Analisis kelayakan finansial modernisasi usaha ternak sapi potong di Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL MODERNISASI USAHA
TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN WANAYASA,
KABUPATEN BANJARNEGARA

BUDIMAN PUTRADUARSA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Finansial Modernisasi Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Wanayasa,
Kabupaten Banjarnegara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Budiman Putraduarsa
H34100088

ABSTRAK
BUDIMAN PUTRADUARSA. Analisis Kelayakan Finansial Modernisasi Usaha
Ternak Sapi Potong di Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten
Banjarnegara. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.
Wanayasa adalah salah satu kecamatan dengan populasi sapi potong
terbesar di Kabupaten Banjarnegara, tetapi sebagian besar kegiatan ternak sapi
potong diusahakan dengan skala kecil dan teknologi sederhana. Penelitian ini
membahas mengenai perubahan teknologi peternakan sapi potong dari teknologi
tradisional menjadi teknologi yang modern. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis kelayakan finansial modernisasi peternakan rakyat.
Responden dalam penelitian ini merupakan peternak sapi potong di Wanayasa
yang terdiri dari 17 orang responden sebagai representasi peternak tradisional dan
CV Brahman Putra sebagai representasi peternak modern. Metode yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kriteria investasi. Hasilnya

menunjukan bahwa modernisasi peternakan rakyat layak untuk dilakukan dan
faktor yang paling mempengaruhi kelayakan usaha peternakan adalah penurunan
harga jual ternak sapi potong.
Kata kunci: Sapi Potong, Analisis Kelayakan, Modernisasi

ABSTRACT
BUDIMAN
PUTRADUARSA.
Financial
Feasibility
Analysis
of
Modernization Feedlost in Wanayasa district, Banjarnegara. Supervised by
NUNUNG KUSNADI.
Wanayasa is one of the highest populations of beef cattle districts in
Banjarnegara regency, but mostly of the beef cattle feedloting are efforted by
small scale and simple technology. This research studies about feedlot technology
changing from traditional technology to the modern one. The purpose of this
researches are to analyze modernization of feedlot financial feasibility.
Respondents of this research are cattleman of Wanayasa which are containts

seventeen respondents as the representation of traditional feedlot and CV
Brahman Putra as the representation of modern feedlot. This research uses
investation criteria analysis method. The results shows that modernization of
feedlots are feasible to be done and the decreasing of the beef cattle selling price
are the most determine factor feedlot feasibility.
Keywords: beef cattle, feasibility analysis, modernization

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL MODERNISASI USAHA
TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN WANAYASA,
KABUPATEN BANJARNEGARA

BUDIMAN PUTRADUARSA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Finansial Modernisasi Usaha Ternak Sapi
Potong di Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara
Nama
: Budiman Putraduarsa
NIM
: H34100088

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah
kelayakan usaha, dengan judul Analisis Kelayakan Finansial Modernisasi Usaha
Ternak Sapi Potong di Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Suwandi dan Rizqo Khaqiqi, yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Budiman Putraduarsa


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Modernisasi Peternakan
Kelayakan Usahaternak Sapi Potong
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kelayakan Modernisasi Peternakan
Analisis Finansial
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian

Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
NPV (Net Present Value)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Internal Rate of Return (IRR)
Payback period
Analisis Sensivitas
Asumsi Dasar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Peternak Responden
Teknologi Peternakan Sapi potong
Perkandangan
Pakan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Analisis Kelayakan Finansial
Arus Penerimaan
Arus Pengeluaran
Penilaian Kriteria Kelayakan Finansial
Analisis Laba Rugi

Faktor Penentu Kelayakan Usahaternak Sapi Potong
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vi
vi
1
1
2
4
4
4
4
4
5
6

6
6
7
8
10
10
10
10
10
10
11
11
12
12
12
13
13
14
15
17

18
19
19
19
22
24
24
26
26
26
26
29

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1 Populasi Ternak Tahun 2008-2013
2 Konsumsi, Produksi, Defisit Daging, Jumlah Impor Bakalan dan

Daging Sapi Tahun 2008-2012
3 Pengelompokan Responden Berdasarkan Teknologi dan Jumlah
Kepemilikan Ternak
4 Luas Lahan dan Bahan Bangunan Kandang
5 Luas Bangunan dan Pemanfaatan Kandang
6 Jenis dan Jumlah Pakan
7 Pertambahan Bobot Badan Harian
8 Jumlah ternak dan Harga Jual per Ekor
9 Rincian Biaya Investasi Usahaternak Sapi Potong
10 Komponen Biaya Investasi Bangunan Kandang Sapi
11 Biaya Tetap
12 Biaya Variabel
13 Analisis Kelayakan Finansial
14 Hasil Analisis Sensitivitas Switching Value

1
2
14
16
17
18
18
19
20
21
21
22
22
25

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran operasional analisis kelayakan modernisasi usaha
ternaksapi potong di Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara

9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Cashflow Kelompok 1 (kepemilikan ternak 1-10 ekor)
Cashflow Kelompok 2 (kepemilikan ternak 11-20 ekor)
Cashflow Kelompok 3 CV Brahman Putera
Laba-rugi Kelompok 1 (kepemilikan ternak 1-10 ekor)
Laba-rugi Kelompok 1 (kepemilikan ternak 11-20 ekor)
Laba-rugi Kelompok 3 CV Brahman Putera
Cashflow Sensitivitas Penurunan Penurunan Harga Jual Sapi
(kepemilikan ternak 1-10 ekor)
Cashflow Sensitivitas Penurunan Penurunan Harga Jual Sapi
(kepemilikan ternak 11-20 ekor)
Cashflow Sensitivitas Penurunan Penurunan Harga Jual Sapi CV
Brahman Putera
Cashflow Sensitivitas Kenaikan Harga Sapi Bakalan (kepemilikan
ternak 1-10 ekor)
Cashflow Sensitivitas Kenaikan Harga Sapi Bakalan (kepemilikan
ternak 11-20 ekor)

29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

12 Cashflow Sensitivitas Kenaikan Harga Sapi Bakalan CV Brahman
Putera
13 Cashflow Sensitivitas Kenaikan Harga Pakan Ternak 1-10 ekor
14 Cashflow Sensitivitas Kenaikan Harga Pakan Ternak 11-20 ekor
15 Cashflow Sensitivitas Kenaikan Harga Pakan CV Brahman Putera

