Analisis Situasi Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang Jakarta Pusat

ANALISIS SITUASI PASAR KAMBING
SABENI TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

FATHUR RAHMAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Situasi Pasar
Kambing Sabeni Tanah Abang Jakarta Pusat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Fathur Rahman
NIM H34110129

ABSTRACT
FATHUR RAHMAN. Analisis Situasi Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang
Jakarta Pusat. Dibawah bimbingan DWI RACHMINA.
Analisis situasi Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang (PKSTA) Jakarta Pusat
dilakukan melalui penggambaran kondisi umum di pasar, analisis aktivitas
ekonomi pasar dan identifikasi faktor pendukung dan penghambat di pasar.
Analisis aktivitas ekonomi pasar dilihat dari konsentrasi penjualan di dalam pasar,
tingkat hambatan masuk ke pasar, strategi pedagang di dalam menetapkan harga
jual, produk, dan promosi; rasio laba per biaya (π/c), dan rasio penerimaan per
biaya (R/C). Terkait faktor pendukung, terdapat empat faktor meliputi penjualan
kambing dan domba hidup, penerimaan dari penjualan kambing dan domba hidup,
relasi atau hubungan yang baik dengan pemasok dan pelanggan, dan teknologi
informasi (telepon seluler). Di sisi lain, terdapat sepuluh faktor penghambat pasar
diantaranya konsentrasi penjualan pasar yang terpusat pada dua orang, hambatan
masuk yang tinggi, tidak adanya RPH resmi di pasar, tidak adanya kelembagaan
formal di pasar, tidak adanya pembukuan penjualan, pasar yang tidak memberikan

kontribusi pada PAD dan retribusi daerah, minimnya kegiatan promosi, minimnya
penggunaan obat-obatan, isu relokasi pasar dan peran pemerintah yang minim.
Kata kunci : Pasar Kambing, aktivitas ekonomi pasar, faktor pendukung, faktor
penghambat
ABSTRACT
FATHUR RAHMAN. Market Situation Analysis of Goat Market Sabeni Tanah
Abang Central Jakarta. Supervised by DWI RACHMINA.
Market situation analysis of Goat Market Sabeni Tanah Abang Central
Jakarta was conducted by general condition description, economic activity
analysis, and supporting and resisting factor identification . Economic market
activity was analyzed using market concentration, market entry barriers,
merchant’s strategies in price fixing, product selection and promotion; profit-cost
ratio (π/c) and revenue-cost ratio (R/C). As for the supporting factors, there were
four items, i.e goat and sheep selling, income from goat and sheep selling, good
relationship between the customers and suppliers, and information technology
(mobile phone utilization). On the other hand, there were ten resisting factors, i.e
The two merchant’s role in controlling the market concentration, high market
entrance resistance, no legal slaughter house, no formal institution, no account
record, market’s low contribution to levies and local generated-revenue,
minimum promotion, minimum medication utilization, market relocation issue,

and low government’s role.
Key words : Goat Market, economic market activity, supporting factors, resisting
factors

iii

iv

ANALISIS SITUASI PASAR KAMBING
SABENI TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

FATHUR RAHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

v

Judul Skripsi: Analisis Situasi Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang Jakarta Pusat
Nama
: Fathur Rahman
NIM
: H34110129

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan
salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasalam atas segala khidmat dan perjuangannya mengajarkan syariat Islam.
Topik penelitian yang dipilih oleh penulis adalah situasi pasar kambing, dengan
judul Analisis Situasi Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang Jakarta Pusat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan kepada penulis banyak arahan, saran,
waktu dan kesabaran selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MSi selaku penguji utama dan
Dr Ir Burhanuddin, MM selaku penguji komisi pendidikan pada sidang skripsi,
yang telah banyak memberikan evaluasi dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Di

samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh pedagang kambing dan
domba di Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang (PKSTA) yang telah bersedia dan
berpartisipasi menjadi responden penelitian untuk pengumpulan data penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Drh Hasudungan, MSi selaku
Kepala Seksi Peternakan dan Kesehatan Hewan, Suku Dinas Kelautan, Pertanian
dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta yang bersedia menerima penulis untuk
melakukan kegiatan wawancara. Ungkapan terima kasih terakhir disampaikan
Kementrian Agama RI selaku donatur beasiswa kuliah penulis di IPB, kepada
Mamah, Bapak, kakak, adik atas dukungan dan do’a yang selalu dipanjatkan,
rekan-rekan CSS MoRA IPB 48 dan rekan-rekan Agribisnis 48 atas bantuan dan
kebersamaanya selama ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Fathur Rahman

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Situasi Pasar dan Pasar Ternak
Pangsa Pasar, Konsentrasi Pasar dan Hambatan Masuk Pasar
Penentuan Harga, Produk dan Promosi
Kinerja pasar dan Kinerja finansial
Identifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat Pasar
Relokasi Pasar
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Jenis dan Sumber Data

Metode Analisis Data
GAMBARAN UMUM
Keadaan Umum Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang
Aktivitas Pemasaran
Sejarah dan Retribusi Pasar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penjualan Pedagang dan Pasar
Penerimaan Penjualan
Biaya Usaha
Laba Usaha
Analisis Situasi Pasar
Analisis ekonomi pasar
Identifikasi Faktor Pendukung Pasar
Identifikasi Faktor Penghambat di Pasar
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


i
ii
v
v
1
1
3
7
7
8
8
8
10
11
12
13
16
17
17
27

31
31
31
31
32
36
36
40
43
45
45
47
59
81
82
83
91
93
101
101

102
103
107

viii

DAFTAR TABEL
1. Jumlah dan laju populasi jenis ternak di Indonesia tahun 2009-2013
2. Prospek pasar kambing Indonesia
3. Jumlah dan laju pemasukan kambing dan domba di DKI Jakarta
tahun 2009-2013
4. Jumlah dan laju populasi kambing dan domba di DKI Jakarta tahun
2009-2013
5. Jumlah dan laju pemotongan kambing dan domba tercatat di DKI
Jakarta tahun 2009-2013
6. Jumlah dan laju produksi daging kambing dan domba DKI Jakarta
Tahun 2009-2013
7. Jumlah, rata-rata dan laju bobot karkas kambing dan domba DKI
Jakarta tahun 2009-2013
8. Faktor pendukung dan penghambat usaha kambing skala kecil dan
menengah Desa Cikarawang
9. Faktor pendukung dan penghambat di dalam Pasar Kambing
10. Pertimbangan pemasaran pada tipe produk konsumen
11. Jumlah penjualan kambing dan domba setiap pedagang pada bulan
Maret 2014-Februari 2015
12. Kondisi geografis Kelurahan Kebon Melati Kecamatan Tanah Abang
Jakarta Pusat tahun 2012
13. Usia dan pengalaman berdagang pedagang kambing PKSTA pada
Maret 2014-Februari 2015
14. Ukuran atau jarak antar fasilitas di Pasar Kambing Sabeni Tanah
Abang Maret 2014-Februari 2015
15. Cara memperoleh dan daerah asal kambing dan domba di PKSTA
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
16. Jenis spesies kambing yang dijual pedagang pada bulan Maret 2014Februari 2015
17. Volume penjualan kambing dan domba pada pedagang besar, sedang,
kecil dan seluruh pedagang di PKSTA pada bulan Februari 2014Maret 2015
18. Struktur penerimaan penjualan pada pedagang besar, sedang dan
kecil di PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
19. Total penerimaan pada pedagang besar, sedang dan kecil di PKSTA
pada bulan Maret 2014- Februari 2015
20. Volume penjualan produk pada pedagang besar di PKSTA pada
bulan Maret 2014-Februari 2015
21. Harga jual produk pada pedagang besar di PKSTA pada bulan Maret
2014-Februari 2015
22. Nilai penerimaan atas penjualan produk pada pedagang besar di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
23. Volume penjualan produk dan jasa pada pedagang sedang di PKSTA
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
24. Harga jual produk dan jasa pada pedagang sedang di PKSTA pada
bulan Maret 2014-Februari 2015

