Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan Cibest Model (Studi Kasus : Pt Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM
MENGURANGI KEMISKINAN BERDASARKAN CIBEST
MODEL (STUDI KASUS : PT MASYARAKAT MANDIRI
DOMPET DHUAFA)

CAESAR PRATAMA

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendayagunaan Zakat
Produktif dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan CIBEST Model (Studi
Kasus : PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa) adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Caesar Pratama
NIM H54110059

ABSTRAK
CAESAR PRATAMA. Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mengurangi
Kemiskinan Berdasarkan CIBEST Model (Studi Kasus : PT Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK.
Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimesi dan dihadapai
oleh berbagai negara, khususnya negara berkembang, termasuk Indonesia.
Penelitian ini menganalisis dampak zakat produktif dalam mengurangi
kemiskinan rumah tangga mustahik dengan pendekatan kondisi sebelum dan
sesudah menerima bantuan dana zakat produktif. Penelitian ini menggunakan data
primer dengan wawancara melalui kuisioner di empat desa di Kabupaten Bogor.
Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu berjumlah 121 rumah tangga
mustahik. CIBEST Model yang terdiri atas kuadran CIBEST dan indeks

kemiskinan Islami merupakan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini.
CIBEST model dibuat dan dikembangkan oleh Beik dan Arsyianti pada tahun
2014. CIBEST Model tidak hanya menganalisis dari sisi material tetapi juga sisi
spiritual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata
pendapatan rumah tangga setelah mendapat bantuan dana zakat produktif . Indeks
kemiskinan material, spiritual, dan absolut masing-masing mengalami penurunan
sebesar 49.6, 1.6, dan 12.3 persen. Sedangkan indeks kesejahteraan meningkat
sebesar 63.7 persen. Dana zakat produktif memberikan dampak positif dalam
mengurangi kemiskinan rumah tangga mustahik.
Kata kunci : CIBEST Model, indeks kemiskinan Islami, kemiskinan, zakat
produktif

ABSTRACT
CAESAR PRATAMA. The Utilization of Productive Zakat in Reducing
Poverty Based on CIBEST Model (Case Study : PT Masyarakat Mandiri Dompet
Dhuafa). Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK.
Poverty is a multidimentional problem and faced by various countries,
especially developing countries, including Indonesia. This research will analyze
the impact of productive zakat in reducing households poverty of musthik with the
approach of conditions before and after receiving productive zakat fund. This

research using primary data by interviews through questionnaire in four villages
in Bogor district. The number of respondents in this research are 121 households.
CIBEST Model which is made up of kuadran CIBEST and Islamic poverty index
serve as an instrument of analysis that was used in this research. CIBEST Model
was created and developed by Beik and Arsyianti in 2014. CIBEST Model not
only analyze the material side but also the spiritual side. The result of this
research shows that there was a rise in the average households income after
obtaining productive zakat fund. Material, spiritual, and absolute poverty index

decreased by 49.6, 1.6, and 12.3 percent. Meanwhile the welfare index is
increased by 63.7 percent. Productive zakat give a positive impact in reducing
households poverty of mustahik.
Keywords : CIBEST Model, Islamic poverty index, productive zakat, poverty

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM
MENGURANGI KEMISKINAN BERDASARKAN CIBEST
MODEL (KASUS : PT MASYARAKAT MANDIRI
DOMPET DHUAFA)

CAESAR PRATAMA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala limpahan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
penulisan skripsi yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah mengenai
pengaruh pendayagunaan zakat produktif terhadap kemiskinan dengan judul
Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan

CIBEST Model (Kasus : PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa).
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Irfan Syauqi Beik selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan arahan. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Jaenal Effendi dan Salahuddin Al
Ayyubi, MA selaku penguji utama dan penguji dari Komisi Pendidikan
Departemen Ilmu Ekonomi atas saran dan masukan untuk perbaikan dalam skripsi
ini. Penulis sampaiakan terima kasih pula kepada Bapak Syukri dan Ibu Lainar
sebagai orang tua atas bimbingan, arahan, dan dukungan yang diberikan, serta
kepada Aditiya Bestari dan Muhammad Fahrel sebagai adik penulis atas semangat
yang diberikan. Selain itu penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Yuni dan Bapak Sutisna selaku pihak dari PT Masyarakat Mandiri,
terima kasih atas izinnya untuk melakukan penelitian di PT Masyarakat
Mandiri.
2. Ibu Hesti dan Ibu Fika yang telah bersedia mengantarkan penulis ke
wilayah-wilayah responden.
3. Teman-teman seperjuangan pengumpulan data Ernawati dan Dessy Nur
Hasanah.
4. Dosen-dosen dan Staff Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu
mempermudah penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
5. Teman-teman satu bimbingan skripsi.

6. Keluarga Ilmu Ekonomi 48, khusus nya program studi Ilmu Ekonomi
Syariah.
7. Keluarga besar Sharia Economics Student Club (SES-C) khususnya Divisi
Eksternal
8. Tim Kuliah Kerja Profesi 2014 Desa Hegarmanah
9. Keluarga besar Jati House Tono, Danang Pramudita, Rizki Adisetia, Ibnu
Abdhika, Syauqi Ihsan, Maulana Sydik, Fony Farizal.
10. Cops TPB A11
Terima kasih juga kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dan tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Juni 2015

Caesar Pratama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR GRAFIK

vi

DAFTAR DIAGRAM

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian

7


TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kemiskinan

8
8

Jenis – Jenis Kemiskinan

10

Indeks-Indeks Kemiskinan Umum

11

Pengertian Kemiskinan dalam Islam

13

Konsep dan Pengertian Zakat


14

Pendayagunaan Dana Zakat serta Dampaknya terhadap Ekonomi

15

Penelitian Terdahulu

17

Kerangka Pemikiran

18

METODE PENELITIAN

21

Waktu dan Lokasi Penelitian


21

Jenis dan Sumber Data

21

Sampel Penelitian

21

Metode Analisis Data

22

Uji t-statistik Data Berpasangan

27

Klasifikasi Kuadran CIBEST Berdasarkan Nilai Aktual SV dan MV

27

Kuadran CIBEST

28

Indeks Kemiskinan Material

31

Indeks Kemiskinan Spiritual

31

Indeks Kemiskinan Absolut

31

Indeks Kesejahteraan

32

Uji Validitas dan Reliabilitas

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

33

Profil dan Gambaran Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa

33

Karakteristik Kepala Keluarga Mustahik

36

Analisis Dampak Pendistribusian Dana Zakat terhadap Perubahan Pendapatan
Rumah Tangga Mustahik
37
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