40
41
42
43

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil
ternak sekaligus dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Sektor
peternakan memiliki peranan terhadap konsumsi masyarakat sebagai penyedia
protein hewani seperti daging, susu, dan telur. Sumber konsumsi daging di
Indonesia antara lain berasal dari sektor peternakan sapi potong. Pertumbuhan
populasi sapi secara nasional yang relatif lambat dari tahun ke tahun (lihat Tabel
1) mengakibatkan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan jumlah pemotongan,
sehingga tidak dapat memenuhi permintaan daging sapi nasional yang relatif lebih
besar dibanding penyediaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah
populasi sapi potong di Indonesia tahun 2013 mencapai 12 juta ekor dengan
produksi daging sebesar 504 819 ton (BPS 2014).
Tabel 1 Populasi Ternak Tahun 2008-2013 (000 ekor)
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis Ternak
Sapi Potong
Sapi Perah
Kerbau
Kuda
Kambing
Domba
Babi

2009
12 760
475
1 933
399
15 815
10 199
6 975

2010
13 582
488
2 000
419
16 620
10 725
7 477

Sumber : Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014)

Tahun
2011
14 824
597
1 305
409
16 946
11 791
7 525

2012
15 981
612
1 438
437
17 906
13 420
7 900

2013
12 686
444
1 110
434
18 500
14 926
7 6 11

Secara nasional kebutuhan daging sapi untuk konsumsi dan industri nasional
setiap tahun semakin bertambah. Sedangkan produksi daging dalam negeri belum
mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat dalam negeri. Produksi
daging nasional salah satunya dipenuhi dari produksi daging sapi dalam negeri
yang diperoleh dari pemotongan sapi lokal. Jumlah konsumsi dan produksi daging
sapi nasional secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Konsumsi total daging sapi
selama kurun waktu 2008-2012 terus meningkat cukup cepat dengan rata-rata
8.11% per tahun (Rusono et al 2013).
Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipenuhi dari tiga sumber yaitu
peternakan rakyat (ternak sapi lokal), industri peternakan rakyat (hasil
penggemukkan sapi eks-impor), dan impor daging dari luar negeri (Putria 2008).
Produksi daging dalam negeri saat ini tidak mencukupi tingkat konsumsi sehingga
pemerintah melakukan impor, baik daging sapi potong maupun bakalan sapi
potong untuk mencukupi permintaan tersebut. Tahun 2013 impor daging sapi
mencapai 55 84 ribu ton sedangkan import dalam bentuk sapi bakalan 312 687
ekor (Harpini 2013). Terbatasnya penawaran daging sapi yang tidak mampu
memenuhii permintaan di pasar mengakibatkan tingginya harga daging sapi di
pasaran. Tahun 2013 rata-rata harga daging sapi nasional sebesar Rp 90 569 per
kilogram (BKP 2013).

2
Tabel 2 Konsumsi, Produksi, Defisit Daging, Jumlah Impor Bakalan dan Daging
Sapi Tahun 2008-2012
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012

Konsumsi
(ton)
395 244
413 087
440 774
488 931
544 896

Produksi
(ton)
222 656
213 477
349 967
410 698
425 495

Defisit
Ton

%

172 588
199 610
90 807
78 233
119 401

77.51
93.50
25.95
19.05
28.06

Jumlah Impor
Bakalan
Daging
(ekor)
(ton)
570 100
2 744
657 300
3 787
290 457
4 322
184 955
3 598
283 000
39 419

(2012)
Terbatasnya penawaran daging sapi dari dalam negeri disebabkan produksi
daging sapi di Indonesia dihasilkan oleh peternak rakyat berskala kecil yang
dipelihara sebagai sumber tenaga kerja atau tabungan, bukan sebagai penghasil
daging. Usaha peternakan sapi potong nasional hingga saat ini masih didominasi
oleh usaha peternakan rakyat. Peternak rakyat merupakan salah satu bentuk usaha
di bidang peternakan baik perorangan maupun kelompok. Peternakan rakyat ialah
peternakan, yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani disamping usaha
pertaniannya1. Pada tahun 2011, peternak berskala kecil diperkirakan berjumlah 4
204 213 orang dan menguasai lebih dari 98% ternak di Indonesia (Muladno
2013).
Permintaan daging sapi nasional terus meningkat seiring bertambahnya
jumlah penduduk. Peningkatan penawaran daging nasional perlu dilakukan agar
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi, salah satunya
dengan program peningkatan produksi daging sapi nasional. Program peningkatan
produksi daging sapi nasional diharapkan mampu meningkatkan penawaran
daging sapi nasional. Selain itu dengan adanya program peningkatan produksi
daging sapi nasional diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor daging
sapi dan sapi bakalan sampai pada batas maksimal 10 % (Direktorat Pangan dan
Pertanian 2011).
Peningkatan produksi daging sapi nasional diharapkan mampu memenuhi
permintaan daging dalam negeri. Peningkatan produksi daging sapi nasional
sangat dipengaruhi oleh peningkatan produksi di tingkat peternak, khususnya
peternak rakyat karena mayoritas ternak sapi potong di Indonesia dimiliki oleh
peternak rakyat. Meningkatkan produksi di tingkat peternak, khususnya peternak
rakyat berskala kecil dapat dilakukan melalui penambahan jumlah ternak sapi
maupun melalui penngkatan produktivitas ternak melalui modernisasi peternakan
rakyat.
Sumber: Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

Perumusan Masalah
Indonesia saat ini masih kekurangan penawaran daging sapi. Kekurangan
tersebut disebabkan meningkatnya konsumsi daging oleh masyarakat dan
produksi sapi potong dalam negeri belum mampu mengimbangi peningkatan
1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan

3
konsumsi masyarakat. Terbatasnya penawaran daging sapi dari dalam negeri
disebabkan produksi daging sapi di Indonesia dihasilkan oleh peternak rakyat
berskala kecil yang dipelihara sebagai sumber tenaga kerja atau tabungan, bukan
sebagai penghasil daging. Peternakan rakyat ialah peternakan yang dilakukan oleh
rakyat antara lain petani disamping usaha pertaniannya 2 . Peternak rakyat pada
umumnya memelihara ternak dalam jumlah kecil, pengetahuan dan penguasaan
teknologi yang masih rendah. Sebagian besar ternak juga masih dipelihara secara
tradisional dalam budidayanya, penyediaan pakan, dan pengawasan terhadap
penyakit.
Terwujudnya kecukupan daging sapi nasional melalui program peningkatan
produksi daging sapi nasional tidak terlepas dari peran peternak sapi rakyat.
Peternakan rakyat memiliki proporsi paling besar dalam kepemilikan ternak di
Indonesia. Peningkatan produksi di tingkat peternak rakyat harus dilakukan agar
dapat meningkatkan produksi daging sapi nasional. Peningkatan produksi dapat
dilakukan dengan cara memodernisasi peternakan sapi potong rakyat. Modernisasi
akan memberikan dampak bagi peternak itu sendiri, baik dampak yang baik
maupun tidak. Peternak rakyat yang akan terkena imbas dari modernisasi tersebut,
dimana modernisasi akan memberikan dampak yang baik bagi usahanya atau
justru membuat usahanya terpuruk.
Modernisasi peternakan sapi potong rakyat diharapkan mampu memberikan
dampak positif bagi peternak dengan meningkatnya produktivitas ternak sapi
potong sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak. Keuntungan yang
diperoleh peternak tidak selalu memberikan penghasilan yang cukup bagi
peternak walaupun produksi sapi potong relatif tinggi. Penyebab keadaan tersebut
karena biaya produksi tinggi, kurang efisien dalam penggunaan modal dan
pengadaan sarana produksi.
Perlu dilakukan penilaian kelayakan modernisasi usaha ternak rakyat
dengan suatu metode yang menilai secara finansial. Analisis finansial adalah
analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang peternak sebagai pemilik.
Analisis aspek finansial bertujuan untuk menghitung kebutuhan dana baik
kebutuhan dana untuk aktiva tetap, maupun dana untuk modal kerja. Studi aspek
finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha,
sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana modernisasi peternakan
rakyat.
Dari uraian di atas maka permasalahan yang dianalisis dan dibahas pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah modernisasi peternakan rakyat layak atau tidak untuk dilakukan?
2. Apakah peningkatan skala usaha pada tingkat peternakan rakyat dapat
meningkatkan pendapatan peternak?
3. Faktor apa yang paling menentukan kelayakan peternakan rakyat?

2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan

4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan finansial modernisasi peternakan rakyat berdasarkan
kriteria investasi.
2. Menganalisis pendapatan peternak rakyat pada skala usahaternak yang
berbeda.
3. Menganalisis faktor yang paling menentukan kelayakan modernisasi usaha
ternak.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan, yaitu:
1. Peternak, penelitian ini bermanfaat sebagai informasi mengenai kelayakan
modernisasi usaha ternak sapi potong.
2. Kalangan akademisi dan pihak yang membutuhkan informasi tentang
penggemukan sapi potong diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi menambah wawasan mengenai usaha peternakan sapi potong
khususnya peternak rakyat.
3. Kalangan instansi dan pemerintah, sebagai tambahan informasi dan masukan
dalam melakukan pengembangan peternakan rakyat.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup peternak rakyat sapi potong di Desa Wanayasa,
Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan modernisasi usaha ternak sapi potong
di tingkat peternak rakyat. Penilaian kelayakan difokuskan berdasarkan aspek
finansial. Kelayakan finansial yang akan dibahas dibatasi pada perhitungan laba
rugi, kriteria kelayakan investasi yang terdiri dari NPV, Net B/C, dan IRR. Selain
itu dilakukan juga analisis sensitivitas dengan menggunakan teknik analisis nilai
pengganti (switching value).

TINJAUAN PUSTAKA
Modernisasi Peternakan
Permasalahannya dalam budidaya ternak di Indonesia masih banyak
keterbatasan terutama skala pemeliharaan sangat tergantung adanya ketersediaan
tenaga kerja keluarga yang ada, terutama tenaga kerja untuk mencari hijauan
pakan ternak. Dengan kondisi yang demikian maka kemampuan pemeliharaan
dalam skala usaha masih terbatas. Disamping itu kegiatan budidaya ternak masih
bersifat sambilan, belum dikelola secara professional bahkan peternak yang ada

5
saat ini kebanyakan masih merupakan peternak marginal. Artinya usaha ternak
skala kecil, bersifat sambilan, belum dikelola secara profesional tidak
memperhitungkan opportunity cost terhadap tenaga kerja yang dicurahkan dan
belum mengarah pada profit oriented. Sehingga apabila pola ini terus dilakukan
tidak bisa dijadikan andalan pendapatan keluarga.
Peternakan sapi potong rakyat di Indonesia sebagian besar masih merupakan
usaha sambilan atau pelengkap usahatani dengan karakteristik utama jumlah
ternak yang diperlihara sangat terbatas dan masukan teknologi yang rendah.
Skala usaha ternak sapi potong umumnya antara 1 – 4 ekor per rumah tangga
petani (Widiyazid et al., 1999). Pada tingkat pemeliharaan mini-mum 6 ekor per
rumah tangga sudah dapat dikatagorikan kepada usaha peternakan sapi potong
skala kecil, yaitu usaha ternak sapi potong yang telah mulai berorientasi ekonomi.
Pada skala tersebut perhitungan keuntungan dan masukan teknologi sudah mulai
diterapkan walau-pun masih sangat sederhana (Rochadi et al., 1993).
Suksesnya pembangunan peternakan sangat bergantung pada adopsi ilmu
dan teknologi oleh masyarakat peternak. Oleh karena itu perlu adanya kegiatan
modernisasi agar dapat mensukseskan pembangunan peternakan. Modernisasi
usahatani adalah perpaduan komersialisasi usahatani dan penggunaan teknologi
mutakhir yang diaplikasikan dalam suatu sistem (Mahmud 2008). Modernisasi
merupakan suatu strategi ekonomi untuk peningkatan produksi melalui perbaikan
teknologi. Dalam dunia peternakan, ini bisa dilihat dari sorotan kepada peternak
tradisional akan rendahnya skala kepemilikan ternak akibat rendahnya penguasaan
teknologi (Purwanto 2002).
Produk ternak sapi potong sebenarnya telah mendapatkan posisi pasar yang
baik. Walaupun dilihat dari segala aspek, budidaya ternak ini tampaknya sangat
menjajikan, kenyataan bahwa kegiatan bisnis budidaya ternak sapi potong belum
banyak berkembang. Hal tersebut disebabkan sebagian besar kegiatan usaha
ternak dilakukan oleh peternak rakyat yang dikelola dengan teknologi sederhana
secara terus menerus. Keterbatasan pengembangan usaha dari peternak dengan
skala usaha kecil tradisional menuju kepada skala usaha yang lebih besar adalah
pada akses mendapatkan saprodi dan pada keterbatasan SDM keluarga yang
dimiliki.
Kelayakan Usahaternak Sapi Potong
Studi kelayakan usaha merupakan kegiatan yang mempelajari secara
mendalam mengenai suatu kegiatan, usaha, atau bisnis yang akan dijalankan
dalam rangka menentukan layak atau tidaknya suatu kegiatan usaha tersebut untuk
dijalankan (Kasmir 2006). Analisis usaha pada dasarnya merupakan suatu studi
yang mencakup analisa pasar, analisa teknis, dan analisa ekonomi. Pada dasarnya
alternatif proyek terdiri dari dua aspek yaitu aspek teknis dan aspek finansial.
Aspek teknis berhubungan dengan input dan output, barang-barang nyata dan jasa
yang digunakan selama proses produksi. Sedangkan analisis finansial digunakan
untuk membuat proyeksi mengenai anggaran yang akan mengestimasi penerimaan
dan pengeluaran bruto pada masa mendatang.
Penelitian mengenai kelayakan usaha peternakan sudah banyak dilakukan
sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Putria (2008) menganalisis kelayakan

