Alih Kode Bahasa Sunda Ke Bahasa Indonesia Di Desa Petapahan Jaya Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar

PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS MULSA TERHADAP
PERTUMBUHAN SUKUN (Artocarpus Communis Forst)
PADA DTA DANAU TOBA, KECAMATAN
HARANGGAOL HORISON

SKRIPSI

OLEH:
ARIYANSAH SIREGAR
111201120/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian

Nama

NIM
Program studi

: Penggunaan Berbagai Mulsa di Tanah Sekitar Bibit Sukun
(Artocarpus communis ) di Daerah Tangkapan Air Danau
Toba, Kecamatan Haranggaol Horison
: Ariyansah Siregar
: 111201120
: Kehutanan

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Afifuddin Dalimuthe SP, MP
Ketua

Dr. Budi Utomo SP, MP
Anggota

Mengetahui


Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D
Ketua Program Studi Kehutanan

ABSTRACT

ARIYANSAH SIREGAR. Utilization Use of Various Mulching in the Soil
Around Seed Breadfruit (Artocarpus communis) in Watershed Haranggaol. Under
the guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.

Forest damage from forest fires can cause great harm. For it is done by
planting seedlings of forest rehabilitation breadfruit. To support the growth of
breadfruit field, then add water-retaining medium in the form of mulch. This study
aims to look at the response of seedling growth breadfruit (Artocarpus communis
Forst) for the provision of additional materials to the growing media in the form
of water-retaining material. This study was conducted in September-November
2014. The study was conducted in DTA Lake Toba, the village Haranggaol,
Simalungun. The results showed that there was no interaction mulching treatment
on the parameters observed. Mulch did not significantly affect the increase height,
diameter, leaf area, crown area, moisture content and number of leaves is

apparently due to high rainfall during the study.

Keywords: DTA Lake Toba , Breadfruit ( Artocarpus communis Forst ) , mulch ,
Retaining water .

i

ABSTRAK

ARIYANSAH SIREGAR. Pemanfaatan Penggunaan Berbagai Mulsa di Tanah
Sekitar Bibit Sukun (Artocarpus communis ) di Daerah Tangkapan Air
Haranggaol. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI
UTOMO.
Kerusakan hutan akibat kebakaran hutan dapat menimbulkan kerugian
yang besar. Untuk itu dilakukan rehabilitasi hutan dengan menanam bibit sukun.
Untuk mendukung pertumbuhan sukun dilapangan, maka ditambahkan media
penahan air berupa mulsa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon
pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) terhadap pemberian bahan
tambahan pada media tanam yakni berupa bahan penahan air. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September-November 2014. Penelitian dilakukan di

DTA Danau Toba, Desa Haranggaol, Kabupaten Simalungun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi perlakuan pemberian mulsa pada
parameter yang diamati. Mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi, diameter, luas daun, luas tajuk, kadar air dan jumlah daun ini diduga
karena curah hujan yang tinggi pada saat penelitian berlangsung.
Kata kunci: DTA Danau Toba, Sukun (Artocarpus communis Forst), Mulsa,
Penahan air.

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 10 Mei 1993 dari ayah
H. Ahyar Eddin. SE. dan ibu Wanti Fachrita. Penulis merupakan anak ke dua dari
empat bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SD N 200402 Sabungan, Padangsidimpuan.
Kemudian penulis pada tahun 2008 lulus dari SMP N 3 Medan Dan tahun 2011
penulis lulus dari SMA N 11 Medan dan pada tahun yang sama penulis diterima
masuk di Fakultas Pertanian USU melalui jalur UMB-PTN. Penulis memilih
minat studi Budidaya Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan. Penulis mengikuti kegiatan Praktek
Pengenalan Ekosisten Hutan (PEH) di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan
pada tahun 2013. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Perum
Perhutani KPH Bandung Utara (28 Januari- 28 Febuari 2015). Penulis
melaksanakan penelitian dari bulan September 2014 sampai November 2014
dengan judul “Pemanfaatan Penggunaan Berbagai Mulsa di Tanah Sekitar Bibit
Sukun (Artocarpus communis ) di Daerah Tangkapan Air Haranggaol” dibawah
bimbingan Dr. Budi Utomo, SP., MP. dan Afifuddin Dalimunthe, SP., MP.

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam skripsi ini,
penulis akan meneliti mengenai Penggunaan Berbagai Mulsa di Tanah Sekitar
Bibit Sukun (Artocarpus communis ) di Daerah Tangkapan Air Haranggaol.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada
banyak pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Komisi pembimbing menulis yaitu Dr. Budi Utomo, SP., MP. sebagai
ketua komisi pembimbing dan Afifuddin Dalimunthe, SP., MP. sebagai
anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan
selama penelitian hingga penulisan hasil penelitian ini selesai.
2. Ayah H.Ahyar Eddin. SE dan ibu Wanti Fachrita dan keluarga Al farady
Siregar (abang), Difa Miranda (adik), Anggi Adelia (adik).
3. Diah Ayu Permata Sari, Dedi Setiawan, Abdul Kholik, Chairul P Ginting
Bangun Siketang, Reza Dimas Putra, Hamsah Rianda Harahap, Ade
Khana Saputri, Heru Prayogi, Try Miharza, M. Lutfi Darmawan Juga
kepada teman-teman di program studi kehutanan khususnya stambuk
2011, serta seluruh pegawai di program studi Kehutanan.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.

iv

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRACT .......................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .... .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian................................................................................... 3
Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA
Letak Geografis Penelitian ........................................................................ 4
Klasifikasi dan Syarat Tumbuh Sukun ...................................................... 5
Deskripsi Sukun ........................................................................................ 7
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman .................. 8

Peran Air Dalam Pertumbuhan Tanaman .................................................. 10
Mulsa ......................................................................................................... 11

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................. 13
Bahan dan Alat

...................................................................................... 13
v

Metode Peneliti ........................................................................................ 13
Prosedur Penelitian ................................................................................... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .......................................................................................................... 17
Tinggi Bibit Sukun .............................................................................. 17
Diameter Bibit Sukun ........................................................................... 17
Luas Daun Bibit Sukun......................................................................... 18
Luas Tajuk Bibit Sukun ........................................................................ 18
Jumlah Daun Bibit Sukun ..................................................................... 18

Kadar Air Daun .................................................................................... 19
Pembahasan ............................................................................................... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1.

