Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Di Kawasan Sungai Ular Daerah Ramonia Kabupaten Deli Serdang

(1)

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN

SUNGAI ULAR DAERAH RAMONIA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

SAUT SIALLAGAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN

SUNGAI ULAR DAERAH RAMONIA

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Oleh :

SAUT SIALLAGAN

040308026 / TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi PertanianFakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(3)

Judul Skripsi : Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Di Kawasan Sungai Ular Daerah Ramonia Kabupaten Deli Serdang

Nama : SAUT SIALLAGAN

NIM : 040308026

Program Studi : Teknik Pertanian

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ir. Edi Susanto, M.Si Achwil Putra Munir, STP, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen


(4)

ABSTRAK

SAUT SIALLAGAN: Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Di Kawasan Sungai Ular Daerah Ramonia Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Efisiensi penyaluran air irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang digunakan oleh tanaman dengan jumlah air yang tersedia dinyatakan dalam persentase. Pada saat penyaluran air mulai dari pintu masuk sampai ke petakan sawah terjadi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier yang disebabkan oleh evaporasi, rembesan maupun perkolasi. Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi debit air yang tersedia harus cukup untuk disalurkan ke setiap saluran sampai kepetakan. Oleh karena itu diperlukan pengukuran debit agar penyaluran air dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur debit masuk dan debit keluar pada setiap saluran dengan menggunakan bola pelampung, sehingga didapat nilai efisiensi pada saluran primer 79,46 %, sekunder 69,8 %, dan tersier 77,27 %.


(5)

ABSTRACT

SAUT SIALLAGAN: Efficiency of irrigation water distribution in the area of Ular River, Ramonia, Deli Serdang regency, supervised by EDI SUSANTO and ACHWIL PUTRA MUNIR.

The efficiency of irrigation water distribution is the percentage of water that used by plant compared to those supplied. During distribution of water from intake to the rice field some water was lost especially in the primary, secondary and tertiary channels due to evaporation, seepage and percolation. To comply with irrigation water, enough water should be supplied and distributed to every channel in the rice field. Therefore the discharge should be measured to make water distribution is as efficient as possible. At this research the inflow and outflow discharge in every channel were measured by float ball; efficiency in the primary channel was 79,46 %, in the secondary was 69,8 %, and in the tertiary was 77,27 %.


(6)

RIWAYAT PENULIS

Saut Siallagan, dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 6 Juni 1986, dari pasangan ayahanda Sahat Siallagan (Alm.) dan Ibunda Dame Br Damanik, dan merupakan anak ke-4 dari 7 bersaudara, beragama protestan.

Tahun 2004 penulis lulus pendidikan dari SMU NEGRI 2 T.BALAI, dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Penelusuran Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian.

Selama perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) tahun 2007-2008 dan menjadi Ketua Umum MAPALA PARINTAL FP USU serta aktif dalam pergerakan Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FP USU. Penulis telah melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dari tanggal 20 Juli hingga 5 Agustus 2007 di PT. Agrosari Sentraprima Medan, yang bergerak dalam pengolahan dan pengalengan nenas.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Efisiensi Penyaluran Air Irigasi di Kawasan Sungai Ular Daerah Ramonia Kabupaten Deli Serdang” yang merupakan persyaratan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si sebagai Ketua Pembimbing dan Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya.

Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai... 4

Siklus Hidrologi ... 4

Daerah Aliran Sungai... 5

Undang-Undang No.11 Tahun 1974 Tentang Pengairan... 7

Sistem Irigasi... 7

Jaringan Irigasi ... 9

Efisiensi Irigasi ... 13

Debit Air ... 14

Pengukuran Debit... 15

Evaporasi... 16

Perkolasi... 17

Rembesan ... 18

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

Alat dan Bahan Penelitian... 20

Metode Penelitian ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 21

Parameter Penelitian ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Jaringan Irigasi... 26

Lokasi Pengukuran Saluran Irigasi ... 26

Efisiensi Primer... 27

Efisiensi Sekunder... 29

Efisiensi Tersier ... 30

Evaporasi... 32

Rembesan ... 33

Perkolasi... 34


(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 36 Saran... 36 DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No.

Hal.

1. Klasifikasi Irigasi ... 12

2. Efisiensi pada Saluran Primer ... 28

3. Efisiensi pada Saluran Sekunder... 29

4. Efisiensi pada Saluran Tersier... 31

5. Rembesan pada Saluran Sekunder ... 33

6. Rembesan pada Saluran Tersier ... 34


(11)

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal.

1. Siklus Hidrologi ... 5

2. Intake Pulau Gambar... 52

3. Saluran Primer... 53

4. Saluran Sekunder ... 54


(12)

DAFTAR

LAMPIRAN

No. Hal.

1. Diagram Alir Penelitian ... 39

2. Tabel Tekanan Uap Jenuh... 40

3. Tabel Kelembaban ... 41

4. Data Untuk Menghitung Evaporasi... 42

5. Data Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Pulau Gambar... 43

6. Perhitungan Evaporasi ... 46

7. Perhitungan Rembesan... 47


(13)

ABSTRAK

SAUT SIALLAGAN: Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Di Kawasan Sungai Ular Daerah Ramonia Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan ACHWIL PUTRA MUNIR.

Efisiensi penyaluran air irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang digunakan oleh tanaman dengan jumlah air yang tersedia dinyatakan dalam persentase. Pada saat penyaluran air mulai dari pintu masuk sampai ke petakan sawah terjadi kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan tersier yang disebabkan oleh evaporasi, rembesan maupun perkolasi. Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi debit air yang tersedia harus cukup untuk disalurkan ke setiap saluran sampai kepetakan. Oleh karena itu diperlukan pengukuran debit agar penyaluran air dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur debit masuk dan debit keluar pada setiap saluran dengan menggunakan bola pelampung, sehingga didapat nilai efisiensi pada saluran primer 79,46 %, sekunder 69,8 %, dan tersier 77,27 %.


