp berkisar 600700 bp. Enzim restriksi yang menghasilkan pola pita paling polimorfik adalah MspI.
Sampel dengan pola dan ukuran hasil pemotongan yang berbeda mengindikasikan
spesies yang berbeda, sedangkan pola dan ukuran yang hampir sama menunjukkan
kekerabatan yang dekat.
Kata kunci: Trichoderma spp, Ganoderma spp, ITS-RFLP, PCR, Enzim restriksi

ABSTRACT
LAYYINAH AYU SUKMANINGRUM. Ganoderma spp in Estate Crops and
Trichoderma spp Identification Using Molecular Marker ITS-RFLP. Supervised by
MEGA SAFITHRI and HAYATI MINARSIH.
Genetic informations of Ganoderma spp and Trichoderma spp are needed
because Ganoderma spp is one of important fungi patogen in estate crops, whereas
Trichoderma spp is fungi that can control Ganoderma spp. Research has been
conducted to identify the fungi morphologically and physiologically. Due to the low
level of accuracy, the use of ITS-RFLP method is expected to identify the species of
Trichoderma spp and Ganoderma spp more accurate and specific. The method used
are preparation of pure isolates, genomic DNA isolation, amplification by PCR using
primers ITS1_ITS4 and ITS5_ITS4, digesting with restriction enzymes AluI, MspI,
MluI, and MnlI, and sequencing amplicons. The size of genomic DNA isolated from
six samples were about 3000 bp. Trichoderma spp amplicons size were 680 bp,

whereas Ganoderma spp amplicons were ranged from 600 to 700 bp. Restriction
enzymes that produce the most polymorphic bands pattern are MspI. Samples with
different patterns and size of bands indicated a different species, whereas the similar
pattern and size of bands shows close relations.
Keywords: Trichoderma spp, Ganoderma spp, ITS-RFLP, PCR, Restriction enzyme

IDENTIFIKASI Ganoderma spp DAN Trichoderma spp
MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER ITS-RFLP

LAYYINAH AYU SUKMANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
dari hasil penelitian yang dilakukan sejak bulan Februari hingga Agustus 2014 ini
berjudul Identifikasi Ganoderma spp dan Trichoderma spp Menggunakan Marka
Molekuler ITS-RFLP.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Mega Safithri, S.Si,
M.Si dan Dr Ir Hayati Minarsih, M.Sc sebagai pembimbing. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas doa,
dukungan serta kasih sayang yang selalu diberikan, serta kepada keluarga besar
Pinus merkusii, Biokimia 47, dan HKRB (Himpunan Keluarga Rembang Bogor)
atas dukungan yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada jajaran Teknisi Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler BPBPI
(Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia) yang telah banyak
membantu selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Maret 2015
Layyinah Ayu Sukmaningrum

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat

3


Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

6
6

Isolat Murni Cendawan

6

Kualitas dan Kuantitas DNA Genom Isolat Cendawan

7

Amplikon Hasil Amplifikasi DNA Genom dengan metode PCR


8

Fragmen Hasil Pemotongan Amplikon dengan Enzim Restriksi

9

Urutan Basa Hasil Sequencing dan Analisis Polimorfisme
Pembahasan

11
12

Isolat Murni Cendawan

12

Kualitas dan Kuantitas Hasil Isolasi DNA Genom Isolat Cendawan

12


Amplikon Ganoderma spp dan Trichoderma spp

14

Fragmen Hasil Pemotongan Amplikon dengan Enzim Restriksi

15

Urutan Nukleotida dan Analisis Polimorfisme

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17


Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

Lampiran

20

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Primer yang digunakan untuk amplifikasi
2 Hasil pengujian konsentrasi dan kemurnian DNA genom menggunakan
spektrofotometer

3 Hasil pencocokan urutan basa hasil sequencing amplikon dengan data
base di NCBI menggunakan program BLAST

5
7
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kultur Trichoderma spp dan Ganoderma spp
Elektroforegram DNA hasil isolasi
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA genom
Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim AluI
Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim MspI
Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim MluI
Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim MnlI
Internal Transcribed Spacer

7
8
8
9
10
10
11
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram alir penelitian
Ukuran fragmen restriksi amplikon DNA sampel
Urutan nukleotida daerah teramplifikasi
Hasil BLASTN sekuen isolat Ganoderma spp dan Trichoderma spp

21
22
23
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cendawan mempunyai peranan yang penting dalam mendukung
keberlanjutan budidaya pertanian dan perkebunan karena populasi dan
keanekaragamannya yang tinggi dibandingkan dengan bakteri. Beberapa penyakit
tanaman terutama tanaman perkebunan disebabkan oleh mikroorganisme, salah
satunya adalah fungi atau cendawan. Cendawan dapat menginfeksi tanaman dan
menyebabkan kerusakan sel tanaman atau tanaman dapat rusak karena enzim yang
bersifat toksik terhadap tanaman yang dihasilkan oleh cendawan tersebut (ElKatatny 2000). Ada banyak cendawan yang tumbuh di tanah areal perkebunan.
Beberapa cendawan tersebut bersifat patogen seperti Ganoderma spp, beberapa
bersifat non-patogen dan bahkan dijadikan sebagai pengendali patogen tanah
seperti Trichoderma spp. Trichoderma spp juga berfungsi sebagai pupuk hayati
dan berperan dalam pemeliharaan kesehatan tanah sebagai dekomposer bahan
organik dan pemacu tumbuh tanaman (Widyastuti 2007). Ganoderma spp
merupakan patogen tanah yang menyebabkan penyakit busuk akar dan
serangannya baru dideteksi setelah tanaman dalam keadaan kritis. Penyebaran
Ganoderma spp yaitu dengan spora yang terbang dari pohon terinfeksi ke pohon
yang sehat atau dengan kontak antar akar tanaman (Bassett & Peters 2003). Dalam
perkembangan teknologi perkebunan penting diperlukan pengetahuan serta
informasi genetik dari cendawan Ganoderma spp dan Trichoderma spp karena
sifat kedua cendawan tersebut yang berlawanan.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
cendawan. Sebagian besar identifikasi dilakukan berdasarkan morfologi dan
fisiologi cendawan tersebut. Tingkat keakuratan identifikasi tersebut rendah
karena beberapa cendawan dalam satu genus yang berasal dari pohon yang
berbeda dapat diduga sebagai satu spesies karena kemiripan morfologi dan
fisiologi. Identifikasi secara molekuler perlu dilakukan untuk tingkat keakuratan
yang lebih tinggi. Salah satu metode yang digunakan adalah metode berbasis PCR.
Metode PCR merupakan metode untuk mengamplifikasi DNA secara in vitro
untuk mensintesis asam nukleat dengan menggunakan utas ganda DNA sebagai
template. Metode ini terbukti cepat, akurat, dan efisien dibandingkan dengan
metode konvensional. Penelitian ini menggunakan amplifikasi dengan metode
PCR pada daerah ITS rDNA karena daerah ITS ini mempunyai variasi yang tinggi
antar spesies dalam satu genus (White 1990). Dua daerah ITS memisahkan gen
subunit DNA ribosom. Daerah ITS1 memisahkan gen subunit ribosom kecil (18S)
dengan subunit 5,8S; sedangkan daerah ITS2 memisahkan subunit 5,8S dengan
gen subunit ribosom besar (28S) (Binder & Hibbett 2006 dalam Tasuruni 2012).
Daerah ITS dipilih karena mudah untuk diamplifikasi walaupun dari sejumlah
kecil DNA dan karena tingginya variasi bahkan antar spesies yang berkerabat
dekat. Selain itu daerah ITS juga sangat terkonservasi dan konsisten (Gomes
2002).
Salah satu modifikasi metode berbasis PCR adalah dengan penggabungan
metode PCR dengan teknik pemotongan DNA dengan enzim restriksi
endonuklease. Teknik pemotongan yang digunakan salah satunya adalah
Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLP). Teknik RFLP ini meliputi