Hasil Pengamatan Bibit Sukun dengan Berbagai Perlakuan ......................... 17


2.

Warna daun untuk setiap ulangan .................................................................. 20

3.

Hasil uji korelasi setiap parameter pengamatan. ............................................ 20

vii

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman

1.

Grafik pertambahan tinggi bibit selama pengamatan .................................... 19


2.

Grafik pertambahan diameter bibit sukun setiap pengamatan ....................... 20

3.

Hasil pertumbuhan terbaik bibit sukun dengan masing-masing jenis mulsa . 27

viii

ABSTRACT

ARIYANSAH SIREGAR. Utilization Use of Various Mulching in the Soil
Around Seed Breadfruit (Artocarpus communis) in Watershed Haranggaol. Under
the guidance of AFIFUDDIN DALIMUNTHE and BUDI UTOMO.

Forest damage from forest fires can cause great harm. For it is done by
planting seedlings of forest rehabilitation breadfruit. To support the growth of
breadfruit field, then add water-retaining medium in the form of mulch. This study
aims to look at the response of seedling growth breadfruit (Artocarpus communis
Forst) for the provision of additional materials to the growing media in the form
of water-retaining material. This study was conducted in September-November
2014. The study was conducted in DTA Lake Toba, the village Haranggaol,
Simalungun. The results showed that there was no interaction mulching treatment
on the parameters observed. Mulch did not significantly affect the increase height,
diameter, leaf area, crown area, moisture content and number of leaves is
apparently due to high rainfall during the study.

Keywords: DTA Lake Toba , Breadfruit ( Artocarpus communis Forst ) , mulch ,
Retaining water .

i

ABSTRAK

ARIYANSAH SIREGAR. Pemanfaatan Penggunaan Berbagai Mulsa di Tanah
Sekitar Bibit Sukun (Artocarpus communis ) di Daerah Tangkapan Air
Haranggaol. Di bawah bimbingan AFIFUDDIN DALIMUNTHE dan BUDI
UTOMO.
Kerusakan hutan akibat kebakaran hutan dapat menimbulkan kerugian
yang besar. Untuk itu dilakukan rehabilitasi hutan dengan menanam bibit sukun.
Untuk mendukung pertumbuhan sukun dilapangan, maka ditambahkan media
penahan air berupa mulsa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon
pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst) terhadap pemberian bahan
tambahan pada media tanam yakni berupa bahan penahan air. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September-November 2014. Penelitian dilakukan di
DTA Danau Toba, Desa Haranggaol, Kabupaten Simalungun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi perlakuan pemberian mulsa pada
parameter yang diamati. Mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi, diameter, luas daun, luas tajuk, kadar air dan jumlah daun ini diduga
karena curah hujan yang tinggi pada saat penelitian berlangsung.
Kata kunci: DTA Danau Toba, Sukun (Artocarpus communis Forst), Mulsa,
Penahan air.

ii

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba seluas lebih kurang 369.854
ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau Sumatera (keliling luar danau),
69.280 ha daratan pulau Samosir (ditengah danau) dan 110.260 ha berupa perairan
Danau Toban-nya sendiri (luas permukaannya). Daerah Tangkapan Air (DTA)
Danau Toba merupakan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Asahan Toba yang
mencakup 7 wilayah administrasi pemerintahan yaitu: Kabupaten Toba Samosir,
Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara
(ITB, 2001 dalam Siregar, 2008 ).
Isu tentang degradasi lahan dan hutan yang gencar muncul di berbagai
wacana, menuntut pemerintah dan masyarakat untuk segera menindak lanjuti
dengan tindakan yang nyata. Tindakan nyata tersebut tentu saja harus disertai
dengan perencanaan yang matang dari berbagai aspek. Salah satu aspek yang
menonjol dalam hal ini adalah aspek pengelolaan lahan. Dalam perencanaan
pengelolaan lahan, informasi yang dibutuhkan salah satunya adalah tentang
potensi lahan dan kesesuaiannya untuk jenis tanaman tertentu. Informasi ini
diperlukan terutama untuk menentukan kegiatan atau jenis konservasi tanah yang
harus dilakukan (Wahyuningrum et al., 2003).
Sebaran tanaman sukun di Indonesia cukup luas baik di Pulau Jawa yaitu
Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur maupun di luar Pulau Jawa seperti
Aceh, Sumatera Utara, Pulau Nias, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku dan Papua/Irian (Pitojo, 1992).

1

Jenis tanaman sukun merupakan salah satu tanaman keras/tanaman
kehutanan yang mempunyai nilai ekonomis karena menghasilkan buah yang
memiliki kandungan gizi yang tinggi, sehingga berpotensi untuk dikembangkan
sebagai komoditas penghasil sumber pangan bagi masyarakat. Disamping itu,
terdapat kegunaan lainnya yaitu batang pohon sukun dapat dimanfaatkan untuk
bahan bangunan maupun papan kayu yang kemudian dilapisi suatu cairan tertentu
sehingga papan kayu terlihat mengkilap dan kedap air (Pitojo, 1992).
Mulsa adalah suatu bahan yang digunakan sebagai penutup tanah yang
bertujuan untuk menghalangi pertumbuhan gulma, menjaga suhu tanah agar tetap
stabil, mencegah jatuhnya percikan air langsung mengenai permukaan dari tanah
(Wiharjo,1997 dalam Hayati, 2008).
Mulsa juga dapat berperan positif terhadap tanah dan tanaman yaitu
melindungi agregat-agregat tanah dari daya rusak butiran hujan, meningkatkan
Penyerapan air oleh tanah, mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan
memelihara temperatur, kelembaban tanah, memelihara kandungan bahan organik
tanah dan mengendalikan pertumbuhan gulma. Dengan demikian dapat
meningkatkan hasil tanaman baik mutu maupun jumlahnya (Hayati et al., 2008).
Penggunaan mulsa pada bidang pertanian cukup banyak dan telah biasa
digunakan oleh para petani. Akhir-akhir ini mulsa plastik perak hitam (mpph)
banyak digunakan para petani untuk tanaman cabe, tomat dll. Secara umum mulsa
mempunyai banyak fungsi diantaranya menekan pertumbuhan gulma, menjaga
kelembaban

tanah,

menurunkan

suhu

(Kemenhut,2012).