(14)

ABSTRACT

SAUT SIALLAGAN: Efficiency of irrigation water distribution in the area of Ular River, Ramonia, Deli Serdang regency, supervised by EDI SUSANTO and ACHWIL PUTRA MUNIR.

The efficiency of irrigation water distribution is the percentage of water that used by plant compared to those supplied. During distribution of water from intake to the rice field some water was lost especially in the primary, secondary and tertiary channels due to evaporation, seepage and percolation. To comply with irrigation water, enough water should be supplied and distributed to every channel in the rice field. Therefore the discharge should be measured to make water distribution is as efficient as possible. At this research the inflow and outflow discharge in every channel were measured by float ball; efficiency in the primary channel was 79,46 %, in the secondary was 69,8 %, and in the tertiary was 77,27 %.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air irigasi merupakan sumberdaya pertanian yang sangat strategis. Berbeda dengan input lain seperti pupuk ataupun pestisida yang dimensi peranannya relatif terbatas pada proses produksi yang telah dipilih, peranan air irigasi mempunyai dimensi yang lebih luas. Sumberdaya ini tidak hanya mempengaruhi produktivitas tetapi juga mempengaruhi spektrum pengusahaan komoditas pertanian. Oleh karena itu kinerja irigasi bukan hanya berpengaruh pada pertumbuhan produksi pertanian tetapi juga berimplikasi pada strategi pengusahaan komoditas pertanian dalam arti luas.

Sekarang ini, seiring dengan pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan terhadap air irigasi untuk memproduksi pangan (padi) akan terus meningkat. Hal ini terkait dengan fakta bahwa pertumbuhan produktivitas usahatani padi mengalami kemandegan sehingga peningkatan luas panen padi masih tetap merupakan salah satu tumpuan pertumbuhan produksi padi.

Di sisi lain, permintaan air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri, dan untuk memelihara keberlanjutan fungsi sumber daya air itu sendiri (misalnya penggelontoran sungai), semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi dan perluasan perkotaan. Dengan demikian kompetisi penggunaan air antar sektor meningkat.

Jadi, tantangan yang dihadapi adalah di satu sisi kebutuhan air irigasi meningkat, di sisi lain air yang tersedia untuk irigasi justru semakin langka. Jawaban terhadap kelangkaan tersebut adalah peningkatan efisiensi. Untuk meningkatkan efisiensi, dibutuhkan perbaikan sistem pengelolaan irigasi dalam


(16)

semua level; bukan hanya di tingkat akuisisi, distribusi, maupun drainase; tetapi juga di tingkat usahatani.

Di masa mendatang permintaan air irigasi akan terus meningkat seiring dengan pertambahan luas tanam padi yang diperlukan. Di sisi lain, volume air yang harus dialokasikan untuk memenuhi permintaan dari sektor non pertanian semakin meningkat pula. Implikasinya, pasokan air irigasi semakin langka. Oleh karena itu peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi harus dilakukan.

Besarnya kehilangan air pada saluran selain dipengaruhi oleh musim, jenis tanah, keadaan dan panjang saluran juga dipengaruhi oleh karateristik saluran. Sistem penyaluran air ke areal persawahan menggunakan saluran tanah, dan mengakibatkan rendahnya efesiensi pengairan. Pendugaan besarnya kehilangan air pada saluran merupakan langkah awal dalam usaha pcmanfaatan air secara efisien (Syarnadi, 1985).

Jaringan irigasi Pulau Gambar ini merupakan jaringan irigasi dengan sistem terbuka. Dimana pada saluran primer dan sekunder telah dilakukan penyemenan sehingga kehilangan air pada saluran ini diperkirakan kecil karena kehilangan air hanya dari proses evaporasi. Sedangkan pada saluran tersier masih belum dilakukan penyemenan sehingga kehilangan airnya besar yaitu selain dari proses evaporasi juga dari proses perkolasi. Jaringan irigasi Ramonia ini merupakan jaringan irigasi semi teknis karena konstruksinya hanya pada pintu pengatur pada bangunan pengambilan saja tidak sampai pada bangunan bagi.

Suatu jaringan irigasi diharapkan memiliki tingkat efisiensi teknis yang tinggi sehingga dapat menyalurkan air secara efektif dan efisien. Nilai efisiensi ini


(17)

digunakan untuk menentukan berapa besar air yang diambil dari sumber sehingga pemberian air pada masing-masing saluran dapat dilakukan sampai kepetakan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Sesuai dengan keterangan di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian efisiensi penyaluran air irigasi di jaringan irigasi Ramonia yang sumber airnya berasal dari sungai ular.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai efisiensi penyaluran air di saluran primer, sekunder dan tersier di daerah irigasi Ramonia, Kabupaten Deli Serdang.

Manfaat Penelitian

1. Alokasi pemberian air dari masing-masing saluran dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

2. Sebagai bahan penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan stasiun Sampali menunjukkan rata–rata kelembapan udara per bulan sekitar 84 %, curah hujan berkisar antara 30 sampai dengan 34 mm per bulan dengan periode tertinggi pada bulan Agustus–September 2004, hari hujan per bulan berkisar 8–26 mm dengan periode hari hujan yang besar pada bulan Agustus –September 2004. Rata–rata kecepatan udara berkisar 1.10 m/dtk dengan tingkat penguapan sekitar 3.74 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 23.7° C dan maksimum 32.2° C.

Siklus Hidrologi

Akibat panas yang bersumber dari matahari, maka terjadilah evaporasi, yaitu penguapan pada permukaan air terbuka / open water dan pada permukaan tanah, dan transpirasi, yaitu penguapan dari permukaan tanah. Uap air hasil penguapan ini pada ketinggian tertentu akan menjadi awan, kemudian karena beberapa sebab awan akan berkondensasi menjadi presipitasi (presipitasi = yang diendapkan / yang dijatuhkan), bisa dalam bentuk salju, hujan es, hujan, embun. (Martha dan Dipl, Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi)


(19)

Gambar 1. Siklus Hidrologi

Daerah Aliran Sungai

Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia di seluruh dunia ini, yakni dengan menyediakan daerah-daerah subur yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai sumber kehidupan yang paling utama bagi manusia. Dalam bidang pertanian sungai berfungsi sebagai sumber air yang penting untuk irigasi

(Sosrodarsono dan Tominaga, 1994).

Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar dibagian hilir. Air hujan yang jatuh di atas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil kemudian


(20)

menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama. Daerah dari mana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkap hujan yang biasa disebut dengan daerah aliran sungai (DAS). Dengan demikian DAS dapat dipandang sebagai suatu unit kesatuan wilayah tempat air hujan mengumpul ke sungai menjadi aliran sungai (Lubis, dkk., 1993).

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke dalam sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

Daerah aliran sungai (DAS) sesuai dengan pola-polanya dapat dibedakan menjadi :

1) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola bulu burung, di daerah aliran sungai ini selain terdapat sungai utama, tidak jauh dari sungai utama tersebut, di sebelah kirinya dan kanan terdapat pola-pola sungai kecil atau anak-anak sungai.

2) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola radial atau melebar, di daerah aliran sungai ini pun terdapat sungai utama (besar dengan beberapa anak sungainya), hanya anak-anak sungainya melingkar dan akan bertemu pada satu titik daerah.

3) Daerah aliran sungai (DAS) dengan pola paralel atau sejajar , daerah aliran sungai ini memiliki 2 jalur daerah aliran, yang memang paralel, yang di bagian hilir keduanya bersatu membentuk sungai besar


(21)

Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan

Undang-Undang No.11 Tahun 1974 tentang pengairan, menjelaskan bahwa:

- "Air" adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut.

- "Sumber-sumber Air" adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah.

- "Pengairan" adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia.

(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Sistem Irigasi

Irigasi merupakan suatu proses pengaliran air dari sumber air ke sistem pertanian. Irigasi adalah proses penambahan air untuk memenuhi kebutuhan lengas tanah bagi pertumbuhan tanaman. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan tambak (PP 20/2006). Tindakan intervensi manusia untuk mengubah agihan air dari sumbernya menurut ruang dan waktu serta mengelola sebagian atau seluruh jumlah tersebut untuk menaikkan produksi tanaman


(22)

Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang kesaluran pembuang. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia. Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri (Ambler, 1991).

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. Berdasarkan sudut pandangnya irigasi digolongkan menjadi irigasi aliran dan irigasi angkatan yang lebih dikenal dengan sebutan irigasi pompa. Irigasi aliran adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya ke dalam pertanian atau area persawahan dilakukan dengan cara pengaliran. Sedangkan irigasi angkat adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya ke areal pertanaman dilakukan dengan cara pemompaan bangunan airnya berumah pompa bukan bendungan atau waduk (Dumairy, 1992).

Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai, yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian, atau air terlebih


(23)

dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian. Adapun faktor-faktor yang menentukan pemilihan metoda pemberian air irigasi adalah : distribusi musiman hujan, kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan, suplai air, rotasi tanaman dan permeabilitas tanah lapisan bawah. Metoda pendistribusian air irigasi dapat dibagi ke dalam :

1) Irigasi Permukaan 2) Irigasi Lapisan Bawah 3) Sprinkler

4) Drip atau Trickle (Hakim, dkk., 1986).

Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya. Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran pembuang berikut saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.


(24)

Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :

1) Irigasi Sederhana

Adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah.

2) Irigasi Setengah Teknis

Adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.

3) Irigasi Teknis

Adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi.

4) Irigasi Teknis Maju

Adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada seluruh jaringan dan diharapakan efisiensinya tinggi sekali.

Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air irigasi melalui saluran tersier yang sama. Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian


(25)

air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier biasanya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman.

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah.

Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis.


(26)

Tabel 1. Klasifikasi Irigasi

Klasifikasi Jaringan Irigasi

Teknis Semi Teknis Sederhana

Bangunan utama Bangunan permanen

Bangunan permanen atau semi

permanen Bangunan sederhana Kemampuan dalam mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Tidak mampu mengatur/mengukur Jaringan Saluran Saluran pemberi dan pembuang terpisah Saluran pemberi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

Saluran pemberi dan pembuang menjadi

satu Petak Tersier Dikembangkan

sepenuhnya

Belum dikembangkan dentitas bangunan

tersier jarang

Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan Efisiensi secara

keseluruhan 50-60 % 40-50 % < 40 % Ukuran Tak ada batasan < 2000 hektar < 500 Sumber : Direktorat Jenderal Pengairan, 1986

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

Efisiensi Irigasi

Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari dengan menggunakan rumus:

Ec = Wr Wf

x 100 % ... (1)

dimana Ec : efisiensi irigasi


(27)

Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir (Hansen, dkk., 1992).

Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992).

Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase (Lenka, 1991).

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah (Direktorat Jenderal Pengairan,1986).


(28)

Debit Air

Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Pengukuran debit dengan bendung

2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan lautan obat

3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir

4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus magnetis, pengukur arus gelombang supersonis

(Dumairy, 1992).

Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan pertanian, debit air di daerah bendung harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan pertanaman. Agar penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan pertanaman lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan pengukuran-pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak dimasyarakat petani pemakai air pengairan (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).


(29)

Pengukuran Debit

Pengukuran global kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur waktu pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila pengukuran dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan karena sampah, ketidakmungkinan melintasi sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat tinggi maupun pada kecepatan yang sangat rendah (Seyhan, 1990).

Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat ini ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada titik tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktu lamanya pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur arus maka pengukuran dapat dilakukan dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air (Lubis, dkk., 1993).

Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran juga bisa diukur dengan menggunakan alat ukur current meter. Alat berbentuk propeler tersebut dihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah putaran selama propeler tersebut berada dalam air) kemudian dimasukkan ke dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran sungai. Tiap putaran ekor tersebut akan mencatat oleh alat monitor, dan kecepatan aliran sungai akan


(30)

ditentukan oleh jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan matematik yang khusus dibuat untuk alat tersebut untuk lama waktu pengukuran tertentu (Asdak, 1995).

Evaporasi

Evaporasi adalah proses melalui mana cairan langsung berubah menjadi uap dan transpirasi adalah perpindahan dari cairan ke dalam uap melalui metabolisme tanaman (Dake, 1985).

Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air. Laju evaporasi sangat bergantung pada masukan energi yang diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diuapkan. Transpirasi merupakan penguapan air yang berasal dari jaringan tumbuhan melalui stomata (Lakitan, 1994).

Evaporasi adalah penguapan dari seluruh air, tanah, salju, es, tumbuh-tumbuhan, permukaan-permukaan lain ditambah transpirasi. Penggunaan konsumtif adalah penguapan total dari seluruh daerah ditambah air yang digunakan langsung dalam pembangunan jaringan tanaman (Linsley, dkk., 1989).

Dilapangan proses evaporasi dan transpirasi terjadi secara bersamaan dan sulit dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu kehilangan air akibat kedua proses ini pada umumnya disebut evapotranspirasi, dengan demikian evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan tanaman


(31)

Perkolasi

Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permeabel, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin tinggi tingkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya (Dumairy, 1992).

Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) perkolasi dapat berlangsung secara vertikal dan horizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal merupakan kehilangan air kelapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang berlangsung secara horizontal merupakan kehilangan air kearah samping. Perkolasi ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah. Pada tanah bertekstur liat laju perkolasi mencapai 13 mm/hari, pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari, pada tanah lempung berliat mencapai 1-2 mm/hari.

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1995).


(32)

Rembesan

Perembesan air dan kebocoran air pada saluran pengairan pada umumnya berlangsung ke samping (horizontal) terutama terjadi pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada saluran yang dilapisi kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan dan bocoran tidak terjadi.

Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius. Bukan hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan drainase adalah kerap kali membebani daerah sekitarnya atau yang lebih rendah. Kadang-kadang air merembes keluar dari saluran masuk kembali ke sungai yang di lembah dimana air ini dapat diarahkan kembali, atau masuk ke suatu aquifer yang dipakai lagi. Metode yang sangat umum digunakan dalam pengukuran rembesan adalah metode inflow-outflow terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran yang keluar dari suatu penampang saluran yang dipilihnya. Ketelitian cara ini meningkat dengan perbedaan antara hasil banyaknya aliran masuk dan aliran keluar (Hansen, dkk., 1992).


(33)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - September 2009 di Daerah Irigasi Pulau Gambar, Kabupaten Serdang Bedagai.

Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : roll meter, yang digunakan untuk mengukur kedalaman saluran; bola pelampung, digunakan sebagai pengukur kecepatan aliran; stopwatch, yang digunakan untuk menghitung waktu yang diperlukan bola pelampung sampai pada titik yang ditentukan; tape, yang digunakan untuk mengukur lebar saluran; kalkulator, digunakan untuk perhitungan data; alat tulis.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : data kondisi irigasi Daerah Pulau Gambar diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serdang Bedagai, data laju perkolasi untuk daerah jaringan irigasi Pulau Gambar diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum, dan data kecepatan angin yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika.

Metode Penelitian

Metode pengukuran yang dilakukan adalah Inflow - Outflow untuk setiap saluran pengamatan dengan ruas pengukuran antara dua bangunan bagi/sadap.


(34)

Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada pangkal saluran dan debit outflow pada ujung saluran dengan menggunakan Current Meter untuk keadaan alirannya tinggi dan bola pelampung untuk keadaan aliran yang rendah.

Pelaksanaan Penelitian

1. Deskripsi Jaringan Irigasi 2. Kecepatan Aliran

Pada saluran primer dan sekunder kecepatan aliran diukur menggunakan bola pelampung.

V = D/T ... (2) Dimana : D = jarak 2 titik yang dilalui (10 m)

T = waktu yang dibutuhkan untuk melalui D

Peralatan utama yang diperlukan untuk mengukur debit dengan metode pelampung adalah alat ukur kecepatan aliran dan alat ukur penampang basah.

1. Alat ukur kecepatan aliran

Alat ini dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

1) Pelampung permukaan, yaitu bahan yang dapat mengapung di permukaan aliran, dapat digunakan sepotong kayu dengan diameter 14-30 cm, tebal 4 cm, atau bahan lainnya yang dapat mengapung dan dapat dengan mudah diamati lintasannya.

2) Pelampung tangkai, yaitu bahan pelampung yang sebagian tenggelam dan sebagian lagi muncul di permukaan aliran, dapat digunakan sepotong kayu atau bambu yang diberi pemberat pada


(35)

ujung bagian bawahnya agar dapat melayang pada aliran sungai dengan posisi tegak dan mudah diamati lintasannya.

2. Alat ukur penampang basah

Alat ini terdiri dari alat ukur lebar dan alat ukur kedalaman aliran. 1) Alat ukur lebar aliran yang dapat digunakan antara lain :

- Kabel ukur lebar - Meteran

2) Alat ukur kedalaman aliran yang dapat digunakan antara lain : - Batang duga kedalaman

- Kabel duga kedalaman.

3. Luas Penampang Saluran

Dihitung luas penampang (m2) saluran dengan menggunakan rumus Trapezoidal :      

2 2 0 n i h h h d

A ... (3)

Dimana : d = jarak antara h0 dengan h1, h1 dengan h2 dst

h0 = ordinat pertama

hi = penjumlahan dari h1, h2,....,hn

hn = ordinat terakhir

(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

4. Debit

Dihitung debit air (m3/s) di pangkal dan di ujung dengan rumus : QP = V.A ... (4)


(36)

Dimana : V = kecepatan aliran air (m/dtk) A = luas penampang (m2) (Martha dan Dipl, Mengenal Dasar-Dasar Hidrologi)

5. Efisiensi Primer

% 100    pangkal ujung pangkal debit debit debit

Ep ... (5)

6. Efisiensi Sekunder

n

Es Es

Es

Es  1 2 ... n

...(6)

7. Efisiensi Tersier

Pada saluran tersier ini tidak diukur seluruhnya melainkan diambil beberapa sampel.