38

Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik
sebelum Mendapatkan Bantuan Dana Zakat dan Bimbingan dari Masyarakat
Mandiri dan Dompet Dhuafa
39
Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik
setelah ada Bantuan Dana Zakat dan Bimbingan dari Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa
41
Analisis Indeks Kemiskinan Islami Rumah Tangga Mustahik (CIBEST
MODEL)

43

Analisis Indeks Kemiskinan Material Rumah Tangga Mustahik

44

Analisis Indeks Kemiskinan Spiritual Rumah Tangga Mustahik

45

Analisis Variabel Kemiskinan Spiritual

46

Indeks Kemiskinan Absolut Rumah Tangga Mustahik

53

Indeks Kesejahteraan Rumah Tangga Mustahik

54

Analisis Kuadran CIBEST dan Indeks Kemiskinan Berdasarkan Jenis Kelamin
Kepala Keluarga
55
Analisis Kuadran CIBEST Berdasarkan Pekerjaan Kepala Rumah Keluarga 60
Analisis Indeks Kemiskinan Islami Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kepala
Keluarga
SIMPULAN DAN SARAN

63
70

Simpulan

70

Saran

71

DAFTAR PUSTAKA

72

RIWAYAT HIDUP

82

DAFTAR TABEL
1 Perubahan jumlah penduduk miskin Maret 2012-September 2013
2 Jumlah penduduk miskin perkotaan dan pedesaan di Indonesia
periode Maret - September 2013 dan Maret-September 2014
3 Penghimpunan dana masyarakat Dompet Dhuafa 2014
4 Perbedaan teori kemiskinan Neo-Liberal dan Sosial Demokrat
5 Indikator kebutuhan spiritual
6 Kombinasi nilai aktual SV dan MV
7 Karakteristik kepala keluarga mustahik
8 Perubahan jumlah rumah tangga mustahik (Analisis Kuadran
CIBEST)
9 Indeks kemiskinan Islami
10 Skor kebutuhan spiritual
11 Indeks kemiskinan kepala keluarga jenis kelamin Laki-Laki dan
Perempuan
12 Nilai indeks kemiskinan berdasarkan pekerjaan kepala keluarga saat
kondisi
13 Nilai indeks kemiskinan berdasarkan pekerjaan kepala keluarga saat
kondisi sesudah menerima bantuan dana zakat produktif dan
bimbingan
14 Persentase perubahan nilai indeks kemiskinan Islami berdasarkan
jenis pekerjaan keluarga

2
2
6
9
25
27
36
42
44
47
57
64

64
65

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Lingkaran setan kemiskinan
Kerangka pemikiran penelitian
Kuadran CIBEST
Cara Kerja Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa
Kuadran CIBEST sebelum mendapat bantuan dana zakat produktif dan
bimbingan
6 Kuadran CIBEST setelah mendapat bantuan dana zakat
produktif dan bimbingan
7 Indikator kesejahteraan dalam Islam
8 Kuadran CIBEST untuk kepala keluarga jenis kelamin Perempuan
9 Kuadran CIBEST untuk kepala keluarga jenis kelamin Laki-Laki
10 Kuadran CIBEST jenis pekerjaan kepala keluarga

4
20
28
34
39
41
54
55
56
61

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian
2 Hasil uji t-statistik data berpasangan
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

74
80
81

DAFTAR GRAFIK
1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia periode 20032014

2

DAFTAR DIAGRAM
1 Shalat lima waktu
2 Shalat lima waktu secara berjamaah ditambah shalat sunnah
3 Ibadah puasa wajib dan puasa sunnah
4 Zakat dan infak
5 Lingkungan rumah tangga
6 Kebijakan pemerintah

48
49
50
51
52
53

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang bersifat multidimensional
dan dihadapi oleh berbagai negara, khususnya negara-negara berkembang.
Multidimensional dalam hal ini adalah bahwa kemiskinan tidak hanya dapat
diukur dalam satu aspek, misalnya hanya diukur dari aspek ekonomi saja, tetapi
dapat diukur pula melalui pendekatan kebutuhan spiritual masyarakat. Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang memiliki bagian masalah kemiskinan yang
cukup besar. Pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter, Indonesia dihadapkan
pada kondisi perekonomian yang sangat buruk, termasuk meningkatnya jumlah
penduduk miskin. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 1998 berjumlah 49.50
juta atau sekitar 24.23 persen penduduk Indonesia (TNP2K 2014). Angka tersebut
merupakan angka kemiskinan yang sangat tinggi dalam dalam kurun waktu 20
tahun sebelumnya. Akibat krisis ekonomi tersebut maka pemerintah menetapkan
bahwa upaya pengentasan kemiskinan sebagai salah satu prioritas kerja
pemerintah Indonesia.
Pemerintah saat ini memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan
yang terintegrasi mulai dari program penanggulangan kemiskinan berbasis
bantuan sosial, program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat serta program penanggulangan kemiskinan yang berbasis
pemberdayaan usaha kecil yang dijalankan oleh berbagai elemen Pemerintah baik
pusat maupun daerah (TNP2K 2014). Program-program tersebut terbukti dapat
menurunkan angka kemiskinan, hingga tahun 2013 jumlah penduduk miskin
berkurang menjadi 28.55 juta jiwa atau sebesar 11.47 persen dari total jumlah
penduduk. Masalah lain yang timbul setelah pemerintah berhasil mereduksi angka
kemiskinan adalah kesenjangan pendapatan yang terus meningkat sebagai akibat
dari harta yang hanya bergerak di segelintir pihak dan hasil pembangunan tidak
sepenuhnya dapat didistrubusikan ke seluruh sektor dan lapisan masyarakat (Tsani
2010).
Tingkat kemiskinan masyarakat walaupun cenderung menurun, namun
nyatanya angka kemiskinan yang sudah dicapai saat ini masih jauh dari target
angka kemiskinan Millennium Development Goals (MDGs) atau Deklarasi
Milennium. Terdapat delapan target yang disepakati oleh para pemimpin dunia di
New York pada tahun 2000 untuk dicapai pada tahun 2015, kedelapan target
tersebut meliputi masalah kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, angka
kematian bayi, kesehatan ibu, beberapa penyakit menular utama, lingkungan serta
permasalahan global terkait perdagangan, serta bantuan dan hutang. Target
kemiskinan untuk Indonesia dalam MDGS diharapkan jumlah penduduk miskin
mencapai angka 7.5 persen dari total jumlah penduduk. Oleh karena itu walaupun
jumlah penduduk miskin cenderung turun namun masih cukup jauh dari target
MDGS yang telah ditargetkan dan disepakati bersama (Laporan MDGs 2008).