2
2
3
4
4
5
6
14
15
24
32
37
38
41
42
43

46
48
49
50
51
51
52
53

ix

25. Penentuan harga jual/ekor kambing dan domba betina (20-24 Kg)
oleh pedagang sedang pada bulan Maret 2014-Februari 2015
26. Penentuan harga jual /ekor kambing dan domba betina (25-28 Kg)
oleh pedagang sedang pada bulan Juli dan Oktober dan selain bulan
Juli dan Oktober tahun 2014
27. Nilai penerimaan pedagang sedang atas penjualan produk dan jasa di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
28. Volume penjualan produk pada pedagang kecil di PKSTA pada
bulan Maret 2014-Februari 2015
29. Harga jual produk pada pedagang kecil di PKSTA pada bulan Maret
2014-Februari 2015
30. Nilai penerimaan pedagang kecil di PKSTA pada bulan Maret 2014Februari 2015
31. Struktur biaya pada pedagang besar, sedang dan kecil di PKSTA
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
32. Total biaya pada pedagang besar, sedang, kecil dan seluruh
pedagang di PKSTA pada bulan Maret 2014- Februari 2015
33. Total biaya/ekor pada pedagang besar, sedang dan kecil di PKSTA
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
34. Harga beli kambing dan domba pada pedagang besar di PKSTA
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
35. Nilai biaya pembelian kambing dan domba pada pedagang besar di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
36. Harga beli kambing dan domba pada pedagang sedang di PKSTA
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
37. Nilai biaya pembelian kambing dan domba pada pedagang sedang di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
38. Harga beli kambing dan domba pada pedagang kecil di PKSTA pada
bulan Maret 2014-Februari 2015
39. Nilai biaya pembelian kambing dan domba pada pedagang kecil di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
40. Total nilai biaya pembelian kambing dan domba pada pedagang
besar, sedang dan kecil pada bulan Maret 2014-Februari 2015
41. Volume atas komponen biaya selain volume pembelian kambing dan
domba yang dikeluarkan oleh pedagang besar, sedang dan kecil di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
42. Harga atas komponen biaya selain biaya pembelian kambing dan
domba yang dibayarkan oleh pedagang besar, sedang dan kecil di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
43. Nilai biaya tunai selain biaya pembelian kambing dan domba serta
nilai biaya diperhitungkan pada pedagang besar, sedang dan kecil di
PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
44. Rincian jumlah HOK dan Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga
(TKLK) harian/bulan di Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang
(PKSTA) pada bulan Maret 2014-Februari 2015
45. Rincian jumlah pembongkaran untuk biaya bongkar pedagang besar
pada bulan Maret 2014-Februari 2015

54

55
56
57
57
58
59
60
61
62
63
63
64
65
66
67

68

69

70

71
72

x

46. Rincian pembongkaran untuk biaya bongkar oleh pedagang sedang
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
47. Rincian jumlah pembongkaran untuk biaya bongkar pedagang kecil
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
48. Rincian jumlah HOK dan Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga
(TKDK)/ bulan di Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang (PKSTA)
pada bulan Maret 2014-Februari 2015
49. Jenis-jenis peralatan dan biaya penyusutan peralatan pedagang
besar/bulan di PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
50. Jenis-jenis peralatan dan biaya penyusutan peralatan/bulan pada
pedagang sedang di PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
51. Jenis-jenis peralatan dan biaya penyusutan peralatan pedagang kecil/
bulan pada bulan Maret 2014-Februari 2015
52. Laba usaha pedagang besar, sedang, kecil dan seluruh pedagang di
PKSTA pada bulan Maret 2014- Februari 2015
53. Pangsa pasar pedagang besar, sedang dan kecil di PKSTA pada
bulan Maret 2014-Februari 2015
54. Hasil perhitungan CR2 dan MES PKSTA pada bulan Maret 2014Februari 2015
55. Laba per cost (π/c) pedagang besar, sedang, kecil dan seluruh
pedagang di PKSTA pada bulan Maert 2014-Februari 2015
56. Rasio penerimaan per biaya (R/C) pedagang besar, sedang, kecil dan
seluruh pedagang di PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari 2015
57. Faktor-faktor pendukung Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang pada
bulan Maret 2014-Februari 2015
58. Faktor-faktor penghambat Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang pada
bulan Maret 2014-Februari 2015

73
74

77
78
79
80
81
85
86
90
91
92
94

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
Peta Wilayah Kelurahan Kebon Melati Tanah Abang
Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang
Lay out Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang pada bulan Maret
2014- Februari 2015
5. Pedagang kambing di luar PKSTA

30
38
39
40
87

DAFTAR LAMPIRAN
1. Rincian total penerimaan responden di PKSTA pada bulan Maret
2014-Februari 2015
108
2. Rincian total biaya responden di PKSTA pada bulan Maret 2014Februari 2015
109
3. Rincian laba responden di PKSTA pada bulan Maret 2014-Februari
2015
110

xi

4. Struktur penerimaan dan biaya Syahrudin pada bulan Maret 2014Februari 2015
5. Struktur penerimaan dan biaya Aan pada bulan Maret 2014-Februari
2015
6. Struktur penerimaan dan biaya Suparman pada bulan Maret 2014Februari 2015
7. Struktur penerimaan dan biaya Sanusi pada bulan Maret 2014Februari 2015
8. Struktur penerimaan dan biaya Minan pada bulan Maret 2014Februari 2015
9. Struktur penerimaan dan biaya Usi pada bulan Maret 2014-Februari
2015
10. Rincian Upah TKLK dan TKDK
11. Dokumentasi Penelitian di Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang
12. Dokumentasi Pedagang Kambing di luar PKSTA yakni di Jl.
Awwaludin Tanah Abang