Dengan ketentuan :

Tersier hulu : Ts11, Ts12,...., Ts1n

Tersier tengah : Ts21, Ts22,...., Ts2n

Tersier hilir : Ts31, Ts32,...., Ts3n

Dibuat tabel pada setiap bagian tersier dengan mencatat debit inflow dan debit outflow pada saluran tersier yang diukur.

3

hilir tengah

hulu ETs ETs ETs

ETs   ...(7)

(Sosrodarsono dan Tominaga, 1994).

8. Evaporasi

Prosedur penghitungan evaporasi adalah sebagai berikut :


(37)

2) Diukur suhu bola basah dan bola kering pada 3 waktu, yaitu pagi, siang, dan sore

3) Dihitung suhu dengan rumus :

2

min

max T

T

...(8)

4) Dilihat pada lampiran 2 tekanan uap jenuh dari suhu bola kering 5) Dihitung selisih antara suhu bola kering dan suhu bola basah lalu

dilihat tabel kelembaban relatif pada lampiran 3 dan disesuaikan dengan suhu bola basah

6) Dikalikan tekanan uap jenuh dengan kelembaban relatif maka didapat tekanan uap sebenarnya

7) Dihitung evaporasi dengan menggunakan persamaan empiris berdasarkan hukum Dalton yaitu :

Eo 0,35

ese



0,50,54u2

...(9) Dimana :

Eo = evaporasi air permukaan bebas (mm/hari)

es = tekanan uap jenuh pada suhu udara (mm/Hg) lihat lampiran 2

ed = tekanan uap aktual dalam udara (mm/Hg) lihat lampiran 3

u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan (m/detik)

(Seyhan, 1990).

9. Rembesan

Prosedur penghitungan rembesan adalah sebagai berikut : 1) Ditentukan koefisien rembesan (k)


(38)

Q = A ( k h/L ) t ...(10) Dimana :

Q = Volume air yang dikumpulkan

A = Luas penampang melintang contoh tanah

T = Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan air (Das, 1995).

4) Diukur lebar saluran irigasi 5) Diukur kedalaman saluran irigasi

6) Dihitung nilai rembesan dengan menggunakan rumus :

Q = k (B – 2d) ... (11)

Dimana :

Q = perembesan per satuan panjang (L3/T/L) K = koefisien perembesan (L/T)

B = lebar permukaan air dalam saluran (L) d = kedalaman maksimal air dalam saluran (L) (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).

Parameter Penelitian 1. Efisiensi Distribusi

Efisiensi distribusi adalah perbandingan antara air yang disalurkan ke sawah dengan air yang diambil dari sungai atau bendungan. Efisiensi distribusi juga merupakan perkalian efisiensi di saluran primer (SP), sekunder (SS) dan tersier (ST).

3 ETs Es Ep


(39)

2. Evaporasi

Evaporasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan empiris berdasarkan hukum Dalton:

Eo = 0,35 (es – e) ( 0,5 + 0,54 u2)

Dimana :

Eo = evaporasi air permukaan bebas (mm/hari)

es = tekanan uap jenuh pada suhu udara (mm/Hg) lihat lampiran 2

ed = tekanan uap aktual dalam udara (mm/Hg) lihat lampiran 3

u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan (m/detik).

3. Rembesan

Untuk menghitung rembesan digunakanrumus : Q = k (B – 2d)


(40)

H A S I L D A N P E M B A H A S A N Deskripsi Jaringan Irigasi

Letak dan luasdaerah irigasi

Secara administratif jaringan irigasi Ramonia terletak di Kecamatan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, yang merupakan hilir dari Sungai Ular. Irigasi Ramonia ini jugs merupakan bagian ujung dari proyek pembangunan irigasi Sungai Ular yang dimulai dari daerah Pulau. Gambar, Kabupaten Deli Serdang.

Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pads jaringan irigasi ini bersumber dari Sungai Ular, lugs jaringan irigasi Ramonia ini 1.880 ha, mengairi 3 desa yaitu : Desa Sumber Rejo, Desa Sidodadi, Desa Ramona. Jaringan Irigasi Ramonia merupakan jaringan irigasi semi teknis yang memiliki 1 saluran primer, 4 saluran sekunder dan 23 saluran tersier.

Keadaan iklim

Untuk keadaan iklim Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembaban udara 85 %/bulan. Curah hujan berkisar antara 12 – 348 mm/bulan dengan periode tertinggi pads bulan September. Tingkat penguapan 3,8 mm/hari temperatur udara per bulan minimum 23,4 °C dan maximum 33,2 °C.

Lokasi Pengukuran

Pengukuran pads saluran primer dilakukan pads pangkal dan ujung saluran karena panjang saluran primer mencapai 800 meter. Untuk saluran sekunder diambil sampel sekunder I yang memiliki panjang 800 m dan sekunder


(41)

IV yang memiliki panjang lebih dari 1000 meter sehingga pengukurannya dilakukan pada, 4 tempat untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Sedangkan untuk saluran tersier diukur semuanya sesuai dengan denah yang didapat dari Dinas Pengairan. Metode yang digunakan yaitu dengan mengukur pangkal saluran dimana air berasal dari saluran sekunder dan ujung saluran dimana air akan masuk ke petakan sawah. Kemudian dilakukan pengukuran kembali dengan mengambil pangkal saluran setelah air masuk ke petakan sawah kemudian diambil ujung saluran dimana air akan masuk ke petakan sawah dan seterusnya sampai 3 kali pengukuran untuk masing-masing saluran tersier.