2
isolasi dan pemotongan DNA, pemindahan DNA hasil pemotongan dari gel ke
membran nilon, dan penentuan homolog fragmen spesifik melalui hibridisasi
DNA menggunakan DNA pelacak. Teknik pemotongan ini menghasilkan
polimorfisme yang cukup tinggi tetapi teknik ini tidak spesifik terhadap spesies
(Viaud 2000). Metode RFLP digabungkan dengan metode PCR akan
menghasilkan metode dengan sifat stabil, frekuensi polimorfisme tinggi, dan
spesifik terhadap spesies (Lee 2000). Dalam penelitian ini digunakan teknik
molekular untuk mengidentifikasi cendawan Ganoderma spp dan Trichoderma
spp menggunakan metode ITS-RFLP yaitu penggabungan metode amplifikasi
daerah ITS rDNA dengan teknik RFLP. Penanda molekuler ITS-RFLP ini
diharapkan dapat membedakan identitas dari spesies Ganoderma spp dan
Trichoderma spp yang tumbuh pada tanah areal perkebunan.
Analisis terhadap Ganoderma spp dan Trichoderma spp pada tanaman
perkebunan telah dilakukan dengan berbagai cara. Sebagian besar analisis
dilakukan berdasarkan morfologi dan fisiologi cendawan tersebut. Analisis dan
identifikasi secara molekuler dengan tingkat keakuratan lebih tinggi perlu
dilakukan untuk mengetahui keragaman antar spesies cendawan dalam suatu
genus. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi terhadap Ganoderma
spp dan Trichoderma spp yang tumbuh pada tanaman perkebunan secara
molekuler menggunakan penanda molekuler Internal Transcribed SpacerRestriction Fragment Length Polymorphisms (ITS-RFLP). Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi genetik dan spesies cendawan
Ganoderma spp dan Trichoderma spp yang tumbuh di tanaman perkebunan dan
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya perlindungan dan
pengendalian patogen tanaman perkebunan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No.1, Bogor
sejak bulan Februari sampai Agustus 2014.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah PDA (Potato
Dextrose Agar) bubuk, akuades, antibiotik kloramfenikol, isolat cendawan yang
diduga Trichoderma strain DT39 dari Bogor, Trichoderma sp dari Bogor,
Ganoderma boninense asal pohon Kelapa Sawit dari Medan, Ganoderma lucidum
dari petani Jogja, Ganoderma sp asal pohon Sengon, dan Ganoderma sp asal
pohon Beringin, bufer fosfat, kentang, gula pasir, pepton, Malt Extract Broth,
nitrogen cair, PVP (Polyvinylpyrrolidone), bufer ekstraksi, merkaptoetanol 1%,
larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1), isopropanol dingin, bufer TE (bufer TrisEDTA), Na-asetat 3M pH 5,2, etanol absolut, etanol 70 %, Nuclease-free Water
(NFW), dNTPs (deoxynucleotide triphosphates), Primer ITS1F, Primer ITS4R,

3
Primer ITS5B, Taq-polymerase, RNAse, dan enzim restriksi AluI, MspI, MluI,
dan MnlI.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, penangas listrik, autoklaf, sudip, pinset, vakum, botol
jam, aluminium foil, kapas, mortar, laminar air flow, pipet volumetrik, pipet
mikro, pipet mohr, sealer, ose, corong, kertas saring, tabung Ependorf, timbangan,
tabung sentrifus, vortex, penangas air, lemari asam, sentrifus, kulkas, freezer,
microtube, mesin PCR (ESCO SwiftTM Maxi Thermal Cycler Block), inkubator,
alat elektroforesis gel, microwave, cetakan gel, spektrofotometer nanodrop
(Thermo Scientific NanoDrop 2000 Spectrophotometer), UV transiluminator
(AlphaImager® Mini System), perangkat lunak analisis data dan spektofotometer
UV-VIS multiscan (Thermo Scientificâ„¢ Multiskanâ„¢ GO Microplate
Spectrophotometer).
Prosedur Penelitian
Penyiapan Isolat Murni
Media yang dibuat terdiri atas media padat dan media cair. Media padat
yang digunakan adalah PDA (Potato Dextrose Agar). Sebanyak 19,9 g PDA
bubuk dilarutkan dalam 500 mL akuades dalam Erlenmeyer, kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Setelah larut, labu ditutup rapat dengan kapas dan
kertas kemudian disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C
dengan tekanan 1 atm. Setelah disterilisasi, media ditambahkan dengan antibiotik
kloramfenikol sebanyak seperempat kapsul (± 62 mg) dan dituang ke dalam
cawan petri di dalam laminar air flow.
Selanjutnya, dilakukan pengenceran dan peremajaan isolat cendawan.
Pengenceran dilakukan dengan melarutkan potongan kultur 1x1 cm dalam 9 mL
bufer fosfat steril, kemudian diencerkan hingga 10-8. Pengenceran larutan 10-5
hingga 10-8 ditanam dalam media PDA dengan metode cawan tuang. Peremajaan
dilakukan dengan pengambilan satu titik dari kultur dan dibiakkan dalam media
PDA.
Setelah kultur baru tumbuh, kemudian kultur dibiakkan dalam medium cair
untuk diambil miseliumnya. Medium cair yang digunakan adalah PDB (Potato
Dextrose Broth). Sebanyak 200 g kentang direbus dalam 1 L air kemudian
disaring. Hasil perebusan kentang ditambahkan dengan 20 g gula pasir, 2 g pepton,
dan 4 g MEB (Malt Extract Broth), kemudian ditepatkan volumenya dengan
akuades hingga 1 L. Media ini dituangkan dalam botol jam sebanyak ±20 mL
pada masing-masing botol dan ditutup rapat yang kemudian disterilisasi dalam
autoklaf. Sebelum digunakan, media ditambahkan dengan kloramfenikol yang
telah dilarutkan dalam akuades steril.
Penanaman isolat dari kultur baru PDA yang telah diinkubasi selama 2 hari
dilakukan dengan penanaman 1 ose dari media padat yang diinokulasikan ke
media cair PDB. Selanjutnya diinkubasi selama 5-6 hari. Miselium akan tumbuh
lebat dan kemudian dipanen untuk keperluan isolasi DNA.