111
115
121
125
128
132
134
135
136

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aspek pasar di dalam agribisnis kambing dan domba penting untuk
diperhatikan. Hal itu didasarkan pada potensi komoditas kambing dan domba
yang baik serta peranan pasar di dalam sistem tataniaga produk agribisnis. Potensi
komoditas kambing dan domba yang dimaksud terdiri atas beberapa hal
diantaranya adalah sifat toleransi dan adaptasi yang baik, potensi populasi, dan
potensi kambing dan domba sebagai produk peternakan. Adapun potensi pasar
dinilai penting sebab pasar merupakan tujuan utama kegiatan pemasaran
agribisnis yang mencakup keinginan beberapa pihak dalam saluran pemasaran
agribisnis untuk menyalurkan produk dari produsen hingga konsumen akhir (end
user) sehingga diperoleh faktor ekonomis. Faktor ekonomis yang dimaksud adalah
berupa penerimaan atau pendapatan akibat terjadinya realisasi distribusi produk
antara produsen dan konsumen. Hal itu sejalan dengan pemikiran Rahardi dan
Hartono (2003) yang menjelaskan bahwa pemasaran merupakan ujung tombak
kegiatan ekonomi dalam agribisnis peternakan yang dilihat dari upaya distribusi
produk dari produsen hingga konsumen akhir (end user). Selain itu, Adam (2011)
menambahkan bahwa pendekatan sistem agribisnis yang beriorentasi pasar pada
dasarnya harus berorientasi pada pasar sebagai penggerak utama pengembangan
agribisnis yaitu mempertemukan kebutuhan pelanggan atau permintaan pasar
dengan pasokan yang tersedia baik pasar lokal maupun pasar luar negeri (supply
and demand).
Berdasarkan jenis fisik dan produk turunanya berupa daging dan susu, maka
kambing dan domba sering dianggap sebagai ternak yang serupa padahal kedua
jenis ternak tersebut berbeda. Peraturan Mentri Pertanian atau Permentan (2006)
menambahkan bahwa kambing dan domba memiliki kesamaan yakni sifat
toleransi yang tinggi terhadap bermacam-macam pakan hijauan serta mempunyai
daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan. Selain itu potensi
populasi kambing dan domba di Indonesia juga baik. Menurut Badan Pusat
Statistika atau BPS (2014) pada tahun 2009-2013, kambing dan domba di
Indonesia memiliki laju populasi/tahun yang cukup tinggi yakni masing-masing
sebesar 2.08% dan 9.04% (Tabel 1).
Terkait dengan potensi produk peternakan, Saragih (2000) menyebutkan
bahwa sektor peternakan memiliki kelebihan yakni produk yang dihasilkan
memiliki nilai elastisitas pendapatan yang tinggi, artinya konsumsi produk
peternakan termasuk kambing dan domba akan meningkat bila pendapatan
meningkat. Selain itu, Adiati et al. (2001) menambahkan bahwa kambing
memiliki potensi pasar secara domestik dan ekspor serta potensi produk dan
diversifikasi pemenuhan kebutuhan protein hewani (Tabel 2).
DKI Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang secara agrofisik
tidak mampu memproduksi kambing dan domba secara langsung. Meski
demikian, Saragih (2000) menjelaskan bahwa kekurangan relatif tersebut justru
dimanfaatkan oleh daerah lain sehingga DKI Jakarta dianggap memiliki prospek
pasar yang bagus bagi pemasaran kambing dan domba. Peran pasar bagi
komoditas kambing dan domba harus ada guna melancarkan pemasaran kambing

2

di kota tersebut. Hal itu disebabkan oleh peran pasar sebagai media dan tempat
untuk merealisasikan distribusi ternak kambing dan domba antara produsen dan
konsumen.

Tabel 1 Jumlah dan laju populasi jenis ternak di Indonesia tahun 2009-2013
Jenis ternak
Sapi Potong
Sapi Perah
Kerbau
Kuda
Kambing
Domba
Babi
Ayam Buras
Ayam Ras Petelur
Ayam Ras
Pedaging
Itik

Jumlah populasi (000 ekor/tahun)
2009
12 760
475
1 933
399
15 815
10 199
6 975
249 963
111 418

2010
13 582
488
2 000
4 19
16 620
10 725
7477
257 544
105 210

2011
14 824
597
1 305
409
16 946
11 791
7 525
264 340
124 636

2012
15 981
612
1 438
437
17 906
13 420
7 900
274 564
138 718

2013
12 686
444
1 110
434
18 500
14 926
7 611
276 777
146 622

1 026 379
40 676

986 872
44 302

1 177 991
43 488

1 244 402
49 295

1 344 191
12 015

Laju
(%/tahun)
-1.08
-3.62
-17.55
2.01
3.83
9.04
2.08
2.51
6.31
6.25
-73.05

Sumber : diolah dari Badan Pusat Statistika (BPS), 2014.

Salah satu jenis pasar kambing dan domba di DKI Jakarta adalah Pasar
Kambing Sabeni Tanah Abang (PKSTA). Tanah Abang juga merupakan
kecamatan yang memiliki nilai sejarah perdagangan kambing di DKI Jakarta.
Alfian (2007) menyatakan bahwa kedatangan sejumlah Imigran Arab di Tanah
Abang sebanyak 13 000 jiwa dari total 300 000 populasi penduduk Batavia atau
Betawi pada tahun 1920, menyebabkan kebanyakan masyarakat Tanah Abang
merintis uaha penjualan kambing yang konon digemari oleh imigran arab tersebut.
Oleh karena itu pasar kambing muncul guna memfasilitasi transaksi jual beli
kambing tersebut.

Tabel 2 Prospek pasar kambing Indonesia
Prospek Kambing
Prospek pasar domestik

Prospek pasar ekspor

Potensi produk
Potensi diversifikasi protein hewani

Sumber : diolah dari Adiati et al. (2014).

Keterangan
Kebutuhan konsumsi harian dan untuk
keperluan keagamaan yakni qurban dan aqiqah.
Selain itu kambing dianggap sebagai bentuk
kekayaan budaya Indonesia
Kebijakan FAO terkait impor pangan minimal
5% dari konsumsi yang dibutuhkan setiap
Negara
Dapat menghasilkan daging dan susu
Kebutuhan protein hewani yang dikonsumsi
banyak berasal dari susu sapi, daging sapi dan
unggas, dan telur unggas. Padahal kambing juga
dapat menghasilkan daging dan susu.