2

tanah

dan

menyuburkan

tanah

Pemberian mulsa organik memiliki tujuan antara lain melindungi akar
tanaman, menjaga kelembaban tanah, meminimalisasi air hujan yang langsung
jatuh ke permukaan tanah sehingga memperkecil hilangnya hara, erosi dan
menjaga struktur tanah, menjaga kestabilan suhu dalam tanah, serta dapat
menyumbangkan bahan organik bagi tanaman. Bahan yang sering digunakan
sebagai mulsa organik yakni jerami padi, sisa-sisa tanaman ataupun bagian-bagian
tanaman lain juga dapat di manfaatkan sebagai bahan penutup tanah.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan jenis mulsa terbaik terhadap
pertumbuhan bibit sukun di lapangan.

Hipotesis Penelitian
Aplikasi

penggunaan

berbagi

jenis

mulsa

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan bibit sukun di lapangan dan dapat meningkatkan kemampuan
tanaman dalam memperoleh air yang cukup.

Manfaat Penelitian
Sebagai informasi untuk penggunaan berbagai mulsa sebagai media
tambahan untuk membantu tanaman memperoleh air yang cukup terutama pada
lahan yang topografi yang miring dan kadar air tanah yang sedikit serta untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Letak Geografis Penelitian
Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat
adalah sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut) (van Bemmelen, 1994).
Luas daerah aliran sungai Asahan (DAS Asahan) adalah ± 4000 km2 dan 90%
dari luas DAS ini adalah kawasan Danau Toba sendiri sebagai daerah tangkapan
air (catchment area) yang dibatasi oleh pegunungan terjal, kecuali di daerah antara
Porsea dan Balige terdapat daerah dataran (Sianturi, 2004).
Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba seluas lebih kurang 369.854
Ha, terdiri dari 190.3124 Ha daratan di Pulau Sumatera (keliling luar danau),
69.280 Ha daratan Pulau Samosir (ditengah danau) dan 110.260 Ha berupa
perairan Danau Toba (ITB, 2001).
Kelurahan Haranggaol berada di pinggiran Danau Toba dan dikelilingi
gunung dan bukit-bukit. Kelurahan Haranggaol terletak diantara 20 49’46’-20 52’
31’’ LU dan 980 35’ 51’’ - 940 45’ 11’’ BT. Berada pada ketinggian 904 – 1.400
meter diatas permukaan laut. Rata-rata suhunya adalah 26-280C. Keadaan iklim
di Haranggaol beriklim dingin. Kelurahan Haranggaol memiliki luas wilayah
3717 Hektar. Adapun batas-batas wilayah Haranggaol adalah :


Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Purba Horisan



Sebelah Barat berbatasan dengan Nagori Sihalpei/Purba Sipinggan



Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Purba Tongah



Sebelah Selatan Berbatasan dengan Danau Toba

(Ginting, 2008).

4

Daerah Tangkapan Air Danau Toba telah terindikasi adanya penebangan
hutan secara liar di kawasan Danau Toba dan menurunkan kapasitas resapan
kawasan hutan terhadap air hujan. Pembukaan hutan untuk di konversi menjadi
lahan pertanian akan mengakibatkan lahan terbuka sehingga akan meningkatkan
laju erosi, transpor sedimen maupun meningkatkan aliran permukaan.
Kemampuan resapan kawasan yang telah dibuka penutupan hutannya juga akan
menurunkan kemampuan lahan meresapkan air hujan. Peningkatan aliran
permukaan

dan

penurunan

resapan

ini

juga

akan

mengganggu

keseimbangan/neraca air danau dan menurunkan fungsi hidrologis DTA secara
umum (LIPI, 2014).

Klasifikasi dan Syarat Tumbuh Sukun (Artocarpus communis)
Tanaman sukun merupkan tanaman yang memiliki kemampuan bertahan
hidup dari kondisi cekaman lingkungan yang tinggi. Klasifikasi Sukun Artocarpus
communis menurut Triwiyatno (2003) adalah :
Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas

: Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo

: Urticales

Famili

: Moraceae

Genus

: Artocarpus

Spesies

: Artocarpus communis

Tanaman sukun dapat tumbuh dengan baik sejak di dataran rendah hingga
dataran tinggi sekitar 700 m dari permukaan laut. Tanaman sukun memiliki

5

toleransi yang cukup longgar terhadap rentang iklim. Sukun dapat tumbuh dengan
baik di daerah beriklim basah maupun iklim kering. Tanaman sukun lebih suka
tumbuh di tempat terbuka, dan mendapat sinar matahari penuh. Sukun juga
memiliki toleransi terhadap ragam tanah. Sukun menghendaki tanah yang
memiliki air tanah dangkal, dan tidak menghendaki tanah dengan kadar garam
yang tinggi. Tanah dengan kadar humus yang tinggi akan lebih menjamin tingkat
pertumbuhan dan produksi buahnya (Purwantoyo, 2007).
Tanaman sukun baik dikembangkan di dataran rendah hingga ketinggian
1200 mdpl yang bertipe iklim basah. Curah hujan antara 2.000-3.000 mm per
tahun. Tanah aluvial yang mengandung banyak bahan organik disenangi oleh
tanaman sukun. Derajat keasaman tanah sekitar 6-7. Tanaman sukun relatif
toleran terhadap pH rendah, relatif tahan kekeringan, dan tahan naungan.
Tanaman sukun masih mampu tumbuh dan berbuah pada tempat yang
mengandung batu karang dan kadar garam agak tinggi serta sering tergenang air .
Tanaman sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah seperti tanah podsolik
merah kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir (regosol), namun akan lebih
baik apabila ditanam pada tanah alluvial yang gembur, bersolum dalam, banyak
mengandung humus, tersedia air tanah yang cukup dangkal dan memiliki pH
tanah sekitar 5-7. Umumnya pertumbuhan tanaman sukun tidak baik apabila
ditanam pada tanah yang memiliki kadar garam (NaCl) tinggi. Demikian pula
penanaman sukun di daerah yang beriklim kering, di mana tanaman sering
mengalami stress karena kekurangan air (drought stress) dapat menyebabkan
perontokan buah Menurut (Pitojo, 1992).