4
Isolasi DNA Genom
Miselium yang telah tumbuh dan diperbanyak pada medium PDB dipanen
secara aseptik. Medium PDB dibuang kemudian miselium dibilas dengan akuades
steril dan disaring dengan kertas saring steril. Setelah disaring, miselium yang
didapatkan ditimbang dan dibungkus dengan aluminium foil kering yang
kemudian dibekukan dalam nitrogen cair. Miselium disimpan dalam freezer -700
C sebelum dilakukan penggerusan.
Miselium beku ini digerus dengan mortar dingin dan ditambahkan 1 sudip
PVP. Selama penggerusan, nitrogen cair ditambahkan secara terus menerus untuk
menjaga suhu agar DNA tidak rusak. Setelah sampel menjadi serbuk kemudian
dimasukkan dalam tabung Eppendorf.
Setelah sampel berbentuk serbuk kemudian dilakukan isolasi DNA dengan
metode Orozco-Castilllo (1994). Sebanyak 1 gr sampel ditambahkan dengan 5 mL
bufer ekstraksi dan 50 µL merkaptoetanol 1% yang sebelumnya telah dihangatkan.
Campuran divortex secara merata dan kemudian dipanaskan dalam penangas air
650C selama 30 menit dengan pengocokan tiap 10 menit. Dilanjutkan dengan
pendinginan pada suhu kamar. Setelah dingin, campuran ditambahkan dengan
larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1) sebanyak 5 mL dan dicampur secara
merata.
Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan
11.000 rpm pada suhu 250C. Setelah sentrifugasi, supernatan diambil dan
ditambahkan dengan 5 mL larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1), kemudian
dicampur secara merata. Dilanjutkan dengan sentrifugasi berkecepatan 11.000
rpm pada suhu 250C selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan diambil dan
ditambahkan dengan isopropanol dingin sebanyak volume supernatan. Campuran
dikocok pelan dan disimpan pada suhu 40C selama 30 menit. Setelah 30 menit,
campuran disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm pada suhu
250C. Supernatan dibuang dan pellet yang dihasilkan dikeringkan.
Pelet yang telah kering ditambahkan dengan 1 mL bufer TE dan dikocok,
kemudian ditambahkan dengan Na-asetat 3M pH 5,2 sebanyak 100 µL. Setelah
dikocok, sebanyak 2,5 mL etanol absolut ditambahkan dan dikocok, kemudian
disimpan dalam freezer selama 30 menit atau semalam.
Campuran disentrifugasi kembali selama 10 menit dengan kecepatan 12.000
rpm pada suhu 40C. Supernatan yang dihasilkan dibuang, sedangkan pelletnya
dicuci dengan etanol 70% sebanyak 100 µL, kemudian disentrifugasi selama 5
menit dengan kecepatan 8000 rpm pada suhu 250C. Etanol dibuang dan pellet
dikering anginkan dalam laminar air flow. Pellet yang telah kering dilarutkan
dengan 100 µL NFW (Nuclease-free Water) dan dipindahkan ke dalam microtube.
Sebanyak 5 µL RNAse ditambahkan dalam campuran dan diputar dan dikocok
secara merata, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 370C. Setelah
diinkubasi kemudian disimpan dalam freezer untuk pengukuran selanjutnya.
Uji Kualitatif dan Kuantitatif DNA Genom
Kuantitas DNA diukur menggunakan metode spektrofotometri dengan
spektroftometer UV-VIS nanodrop atau Spektrofotometer UV-VIS multiscan.
Sampel DNA yang telah diisolasi diambil 1 µL untuk diukur absorbansinya
dengan UV-VIS nanodrop dan 2 µL untuk diukur absorbansinya dengan UV-VIS
multiscan pada panjang gelombang 230, 260, dan 280 nm dengan NFW sebagai

5
blanko. Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan rumus A260 x faktor koreksi x
faktor pengenceran. Tingkat kemurnian sampel dapat ditentukan dengan
menghitung rasio absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm (Sambrook
& Russell 2001).
Pengukuran kualitas DNA menggunakan metode elektroforesis gel agarose
0,8%. Sebanyak 0,32 g agarose dicampur dengan bufer TBE 0,5x sebanyak 40 mL.
Campuran dipanaskan dalam Microwave selama 90 detik. Setelah itu dihangatkan
dan diberi pewarna Gel Red sebanyak 2 µL. Cairan agarose diaduk dan dituang
dalam cetakan sumur dan didiamkan hingga membeku dan padat. Gel agarose
yang telah membeku dipindahkan dalam bak elektroforesis yang berisi bufer TBE
0,5x. Hasil isolasi DNA sebanyak 1 µL yang dicampur dengan loading bufer
sebanyak 1µL diinjeksikan ke dalam sumur gel agarose. Bagian ujung sumur
diinjeksikan juga penanda (marker) DNA ukuran 1kb sebanyak 1 µL. Kemudian
dialirkan arus listrik dengan tegangan sebesar 75 V. Setelah proses migrasi selesai,
pola pita DNA isolat cendawan pada gel agarose diamati dengan menggunakan
transluminator ultraviolet T2201 (Sigma). Hasil pengamatan pola pita DNA
dilihat melalui perangkat lunak Geldoc AlphaImager Mini.
ITS-RFLP
Tahap ini terdiri atas beberapa langkah, yaitu amplifikasi dengan metode
PCR, pemotongan hasil amplifikasi (amplikon) dengan enzim restriksi, dan
pengujian dengan metode elektroforesis gel agarose
PCR (Polymerase Chain Reaction). Pilihan primer yang digunakan ada dua
pasang (forward dan reverse) (Darmono 2006).
Tabel 1 Primer yang digunakan untuk amplifikasi
No
1
2
3

Primer
ITS1_F (forward)
ITS5_B (forward)
ITS4 (reverse)

Sekuen
5’CTTGGTCATTTAGAGGAAGTAA’3
5’GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG’3
5’CAGGAGACTTGTACACGGTCCAG’3

Optimasi primer berfungsi untuk mencari suhu optimum pasangan primer
(forward dan reverse) melalui teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).
Pasangan primer ITS1_F/ITS4_B digunakan untuk sampel G. boninense, G.
lucidum, Ganoderma sp Sengon, dan Ganoderma sp Beringin. Pasangan primer
ITS5_F/ITS4_B digunakan untuk sampel Trichoderma DT39 dan Trichoderma sp.
Sebelum dilakukan PCR, campuran pereaksi dibuat dalam tabung Eppendorf
dengan mencampurkan 8,65 µL Nuclease Free Water (NFW), 1,25 µL bufer, 0,25
µL dNTPs, masing-masing 0,625 µL primer forward dan reverse, dan 0,1 µL Taq
polimerase. DNA isolat dengan konsentrasi 100 ng/µL diambil sebanyak 1 µL
dan ditambahkan dalam campuran tersebut. Total volume campuran dalam satu
tabung Eppendorf adalah 12,5 µL.
Setelah campuran merata, kemudian dimasukkan dalam mesin PCR dan
dilakukan optimasi suhu penempelan (annealing) primer dengan metode PCR
gradient dari suhu 520C - 600C. Suhu yang digunakan pada kedua pasang primer
ITS1_F/ITS4_B dan ITS5_F/ITS4_B adalah suhu optimum yaitu 580C.
Amplifikasi DNA dilakukan sebanyak 35 siklus dengan program predenaturasi
pada suhu 940C selama 5 menit, denaturasi pada suhu 940C selama 45 detik,
annealing pada suhu yang diinginkan selama 45 detik, elongasi primer pada suhu