3

Perumusan Masalah
DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang dinilai
memiliki prospek pasar kambing dan domba. Menurut Saragih (2000) prospek
pasar tersebut terjadi akibat adanya kelemahan agrofisik wilayah tersebut di dalam
membudidayakan produk peternakan. Agrofisik yang dimaksud adalah bahwa
DKI Jakarta cenderung tidak memiliki suhu dan iklim yang baik untuk
membudidayakan ternak. Selain itu, faktor yang mendasar adalah bahwa
peruntukan lahan dan wilayah DKI Jakarta tidak lagi berorientasi pada kegiatan
primer dalam hal ini peternakan sehingga peruntukan wilayah dan lahan lebih
diorientasikan pada sektor lainya.
Meski DKI Jakarta tidak berorientasi pada kegiatan primer seperti
peternakan, bukan berarti kegiatan peternakan hilang sama sekali di DKI Jakarta.
Kondisi tersebut menyebabkan DKI Jakarta mengalami pergeseran orientasi
agribisnis peternakan yang fokus pada sektor hilir salah satunya adalah aspek
pemasaran. Berdasarkan hal ini, kebutuhan ternak kambing dan domba secara
langsung diperoleh dari wilayah lain sehingga DKI Jakarta memiliki prospek
pasar yang baik bagi peternak dari luar DKI Jakarta. Selain itu, pada tahun 20092013, kebutuhan terhadap kambing dan domba di DKI Jakarta mengalami
peningkatan setiap tahunnya yang ditunjukan oleh peningkatan laju pemasukan,
populasi dan produksi daging kambing dan domba.

Tabel 3 Jumlah dan laju pemasukan kambing dan domba di DKI Jakarta tahun
2009-2013
Jumlah pemasukan (ekor/tahun)

Jenis pemasukan
Kambing
Domba
Kambing dan
domba

2009
65 168
22 231

2010
76 221
35 933

2011
77 062
35 120

2012
85 000
36 876

2013a
85 000
36 876

87 399

112 154

112 182

121 876

121 876

Laju
(%/ tahun)
6.23
10.14
7.51

Sumber : diolah dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjenak dan KH), 2013.
a
Angka sementara

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atau Ditjenak dan KH
(2009) menjelaskan bahwa DKI Jakarta merupakan daerah defisit ternak karena
jumlah pemasukan ternak lebih besar dari jumlah pengeluaran ternak di DKI
Jakarta. Kondisi defisit ternak tersebut menjelaskan bahwa DKI Jakarta memiliki
kekurangan persediaan kambing dan domba dibanding dengan jumlah yang
dibutuhkan. Adapun informasi mengenai pemasukan dan pengeluaran ternak
tersebut diperlukan untuk menggambarkan dinamika pemasukan dan pengeluaran
ternak pada suatu wilayah dan tahun tertentu sehingga daerah tersebut disebut
sebagai daerah defisit, surplus dan swasembada ternak.

4

Tabel 4 Jumlah dan laju populasi kambing dan domba di DKI Jakarta tahun 20092013
Jenis ternak
Kambing
Domba
Kambing dan Domba

2009

Jumlah populasi (ekor/tahun)
2010
2011
2012

6 061
1 432
7 493

5 808
1 155
6 963

7 055
929
7 984

6 248
1 450
7 698

2013a
6 448
1 450
7 898

Laju
(%/tahun)
2.26
4.29
1.65

Sumber : diolah dari Ditjenak dan KH (2013).
a
Angka sementara

Ditjenak dan KH (2009) menyebutkan bahwa jumlah pengeluaran ternak
kambing dan domba di DKI Jakarta pada tahun 2009-2013 adalah sebesar nol
ekor/tahun sedangkan jumlah pemasukan ternak kambing dan domba pada tahun
2009-2013 bervariasi setiap tahunnya. Berdasarkan hal ini, pada setiap tahunnya,
jumlah pemasukan kambing dan domba lebih besar dari jumlah pengeluaran
kambing dan domba. Berdasarkan Tabel 3, laju pemasukan kambing dan domba
pada tahun 2009-2013 adalah sebesar 7.51%/tahun dengan laju pemasukan
kambing sebesar 6.23%/tahun dan domba sebesar 10.14%/tahun.
Meskipun pada tahun 2009-2013, DKI Jakarta mengalami masalah defisit
ternak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, namun tetap terdapat
populasi kambing dan domba di DKI Jakarta. Jenis populasi ini merupakan
kambing dan domba yang dipelihara dengan maksud komersil maupun hobi dalam
waktu dan lokasi tertentu. Ditjenak dan KH (2013) menyebutkan pada tahun
2009-2013, laju populasi kambing dan domba di DKI Jakarta mengalami
peningkatan yakni sebesar 1.65%/tahun dengan laju kambing sebesar 2.26%/tahun
dan domba sebesar 4.29%/tahun.

Tabel 5 Jumlah dan laju pemotongan kambing dan domba tercatat di DKI Jakarta
tahun 2009-2013
Jenis ternak yang
dipotong
Kambing
Domba
Kambing dan
domba

Jumlah pemotongan tercatat (ekor/tahun)
2009
2010
2011
2012
2013a

Laju
(%//tahun)

65 168
22 231

76 221
35 933

102 213
27 174

83 776
31 813

115 280
32 232

9.48
9.66

87 399

112 154

129 387

115 589

147 512

8.18

Sumber : diolah dari Ditjenak dan KH (2013).
a
Angka sementara

Pada dasarnya, kebutuhan masyarakat terhadap kambing dan domba berupa
daging yang merupakan sumber protein hewani. Perolehan daging ini dilakukan
melalui kegiatan pemotongan. Secara umum, kegiatan pemotongan dilakukan di
Rumah Potong Hewan (RPH) untuk menjamin kualitas daging yang dihasilkan.
Selain itu, pemotongan kambing dan domba di RPH berguna untuk pencatatan
data statistik berupa jumlah pemotongan tercatat dan jumlah karkas atau daging

5

yang diperoleh dari kegiatan pemotongan tersebut. Hasil pemotongan ternak
termasuk kambing dan domba adalah berupa karkas atau bagian dari kambing dan
domba selain kepala, kulit, kaki, jeroan atau bagian berupa daging dan tulang.
Ditjenak dan KH (2013) menyebutkan bahwa laju pemotongan kambing dan
domba tercatat pada tahun 2009-2013 adalah sebesar 8.18%/tahun dengan laju
pemotongan tercatat pada kambing sebesar 9.48%/tahun dan domba sebesar
9.66%/tahun (Tabel 5). Berdasarkan Tabel 5, jumlah pemotongan tercatat
kambing dan domba pada tahun 2009 dan 2010 adalah sama dengan jumlah
pemasukan kambing dan domba pada tahun tersebut yakni sebanyak 87 339 ekor
dan 112 154 ekor. Namun, pada tahun 2011-2013, jumlah pemotongan tercatat
kambing dan domba lebih besar (tahun 2011) dan lebih kecil (tahun 2012 dan
2013) dibanding dengan jumlah pemasukan kambing dan domba pada tahun
tersebut. Jumlah pemotongan yang lebih besar dari jumlah pengiriman
menunjukan bahwa sumber kambing dan domba yang diperlukan di dalam
kegiatan pemotongan di RPH adalah dapat berasal dari jumlah pemasukan
kambing dan domba di DKI Jakarta dan sumber lain seperti populasi kambing dan
domba di DKI Jakarta.