6

Tanah aluvial (Inceptisol) yang banyak mengandung bahan organik sangat
sesuai untuk tanaman sukun. Derajat keasaman (pH) rendah, relatif tahan
kekeringan dan tahan naungan. Di tempat yang mengandung batu karang dan
kadar garam ang agak tinggi serta sering tergenang air, tanaman sukun masih
mampu tumbuh dan berbuah (Rauf, 2009).

Deskripsi Sukun (Artocarpus communis)
Sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan kering
(daratan), dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih. Buah muda
berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih agak
krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki
aroma yang spesifik. Berat buah sukun dapat mencapat 1 kg per buah. Tanaman
sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi
pantai sampai pada lahan dengan ket inggian kurang lebih 600 m dari permukaan
laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan
yang tinggi antara 80 - 100 inchi per pertahun dengan kelembaban 60 - 80%,
namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran
matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab panas, dengan
temperatur antara 15 - 38 °C. Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan
proses pembuahan bakal biji (parthenocarphy), maka buah sukun tidak memiliki
biji. Buah sukun akan menjadi tua setelah tiga bulan sejak munculnya bunga
betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian diikuti
oleh buah berikutnya (Irwanto, 2014).
Pembibitan sukun umumnya dilakukan dengan cara vegetatif yaitu melalui
pemindahan tunas akar alami, pencangkokan, okulasi, stek akar, stek pucuk dan

7

kultur jaringan. Teknik yang paling banyak yang digunakan adalah stek akar,
karena dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, mudah dilakukan dan
relatif murah. Daerah utama penghasil sukun di Indonesia diantaranya adalah
Cilacap dan Kediri. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
jumlah produksi dan kualitasnya adalah dengan memadukan antara teknik stek
akar dan stek pucuk, mengingat tunas-tunas yang tumbuh pada stek akar dapat
dimanfaatkan untuk stek pucuk dengan tingkat keberhasilan tumbuh yang relatif
baik (Adinugraha, 2011).
Perakaran tumbuhan tumbuh ke dalam tanah yang lembab dan menarik air
sampai tercapai potensial air kritis dalam tanah. Air yang dapat diserap dari tanah
oleh akar tumbuhan disebut air yang tersedia. Air yang tersedia merupakan
perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang dan jumlah air
dalam tanah pada persentase pelayuan permanen. Air pada kapasitas lapang
adalah air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena
gaya gravitasi; sedangkan air pada persentase pelayuan permanen adalah apabila
pada kelembaban tanah tersebut tumbuhan yang tumbuh diatasnya akan layu dan
tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan kelembaban relatif 100%
(Gardner et al.,1991).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara
faktor internal (dalam) dan eksternal (luar).Faktor internal meliputi faktor intrasel
(sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim).Faktor eksternal
meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan
sebagainya.

8

Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak
dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai
dasar seleksi bibit unggul.
2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh
yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat
pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas
etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan
batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning
pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh
lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang
penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan

dan

reproduksi tumbuhan.
2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi
kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika
temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi
lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila
lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk
tumbuh.

9

3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab
umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan
penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.
4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi
tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan
dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air
dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.
(Triwiyatno, 2003).

Peran Air Dalam Pertumbuhan Tanaman
Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang
diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (ETtanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan
kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan
kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan
tumbuh tertentu (Sumarno, 2004).
Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktivitas
metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya.
Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap
kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan
mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel
(Gardner et al., 1991).

10

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak
dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi. Kekurangan air
akan

mengganggu

aktifitas

fisiologis

maupun

morfologis,

sehingga

mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terusmenerusakan
menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya
tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya,
kadar air tanah dan kondisi cuaca (Islami dan Utomo, 1995).

Mulsa
Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah
sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan
kelembapan tanah (Mulyatri, 2003). Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya
menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan
kelembapan tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga
tnaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Penggunaan mulsa pada bidang pertanian cukup banyak dan telah biasa
digunakan oleh para petani. Akhir-akhir ini mulsa plastik perak hitam (mpph)
banyak digunakan para petani untuk tanaman cabe, tomat dll. Secara umum mulsa
mempunyai banyak fungsi diantaranya menekan pertumbuhan gulma, menjaga
kelembaban

tanah,

menurunkan

suhu

(Kemenhut, 2012).