6
usaha breeding sapi potong dengan studi kasus di PT Lembu Jantan Perkasa (LJP).
PT Lembu Jantan Perkasa merrupakan perusahaan peternakan swasta sapi potong
yang merintis usaha peternakan di dua bidang yaitu pembibitan dan penggemukan
sapi potong. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelayakan usaha PT LJP sangat
dipengaruhi oleh penurunan jumlah produksi sapi bunting.
Zulfanita et al (2009) meneliti mengenai kelayakan usaha penggemukan
sapi potong gaduhan di desa Grantung Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo.
Responden yang digunakan merupakan penerima bantuan sapi gaduhan dari Dinas
Peternakan Kabupaten Purworejo. Sistem gaduh adalah sebuah sistem
pemeliharaan ternak di mana pemilik ternak mempercayakan pemeliharaan
ternaknya kepada penggaduh dengan imbalan bagi hasil. Dilihat dari nilai BCR,
NPV dan IRR yang dihasilkan usaha ternak sapi gaduhan memberikan
keuntungan bagi peternak penggaduh dan layak untuk dijalankan.
Arbi (2009) menganalisa kelayakan dan strategi pengembangan usaha
ternak sapi potong di desa Jati Kesuma Kabupaten Deli Serdang. Penelitian
dilakukan menggunakan alat analisis Return of Investment (ROI) dan analisis
SWOT. Analisis ROI untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha sehubungan
dengan modal yang digunakan sedangkan analisis SWOT digunakan untuk
merumuskan strategi yang dilakukan dalam pengembangan usaha ternak sapi
potong. Penelitian tersebut menunjukan bahwa usaha peternakan sapi di desa Jati
Kesuma Kabupaten Deli Serdang potong layak dikembangkan. Serta perlu strategi
peningkatan mutu produksi dan mutu ternak dengan melibatkan PPL.
Rizqina et al (2011) meneliti mengenai perbedaan pendapatan peternak
antara skala usaha 2-3 ekor dan 4-6 ekor pada peternak sapi potong dan sapi
bakalan karapan di Pulau Sapudi. Penelitian menggunakan analisis data deskriptif
untuk menggambarkan perbedaan B/C ratio, BEP harga dan BEP produksi
terhadap masing-masing peternak dan masing-masing jumlah pemeliharaan ternak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peternak di Pulau Sapudi lebih
menguntungkan apabila memelihara sapi bakalan karapan daripada sapi potong.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa usahaternak sapi
potong layak untuk dijalankan. Usaha ternak baik dengan kepemilikan ternak
sendiri maupun ternak gaduhan keduanya layak dan memberi keuntungan pada
peternak.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kelayakan Modernisasi Peternakan
Modernisasi usahatani adalah perpaduan komersialisasi usahatani dan
penggunaan teknologi mutakhir yang diaplikasikan dalam suatu system (Mahmud
2008). Sedangkan studi kelayakan usaha merupakan kegiatan yang mempelajari
secara mendalam mengenai suatu kegiatan, usaha, atau bisnis yang akan
dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidaknya suatu kegiatan usaha
tersebut untuk dijalankan (Kasmir 2006). Jadi kelayakan modernisasi peternakan
rakyat adalah untuk mempelajari mengenai kegiatan komersialisasi dan

7
penggunaan teknologi dalam usahaternak untuk mengetahui apakah kegiatan
modernisasi usahaternak tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan.
Salah satu aspek penting dalam modernisasi peternakan adalah adanya
perbaikan penggunaan input teknologi produksi baru seperti penggunaan pakan
tambahan, perbaikan sarana pemeliharaan ternak. Penggunaan pakan tambahan
dan perbaikan sarana pemeliharaan ternak diharapkan mampu meningkatkan
produksi peternakan sapi. Dalam kegiatan modernisasi peternakan dibutuhkan
tambahan biaya investasi yang harus dikeluarkan peternak. Investasi adalah
pengeluaran biaya dalam jumlah yang relatif besar dengan manfaat yang tidak
dirasakan saat ini, karena adanya jangka waktu yang diperlukan untuk merasakan
manfaat tersebut maka dalam investasi ada Time Value of Money. Maka studi
kelayakan perlu dilakukan agar usaha yang dijalankan tidak akan sia-sia baik dari
segi materi, tenaga, maupun pikiran. Hasil penilaian studi kelaykan sangat
dibutuhkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Menurut Kasmir (2006)
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil studi kelayakan tersebut sebagai
berikut :
1. Pemilik usaha
Pemilik usaha sangat berkepentingan terhadap hasil studi kelayakan
yang telah dibuat karena mereka tidak mau jika dana yang mereka tanamkan
pada usaha tersebut mengalami kerugian.
2. Lembaga keuangan
Apabila modal usaha berasal dari pinjaman bank maupun lembaga
keuangan lainnya sudah tentu pihak lembaga keuangan sangat berkepentingan
terhadap hasil studi kelayakan tersebut. Bank atau lembaga keuangan lainnya
tidak mau kredit atau pinjaman yang diberikan macet akibat usaha tidak layak
untuk dijalankan.
3. Pemerintah
Petingnya studi kelayakan bagi pemerintah adalah untuk meyakinkan
apakah usaha yang dijalankan memberikan manfaat, baik perekonomian
secara umum maupun bagi masyarakat luas seperti penyediaan lapangan
pekerjaan.
4. Masyarakat luas
Bagi masyarakat dengan adanya bisnis atau usaha akan memberikan
manfaat seoerti tersedianya lapangan pekerjaan baik bagi masyarakat sekitar
maupun bagi masyarakat lainnya. Manfaat lain adalah terbukanya akses
wilayah tersebut dari ketertutupan (terisolasi).
5. Manajemen
Hasil studi kelayakan merupakan ukuran kinerja bagi pihak manajemen
perusahaan untuk menjalankan tugasnya. Kinerja dapat dilihat dari hasil yang
telah dicapai sehingga terlihat prestasi kerja pihak manajemen yang
menjlankan usaha.

