The Effectiveness of Ethanolic Extracts of Sambiloto, Adas and Sirih Merah Against Avian Influenza Virus on Broiler Chicken

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL SAMBILOTO, ADAS DAN
SIRIH MERAH DALAM MENGHAMBAT INFEKSI VIRUS AI
PADA AYAM PEDAGING

MASDA ADMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Ekstrak Etanol
Sambiloto, Adas dan Sirih Merah dalam Menghambat Infeksi Virus AI pada Ayam
Pedaging adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 14 Desember 2011

Masda Admi
NRP.B351090041

iii

iv

ABSTRACT
MASDA ADMI. The Effectiveness of Ethanolic Extracts of Sambiloto, Adas and
Sirih Merah Against Avian Influenza Virus on Broiler Chicken. Under direction of
AGUS SETIYONO and IETJE WIENTARSIH.
The use of antiviral drugs had been caused resistance against H5N1 avian
influenza virus, thus it was crucial to find more effective alternative medicine. The
objective of this research was to study the effect of different concentration of

ethanol extract formula of sambiloto, adas, and sirih merah in broiler infected with
avian influenza virus. Samples were divided into two groups, vaccinated and
unvaccinated. Each groups consist of five treatment, F1-5%, F2-7,5%, F3-10%,
F4-simplisia, and control. All broilers were challenged with H5N1 AI virus after
treated with herb ethanol-extract. Observations were done on performances,
leukocyte differentiation, antibody titer, survival, and antigen distribution in
lymphoid organ, liver, and intestine. The results showed that the body weight were
statistically not significant (P>0.05) in the 4th and 6th week of old. Evaluation on
leukocyte differentiation was also shown not significant statistically. The high
level of antibody titer and survival bird was found in broiler treated with 5%
ethanol extract of sambiloto, adas, and sirih merah, and vaccinated (II-FI 5%).
Antigen distribution in the lymphoid organ, liver, and intestine was quite high in
the vaccinated broiler, and vice versa.
Keywords : H5N1 AI Virus, Limphoid Organ, Medicinal Plants, AI Vaccine,
Broiler Chicken.

v

vi


RINGKASAN
MASDA ADMI. Efektivitas Ekstrak Etanol Sambiloto, Adas dan Sirih Merah
dalam Menghambat Infeksi Virus AI pada Ayam Pedaging. Dibimbing oleh AGUS
SETIYONO dan IETJE WIENTARSIH.
Avian Influenza (AI) atau flu burung merupakan penyakit viral pada unggas
yang menyita perhatian dunia, karena memiliki dampak ekonomi yang penting
dalam industri perunggasan dan kesehatan manusia. Upaya pencegahan penyebaran
penyakit AI H5N1 pada unggas dilakukan dengan vaksinasi AI terhadap ayam
peliharaan, namun saat ini dilaporkan menggunakan beberapa vaksin AI sudah
tidak efektif untuk mencegah penyakit AI (Swayne 2009). Pemerintah Indonesia
menetapkan oseltamivir carboxylate (Tamiflu®) sebagai obat untuk penderita AI
yang bekerja sebagai inhibitor neuraminidase, namun oseltamivir dilaporkan telah
memicu resistensi pada virus (de Jong et al. 2005). Sementara obat lain yang
ditetapkan pemerintah adalah amantadine dan rimantadine, dilaporkan telah
mengalami resistensi terhadap virus AI strain H5N1 (Bright et al. 2006).
Resistensi virus AI terhadap obat anti AI yang ditetapkan pemerintah dan
tidak efektifnya vaksin AI yang tersedia, sehingga perlu ditemukan obat alternatif
anti AI yang lebih efektif untuk mengobati penderita AI, yang biayanya relatif
murah dan dapat menggunakan bahan baku tanaman obat yang mudah diperoleh di
Indonesia. Beberapa tanaman obat dikenal memiliki potensi sebagai

imunomodulator maupun antimikroba seperti sambiloto, adas dan sirih merah.
Penelitian secara in vivo dengan menggunakan formula ekstrak etanol tanaman
sambiloto, adas dan sirih merah dengan konsentrasi 2.5% dapat menghambat
infeksi virus AI H5N1 mencapai 46,7% ayam hidup dari total populasi hingga hari
ke-4 pasca infeksi (Setiyono et al. 2009). Pada penelitian ini, dengan menggunakan
kombinasi ekstrak etanol tanaman sambiloto, adas dan sirih merah dengan formula
konsentrasi bertingkat diharapkan dapat menemukan kekuatan daya hambat infeksi
virus AI H5N1 yang lebih baik.
Jenis tanaman obat yang digunakan sebagai bahan dalam penelitian adalah
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness), adas (Foeniculum vulgare Mill) dan
sirih merah (Piper crocatum Ruiz). Penyiapan ekstrak tanaman obat dilakukan di
Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) Bogor.
Formula (F) ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah disusun berdasarkan
dugaan kandungan setara zat aktif dengan konsentrasi masing-masing 5%, 7.5%,
10% dan formula simplisia. Penelitian ini menggunakan 80 ekor ayam day old
chick (DOC) pedaging strain Cobb dengan bobot badan rata-rata 38g, dibagi dalam
2 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) perlakuan dengan masingmasing kelompok perlakuan berjumlah 8 ekor anak ayam. Semua kelompok
perlakuan dipelihara dengan pemberian pakan standar dan minum ad libitum.
Metode pemberian formula ekstrak etanol tanaman sambiloto, adas dan
sirih merah dengan konsentrasi F1 - 5%, F2 - 7.5%, F3 - 10% dan F4-simplisia

terhadap ayam kelompok perlakuan dilakukan pada ayam berumur 4-25 hari. Ayam
kelompok perlakuan I tidak dilakukan vaksinasi AI H5N1, sedangkan ayam
kelompok perlakuan II dilakukan vaksinasi AI H5N1 pada umur 21 hari. Setelah 19
hari pemberian ekstrak etanol tanaman obat, ayam ditantang virus AI H5N1 dengan
dosis 106 EID50/0.1 ml/ekor. Pengamatan daya tahan hidup ayam dilakukan selama

vii

6 hari setelah ayam ditantang dengan virus AI H5N1. Berdasarkan setiap tahapan
penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap performance ayam perlakuan dari ayam
umur 1-6 minggu, pemeriksaan diferensial leukosit dan pengukuran titer antibodi
pada ayam umur 21 hari dan 44 hari. Ayam yang mati setelah ditantang virus AI
H5N1 dilakukan pembedahan (nekropsi) untuk diambil organ limfoid (bursa
Fabricius, limpa dan timus) yang selanjutnya dianalisa menggunakan pewarnaan
hematoksilin eosin dan imunohistokimia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tahan hidup ayam setelah
ditantang dengan virus AI H5N1 memberikan hasil yang baik pada kelompok
perlakuan yang diberi formula ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah
dengan konsentrasi 5% dan ayam divaksin AI H5N1 (kelompok perlakuan II-F15%) dengan total ayam bertahan hidup 100% hingga hari terakhir masa
pengamatan. Hasil pemeriksaan titer antibodi AI menunjukkan adanya titer antibodi