11

tanah

dan

menyuburkan

tanah

Penggunaan mulsa organik yaitu berupa sisa pemanenan hasil hutan
seperti cabang, ranting, gulma dan daun-daun telah digunakan untuk konservasi
tanah dan air melalui penerapan teknik mulsa vertikal. Teknik ini dilakukan
dengan memasukkan mulsa tersebut kedalam saluran atau alur sesuai kontur dan
sebaiknya dikombinasikan dengan pembuatan guludan. Penempatan mulsa
vertikal dapat dilakukan pada lahan yang baru dibuka maupun di hutan tanaman
yang telah membentuk tajuk. Penggunaan mulsa vertikal telah mampu
mengurangi

laju

aliran

permukaan,

erosi

dan

kehilangan

unsur

hara

(Pratiwi, 2005).
Mulsa organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
besar. Hal tersebut dikarenakan mulsa organik dapat mempertahankan
kelembaban dan mengurangi suhu tanah, serta menekan pertumbuhan gulma dan
mengurangi kompetisi gulma. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan hasil
panen pada perlakuan mulsa batang jagung, mulsa jerami dan mulsa orok-orok
lebih baik dibandingkan dengan mulsa kara benguk, mulsa kayu apu dan mulsa
eceng gondok (Dewi et al., 2013).
Salah satu teknik budidaya yang dapat mengurangi terjadinya evaoporasi
adalah penggunaan mulsa. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mereduksi
penguapan, dan kecepatan alir permukaan, sehingga kelembaban tanah dan
persediaan air dapat terjaga. Penggunaan mulsa ditujukan untuk mencegah
terjadinya pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian atas, mengurangi
fluktuasi suhu tanah, dan mencegah terjadinya kontak langsung antara buah
dengan

tanah

yang

dapat

menyebabkan

(Jumin, 2005, dalam Pangaribuan, 2008).

12

buah

menjdi

busuk

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba
di Desa Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan yang dimulai dari bulan September
2014 sampai dengan November 2014.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sukun
(Artocarpus communis), mulsa jerami 300 gr, mulsa busa atau spons 40 cm x 40
cm, mulsa pelastik 40 cm x 40 cm, top soil, benang, dan kertas label. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul, camera digital, alat tulis,
kalkulator, gunting, penggaris, jangka sorong, kertas millimeter, pisau cutter
Microsoft Excel dan software Image J.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 11 perlakuan yaitu:
A = Kontrol
B = Jerami Padi
C = Plastik
D = Busa atau Spons
Setiap perlakuan dilkukan pengulangan sebanyak enam kali sehingga
didapat jumlah bibit sukun sebanyak 24 bibit. Model linier Rancangan Acak
Kelompok yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
13

Keterangan :
Yij

𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝜏𝑖 + 𝛽𝑗 + 𝜀𝑖𝑗

= Nilai hasil pengamatan tanaman sukun pada ulangan ke j yang mengalami
perlakuan i

µ

= Rataan umum pertumbuhan sukun

τi

= Pengaruh perlakuan mulsa terhadap pertumbuhan bibit sukun

βj

= Pengaruh ulangan ke-j

εij

= Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dan perlakuan mulsa ke- i
Pada pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem Microsoft Excel.

Jika ANOVA berpengaruh nyata terhadap uji F, maka dilanjutkan dengan uji
lanjutan berdasarkan uji jarak DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Prosedur Penelitian
1. Penyiapan Bibit Sukun
Bibit sukun yang digunakan dalam penlitian ini merupakan bibit yang
berasal dari daerah Tanjung Morawa. Bibit sukun yang digunakan merupakan
hasil perbanyakan vegetatif stek akar. Bibit yang digunakan merupakan bibit yang
memiliki umur seragam yaitu 3 bulan dan memiliki kesehatan serta keadaan fisik
yang baik.
2. Penyiapan Lubang Tanam
Lubang tanam dibut dengan ukuran 20cm x 20cm x 20cm dengan jarak
tanam adalah 5m x 5m. Media tanah yang digunakan adalah top soil yang berasal
dari DTA Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison. Media tanam yang telah
dibuat harus sama-sama terkena sinar matahari penuh.
3. Penanaman Bibit Sukun
14

Bibit sukun kemudian ditanam sesuai dengan lubang tanam yang telah
dibuat dan diberi label sesuai dengan perlakuan pada setiap bibit yang telah
ditanam.
4. Pemberian Jenis Mulsa
Mulsa yang digunakan dapat diperoleh dari toko tanaman. Letakan
dipermukaan tanah bibit tanaman sukun (Artocarpus communis) sesuai dengan
ketentuan yang di tentukan.

Parameter Pengamatan
Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu
pengambilan data tiap awal parameter. Jadi data yang diperoleh pada saat
pengukuran parameter yang dikurangi terhadap data awal. Parameter yang diamati
antara lain adalah:
a.

Pertambahan tinggi (Cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal sampai titik tumbuh tertinggi dengan
menggunakan benang dan penggaris. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

b.

Diameter batang (mm)
Diameter tanaman diukur dengan menggunakan jangka sorong yang diambil
pada suatu titik yang telah ditentukan. Pengukuran diameter dilakukan di
pangkal batang yang kemudian diberi tanda. Pengamatan dilakukan dua
minggu sekali.

c.

Jumlah daun
Jumlah daun dihitung mulai dari daun yang paling bawah hingga daun yang
berada disekitar pucuk tanaman yang sudah terbuka sempurna. Menghitung
daun dilakukan dua minggu sekali.

15

d.

Luas daun (cm2)
Pengukuran luas daun diambil saat pengambilan data terkahir dari setiap bibit
sukun. Daun digambar pada kertas millimeter kemudian hasilnya di-scan
untuk mendapatkan pengukuran luas dengan menggunakan program Image J.

e.

Luas Tajuk (cm2)
Pengukuran luas tajuk diambil saat pengambilan data terkahir dari setiap bibit
sukun. Tajuk diambil fotonya, kemudian hasilnya di-scan untuk mendapatkan
pengukuran luas tajuk dengan menggunakan program imageJ.

f.

