Peran dan kontribusi BP4 dalam membentuk keluarga sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat

(1)

PERAN DAN KONTRIBUSI BP4 DALAM MEMBENTUK KELUARGA

SAKINAH DI KUA TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh: Syarifudin NIM: 207044100715

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PERAN DAN KONTRIBUSI BP4 DALAM MEMBENTUK KELUARGA

SAKINAH DI KUA TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh: Syarifudin NIM: 207044100715

Di Bawah Bimbingan Pembimbing

Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA NIP. 19570312 198503 1 003

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 03 Agustus 2011

Syarifudin NIM: 207044100715


(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur terucap hanya untuk dzat yang maha Tawwab. Atas karunia,

rahmat hidayah, dan inayah-Nya, diri ini bisa merasakan keagungan ayat-ayat kauniyah-Nya. Atas kebesaran-Nya, diri ini masih tabah menghadapi laju perjalanan kehidupan yang bertabur debu problematika. Atas bimbingan-Nya, terpatri rasa sadar bahwa hidup ini adalah sebuah ujian bagi para hamba-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan, walaupun tak sedikit diri ini menjumpai kesulitan dan hambatan yang menghadang.

Shalawat dan salam teriring mahabbah semoga tetap tercurah limpahkan

kepada sang penghulu alam, bapak Revolusi dunia, Baginda Rasul Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan tentunya kita selaku para pengikutnya. Do’a dan harapan kita, semoga di padang mahsyar nanti kita termasuk pada golongan

orang-orang yang mendapatkan Syafa’at al-‘Uzhma.

Penulis sadar sepenuh hati bahwa skripsi ini hanya setitik debu jalanan untuk

orang-orang besar. Namun dalam kapasitas penulis yang serba dha’if dan dikepung

dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental yang membuat diri ini besar, minimal membesarkan perasaan penulis dan mengobarkan bara semangat untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang dianggap besar oleh orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan seteguk air dalam rentang kemarau studi yang penulis tempuh selama ini. Tidak ada


(6)

ii

kesuksesan yang berhasil dilakukan dalam kesendirian, di dalam kesuksesan selalu ada partisipasi orang lain. Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berhutang budi kepada banyak pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.

Penghargaan yang tulus bagi setiap orang yang ikut serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Karenanya penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H.,MA. dan Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag. masing-masing sebagai Ketua Program Studi Ahwal Syakhshiyyah dan Ketua Koordinator Teknis Program Non Reguler. Hj. Rosdiana, MA. dan Mufidah, S.Hi., yang keduanya adalah Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhshiyyah dan Sekretaris Program

Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Pembimbing Skripsi Penulis, Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. yang sudah meluangkan waktu, tenaga, dan fikirannya untuk membimbing penulis. Penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga karena beliau telah dengan maksimal membimbing penulis.

5. Segenap pengurus dan staf KUA Tanah Abang Jakarta Pusat, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Drs. H.A. Syahroni dan Drs. Maman


(7)

iii

Taofik Rahman yang telah memberikan informasi kepada penulis serta membantu penulis dalam mendapatkan data-data primer penelitian.

6. Segenap staf Kelurahan Karet Tengsin Kecamatan Tanah Abang, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Lurah Bapak Maskur S.Sos dan Ibu Sri Rahayu selaku Kasi Kesmas Kelurahan Karet Tengsin.

7. Segenap Pengurus Masjid Mathla’ul Anwar Karet Tengsin Kecamatan Tanah Abang, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Bapak Ahmad Fatemi selaku Sekretaris harian Masjid Mathla’ul Anwar.

8. Segenap Pengurus Majelis Ta’lim al-Ishlah Kelurahan Petamburan Kecamatan Tanah Abang, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Ibu Hj. Maspuah selaku ketua Majelis Ta’lim al-Ishlah.

9. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membekali penulis dengan ilmu yang berharga, dan seluruh staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas palayanannya yang sangat membantu penulis dalam memperoleh referensi-referensi untuk karya ilmiyah ini.

10. Sembah bakti penulis haturkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta (Almarhum Bapak H. Manshur dan ibunda Hj. Paenusa) yang tak henti-hentinya selalu memberikan support dan kasih sayang serta merawat dan mendidik penulis yang


(8)

iv

tak terhitung jasa-jasanya, maafkan jika anak bungsumu ini belum bisa sesaleh yang diidamkan. Kasih sayang mereka yang tak pernah kering telah membuat diri ini mampu bertahan di tengah derasnya lika-liku kehidupan.

11. Kakanda ku yang tercinta Maslihah (Almarhum), Sulaiman, Su’ud dan Syarifah,

yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk selalu sabar dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta keponakan-keponakanku yang tersayang; Uun Unaeni, Iim Sa’diah, Muthmainnah, Sopyan, Arif, Mujahid, Syahri Ramadhan, Nabil serta Kholil. Mudah-mudahan kalian selalu berbakti kepada orang tua dan diberikan ilmu yang bermanfaat.

12. Teman-teman senasib dan seperjuangan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, wabil khusus Alumni 2003: Syuhada, Imam Baihaki, Gifari, Faozan Muhaimin, Mujiburrahman, Ust. Firdaus, Syarif hidayat, Yos Hendra, Yazid

Syukri, Usep, Edi, Mamduh, Yos Hendra, Anto Hendra, Mus’ab, Hendri, Kemas,

Rinto, drg. Nicky Nur Fajri, Zakaria, Hamdan, Hudan, Jimron, Seno, Reki Meizon, Ahmad Subhan, Suryono, Syukri Ismail, Yusron, Zaenal, Arief Muzaky, dan Zaini. Terimakasih atas pertemanan yang tulus, masukan dan sharingnya.

13. Teman-teman seperjuangan di Prodi Ahwal Syakhshiyyah, Konsentrasi Peradilan Agama Non Reguler angkatan 2007: Deni Hamdani, Deni Kurniawan, Achmad Charist, Muchammad Arifin, Muhiddin, Bapak Ibnu Tamim, Marlianita, Nurmila Sari, Rahman Hakim, Raihan Fajri, dan Indro Wibowo. Walaupun jumlah kita hanya 12 orang dalam sekelas, tapi al-hamdulillah kita selalu menjadi teman


(9)

v

belajar, diskusi dan bertukar pikiran, baik di dalam maupun di luar kelas hingga selesainya penelitian skripsi ini. Semoga tali silaturrahim kita selalu terjalin. 14. Teman-teman di Lembaga Survey Indonesia (LSI), Khususnya Para Koordinator:

Zezen Zainal Muttaqien, Ridwan, Uun Badrudin, Acun, M. Syafa’at, Muttaqien.

Terimakasih telah memberikan freelance untuk memenuhi hajat hidup.

Akhir kata hanya kepada Allah SWT jualah penulis memanjatkan doa, semoga Allah SWT memberikan balasan berupa amal yang berlipat kepada mereka,

atas dorongan, dukungan dan kontribusi mereka, penulis hanyalah hamba yang dhaif.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi orang banyak.