Analisis Finansial
Secara umum studi kelayakan mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek finansial, aspek ekonomi dan sosial. Dalam evaluasi proyek
analisis yang umum dilakukan adalah analisis finansial dan analisis ekonomi.

8
Analisa finansial merupakan analisis yang menghitung baik manfaat dan biayabiaya dari sisi individu atau swasta yang berkepentingan dalam proyek. Analisa
ekonomi merupakan analisa yang menghitung manfaat dan biaya-biaya proyek
dari segi pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan sebagai pihak yang
berkepentingan dalam proyek (Gray et al 1988).
Analisis finansial digunakan untuk membuat proyeksi mengenai anggaran
yang akan mengestimasi penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa mendatang.
Termasuk didalamnya biaya-biaya yang berhubungan dengan proses produksi dan
pembayaran kredit yang dikeluarkan oleh rumah tangga petani agar dapat
menentukan besar pendapatan yang diterima sebagai balas jasa, keahlian
manajemen serta modal yang dikeluarkan peternak (Gittinger 2008).
Mengukur layak atau tidaknya suatu proyek dapat digunakan kriteria
investasi. Hasil perhitungan kriteria investasi yang merupakan perbandingan
antara total benefit yang diterima dengan total biaya yang dikeluarkan rumah
tangga peternak dalam bentuk present value selama umur proyek. Kiteria
investasai yang dipergunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate
of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP).
Suatu proyek pada dasarnya menghadapi suatu ketidakpastian yang
disebabkan keadaan yang berubah-ubah, oleh sebab itu perlu dilakukan analisis
sensitivitas untuk melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan
yang berubah-ubah tersebut. Menurut Gittinger (2008), pada proyek-proyek
pertanian sensitif terhadap empat masalah utama yaitu harga, keterlambatan
pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil.
Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia saat ini masih kekurangan penawaran daging sapi. Kekurangan
tersebut disebabkan meningkatnya konsumsi daging oleh masyarakat dan
produksi sapi potong dalam negeri belum mampu mengimbangi peningkatan
konsumsi masyarakat. Peningkatan penawaran daging nasional perlu dilakukan
agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi, salah satunya
dengan program peningkatan produksi daging dalam negeri. Program peningkatan
produksi daging sapi dalam negeri diharapkan mampu meningkatkan penawaran
daging sapi nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor daging sapi
dan sapi bakalan
Peternakan rakyat memiliki proporsi paling besar dalam kepemilikan ternak
di Indonesia. Peningkatan produksi di tingkat peternak rakyat harus dilakukan
agar dapat meningkatkan produksi daging sapi nasional. Peningkatan produksi
dapat dilakukan dengan cara memodernisasi peternakan sapi potong rakyat. Salah
satu usaha peternakan sapi potong yaitu di Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa,
Kabupaten Banjarnegara perlu diperhatikan karena memiliki potensi yang baik
dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan produksi daging sapi
dalam negeri. Sebelum dilakukan pengembangan baiknya dilakukan terlebih
dahulu pengkajian dari segi finansial.
Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang
peternak sebagai pemilik. Analisis dari segi finansial digunakan untuk membuat
proyeksi mengenai anggaran yang akan mengestimasi penerimaan dan

9
pengeluaran bruto pada masa mendatang. Termasuk didalamnya biaya-biaya yang
berhubungan dengan proses produksi dan pembayaran kredit yang dikeluarkan
oleh rumah tangga petani agar dapat menentukan besar pendapatan yang diterima
sebagai balas jasa, keahlian manajemen serta modal yang dikeluarkan petani
(Gittinger 2008). Analisis finansial dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan
usaha peternakan yang dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi.
Perhitungan dalam kriteria investasi yang dipergunakan antara lain Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C),
dan Payback Period (PP).
Analisis kelayakan ini dilakukan sebagai bahan evaluasi bagi peternak sapi
potong di Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara,
sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya modernisasi peternakan rakyat sapi
potong untuk dikembangkan di masa yang akan datang.
Produksi daging nasional belum mencukupi
permintaan dalam negeri

Program peningkatan produksi daging sapi nasional

Peningkatan produksi di tingkat peternak rakyat

Peternakan rakyat desa Wanayasa

Peningkatan skala usaha

Modernisasi usahaternak

Analisis finansial : NPV, Net B/C, IRR,
Payback Period, Analisis Sensitivitas

Layak/Tidak

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional analisis kelayakan modernisasi usaha
ternak sapi potong di Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa,
Kabupaten Banjarnegara