Kadar Air Daun (%)
Pengukuran kadar air dilakukan pada akhir penelitian dengan menimbang
satu lehai daun pada setiap perlakuan kemudian mengopenkan setiap helai
daun sehingga nanti memperoleh berat akhir nya. Dengan menggunakan
rumus :
Berat awal−berat akhir
berat awal

x 100%

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 90 hari dengan
parameter yaitu tinggi,diameter, jumlah daun, luas tajuk, luas daun dan kadar air,
sehingga diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Bibit Sukun dengan Berbagai Perlakuan.
Tinggi
(cm)

Diameter
(mm)

Luas Daun
(cm2)

Luas Tajuk
(cm2)

Jumlah
Daun
(helai)

Kadar Air
Daun
(%)

A (kontrol)

5,51

1,3

32,19

430,16

4

78,83

B (jerami)

5,98

1,07

31,12

345,37

4

72,24

C (plastik)

6,79

1,28

34,52

506,72

4

74,87

D (busa)

6,78

1,47

42,41

493,35

5

79,68

Total

25,06

5,12

140,24

1775,6

17

305,62

Rata-rata

6,265

1,28

35,06

443,9

4,25

76,405

Perlakuan

Pertambahan tinggi
Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 1 terlihat adanya
selisih dari setiap perlakuan yang diberikan, pertambahan tinggi bibit sukun
tertinggi pada perlakuan C(plastik) sebesar 6,79 cm, sedangkan rataan
pertambahan tinggi terendah pada perlakuan A(kontrol) sebesar 5,51 cm. Dari
gambar juga dapat dilihat bahwa perlakuan kontrol (tanpa pemberian mulsa)
ternyata memberikan pertambahan rataan tinggi bibit sukun yang lebih rendah
dari pada pemberian perlakuan.

Pertambahan diameter
Pertambahan rataan diameter bibit sukun mulai dari minggu pertama
sampai dengan minggu ke sepuluh yang disajikan pada tabel 1 dapat dilihat bahwa

17

perlakuan D (busa) menghasilkan pertambahan rataan dimeter bibit sukun
tertinggi sebesar 1,47mm, sedangkan pertambahan rataan diameter bibit sukun
terendah dari perlakuan B (jerami) sebesar 1,07 mm.

Luas daun
Luas daun bibit sukun yang disajikan pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa
luas daun sukun beragam untuk setiap perlakuan. Rata-rata luas daun terbesar
adalah 42,41 cm2 yakni pada perlakuan D (busa). Sementara itu rata-rata luas
daun paling kecil adalah 31,12 cm2 yakni pada perlakuan B (jerami).

Luas tajuk
Berdasarkan Tabel 1, luas tajuk bibit sukun pada minggu ke-11 dapat
dilihat bahwa luas tajuk sukun beragam untuk setiap perlakuan. Rata-rata luas
tajuk terbesar adalah 506,72 cm2 yakni pada perlakuan C (plastik). Sementara itu
rata-rata luas tajuk paling kecil adalah 345,37 cm2 yakni pada perlakuan B
(jerami).

Jumlah daun
Rataan jumlah daun bibit sukun pada minggu ke-11 yang disajikan pada
Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah daun sukun beragam untuk setiap perlakuan,
rataan jumlah daun terbanyak adalah 5 helai yakni pada perlakuan D (busa).
Sementara itu rataan jumlah daun paling sedikit adalah 4 helai yakni pada
perlakuan A, B dan C (kontrol, jerami, dan plastik).

18

Kadar air daun
Berdasarkan Tabel 1, kadar air bibit sukun bahwa luas kadar air beragam
untuk setiap perlakuan. Rata-rata kadar air terbesar adalah 79,68% yakni pada
perlakuan D (busa). Sementara itu rata-rata kadar air daun paling kecil adalah
72,24% yakni pada perlakuan B (jerami).

Pertambahan tinggi

30
25
20
BUSA

15

PLASTIK

10

JERAMI

5

KONTROL

0
II-0

IV-0

VI-0

VIII-0

X-0

Pengmatan ke-

Gambar 1. Grafik pertambahan tinggi bibit selama pengamatan
Pada Gambar 1 tampak bahwa pertambahan tinggi tanaman pada setiap
perlakuan menunjukkan kecenderungan yang sama. Pertambahan tinggi bibit
sukun yang diamati mulai dari pemberian perlakuan pada minggu pertama hingga
minggu ke-10 dengan perlakuan yang ditentukan terlihat perbedaan pertambahan
tinggi yang signifikan antara perlakuan kontrol dengan yang diberikan perlakuan
lainnya. Perlakuaan D (busa) memberikan pertambahan tinggi yang lebih tinggi,
sedangkan A (kontrol) pertambahan tinggi yang terendah.

19

6
5
4

BUSA

3

PLASTIK

2

JERAMI
KONTROL

1
0
II-I

IV-I

VI-I

VIII-I

X-I

Gambar 2. Grafik pertambahan diameter bibit selama pengamatan
Pada Ganbar 2 tampak bahwa untuk setiap pengamatan pertambahan
diameter batang menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Perlakuan D (busa)
memberikan pertambahan diameter batang yang lebih tinggi setiap dilakukan
pengukuran, sedangkan perlakuan A (kontrol) mengalami pertambahan diameter
yang terendah.

Warna daun
Tabel 2. Warna daun untuk setiap ulangan
No

Perlakuan

1

A

2

B

Warna daun

Luas dauncm2
193,127 (3)

186,734 (4)
3

C
207,113 (2)

4

D
254,47 (1)

Dari Tabel 2. Dapat dilihat bahwa warna daun pada akhir pengamatan
mulai dari hijau hingga hijau tua. Warna daun ini memiliki kaitan interaksi
terhadap luas daun.