Tabel 6 Jumlah dan laju produksi daging kambing dan domba DKI Jakarta Tahun
2009-2013
Jenis produksi daging
Kambing
Domba
Kambing dan domba

Jumlah produksi daging (ton/tahun)
2013a
2009
2010
2011
2012
847
991
1329
1 015
1 263
289
467
353
329
422
1 136
1 458 1 682
1 344
1 729

Laju
(%/tahun)
12.97
14.66
13.06

Sumber : diolah dari Ditjenak dan KH (2013).
a
Angka sementara

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, daging kambing dan
domba diperoleh melalui kegiatan pemotongan di RPH. Ditjenak dan KH (2013)
menyebutkan bahwa produksi daging kambing dan domba di DKI Jakarta
memiliki peningkatan laju produksi setiap tahunnya pada tahun 2009-2013. Tabel
6 menunjukan bahwa laju produksi daging (karkas) kambing dan domba setiap
tahunya pada tahun 2009-2013 adalah sebesar 13.06% dengan laju produksi
daging kambing sebesar 12.97% dan domba sebesar 14.66% (Tabel 6). Besarnya
jumlah karkas yang diperoleh melalui kegiatan pemotongan tercatat di RPH dapat
dilihat pada Tabel 7. Secara matematis, nilai jumlah bobot karkas merupakan rasio
jumlah produksi daging atau karkas dalam satuan Kg/ekor terhadap jumlah
kambing dan domba yang dipotong tercatat di RPH. Tabel 7 menunjukan bahwa
rata-rata jumlah bobot karkas kambing dan domba/ekor pada tahun 2009-2013
adalah seberat 12.47 Kg/tahun dengan laju sebesar -2.43%/tahun.
Berdasarkan informasi diatas, DKI Jakarta mengalami peningkatan
kebutuhan terhadap kambing dan domba baik dalam bentuk hidup maupun bentuk
daging. Peningkatan kebutuhan ini harus dikendalikan dengan baik agar
konsumen atau masyarakat DKI Jakarta mampu dengan mudah memenuhi

6

kebutuhan tersebut. Adapun pasar merupakan tempat yang membantu
menyediakan kebutuhan tersebut melalui kegiatan atau transaksi jual-beli kambing
dan domba antara produsen dan konsumen. Tanpa adanya pasar kambing dan
domba, masyarakat DKI Jakarta mengalami kesulitan di dalam memenuhi
kebutuhan tersebut. Hal itu disebabkan oleh wilayah tersebut tidak mampu
menyediakan kambing dan domba secara langsung berdasarkan agrofisik wilayah
tersebut. Oleh karena itu, tanpa adanya pasar, konsumen harus memenuhi
kebutuhan tersebut ke daerah lain.

Tabel 7 Jumlah, rata-rata dan laju bobot karkas kambing dan domba DKI Jakarta
tahun 2009-2013
Jenis ternak
Kambing
Domba
kambing dan
domba

Jumlah bobot karkas/ekor (kg/tahun)
2009 2010 2011 2012 2013a
13.00 13.00 13.00 12.12 10.96
13.00 13.00 12.99 10.34 13.09
13.00

13.00

13.00

11.63

11.72

Rata-rata
(kg/tahun)

Laju
(%/tahun)

12.41
12.48

-4.09
1.53

12.47

-2.43

Sumber : diolah dari Ditjenak dan KH (2013).
a
Angka sementara

Salah satu jenis pasar kambing dan domba di DKI Jakarta adalah Pasar
Kambing Sabeni Tanah Abang (PKSTA). Peran pasar ini dinilai penting, sebab
pasar tersebut memiliki peran di dalam penyediaan kambing dan domba bagi
masyarakat DKI Jakarta. Di samping itu, penyediaan daging kambing dan domba
dari daerah lain dapat disederhanakan melalui PKSTA. Penyederhanaan kesediaan
daging kambing dan domba yang dimaksud adalah DKI Jakarta tidak perlu
menerima kiriman daging kambing dan domba segar dari daerah lain akan tetapi
cukup menerima kiriman kambing hidup saja dari daerah lain. Hal itu disebabkan
oleh adanya pemberian jasa potong di dalam PKSTA. Pemberian jasa potong ini
dinilai penting sebab pada umumnya daging kambing dan domba segar diduga
akan memberikan biaya lebih besar saat ditransportasikan dari daerah lain menuju
DKI Jakarta.
Pentingnya peran PKSTA tersebut harus diperhatikan dengan baik bahkan
rencana pengembangan pasar PKSTA harus segera terwujud. Pembangunan yang
dimaksud adalah perbaikan dan pengembangan fasilitas-fasilitas dan manajemen
kelembagaan internal yang secara umum merupakan kelemahan yang dimiliki
oleh PKSTA. Salah satu kebijakan yang diambil oleh Kepala Seksi Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan
Jakarta Pusat Tahun 2015 adalah relokasi PKSTA ke luar daerah di DKI Jakarta
atas dasar pertimbangan Tata Ruang dan Wilayah Perkotaan DKI Jakarta serta
kemungkinan potensi pengembangan di daerah baru (Hasudungan 27 Maret 2015,
komunikasi pribadi).
Kebijakan wacana relokasi tersebut sejatinya sudah disampaikan sebelum
tahun 2015 akan tetapi wacana tersebut masih belum disepakati bersama oleh
pedagang PKSTA. Hal itu disebabkan oleh rasa trauma pedagang akibat kebijakan
relokasi yang dinilai belum siap sepenuhnya pada tahun 1980-an. Pada saat itu,

7

lokasi yang direncanakan untuk di relokasi masih belum siap sehingga pedagang
Pasar Kambing Tanah Abang (PKTA) menjadi trauma meski demikian lokasi
relokasi ditetapkan di wilayah Sabeni sehingga berdasarkan wilayah tersebut pasar
kambing menjadi Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang (PKSTA). Berdasarkan hal
ini rencana pengembangan PKSTA harus dilakukan dengan baik dan harus
disepakati oleh kedua belah pihak dalam hal ini pedagang PKSTA dan juga
pemerintah sebagai lembaga formal yang memiliki wewenang atas kebijakan
tersebut.
Penyusunan rencana pengembangan pasar ini memerlukan beberapa
informasi sebagai evaluasi perencanaan pengembangan pasar. Pemenuhan
informasi tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan “Analisis Situasi Pasar”.
Melalui analisis tersebut, informasi yang dibutuhkan di dalam penyusunan
rencana pengembangan pasar dapat diperoleh sehingga rencana pengembangan
pasar ini dapat disusun dengan baik. Adapun informasi tersebut terdiri atas situasi
dan kondisi pasar, faktor pendukung dan faktor penghambat yang ada di pasar.
Situasi dan kondisi pasar yang dimaksud adalah terdiri atas kondisi pasar secara
umum dan kegiatan ekonomi pasar.
Berdasarkan kondisi diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini
adalah :
1. Bagaimanakah kondisi umum Pasar Kambing Sabeni Tanah Abang ?
2. Bagaimanakah aktivitas ekonomi yang terjadi di Pasar Kambing Sabeni Tanah
Abang ?
3. Bagaimanakah kemungkinan pengembangan Pasar Kambing Sabeni Tanah
Abang ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Menganalisis aktivitas ekonomi yang terjadi di dalam Pasar Kambing Sabeni
Tanah Abang (PKSTA).
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menjadi pendukung dan
penghambat di dalam pengembangan pasar.

Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai analisis situasi pasar kambing dan domba akan menjadi
informasi yang penting bagi pelaku atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran kambing dan domba seperti bahan pertimbangan bagi lembaga yang
mengurus pasar kambing dan domba untuk mengembangkan pasar serta
menjadikan pasar dan aktivitasnya lebih efisien. Selain itu, penelitian ini juga
sangat berguna bagi pemerintah daerah setempat yakni Kecamatan Tanah Abang
di dalam menjaga dan mengembangkan potensi Pasar Kambing Sabeni Tanah
Abang (PKSTA). Manfaat selanjutnya adalah informasi bagi peneliti pada situasi
pasar kambing dan domba serta pada penelitian tentang pengembangan pasar
kambing dan domba.

8

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup masalah yang dikaji adalah situasi Pasar Kambing Sabeni Tanah
Abang (PKSTA) Jakarta Pusat melalui model analisis situasi pasar. Berdasarkan
hal tersebut, kajian yang dibahas adalah kondisi pasar, aktivitas ekonomi pasar,
serta faktor kekuatan dan kelemahan ditujukan pada PKSTA. Pengetahuan tentang
kondisi umum PKSTA dalam penelitian ini masuk ke dalam bab gambaran umum
yang nantinya akan meliputi : struktur organisasi pasar, lokasi pasar, fasilitas atau
sarana penunjang untuk pemasaran kambing dan domba, kuantitas kambing dan
domba di dalam pasar, jumlah keluar-masuknya kambing dan domba, daya
tampung kambing dan domba di pasar, serta daerah asal dan tujuan pemasaran
kambing dan domba di pasar tersebut.
Adapun analisis aktivitas ekonomi yang terjadi di dalam PKSTA meliputi
pangsa pasar, konsentrasi pasar, hambatan masuk pasar, strategi penetapan harga,
produk, dan promosi; rasio laba per cost dan rasio penerimaan per cost (R/C).
Periode yang digunakan di dalam analisis struktur, perilaku dan kinerja pasar
adalah bulan Maret 2014-Februari 2015. Perolehan informasi tersebut dilakukan
melalui pendekatan tiga macam kondisi yakni kondisi saat penjualan terbesar, saat
penjualan terendah dan penjualan sedang atau hari biasa.
Identifikasi lainya adalah meliputi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan
kelemahan pasar untuk mendukung pengembangan pasar. Dalam hal ini,
identifikasi tersebut hanya bertujuan untuk menemukan potensi kekuatan dan
tantangan kelemahan yang harus di tingkatkan dan diminimalisir tanpa adanya
pembentukan atau formulasi strategi pengembangan pasar.

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Situasi Pasar dan Pasar Ternak
Blackwell and Epplerr (2014) menyebutkan bahwa analisis situasi berperan
penting sebagai langkah awal di dalam membangun suatu persaingan yang
menguntungkan yang disebabkan oleh perananya dalam memahami lingkungan
internal dan lingkungan eksternal suatu bisnis. Selain itu analisis terhadap faktor
internal dan eksternal pada lingkungan bisnis dapat menjadi kunci sukses
penetapan dan pengembangan strategi untuk mencapai persaingan yang
menguntungkan.
Analisis terhadap faktor eksternal melalui pendekatan Industri Key Success
Factors (IKSFs) atau Fakto-faktor kunci sukses industri yang terdiri atas faktor
faktor yang mempengaruhi kemampuan partisipan industri untuk bertahan dan
berkembang terhadap pasar. Faktor-faktor yang dianalisis melalui IKSFs
diantaranya adalah faktor ekonomi dominan, five forces of competition atau lima
gaya persaingan Porter, driving forces atau gaya penggerak, analisis permintaan,
lingkungan makro, serta peluang dan ancaman. Ekonomi dominan yang dimaksud
adalah faktor-faktor yang menggambarkan struktur industri. Lima gaya persaingan

9

porter merupakan persaingan industri oleh pemasok, pembeli, produk subtitusi,
pesaing dan tantangan dari pesaing yang baru masuk ke dalam industri. Adapun
model gaya penggerak merupakan faktor yang menyebabkan perubahan di dalam
struktur dan persaingan industri. Lingkungan makro terdiri atas perubahan
demografi, kondisi ekonomi dan teknologi yang menyebabkan evolusi industri.
Analisis terhadap faktor internal melalui investigasi internal untuk
mengendalikan kekuatan dan kelemahan perusahaan, penentuan inti persaingan
alami dan menemukan apakah perusahan memiliki persaingan khusus. Inti
persaingan tidak terjadi secara tiba tiba melainkan ditentukan berdasarkan faktor
kekuatan yang telah dimiliki oleh perusahaan dan menjadi kunci sukses di dalam
persaingan. Adapun persaingan khusus merupakan tindak lanjut dari penemuan
inti persaingan alami yang menjadi karakteristik yang membedakan perusahaan
dengan perusahaan lainya di dalam persaingan.
Putri (2001) menambahkan bahwa analisis situasi pasar menggambarkan
kondisi dan situasi yang terjadi di dalam pasar serta faktor-faktor yang menjadi
pendukung atau penghambat di dalam pengembangan pasar. Kondisi yang
digambarkan adalah kondisi pasar ternak secara umum, kegiatan pemasaran yang
terjadi di dalam pasar dan faktor yang menjadi pendukung dan penghambat pasar.
Kondisi umum pasar ternak meliputi struktur organisasi pasar, sarana dan
prasarana yang dimiliki pasar, peraturan dan tata tertib yang berlaku di pasar, arus
keluar masuk ternak, daya serap pasar, sumber dan alokasi dana. Sedangkan
kegiatan pemasaran dan ekonomi pasar ternak meliputi lembaga dan saluran
pemasaran, sistem jual beli dan penetapan harga ternak, analisis struktur dan
tingkat keterpaduan pasar dan analisis marjin pemasaran dan biaya pemasaran
ternak. Komponen analisis terakhir adalah identifikasi faktor-faktor yang mejadi
pendukung dan penghambat pasar berupa kekuatan dan kelemahan pasar.
Pasar ternak menurut Putri (2001) memiliki fungsi sebagai fasilitas transaksi
jual beli ternak antara pedagang dan pembeli. Selain itu, pasar ternak memegang
peranan penting di dalam pemasaran ternak. Adapun bentuk pasar ternak menurut
Nuryono (2012) secara umum dikategorikan sebagai pasar tradisional dan
memiliki sistem pemasaran yang tradisional pula. Hal itu disebabkan oleh aspek
sarana dan penerapan sarana, dan mekanisme transaksi jual-beli yang terjadi. Oleh
sebab itu, perolehan keuntungan pelaku tataniaga tidak optimal dan tidak
dinikmati secara adil. Membangun pasar ternak ideal berarti membangun pasar
ternak modern yang higienis. Pasar ternak modern tersebut secara fisik harus
mendukung fungsi-fungsi pasar secara lebih komperehensif sehingga memerlukan
kelengkapan sarana usaha seperti Rumah Potong Hewan (RPH), pengelolaan dan
pemasaran daging atau Meat Business Centre yang dapat memadukan antara
sektor hulu, on-farm, RPH, pengolahan dan pasar daging olahan.
Berdasarkan aspek lokasi, pasar ternak di Indonesia banyak yang masih
menyatu atau berdekatan dengan komoditi lainya di pasar tradisional. Oleh karena
itu, di masa mendatang perlu dipisahkan karena sangat rentan mengganggu
kesehatan manusia. Pemilihan lokasi pasar hewan ditentukan oleh pertimbangan
faktor berikut :
a. Ketersediaan lahan yang disesuaikan dengan kebijakan peruntukan lahan
untuk pembangunan pasar hewan terutama kebijakan penataruangan
b. Aksesibilitas atau sarana jalan umum yang memadai sehingga memudahkan
transaksi para pedagang atau peternak dengan calon pembeli.