AI pada ayam yang dilakukan vaksinasi sedangkan ayam yang tidak dilakukan
vaksinasi AI tidak menunjukkan adanya titer antibodi AI yang protektif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diferensiasi leukosit ayam setelah pemberian
ekstrak etanol sambiloto, adas dan sirih merah dengan berbagai konsentrasi tidak
menunjukkan adanya perubahan jumlah relatif leukosit ayam perlakuan.
Pemeriksaan terhadap performance ayam selama penelitian tidak menunjukkan
adanya pengaruh pemberian ekstrak tanaman obat terhadap berat badan ayam pada
semua kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tanaman obat
tidak berefek negatif terhadap kesehatan ayam, salah satunya termasuk
pertumbuhan berat badan ayam penelitian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi dengan menggunakan
pewarnaan hematoksilin eosin terlihat organ bursa Fabricius, limpa dan timus
secara umum menunjukkan adanya deplesi sel limfoid, kongesti, edema, nekrotik
folikel limfoid skunder, deplesi pulpa putih, deplesi sel limfoid kortek timus dan
nekrotik fokus medula timus. Hasil pengamatan antigen AI pada organ limfoid
dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia menunjukkan deteksi antigen AI
pada ayam kelompok perlakuan yang tidak divaksin lebih sedikit daripada ayam
perlakuan yang divaksin. Hal ini diduga virus tantang yang masuk kedalam tubuh
ayam menyebabkan kerusakan sel limfoid dan kemungkinan virus telah menyebar
ke organ atau jaringan lain. Sebaliknya organ yang mendapat vaksin AI H5N1

menunjukkan jejak antigen pada organ limfoid lebih banyak. Hal ini dimungkinkan
oleh antigen virus vaksin yang masih bisa terdeteksi dengan pewarnaan
imunohistokimia. Dugaan lain adalah kemungkinan antigen virus tantang yang
tidak ternetralisasi antibodi hasil vaksinasi AI.
Kata kunci : Avian Influenza, organ limfoid, tanaman obat, vaksin AI, ayam
pedaging

viii

©Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


ix

x

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL SAMBILOTO, ADAS DAN
SIRIH MERAH DALAM MENGHAMBAT INFEKSI VIRUS AI
PADA AYAM PEDAGING

MASDA ADMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

xi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D, APVet

xii

Judul Tesis

: Efektivitas Ekstrak Etanol Sambiloto, Adas dan Sirih Merah

dalam Menghambat Infeksi Virus AI pada Ayam Pedaging
Nama

: Masda Admi

NRP

: B351090041

Disetujui :

Komisi Pembimbing

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Ketua

Dr. dra. Ietje Wientarsih, Apt, M.Sc
Anggota

Diketahui :
Ketua Program Studi
Ilmu Biomedis Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet

Tanggal Ujian : 14 Desember 2011

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr


Tanggal Lulus :
xiii

xiv

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahiim.
Alhamdulillah, puji syukur kehadhirat Allah SWT, Tuhan semesta alam,
yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah SAW, yang telah
membawa risalah kebenaran Islam kepada umatnya, juga kepada keluarga, para
sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Atas rahmat dan karunia Allah
SWT, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni
2010 dengan judul Efektivitas Ekstrak Etanol Sambiloto, Adas dan Sirih Merah
dalam Menghambat Infeksi Virus AI pada Ayam Pedaging.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih
yang setinggi-tingginya kepada drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet, sebagai
ketua komisi pembimbing dan Dr. dra. Ietje Wientarsih, Apt, M.Sc, sebagai
anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, saran, dan arahan mulai dari
penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penyempurnaan penulisan ini
sehingga dapat menambah wawasan penulis dalam berbagai hal yang tertuang
dalam tesis ini.
Penghargaan yang setulusnya penulis sampaikan kepada orang tua
Ayahanda M. Thahir (Alm) dan Ibunda Nurhayati atas kasih sayang dan do’a yang
tak pernah henti-hentinya mengiringi perjuangan penulis. Kepada Adinda Nasrul
Effendi dan Ihksan serta Kakanda Safriadi yang selalu memberikan motivasi
kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan, serta terimakasih tak terhingga
kepada Dr. drh Darmawi, M.Si beserta keluarga yang telah banyak membantu
penulis untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Buatnya
Mardiana, SPdi, terimakasih atas dukungan do’a dan kasih sayang serta penantian
panjang selama berlangsungnya pendidikan penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
drh. Ekowati Handharyani, MS. Ph.D, APVet, Prof. Dr. drh. Bambang Pontjo P,
MS, APVet, Dr. drh. Dewi Ratih, APVet, Dr. drh. Wiwin Winarsih, APVet, Dr.
drh. Eva Herlina, M.Si, APVet, drh. Hernomoadi, MVS, APVet, Dr. drh. Sri
Estuningsih, M.Si, APVet, yang senantiasa selalu memberikan dukungan dan
semangat kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada para dosen
pengasuh mata kuliah di Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada rekanrekan mahasiswa seangkatan dan sejawat yang setia dan penuh pengorbanan
drh. Mawar Subangkit, drh. Ibenu Ramadani, drh. Fakhrul Ulum, drh. Riki
Siswandi dan terima kasih juga kepada, drh. Faisal Jamin, M.Si, drh. Siti Aisyah,
M.Si, drh. Sri Wahyuni, M.Si, dan Dr. drh. Mustafa Sabri, MP. yang dengan setia
menemani penulis di perantauan. Rasanya tidak cukup ucapan terima kasih yang
dapat penulis sampaikan di tulisan ini, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya.
Terima kasih kepada adek-adek sepenelitian (Yanda, Sinta, Hazar, Ita dan
Laras), kawan-kawan mantan Acehkost (Ayi, Andi, Ijal dan Rijal) dan kawankawan di IKAMAPA, IMTR, dan Asrama Leuser Aceh di Bogor, serta terima kasih
juga kepada Pak Soleh, Pak Kasnadi, Pak Endang, Mba Kiki, Mba Yanti dan Mas
Koko yang sangat banyak membantu selama berlangsungnya penelitian, dan tidak

xv

lupa juga kepada berbagai pihak atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis
mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, dan semoga Allah SWT memberi
rahmat bagi kita semua. Amin
Bogor, 14 Desember 2011

Penulis

xvi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kutablang, Aceh Selatan pada tanggal 26 November
1981 sebagai putera Pertama (tiga bersaudara) dari pasanga M. Thahir (Alm) dan
Nurhayati. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA Negeri 1 Samadua pada Tahun
1999 penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala melalui UMPTN, lulus Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 2005 dan
memperoleh gelar Dokter Hewan pada tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis
melanjutkan jenjang pendidikan Magister pada program Ilmu Biomedis Hewan,
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor dengan menggunakan biaya sendiri.