20

Tabel 3. Hasil uji korelasi setiap parameter pengamatan.
Tinggi
(cm)
Tinggi (cm)
Diameter (mm)
Luas Daun (cm2)
Luas Tajuk (cm2)
Jumlah Daun
Kadar Air Daun (%)

1
0,474
0,707
0,695
0,452
0,039

Diameter
(mm)

1
0,872
0,823
0,823
0,898

Luas
Daun
(cm2)

Luas
Tajuk
(cm2)

1
0,671
0,943
0,645

1
0,447
0,575

Jumlah
Daun

1
0,722

Kadar
Air Daun
(%)

1

Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dan hasil analisis sidik ragam
menunjukkan mulsa (jerami, plastik dan busa) tidak berpengaruh nyata terhadap
beberapa parameter pengamatan yaitu pertambahan tinggi, pertambahan diameter,
jumlah daun, luas daun, luas tajuk dan kadar air daun. Hal ini di duga disebabkan
oleh faktor-faktor pertumbuhan tanaman baik faktor internal maupun eksternal,
hal ini sesuai dengan pernyataan Triwiyatno (2003), pertumbuhan tanaman yang
berinteraksi kompleks dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor internal dan
eksternal. Faktor internal ini meliputi faktor intrasel (sifat genetik atau hereditas)
dan intersel (hormon dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral,
kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya.
Pada penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa pemberian berbagai
jenis mulsa (jerami padi, busa dan plastik) memberikan pengaruh yang baik pada
setiap parameter yang diamati. Hal ini dikarenakan jenis mulsa yang diberikan
memberikan efek yang sesuai terhadap pertumbuhan bibit sukun, sehingga bibit
sukun dapat tumbuh dengan baik. Hal ini sesui dengan pernyataan Mulyatri
(2003) Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma,
memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembapan tanah serta menciptakan
21

kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tnaman dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik dalam mendukung pertumbuhan bibit sukun pada sekitar
Danau Toba.
Pada parameter pengamatan yaitu pertambahan tinggi, diameter, luas
daun, jumlah daun dan kadar air daun menunjukkan pemberian mulsa jenis busa
(D) menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Dapat diduga bahwa pemberian mulsa (busa) memberikan pertumbuhan yang
lebih baik bagi bibit sukun. Hal ini diduga kemampuan serapan air yang tinggi
dari busa dapat memenuhi kebutuhan air bagi bibit sukun, sehingga
pertumbuhannya lebih baik dibandingkan menggunakan perlakuan mulsa jerami
dan plastik.
Dari hasil yang diperoleh bahwa pemberian perlakuan mulsa lebih baik
daripada kontrol yaitu perlakuan menggunakan busa dan plastik namun tidak
dengan pemberian mulsa jerami hanya pada parameter tinggi yang lebih baik
pertumbuhannya dari pada kontrol.
Pada pengamatan petambahan diameter bibit sukun, nilai pertambahan
diameter terbesar perlakuan D (busa) menghasilkan pertambahan rataan dimeter
bibit sukun tertinggi sebesar 0.15 cm, sedangkan pertambahan rataan diameter
bibit sukun terendah dari perlakuan B (jerami) sebesar 0.11 cm ini dikarenakan
kemampuan jerap air oleh busa lebih besar dibandingkan jerami sehingga
kebutuaan air dari bibit sukun ini terpenuhi sehingga menunjang pertumbuhan
diameternya. Pada pengamatan jumlah daun bibit sukun dapat dilihat bahwa
jumlah daun sukun beragam untuk setiap perlakuan dan ulangan jumlah daun
terbanyak adalah 5 helai yakni pada perlakuan D (busa). Sementara itu jumlah

22

daun paling sedikit adalah 4 helai yakni pada perlakuan A, B dan C ( kontrol,
jerami dan plastik).
Pemberian mulsa pada bibit sukun merupakan faktor eksternal yang
diberikan pada tanaman

untuk membantu pertumbuhan tanaman bibit sukun

tumbuh dengan baik dan dapat membantu tanaman sukun lebih mudah dalam
menyerap air serta menjaga suhu tanah yang optimal bagi bibit sukun. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Jumin (2005)

Mulsa dapat menekan pertumbuhan

gulma, mereduksi penguapan, dan kecepatan alir permukaan, sehingga
kelembaban tanah dan persediaan air dapat terjaga. Penggunaan mulsa ditujukan
untuk mencegah terjadinya pemadatan tanah, terutama pada lapisan tanah bagian
atas, mengurangi fluktuasi suhu tanah.
Pada pengamatan luas daun bibit sukun dapat dilihat bahwa luas daun
sukun beragam untuk setiap perlakuan. Rata-rata luas daun terbesar adalah 42,41
cm2 yakni pada perlakuan D (busa). Sementara itu rata-rata luas daun paling kecil
adalah 31,12 cm2 yakni pada perlakuan B (jerami). Pada pengamatan luas tajuk
bibit sukun dapat dilihat bahwa luas daun sukun beragam untuk setiap perlakuan.
Rata-rata luas daun terbesar adalah 506,72 cm2 yakni pada perlakuan C (plastik).
Sementara itu rata-rata luas daun paling kecil adalah 345,37 cm2 yakni pada
perlakuan C (jerami). Dari pengamatan yang dilakukan pertumbuhan bibit sukun
ini cukup baik dikarenakan jumlah air yang dapat diserap mulsa dapat memenuhi
kebutuhan bagi pertumbuhan bibit sukun ini tercukupi dan bibit sukun ini juga
terletak di tempat yang terbuka dan disinari matahari langsung yang juga dapat
tumbuh dengan baik. Sesuai dengan pernyataan Purwantoyo (2007), Tanaman
sukun memiliki toleransi yang cukup longgar terhadap rentang iklim. Sukun dapat

23

tumbuh dengan baik di daerah beriklim basah maupun iklim kering. Tanaman
sukun lebih suka tumbuh di tempat terbuka, dan mendapat sinar matahari penuh.
Sukun juga memiliki toleransi terhadap ragam tanah. Sukun menghendaki tanah
yang memiliki air tanah dangkal, dan tidak menghendaki tanah dengan kadar
garam yang tinggi. Tanah dengan kadar humus yang tinggi akan lebih menjamin
tingkat pertumbuhan dan produksi buahnya.
Pada paramater pengamatan yakni pertambahan tinggi, diameter dan luas
daun yang berperan penting yaitu kebutuhan air yang tinggi sehingga dapat
membantu tanaman dalam melakukan transpirasi yang baik tanpa mengalami
kekurangan air yang tinngi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyatri (2003)
Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah sehingga
kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperatur dan kelembapan
tanah. Aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma,
memodifikasi keseimbangan air, suhu dan kelembapan tanah serta menciptakan
kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tnaman dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik.
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan mulsa
lebih baik daripada kontrol. Hal ini dikarenakan adanya penambahan bahan
penutup tanah (mulsa) pada permukaan tanah yang berfungsi sebagai media
penyuplai air, menjaga suhu tanah dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Sesuai dengan pernyataan Suhayatun, (2006) Kegiatan penelitian yang berkaitan
dengan pengaruh mulsa organik terhadap dinamika perubahan suhu tanah dan
peranan mulsa organik dalam manajemen suhu tanah. Kombinasi perlakuan
meliputi jenis mulsa yaitu jerami, sabut kelapa dan sekam padi dan tingkat