6
720C selama 90 detik, dan pasca elongasi pada suhu 720C selama 7 menit. Setelah
PCR selesai, produk PCR diverifikasi dengan elektroforesis gel agarose 1%.
Pemotongan Amplikon. Sejumlah produk amplifikasi (amplikon) dipotong
masing-masing dengan enzim restriksi AluI, MspI, MluI, atau MnlI. Sebanyak 5µL
hasil PCR ditambah dengan 3µL, 1µL bufer dan 10 unit enzim restriksi (1µL).
Campuran ini kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370C. Amplikon dan
fragmen restriksi diverifikasi dengan elektroforesis gel agarose 2% dan diamati di
bawah lampu UV (Viaud 2000). Gambar gel diambil dalam format TIFF dengan
kamera CCD pada GelDoc. Pita yang didapat dideteksi dan ukurannya dihitung
dengan GelCompar 4.0
Sequencing dan Analisis Polimorfisme
Fragmen DNA hasil restriksi kemudian diurutkan basa nukleotidanya
(sequencing) di Laboratorium Bioneer di Korea. Hasil sequencing kemudian
diidentifikasi spesiesnya dengan menggunakan program BLAST pada NCBI
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov). Setelah isolat berhasil diidentifikasi, tahap
selanjutnya adalah analisis situs dan enzim restriksi yang paling efektif untuk
dijadikan marka dalam mengidentifikasi cendawan tersebut. Hal ini dapat dilihat
dari pola pita dan ukuran polimorfik pita setelah dilakukan pemotongan amplikon.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolat Murni Cendawan
Sebanyak 6 spesies digunakan dalam penelitian ini yang diduga sebagai
isolat Ganoderma sp asal pohon beringin, Ganoderma sp asal pohon sengon,
Ganoderma lucidum, Ganoderma boninense, Trichoderma sp, dan Trichoderma
strain DT39. Secara morfologis Trichoderma spp dan Ganoderma spp dapat
dibedakan dengan jelas yaitu ketika ditumbuhkan pada media padat PDA dalam
cawan petri, Trichoderma spp membentuk koloni berwarna hijau. Ciri-ciri
morfologi dari isolat Trichoderma spp yang ditumbuhkan pada medium PDA
adalah memiliki miselium berwarna putih dengan koloni putih keabu-abuan dan
konidia berwarna hijau keputihan hingga hijau tua tergantung dari spesiesnya
(Gambar 1.1 dan 1.2). Masa tumbuh Trichoderma spp berkisar 3 sampai 5 hari.
Ganoderma spp membentuk koloni berwarna putih yang berserabut seperti
benang-benang yang menutupi cawan. Koloni tumbuh menyebar dengan berpusat
pada satu titik (Gambar 1.3, 1.4, 1.5, dan 1.6). Masa tumbuh Ganoderma spp
berkisar dari 7 hingga 10 hari.
Setelah ditumbuhkan dalam media padat kemudian diperbanyak dalam
media cair PDB. Dalam media cair ini Trichoderma spp tumbuh selama 5-7 hari
dan kemudian lapisan miselium yang berwarna putih dipanen. Ganoderma spp
juga ditumbuhkan dalam media cair PDB yang membutuhkan waktu tumbuh lebih
lama dari waktu tumbuh Trichoderma spp yaitu 10-12 hari. Lapisan miselium
Ganoderma spp yang tumbuh di permukaan cairan PDB kemudian dipanen secara
aseptik.

7

Gambar 1 Kultur Trichoderma spp dan Ganoderma spp. (1 = Trichoderma DT39,
2 = Trichoderma sp, 3 = Ganoderma lucidum, 4 = Ganoderma sp
Sengon, 5 = Ganoderma boninense, dan 6 = Ganoderma sp Beringin)
Kualitas dan Kuantitas DNA Genom Isolat Cendawan
Setelah miselium cendawan dipanen, tahap berikutnya dilakukan isolasi
DNA genom. DNA genom yang dihasilkan kemudian diuji secara kuantitatif dan
kualitatif. Secara kuantitatif, DNA diuji dengan menggunakan spektrofotometer
Nanodrop dan spektrofotometer UV-VIS Multiscan. Konsentrasi DNA genom
Ganoderma spp berkisar pada 1000 ng/µL, sedangkan konsentrasi DNA genom
hasil isolasi Trichoderma spp berkisar pada 3000 ng/µL. Konsentrasi ini terlalu
tinggi jika digunakan sebagai template amplifikasi DNA sehingga harus
diencerkan terlebih dahulu menjadi 100 ng/µL. Hasil absorbansi pada rasio
panjang gelombang 260/280 berkisar pada 1,1 hingga 2,2, sedangkan rasio
panjang gelombang 260/230 berkisar pada 1,4 hingga 2,8 (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil pengujian konsentrasi dan kemurnian DNA genom menggunakan
spektrofotometer
No

Sampel

1

Ganoderma lucidum

2

Ganoderma boninense

3

Ganoderma sp Beringin

4

Ganoderma sp Sengon

5

Trichoderma sp

6

Trichoderma DT39

Konsentrasi DNA
genom [ng/µL]
815,8
1202,8
1996,5
1749,5
1543,3
1149,1
1242,0
1479,4
3055,2
3007,7
3272,9
2271,8

A260/280

A260/230

2,11
2,10
2,13
2,12
2,11
2,05
2,15
2,18
1,35
1,14
1,71
2,29

1,79
1.78
2,06
2,15
2,20
2,15
2,07
2,10
1,55
1,48
1,67
2,24

8
Hasil elektroforesis gel agarose 1% pada isolat DNA Trichoderma spp dan
Ganoderma spp menunjukkan ukuran DNA berkisar pada ukuran 3000 bp
(Gambar 2).

Gambar 2 Elektroforegram DNA hasil isolasi. (M = marker λ DNA, 1 =
Trichoderma DT39, 2 = Trichoderma sp, 3 = G. lucidum, 4 = G.
boninense, 5 = Ganoderma sp Sengon, dan 6 = Ganoderma sp
Beringin)
Amplikon Hasil Amplifikasi DNA Genom dengan metode PCR
Primer yang digunakan ada dua pasang (forward dan reverse) yaitu
B
pasangan primer ITS1F dengan ITS4R dan ITS5B dengan
ITS4R. Primer ITSB
digunakan sebagai primer forward.