Penulis

xvii

xviii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xxi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xxv

PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................

1

Tujuan Penelitian ....................................................................................

3

Manfaat Penelitian ..................................................................................

3

Hipotesis .................................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA
Avian Influenza……………………………………..………............. ...

5

Vaksin Avian Influenza…………………………………..…………. ...

8

Tanaman Obat ……………………………….…………………….... ..

9

Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) ........................................... 11
Sirih Merah (Piper crocatum) ……………………..……………….. ... 14
Adas (Foeniculum vulgare)…………………………………………. ... 16
Organ Limfoid …………………………………………………….... ... 18
Bursa Fabricius ...................................................................................... 18
Limpa ...................................................................................................... 19
Timus ...................................................................................................... 20
Leukosit .................................................................................................. 21
Heterofil .................................................................................................. 22
Eosinofil ................................................................................................. 22
Basofil..................................................................................................... 22
Monosit ................................................................................................... 23
Limfosit .................................................................................................. 23

xix

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 25
Materi ..................................................................................................... 25
Penyiapan Ekstrak Tanaman Terstandar ................................................ 26
Pembuatan Formula ................................................................................ 27
Metode .................................................................................................... 27
Uji Perlakuan Ekstrak Tanaman Obat dalam Formula ke Ayam ........... 27
Pemeriksaan Performance Ayam Perlakuan .......................................... 28
Pengambilan Sampel Darah ................................................................... 29
Uji Tantang dengan Virus AI H5N1 ...................................................... 30
Pembuatan Preparat Histopatologi ......................................................... 30
Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) ..................................................... 30
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK) ....................................................... 31
Analisa Data ........................................................................................... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan.................................................... 33
Titer Antibodi AI H5N1 pada Ayam Perlakuan ..................................... 35
Daya Tahan Hidup Ayam Setelah Ditantang Virus AI H5N.................. 37
Pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia .................................. 39
Performance Ayam Perlakuan ............................................................... 43
Tanaman Obat sebagai Pendukung (Prekursor) Vaksin ........................ 49
KESIMPULAN ................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 55

xx

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Metode Pemberian Formula Ekstrak Etanol Tanaman Sambiloto,
Adas dan Sirih Merah dengan Konsentrasi F1 - 5%, F2 - 7,5%, F3
- 10% dan F4-Simplisia terhadap Ayam pada Kelompok
Perlakuan ...................................................................................................

28

2. Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Berumur 21 Hari Selama
Pemberian Ekstrak Tanaman Obat………… ............................................

33

3. Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Berumur 44 Hari Sebelum
Ditantang Virus AI H5N1………… .........................................................

34

4. Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Berumur 51 Hari, Setelah
Ditantang Virus AI H5N1 .........................................................................

35

5. Hasil Uji Titer Antibodi AI H5N1 terhadap Ayam Perlakuan
Berumur 21, 44 dan 51 Hari ......................................................................

36

6. Daya Tahan Hidup Ayam Setelah Ditantang Virus AI H5N1
Dosis 0.1 ml (106EID50), Selama 6 Hari Masa Pengamatan .....................

38

7. Distribusi Antigen Virus AI H5N1 pada Organ Limfoid (Bursa
Fabricius, Limpa dan Timus) Ayam yang Mati Setelah Ditantang
Virus AI H5N1 ..........................................................................................

40

8. Berat Badan Ayam Perlakuan Umur 1-6 Minggu (g/ekor) .......................

44

9. Distribusi Antigen Virus AI H5N1 pada Organ Hati dan Usus
Ayam yang Mati Setelah Ditantang Virus AI H5N1 ................................

47

xxi

xxii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Ilustrasi Virus Avian Influenza (AI) .........................................................

7

2. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) .............................................

12

3. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz) ..........................................................

15

4. Adas (Foeniculum vulgare Mill)...............................................................

17

5. Pewarnaan HE terhadap Organ Limfoid (Bursa Fabricius, Limpa
dan Timus) Ayam Setelah Ditantang Virus AI H5N1 pada
Kelompok Perlakuan II-F2-75% ...............................................................

42

6. Pewarnaan IHK terhadap Organ Limfoid (Bursa Fabricius, Limpa
dan Timus), Ayam Setelah Ditantang Virus AI H5N1 pada
Kelompok Perlakuan II-F1-5%.......... .......................................................

42

7. Grafik Rataan Berat Badan Ayam Pedaging Per Minggu (gr/ekor)
Umur 1-6 Minggu .....................................................................................

45

8. Pewarnaan HE terhadap Organ Hati dan Usus Ayam Setelah
Ditantang Virus AI H5N1 pada Kelompok II-Kontrol .............................

48

9. Pewarnaan IHK terhadap Organ Hati dan Usus Ayam Setelah
Ditantang Virus AI H5N1 pada Kelompok Perlakuan II-F1-5% ..............

48

xxiii

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Prosedur Penyiapan Ekstrak Tanaman Terstandar ...................................

63

2. Prosedur Pembuatan Blok Parafin ............................................................

64

3. Prosedur Pewarnaan Hematoksillin-Eosin (HE) .......................................

65

4. Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia (IHK) ...........................................