24

ketebalan mulsa yaitu 5 cm dan 10 cm dan perlakuan kontrol/tanpa mulsa. Hasilhasil penelitian diketahui bahwa jenis mulsa organik mempunyai pengaruh yang
berbeda terhadap perubahan suhu tanah. Juga diperoleh hasil bahwa pemilihan
jenis mulsa dan penerapannya pada kedalaman tertentu dalam tanah juga
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan dan penentuan suhu
tanah yang diinginkan.
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan data bahwa luas kadar air
beragam untuk setiap perlakuan. Rata-rata kadar air

terbesar adalah 79,68%

yakni pada perlakuan D (busa). Sementara itu rata-rata kadar air daun paling kecil
adalah 74,24% yakni pada perlakuan B (jerami). Besarnya kadar air pada daun
merupakan salah satu komponen penting dalam proses pertumbuhan tanaman.
Selain itu kadar air yang tinggi pada daun juga akan mempengaruhi proses
fotosintesis pada daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et. al (1991)
menyatakan bahwa air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan
medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel,
bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air
untuk mendinginkan permukaan.
Tidak adanya pengaruh dari penggunaan berbagai jenis mulsa (jerami,
busa, dan plastik) yang sudah ditentukan dengan perlakuan kontrol (tanpa
perlakuan) yang diberikan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter. Hal ini
diperkirakan karena adanya pengaruh faktor luar yaitu lingkungan terutama faktor
curah hujan. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian
bahan penutup tanah atau mulsa dilapangan. Menurut Kementerian Lingkungan
Hidup (2011) pada puncak musim hujan, pada daerah DTA Danau toba memiliki

25

curah hujan antara 190 – 320 mm/bulan. Tingginya curah hujan dan banyaknya
hari hujan memberikan ketersedian air yang cukup bagi tanaman sukun sehingga
peran dari pemberian mulsa tidak memberikan pengaruh yang nyata dikarenakan
tanaman sukun ini selalu mendapatkan air yang cukup dan juga suhu tanahnya
selalu terjaga dengan baik sehingga pertumbuhan sukun tetap baik tanpa harus
memberikan mulsa.
Pada analisis korelasi yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa pemberian
mulsa pada bibit sukun akan memberikan interaksi hasil antara perlakuan yang
ada. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa hubungan interaksi antara diameter
dengan luas daun, diameter dengan luas tajuk, diameter dengan jumlah daun,
diameter dengan kadar air daun dan luas daun dengan jumlah daun memiliki
hubungan yang sangat kuat. Dengan nilai paling besar R 0,943 yaitu pada luas
daun denan jumlah daun. Sementara itu hubungan korelasi antara pertambahan
pertambahan tinggi dengan luas daun, pertambahan tinggi dengan luas tajuk, luas
daun dengan kadar air daun, luas tajuk dengan kadar air daun dan jumlah daun
dengan kadar air daun menunjukkan hubungan korelasi yang kuat. Hubungan
korelasi antara tinggi dengan diameter, tinggi denagn jumlah daun, dan luas tajuk
denagan jumlah daun cukup kuat. Dan tinggi dengan kadar air daun menunjukan
hubungan korelasi rendah dengan nilai sebesar 0,039. Hal ini sesuai dengan
pernyataan

Harahab, (2009) Analisa korelasi digunakan untuk mengetahui

keeratan hubungan antara dua variabel. Analisis Korelasi adalah analisis yang
digunakan guna mengukur tinggi rendahnya derajat hubungan antara variabel
yang diteliti. Tinggi rendahnya derajat hubungan antara variabel yang diteliti
tersebut dapat dilihat dari koefisien korelasi. Koefisien korelasi mendekati angka

26

+1 mengindikasikan terjadi hubungan positif yang erat, namun apabila mendekati
angka –1 mengindikasikan terjadi hubungan negatif yang erat. Koefisien korelasi
mendekati angka 0 (nol) mengindikasikan bahwa hubungan kedua variabel adalah
lemah atau tidak erat.
Dari hasil penelitian juga menunjukkan tingkat keberhasilan tanaman bibit
sukun di lapangan dengan menggunakan mulsa ini tergolong berhasil dikarenakan
tidak adanya bibit yang mengalami kematian. Sehingga perlakuan dengan
pemberian mulsa pada tanaman bibit sukun sebagai tanaman reboisasi di lahan
kritis merupakan salah satu upaya yang baik untuk meningkatkan produktifitas
lahan serta dapat melakukan penghijauan kembali pada lahan–lahan kritis air dan
juga dapat menghambat pertumbuhan gulma yang bertujuan untuk meningkatkan
persen tumbuh dilapangan.

A (Kontrol)

B (Jerami)

C (Plastik)
D (Busa)
Gambar 3. hasil pertumbuhan terbaik bibit sukun dengan masing-masing jenis
mulsa.

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Perlakuan pemberian berbagai jenis mulsa yaitu jerami, plastik dan busa
yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter,
jumlah daun, luas daun, luas tajuk dan kadar air daun tanaman di lapangan, tidak
adanya pengaruh tersebut dipengaruhi faktor curah hujan yang tinggi dikarenakan
masih berada di muasim penghujan.

Saran
Stelah dilakukan penelitian di lapangan, ternyata pemberian berbagai jenis
mulsa (penutup tanah) belum memberikan be