Gambar 3 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA genom. (M = Marker 1kb+
DNA ladder, 1 = Ganoderma sp Sengon, 2 = Ganoderma sp Beringin,
3 = G. lucidum, 4 = G. boninense, 5 = Trichoderma sp, dan 6 =
Trichoderma DT39. 1-4 = ITS1/ITS4 dan 5-6 = ITS5/ITS4)
Berdasarkan hasil optimasi dengan berbagai suhu annealing dimulai dari
suhu 52°C sampai suhu 60°C dengan selang 1°C, pasangan primer ITS1F_ITS4R

9
dan ITS5B_ITS4R mempunyai suhu annealing optimum pada suhu 580C yang
ditunjukkan dengan terbentuknya pita tunggal yang tebal pada hasil elektroforesis
gel agarose 1%.
Hasil yang didapat menunjukkan ukuran Trichoderma spp yang
diamplifikasi oleh pasangan primer ITS5B_ITS4R adalah 680 bp. Ukuran DNA
hasil amplifikasi Ganoderma spp oleh pasangan primer ITS1F_ITS4R pada suhu
580C berkisar antara 600-700 bp (Gambar 3). Marker yang digunakan adalah
marker 1kb+ DNA ladder.
Fragmen Hasil Pemotongan Amplikon dengan Enzim Restriksi
Setelah didapatkan hasil amplifikasi (amplikon) DNA maka selanjutnya
dilanjutkan pemotongan amplikon dengan masing-masing enzim restriksi AluI,
MspI, MnlI, dan MluI.
Hasil PCR yang dipotong dengan enzim AluI ditunjukkan pada Gambar 4.
Elektroforegram (Gambar 4) menunjukkan fragmen hasil digesti dari Ganoderma
sp Sengon, Ganoderma sp Beringin, G. lucidum, dan G. boninense yang tampak
jelas adalah berukuran 490 bp. Fragmen hasil potongan Trichoderma sp yang
tampak jelas pada elektroforegram adalah berukuran 440 bp dan 220 bp. Pita
amplikon Trichoderma strain DT39 menunjukkan tidak terjadinya digesti karena
ukuran yang sama dengan sebelum dilakukan digesti dengan enzim AluI.
Fragmen-fragmen hasil digesti yang berukuran terlalu kecil tidak dapat terbaca
pada elektroforegram.

Gambar 4 Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim AluI. (1 =
Ganoderma sp Sengon, 2 = Ganoderma sp Beringin, 3 = G. lucidum, 4 =
G. boninense, 5 = Trichoderma sp, 6 = Trichoderma DT39, dan M =
Marker 1kb+ DNA ladder)
Setiap amplikon yang dipotong dengan enzim MspI menunjukkan ukuran
pita yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Amplikon
Ganoderma sp Sengon terdigesti menjadi dua fragmen yang berukuran 130 bp
dan 580 bp. Amplikon Ganoderma sp Beringin menunjukkan dua potongan
fragmen yang berukuran 700 bp dan 720 bp. Tiga pita dihasilkan dari pemotongan
amplikon Ganoderma lucidum dengan ukuran 580 bp, 430 bp, dan 230 bp.

10
Amplikon Ganoderma boninense yang didigesti dengan enzim MspI
menghasilkan dua fragmen DNA pada ukuran 430 bp dan 280 bp. Dua fragmen
dihasilkan oleh amplikon Trichoderma sp dan Trichoderma DT39 dengan ukuran
yang hampir sama yaitu 130 bp dan 310 bp.

Gambar 5 Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim MspI. (M =
Marker 1kb+ DNA ladder, 1 = Ganoderma sp Sengon, 2 = Ganoderma
sp Beringin, 3 = G. lucidum, 4 = G. boninense, 5 = Trichoderma sp, dan
6 = Trichoderma DT39)
Digesti dengan menggunakan enzim restriksi MluI tidak menunjukkan
terjadinya pemotongan pada amplikon karena pada elektroforegram (Gambar 6)
ditunjukkan pita DNA tetap berukuran sama seperti sebelum dilakukan digesti
yaitu berkisar 600 bp hingga 700 bp.

Gambar 6 Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim MluI. (M =
Marker 1kb+ DNA ladder, 1 = Ganoderma sp Sengon, 2 =
Ganoderma sp Beringin, 3 = G. lucidum, 4 = G. boninense, 5 =
Trichoderma sp, dan 6 = Trichoderma DT39)
Amplikon DNA yang didigesti dengan enzim restriksi MnlI ditunjukkan
pada Gambar 7. Fragmen hasil digesti amplikon Ganoderma sp Sengon dan

11
Ganoderma sp Beringin menunjukkan ukuran yang sama yaitu 300 bp, sedangkan
Trichoderma sp menghasilkan fragmen hasil digesti berukuran 200 bp dan
fragmen hasil digesti amplikon Trichoderma DT39 berukuran 270 bp. Fragmen
hasil digesti G. lucidum dan G. boninense tidak tampak pada elektroforegram
dapat dikarenakan ukuran fragmen yang terlalu kecil.

Gambar 7 Elektroforegram hasil pemotongan amplikon dengan enzim MnlI. (M =
Marker 1kb+ DNA ladder, 1 = Ganoderma sp Sengon, 2 =
Ganoderma sp Beringin, 3 = G. lucidum, 4 = G. boninense, 5 =
Trichoderma sp, 6 = Trichoderma DT39)
Ukuran fragmen hasil pemotongan amplikon DNA sampel dirangkum dan
disatukan ke dalam satu tabel sehingga mudah untuk dilakukan pembandingan.
Tabel rangkuman ukuran fragmen restriksi dapat dilihat di Lampiran 2.
Urutan Basa Hasil Sequencing dan Analisis Polimorfisme
Setelah mendapatkan hasil sekuen, dilakukan analisis urutan basa dengan
menggunakan BLASTN pada ncbi.nlm.nih.gov. Program BLASTN ini membantu
untuk identifikasi spesies dari sekuen nukleotida sampel yang dimiliki.
Kecocokan spesies hasil BLASTN dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil pencocokan urutan basa hasil sequencing amplikon dengan data
base di NCBI menggunakan program nBLAST
No

Sampel

1

Ganoderma sp Sengon

2

Ganoderma sp Beringin

3

Ganoderma lucidum

4

Ganoderma boninense

5

Trichoderma sp

6

Trichoderma DT39

Spesies
Ganoderma tropicum
Ganoderma fornicatum
Ganoderma gibbosum
Ganoderma lucidum
Nectria ipomoeae
Fusarium solani
Nectria ipomoeae
Fusarium solani
Trichoderma asperellum
Trichoderma parareesei
Trichoderma reesei

E value
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Ident
99%
99%
99%
99%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%