2

Grafik 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia periode 2003-2014
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

Persentase penduduk
miskin (%)
Jumlah Penduduk
Miskin (Juta Jiwa)

Tabel 1 Perubahan jumlah penduduk miskin Maret 2012-September 2013
Perubahan Jumlah
Penduduk Miskin
(juta jiwa)

Periode

Maret 2012 – Maret 2013
September 2012 – September 2013
Sumber : BPS dan TNP2K 2014 (diolah)

- 1.06
- 0.05

Perubahan Angka Kemiskinan
(Persentase)
- 0.58
- 0.19

Grafik dan Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun
2003 sampai 2014. Jumlah penduduk miskin cenderung menurun, hanya
pada tahun 2005 ke tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat dari
35.10 juta jiwa menjadi 39.05 juta jiwa. Hal yang sama juga terjadi pada
bulan September tahun 2013, jumlah penduduk miskin meningkat dari 28.07
juta jiwa menjadi 28.55 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin dari bulan Maret
2012 hingga 2013 rata-rata berkurang sebesar 1.06 juta jiwa atau sebesar
0.58 persen, sedangkan dari bulan September 2012 hinga bulan September
2013 jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0.05 juta jiwa atau sebesar
0.19 persen.
Tabel 2 Jumlah penduduk miskin perkotaan dan pedesaan di Indonesia periode Maret September 2013 dan Maret-September 2014
Periode
Maret 2013
September 2013
Maret 2014
September 2014

Jumlah penduduk miskin (ribu)
Kota
Desa
10325.53
17741.03
10634.47
17919.46
10507.20
17772.81
10356.69
17371.09

Sumber : BPS 2014 (diolah)

Persentase (persen)
Kota
Desa
8.39
14.32
8.52
14.42
8.34
14.17
8.16
13.76

3
Tabel di atas menggambarkan jumlah penduduk miskin yang berada di
wilayah perkotaan dan pedesaan pada kurun waktu Maret 2013 hingga September
2014. Pada Bulan Maret 2013 jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar
10.53 juta jiwa atau sebesar 8.39 persen, sedangkan penduduk miskin di pedesaan
berjumlah 17.03 juta jiwa atau sebesar 14.32 persen. Pada bulan September 2014
penduduk miskin di perkotaan menjadi 10.59 juta jiwa atau sebesar 8.16 persen
dan penduduk miskin di pedesaan menjadi 17.09 juta jiwa atau sebesar 13.76
persen. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemiskinan yang terjadi lebih tinggi
pada wilayah pedesaan dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah
angka penduduk miskin tergolong tinggi. Pada bulan Maret 2014, masyarakat
yang berada dibawah garis kemiskinan berjumlah 4 327 065 jiwa, jumlah ini
menurun dari data sebelumnya pada bulan September 2013 jumlah penduduk
miskin di Provinsi Jawa Barat sebesar 4 375 172 jiwa, atau menurun sebesar 48
107 jiwa. Provinsi Jawa Barat cukup berbeda dengan provinsi lainnya dimana
jumlah penduduk miskin di kota lebih besar dibandingkan jumlah penduduk
miskin di pedesaan. Pada bulan Maret 2014 proporsi jumlah penduduk miskin di
kota sebesar 2 578 000 dan penduduk miskin di pedesaan sebesar 1 748 000.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang
memiliki tingkat kemiskinan cukup tinggi dibanding wilayah Kabupaten Bekasi.
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi merupakan dua Kabupaten di Jawa Barat
yang lokasi nya dalam satu wilayah Jabodetabek dengan kondisi kehidupan
masyarakat yang relatif sama. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Analisa
Pembangunan Jawa Barat (PUSDALISBANG) menunjukkan persentase
penduduk miskin di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi pada tahun 2009
dan 2010. Pada tahun 2009 persentase penduduk miskin di Kabupaten Bogor
sebesar 10.81 persen sedangkan di Kabupaten Bekasi sebesar 5.97 persen. Tahun
2010 persentase penduduk miskin di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi
masing-masing bernilai 9.97 persen dan 6.61 persen.
Permasalahan kemiskinan merupakan masalah ekonomi yang sangat erat
kaitannya dengan dimensi sosial. Zakat memiliki tiga dimensi yaitu dimensi sosial,
dimensi ekonomi, dan dimensi spiritual. Zakat dalam dimensi sosial berupaya
untuk menciptakan harmonisasi kondisi sosial masyarakat, sedangkan dalam
dimensi ekonomi berupaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkeadilan
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa. Dimensi spiritual secara
personal merupakan implikasi keimanan seseorang terhadap ketentuan Allah
subhanahu wa ta’ala, selain itu dalam hubungan dengan dimensi spiritual, zakat
juga menjadi instrumen penyucian harta serta mendorong etos kerja umat muslim
untuk mencari rezeki yang halal (Beik 2010). Oleh karena itu, zakat sebagai salah
satu instrumen moneter dan sosial Islam memiliki peranan yang cukup besar
untuk dapat mengatasi masalah kemiskinan melalui program pendayagunaan
zakat tersebut. Selain itu, zakat juga erat kaitannya dengan aspek ibadah atau
spritual. Sehingga zakat tidak hanya melibatkan aspek sisi finansial saja tetapi
juga sisi spiritual.

4

Pengukuran dampak zakat dalam mengurangi kemiskinan umumnya
masih terbatas pada pengukuran aspek material. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu model yang mampu mengukur aspek material dan juga aspek spiritual
secara bersamaan. Hal ini agar sejalan dengan teori tiga dimensi zakat guna
mencapai tujuan dari pendayagunaan dana zakat tersebut. CIBEST Model
merupakan salah satu metode baru yang muncul untuk mengukur
kemiskinan. Model ini mengukur kemiskinan dalam perspektif Islam
dengan menyelaraskan aspek kebutuhan material dan juga aspek spiritual.
Perumusan Masalah
Masyarakat miskin umumnya sudah terjebak dalam lingkaran setan
kemiskinan atau Vicious Circle of Poverty. Nurkse dalam Purnamasari 2010
menyebutkan bahwa lingkaran setan sebagai suatu deretan melingkar
dimana satu sama lain memiliki kekuatan yang sama untuk bereaksi
sedemikian rupa hingga menempatkan seseorang dalam keadaan melarat
yang berkepanjangan. Teori lingkaran setan ini berawal dari rendahnya
produktivitas masyarakat sebagai dampak dari kurangnya modal usaha.
Berikut gambar dari lingkaran setan kemiskinan:

Produktivitas
rendah

Pendapatan
rendah

Tabungan rendah

Kurang modal

Investasi rendah
Gambar 1 Lingkaran setan kemiskinan
Sumber : Purnamasari 2010 (diolah)

5
Lingkaran setan tersebut menggambarkan suatu siklus yang berkelanjutan.
Dimulai dari tingkat produktivitas yang rendah mengakibatkan rendahnya tingkat
pendapatan. Rendahnya tingkat pendapatan mengakibatkan rendahnya tingkat
tabungan dan permintaan. Selanjutnya tingkat tabungan yang rendah berakibat
pada rendahnya tingkat investasi dan kurang nya modal. Kekurangan modal ini
kembali kepada fase rendahnya produktivitas yang dihasilkan. Lingkaran ini akan
terus berlangsung apabila tidak terdapat perubahan yang membuat terputusnya
lingkaran setan kemiskinan ini. Upaya utama yang dapat dilakukan untuk
memutus lingkaran setan kemiskinan ini adalah memberikan tambahan modal
kepada masyarakat miskin yang disertai dengan bimbingan dan pendampingan
guna meningkatkan produktivitas.
Zakat sebagai salah satu instrumen pembangunan dalam ekonomi syariah
diharapkan mampu menjadi sebuah katalisator bagi percepatan pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin (mustahik) melalui
program pendayagunaan zakat. Program pendayagunaan zakat ini terbagi atas dua
konsentrasi yaitu program pendayagunaan zakat konsumtif yang bersifat jangka
pendek dan program pendayagunaan zakat produktif yang bersifat jangka panjang.
Pendayagunaan zakat konsumtif dapat berupa pemberian langsung bantuan
kepada mustahik dalam bentuk bantuan-bantuan yang berguna untuk memenuhi
kebutuhan dasar. Zakat produktif lebih bersifat jangka panjang, mustahik akan
diberikan suatu modal untuk dijadikan usaha yang nantinya diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas usahanya. Zakat produktif ini akan membuat
mustahik lebih mandiri dalam membiayai kehidupannya karena para mustahik
akan mendapatkan tambahan penghasilan. Zakat produktif dinilai lebih
bermanfaat bagi mustahik dibandingkan dengan zakat konsumtif yang bersifat
sesaat. Zakat juga tidak dapat dilepaskan dari unsur ibadah dan spiritual, sehingga
adanya bantuan dana zakat produktif seharusnya tidak hanya mampu mengatasi
masalah kesmiskinan spiritual tetapi juga mampu meningkatkan sisi spiritual
mustahik.
Dompet Dhuafa merupakan salah satu Lembaga Amil Zakat(LAZ) yang
cukup besar dan memiliki rekam jejak yang baik dalam pengumpulan dan
pendayagunaan zakat. Program pendayagunaan zakat oleh Dompet Dhuafa
diantaranya terdapat di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, pembangunan
sosial, dan kawasan terpadu. Program yang bergerak dibidang produktif yaitu
bidang ekonomi dan kawasan terpadu. Program tersebut berupaya untuk
membantu memecahkan masalah kemiskinan dengan cara mendampingi
masyarakat melakukan usaha di bidang-bidang yang telah disesuaikan dengan
klaster wilayah masing-masing agar tercipta wilayah kerja baru dan masyarakat
berdaya secara finansial. Dompet Dhuafa juga tidak hanya memberikan bantuan
dalam bentuk dana, tetapi juga dalam bentuk bimbingan dan pendampingan terkait
usaha dan spiritual.

6

Tabel 3 Penghimpunan dana masyarakat Dompet Dhuafa 2014
Jenis
Zakat
Infak
Wakaf
Kemanusiaan
Kurban
CSR
Lain-lain
Total

Desember 2014
3 034 653 752.00
1 203 587 387.00
289 024 816.00
145 899 335.00
4 798 802.00
46 081 800.00
.00
4 724 045 892.00

Januari-Desember 2014
109 052 242 174.13
27 445 270 369.11
5 924 367 690.19
14 973 106 396.17
15 938 410 351.00
12 296 465 391.00
110 000.00
185 629 972 371.60

Sumber : Dompet Dhuafa (2014)

Periode Januari hingga Desember 2014 Dompet Dhuafa berhasil
menghimpun dana zakat dari masyarakat sebesar 109 052 242 174.13. Dana
zakat terkumpul tersebut merupakan potensi yang sangat besar untuk
didayagunakan utamanya dalam mempercepat program pemerintah dalam
hal penurunan jumlah penduduk miskin. Besarnya potensi zakat ini tidak
sebanding dengan laju penurunan jumlah penduduk miskin, artinya ada
suatu masalah jarak antara besarnya potensi dana zakat dengan penurunan
jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu, beberapa permasalahan yang
akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah terdapat perubahan dari sisi pendapatan rumah tangga
mustahik ?
2. Bagaimana klasifikasi dan jumlah rumah tangga mustahik yang
mengalami kondisi kemiskinan
3. Bagaimana perubahan kondisi kemiskinan rumah tangga mustahik ?
4. Bagaimana perubahan kondisi kemiskinan berdasarkan jenis kelamin
dan jenis pekerjaan kepala keluarga ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini, maka tujuan dari penelitian adalah :
1. Menganalisis perubahan pendapatan rumah tangga mustahik pada
kondisi sebelum dan sesudah adanya bantuan dana zakat produktif
2. Mengetahui jumlah dan klasifikasi rumah tangga mustahik
berdasarkan kuadran model CIBEST
3. Menganalisis perubahan kondisi kemiskinan rumah tangga mustahik
sebelum dan sesudah adanya bantuan dana zakat produktif
berdasarkan indeks kemiskinan islami CIBEST
4. Menganalisis perubahan kondisi kemiskinan rumah tangga mustahik
berdasarkan jenis kelamin dan jenis pekerjaan kepala keluarga
melalui indeks kemiskinan islami CIBEST