Efisiensi Primer

Berdasarkan data sekunder yang didapat dari-U-Dina,, UPekerjaan Umum

Provinsi Sumatera Utara untuk Daerah Aliran Sungai Ular efisiensi di saluran primer sebesar 90 %, untuk efisiensi di saluran sekunder sebesar 90 % dan untuk efisiensi di saluran tersier sebesar 85 %. Sehingga diperoleh efisiensi totalnya adalah 0,90 x 0,90 x 0,85 = 68,85 %.

Efisiensi penyaluran irigasi ini merupakan perbandingan antara debit air dari somber dengan debit air yang masuk ke petakan. Dalam proses penyaluran air sampai ke petakan terjadi kehilangan air di sepanjang saluran sehingga air yang masuk tidak sama dengan air yang keluar. Kehilangan air ini disebabkan oleh adanya evaporasi yaitu air menguap karena adanya sinar matahari, rembesan yaitu air yang meresap ke bagian samping saluran disebabkan karena, tidak dilapsi bahan yang kedap air pads dinding saluran, perkolasi yaitu masuknya air ke bawah saluran karena tanah tidak dilapisi bahan kedap air.


(42)

Tetapi yang paling utama penyebab kehilangan air karena kegiatan warga setempat yang memanfaatkan air irigasi untuk keperluan rumah tangga dengan tidak berkoordinasi terlebih dahulu. Yang mana memang hal ini adalah salah satu kekurangan yang perlu diperbaiki dari pola pikir masyarakat Indonesia secara umum.

Hasil penelitian di lapangan di peroleh data pads saluran primer Tabel 1. Efisiensi pads saluran primer

Saluran Debit Pangkal Debit Ujung Kehilangan Air Efisiensi

(m3/ detik) (m3/ detik) (m3/ detik) (% )

Primer 0,985 0,783 0,202 79,46

Pada saluran primer ini pengukuran Was penampang dilakukan dengan menggunakan rumus trapezoidal karena dasar saluran tidak rata dan memiliki lebar saluran yang dapat dibagi dengan interval terteritu-Namun, pads saluran primer awal setelah bak endapan yang terdapat d~ depan pintu air adalah berbentuk bangun ruang balok. Sehingga pengukuran lugs penampangnya adalah dengan menggunakan rumusan persegi panjang. Dengan tinggi air sebagai panjang dan lebar saluran sebagai lebarnya.

Diperoleh debit di pangkal 0,985 m3/detik setelah air mengalir sampai ke ujung dimana air akan masuk ke saluran sekunder sebesar 0,783 m3/detik sehingga ter adi kehilangan air pads saat penyaluran sebesar 0,202 m3/detik. Maka efisiensi penyaluran didapat sebesar 79,46 % artinya kehilangan air di saluran sebesar 20,54 %

Saluran primer pads irigasi Ramona ini sumber airnya berasal dari Sungai Ular, kemudian dialirkan menuju ke saluran sekunder. Untuk meningkatkan efisiensi


(43)

pads saluran primer ini dinding dan dasar saluran telah dilapisi bahan kedap air tetapi ada beberapa bagian dinding saluran yang retak sehingga menyebabkan hilangnya air. Adapun faktor yang menyebabkan kehilangan air, yaitu evaporasi sebesar 0,0157 mm/hari. Nilai evaporasi ini dapat bertambah di pengaruhi oleh luasnya permukaan air pads saluran karena evaporasi ter adi sinar matahari yang mampu menguapkan air. Rembesan sebesar 0,00023 mm/hari, nilai rembesan ini dapat lebih besar jika semakin luas daerah yang terbasahi air dan jugs retaknya dinding saluran. Selain itu, disekitar saluran ditanami tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman yang banyak memerlukan air, sehingga air yang merembes dari saluran diserap oleh akar tanaman. Sedangkan perkolasi tidak mempengaruhi kehilangan air pads saluran primer karena dasar saluran dilapisi bahan kedap air.

Efisiensi Sekunder

Pada daerah Ramona ini, terdapat 4 saluran sekunder. Dengan panjang yang cukup jauh, sehingga perlu dilakukan pengukuran lebih dari satu kah pads saluran yang sama. Pada saluran sekunder, pengukuran luas penampang dilakukan dengan menggunakan rumus trapezoidal karena dasar saluran tidak rata dan memiliki lebar saluran yang dapat dibagi dengan interval tertentu. Karena saluran sekunder memiliki saluran yang panjang maka dilakukan pengukuran lebih dari satu kali pads masing-masing saluran sekunder. Pada saluran sekunder pertama, panjangnya diperkirakan mencapai hingga 1000 m, maka dilakukan empat kali pengukuran. Pada saluran sekunder 2, diperkirakan panjang saluran sekitar 100 m, maka hanya dilakukan satu kali pengukuran saja. Pada


(44)

saluran sekunder 3, diperkirakan panjangnya mencapai hingga 1100 m, maka dilakukan penghitungan tiga kah pada saluran yang sama. Sedangkan pada saluran sekunder 4, panjangnya diperkirakan mencapai hingga 1000 m, maka dilakukan empat kali pengukuran di lokasi yang berbeda. Adapun dasar penghitungan saluran yang lebih dari satu kali adalah untuk meningkatkan nilai ketelitian.

Hasil penelitian di lapangan diperoleh data pada saluran sekunder Tabel 2. Efisiensi pada saluran sekunder

Saluran Debit Pangkal Debit Ujung Kehilangan Air Efisiensi

(MI/S) (M3/S) (M3/S)

N

S1 P1 0,4 0,29 0,11 72,5

S1 P2 0,59 0,23 0,36 38,9

S1 P3 0,3 0,248 0,76 82,6

S1 P4 0,63 0,60 0,03 95,2

S2 0,023 0,006 0,017 26,0

S3 P1 0,45 0,03 0,42 6,6

S3 P2 0,12 0,013 0,11 10,8

S3 P3 0,09 0,073 0,02 81,1

S4 P1 1,064 0,576 0,49 54,1

S4 P2 0,26 0,204 0,06 78,4

S4 P3 0,107 0,084 0,023 78,5

S4 P4 0,10 0,03

0,07 30,0

Total 4,347 2,431 2,47

Rata-rata 0,365 0,255 0,111 69,8


(45)

sebesar 0,255 m3/s sehingga kehilangan aimya sebesar 0,111 m3/s. Maka efisiensi penyalurannya sebesar 69,8 % artinya kehilangan air disepanjang saluran 30,2 %.