12
Hasil sekuen lengkap amplikon DNA sampel yang ditunjukkan dengan
urutan nukleotida daerah teramplifikasi dapat dilihat di Lampiran 3. Diambil
masing-masing dua spesies dengan kemungkinan tertinggi sebagai spesies sampel
yang didasarkan pada E value 0.0 dan presentase Ident 99-100%. Hasil BLASTN
selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 4.
Pembahasan
Isolat Murni Cendawan
Ciri morfologi dari isolat Trichoderma spp yang ditumbuhkan pada medium
padat PDA adalah miselium berwarna putih dengan koloni berwarna putih keabuabuan dan konidia berwarna hijau keputihan hingga hijau tua tergantung
spesiesnya. Koloni Trichoderma spp tumbuh menyebar di permukaan cawan
dengan berpusat pada satu titik (Gambar 1). Koloni ini diperoleh dari penanaman
satu cuplikan dari kultur Trichoderma spp yang telah ada dan tumbuh setelah
diinkubasi selama 3-5 hari. Ciri umum Trichoderma spp antara lain bersifat
kosmopolitan pada tanah, kayu lapuk, dan sayuran serta merupakan komponen
mikroflora dominan. Pertumbuhan optimum Trichoderma spp adalah pada suhu
250C-300C dan dapat dideteksi di tanah dengan mengeluarkan aroma β-pentyl-αpyrone (Widyastuti 2007). Menurut Mishra (2013), konidiofornya bercabang
vertikal atau tidak beraturan dan memiliki warna konidia variatif yaitu putih,
hijau, atau terang kecoklatan. Walaupun Trichoderma spp kebanyakan ditemukan
di pohon dan sebagai jamur liar, tetapi tanah telah diketahui sebagai habitat
utamanya. Spesies Trichoderma spp paling resisten terhadap hasil aktivitas
glukosa oksidase dibandingkan dengan cendawan patogen dan dapat
menghasilkan enzim pendegradasi dinding sel. Inilah yang menyebabkan
Trichoderma spp banyak digunakan sebagai biofungisida (El-Katatny 2000).
Cendawan Ganoderma spp yang ditumbuhkan pada media padat PDA
memiliki ciri morfologi koloni berwarna putih dan miselia berserabut putih seperti
benang-benang yang menyebar dan menutupi permukaan cawan (Gambar 1).
Cendawan ini merupakan anggota dari famili Basidiomycetes dengan warna
miselium putih. Sifat miselium atau spora cendawan Ganoderma spp adalah
mudah mengalami perkawinan seksual yang menyebabkan variasi dan perubahan
genetis antara spesies. Basidiokarp Ganoderma spp antar spesies tampak sangat
mirip sehingga menimbulkan kebingungan dalam identifikasi spesies (Suryanto
2005). Selain itu ada spesies yang tampak mirip dengan Ganoderma spp yaitu
Fusarium spp yang sering salah diidentifikasikan sebagai Ganoderma spp karena
memiliki miselium berwarna putih pucat dan berbentuk seperti kapas (Hafizi
2013).
Kualitas dan Kuantitas Hasil Isolasi DNA Genom Isolat Cendawan
Keberhasilan isolasi DNA ditunjukkan dengan kualitas DNA dari visualisasi
elektroforesis gel agarosa 1% pada paparan sinar UV. Kuantitas DNA diukur
dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 260-280 nm. Nilai
absorbansi 1,000 hasil spektrofotometer sebanding dengan 50 µg/mL. Nilai ini
hasil konversi dari rumus A260 x faktor konversi x faktor pengenceran (Astri
2012). Konsentrasi DNA genom Ganoderma spp yang dihasilkan berkisar pada

13
angka 1000 ng/µL. Sedangkan konsentrasi DNA genom hasil isolasi Trichoderma
spp berkisar pada angka 3000 ng/µL. Konsentrasi ini terlalu besar jika digunakan
sebagai template amplifikasi DNA sehingga harus diencerkan terlebih dahulu
menjadi 100 ng/µL.
Kemurnian DNA dapat dilihat dari rasio absorbansi DNA (A260:A280).
Hasil isolasi DNA dikatakan murni jika rasio absorbansinya berkisar 1,8-2,0.
Nilai rasio A260/A280 yang lebih rendah dari 1,8 menunjukkan bahwa isolat
DNA hasil lisis belum murni. Nilai absorbansi yang sangat kecil dan tidak
memenuhi hukum Lambert-Beer (0,2-1,0) menunjukkan cara penghitungan
kuantitas yang tidak akurat (Ratnayani 2009). Nilai rasio A260/A230 yang lebih
besar dari 1,6 menunjukkan bahwa kontaminan polisakarida dapat diabaikan
(Vazquez-Angulo 2012). Hasil pengukuran kuantitas DNA pada Tabel 2
menunjukkan isolat DNA hasil isolasi cukup baik untuk digunakan pada proses
amplifikasi DNA dengan metode PCR.
Masalah yang biasa dihadapi dalam isolasi dan purifikasi DNA khususnya
dari Trichoderma spp adalah terjadinya degradasi DNA yang berhubungan dengan
endonuklease. Selain itu, adanya senyawa inhibitor seperti metabolit sekunder
yang dapat mereduksi rendemen dan kemurnian dengan berikatan secara kovalen
dengan DNA hasil ekstraksi sering menjadi masalah dalam pemurnian DNA
genom Trichoderma spp (Vazquez-Angulo 2012). Pada tahap pemurnian DNA
dilakukan penambahan kloroform:isoamilalkohol yang berfungsi menghilangkan
senyawa kontaminan (Mulyani 2010). Penambahan isopropanol berfungsi
mengefektifkan pengendapan DNA. Pencucian dengan etanol 75% dan
sentrifugasi yang sebelumnya telah ditambahkan garam natrium asetat dapat
mencegah terputusnya polisakarida selama proses ekstraksi. Penambahan garam
juga menghasilkan rendemen DNA genom yang berkualitas tinggi. Pencucian
dengan etanol dapat meminimalisasi kontaminan (Vazquez-Angulo 2012). PVP
dan merkaptoetanol dapat mereduksi senyawa fenolik yang dapat merusak
kualitas DNA (Syafaruddin 2011).
Pengukuran kualitas DNA dilakukan dengan metode elektroforesis gel
agarose 1%. Isolat DNA dengan kualitas baik ditunjukkan dengan pita DNA yang
tampak tebal dan bersih jika divisualisasikan dengan menggunakan UV
transiluminator gel elektroforesis (Ardiana 2009). Hasil elektroforesis gel agarose
1% dari isolat DNA sampel menunjukkan hasil yang cukup baik karena
menghasilkan satu pita yang tampak jelas (Gambar 2). Smear yang muncul pada
elektroforegram menunjukkan adanya kontaminasi dari bahan organik. Tetapi
karena pita yang dihasilkan cukup jelas, maka isolat DNA dapat digunakan
sebagai DNA templat pada proses amplifikasi DNA dengan metode PCR.
Ketebalan pita yang lebih besar menunjukkan konsentrasi DNA genom yang lebih
tinggi. Banyaknya volume DNA genom yang diinjeksikan dalam sumur juga
mempengaruhi ketebalan pita. Semakin banyak volume yang diinjeksikan dalam
sumur akan membuat konsentrasi DNA yang terkandung tinggi dan menghasilkan
pita yang tebal (Tenriulo 2001). Pita sampel Ganoderma lucidum dan Ganoderma
boninense tampak tipis karena konsentrasi DNA genomnya yang kecil. Menurut
Tenriulo (2001), kontaminasi dari bahan organik ditandai dengan adanya smear
pada jalur pergerakan pita DNA, sedangkan kontaminasi RNA ditandai dengan
munculnya pita tipis di daerah bobot molekul rendah. Tampak pada hasil
elektroforegram Gambar 2 menunjukkan terdapat beberapa sampel yang