66

xxv

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Flu burung adalah penyakit viral disebabkan oleh virus Avian Influenza
(AI) tipe A strain H5N1 dari famili Orthomyxoviridae. Dalam sejarah kesehatan,
penyakit AI sempat menyita perhatian dunia karena menimbulkan dampak
ekonomi yang sangat besar. Penyakit AI pada unggas di Indonesia merupakan
subtipe H5N1 sudah mulai menyebar pada tahun 2003 (Dharmayanti et al. 2005).
Pada awalnya virus AI H5N1 hanya menyerang unggas, namun saat ini telah
menyerang manusia, anjing, babi dan kucing. Hal ini dikarenakan adanya mutasi
virus yang memicu munculnya strain virus baru yang lebih patogen. Food and
Agriculture Organization (FAO) memperkirakan bila terjadi mutasi virus AI di
Indonesia maka dapat menyebabkan pandemi dan menimbulkan jumlah korban
jiwa lebih besar.
Pencegahan penyakit AI pada ayam dapat dilakukan dengan vaksinasi,
penggunaan vaksin AI dengan strain virus vaksin AI sesuai subtipe virus AI kasus
lapang dapat memberikan hasil vaksinasi yang efektif (Frame 2000). Vaksin AI
yang tersedia selama ini, dikhawatirkan tidak efektif dalam beberapa waktu
kedepan, karena virus AI merupakan virus yang memiliki banyak strain,
diantaranya 16 HA (H1-H16) dan 9 NA (N1-N9), sehingga vaksin AI yang
tersedia saat ini tidak sesuai dengan strain virus yang terjangkit di lapangan.
Seperti dilaporkan Swayne (2009), bahwa penggunaan beberapa vaksin sudah
tidak efektif untuk dijadikan sebagai upaya mencegah penyakit AI.
Pemerintah Indonesia menetapkan Oseltamivir carboxylate (Tamiflu®)
sebagai obat untuk penderita AI, Obat ini bekerja sebagai inhibitor
neuraminidase, yang bahan bakunya berasal dari tanaman Star anise (Illicium
verum), namun Oseltamivir dilaporkan telah memicu resistensi pada virus AI (de
Jong et al. 2005). Penyediaan bahan baku oseltamivir harus diimpor dari Vietnam
atau Cina dengan biaya relatif mahal. Obat lain yang ditetapkan pemerintah
adalah amantadine dan rimantadine, yang juga dilaporkan mengalami resistensi
terhadap virus AI strain H5N1 (Bright et al. 2006).

2

Penggunaan beberapa obat anti AI seperti amantadine, rimantadine dan
oseltamivir telah menimbulkan resistensi virus AI H5N1 (Arnold et al. 2008).
Berdasarkan kenyataan resistensi virus AI, maka dipandang perlu ditemukan obat
alternatif anti AI yang lebih efektif dengan biaya relatif murah serta menggunakan
bahan baku tanaman obat yang mudah diperoleh di Indonesia. Mengingat secara
empiris tanaman obat telah banyak digunakan untuk menangani berbagai penyakit
pada hewan dan manusia.
Beberapa tanaman obat yang sering digunakan oleh masyarakat
diantaranya berasal dari temu-temuan, sirih-sirihan, sambiloto dan adas.
Penggunaan tanaman obat dengan formulasi yang tepat berpeluang sebagai feed
additive dan imunomodulator untuk meningkatkan nafsu makan dan kekebalan
tubuh pada hewan dan manusia . Setiyono et al. (2007) menyatakan melalui studi
in vitro, penggunaan campuran ekstrak tanaman sambiloto, temu ireng, adas dan
sirih merah memiliki potensi sebagai penghambat pertumbuhan virus H5N1 pada
jaringan sel lestari (cell line). Kombinasi sambiloto dan temu ireng merupakan
hasil yang lebih baik dalam menghambat infeksi virus AI H5N1 pada cell line.
Penelitian dengan menggunakan bahan tunggal ekstrak temu ireng
(Curcuma aeruginosa Roxb) secara in vitro telah terbukti memiliki potensi yang
cukup kuat untuk dijadikan sebagai bahan obat alternatif AI, sedangkan
penggunaan bahan tunggal ekstrak adas (Foeniculum vulgare Mill) secara in vitro
menunjukkan potensi yang kurang kuat dalam menghambat infeksi AI. Hasil uji
secara in vitro sering kali tidak sama ketika diujikan secara in vivo, hal ini
disebabkan kompleks reaksi yang ditimbulkan oleh tubuh makhluk hidup dan
faktor-faktor yang berperan dalam tubuh seperti enzim, sistem kekebalan tubuh
dan reaksi kimia lainnya (Nurbara 2009). Penelitian yang sama juga di lakukan
oleh Taha (2009) terhadap penggunaan bahan tunggal ekstrak tanaman sambiloto
secara in vitro terhadap hambatan pertumbuhan virus AI, hasil yang dilaporkan
bahwa zat aktif yang terkandung dalam ekstrak sambiloto dapat menghambat
perlekatan (attachment) virus ke sel lestari.
Penelitian secara in vivo pada ayam telah dilakukan dengan memberikan
kombinasi ekstrak tanaman sambiloto, temu ireng, adas dan sirih merah dalam
masing-masing pelarut heksana, etil asetat dan etanol dengan konsentrasi 2.5%,

3

menunjukkan hasil yang baik dalam menghambat infeksi virus H5N1, jumlah
ayam yang hidup mencapai 46,7% dari total populasi sampai hari ke-4 pasca
infeksi (Setiyono et al. 2009). Berdasarkan hasil penelitian penggunaan ekstrak
tanaman obat di atas, maka dipandang perlu melakukan penelitian lebih lanjut
tentang penggunaan kombinasi ekstrak etanol tanaman sambiloto, adas dan sirih
merah dengan formula konsentrasi bertingkat untuk menemukan kekuatan daya
hambat virus AI H5N1 yang lebih baik.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui konsentrasi dan formula efektif ekstrak etanol tanaman
sambiloto, adas, dan sirih merah dalam menghambat infeksi virus H5N1 pada
ayam pedaging yang telah ditantang virus AI H5N1.
2. Mengetahui gambaran darah ayam pedaging yang diberi formula ekstrak
etanol tanaman sambiloto, adas dan sirih merah.
3. Mengetahui distribusi antigen AI H5N1 pada organ pertahanan ayam (bursa
Fabricius, limpa dan timus) dengan menggunakan metode imunohistokimia.
4. Mengetahui pengaruh infeksi virus AI H5N1 terhadap keamanan pangan
karkas ayam pedaging.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang konsentrasi efektif formula ekstrak etanol
tanaman sambiloto, adas, dan sirih merah dalam menghambat infeksi virus AI
H5N1 pada ayam pedaging.
2. Memberikan informasi tentang peran konsentrasi yang efektif dari formula
ekstrak etanol tanaman obat dalam meningkatkan daya tahan tubuh ayam
pedaging terhadap infeksi virus AI H5N1.
3. Memberikan informasi kepada masyakarat tentang keamanan karkas ayam
pedaging yang terpapar virus H5N1.
Hipotesis
Konsentrasi dan formula ekstrak etanol tanaman sambiloto (setara dengan
zat aktif andrografolide), adas (setara dengan zat aktif anetol) dan sirih merah
(setara dengan zat aktif piperin) dapat meningkatkan daya tahan tubuh ayam
pedaging yang ditantang virus AI H5N1.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA

Avian Influenza
Virus Avian Influenza (AI) adalah virus Ribo Nucleic Acid (RNA)
berpolaritas negatif tergolong dalam famili Ortomyxoviridae, dan diklasifikasikan
menjadi tiga tipe yaitu A, B dan C. Setiap tipe dari virus ditentukan oleh struktur
antigenik protein nuklei dan matriks antigen yang saling berhubungan erat
diantara virus AI tertentu. Virus AI tipe B dan C hanya ditemukan pada manusia,
sedangkan tipe A ditemukan pada unggas serta dapat menginfeksi berbagai
macam spesies lainnya. Virus AI tipe A diklasifikasikan dalam beberapa subtipe
berdasarkan pada kemampuan antigenitas dua protein permukaan seperti
haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), secara antigenik virus AI tipe A
memiliki 16 HA (H1-H16) dan 9 NA (N1-N9) (Fouchier et al. 2005).
Pengelompokan antigen virus berguna untuk penentuan identitas serologik virus
influenza dengan memakai nomor kombinasi H dan N yang sesuai dalam
menandai virus, seperti H5N1, H7N2, H1N1 dan jenis virus lainnya. Wabah
penyakit AI yang melanda Indonesia pada tahun 2003 disebabkan oleh Virus AI
subtipe H5 dan kemungkinan besar merupakan subtipe H5N1 yang sangat patogen
pada unggas (Wiyono et al. 2004).
Virus AI tipe A dapat menjadi pandemik karena virus ini bermutasi, baik
pergeseran struktur antigen virus (antigenic shift) atau perubahan struktur antigen
pada virus (antigenic drift) yang menghasilkan virus strain baru yang tidak dapat
dikenali oleh antibodi. Sehingga memudahkan virus strain baru untuk menyebar
dalam populasi yang tidak punya kekebalan. Perubahan struktur antigen pada
virus AI menjadikan virus ini dapat menyebar luas dan bersifat zoonosis (Claas
2000). Pertengahan tahun 2005, virus AI telah mengakibatkan korban meninggal
dunia di Indonesia. Data sekuen asam amino pada GenBank, sekuen asam amino
di daerah cleavage site yang berasal dari korban manusia di Indonesia merupakan
pertanda patogenisitas virus AI H5N1 (Dharmayanti et al. 2007).
Penyakit AI dapat dikenal dalam dua bentuk yaitu AI bentuk sangat
patogenik atau highly pathogenic avian influenza (HPAI) dan bentuk AI yang
kurang patogenik atau low pathogenic avian influenza (LPAI).

Virus HPAI

6

menyebabkan penyakit sistemik dengan kematian pada beberapa spesies rentan
dapat mencapai 100%, sedangkan virus LPAI menyebabkan infeksi yang
terlokalisasi dengan tidak menampakkan gejala klinis atau hanya sedikit gejala
klinis (Horimoto dan Kawaoka 2001). Infeksi virus AI saat ini terjadi subklinis,
yaitu hewan yang terserang virus terlihat sehat tetapi sebenarnya hewan tersebut
terinfeksi virus atau sakit. Infeksi virus AI yang tidak terdeteksi dengan tepat
menyebabkan meluasnya penyebaran penyakit AI di lapangan. Tingginya tingkat
infeksi virus AI memungkinkan virus ini bertahan dan memunculkan strain virus
yang lebih patogen melalui proses mutasi dan/atau genetic reassortment (Claas
2000).
Mekanisme mutasi pada virus AI meliputi insersi asam amino dasar atau
substitusi asam amino nonbasic pada HA proteolitic cleavage site. Kehilangan
glycosilasin site menghasilkan virus dengan cleavage site yang tidak terlindungi,
atau insersi sejumlah besar RNA. Berdasarkan studi filogenetik virus AI tampak
bahwa perubahan virulensi dari rendah ketinggi, mengindikasikan virus HPAI
yang memiliki pohon filogenik sama dengan virus LPAI dengan strain H7 yang
tidak virulen. Kejadian mutasi virus tidak terprediksi dan dapat berlangsung
singkat setelah virus menginfeksi unggas maupun setelah bersirkulasi dalam
tubuh unggas peliharaan. Dengan demikian peredaran LPAI subtipe H5 dan H7
juga perlu diperhatikan karena virus LPAI tersebut merupakan prekursor HPAI
(Capua dan Maragon 2007).
Kejadian infeksi virus influenza diawali dengan penempelan partikel virus
pada reseptor permukaan sel induk semang, kemudian diikuti dengan internalisasi
yang diperantarai oleh reseptor. Fusi virus dan membran endosomal diikuti oleh
transfer nukleokapsid ke dalam sitoplasma (Dharmayanti et al. 2007). Pada sel
epitel saluran pernafasan dan saluran pencernaan, hemaglutinin dari semua virus
influenza yang masuk dipotong oleh protease inang, mengaktifasi terjadinya fusi
dan masuknya virus ke dalam sel. Patogenesa AI pada unggas berbeda dengan
patogenesa AI pada mamalia, dalam hal ini replikasi virus di saluran pencernaan
sama baiknya dengan replikasi virus di saluran pernafasan. Infeksi dari strain
yang sangat virulen menimbulkan viremia, dilatasi sel-sel limfoid, multifokal

7

nekrosis dan menimbulkan pankreatitis, miokarditis, miositis dan ensefalitis
(Murphy et al. 1999).
Pengendalian penyebaran virus AI di lapangan dapat dilakukan melalui
pengawasan daerah yang dicurigai terserang AI dengan tujuan mendeteksi
penyakit HPAI pada unggas secara dini, sehingga dapat ditentukan zona bebas,
terancam dan tertular, dapat ditentukan subtipe virus, dan dapat dideteksi virus
HPAI pada spesies selain unggas serta dapat ditetapkan status bebas ditingkat
peternakan. Berdasarkan monitoring penyakit HPAI yang dilakukan Damayanti
et al. (2005) dengan metode imunohistokimia pada bulan Juni dan September
2004 terhadap sampel yang berasal dari Provinsi Jawa barat, Jawa timur dan
Banten, tidak terdeteksi adanya Virus AI, sedangkan monitoring bulan September
2004 di Provinsi DKI Jakarta berhasil dideteksi virus AI, namun pada bulan
September 2004 hingga Februari 2005 berhasil dideteksi virus AI di daerah yang
sebelumnya sudah tidak terdeteksi virus AI yaitu Propinsi Jawa Barat, Jawa
Timur, Banten dan DKI Jakarta.
Kebijakan Pemerintah melalui surat keputusan Departemen pertanian telah
melarang peredaran unggas dari daerah endemik ke daerah non endemik untuk
menghindari penularan virus AI ke wilayah Indonesia yang masih bebas
penularan AI (Ditkeswan 2005).