Jumlah saluran sekunder pada irigasi Ramonia adalah 4 saluran. Pada penelitian ini diambil sampel pada saluran sekunder I yang memiliki 6 saluran tersier dan saluran sekunder IV yang memiliki 7 saluran tersier. Saluran sekunder ini lebih panjang daripada saluran primer sehingga efisiensinya lebih rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada saluran sekunder ini adalah evaporasi dengan nilai 0,0157 mm/hari, rembesan pada saluran sekunder ini diukur dari 6 bagian dinding saluran yang rusak didapat nilai rata-rata lebar permukaan air dalam saluran 2,95 m dan kedalaman air dalam saluran 0,458 m sehingga didapat nilai rembesan sebesar 0,00020 mm/hari. Nilai rembesan ini semakin bertambah karena "iyaknya bagian dinding saluran sekunder yang rusak.

Perkolasi juga mempengaruhi besarnya kehilangan air pada saluran sekunder ini karena dasar saluran yang dilapisi bahan kedap air sudah rusak. Nilai perkolasi untuk daerah irigasi Sungai Ular yang didapat dari Dinas Peker aan Umum sebesar 4 mm/hari.

Keadaan saluran juga mempengaruhi kehilangan air, dimana semakin panjang saluran, maka semakin besar Pula kehilangan airnya. Begitu juga dengan lebar saluran, artinya semakin luas daerah yang terbasahi air pada saluran, maka semakin besar Pula kehilangan airnya.


(46)

Efisiensi Tersier

Hasil penelitian di lapangan diperoleh data pada saluran tersier Tabel 3. Efisiensi pada saluran tersier

Saluran Debit Pangkal Debit Ujung

(m3/s) (m3/s) Kehilangan Air

(m3/s)

Efisiensi (%)

ST 1 0,032 0,012 0,020 37,5

ST 2 0,019 0,017 0,002 89,5

ST 4 0,117 0,113 0,004 96,5

ST 6 0,029 0,015 0.014 51,7

ST 9 0,009 0,003 0,006 33,3

ST 10 0,021 0,011 0,010 47,6

ST 11 0,027 0,021 0,006 77,7

ST 12 0,027 0,016 0,009 59,2

ST 13 0,049 0,022 0,027 44,9

ST 14 0,018 0,004 0,014 22,2

ST 15 0,006 0,004 0,002 66,6

ST 17 0,008 0,007 0,001 87,5

ST 18 0,029 0,022 0,007 75,8

ST 19 0,363 0,313 0,050 86,2

ST 20 A 0,106 0,074 0,032 69,8

ST 20 B 0,047 0,030 0,017 63,8

ST 21 0,085 0,072 0,013 84,7

ST 22 0,014 0,011 0,003 75,8

ST 23 0,352 0,186


(47)

Total 1,344 0,977 0,367 16,98

Rata-rata 0.066 0.051 0.015 77,27

Pada saluran tersier pengukuran luas penampang dilakukan dengan 2 (dua) metode. Yang Pertama, adalah dengan menjumlahkan 2 kali luas segitiga dengan luas persegi panjang. Karena pads saluran ini memiliki lebar yang kecil sehingga tidak cukup untuk dibagi interval pads pemakaian rumus trapezoidal. Yang Kedua, adalah dengan metode Trapezoidal seperti pads saluran primer dan sekunder. Pada penelitian ini didapat hasil rata-rata untuk saluran tersier dengan debit pangkal 0,066 m 3 /detik dan debit ujung 0,0510 m3/detik /detik sehingga kehilangan air pada, saat penyaluran sebesar 0,015 m3/detik. Maka efisiensinya sebesar 77,27 % artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 23,73 % .

Pada daerah irigasi Ramonia ini terdiri dari 23 saluran tersier dimana tidak semua saluran berfungsi dengan baik tetapi sebAgian saluran telah rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi, karena adanya pengambilan air yang tidak terkoordinasi dengan petugas pengairan setempat. Adapun saluran tersier di Irigasi Raminia ini yang tidak berfungsi lagi yaitu Saluran tersier 3,tersier 5, tersier 7, dan tersier 8. Tersier 3 tidak berfungsi karena memiliki elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan saluran sekunder 1 yang menjadi somber airnya. Sehingga pads operasionalnya di lapangan agar tersier 3 ini dapat mengaliri air adalah dengan menutup pinto masuk air ke saluran sekunder 2 dan saluran tersier lainnya, sehingga permukaan air lebih tinggi. Untuk mengatasi ini, pars petani sering sekali mengambil air dengan membuat saluran-saluran barn yang kecil langsung dari saluran primer dan saluran sekunder. Kemudian penyebab, tidak


(48)

berfungsinya saluran pads irigasi Ramonia ini adalah karena tidak terawat dengan baik, sehingga kebutuhan air pads tanaman diambil dari petakan-petakan yang mengambil dari saluran tersier yang lain.

Adapun faktor yang mempengaruhi kehilangan air pads saluran tersier yaitu perkolasi 4 mm/hari, evaporasi 0,157 mm/hari dan rembesan dengan nilai 0,0000038 mm/hari. Perhitungan rembesan pads saluran tersier ini didapat dengan mengukur bagian pads dinding saluran tersier yang rusak didapat nilai rata-rata lebar permukaan air dalam saluran 1,20 m dan kedalaman air pads saluran 0,32 m. Nilai dari masing-masing faktor ini dapat bertambah sesuai dengan keadaan saluran.