7
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak
terkait yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan program
pendayagunaan zakat, khususnya zakat produktif, guna mengurangi masalah
kemiskinan. Secara spesifik penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan
informasi bagi pemerintah, masyarakat, lembaga pengelola zakat, dan akademisi
yaitu :
1. Bagi pemerintah : Sebagai masukkan dan bahan pertimbangan dalam
merumuskan kebijakan terkait zakat sebagai salah satu instrumen yang
dapat digunakan untuk mengurangi masalah kemiskinan, serta sebagai
bahan pertimbangan untuk mengintegrasikan kewajiban berzakat dari
pendapatan Pegawai Negeri Sipil.
2. Bagi masyarakat : Sebagai wadah untuk melakukan sosialisasi dan
memperkenalkan sistem zakat kepada masyarakat, serta memperlihatkan
dampak dan manfaat yang ditimbulkan zakat terhadap kemiskinan.
3. Bagi lembaga pengelola zakat : Sebagai masukkan untuk meningkatkan
program pendayagunaan zakat dan memberikan data terbaru terkait
dampak pendayagunaan zakat terhadap kemiskinan yang tidak hanya
memperlihatkan dampak terhadap kemiskinan material tetapi juga
kemiskinan spiritual
4. Bagi akademisi : Sebagai tambahan referensi dan wawasan mengenai
pendayagunaan zakat dan dampaknya terhadap kemiskinan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan mengambil studi kasus program
pendayagunaan zakat produktif yang disertai bimbingan oleh Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa di kawasan Kabupaten Bogor. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh mustahik yang sudah tercatat dan berhak mengikuti program yang
telah ditentukan oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor pada
tahun 2012, yaitu sebanyak 200 rumah tangga mustahik yang berperan sebagai
pelaku Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM). Mustahik yang menjadi
responden penelitian merupakan mustahik yang memperoleh dana program
pendayagunaan zakat produktif disertai bimbingan untuk pengembangan UMKM
yang dijalankan oleh mustahik tersebut. Dana yang diberikan tersebut digunakan
sebagai modal usaha para mustahik dengan menggunakan akad Qardhul Hasan.
Jumlah mustahik yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 121
rumah tangga mustahik. Mustahik ini termasuk dalam kategori masyarakat miskin
yang sudah memiliki usaha namun belum mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Mustahik yang menjadi responden ini tersebar di empat desa dan tiga kecamatan
yaitu Desa Jampang, Desa Babakan, Desa Jabon, dan Desa Kampung Anyar,
Kecamatan Jampang, Kecamatan Ciseeng, dan Kecamatan Parung Kabupaten
Bogor. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas penyebaran mustahik yang tetap
berperan aktif mengikuti program pendayagunaan zakat oleh Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa. Penelitian ini juga membatasi konteks kesejahteraan sebagai
suatu kemampuan rumah tangga mustahik dalam memenuhi kebutuhan material
dan kebutuhan spiritual.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dalam sebuah negara terhadap
orang atau sekelompok orang yang mengalami kesulitan finansial dalam
memenuhi standar kebutuhan minimum kebahagian dan kebutuhan hidupnya
(Investopedia 2015). Definisi lain juga banyak diungkapkan mengenai kemiskinan.
Secara etimogis kemiskinan berasal dari kata miskin yang memiliki arti tidak
berharta benda dan serba kekurangan (Rejekiningsih 2010). Sajogyo
mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah
standar minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang
membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras
dan kebutuhan gizi. (Rejekiningsih 2010). Badan Pusat Statistik (BPS) juga
memiliki konsep terkait kemiskinan, menurut BPS kemiskinan dipandang sebagai
suatu ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, sehingga BPS
menyimpulkan bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan
merupakan konsep gabungan antara Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Kemiskinan memiliki beberapa pengertian dan cara pandang yang berbedabeda. Eddy Chiljon Papilaya dalam bukunya mengemukakan bahwa terdapat dua
teori utama mengenai kemiskinan yaitu teori neo-liberal dan sosial demokrat.
Teori neo-liberal mengatakan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individual
yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan individu atau pilihan-pilihan
individu yang bersangkutan. Sedangkan teori sosial demokrat memandang bahwa
kemiskinan bukan masalah individu tetapi masalah struktural yang disebabkan
oleh adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat
tersumbatnya akses-akses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber-sumber
kemasyarakatan (Papilaya 2013). Berikut perbedaan pengertian antara teori neoliberal dan teori sosial demokrat digambarkan dalam Tabel 4 sebagai berikut :

9
Tabel 4 Perbedaan teori kemiskinan Neo-Liberal dan Sosial Demokrat
Teori utama
Landasan teoritis

Teori Neo-Liberal
Individual

Teori Sosial Demokrat
Struktural

Konsepsi
Kemiskinan

Kemiskinan absolut

Kemiskinan relatif

Prinsip

1.
2.

Residual
Dukungan saling
menguntungkan

1.
2.

3.
Penyebab
kemiskinan

1.

2.

3.

Strategi
penanggulangan
kemiskinan

1.

2.

Kelemahan dan
pilihan-pilihan
individu
Lemahnya
pengaturan
pendapatan
Lemahnya
kepribadian
(malas, pasrah,
bodoh)
Penyaluran
pendapatan
terhadap orang
miskin secara
selektif
Memberikan
pelatihan dan
keterampilan
pengelolaan
keuangan

1.

2.

1.

2.

Institusional
Redistribusi
pendapatan vertikal
dan horizontal
Aksi kolektif
Ketimpangan
struktur sosial dan
politik
Ketidakadilan sosial

Penyaluran
pendapatan dasar
secara universal.
Perubahan
fundamental dalam
pola-pola
pendistribusian
pendapatan melalui
intervensi negara

Sumber : Cheyne, O’Brien, dan Belgave dalam Papilaya (2013)

Konsep dan pengertian kemiskinan juga memiliki pengertian masingmasing menurut pemerintah, serta menurut pakar dan LSM, sebagai
berikut :
a. Menurut Pemerintah
Papilaya (2013) dalam bukunya menyebutkan bahwa terdapat
beberapa definisi mengenai kemiskinan versi pemerintah diantaranya yaitu
menurut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra),
menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dan menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Menurut Menko Kesra kemiskinan adalah suatu keadaan kekurangan
yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang diluar keinginan yang
bersangkutan, sebagai kejadian yang tidak dapat dilakukan dengan
kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya, yang disebabkan oleh
berbagai faktor yang sangat kompleks yang berinteraksi satu sama lain.
Menurut BKKBN kemiskinan adalah jumlah rumah tangga miskin
prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya;