Setyawati (2010) menyatakan bahwa anak

ayam umur satu hari telah terinfeksi virus AI dengan gejala subklinis dan anak
ayam umur satu hari ini berpotensi sebagai salah satu penyebab cepatnya
penularan AI di Indonesia, sehingga perlu diwaspadai pendistribusiannya ke
daerah bebas AI.

Gambar 1. Ilustrasi Virus Avian Influenza (AI)

8

Vaksin Avian Influenza
Vaksin adalah suspensi bibit penyakit yang hidup tetapi telah dilemahkan
atau dimatikan. Vaksin berfungsi untuk menimbulkan kekebalan (antibodi) pada
hewan yang divaksinasi sehingga dapat berguna untuk melindungi hewan dari
serangan penyakit secara klinis, perlindungan terhadap serangan virus yang
virulen, dan perlindungan terhadap ekskresi virus. Vaksin terdiri dari dua jenis
yaitu: 1. vaksin aktif adalah vaksin yang mengandung partikel virus yang sudah
dilemahkan untuk menghilangkan sifat virulensinya, 2. vaksin inaktif adalah
vaksin dengan partikel virus yang sudah dimatikan tetapi masih memiliki sifat
imunitasnya (Tizard 1988).
Virus aktif yang digunakan dalam vaksin terdiri dari tiga jenis virus yaitu;
virus yang diisolasi dari hewan sehat sebagai virus yang secara alamiah tidak
virulen, virus yang mulanya virulen tetapi setelah dipasase berkali kali di
laboratorium dengan biakan jaringan atau hewan percobaan, virus-virus tersebut
menjadi tidak virulen dan tetap imunogenik, dan virus-virus yang memiliki
kesamaan antigen sehingga antara antibodi yang satu dengan antigen yang lainnya
dapat saling menetralisasi. Virus pada vaksin inaktif berasal dari virus virulen
yang diinaktifkan dengan menggunakan bahan kimia seperti formaldehida, βpropiolakton, asetiletilenimin, etilen oksida, etilenamin. Upaya meningkatkan
daya imunogenik vaksin inaktif biasanya ditambah dengan adjuvan yang
merupakan bahan campuran vaksin untuk meningkatkan respon imun, baik secara
humoral maupun seluler. Adjuvan yang sering dicampurkan dalam vaksin adalah
lemak nabati, minyak mineral dan Al (OH)3 (Malole 1987).
Prinsip dasar pemakaian virus vaksin adalah harus homolog dengan
subtipe H atau N virus asal lapang. Menurut regulasi Office International Des
Epizooties (OIE), vaksin harus mempunyai komposisi genetik yang stabil,
memiliki proses inaktivasi sempurna (uji laboratorik), bebas pencemaran agen
infeksius lainnya dan mengandung konsentrasi antigen yang tinggi, menggunakan
adjuvan berkualitas tinggi dan memiliki tingkat keamanan, berpotensi serta
efektifitas yang tinggi (uji laboratorik dan uji lapang) (Suarez 2005). Vaksin AI
subtipe H5N1 yang sesuai dengan subtipe virus kasus lapang telah banyak
diproduksi dan dipasarkan secara komersial, saat ini umumnya digunakan dalam

9

program vaksinasi untuk pencegahan penyakit AI subtipe H5N1 pada berbagai
ternak unggas di Indonesia (Dharmayanti et al. 2006).
Pemerintah telah menetapkan obat untuk penyakit yang disebabkan oleh
virus H5N1 seperti amantadine dan rimantadine serta oseltamivir carboxilate
(Tamiflu®) dan Zanamivir (Relenza®). Oseltamivir merupakan salah satu obat
yang bekerja sebagai inhibitor neuraminidase sedangkan amantadine bekerja
sebagai ion chanel blocker. Menurut laporan Arnold et al. (2008), virus AI H5N1
resisten terhadap beberapa obat anti AI seperti oseltamivir dan amantadine.
Berdasarkan resistensi virus terhadap obat anti AI yang ditetapkan pemerintah
serta kurang efektifnya vaksin yang terjadi saat ini, maka perlu ditingkatkan
pengembangan obat anti virus yang baru dengan menggunakan bahan baku
tanaman obat asal Indonesia (Canopus Biopharma 2009).

Tanaman Obat
Secara empiris tanaman obat banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia
sejak zaman dahulu kala. Penggunaan tanaman obat dapat mencegah berbagai
jenis penyakit, sehingga tanaman obat banyak digunakan dalam berbagai jenis
jamu yang dipasarkan di masyarakat. Tanaman obat atau obat tradisional yang
digunakan untuk pencegahan penyakit dikenal dengan nama Jamu. Industri obat
tradisional di Indonesia berkembang sangat cepat. Menurut Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) terdapat ribuan industri obat tradisional yang
memiliki izin usaha industri, baik yang berskala besar maupun berskala kecil.
Perkembangan industri obat yang bahan bakunya berasal dari tanaman obat dapat
menjadi gambaran tingginya konsumsi obat tradisional di Indonesia.
Kendala utama dalam penggunaan tanaman obat adalah kurang atau tidak
stabilnya kandungan zat aktif yang terdapat di dalam ekstrak tanaman obat.
Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak sering kali dipengaruhi oleh
jenis pelarut yang digunakan, selain itu juga dipengaruhi oleh lokasi penanaman,
waktu pemanenan, jenis varietas, dan metode ekstraksi yang digunakan, sehingga
diperlukan cara untuk mengatasi variasi kualitas dan kuantitas kandungan zat aktif
dari tanaman obat. Apabila hal ini dilakukan maka kualitas zat aktif tanaman obat
dapat diseragamkan (Wijayakusuma et al. 1994).