14
terkontaminasi bahan organik seperti isolat Ganoderma sp Beringin tetapi tidak
terdapat kontaminan RNA karena tidak tampak pita pada bobot molekul rendah.
Amplikon Ganoderma spp dan Trichoderma spp
PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah metode mengamplifikasi DNA
secara in vitro untuk mensintesis asam nukleat dengan menggandakan utas DNA.
Empat komponen utama pada proses PCR adalah DNA-template yaitu fragmen
DNA yang akan dilipatgandakan, primer yaitu sekuen nukleotida pendek yang
digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, dNTP, dan DNA polimerase
yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi sintesis rantai DNA (Yuwono 2006). PCR
melibatkan beberapa tahap berulang dan pada setiap siklus terjadi duplikasi
sejumlah target DNA untai ganda. Biasanya jumlah siklus yang digunakan pada
proses PCR adalah 30-40 siklus. Jumlah siklus lebih dari 40 tidak akan
meningkatkan amplikon secara signifikan dan memungkinkan munculnya produk
non-target, sedangkan jumlah siklus di bawah 30 akan mengakibatkan proses
amplifikasi tidak optimum sehingga amplikon yang dihasilkan juga tidak
optimum (Handoyo 2000). Bahan pertimbangan ini dijadikan acuan untuk
menggunakan jumlah siklus sebanyak 35 siklus dalam proses amplifikasi DNA
pada penelitian ini sehingga proses amplifikasi efisien. Selain karena jumlah
siklus yang digunakan, efisiensi amplifikasi dapat terjadi kurang dari 100% karena
jumlah templat target yang digunakan terlalu banyak, jumlah enzim Taq
polimerase yang terbatas, dan terjadinya reannealing utas DNA template yang
disebabkan waktu annealing terlalu lama (Lestari 2013).
Sebelum dilakukan amplifikasi DNA sampel, dilakukan optimasi suhu
annealing untuk menentukan suhu annealing optimum suatu primer. Pemilihan
suhu annealing berkaitan dengan Tm primer yang digunakan untuk proses PCR.
Suhu annealing yang umum digunakan berkisar antara 37-600C (Handoyo 2000).
Optimasi PCR diperlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan.
Optimasi ini menyangkut suhu annealing dan suhu denaturasi DNA dalam mesin
PCR. Suhu denaturasi yang terlalu rendah menyebabkan belum terbukanya utas
ganda DNA sehingga tidak terjadi amplifikasi. Suhu denaturasi yang terlalu tinggi
menyebabkan DNA templat rusak. Suhu annealing yang terlalu tinggi akan
menyebabkan tidak terjadinya penempelan primer pada DNA template, sedangkan
suhu annealing rendah akan menyebabkan primer menempel di sisi genom yang
bukan homolognya sehingga dapat teramplifikasi banyak daerah yang tidak
spesifik (Suryanto 2005).
Ribosom terdiri dari protein dan rRNA. DNA ribosom dan subunitnya ada
dalam suatu kluster gen yang berulang. Unit dasar DNA ribosom pada eukariot
terdiri atas gen-gen untuk sub unit ribosom kecil (18S), sub unit 5,8S, dan sub unit
besar (28S). gen-gen tersebut dipisahkan oleh dua daerah ITS (Internal
Transcribed Spacer), yang mempunyai panjang beberapa ratus basa yang terletak
di antara subunit (Binder & Hibbett 2006 dalam Tasuruni 2012). Daerah ITS
terdiri dari dua daerah variabel non-coding yaitu ITS1 yang terletak di antara
subunit 18S dan 5,8S serta ITS2 yang terletak di antara subunit 5,8S dan 28S
seperti ditunjukkan pada Gambar 8 (Viaud 2000). Daerah ITS lebih beragam,
bersifat konservatif, dan konstan dibandingkan dengan daerah penyandi sehingga
dapat digunakan untuk membandingkan hubungan antar spesies dan genus yang
berkerabat dekat (Hillis & Dixon 1991).

15

Gambar 8 Internal Transcribed Spacer (Lafontaine 2001)
Hasil amplifikasi DNA Trichoderma spp menggunakan pasangan primer
ITS5_ITS4 menunjukkan pita berukuran 680 bp seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3. Hasil ini sesuai dengan penelitian Chakraborty (2010) yang
menunjukkan hasil ukuran Trichoderma spp yang diamplifikasi oleh pasangan
primer ITS5_ITS4 adalah 600 bp. Ukuran amplikon Ganoderma sp Sengon dan
Ganoderma sp Beringin yang diamplifikasi dengan pasangan primer ITS1_ITS4
adalah berkisar pada 700bp, sedangkan ukuran amplikon Ganoderma lucidum dan
Ganoderma boninense adalah 600bp. Hasil amplifikasi Ganoderma sp Sengon
dan Ganoderma sp Beringin dengan pasangan primer ITS1_ITS4 ini sesuai
dengan penelitian Astri (2012) yang menunjukkan hasil amplifikasi berukuran
800 bp pada suhu annealing optimum 580C. Pasangan primer ini juga memiliki
presentase kemampuan tertinggi dalam identifikasi isolat cendawan Ganoderma
spp sehingga mempunyai potensi sebagai DNA Barcode untuk identifikasi spesies
cendawan. Elektroforegram pada Gambar 3 menunjukkan hasil amplifikasi yang
baik yaitu tampak pita tunggal yang bersih, terang, dan tebal sehingga dapat
digunakan untuk proses sequencing dan pemotongan amplikon oleh enzim
restriksi.
Fragmen Hasil Pemotongan Amplikon dengan Enzim Restriksi
Amplikon DNA sampel dianalisis dari pola hasil digesti daerah ITS
teramplifikasi dengan enzim restriksi. Enzim restriksi yang digunakan ada empat
yaitu AluI, MspI, MluI, dan MnlI. MspI dilaporkan memiliki kinerja terbaik untuk
metode TRFLP fungi pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Liu (1997). AluI
dan MspI juga merupakan enzim restriksi yang paling sering digunakan untuk
metode TRFLP fungi (Alvarado 2009). Berdasarkan penelitian Utomo (2005),
enzim MluI dapat digunakan untuk mendigesti secara spesifik daerah ITS
Ganoderma spp asal akar kelapa sawit. Enzim MnlI dapat membedakan jumlah
cendawan Ilyonectria spp terbanyak dalam sekali digesti. Selain itu enzim ini
umum tersedia dan tidak mahal (Outram 2014).
Setiap satu enzim restriksi digunakan untuk enam isolat cendawan. Gambar
4 menunjukkan hasil pemotongan daerah ITS oleh enzim AluI dari keenam sampel.
Dari elektroforegram yang dihasilkan, digesti dengan enzim AluI menunjukkan
tidak ada perbedaan pola pita pada isolat cendawan Ganoderma spp. Hal ini
ditunjukkan dengan pola pita yang sama dari keempat sampel Ganoderma spp
yaitu pada ukuran 490 bp. Isolat Trichoderma sp menunjukkan perbedaan ukuran