Ciputat, 03 Ramadhan 1432 H 03 Agustus 2011M


(10)

vi DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR TABEL………. ix

BAB I: PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….. 13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 14

D. Review Studi Terdahulu………... 16

E. Metode Penelitian ……… 17

F. Sistematika Penulisan……….. 21

BAB II: TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN KELUARGA SAKINAH……… 23

A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Terbentuknya BP4…...23

B. Pengertian Keluarga Sakinah………....35

C. Kriteria Keluarga Sakinah……… 41


(11)

vii

BAB III: GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN TANAH

ABANG JAKARTA PUSAT……….. 53

A. Sejarah singkat KUA Kecamatan Tanah Abang ………... 53

B. Demografi KUA Kecamatan Tanah Abang………...57

C. Visi dan Misi KUA Kecamatan Tanah Abang………...59

D. Tugas, fungsi serta wewenang KUA Tanah Abang……….60

E. Organisasi KUA Kecamatan Tanah Abang………...64

F. Gambaran umum pelaksanaan tugas……… 68

BAB IV: DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN…………...75

A. Peran dan Kontribusi BP4 KUA Tanah Abang Dalam Membentuk Keluarga Sakinah………...75

B. Strategi Pembentukan Keluarga Sakinah BP4 KUA Tanah Abang………80

C. Faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi BP4 KUA Tanah Abang terhadap pembentukan keluarga sakinah………. 90

BAB V: PENUTUP……….... 95

A. Kesimpulan...95


(12)

viii

DAFTAR PUSTAKA………..100


(13)

ix

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Angka Perceraian dan Angka Pernikahan di Indonesia dari 27

Tahun 1951-1976

2. Tabel 2 Nama Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan di 53

Kotamadya Jakarta Pusat

3. Tabel 3 Nama-Nama Kepala KUA dari Tahun 1951-Sekarang 55

4. Tabel 4 Data Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama Tahun 2009 58

5. Tabel 5 Rekapitulasi Data Tempat Ibadah Kecamatan Tanah 59

Abang Tahun 2009

6. Tabel 6 Surat Masuk ke KUA Tanah Abang Tahun 2009 69

7. Tabel 7 Surat Keluar dari KUA Tanah Abang ke Instansi Lainnya 70


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih sayang sebagai sebuah rahmat dari-Nya. Di mana semua itu bertujuan agar manusia dapat saling berkasih sayang, antara laki-laki dan perempuan sebagai

makhluk-Nya,1 dan juga merupakan cara untuk mengembangkan2 keturunan yang

bisa meneruskan perjuangan mereka. Dengan adanya perbedaan jenis ini, dimungkinkan adanya keturunan, sehingga manusia sebagai salah satu spesies

tidak musnah.3 Setiap manusia yang terlahir, padanya tersemat kewajiban menjaga

kelestarian spesiesnya melalui proses reproduksi.4 Sebagaimana telah diabadikan

oleh firman Allah SWT dalam al- Quran:



















































































Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

1Abdul Rahman Ghozali,

Fiqh Munakahat, cet.III, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 22.

2Abdul Aziz,

Perkawinan yang Harmonis, cet.III, (Jakarta: CV Firdaus, 1993), h. 1.

3Abdul Qadir Djaelani,

Keluarga Sakinah, cet. I, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 51.

4Departemen Agama RI,

Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah Seri Kesehatan, (Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2005), h. 3.


(15)

2

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. al-Ruum /30; 21)5

Dalam ayat tersebut terkandung tiga makna yang dituju oleh suatu perkawinan, yakni:

1. Litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang. Maksudnya, sebuah perkawinan dapat menyebabkan ketenangan jiwa bagi pelakunya.

2. Mawaddah, membina rasa cinta. Akar kata mawaddah adalah wadada

(membara atau menggebu-gebu)6 yang berarti meluap tiba-tiba, karena itulah

pasangan muda di mana rasa cintanya sangat tinggi yang termuat kandungan cemburu, sedangkan rahmahnya/rasa sayangnya masih rendah, banyak terjadi benturan karena tak mampu mengontrol rasa cinta yang memang terkadang sangat sulit dikontrol.

3. Rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda rasa sayangnya demikian rendah sedangkan rasa cintanya sangat tinggi. Dalam perjalanan hidupnya semakin bertambahnya usia pasangan, maka rahmahnya semakin naik, sedangkan mawaddahnya semakin menurun. Itulah sebabnya kita melihat kakek-kakek dan nenek-nenek kelihatan mesra berduaan, itu bukanlah gejolak

wujud cinta (mawaddah ) yang ada pada mereka tetapi sayang (rahmah). Di

mana rasa sayang tidak ada kandungan rasa cemburunya.7

5

Departmen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Indah Press, 1995), h. 644.

6Achmad Mubarok,

Nasehat Perkawinan dan Konsep Hidup Berkeluarga, (Jakarta: Jatibangsa, 2006), h. 18.

7A. Basiq Djalil,

Tebaran Pemikiran Keislaman di Tanah Gayo, (Jakarta: Qalbun Salim, t.t), h. 86-88.


(16)

3

Dan kalau benar-benar dipahami ayat tersebut kita akan mengakui bahwa apa yang menjadi idam-idaman dari banyak orang di zaman sekarang itu, itu jugalah yang oleh Allah SWT dinyatakan sebagai tujuan bersuami istri, yakni adanya ketentraman, damai serasi, hidup bersama dalam suasana cinta mencintai. Islam pun menginginkan bahwa antara suami istri itu terdapat saling percaya, saling menghargai, saling menghormati, saling membantu, serta saling menasehati. Ketentraman itu bersemayam dalam hati. Tinggal bersama dan bergaul serumah dengan istri yang cocok menyebabkan sang suami itu pikirannya menjadi mantap, dan bilamana sang istri benar-benar bijaksana, di samping mencintai suaminya, sang suami ini akan menjadi betah di rumah dan kemudian tentram dalam hati, dan juga sebaliknya. Adapun rukun dan damai tidak boleh diartikan bahwa mereka itu tidak pernah berselisih paham. Karena di antara suami dan istri yang tidak pernah

terjadi konflik, belum tentu terdapat kerukunan.8

Perkawinan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat guna melangsungkan kehidupan umat manusia serta untuk mempertahankan eksistensi kemanusiaan di muka bumi ini. Ia sangat disenangi oleh setiap pribadi manusia dan merupakan hal yang fitrah bagi setiap mahluk Tuhan. Dengan perkawinan akan tercipta suatu masyarakat kecil dalam bentuk keluarga dan dari sana pula

8Departemen Agama RI,

Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta, Departemen Agama, 2001), h. 89.


(17)

4

akan lahir beberapa suku dan bangsa.9 Bagi kaum muslim, lembaga perkawinan

yang berdasarkan kepentingan dan kasih sayang antara pasangan suami istri

merupakan suatu manifestasi yang luhur dari kehendak dan tujuan ilahi.10

Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini pasti mendambakan kebahagiaan dan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan jalan perkawinan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Bab I pasal 1 bahwa:

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.11 Yang dimaksud dengan arti perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Dengan ikatan lahir batin, dimaksudkan perkawinan ini tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau ikatan batin saja, melainkan harus kedua-duanya. Suatu ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat. Mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan wanita untuk hidup bersama, dengan kata lain sebagai suami istri. Sebaliknya suatu ikatan batin adalah merupakan hubungan yang tidak dapat dilihat. Walaupun tidak nyata, tetapi ikatan itu harus ada. Karena tanpa ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.

9

Abdul Aziz bin Abdurrahman, Perkawinan dan Masalahnya. Penerjemah Musifin As‟ad,

dkk, cet.II, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), h. 14.

10Murtadha Muthahhari,

Etika Seksual dalam Islam, Penerjemah M. Hashem, cet.V, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1996), h. 9.

11

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Surabaya: Arkola, t.th), h. 5.


(18)

5

Sesuai dengan pasal (2) Bab II Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan perkawinan menurut hukum Islam adalah:

Akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghaliidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan sebuah bentuk ibadah”.

Sedangkan dalam pasal (3) Bab II Kompilasi Hukum Islam menyatakan:

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”.12

Inti dari pasal tersebut dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah mawaddah wa rahmah. Senada dengan itu, Allah menganugerahkan lembaga perkawinan bagi umat manusia bukan untuk kesengsaraan dan penderitaan batin, melainkan untuk

ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.13

Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari Quran dan al-Hadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 mengandung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut: a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal;

b. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan;

c. Asas monogami terbuka;

12Muhammad Amin Summa,

Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Lampiran III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 286.

13BP4 Pusat,

Perkawinan dan Keluarga; Muhasabah dibalik Musibah, edisi 457/xxxviii/2010, (Jakarta: BP4 Pusat, 2010), h. 26.