10

tidak mampu makan dua kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk
di rumah, bekerja, dan bepergian; bagian tertentu dari rumah berlantai
tanah; dan tidak mampu membawa anggota rumah tangga ke sarana
kesehatan. Sedangkan menurut BPS kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
b. Menurut Pakar dan LSM
Pakar dan LSM mendefinisikan dan mengembangkan pengertian
kemiskinan dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks. Pada
awalnya para pakar mendefinikan kemiskinan hanya berdasarkan tingkat
konsumsi dan pendapatan. Tetapi saat ini, para pakar sudah tidak lagi
mendefinisikan kemiskinan sebatas pendapatan dan konsumsi, tetapi juga
mencakup masalah kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan yang
terakhir kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan, dan
ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. (Papilaya 2013)
Jenis – Jenis Kemiskinan
Kemiskinan dapat diklasifikan menjadi empat jenis berdasarkan penyebab
dari timbulnya kemiskinan tersebut. Keempat jenis kemiskinan tersebut adalah
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, dan kemiskinan
kultural. Syahyuti (2014) dalam bukunya yang berjudul Komparasi Konsep, Teori
dan Pendekatan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (125 versus 125)
menjelaskan keempat jenis kemiskinan tersebut sebagai berikut :
Kemiskikinan Absolut
Kemiskinan absolut dipandang sebagai ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan yang dibutuhkan
sebagai sarana agar dapat bertahan hidup. Kemiskinan absolut memiliki
patokan dan indikator berupa kebutuhan biologis dan kebutuhan manusia
agar dapat bertahan hidup secara sehat. Pada umumnya memiliki nilai
indikator yang sama disetiap daerah yang diukur melalui pendapatan per
bulan. Namun pendapatan per bulan ini juga dapat berbeda akibat perbedaan
mata uang dan indeks harga barang-barang di setiap wilayah. (Syahyuti
2014)
Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif juga memiliki pengertian yang relatif. Artinya
kondisi kemiskinan diartikan sesuai batasan kondisi kemiskinan yang ada di
wilayah masing-masing. Patokan dan indikator tidak jauh berbeda dengan
kemiskinan absolut yaitu berupa kebutuhan biologis yang meliputi sandang,
pangan, papan. Namun disesuaikan dengan batasan minimal dimana
seseorang tinggal. Sebagai contoh orang atau rumah tangga yang masuk
dalam kategori miskin tinggal di perkotaan, bisa saja menjadi tidak miskin
ketika orang atau rumah tangga tersebut pindah ke pedesaan. (Syahyuti
2014)

11
Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural berkaitan dengan ketidakadilan atau rendahnya
kemampuan dalam mengakses sumberdaya. Kemiskinan struktural sangat
erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah dan kondisi sosial politik di
suatu wilayah. Kebijakan pemerintah yang tidak adil dalam pengaksesan
sumberdaya olah masyarakat atau karena struktur ekonomi yang tidak adil
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan struktural. Indikator ini dapat
terlihat dari ketimpangan sosial yang besar dalam suatu kelompok
masyarakat serta rendahnya fasilitas pelayanan umum. (Syahyuti 2014)
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural memiliki kaitan erat dengan teori lingkaran setan
kemiskinan. Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan
faktor internal dari dalam diri masing-masing individu, dimana faktor
budaya menjadi sangat dominan menyebabkan kemiskinan. Contohnya
adalah seperti tidak mau berusaha, tidak mau keluar dari tingkat kebutuhan
yang tidak tercukupi, malas, boros, dan tidak kreatif. Walaupun terdapat
bantuan yang disediakan tetapi tidak dapat termanfaatkan dengan baik.
Sehingga tetap membuat masyarakat tersebut berada dalam kondisi
kemiskinan. Faktor kemiskinan ini umumnya disebabkan lingkungan
keluarga dan faktor kultural yang membentuk pola hidup. (Syahyuti 2014)
Indeks-Indeks Kemiskinan Umum
Kemiskinan telah memiliki beberapa alat ukur dalam bentuk indeks yang
sudah sangat lazim digunakan untuk mengukur kemiskinan tersebut. Secara
umum indeks-indeks tersebut terdiri atas headcount index, poverty and income
gap ratio index, sen index, dan FGT (Foster, Greer, Thorbecke) index. Berikut
penjelasan dan kegunaan untuk masing-masing indeks :
Headcount Index
Headcount Index (H) adalah sebuah indikator yang digunakan
untuk mengukur seberapa banyak rumah tangga mustahik yang
penghasilannya di bawah garis kemiskinan rumah tangga. Rumah tangga
masuk dalam kategori miskin apabila memiliki pendapatan per bulan di
bawah garis kemiskinan rumah tangga (Tsani 2010). Formula untuk
menentukan headcount index adalah sebagai berikut :
H=

q
N

Keterangan :
H
= headcount index
q
= jumlah rumah tangga yang berada dibawah garis kemiskinan
n
= jumlah populasi

12

Poverty and income gap ratio index
Poverty gap ratio index berupaya untuk mengukur tingkat kedalaman
kemiskinan agregat suatu negara (Beik dan Arsyianti 2015). Indeks ini juga
berupaya mengukur pendapatan total yang diperlukan untuk meningkatkan
rumah tangga yang masih berada dibawah garis kemiskinan menjadi berada
diatas garis kemiskinan (Tsani 2010). Formula untuk mentukan poverty gap
ratio index adalah sebagai berikut :

P1 =



q
i 1

( z  yi )

q
Keterangan :
P1
= poverty gap ratio index
z
= garis kemiskinan rumah tangga
yi
= pendapatan rumah tangga mustahik ke-i
q
= jumlah rumah tangga mustahik yang berada di bawah garis
kemiskinan

Incomeg gap ratio index digunakan untuk mengukur persentase ratarata kesenjangan pendapatan setiap orang miskin terhadap batas kemiskinan
(Tsani 2010). Indeks ini juga bertujuan untuk melihat jumlah orang yang
berkontribusi atau terlibat dalam kesenjangan kemiskinan, hal ini nanti nya
akan menjadi acuan pemerintah dalam melakukan program transfer payment
(Beik dan Arsyianti 2015). Indeks kesenjangan pendapatan merupakan
bagian dari pengukuran FGT indeks ketika nilai α = 1. Formula nya adalah
sebagai berikut :
1 q  z  yi  α

n i 1  z 
Keterangan :
I
= Indeks kesenjangan pendapatan
n
= jumlah observasi
q
= jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis
kemiskinan
z
= garis kemiskinan rumah tangga
yi
= pendapatan rumah tangga mustahik ke-i

P1 = I =

Sen dan FGT index
Sen dan FGT indeks berupaya untuk menggambarkan keparahan
kemiskinan dari ketimpangan pendapatan diantara penduduk miskin (Tsani
2010). Nilai α yaitu sama dengan 2. Formula sen dan FGT index adalah
sebagai berikut :
P2 = H[I+(1-I)Gp)
Keterangan :
P2
= indeks Sen