10

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian analisis kelayakan modernisasi peternakan rakyat dilakukan pada
bulan Juli di Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara,
Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten
Banjarnegara merupakan sentra penggemukan sapi potong di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah. Kondisi wilayah Kecamatan Wanayasa yang sesuai
untuk budidaya sapi potong dan sumberdaya pakan melimpah dalam bentuk
limbah pertanian dan juga ladang rumput gajah.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan narasumber
yang merupakan peternak sapi potong. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka
dari berbagai literatur seperti: buku, arsip pemerintah, media elektronik, internet
yang relevan untuk mendukung penelitian yang dilakukan.
Metode Pengumpulan Data
Penarikan sampel responden dilakukan menggunakan metode penarikan
sampel secara sengaja (purposive sampling). Metode yang akan digunakan dalam
pengumpulan data dalam penilitian ini dengan cara wawancara secara langsung
dengan peternak untuk memperoleh data primer. Sedangkan untuk memperoleh
data sekunder digunakan cara studi pustaka dari sumber-sumber tertulis yang
relevan dengan penelitian yang dilakukan.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kuantitatif. Pengolahan
data kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek finansial. Analisis finansial
adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik.
Analisis finansial usaha dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan investasi yaitu
NPV, IRR, dan Net B/C Ratio dan analisis sensitivitas dengan bantuan software
Microsoft Office Excel. Pengggunaan kriteria tersebut dikarenakan setiap kriteria
mempergunakan perhitungan nilai sekarang (present value) arus manfaat dan arus
biaya selama umur proyek.
NPV (Net Present Value)
Keuntungan bersih suatu usaha adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah
biaya. Maka NPV merupakan selisih present value arus manfaat dengan present

11
value arus biaya (Gray 1988). Manfaat sekarangang neto (NPV) merupakan nilai
yang diperoleh dari arus pendapatan yang diperoleh dari investasi yang dilakukan
(Gittinger 2008). Dalam analisa finansial nialai NPV menggambarkan tambahan
pendapatan yang diperoleh individu peternak yang diperoleh dari usaha
peternakannya. Nilai NPV yang dihasilkan berupa satuan nilai mata uang, secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:
Bt : manfaat pada tahun t
Ct : biaya pada tahun t
t : tahun kegiatan bisnis
i : tingkat discount rate (%)



Apabila NPV bernilai positif (NPV>0) bisnis layak dijalankan, artinya
bisnis tersebut memberikan manfaat jika dijalankan. Jika NPV bernilai negative
(NPV 1, artinya usaha menguntungkan sehingga usaha
layak untukdilaksanakan. Sebaliknya apabila Net B/C ratio < 1 maka usaha tidak
memberikan keuntungan artinya usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan.
Sedangkan jika Net B/C = 1, artinya usaha tidak untung maupun rugi
Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama
dengan nol. IRR menggambarkan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar
oleh usahaternak yang dilakukan peternak untuk sumberdaya yang digunakan.
Usaha dikatakan layak apabila nilai IRR usaha tersebut lebih besar dari nilai
discount rate yang ditentukan, sebaliknya apabila nilai IRR lebih kecil dari nilai
discount rate yang ditentukan maka usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan.

12
i1
i2
NPV1
NPV2

:Discount rate yang menghasilkan NPV positif
:Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
: NPV yang bernilai positif
: NPV yang bernilai negative

Payback period
Payback period atau masa pembayaran kembali adalah jangka waktu
kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan dihitung mulai
dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga
mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan. Payback period
berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan cashflow. Semakin kecil
angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat pengembalian
investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk diusahakan. Secara
matematik rumus Payback Period yaitu :

Keterangan
PP
: Waktu pengembalian investasi (Tahun/bulan)
I
: Besarnya biaya investasi yang diperlukan (Rupiah)
Ab
: Manfaat bersih rata – rata per tahun (Rupiah)

Analisis Sensivitas
Analisis sensivitas usaha ternak sapi potong pada peternak sapi potong
menggunakan teknik analisis nilai pengganti (swiching value) untuk menilai
kelayakan usaha akibat perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
usaha tersebut. Parameter yang digunakan dalam analisis nilai pengganti adalah
harga penurunan harga penjualan sapi potong hidup, kenaikan biaya harga input
bakalan sapi potong, dan kenaikan harga pakan. Analisis sensitivitas digunakan
untuk menentukan faktor yang paling menentukan kelayakan modernisasi
peternakan rakyat yang akan dilakukan.
Asumsi Dasar
Analisis kelayakan finansial usahaternak rakyat sapi potong di Desa
Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah
menggunakan beberapa asumsi yaitu:
1. Umur proyek didasarkan pada umur ekonomis investasi yang paling lama dan
vital bagi peternakan (bangunan kandang) yaitu 10 tahun. Khusus pada
peternak yang menggunakan kandang non permanen umur investasi kandang
hanya 5 tahun sehingga ada reinvestasi pada tahun ke 6.
2. Tahun ke-1 direncanakan sebagai tahun investasi, dikarenakan pada tahun
pertama kegiatan usahaternak bisa berlangsung.

13
3. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga deposito Bank
Indonesia yang berlaku pada saat penelitian sebesar 7.5 % pada tahun
dilakukannya penelitian yaitu tahun 2014.
4. Upah tenaga kerja yang diberikan kepada karyawan merupakan upah rata-rata
yang diberikan di daerah Kecamatan Wanayasa yaitu Rp 750 000 per bulan.
5. Harga input dan harga output yang digunakan dalam perhitungan ini
berdasarkan data harga saat penelitian dilakukan yaitu pada tahun 2014.
6. Penentuan harga pakan yang dilakukan dalam perhitungan adalah harga saat
dalam penelitian. Diasumsikan konstan hingga umur proyek berakhir.
7. Harga yang digunakan diasumsikan konstan. Harga yang digunakan dalam
penelitian adalah harga yang berlaku pada bulan Juni 2014, baik harga input
maupun harga output dari kegiatan usaha. Harga output sebesar Rp 36 000
per kilogram bobot hidup.
8. Output hasil produksi laku terjual semua pada tiap akhir periode produksi.
9. Nilai penyusutan dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan
menggunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi dengan nilai
sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomisnya.
10. Umur siklus produksi sapi potong peternak rakyat berfariasi sehingga harga
jual output dihitung dengan nilai output pada akhir tahun produksi dan
peternak modern 4 bulan.
11. Modernisasi peternakan terbatas pada teknologi budidaya ternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Peternak Responden
Jenis sapi yang dipelihara oleh peternak di Desa Wanayasa adalah sapi-sapi
keturunan Eropa, baik yang memiliki jalur murni atau hasil silangan dengan sapi
lokal. Jenis sapi yang dipelihara diantaranya sapi keturunan Fries Holstein (FH),
Simmental, Limousin, Aberdeen Angus, dan sapi hasil silangan sapi-sapi tersebut
dengan sapi lokal. Jenis-jenis sapi ini dipilih untuk dibudidayakan peternak karena
pada umumnya memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada sapi lokal
sehingga lebih ekonomis untuk dibudidayakan.
Sapi yang digunakan sebagai sapi bakalan adalah sapi rombeng dan sapi
pedet. Sapi rombeng adalah sapi bakalan yang berusia antara 1,5 – 2 tahun dengan
bobot 250 kilogram hingga 350 kilogram. Sapi rombeng digunakan sebagai sapi
bakalan agar masa pemeliharaan bisa lebih singkat, yaitu kurang dari satu tahun.
Selain sapi rombeng, peternak juga memelihara sapi pedet. Sapi pedet biasanya
dipelihara oleh peternak untuk dibesarkan maupun untuk penggemukan. Masa
pemeliharaan sapi pedet lebih lama dibandingkan sapi rombeng, yaitu sekitar satu
tahun atau lebih.
Penelitian ini melibatkan beberapa peternak penggemukan sapi potong
sebagai responden di Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten
Banjarnegara dengan jumlah total responden sebanyak 18 peternak. Responden
dibagi menjadi dua kriteria berdasarkan teknologi yang digunakan, teknologi
tradisional (peternak rakyat) dan teknologi modern (CV Brahman Putra). Peternak