(19)

6

d. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa dan raganya;

e. Asas mempersulit terjadinya perceraian;

f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri;

g. Asas pencatatan perkawinan.14

Perkawinan merupakan pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama

lain dan dengan dilandasi dengan rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang

(rahmah), pada dasarnya setiap calon pasangan suami istri yang akan melangsungkan atau akan membentuk suatu rumah tangga akan selalu bertujuan untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera serta kekal untuk

selamanya,15 namun impian semua itu tidak selamanya indah. Agar cita-cita dan

tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami istri yang memegang peran utama dalam mewujudkan keluarga sakinah perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga

sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat.16

Ada beberapa tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan disyariatkannya perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk terciptanya rasa tentram dan kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan, sebagaimana

14

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7-8.

15Abdul Muhaimin As‟ad,

Risalah Nikah Penuntun Perkawinan, (Surabaya: Bintang Terang 99, 1993), h. 10.

16Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) DKI Jakarta,

Membina keluarga sakinah, (Jakarta: BP4 DKI Jakarta, 2001), h. 1.


(20)

7

diisyaratkan dalam surat ar-Rum ayat 21, tujuan lainnya adalah untuk memelihara pandangan mata, menjaga kehormatan diri, mendapatkan keturunan yang sah, sehat jasmani, rohani maupun sosial, juga dapat mempererat silaturahmi serta

untuk mencapai masa depan individu dan keluarga yang lebih baik.17

Islam membangun kehidupan keluarga dan masyarakat atas dasar dua tujuan, yakni menjaga keluarga dari kesesatan dan bertujuan untuk menciptakan wadah yang bersih sebagai tempat lahir sebuah generasi yang berdiri di atas landasan

yang kokoh dan teratur tatanan sosialnya.18 Oleh karena itu, Islam melarang

adanya perzinahan, gundik dan mengambil istri yang tidak halal tanpa ikatan yang sah sebagaimana larangan Allah SWT. Lebih jauh dari semua itu, pernikahan merupakan hubungan manusia yang berlawanan jenis, yang menghasilkan kedamaian jiwa, ketenangan fisik dan hati, ketentraman hidup dan penghidupan, keceriaan ruh dan rasa, kedamaian laki-laki dan wanita, kebersamaan di antara keduanya untuk meretas kehidupan baru dan membuahkan generasi baru pula yang

di dalamnya tumbuh rasa kasih dan cinta.19

Selain itu alasan mengapa perkawinan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia yaitu menyangkut harga diri, sebagaimana dikatakan oleh Sayuti Thalib:

17Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan

Penyelenggaraan Haji, Membina Sakinah, (Jakarta, Depag RI, 2003), h. 10-12.

18Abduttawab Hakal,

Rahasia perkawinan Rasulullah SAW, Poligami Dalam Islam vs Monogami Barat, cet.I,(Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 8-9.

19


(21)

8

“Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum ialah bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin”.20

Perkawinan tidak hanya melampiaskan nafsu syahwat belaka, jauh dari itu perkawinan mempunyai dimensi lain. Perkawinan yang disyariatkan agama Islam mempunyai beberapa segi atau dimensi, di antaranya ialah: segi ibadat, segi

hukum dan segi sosial.21

Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang bersifat umum dan berlaku bagi semua makhluk termasuk di dalamnya hewan dan tumbuh-tumbuhan serta

keberadaan malam berganti siang. Allah berfirman:22





























Artinya:“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah.” (Q.S al-Dzariat /51; 49)

















































Artinya: “Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Q.S Yasin /36; 36)

Pada kedua ayat di atas disebutkan “segala sesuatu berpasang-pasangan”,

yang berarti meliputi semua makhluk ciptaan Allah. Firman Allah tersebut secara

20

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, cet.V, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), h. 48.

21Kamal Muchtar,

Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, t.th), h. 14.

22Ahmad Sudirman Abbas,

Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan antar Madzhab,


(22)

9

real dapat disaksikan melalui alam raya ini dan segala yang ada. Bentuk pasang-pasangan ciptaanNya merupakan realisasi keseimbangan kehidupan dunia yang mengikuti sunnatullah. Apabila terdapat keganjilan dalam ciptaan seperti tidak adanya keseimbangan sunnatullah, maka akan terjadi malapetaka bagi kehidupan makhluk secara keseluruhan. Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan naluri Ilahiyah untuk berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan mewarisi tugas mulia dalam rangka mengemban amanat Allah sebagai khalifah di

muka bumi.23

Setiap pernikahan yang dilakukan oleh setiap pasangan, mereka akan selalu mengharapkan bahwa apa yang ia lakukan akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Tetapi apakah perkawinan ini dikemudian hari dapat terwujud ataukah malah sebaliknya, terwujud tidaknya kebahagiaan tersebut tergantung dari saling pengertian dari setiap pasangan. Bagaimana ia bisa saling memberikan kebahagiaan, bisa saling terbuka, saling mau untuk mengalah, dan dari saling pengertian inilah nantinya akan dapat menghasilkan dan mewujudkan apa yang selalu diharapkan dan diidam-idamkan oleh setiap pasangan. Dalam setiap perkawinan akan selalu membawa makna dan misteri apa yang akan terjadi dalam satu alur yang panjang, yang terpencar menggelinding mengikuti roda berputar yang kadang tanpa disangka perkawinan merupakan sebuah neraka dunia yang panas, tetapi akan lebih sering suatu pernikahan terjadi akan membawa

23


(23)

10

kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.24 Namun demikian, bila

masing-masing telah berusaha untuk menyelesaikan perbedaan agar rumah tangga mereka rukun kembali ternyata tidak juga berhasil, maka untuk menghindari perselisihan yang lebih parah lagi di antara mereka diperlukan hadirnya pihak ketiga yang

bertindak selaku hakam (juru damai), sebagaimana yang difirmankan oleh Allah

SWT dalam al-Quran Surat an-Nisa (4) ayat 35:















































































Artinya:”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka

kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(Q.S an-Nisa /4; 35)

Meningkatnya angka perceraian di tanah air dari beberapa tahun terahir mendapat perhatian oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin Umar MA, karena selain fenomenanya cenderung terus meningkat juga yang melakukan gugatan justru lebih banyak dari pihak istri. Dewasa ini, posisi suami tak selalu dominan dalam rumah tangga. Jika sedikit saja tak ada kecocokan, pihak istri biasa lebih cepat mengajukan gugatan untuk bercerai. Bercerai, yang dibenarkan menurut agama Islam dan dibenci oleh Allah, itu kini dapat diperoleh seperti orang kebanyakan membeli kacang goreng di warung. Belum lagi tayangan infotainment, ikut memberi peran mendorong peningkatan angka perceraian di

24Hj. Ny. Nurdin Ilyas,

Pernikahan yang Suci Berlandaskan Tuntutan Agama, cet.I, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2000), h. 1-2.


(24)

11

tanah air lantaran pasangan suami istri usia muda meniru perilaku selebriti. Usia perkawinan 5 tahun, sebanyak 80% bercerai karena pengaruh tayangan tersebut. Selain itu, perceraian juga dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor, antara lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami istri terlalu jauh, perbedaan agama, kekerasan dalam rumah tangga. Termasuk pula disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara pasangan terlalu jauh, perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidaksesuaian akibat keras kepala, perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu terkena pidana, dan cacat fisik

permanen.25 Sebagai upaya untuk melihat kualitas keluarga, pada tahun 1950-1954

telah diadakan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa dari pernikahan yang

telah dilaksanakan pada tahun tersebut hampir 60% diantaranya cerai.26

Dengan dilandasi oleh permasalahan-permasalahan di atas, yakni sering terjadinya perselisihan dalam keluarga yang disebabkan oleh adanya perbedaan karakter dan keinginan antara pasangan suami istri yang berkonsekuensi pada peceraian, maka dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu badan atau lembaga untuk menangani dan berusaha menyelesaikan permasalahan-permasalahan atau perselisihan yang terjadi antara pasangan suami istri yang sering kali terjadi. Sehingga, dengan adanya bantuan dari badan atau lembaga tersebut akan memberikan suatu kontribusi yang cukup besar dan berarti agar

25

Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http//www.antaranews.com/…/mencari -keluarga-sakinah-di-tengah-maraknya-perceraian.