13
H
I
G

= Headcount index
= Income Gap Index
= Koefisien gini

1 q  z  yi  α

n i 1  z 
Keterangan :
P3
= indeks FGT
n
= jumlah observasi
q
= jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis
kemiskinan
z
= garis kemiskina rumah tangga
yi
= pendapatan rumah tangga mustahik ke-i

P3 =

Secara umum alat ukur kemiskinan yang sudah dipaparkan diatas mampu
mengukur terkait jumlah rumah tangga miskin, kedalaman dan keparahan
kemiskinan, serta kesenjangan pendapatan, namun masih sebatas mengukur
kemiskinan masyarakat miskin yang didasarkan pada kebutuhan material.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu tambahan alat ukur atau model baru yang
mampu digunakan tidak hanya mengukur dari sisi aspek material tetapi juga
aspek spiritual, sesuai dengan teori kebutuhan pokok dalam Islam.
Pengertian Kemiskinan dalam Islam
Konsep kemiskinan dalam Islam dalam beberapa hal tidak terlalu berbeda
dengan konsep kemiskinan yang selama ini dikenal. Namun, ada beberapa aspek
tambahan yang menjadi poin tersendiri ketika terdapat kajian mengenai
kemiskinan dalam Islam. Kemiskinan dalam Islam merujuk pada pengertian
kemiskinan absolut yang selama ini berkembang yaitu diukur dari
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, dan kebutuhan dasar tersebut
dihitung dengan menggunakan monetary value tertentu. Selanjutnya, dalam
konsep Islam kemiskinan absolut didasari atas dua indikator yaitu kemiskinan
secara material dan kemiskinan secara spiritual. Hal ini didasari atas pengertian
kebutuhan pokok dalam Islam yang meliputi kebutuhan material dan kebutuhan
spiritual (Beik dan Arsyianti 2015). Kemiskinan material didasarkan pada
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan material sepenuhnya, sedangkan
kemiskinan spiritual didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual minimal seperti pelaksanaan ibadah-ibadah wajib. Apabila
suatu rumah tangga mengalami kemiskinan material dan kemiskinan spiritual,
maka rumah tangga tersebut dapat dikatakan mengalami kemiskinan absolut.
Kemiskinan dalam Islam lebih bersifat multidimensional karena tidak hanya
mengaitkan konsep kemiskinan pada aspek material semata melainkan juga
melibatkan aspek spiritual. Hal ini dilandaskan pada beberapa dalil-dalil AlQur’an yang menyatakan bahwa kebutuhan pokok yang harus dipenuhi umat
Islam adalah dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terpenuhinya kebutuhan
sandang, pangan, dan papan, serta hilangnya rasa takut atau tidak adanya ancaman
dan tekanan dari berbagai pihak (Beik dan Arsyianti 2015). Salah satu contohnya
terdapat dalam surat Al-Jumuah ayat 10 yang artinya:

14
“Apabila telah ditunaikan shalat , maka bertebaranlah kamu di muka
bumi;dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya
kamu beruntung”(QS: Al-Jumuah :10)
Ayat ini menggambarkan bahwa ibadah dan muamalah sama-sama memiliki
peranan yang penting dalam kehidupan manusia dimana setelah melakukan ibadah
manusia diperkenankan untuk mencari rezeki dari Allah Subahanahu wa ta’ala.
Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan erat kaitannya dengan
masalah pendapatan. Selain itu dalam Islam juga diatur perihal ibadah dan
muamalah yang harus saling berkesinambungan tanpa ada pemisahan yang berarti
satu sama lain. Ibadah merupakan kegiatan yang dilakukan guna memenuhi
kehendak Allah dan ditujukan kepada Allah Subhanahu wata’ala, sedangkan
muamalah mengatur hubungan sesama manusia dalam rangka memenuhi
kehendak Allah SWT (Syarifuddin 2005). Ibadah seperti shalat, puasa, dan zakat
semata-mata salah satu bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang
didalamnya juga terdapat tujuan-tujuan untuk menjaga diri manusia tersebut dari
tindakan-tindakan yang membawa celaka, selain itu ibadah juga mengandung
kebaikan atau manfaat.
Dalam konsep Islam adanya perbedaan pendapatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan pokok dianggap sebagai suatu sunatullah fil hayah. Artinya kondisi
perbedaan pendapatan antar rumah tangga itu pasti terjadi dan tidak dapat
dihilangkan, sehingga Islam tidak pernah berbicara mengenai upaya
menghilangkan kemiskinan tetapi upaya untuk meminimalisir kemiskinan (Beik
dan Arsyianti 2015). Kesenjangan pendapatan ini dalam Islam juga dipandang
sebagai pentingnya upaya perhatian, pembelaan, dan perlindungan terhadap
kelompok miskin oleh kelompok yang memiliki kemampuan lebih secara material
dan spiritual. Kategori orang atau kelompok yang mampu ini menjadi wajib
hukumnya untuk memberikan pertolongan pada kelompok miskin dan dapat
dikategorikan sebagai pendusta agama apabila tidak mempedulikan nasib
kelompok miskin (Beik dan Arsyianti 2015)
Konsep dan Pengertian Zakat
Zakat merupakan salah satu dari komponen rukun Islam yang wajib
dilakukan oleh seluruh umat muslim. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa
zakat memiliki beberapa pengertian, namun pengertian-pengertian tersebut
tetaplah memiliki satu makna kesimpulan yang sama. Zakat merupakan kata dasar
dari Zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Menurut Mawardi dalam
buku Yusuf Qardawi, kata dasar Zaka berarti bertambah dan tumbuh. (Qardawi
2011). Sehingga dari segi bahasa zakat dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat
terus tumbuh dan berkembang serta mengandung keberkahan dan sifat yang
bersih didalamnya. Zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu
yang diwajibkan Allah diberikan kepada orang – orang yang berhak, jumlah yang
dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu
menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari
kebinasaan (Qardawi 2011). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan pengertian
secara bahasa sebelumnya, maka yang dimaksud dengan berkah, bersih, tumbuh,