16
fragmen hasil digesti yaitu pada ukuran 440 bp. Isolat Trichoderma DT39 tidak
mengalami pemotongan yang ditunjukkan dengan ukuran pita yang sama dengan
ukuran sebelum didigesti dengan enzim restriksi. Amplikon yang didigesti dengan
enzim restriksi MluI tidak menunjukkan adanya pemotongan yang dapat
disebabkan oleh tidak terdapatnya situs restriksi pada amplikon sampel.
Dari keempat set enzim restriksi yang digunakan, hanya enzim MspI yang
menunjukkan perbedaan situs pemotongan pada masing-masing amplikon. Hal ini
ditunjukkan dari ukuran pita setelah dipotong dengan enzim MspI (Lampiran 2
dan Gambar 5). Dari hasil digesti amplikon menggunakan enzim restriksi ini,
dapat dilihat kedekatan spesies dari masing-masing sampel. Sampel nomor 5 dan
6 (Lampiran 2) yaitu Trichoderma sp dan Trichoderma DT39 mempunyai pola
pita dan ukuran yang hampir sama ketika dipotong dengan enzim MspI. Keempat
sampel Ganoderma spp walaupun memiliki ukuran dan pola pita hampir sama
jika dipotong dengan enzim AluI, tetapi menunjukkan pola dan ukuran pita yang
berbeda ketika dipotong dengan enzim MspI. Sampel 1 dan 2 menunjukkan pola
pita yang berbeda dibandingkan dengan pola sampel 3 dan 4. Hal ini
menunjukkan enzim MspI menghasilkan pola pita paling polimorfik dibandingkan
dengan tiga enzim restriksi lain karena terdapat situs restriksi yang berbeda-beda
pada masing-masing isolat. Menurut penelitian Viaud (2000), hasil amplifikasi
daerah ITS yang mempunyai pola RFLP yang hampir sama menunjukkan sekuen
DNA yang berkerabat dekat setelah dilakukan sequencing. Hal ini menunjukkan
metode ITS-RFLP dapat digunakan tanpa melakukan sequencing yang membuat
pendekatan PCR pada RFLP sebagai alat yang efisien untuk menganalisis sampel
dalam jumlah banyak, waktu yang lebih singkat, dan harga yang lebih murah
(Viaud 2000).
Urutan Nukleotida dan Analisis Polimorfisme
Identifikasi lebih detail dilakukan berdasarkan sekuen daerah ITS cendawan.
Sekuen daerah ITS dari setiap isolat didapat dari hasil amplifikasi PCR dengan
pasangan primer ITS1F_ITS4R dan ITS5B_ITS4R. Amplikon masing-masing
sampel kemudian disekuen. Urutan nukleotida lengkap hasil sekuen dapat dilihat
di Lampiran 3. Sebelum dilakukan BLAST, awal dan akhir sekuen dihilangkan
50-60 nukleotida agar didapatkan hasil yang lebih spesifik. Hasil sekuen ini
dibandingkan dengan data yang sudah ada di database NCBI menggunakan alat
pencari BLASTN. Kesamaan sekuen daerah ITS ditunjukkan dengan E value
sebesar 0.0 yang berarti pensejajaran antar sekuen sangat signifikan (Zakaria
2009).
Hasil pencarian dengan BLASTN dari keenam isolat adalah seperti yang
ditampilkan pada Tabel 3, sedangkan hasil lengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 4. Dua di antara enam sampel diketahui tidak sesuai dengan spesies
yang diduga sebelumya. Isolat yang diduga sebagai G. lucidum dan G. boninense
ternyata memiliki identitas yang sama dengan spesies Nectria ipomoea dan
Fusarium solani. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan diantaranya
kemiripan ciri morfologi dari genus Ganoderma spp dengan Nectria spp dan
Fusarium spp yang dapat mengaburkan analisis ketika dalam bentuk koloni pada
media padat. Selain kemiripan morfologis, juga dapat dikarenakan
terkontaminasinya kultur Ganoderma spp dengan Nectria spp ataupun Fusarium
spp selama masa penyimpanan yang menyebabkan hasil peremajaan isolat dan

17
hasil isolasi DNA genom tidak sesuai dengan spesies yang diinginkan. Analisis
hasil sequencing pada akhirnya dapat mengidentifikasikan spesies yang berbeda.
Hal ini dapat dijadikan acuan bahwa genus Ganoderma spp dengan Nectria spp
ataupun Fusarium spp mempunyai ciri morfologi miselia yang sangat mirip
sehingga identifikasi secara morfologi belum bisa membedakan kedua genus ini
dengan akurat. Analisis secara molekuler dengan pendekatan PCR-RFLP dan
analisis hasil sequencing lebih detail harus dilakukan untuk membedakan
cendawan dengan ciri morfologi yang mirip. Hal tersebut juga menunjukkan
pentingnya peran identifikasi secara molekuler untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
perbedaan pola restriksi sampel dengan enzim yang sama menunjukkan perbedaan
spesies. Enzim restriksi yang menghasilkan pola pita dan situs restriksi yang
berbeda-beda antar isolat adalah enzim MspI. Hal ini menjadikan enzim MspI
dapat digunakan sebagai marka yang paling baik dalam membedakan spesies
Ganoderma spp dan Trichoderma spp dengan metode ITS-RFLP.
Saran
Diperlukan lebih banyak sampel untuk menunjukkan dan membandingkan
akurasi hasil ITS-RFLP dan pola pemotongan enzim restriksi pada setiap spesies.
Isolat yang digunakan diharapkan isolat murni yang tidak terlalu lama berada
dalam penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA
Alvarado P, Manjon JL. 2009. Selection of enzyme for terminal restriction
fragment length polymorphism analysis of fungal internally transcribed spacer
sequences. Appl. Environ. Microbiol. 75:4747-4752.
Ardiana DW. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan
menggunakan modifikasi bufer CTAB. Buletin Teknik Pertanian. 14:12-16.
Astri D. 2012. Identifikasi Ganoderma spp menggunakan teknik DNA barcoding
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bassett K, Peters RN. 2003. Ganoderma: a significant root pathogen.
Arborilogical
services
Inc.
Pub.
[terhubung
berkala].
http://www.arborilogical.com/articles/ganoderma.htm [Okt 2014].
Chakraborty BN, Chakraborty U, Saha A, Dey PL, Sunar K. 2010. Molecular
characterization of Trichoderma viride and Trichoderma harzianum isolated
from soils of north bengal based on rDNA markers and analysis of their PCRRAPD profiles. Global Journal of Biotechnology & Biochemistry. 5:55-61.

18
Darmono TW, Jamil I, Santosa DA. 2006. Pengembangan penanda molekuler
untuk deteksi Phytophthora palmivora pada tanaman kakao. Menara
Perkebunan 74:87-96.
El-Katatny MS, Somitsch W, Robra KH, El-Katatny MS, Gubitz GM. 2000.
Production of chitinase and Î