14
rakyat dikelompokan lagi berdasarkan jumlah kepemilikan ternak. Pembagian
kriteria berdasarkan jumlah kepemilikan ternak yaitu peternak skala kecil (1-10
ekor) dengan jumlah responden sebanyak 15 peternak dan peternak skala besar
(11-20 ekor) dengan jumlah responden 2 peternak (lihat Tabel 3). Peternak yang
menjadi responden sebagian besar memelihara ternak jenis sapi keturunan
Simmental dan Limousin serta beberapa peternak yang memelihara jenis sapi
keturunan Fries Holstein (FH). Jumlah ternak sapi yang dipelihara menentukan
besarnya pendapatan dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam
usahaternak sapi.
Tabel 3 Responden Berdasarkan Teknologi, Skala dan Jumlah Kepemilikan
Ternak
Teknologi

Peternak
Rakyat

Skala

Kecil

Besar
Peternak
Modern

CV Brahman
Putera

Nama Peternak
Turip
Muntako
Rame
Misngati
Darmono
Muji
Simis
Tono
Ribut
Muharto
Miswandi
Suyitno
Sahro
Sutiyono
Suryono
Akhwandi
Fadil

Jumlah
Kepemilikan
Ternak (ekor)
3
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
1
3
5
16
16

Suwandi

90

Rata-rata
Kepemilikan
Ternak (ekor)

2

16
90

Sumber: Data Primer

Teknologi Peternakan Sapi potong
Teknologi Peternakan dalam dunia usaha ternak merupakan suatu elemen
strategi dan sekaligus menjadi prasarat dalam peningkatan ketahanan pangan dan
pengembangan sistem agribisnis peternakan di Indonesia. Pelaksanaan usaha
peternakan diperlukan suatu manajemen yang baik dan terukur yang dapat
memberikan arah yang tepat bagi masa depan usaha ternak itu sendiri. Teknologi
dalam sistem pengelolaan produksi ternak disebut teknologi produksi. Teknologi
produksi merupakan prosedur yang terdiri atas rangkaian teknis penanganan
proses keseluruhan produksi untuk memberikan kemudahan dalam penanganan,
pengawasan dan pengendalian pada usaha ternak. Penanganan, pengawasan dan
pengendalian ini sangat berhubungan dengan kualitas hasil produksi.

15
Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga, yaitu
intensif, ekstensif, dan usaha campuran (mixed farming). Pada pemeliharaan
secara intensif, pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara hampir sepanjang hari
berada di dalam kandang dan diberi pakan sebanyak mungkin dengan kualtas
pakan yang baik. Pola pemeliharaan sapi secara intensif banyak dilakukan
petanipeternak di Jawa, Madura, dan Bali. Pada pemeliharaan ekstensif, ternak
sapi dipelihara di padang penggembalaan. Pada pola pemeliharaan ekstensif
hampir hanya memanfaatkan faktor alam. Pola tersebut banyak dilakukan
peternak di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Sulawesi.
Perkandangan
Pemeliharaan sapi dengan sistem perkandangan lebih banyak dilakukan
pada usaha pembesaran ternak sapi secara intensif atau semi-intensif. Kehidupan
ternak sapi dibatasi oleh suatu areal yang berbentuk pagar atau kandang.
Pemeliharaan dengan sistem kandang bertujuan agar keadaan dan kondisi ternak
sapi dapat dipantau dengan baik. Selain itu kandang juga berfungsi untuk
melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan. Menurut Abidin
(2002), kandang memiliki banyak fungsi yaitu: 1. melindungi sapi dari gangguan
cuaca, 2. tempat sapi beristirahat dengan nyaman, 3. tempat pengumpulan kotoran
sapi, 4. melindungi sapi dari gangguan, dan 5. memudahkan pelaksanaan
pemeliharaan terutama dalam pemberian pakan, minum dan mempermudah dalam
pengawasan kesehatan.
Semua peternak di Desa Wanayasa memelihara ternaknya di dalam kandang
baik peternak rakyat maupun peternak modern. Penggunaan kandang dalam
pemeliharaan sapi potong dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemberian
pakan, minum, dan pengawasan kesehatan ternak. Bangunan kandang yang
dimiliki peternak cukup bervariasi mulai dari bangunan non permanen, semi
permanen, dan permanen.
Peternak rakyat skala kecil di Desa Wanayasa pada umumnya membangun
kandang secara non permanen. Material yang digunakan untuk membangun
kandang berupa papan kayu dan bambu sebagai dinding kandang. Penggunaan
papan kayu dan bambu untuk material kandang dianggap dapat menekan biaya
pembuatan kandang. Namun ada beberpa responden peternak rakyat skala kecil
yang membangun kandangnya secara semi permanen yaitu sebanyak 4 responden
bahkan ada juga yang membangun kandang permanen sebanyak 4 responden.
Atap kandang menggunakan bahan berupa atap seng, penggunaan seng
dianggap tidak mudah rusak dan tahan lama. Peternak rakyat yang membangun
kandang non permanen pada umumnya menggunakan tanah yang dipadatkan atau
menggunakan papan kayu atau bambu sebagai lantai kandang. Meski demikian
ada beberapa peternak rakyat yang menggunakan lantai semen dengan konstruksi
seadanya untuk mempermudah membersihkan kotoran sapi.
Sanitasi pada kandang sapi milik peternak rakyat dengan skala kecil juga
kurang diperhatikan. Lantai kandang yang masih berupa susunan papan kayu atau
berupa tanah yang diratakan dan dipadatkan sehingga kotoran di lantai kandang
susah dibersihkan. Sebagian besar peternak rakyat skala kecil di Desa Wanayasa
sudah menggunakan lantai kandang berupa semen, namun lantainya masih sangat
sederhana tanpa dilengkapi saluran pembuangan yang memadai. Bahkan sebanyak