26Artikel diakses pada 23 April 2011 dari


(25)

12

terwujud keutuhan dan keharmonisan suatu keluarga (rumah tangga) yang sakinah,

mawaddah wa rahmah. Dan badan atau lembaga tersebut adalah yang biasa kita kenal dengan sebutan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) adalah merupakan badan atau lembaga yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya surat keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 85 tahun 1961 yang telah menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan atau lembaga yang bergerak pada bidang penasihatan perkawinan dan pencegahan terjadinya perceraian. Salah satu tugas dan fungsi daripada dibentuknya BP4 adalah untuk mendamaikan pasangan suami istri yang sedang bersengketa atau berselisih atau juga dalam hal tertentu memberikan nasehat bagi calon pasangan

suami istri yang akan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.27

Untuk menekan angka perceraian itu, kini sedang dilakukan berbagai upaya-upaya, antara lain, reaktualisasi BP4 serta memperpanjang waktu bimbingan pranikah. Upaya tersebut memang perlu dapat dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan akademisi. Yang mana BP4 ini bekerja sama dengan KUA selaku badan pemerintahan yang menangani segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pernikahan. Maka secara tidak langsung KUA atau BP4 pun sangat

berperan dan berkontribusi dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.28

27

Ibid, sururudin.wordpress.com.

28


(26)

13

Atas dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut menjadi sebuah informasi yang bersumber dari penemuan-penemuan ilmiah melalui metode empirik. Untuk lebih khususnya persoalan ini, maka penulis lebih

memfokuskan penelitiannya, yang berkisar pada “Peran dan Kontribusi BP4

dalam Membentuk Keluarga Sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian dan memperjelas pokok-pokok masalah yang akan dibahas dan diuraikan dalam skripsi ini serta tidak terlalu luas lingkup

pembahasannya, maka penulis membatasi masalah tersebut pada peran dan

kontribusi BP4 dalam membentuk keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat. Pembatasan di sini lebih menekankan terhadap upaya-upaya BP4 dalam pembentukan keluarga sakinah.

Untuk lebih terarahnya perumusan skripsi ini, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apa peran dan kontribusi BP4 KUA Tanah Abang dalam melaksanakan pembentukan keluarga sakinah?

2. Bagaimana strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4 KUA Tanah Abang Jakarta Pusat?

3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4 dalam perannya membentuk keluarga sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat?


(27)

14

Untuk lebih jelasnya dalam pembatasan dan perumusan masalah ini, penulis juga menjelaskan tentang pengertian daripada peran, kontribusi, dan sakinah itu sendiri.

Peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilakukan baik itu proses, cara, pembuatan memahami perilaku yang diharapkan dan dikaitkan dengan kedudukan seseorang, jadi dikaitkan dengan permasalahan tersebut berarti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan

dalam masyarakat.29

Kontribusi adalah sumbangan/sumbangsih kepada suatu perkumpulan yang mempunyai arti sumbangan yang diberikan oleh suatu badan atau lembaga kepada

kelompok orang atau masyarakat sesuai dengan tugas dan tujuannya.30

Sedangkan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seorang akan

merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material

secara layak dan seimbang.31

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peran dan kontribusi BP4 KUA Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.

29

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 667.

30Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I. Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 592.

31Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta,


(28)

15

2. Mengetahui strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4 KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat.

3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4 KUA Tanah Abang Jakarta Pusat terhadap pembentukan keluarga sakinah.

Menurut hemat penulis, melalui penulisan ini setidaknya ada beberapa manfaat yang dapat diambil, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Di kalangan KUA sendiri adalah untuk memenuhi kewajiban dan tuntutan sebagai pelaksana bimbingan dan penyuluhan, serta memberikan bimbingan konsultasi hukum kepada masyarakat sebagaimana yang ditetapkan oleh Departemen Agama dalam membantu menyelesaikan perselisihan dan perceraian serta dalam pelestarian perkawinan;

2. Dikalangan akademisi untuk dapat dijadikan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan tidak hanya dianggap sebagai sebuah teori akan tetapi menunjukkan bahwa pelaksanaan dari BP4 itu benar-benar bisa dimanfaatkan serta dikembangkan bagi golongan akademisi ketika berkecimpung di tengah-tengah masyarakat;

3. Di kalangan masyarakat sendiri agar tidak terjadi perselisihan dalam rumah tangga, sehingga kerukunan rumah tangga tetap terjalin sesuai dengan harapan, dan masyarakat sendiri benar-benar telah merasa memiliki sebuah badan penasehat ketika mereka dihadapkan pada sebuah permasalahan sehingga mengurangi dan bahkan mempersulit terjadinya perceraian.


(29)

16

D. Review Studi Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dan sesuai dengan aspek-aspek

dalam penelitian tentang “ Peran dan kontribusi BP4 dalam Membentuk Keluarga

Sakinah di KUA, di antaranya adalah:

1. Ahmad Faisal; Efektivitas BP4 dan Perannya dalam Memberikan Penataran atau Bimbingan Pada Calon Pengantin (Studi Pada BP4 KUA Kecamatan Kembangan, Kotamadya Jakarta Barat). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan BP4 berperan besar dalam memberikan bimbingan pada calon pengantin sebelum melaksanakan akad nikah.

2. Dhonny Setiawan; Peran Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Terjadinya Perceraian (Studi Kasus di BP4 KUA Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang). Jakarta: UIN Jakarta, 2006. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan BP4 berperan sangat besar dalam mencegah terjadinya perceraian.

3. Riana Maruti; Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah (Studi pada Kecamatan Cakung Jakarta Timur). Jakarta: UIN Jakarta, 2008. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mereka yang melakukan perkawinan di bawah umur belum tentu tidak dapat membentuk keluarga sakinah, ini terbukti dari mereka yang melakukan perkawinan di bawah umur yang sampai saat ini masih berlangsung dan telah dikaruniai beberapa anak dan mereka dapat membentuk keluarga sakinah.


(30)

17

Adapun perbedaan penelitian dengan skripsi-skripsi yang di atas yang penulis lakukan dengan peneliti sebelumnya adalah:

a. Pertama: lokasi tempat penelitian berbeda dengan peneliti sebelumnya. Penulis

melakukan penelitian di KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat, dan penulis sudah memastikan sendiri bahwa belum ada penelitian sebelumnya di BP4 KUA Tanah Abang mengenai pembentukan keluarga sakinah;

b. Kedua: masalah pokok yang diteliti oleh penulis berbeda dengan peneliti

sebelumnya. Masalah pokok penelitian yang penulis lakukan adalah peran dan kontribusi BP4 di KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat dalam membentuk keluarga sakinah.

E. Metode Penelitian

Penelitian berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu. Selain itu, penelitian berhubungan dengan usaha untuk mencari jawaban atas suatu atau

beberapa permasalahan.32 Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus

menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu persepsi serta

kemampuan berfikir yang logis.33

Dalam rangka untuk memperoleh data, maka penulis berpegang kepada pedoman penelitian yang disebut dengan metodologi penelitian. Yang dimaksud

32Yayan Sopyan,

Metode Penelitian untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, (Jakarta: Fakutas Syariah dan Hukum, 2009), h. 1.

33


(31)

18

dengan metodologi penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan

menganalisis pada penyusunan laporan.34 Suatu metode merupakan cara kerja atau

tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan

mempelajari dan memahami langkah-langkah yang dihadapi.35 Sehingga dapat

memahami obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau

tujuan pemecahan permasalahan.36

Adapun metode yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah memakai pendekatan kualitatif, berlandaskan pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yang berupa kata-kata tertulis.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu jenis penelitian yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan yang ada di lapangan.

34

Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka, 1997), h. 1.

35Soejono Soekanto,

Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), h. 6.

36Joko Subagyo,

Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006), h. 1.