10

Beberapa penggunaan tanaman obat sebagai anti viral seperti yang
dilakukan negara Thailand, tentang penelitian khasiat tanaman obat Maeng Lak
Kha (Hyptis suaveolens) yang telah memasuki pengujian klinis tahap kedua, diuji
pada 1.000 orang sukarelawan. Pada pengujian tahap pertama, telah terbukti
dapat membunuh virus AI pada 10 orang sukarelawan. Di Laos, tanaman yang
sedang diteliti adalah Man On Ling (Poligonum multiforum), yang memiliki daya
kerja neuraminidase inhibitor, dan menghambat atau mencegah terjadinya
cytokine storm, yang dapat berakibat fatal. Negara lain seperti Cina dan Korea
tidak kalah gencarnya meneliti tentang tanaman obat yang memiliki kemungkinan
untuk dijadikan obat AI (WHO 2007). Di Indonesia ketersediaan bahan tanaman
obat sangat mudah didapatkan karena Indonesia sebagai negara tropis,
mempunyai berbagai jenis tanaman obat yang berpotensi digunakan sebagai salah
satu sumber bahan obat untuk menggantikan obat AI yang tidak mampu
mengatasi infeksi virus AI H5N1.
Pemanfaatan tanaman obat sebagai obat alternatif terhadap infeksi AI
sangat

membantu

dalam

pengendalian

penyakit

AI

pada

manusia.

Ketergantungan obat AI dari luar selama ini dapat dikurangi, memiliki
ketersediaan yang memadai membuat pemberian obat AI pada penderita menjadi
lebih cepat, terutama bila terjadi pada penderita yang berada di daerah yang sulit
dijangkau oleh pemerintah pusat.

Tanaman obat juga dapat menjadi obat

alternatif karena dapat dimanfaatkan sebagai profilaksis, atau pemberian obat
sebelum terinfeksi AI.

Pemberian obat sebagai profilaksis dilakukan pada

masyarakat penderita AI, yang bertujuan untuk meminimalisir jumlah orang yang
tertular AI.

Tindakan ini dapat menghemat persediaan obat AI dan biaya

pembelian obat AI dari luar negri (Sugarman 2005).

Pemberian obat sedini

mungkin merupakan suatu tindakan yang sangat efektif dalam penanganan AI.
Selama ini yang menjadi masalah utama dalam penanganan AI adalah
keterlambatan dalam pemberian obat bagi penderita AI, dikarenakan lokasi
penderita berada di daerah yang jauh dari pusat penanganan AI, sehingga
menyebabkan kematian pada penderita. Dengan adanya penemuan obat alternatif
yang berbahan dasar tanaman obat diharapkan penanganan dan pengobatan pada
penderita AI dapat ditanggulangi dengan cepat dan segera, serta dapat

11

meminimalisasi biaya produksi obat AI, sehingga dapat meningkatkan jumlah
sediaan obat dan mudah dalam mendapatkan obat.
Kandungan tanaman obat yang telah diidentifikasi memiliki aktivitas
antiviral adalah flavonoid, terpenoid, lignin, sulfide, polifenol, kumarin, saponin,
senyawa furil, alkaloid, polin, tiopen, protein dan peptide (Manoi 2007; Paparanza
dan Marianto 2003; Rusmin dan Melati 2007). Meskipun memiliki kemampuan
antiviral yang tinggi, namun komposisi kombinasi yang tepat belum banyak
diketahui

dalam

menghambat

infeksi

virus

(Jassim

dan

Naji

2003).

Pengembangan penelitian terhadap mekanisme kerja dari bahan aktif yang
terkandung dalam tanaman obat terus dilakukan, sehingga ditemukan beberapa
bahan aktif dalam tanaman obat yang memiliki mekanisme kerja yang saling
melengkapi, termasuk efek antiviral menghambat pembentukan DNA atau RNA
virus atau menghambat aktivitas reproduksi virus (Ahmad 2006).
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
Tanaman sambiloto merupakan salah satu sumber bahan tanaman obat
yang banyak dipakai di Indonesia. Sambiloto dapat tumbuh di semua jenis tanah
sehingga tidak heran jika tanaman ini terdistribusi luas di belahan bumi. Habitat
asli sambiloto adalah tempat-tempat terbuka yang teduh dan agak lembab, seperti
kebun, tepi sungai, semak-semak, ataupun rumpun. Sambiloto memiliki batang
berkayu dengan bentuk bulat dan persegi serta memiliki banyak cabang
(monopodial). Daun tunggal saling berhadapan, berbentuk seperti pedang (lanset)
dengan tepi daun rata dan permukaannya halus berwarna hijau. Bunganya
berwarna putih keunguan, berbentuk jorong (bulat panjang) dengan pangkal dan
ujungnya lancip. Di India, bunga dan buah dapat diamati pada bulan Oktober atau
antara bulan Maret sampai Juli. Di Australia bunga dan buah dapat diamati antara
bulan Nopember sampai Juni tahun berikutnya, sedangkan di Indonesia karena
merupakan daerah tropis, maka bunga dan buah tanaman sambiloto dapat
ditemukan sepanjang tahun (Hariana 2006).
Sambiloto banyak dijumpai hampir di seluruh Indonesia dan dikenal
dengan berbagai nama dalam bahasa daerah. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur menyebutnya dengan nama bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, takilo,
paitan, dan sambiloto, masyarakat Jawa Barat menyebutnya dengan nama kioray,

12

takila, atau ki peurat, sedangkan masyarakat Bali lebih mengenal dengan nama
samiroto.

Masyarakat Sumatera dan sebagian besar masyarakat Melayu

menyebutnya dengan nama pepaitan atau ampadu. Sambiloto di Cina disebut
dengan nama chuan xin lian, yi jianxi, dan lan he lian, di India disebut dengan
nama kalmegh, kirayat, dan kirata, di Vietnam dikenal dengan nama xuyen tam
lien dan congcong, negara Arab menyebutny dengan nama quasabhuva, di Persia
dengan sebutan nainehavandi, serta di Inggris menyebutnya dengan nama green
chiretta dan king of bitter. Wijayakusuma et al. (1994) menyebutkan taksonomi
tanaman sambiloto adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermathophyta

Kelas

: Dycotyledonae

Ordo

: Personales

Family

: Acanthaceae

Genus :

Andrographis

Spesies

: Andrographis paniculata Ness

Gambar 2. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
Tanaman sambiloto mempunyai sifat khas seperti rasa pahit yang berasal
dari bagian daun, batang dan akar. Rasa pahit yang dihasilkan oleh sambiloto
diduga berasal dari kandungan andrografolide yang terdapat didalamnya. Semua
bagian dari sambiloto seperti batang, daun dan akar dapat dimanfaatkan sebagai
obat. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan dalam obat tradisional seperti
jamu adalah daun dan batang. Sambiloto dapat berguna untuk menurunkan suhu