10

c. Faktor diterimanya lokasi pasar hewan oleh lingkungan masyarakat setempat.
d. Ketersediaan tenaga listrik, air bersih, saluran drainase dan instalasi
pengolahan limbah dan sampah.
e. Kebijakan Tata Ruang Wilayah secara umum.
Pasar ternak atau pasar hewan di Kabupaten Bekasi dimanfaatkan oleh para
peternak dan pedagang hewanuntuk melakukan transaksi jual beli sehingga
berdampak positif pada pendapat asli daerah (PAD). Pembangunan pasar hewan
di tingkat kabupaten mengacu pada RTRW yang berlaku seperti UU No 18 Tahun
1999 tentang jasa kontruksi, UU No 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung dan
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005. Sedangkan operasional Pasar Hewan
mengacu pada pedoman umum Operasional pasar hewan/ternak Kementrian
Pertanian dan juga perundang-undangan lain yang terkait.
Berdasarkan telaah pustaka, analisis situasi pasar merupakan analisis
terhadap kondisi dan situasi yang terjadi di dalam suatu pasar. Kondisi dan situasi
yang dianalisis adalah identifikasi gambaran umum terhadap kondisi pasar yang
dapat dilihat dari struktur organisasi pasar, sarana dan prasarana yang dimiliki
pasar, peraturan dan tata tertib yang berlaku di pasar, arus keluar masuk ternak,
daya serap pasar, sumber dan alokasi dana.
Kondisi selanjutya yang dianalisis adalah aktivitas pemasaran dan ekonomi
yang terjadi di pasar meliputi lembaga dan saluran pemasaran, sistem jual beli dan
penetapan harga ternak, analisis struktur dan tingkat keterpaduan pasar dan
analisis marjin pemasaran dan biaya pemasaran ternak. Hal itu disebabkan oleh
peran dan fungsi pasar secara ekonomis sebagai media dan tempat pertemuan
penjual dan pembeli. Selain itu, pasar terdiri atas beberapa perusahaan yang
menjalankan aktivitas ekonomi masing masing.
Kemudian perlu diketahui faktor yang mejadi pendukung dan penghambat
pasar yang juga dilihat dari faktor internal dan eksternal pasar, analisisi lokasi
pasar serta prospek pengembangan suatu pasar. Faktor internal dan eksternal
pendukung dan penghambat pasar adalah faktor pendukung dan penghambat yang
berasal dari aspek internal pasar dan aspek di luar pasar. Seperti faktor kekuatan
dan kelemahan pasar dan faktor peluang dan ancaman suatu pasar. Ditinjau dari
aspek analisis lokasi, sejatinya perlu diperhatikan pertimbangan pemilihan lokasi
suatu pasar yang dilihat dari ketersediaan lahan untuk pasar, askesibilitas ke pasar,
faktor diterimanya pasar oleh lingkungan sekitar, ketersediaan sarana dan fasilitas
pasar yang menunjang kegiatan pasar dan aspek peraturan Tata Ruang dan
Wilayah suatu pasar.
Pangsa Pasar, Konsentrasi Pasar dan Hambatan Masuk Pasar
Yanuar et al. (2011) menggunakan analisis pangsa pasar dan konsentrasi
penjualan pasar untuk menentukan bentuk struktur di dalam suatu industri. Secara
matematis, pangsa pasar merupakan rasio jumlah penjualan setiap perusahaan di
dalam industri terhadap penjualan seluruh perusahaan di dalam industri.
Perhitungan rasio konsentrasi penjualan pasar ditentukan berdasarkan jumlah
pangsa pasar dua perushaan terbesar atau disebut dengan rasio konsentrasi dua
perusahaan terbesar (CR2). Perhitungan CR2 dilakukan dengan menjumlahkan
pangsa pasar dua perusahaan terbesar di dalam Industri gula tersebut. Nilai CR2
berkisar antara 0 hingga 1. Bila nilai CR2 mendekati 0 artinya banyak perusahaan