15
dan berkembang adalah kontekstual terhadap harta yang dimiliki seseorang.
Ketika seseorang mengeluarkan zakat, maka harta yang dimiliki tidak akan habis
atau binasa, tetapi sebaliknya harta tersebut justru akan mendatangkan keberkahan
serta terus tumbuh dan berkembang di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Zakat juga
menciptakan pertumbuhan bagi orang–orang miskin, zakat ini merupakan
instrumen yang sangat baik dalam meningkatkan pertumbuhan, tidak hanya
pertumbuhan material dan spiritual bagi masyarakat miskin atau orang – orang
yang berhak menerimanya, tetapi juga mengembangkan jiwa dan harta kekayaan
orang- orang kaya.
Orang- orang yang berhak mengeluarkan zakat disebut dengan muzzaki dan
orang yang berhak menerima zakat disebut dengan mustahik. Zakat hanya wajib
dikeluarkan oleh orang–orang muslim dewasa yang waras, merdeka, dan memiliki
kekayaan dengan jumlah tertentu dan syarat tertentu pula. Bagi orang kaya atau
muzzaki, zakat merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban
moral untuk membantu masyarakat miskin dan terabaikan yang tak mampu
menolong dirinya sendiri, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat dikurangi
dari masyarakat muslim (Suprayitno 2005). Sedangkan untuk orang – orang yang
berhak menerima zakat terkandung dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 60
yang artinya :
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang – orang fakir, orang miskin,
amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba
sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk
orang yang sedang dalam perjalanan. Sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S :At-Taubah :60)
Dari arti ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa golongan yang berhak
menerima zakat terbagi atas delapan ashnaf (golongan) yaitu fakir, miskin,
pengurus zakat (a’milin), orang yang dilunakkan hatinya (muallaf),
memerdekakan budak (riqab), orang yang berhutang (gharimin), untuk jalan
Allah (fisabilillah), dan untuk orang – orang yang sedang dalam perjalanan (Ibnu
Sabil). Dalam konteks penelitian ini akan difokuskan pada pendayagunaan zakat
bagi mustahik golongan fakir dan miskin.
Zakat terbagi kedalam dua jenis yaitu zakat harta (maal) dan zakat jiwa
(nafs) atau disebut zakat fitrah. Zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan
seseorang atau badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang–orang
tertentu setelah dimiliki dalam jangka waktu tertentu dan dalam jumlah tertentu.
Contoh dari zakat harta ini adalah, zakat profesi, zakat perusahaan, zakat
pertanian, zakat emas dan perak, dan sebagainya. Sedangkan pengertian zakat
fitrah adalah pengeluaran wajib yang dilakukan oleh setiap umat muslim ketika
memiliki kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya
idul fitri (Yogatama 2010).
Pendayagunaan Dana Zakat serta Dampaknya terhadap Ekonomi
Dana zakat yang terserap oleh Badan atau Lembaga Amil Zakat wajib
untuk dapat terdistribusikan dan terdayagunakan dengan baik kepada golongan

16

mustahik. Pendayagunaan dana zakat ini memiliki beberapa tujuan yaitu
(Suprayitno 2005) :
1. Memperbaiki taraf hidup. Masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan menjadi fokus utama pendayagunaan dana zakat untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut. Pendayagunaan dengan
tujuan meningkatkan taraf hidup dapat dilakukan dengan memberikan
keterampilan dan juga modal untuk melakukan usaha produktif
2. Pendidikan dan beasiswa. Pendidikan dianggap sebagai salah satu
pondasi awal yang berperan penting dalam pengentasan kemiskinan.
Kondisi sarana dan prasarana yang kurang mendukung terutama
yayasan pendidikan Islam yang bersifat swasta, dan kurangnya dana
untuk melakukan pengembangan dan pembinaan tenaga pendidik
menjadi faktor kunci lambatnya perkembangan dunia pendidikan.
Dana zakat dapat disalurkan dalam bentuk bantuan pengembangan
infrastruktur dan pengembangan fasilitas pendidikan dan juga dalam
bentuk dana bantu biaya sekolah bagi anak-anak.
3. Mengatasi
masalah
ketenagakerjaan
dan
pengangguran.
Ketenagakerjaan dan pengangguran memiliki porsi yang cukup besar
dalam permasalahan ekonomi. Sepanjang Februari hingga Agustus
2014 berjumlah 7.24 juta orang, jumlah ini meningkat 0.09 juta orang
dari tahun lalu (BPS 2014). Jumlah ini diprediksi terus meningkat
seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Pendayagunaan
dana zakat mengambil peranan penting untuk membuka lapangan
pekerjaan baru kepada para pengangguran dengan memberikan
pembinaan, permodalan, serta pendampingan untuk suatu usaha.
Dengan adanya program tersebut diharapkan mampu mereduksi angka
pengangguran yang terjadi.
4. Program pelayanan kesehatan. Masalah pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin khususnya wilayah pedesaan pada umumnya belum
merata. Dana zakat dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat
Islam dalam bentuk pelayanan kesehatan. Program yang dilakukan
dapat berupa pendirian poliklinik atau pusat pelayanan kesehatan di
pedesaan dan juga membantu menanggung biaya perawatan dan
pengobatan kaum mustahik.
5. Panti Asuhan. Upaya menanggulangi anak-anak terlantar seperti anakanak yatim piatu memiliki kebutuhan dana yang tidak sedikit.
Sehingga dana zakat dapat digunakan untuk memberikan bantuan
kepada berbagai yayasan yang sudah bergerak dalam menanggulangi
anak-anak terlantar seperti panti asuhan, dengan adanya bantuan dana
ini program dan daya tampung di panti asuhan tersebut dapat
melakukan ekspansi.
6. Sarana peribadatan. Zakat dapat digunakan untuk keperluan
pembangunan sarana peribadatan merupakan suatu titik tolak
perkembangan pemikiran atas penafsiran kata “fii sabilillah”
Pendayagunaan dana zakat dapat bersifat konsumtif dan produktif bagi
mustahik. Pendayagunaan yang bersifat konsumtif merupakan pendayagunaan
zakat untuk memenuhi konsumsi pokok kebutuhan yang habis dipakai

17
(Suprayitno 2005). Amil Zakat berupaya untuk tidak memberikan secara langsung
dalam bentuk uang, tetapi memberikan dalam bentuk barang atau kebutuhan yang
benar-benar dibutuhkan mustahik tersebut, hal ini guna meminimalisir tindak
kecurangan dan meningkatkan ketepatan pendayagunaan dana zakat sesuai
dengan kebutuhan mustahik. Pendayagunaan dana zakat yang bersifat konsumtif
seperti ini secara hukum Islam tidak salah, namun kurang dianjurkan karena
pendayagunaan bersifat jangka pendek dan cenderung membuat kondisi mustahik
tetap berada pada tingkat kemiskinan yang tidak berubah. Pendayagunaan zakat
yang bersifat produktif merupakan pendayagunaan dalam bentuk pemberian
keterampilan produktif dan juga modal kerja. Zakat produktif ini berupaya
meningkatkan kemampuan para