(32)

19

3. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka sumber data yang penulis gunakan, yaitu dari data primer dan data sekunder.

a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan mengadakan tinjauan langsung pada obyek yang diteliti. Dalam hal ini adalah pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat.

b. Data Sekunder, merupakan semua bahan yang memberikan penjelasan mengenai sumber data primer, seperti Peraturan Perundang-Undangan, buku-buku, karya-karya dari kalangan pakar hukum, dan literatur lain yang ada hubungannya dengan skripsi ini.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Metode Library Research (Pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu suatu metode pengumpulan data dari berbagai macam literatur yang relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber penulisan skripsi ini. b. Metode Field Research (Penelitian lapangan), yaitu menggunakan penelitian dengan cara langsung datang ke lokasi yang ada hubungannya dengan tulisan ini, yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat.


(33)

20

Cara yang dilakukan antara lain, adalah sebagai berikut: 1). Observasi

Mengadakan pengamatan secara sistematis dan mencatat segala kejadian-kejadian yang terjadi terhadap objek penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung.

2). Interview

Yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan yaitu Kepala BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat dan staf-staf yang berwenang. 3). Studi Dokumentasi

Metode pengumpulan data dengan cara mengambil informasi dari arsip-arsip yang berasal dari BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat, yang kesemuanya berhubungan erat dengan persoalan yang dibahas.

5. Analisis Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan ditelaah, maka langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data, dengan jalan merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa data, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Dianalisa secara kualitatif dan dicari pemecahannya, kemudian disimpulkan dan digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada.


(34)

21

6. Tehnik Penulisan Skripsi

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan proposal Skripsi ini adalah Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan pada skripsi ini maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I :PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II :TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN

KELUARGA SAKINAH

Dalam bab ini menerangkan gambaran umum dan sejarah singkat terbentuknya BP4, pengertian keluarga sakinah, kriteria keluarga sakinah, dan struktur organisasi.

BAB III :GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN TANAH

ABANG JAKARTA PUSAT

Dalam bab ini membahas tentang sejarah singkat KUA Tanah Abang, demografi Tanah Abang, visi dan misi KUA Tanah


(35)

22

Abang, tugas, fungsi serta wewenang KUA Tanah Abang, organisasi KUA Tanah Abang, dan gambaran umum pelaksanaan tugas.

BAB IV :DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini menjelaskan tentang peran dan kontribusi BP4 KUA Tanah Abang dalam membentuk keluarga sakinah, strategi pembentukan keluarga sakinah BP4 KUA Tanah Abang, dan faktor pendukung serta faktor penghambat yang dihadapi BP4 KUA Tanah Abang terhadap pembentukan keluarga sakinah.

BAB V :PENUTUP

Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis tentang kajian yang dimaksud.


(36)

23 BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN KELUARGA SAKINAH

A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Terbentuknya BP4

Nasehat perkawinan (yang dalam bahasa asing disebut: Marriage counseling) adalah suatu proses pertolongan yang diberikan kepada pria dan wanita, sebelum dan/sesudah kawin, agar mereka memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan

dalam perkawinan dan kehidupan kekeluargaannya.1

Nasehat perkawinan sebelum kawin (pre-marital counseling) pada dasarnya diberikan kepada pemuda dan pemudi atau calon-calon suami-istri, agar mereka memahami secara objektif peranan-peranannya dalam perkawinan dan menginsyafi tanggung jawabnya masing-masing dalam mencapai kerukunan dan

kebahagiaan hidup berumah tangga dan berkeluarga.2

Nasehat perkawinan sesudah kawin pada dasarnya bersifat pemeliharaan hubungan perkawinan dan kekeluargaan supaya tetap berada dalam suasana rukun dan harmonis yang menjadi syarat mutlak bagi kebahagiaan kehidupan perkawinan dan keluarga, dan manakala perkawinan sepasang suami istri mengalami kemacetan atau krisis, proses nasehat perkawinan diwujudkan dalam bentuk usaha-usaha pertolongan untuk perbaikan dan mengembalikan keadaan

“sehat” bagi perkawinan dan keluarga yang bersangkutan.

1Amidhan , dkk,

BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: BP4 Pusat, 1977), h. 110.

2


(37)

24

Pada umumnya orang awam selalu mengatakan bahwa memberi nasihat adalah pekerjaan yang paling gampang, yang bisa dilakukan oleh siapapun juga. Kalau pengertian nasihat di sini hanyalah nasihat sebagaimana arti sehari-hari, memang betul mudah. Akan tetapi bukan demikian halnya dengan yang

dimaksud.3

Penasihatan secara ilmiah mempunyai pengertian tersendiri dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang menguasai ilmu atau setidak-tidaknya menguasai metode untuk itu. Karena itu metode penasihatan perkawinan perlu dipelajari, dan yang lebih penting lagi adalah pengalaman dari pihak yang memberikan nasihat, baik pengalaman bagaimana cara mempraktekkan metode penasihatan maupun mempraktekkan masalah yang dinasihatkan sampai

batas-batas tertentu.4

Penasihatan perkawinan adalah suatu proses penyampaian nasehat atau pendapat kepada seseorang atau kelompok orang, agar mereka mengerti dan menghayati tentang perkawinan, bersikap, bertingkah laku serta berbuat sehingga terwujud tujuan perkawinan dan tidak terjadi konflik, perselisihan rumah tangga

atau tidak terjadi perceraian.5

3Departemen Agama RI,

Modul TOT Kursus Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 16.

4

Ibid., h. 16.

5BP4 Pusat,

Petunjuk Pelaksanaan Penasihatan dan Konsultasi Perkawinan, (Jakarta: BP4 Pusat, 1987), h. 3.


(38)

25

Konsultasi perkawinan adalah suatu proses dialog seseorang dengan konsultan/penasehat perkawinan di mana orang tersebut dapat mengambil

kesimpulan dan mengekalkan rumah tangga.6

Penasihatan perkawinan adalah suatu pelayanan social mengenai masalah keluarga, khususnya hubungan suami istri, tujuan yang hendak dicapai ialah terciptanya situasi yang menyenangkan dalam suatu hubungan suami istri, sehingga dengan situasi yang menyenangkan tersebut suatu keluarga dapat

mencapai kebahagiaan.7

Penasihatan perkawinan adalah suatu proses, jadi memerlukan waktu yang relatif lama, tidak hanya sekali jadi. Mungkin untuk sepasang suami istri (keluarga) membutuhkan waktu beberapa tahun, tetapi mungkin juga ada yang hanya beberapa bulan saja. Hal ini tergantung kepada kondisi masing-masing keluarga.8

Sekurang-kurangnya ada lima unsur sebagai persyaratan suatu penasehatan

atau bimbingan perkawinan, yaitu:9

1. Yang dinasehati, yaitu seorang yang membutuhkan nasehat baik pria maupun wanita, remaja maupun dewasa yang akan melangsungkan pernikahan.

6

Ibid., h. 3.

7

Departemen Agama RI, Pegangan Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 12.

8Departemen Agama RI,

Modul TOT Kursus Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 16-17.

9Departemen Agama RI,

Pembinaan Keluarga Pra Sakinah dan Sakinah I, (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah Jakarta, 2001), h. 6.


(39)

26

2. Masalah atau problem, yaitu kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh individu atau pasangan calon mempelai yang bersangkutan.

3. Penasehat, yaitu perorangan ataupun badan yang melakukan bimbingan kepada individu atau pasangan yang membutuhkannya.

4. Penasehatan, yaitu upaya penasehatan atau bimbingan yang diberikan oleh para penasehat kepada yang dinasehati.

5. Sarana, yaitu perangkat penunjang keberhasilan penasehatan baik fisik

maupun non fisik.10

Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan atau yang

disingkat dengan BP4 adalah merupakan organisasi semi resmi11 yang bernaung di

bawah Departemen Agama yang bergerak dalam bidang konsultasi perkawinan, perselisihan dan perceraian.

Kelahiran BP4 dalam bidang konsultasi perkawinan dan keluarga adalah sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab untuk mengatasi konflik dan perceraian dalam upaya mewujudkan sebuah keluarga bahagia dan sejahtera. Juga sebagai tuntutan sejarah dan masyarakat juga menyadari akan rendahnya suatu mutu perkawinan di Indonesia, sekitar tahun 1950-an, dimana setiap perkawinan terjadi perceraian sekitar 50-60%. Angka tersebut lebih besar dibandingkan

10Departemen Agama RI,

Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 72.