13

tubuh dan membersihkan darah serta sebagai obat anti diuretik, anti diabetik, anti
inflamasi, anti tukak lambung, anti histamin (gatal-gatal), menurunkan tekanan
darah, anti rematik, anti analgetik, imunomodulator, melindungi kerusakan hati
dan jantung yang reversibel, anti spermatogenik/androgenik (Niranjan et al.
2008). Komponen utama sambiloto adalah andrografolide yang memiliki multi
efek farmakologis. Zat aktif ini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker
pada hati, payudara dan prostat. Efek farmakologisnya mampu merangsang daya
tahan seluler dan memproduksi antibodi. Di samping itu hasil pengujian pra
klinis sambiloto menunjukkan bahwa andrografolide, memiliki aktivitas sebagai
anti virus, dan telah dikembangkan sebagai obat modern anti virus dengan nama
Androvir® (Maat 2001: Prapanza dan Marianto 2003).
Kandungan bahan aktif sambiloto secara kimia yaitu flavonoid dan lakton.
Pada lakton, komponen utamanya adalah andrografolide, yang juga merupakan
zat aktif utama dari tanaman ini. Zat aktif tanaman obat ini dapat ditentukan
dengan metode gravimetrik atau dengan high performance liquid chromatography
[HPLC] (Hu 1982). Analisa kandungan zat aktif yang terdapat dalam tanaman
sambiloto adalah lakton dan glikosida, andrografolide, deoksiandrografolide, 11,
14-didehidro-14-deoksi andrografolide, dan neoandrografolide.

Daun dan

percabangannya lebih banyak mengandung lakton sedangkan komponen
flavonoid dapat diisolasi dari akarnya, yaitu polimetok-siflavon, androrafin,
panikulin, mono-0-metilwithin dan apigenin-7,4 dimetileter. Selain lakton dan
flavonoid, pada tanaman sambiloto

juga terdapat komponen alkane, keton,

aldehid, mineral (kalsium, natrium, kalium), asam kersik dan dammar (Paparanza
dan Marianto 2003).
Penelitian pada hewan percobaan dengan pemberian andrografolide
menunjukkan bahwa setelah 48 jam, komponen ini tersebar luas ke seluruh organ
tubuh, diantaranya jumlah konsentrasi yang terdapat di otak sebesar 20,9%, limpa
14,9%, jantung 11,1%, paruparu 10,9%, rektum 8,6%, ginjal 7,9%, hati 5,6%,
uterus 5,1%, ovarium 5,1%, dan usus halus sebesar 3,2% (Niranjan et al. 2008).
Distribusi yang luas di jaringan dan organ tubuh serta adanya khasiat yang
mengatur dan meningkatkan sistem imun menyebabkan sambiloto menjadi calon
ideal untuk mencegah berbagai penyakit. Secara empiris, sambiloto dimanfaatkan

14

sebagai anti oksidan, anti diabetes, anti fertilitas, anti human immunodeficiency
virus (HIV-1), anti flu, anti adesi intraperitoneal, anti malaria, anti diare, anti
hepatoprotektif, anti koleretik, dan anti kolekinetik. Sambiloto sebagai salah satu
obat tradisional sudah di uji, baik praklinis maupun uji klinis. Berdasarkan uji
toksikologi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa andrografolide dan
senyawa lain yang terkandung dalam tanaman sambiloto memiliki toksisitas yang
sangat rendah (Birdane 2007).
Ekstrak sambiloto dapat menstimulasi kekebalan terhadap antigen baik
yang spesifik maupun non spesifik. Kekebalan spesifik ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah sel-sel limfosit dalam peredaran darah, sedangkan kekebalan
non spesifik ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel heterofil, eosinofil
dan basofil untuk menghancurkan bakteri dan benda asing lainnya (Wibudi 2006).
Sirih Merah (Piper crocatum)
Sirih merah (Piper crocatum) adalah salah satu tanaman obat potensial
yang sejak lama diketahui memiliki berbagai khasiat obat untuk menyembuhkan
berbagai jenis penyakit. Disamping itu sirih merah juga memiliki nilai-nilai
spiritual yang tinggi, termasuk dalam suatu elemen penting yang harus disediakan
dalam setiap rangkaian acara adat di Yogyakarta (Manoi 2007). Tanaman sirih
merah tumbuh menjalar seperti sirih hijau, batangnya bersulur dan beruas dengan
setiap buku tumbuh bakal akar, daunnya bertangkai berbentuk jantung dengan
bagian atas meruncing, mempunyai warna yang khas yaitu permukaan atas hijau
gelap berpadu dengan tulang daun berwarna merah hati keunguan, daun berasa
pahit, berlendir, serta mempunyai bau yang khas seperti sirih (Duryatmo 2005).
Budidaya sirih merah dapat dilakukan secara vegetatif dengan penyetekan
atau pencangkokan, karena tanaman ini tidak berbunga.

Penyetekan dapat

dilakukan dengan menggunakan sulur yang panjangnya 20-30 cm. Sulur
sebaiknya dipilih dari yang telah mengeluarkan akar dan mempunyai 2-3 daun
atau 2-3 buku. Untuk mengurangi penguapan, daun dikurangi sebagian atau
dibuang seluruhnya. Sulur diambil dari tanaman yang sehat dan telah berumur
lebih dari setahun. Penanaman di lapangan sebaiknya dilakukan pada awal musim
hujan, sirih merah dapat beradaptasi dengan baik di setiap jenis tanah dan tidak
terlalu sulit dalam pemeliharaannya.

Selama ini sirih merah tumbuh tanpa

15

dilakukan pemupukan, tetapi pertumbuhan di lapangan tergantung pada jumlah air
dan cahaya matahari yang cukup yaitu berkisar 60-75% (Manoi 2007).
Sirih merah menurut Backer (1963) diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monochlamydeae

Ordo

: Piperales

Family

: Piperaceae

Genus

: Piper

Spesies

: Piper crocatum

Gambar 3. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz)
Sirih merah mengandung senyawa aktif yakni alkaloid, saponin, tanin,
flavonoid dan minyak atsiri. Sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar,
simplisia maupun ekstrak.

Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan

berbagai jenis penyakit seperti diabetes melitus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan
kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, prostatitis, radang mata,
keputihan, tukak lambung, kelelahan, nyeri sendi dan memperh