16
tiga responden peternak rakyat skala kecil di Desa Wanayasa yang masih
menggunakan lantai bambu atau kayu. Selain untuk tempat pemeliharaan ternak
sapi, bangunan kandang juga difungsikan sebagai gudang atau tempat
penyimpanan pakan ternak. Bangunan kandang juga menyatu atau berimpitan
langsung dengan bangunan rumah peternak. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan lahan yang dimiliki peternak rakyat skala kecil.
Peternak rakyat skala besar dan CV Brahman Putera membangun kandang
sapi secara permanen dengan material bangunan dari perpaduan antara semen,
pasir, batu bata, dan kayu. Pembangunan kandang secara permanen dimaksudkan
agar kandang lebih kokoh dan umur investasi lebih lama. Atap kandang
menggunakan material atap asbes dengan pertimbangan harga relatif lebih murah
sehingga dapat menekan biaya investasi kandang.
Lantai kandang dibuat dari beton semen yang kuat dengan tujuan untuk
memudahkan saat membersihkan kotoran ternak sapi. Adanya saluran
pembuangan yang dibuat permanen untuk membuang limbah cair dari ternak.
Berbeda dengan peternak rakyat kecil, CV Brahman Putera dan peternak rakyat
dengan skala besar membangun kandang terpisah dengan bangunan rumah milik
peternak. Mereka memiliki lahan tersendiri untuk kandang ternak sapi potong
mereka. Pada peternak modern memiliki ruangan tersendiri untuk menyimpan
pakan dan tempat penampungan limbah sisa pakan dan kotoran.
Perbedaan konstruksi dan material kandang yang digunakan oleh peternak
rakyat skala kecil dan peternak rakyat skala besar, serta CV Brahman Putera
menyebabkan adanya perbedaan nilai investasi yang dikeluarkan oleh masingmasing peternak. Perbedaan nilai investasi akan berpengaruh terhadap kelayakan
usahaternak yang dijalankan. Perbedaan material konstruksi kandang masingmasing peternak dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Luas Lahan dan Bahan Bangunan Kandang
Teknolo
gi
Peternak
Rakyat
Modern

Skala
Kecil
Besar

CV
Brahman
Putera

Luas
Lahan
(m2)
19.53
72.00

Seng
Seng

Bahan Bangunan Kandang
Tempat
KudaLantai
pakan
kuda atap
Kayu/bambu
Kayu/tanah
Kayu
Semen
Semen
Kayu

1 250.00

Asbes

Semen

Atap

Semen

Kayu

Dinding
Kayu/bambu

Tembok
Tembok

Sumber: Data Primer

Kandang merupakan investasi pada usaha peternakan yang memiliki
proporsi paling besar. Peternak rakyat dengan skala kecil memiliki luasan
kandang yang relatif besar namun penggunaan kandang untuk ternak sapi belum
maksimal. Pada peternak rakyat skala besar pemanfaatan kandang untuk ternak
lebih maksimal, hal tersebut ditunjukan denang penggunaan luasan kandang per
ekor ternak sapi. CV Brahman Putra secara keseluruhan penggunaan kandang per
ekor ternak paling luas (Tabel 5). Penggunaan luas kandang yang besar pada CV
Brahman Putra dikarenakan adanya penggunaan sebagian luas kandang untuk
jalan pemberian pakan.

17
Tabel 5 Luas Bangunan dan Pemanfaatan Kandang
Teknologi
Peternak
Rakyat
Modern

Ukuran
Kecil
Besar
CV Brahman
Putera

Luas Bangunan (m2)
Gudang

Kandang

Pemanfaatan
Kandang
(m2/ekor)

0.00
0.00

19.53
72.00

9.77
4.50

250.00

1 000.00

11.11

Sumber: Data Primer (diolah)

Pakan
Sumber pakan sapi terdiri dari tiga jenis yaitu hijauan makanan ternak,
pakan penguat dan limbah pertanian (Fauziah 2007). Pakan merupakan komponen
utama dalam kegiatan penggemukan sapi potong. Pemberian pakan ternak akan
mempengaruhi kualitas ternak yang diperoleh. Penyusunan ransum pakan secara
baik dalam kualitas dan kuantitas diharapkan mampu mendukung pertumbuhan
ternak dengan baik. Nilai nutrisi bahan pakan perlu diperhatikann untuk
pemenuhan pakan ternak.
Sebagian besar peternak di Indonesia saat ini masih asal-asalan dalam
memberikan ransum pakan ternak. Pada usaha sapi otong rakyat, pakan yang
diberikan pada umumnya sesuai dengan kemampuan peternak bukan sesuai
kebutuhan ternaknya (BBPPTP 2008). Jenis pakan yang diberikan oleh peternak
kepada ternak sapi di Desa Wanayasa pada umumnya berupa pakan hijauan yang
berasal dari rumput lapang maupun rumput gajah.
Peternak rakyat umumnya hanya memberikan pakan hijauan kepada
ternaknya sehingga ternak tidak mampu mencapai tingkat produksi maksimal.
Selain itu hijuan yang digunakan untuk pakan ternak berasal dari rumput lapang
sehingga kualitas pakan hijauan tidak terkontrol. Pasokan pakan berkualitas
rendah merupakan hal yang biasa di usaha peternakan rakyat, sehingga
mempengaruhi produktivitas ternak sapi potong. Adapun pakan tambahan yang
diberikan dalam jumlah yang sangat sedikit seperti pakan tambahan berupa dedak
dan limbah pertanian seperti singkong.
Peternak rakyat skala besar dalam penggunaan pakan lebih maju daripad