11


(40)

27

dengan angka perkawinan.12 Berikut data angka perceraian dan angka pernikahan

dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1976: Tabel 1

Angka Perceraian dan Angka Pernikahan di Indonesia dari Tahun 1951-1976

Tahun Talak / Cerai Nikah / Rujuk Prosentase Talak/ Cerai

1951 814.342 1.443.271 56, 42 %

1952 782.625 1.310.268 59,73%

1953 723.009 1.416.483 51,64%

1954 732.823 1.375.091 53,29%

1955 759.534 1.313.480 57,82%

1956 583.479 1.082.469 53,90 %

1957 598.576 1.148.847 52,10 %

1958 672.039 1.292.039 54,10 %

1959 696.673 1.319.770 52.78 %

1960 652.015 1.247.840 52.25 %

1961 595.745 1.040.734 57.24 %

1962 641.745 1.464.372 43, 84 %

1963 651.831 1.293. 181 50, 40 %

1964 612.819 1.130.460 54, 20 %

1965 578. 143 1.777.849 32, 52 %

1966 512. 792 1.096.895 46, 75 %

1967 447. 408 1.127.060 39, 69 %

1968 481. 746 1.101. 163 43, 74 %

1969 363. 500 954. 078 38. 10 %

1970 229. 886 889.316 25.85 %

1971 292. 004 956.578 30, 53 %

1972 308. 916 1.009. 208 30, 60 %

1973 318.545 1.018.546 31, 27 %

1974 312.314 1.176.916 27, 38 %

1975 315.161 1.244.180 25, 33 %

1976 101.819 931.932 10, 92 %

12Sururudin,

Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/.


(41)

28

Beranjak dari rasa sebuah keprihatinan yang timbul karena tingginya angka perceraian di Indonesia yang pada 1950 sampai dengan 1954 dari data statistik pernikahan di seluruh Indonesia mencapai 50-60% (rata-rata 1300-1400 kasus perceraian per hari), dan angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka pernikahan yang terjadi pada waktu itu. HSM Nasarudin Latif (almarhum) mencetuskan dan mensyaratkan keberadaan BP4, pada tanggal 4 April 1954 di Jakarta bersama dengan Seksi Penasehatan Perkawinan (SPP) pada Kantor Urusan Agama se-Kotapraja Jakarta Raya. Kemudian pada tanggal 3 Oktober 1954 Abdul Rauf Hamidy (almarhum) atau yang lebih dikenal dengan sebutan pak Arhatha juga membentuk organisasi yang bergerak dalam bidang yang sama yaitu dengan

nama Badan Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan (BP4).13

Pada saat itu, Abraham Stone salah seorang pakar penasehatan perkawinan dari Amerika Serikat pernah mengunjungi seksi penasehatan perkawinan yang

berdiri di Jakarta. Beliau terkesan dengan pilot project dalam usaha menstabilkan

perkawinan yang dirintis di Indonesia, sehingga ia mengundang HSM Nasarudin Latif yang pada saat itu menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kotapraja Jakarta Raya untuk mengadakan studi perbandingan serta saling tukar

pengalaman dibidang marrige counseling antara Indonesia dengan Amerika.14

Pada tahun 1956 atas prakarsa dari HSM Nasarudin Latif diselenggarakan musyawarah yang diikuti oleh wakil-wakil dari 21 organisasi wanita yang

13Amidhan , dkk,

BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 18.

14


(42)

29

sebagian besar tergabung dalam KOWANI, di mana secara bulat menyepakati

Seksi Penasehatan Perkawinan dikembangkan menjadi “Panitia Penasehatan

Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian” atau yang disingkat dengan P5 yang

diketuai oleh Ny. SR Poedjotomo dan HSM Nasarudin Latif sebagai penasehat. Wadah baru ini berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang usaha mengurangi perceraian dan mempertinggi nilai perkawinan. Gerak langkah P5 kemudian meluas sampai ke daerah-daerah di luar Jakarta, seperti Malang, Surabaya, Kediri, Lampung, dan Kalimantan. Daerah-daerah tersebut dikunjungi oleh HSM Nasarudin Latif dalam rangka memasyarakatkan P5 dan

membentuk cabang setempat.15

Sedangkan pada tahun 1958 bersama Hj. Alfiyah Muhadi, ibu KH. Anwar Musaddad dan ibu HK. Samawi di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah berdiri Badan Kesejahteraan Rumah Tangga (BKRT). Kemudian, dikukuhkan kepengurusan yang permanen yang diketuai oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) daerah Istimewa Yogyakarta, KH. Farid Ma‟ruf. Sedangkan di kabupaten juga dibentuk Balai BKRT yang langsung diketuai oleh kepala KUA Kabupaten. Sebagai aparat Departemen Agama pada waktu itu, pembentukan lembaga tersebut memang merupakan kebutuhan mendesak dalam upaya mengatasi banyaknya problematika perkawinan dan rumah tangga yang terjadi di daerah-daerah di

15


(43)

30

Indonesia. Sedangkan dalam skala luas, lembaga ini cukup menunjang misi

Departemen Agama dalam upaya pembinaan keluarga dan kehidupan beragama.16

Arhatha yang juga membentuk cabang Badan Penasehatan Perkawinan di beberapa kota lainnya, HSM Nasarudin Latif membina dan mengembangkan peran

dan profesi penasehatan perkawinan (marriage counseling) di Indonesia. Sampai

saatnya, dalam pertemuan pengurus Badan Penasehatan Perkawinan Tingkat I se-Jawa yang dilakukan pada tanggal 3 Januari 1960, disepakati gagasan peleburan organisasi-organisasi penasehatan perkawinan yang bersifat lokal itu menjadi badan nasional yang diberi nama Badan Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4). Kesepakatan tersebut, setelah dibahas dalam konferensi Dinas Departemen Agama ke VII yang berlangsung pada tanggal 25-30 Januari 1960, di Cipayung Bogor, kemudian dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1961. Dengan demikian BP4 resmi terbentuk secara Nasional dengan berpusat di Jakarta dan mempunyai cabang-cabang di

seluruh Indonesia.17

Kepengurusan BP4 Pusat yang pertama dilantik pada tanggal 20 Oktober 1961 oleh Menteri Agama yang waktu itu dijabat oleh Bapak KH. Wahib Wahab. Langkah-langkah yang dilakukan pertama kali setelah pelantikan pengurus BP4

Pusat, di antaranya adalah:18

16

Ibid., h. 29-30.

17

Ibid., h. 33.

18


(44)

31

a. Mengusahakan atau melengkapi segera terbentuknya BP4 di tingkat wilayah di daerah-daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Adapun pembentukan BP4 tingkat Karesidenan dan daerah tingkat II (kabupaten/kotapradja) adalah tugas BP4 wilayah begitupun pembentukan BP4 kecamatan adalah tugas BP4 daerah tingklat II.

b. Setelah BP4 tingkat wilayah atau propinsi seluruhnya terbentuk, maka sebaiknya segera diadakan konferensi umum oleh pusat yang dihadiri oleh wakil-wakil BP4 wilayah.

c. Menerbitkan majalah atau brosur yang berkaitan dengan soal-soal sekitar BP4 dan hasil laboratorium atau konferensi tersebut sebagaimana disebutkan pada poin kedua.

d. Segera mengadakan kontak dengan marriage counseling luar negeri untuk menambah dan memperdalam pengetahuan dan pengalaman yang bertalian dengan hajat atau keperluan BP4.

e. Mengadakan peninjauan dan penyelidikan lembaga-lembaga adat perkawinan dan kerumah tanggaan di daerah-daerah yang dianggap perlu.

f. Berusaha agar pemerintah menambah subsidi atau bantuan yang diberikan kepada BP4, dan pemerintah memberikan fasilitas dan lain-lain yang diperlukan oleh BP4.