11

yang terlibat sehingga pangsa pasarnya relatif kecil. Namun, bila CR2 mendekati
1 artinya di dalam pasar terlibat satu atau beberapa perusahaan yang memiliki
pangsa pasar yang dominan. Selain itu bila CR2 diatas 0.8 artinya pasar atau
industri tersebut sangat terkonsentrasi. Berdasarkan hasil pembahasan, diperoleh
nilai CR2 sebesar 0.60 atau 60.38% yang menunjukan bahwa terdapat empat
perusahaan menguasai pangsa pasar sebesar 60.38% dengan tingkat konsentrasi
yang sedang pada industri gula Indonesia.
Setidaknya terdapat tiga jenis analisis rasio konsentrasi yang biasa
digunakan oleh peneliti yakni CR2, CR4 dan CR8. Pemilihan atas CR2, CR4 dan
CR8 disesuaikan dengan kondisi pangsa pasar masing-masing industri.
Adriansyah (2006) menambahkan dasar penggunaan dua perusahaan yang
memiliki pangsa pasar terbesar pada CR2 adalah di lihat dari sebaran nilai pangsa
pasar seluruh perusahaan di dalam suatu industri. Apabila terdapat dua perusahaan
yang memiliki pangsa pasar yang jumlahnya lebih besar dibanding dengan
perusahaan lainya, maka analisis rasio konsentrasi dapat hanya dilakukan melalui
pangsa pasar dua perusahaan tersebut.
Analisis hambatan masuk pasar menurut Prastiwi (2012) dilakukan dengan
pendekatan Minimum Effieciency Scale (MES) yakni rasio output perusahaan
terbesar dengan output industri atau output seluruh perusahaan di dalam industri.
Secara matematis, MES dapat disebut dengan pangsa pasar perusahaan terbesar di
dalam industri atau pasar. Apabila nilai MES di dalam indsutri lebih dari 10%
maka dapat menggambarkan tingkat hambatan masuk pasar yang tinggi.
Penentuan Harga, Produk dan Promosi
Penentuan harga jual pada umumnya didasarkan atas komponen biaya yang
dikeluarkan dan berapa besar margin atau keuntungan yang akan diperoleh.
Berdasarkan penelitian Maria (2004), harga jual ternak domba ditentukan
berdasarkan pengeluaran biaya, pendapatan yang ingin didapat dan faktor faktor
yang mempengaruhi harga jual domba. Komponen biaya terdiri atas biaya
pembelian, biaya transportasi, biaya pejualan dan biaya pemeliharaan. Biaya
penjualan meliputi biaya retribusi, biaya transaksi, biaya sewa tempat, biaya
keamanan. Adapun biaya pemeliharaan meliputi biaya tenaga kerja, biaya pakan
dan biaya kandang. Komponen pendapatan yang diperoleh tiap penjual domba
beragam dan tergantung dengan skala penjualan mereka. Pada pasar Leuwiliang,
Jonggol dan Parung, rata rata pendapatan penjual domba adalah Rp 7 900 400
/tahun, Rp 7 554 600 /tahun dan Rp. 9 763 400 /tahun. Faktor faktor lain yang
mempengaruhi harga jual domba, menurut analisis regresi adalah biaya
pemeliharaan, lingkar dada dan jenis kelamin.
Penelitian Putri (2001) menjelaskan bahwa penetapan harga yang dilakukan
di pasar ternak palangki adalah berdasarkan cara tradisional masyarakat yang
telah dilakukan selama bertahun-tahun. Metode penetapan harga ini disebut
dengan istilah marasok di baliak kain yang didasarkan pada bobot ternak. Belum
ditemukan penetapan harga secara pasti dan transparan sehingga menyebabkan
kerugian bagi penjual ternak. Hal itu disebabkan sistem penetapan tradisional ini
cenderung mengandung unsur spekulasi harga tanpa diketahui oleh pembeli
berikutnya. Selain itu, sistem ini juga mengandung unsur manipulasi harga dan
menyebabkan kesulitan transaksi bagi penjual ternak yang baru dan bagi pembeli

12

yang hendak membeli. Sebab, kebanyakan pembeli membayar dalam bentuk cash,
sementara harga yang tidak pasti ini memungkinkan pembeli tidak bisa membayar
dalam jumlah yang pasti apalagi bila pembeli berasal dari wilayah lain yang
menggunakan biaya transportasi yang tinggi.
Penetapan harga ternak domba menurut Arifianto (2007) dilakukan
berdasarkan harga karkas (tulang dan daging) /kilogram yang berlaku di Pasar
Ternak Regional (PTR) yang kemudian dikalikan dengan perkiraan berat karkas
domba setelah pemasok menilai domba. Penilai berat karkas dari domba hidup
yang dilakukan oleh para pedagang pemasok hanya dilihat dari bentuk badan
(dedegan) domba kemudian memegang bagian-bagian tertentu dari tubuh domba
(dada, paha, dan punuk) yang kemudian perkiraan berat karkas dapat ditentukan.
Strategi penetapan produk dan promosi menurut Prastiwi (2012) merupakan
bagian dari perilaku perusahaan di pasar untuk mendapatkan kinerja yang
diharapkan seperti tingkat keuntungan tertentu dan efisiensi. Adapun strategi
produk digunakan untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen
terhadap produk yang dijual oleh perusahaan. Sedangkan strategi promosi
digunakan untuk meningkatkan penjualan dengan cara menginformasikan
keberadaan produk kepada konsumen yang pada penelitian ini memanfaatkan
media iklan, diskon, product display, sponsorship, dll.
Penentuan produk dilakukan berdasarkan daur hidup produk (Product Life
Cycle) yang terdiri atas fase perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan dan
penurunan. Pada fase perkenalan, produk belum terlalu dikenal sehingga
perusahaan mealakukan upaya untuk memasarkan produk salah satunya dengan
riset dan pengembangan serta modifikasi produk dan membangun jaringan
distribusi. Kemudian, produk akan mengalami peningkatan permintaan dan
stabilnya penjualan yang menyebabkan munculnya banyak pesaing produk ke
dalam industri untuk menggeser perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus
mengantisipasi cara untuk tetap bersaing yakni dengan penguatan dan peningkatan
kinerja dsb. Bila tidak, maka perusahaan akan tergeser oleh pesaing dan akhirnya
penjualan produk akan menurun sampai titik akhir siklus produk yakni penurunan.
Pada fase ini, perusahaan sebaiknya harus banyak berinovasi agar kembali
mendapatkan pangsa pasar seperti dengan menciptakan produk baru atau
membuat difersifikasi produk.
Kinerja pasar dan Kinerja finansial
Dalam analisis ekonomi industri, model SCP atau structure, conduct dan
performance digunakan untuk menentukan bentuk kinerja yang diharapkan dari
suatu pasar atau industri. Bentuk kinerja tersebut pada umumnya adalah berupa
tingkat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan di dalam industri.
Pendekatan kinerja atau keuntungan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa
model seperti model efisiensi internal (X-Eff), dan Price Cost Marjin (PCM)
menurut Sitorus (2012). X-Eff merupakan rasio nilai tambah terhadap total biaya
industri yang menunjukan seberapa besar efisiensi biaya untuk menghasilkan nilai
tambah sehingga menunjukan tingkat keuntungan tertentu. Adapun PCM
merupakan rasio antara nilai tambah yang dikurangi dengan nilai upah terhadap
nilai output yang dihasilkan. Sama halnya dengan X-Eff, PCM juga menunjukan
tingkat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan atau industri. Berdasarkan hal

13

ini semakin besar nilai PCM dan X-EFF maka semakin besar pula tingkat
keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan atau industri.
Terdapat kinerja lainya selain kinerja pasar dalam model SCP yakni kinerja
finansial. Erwansyah et al. (2013) menggunakan beberapa informasi yang harus
didapat untuk melihat kinerja financial di dalam suatu usaha atau bisnis
diantaranya adalah informasi biaya total (TC), penerimaan total (TR), dan
pendapatan. Adapun kinerja financial dilihat melalui efisiensi usaha (R/C),
rentabilitas usaha (R), break event point (BEP), payback periode (PP), dan unit
cost.
Biaya total merupakan jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam
hal ini adalah biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Penerimaan total (TR)
merupakan nilai atas produk atau perkalian atas harga produk dengan jumlah
produk yang dihasilkan. Adapun pendapatan merupakan selisih antara TR dan TC.
Terkait dengan kinerja financial yang pertama yakni efisiensi usaha (R/C).
Efisiensi usaha R/C merupakan rasio TR terhadap TC. Kemudian, rentabilitas
usaha (R) merupakan rasio antara modal (M) terhadap profit atau laba bersih (L).
Terkait dengan BEP, terdapat dua je