(45)

32

g. Di samping apa-apa yang tersebut pada poin di atas, kiranya perlu pula BP4 ikut serta memikirkan dan berusaha mengenai segera keluarnya Undang-undang

Perkawinan umat Islam dan perbaikan nasib para Lebai/Modin/Kaum.19

Pembentukan BP4 sedikitnya didorong oleh tiga hal; yakni tingginya angka perceraian, banyaknya perkawinan di bawah umur dan praktek poligami yang tidak sehat. Pada tahun 1950-an, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, angka perceraian pernah mencapai 50% sampai 60% dan itu didorong oleh adanya perlakuan semena-mena terhadap wanita. Akibatnya banyak anak-anak yang menjadi korban, dan tidak sedikit istri yang tidak menentu nasibnya karena para suami meninggalkan istri dan anak-anaknya begitu saja tanpa pesan dan kesan.

Sejak berdirinya BP4 telah terasa perannya yang begitu sangat berarti bagi dunia perkawinan, yang lebih penting lagi yaitu salah satu usahanya dalam memperjuangkan lahirnya sebuah undang-undang yang mengatur tentang masalah perkawinan. Akan tetapi, pada saat itu untuk sebagian besar penduduk Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam belum ada undang-undang yang mengatur tentang hukum perkawinan mereka.

Hal inilah yang mendorong dilaksanaknnya kongres perempuan Indonesia pada tahun 1968 yang membahas tentang keburukan-keburukan yang terjadi pada perkawinan umat Islam pada waktu itu. Pembahasan tersebut terjadi bukan dikarenakan tidak adanya peraturan dalam umat Islam tentang masalah perkawinan, akan tetapi banyak orang yang tidak mentaati rambu-rambu dalam

19


(46)

33

perkawinan disebabkan tidak adanya aturan atau undang-undang perkawinan yang memberikan sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar.

Melalui perjalanan panjang sejak tahun 1962 di mana BP4 mendesak pemerintah agar segera membuat dan mengesahkan undang-undang tentang perkawinan, pada tanggal 2 Januari 1974 keluarlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Walaupun dalam rancangan undang-undang yang diajukan tersebut yang diajukan ke DPR ada beberapa hal yang bertentangan dengan agama Islam, tetapi keberadaan undang-undang ini sangat membantu dan mendukung berlakunya perkawinan umat Islam. Dengan keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini, maka tercapailah cita-cita BP4, terlebih dengan dicantumkannya

Pasal 39 ayat (1):20

“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, angka perceraian menurun secara drastis. Angka perceraian yang ada pada 1975 masih sekitar 25,33%, sementara pada 1976

menurun menjadi 10,92%.21

20Departemen Agama RI,

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), h. 32.

21Sururudin,

Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/.


(47)

34

Penasehatan perkawinan dapat diberikan oleh seorang saja, akan tetapi akan lebih sempurna bila diberikan oleh suatu tim (tim penasehat), yang terdiri dari berbagai profesi, misalnya ahli agama, ahli hukum jiwa, pekerja sosial, dokter dan lain sebagainya. Masing-masing ahli ini akan memberikan nasihat sesuai dengan bidang keahliannya, terutama dalam pemecahan suatu masalah yang dialami oleh orang yang diberi nasihat.

BP4 sejak didirikan sudah banyak melakukan upaya pembinaan keluarga. Sejak pasangan keluarga sebelum menikah sudah diharuskan mengikuti kursus calon pengantin, sampai pasangan itu berumah tangga selalu diberikan pembinaan, bahkan kalau dalam keluarga ada perselisihan, BP4 selalu aktif memberikan

advokasi dan mediasi. Itulah sebabnya BP4 dulu, kepanjangannya adalah Badan

Penasihatan Perkawinan & Penyelesaian Perceraian. Namun, setelah semua kasus perceraian ditangani oleh Pengadilan Agama, kepanjangan BP4 dirubah menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.22 Maka berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 85 Tahun 1961 BP4 berdiri secara nasional, dan kepanjangan BP4 yang semula adalah Badan Penasihatan Perkawinan, dan Penyelesaian Perceraian kemudian disempurnakan menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.

22Taufik, Sejak Dulu BP4 sudah Menangani Perselisihan Rumah Tangga”, artikel diakses

pada 6 Juli 2011 dari http://kua-terentang.blogspot.com/2010/06/kma-mendukung-bp4-menjadi-lembaga.html.


(48)

35

Adapun visi dan misi BP4 adalah sebagai berikut:23

1) Visi BP4 adalah mewujudkan Keluarga Sakinah dengan landasan keimanan

dan ketaqwaan yang kokoh sebagai pilar pembangunan bangsa.

2) Misi BP4 adalah:

a). Membekali pasangan-pasangan dalam memasuki perkawinan dan membina keluarga.

b). Membantu keluarga-keluarga dalam memantapkan kehidupan keluarga sakinah dan menyelesaikan permasalahan dalam melestarikan perkawinan. B. Pengertian Keluarga Sakinah

Keluarga Sakinah terdiri dari dua suku kata, yaitu keluarga dan sakinah. Yang dimaksud keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami-istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Jadi, setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami-istri. Baik

mempunyai anak atau tidak mempunya anak (nuclear family).24

Keluarga yang dimaksud ialah suami-istri yang terbentuk melalui

perkawinan.25 Di sini ada titik penekanan melalui perkawinan, kalau tidak melalui

perkawinan maka bukan keluarga. Maka hidup bersama seorang pria dengan

23BP4 Pusat,

Hasil Musyawarah Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kesebelas, (Jakarta: BP4 Pusat, 1998), h. 95.

24Departemen Agama RI,

Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2005), h. 4.

25Departemen Agama RI,

Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2009), h. 4.


(49)

36

seorang wanita tidak dinamakan keluarga, jika keduanya tidak diikat oleh

perkawinan. Karena itu perkawinan diperlukan untuk membentuk keluarga.26

Sedangkan yang dimaksud dengan sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang. Sebaliknya apabila sebagian atau salah satu dari yang disebutkan tadi tidak terpenuhi, maka orang tersebut akan merasa kecewa, resah dan gelisah. Hajat hidup yang diinginkan dalam kehidupan duniawiyah seseorang meliputi: kesehatan, sandang, pangan, papan, paguyuban,

perlindungan hak azasi dan sebagainya. 27Seseorang yang sakinah hidupnya adalah

orang yang terpelihara kesehatannya, cukup sandang, pangan dan papan, diterima dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak azasinya terlindungi oleh norma agama, norma hukum dan norma susila.

Pengertian keluarga sakinah dalam istilah ilmu fiqih disebut “usrah“ atau

qirabah” yang juga telah menjadi bahasa Indonesia yaitu “kerabat”.28 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah ibu bapak dengan anak- anaknya

atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.29

Keluarga bisa berarti batih yaitu ibu, bapak anak-anaknya atau seisi rumah

yang menjadi tanggungan, dan dapat pula berarti kaum yaitu sanak saudara serta

26BP4 Provinsi DKI Jakarta,

Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta, 2009), h. 4.

27BP4 Provinsi DKI Jakarta,

Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta, 2010), h. 5.

28Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,

Ilmu Fiqih, Jilid II, cet.II, (Jakarta: Departemen Agama, 1984/1985), h. 156.

29Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka ,1988), h. 413.


(50)

37

kaum kerabat.30 Yang dimaksud dengan keluarga disini adalah unit terkecil dalam

masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, atau suami istri dan anak-anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah

satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.31

Keluarga adalah tempat pengasuhan dan penggemblengan alami yang

sanggup memelihara anak-anak yang sedang tumbuh, yang mampu

mengembangkan fisik, daya nalar, dan jiwa seorang anak.32

Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang

terdiri dari suami-istri, baik beserta anak atau anak-anak, maupun tidak.33

Sedangkan kata Sakinah dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa adalah

kedamaian, ketenteraman, ketenangan, kebahagian.34 Secara etimologi sakinah

adalah ketenangan, kedamaian, dari akar kata sakan menjadi tenang, damai,

merdeka, hening, tinggal.35 Dalam Islam kata sakinah menandakan ketenangan dan

30Achmad Sutarmadi dan Mesraini,

Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga,

(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006 ), h.9. lihat juga Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Balai Pusataka, 1995), h. 471.

31Artikel diakses pada 23 April 2011 dari

http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/keluarga.pdf.

32Ahmad Fa‟iz,

Cita Keluarga Islam Pendekatan Tafsir Tematik, cet.II, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 70.

33Ahmad Subino Hadisubroto, dkk,

Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993), h. 100.

34Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka ,1988), h. 769.

35Cyril Glasse,

Ensiklopedia Islam, Penerjemah Ghuron A. Mas‟adi, cet.II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1991), h. 351.


(51)

38

kedamaian secara khusus, yakni kedamaian dari Allah SWT, yang berada dalam

qalbu. Sakinah adalah kedamaian, katentraman, ketenangan dan kebahagiaan.36

Secara terminologi, keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang dan tentram, rukun, dan damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan mesra dan harmonis, diantara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan dan kasih

sayang.37

Keluarga sakinah adalah keluarga yang mendapatkan limpahan rahmat dan berkah dari Allah SWT, setiap manusia harusnya berlomba-lomba untuk mencapai ketenangan dalam berumah tangga, menjadi dambaan dan idaman setiap insan sejak merencanakan pernikahan, serta merupakan tujuan dari pernikahan itu

sendiri.38

Keluarga sakinah adalah keluarga yang saling mengerti hak dan kewajiban masing-masing dan juga bersama. Mampu saling mengerti bahwa kita berasal dari pendidikan yang berbeda, dan berharap kita saling mencintai karena Allah SWT dan diakhiri dengan harapan mendapatkannya berkah dari usaha-usaha kita

mencintai sesama karena Allah SWT.39

36Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), h. 863.

37

Hasan Basri, Membina Keluarga Sakinah, cet.IV,(Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h. 16.

38

Ibid., h. 17.

39Artikel diakses pada 23 April 2011 dari


(52)

39

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor: D/7/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan

Keluarga Sakinah Bab III Pasal 3 menyatakan bahwa:40

”Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.41

Dalam beberapa definisi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa keluarga sakinah adalah sebuah keluarga unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya hidup bersama secara harmonis, diliputi rasa kasih sayang, terpenuhinya kebutuhan baik materi maupun spiritual secara seimbang dan di dalamnya terdapat ketenangan, kedamaian serta mengamalkan ajaran agama sekaligus merealisasikan akhlak mulia.

Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang

pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih dan shalihah. Di dalamnya, kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang,

40Departemen Agama RI,

Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, edisi 2004, (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), h. 1191.

41Departemen Agama RI,

Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah,

(Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat Bidang Urusan Agama Islam, 2001), h. 21.


(1)

102

---, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2000.

---, Modul TOT Kursus Calon Pengantin. Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001.

---, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001.

---, Pegangan Calon Pengantin. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001.

---, Pembinaan Keluarga Pra Sakinah dan Sakinah I. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah Jakarta, 2001.

---, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Geraakan Keluarga Sakinah. Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat Bidang Urusan Agama Islam, 2001.

---, Petunjuk Teknis Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2005.

---, Tanya Jawab Seputar Kepenghuluan. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003.

---, Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah Seri Kesehatan. Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2005.

---, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004.


(2)

103

---, Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, edisi 2004. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004.

---, Ilmu Fiqih, Jilid II, cet.II. Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984/1985.

---, al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: CV. Indah Press, 1995.

Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat Bidang Urusan Agama Islam. Himpunan Peraturan Perundang- undangan Produk Halal. Bandung: Departemen Agama Provinsi Jawa Barat, 2003.

Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah, cet.I. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995. Djalil, A. Basiq. Tebaran Pemikiran Keislaman di Tanah Gayo. Jakarta: Qalbun

Salim, t.t.

Fa‟iz, Ahmad. Cita Keluarga Islam Pendekatan Tafsir Tematik, cet.II. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Ghozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat, cet.III. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.

Glasse, Cyril. Ensiklopedia Islam. Penerjemah Ghuron A. Mas‟adi, cet.II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1991.

Hadisubroto, Ahmad Subino. dkk. Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993.

Hakal, Abduttawab. Rahasia perkawinan Rasulullah SAW, Poligami Dalam Islam vs Monogami Barat, cet.I. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993.

Hawari, Dadang. Forbidden Love (Cinta Terlarang). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.

Ilyas, Hj. Ny. Nurdin. Pernikahan yang Suci Berlandaskan Tuntutan Agama, cet.I. Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2000.

Ismail, Thoriq. Mata Kuliah Menjelang Pernikahan. Surabaya: Pustaka Progressif, 1994.


(3)

104

Junaedi, Dedi. Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut al-Quran dan as-Sunnah, edisi pertama. Jakarta: Akademika Pressindo, 2002. Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tanah Abang. Laporan Kerja Tahunan.

Jakarta: KUA Tanah Abang, 2009.

---, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kota Jakarta Pusat. Jakarta: KUA Tanah Abang, 2006.

Kartubi, Mashuri. Baiti Jannati Memasuki Pintu-pintu Surga dalam Rumah Tangga. Jakarta: Yayasan Fajar Islam Indonesia, 2007.

Mubarok, Achmad. Nasehat Perkawinan dan Konsep Hidup Berkeluarga. Jakarta: Jatibangsa, 2006.

Muchtar, Kamal. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang, t.th.

Muthahhari, Murtadha. Etika Seksual dalam Islam. Penerjemah M. Hashem, cet.V. Jakarta: PT Lentera Basritama, 1996.

Narboko, Cholid dan Achmadi, Abu. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Pustaka, 1997.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, cet.III. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Soekanto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.

Sopyan, Yayan. Metode Penelitian untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Jakarta: Fakutas Syariah dan Hukum, 2009.

Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006.

Summa, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Lampiran III. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.


(4)

105

Sutarmadi, Achmad dan Mesraini. Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Sutarmadi, Achmad. Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020. BP4 Bekerjasama Dengan BKM Provinsi Jawa Timur, 1997.

Thalib, Sayuti. Hukum Keluarga Indonesia, cet.V. Jakarta: Universitas Indonesia, 1986.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988.

---, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.I. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Surabaya: Arkola, t.th.

Wawancara Pribadi

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Fatemi. Jakarta. 29 Juli 2011. Wawancara Pribadi dengan Hj. Maspuah. Jakarta. 23 Juli 2011.

Wawancara Pribadi dengan Maman Taofik Rahman. Jakarta. 22 Juni 2011. Wawancara Pribadi dengan Sri Rahayu. Jakarta. 01 Agustus 2011.

Sumber Hukum Tertulis

Hasil Musyawarah Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) XI.

Hasil Musyawarah Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) ke XIV.


(5)

106

Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor: D/7/1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah.

Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 1b.3/1/1/1966 tanggal 12 Agustus 1966 Tentang Pembentukan Kota Administrasi Kecamatan dan Kelurahan dalam Wilayah DKI Jakarta.

Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 517 Tahun 2001 Tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan.

Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 373 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya.

Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 85 tahun 1961 Tentang Penetapan BP4.

Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Putusan Menteri Agama (PMA) Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Pernikahan.

Situs Internet

Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http//www.antaranews.com/…/mencari -keluarga-sakinah-di-tengah-maraknya-perceraian.

Artikel diakses pada 23 April 2011 dari

http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peran-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/.

Artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://rifka-annisa.or.id/go/revitalisasi-peran-bp4/.

Artikel diakses pada Rabu, 6 Juli 2011 dari


(6)

107

Sururudin. “Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian”. Artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/.

Taufik, “Sejak Dulu BP4 sudah Menangani Perselisihan Rumah Tangga”. Artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://kua-terentang.blogspot.com/2010/06/kma-mendukung-bp4-menjadi-lembaga.html.

Wordpress. “Konsep Membina Keluarga Sakinah”. Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http://ridoens.wordpress.com/2009/08/13/konsep-membina-keluarga-sakinah/.

Wordpress. Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/keluarga.pdf.