- - I

Pada saluran tersier banyak yang tidak dilapisi bahar(-kedap air~ sehingga efisiensi yang didapat rendah maka kehilangan mya besar Didapatkan setelah melakukan penelitian di lapangan bahwa hanya ada 2 saja saluran tersier yang telah dilapisi bahan kedap air yakni tersier/ 20 B dan tersier 18, sehingga kehilangan airnya dapat ditekan dan menghasilkan efisiensi yang tinggi.

Evaporasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kehilangan air pads saluran primer ini diantaranya evaporasi, yang ter adi karena adanya energi pangs dari sinar


(49)

matahari. Berdasarkan pengukuran dari Stasiun Sampali didapat pads bulan September 2009 rata-rata suhu bola kering sebesar 27,01 °C dan suhu bola basah sebesar 25,05 °C yang menghasilkan nilai evaporasi sebesar 0,0157 mm/hari. Nilai yang dihasilkan sangat kecil hal ini sesuai dengan Lakitan, 1994 yang

menyatakan laju evaporasi bergantung pads masukan energi yang diterima, semakin banyak energi yang diterima maka semakin banyak molekul air yang divapkan. Evaporasi pads irigasi Ramonia ini sangat kecil karena energi yang diterima jugs kecil. Nilai evaporasi ini didapatkan dengan menggunakan persamaan hukum Dalton dengan menggunakan data yaitu : Suhu udara bola keying dan bola basah dan kecepatan angin yang diukur 2 m diatas permukaan.

Rembesan

Nilai rembesan pada saluran primer adalah 0,00023 mm/hari dengan kedalaman air pada saluran 0,78 m dan lebar permukaan air dalam saluran. 5,5 m. Hasil pengukuran di lapangan didapat data untuk perhitungan rembesan pada

saluran sekunder seperti pada tabel 4. Tabel 4. Rembesan pada saluran sekunder

Saluran B (m) D (m)

Sekunder I 3,4 0,71

4,4 1,20 4,3 0,54 3,9 0,68

Sekunder IV 5,2 1,1

4,9 0,7 2,6 0,5 2,4 0,4


(50)

Pada perhitungan perembesan ini nilai koefisien rembesan pada irigasi Ramona ini menurut Nikken Consultant, 1981 adalah 6,8 x 10 -' cm/detik. Dari perhitungan yang ada pada lampiran didapat nilai rembesan pada saluran sekunder adalah 0,00017 mm/hari.

Dari hasil pengukuran dilapangan di dapat data untuk perhitungan rembesan saluran tersier pada Tabel 5 berikut

Tabel 5. Rembesan pada saluran tersier

Saharan B (m) D (m)

ST 1 0,5 0,08

ST 2 1,1 0,18

ST 4 1,15 0,19

ST 6 0,5 0,08

ST 9 0,4 0,06

ST 10 0,45 0,07

ST 11 0,85 0,14

ST 12 0,5 0,08

ST 13 0,90 0,16

ST 14 0,35 0,05

ST 15 0,50 0,08

ST 17 0,5 0,08

ST 18 1,00 0,16

ST 19 2,80 0,46

ST 20 A 1,4 0,23

ST 20 B 1,00 0,16

ST 21 0,85 0,14


(51)

ST 23 2,05 0,27

Rata-rata 0,95 0,34

Pada perhitungan perembesan ini nilai koefisien rembesan pada irigasi Ramona ini menurut Nikken Consultant, 1981 adalah 6,8 x 10-' cm/detik. Dari perhitungan yang ada pada lampiran 10 didapat nilai rembesan pada saluran tersier adalah 0,0000038 mm/hari.

Perkolasi

Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah. Untuk jaringan irigasi Sungai Ular diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 4,0 mm/hari. Menurut Kartasaooetra dan Sutedjo, 1994 pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari.

Efisiensi Penyaluran Air Irigasi

Efisiensi irigasi ini diperoleh setelah ma s i n g - asing

saluran di dapat efisiensi, dari Tabel 2, 3, dan 4 dapat dilihat efisiensi setiap saluran. Maka didapat efisiensi pada irigasi Ramonia ini, dapat dilihat pada Tabel 6 berikut


(52)

Tabel 6. Efisiensi Irigasi

Saluran Debit Pangkal

(m3/detik)

Debit Ujung (m3/detik)

Kehilangan Air (m3/detik)

Efisiensi (%)

Primer 0,985 0,783 0,202 79,46

Sekunder

0,365 0,255 0,111 69,8

Tersier 0,066 0,051 0,015 77,27

Total 1,416 1,089 0.328

Rata-rata 0,472 0,363 0.109

Efisiensi Irigasi diperoleh dengan mengalikan antara efisiensi di saluran primer, sekunder dan tersier yaitu : 79,46 % x 69,8 % x 77,27 % = 42,8 %

Hal ini sesuai menurut Direktorat Jendral Pengairan (1986), yang

menyatakan efisiensi keseluruhan untuk jaringan irigasi semi teknis sebesar 40% -50%. Jika dilihat data sekunder yan didapat dari Dinas Peker aan Umum efisiensi keseluruhan sebesar 90% x 90% x 85% = 68,85%, maka hal ini berbeda dengan pengukuran yang didapat pada penelitian ini sebesar 42,8%.

Hal ini disebabkan karena pengukuran yang dilakukan oleh Dinas Peker aan Umum pada saat awal pembuatan irigasi sehingga belum tedadi penyusutan/kerusakan pada saluran. Sedangkan pengukuran pada penelitian ini dilakukan setelah beberapa tahun pembuatan irigasi, sehingga banyak penyusutan/kerusakan yang ter adi pada, saluran irigasi seperti sedimentasi, keretakan pada dinding saluran maupun pintu bagi yang rusak atau hilang.


(53)

dari pada sekunder sedangkan pada data sekunder efisiensi sekunder lebih tinggi dari pada tersier. Hal ini disebabkan karena banyaknya bagian-bagian saluran yang rusak baik pada dinding saluran maupun dasar saluran. Selain itu jugs pada saat pengukuran panjang saluran sekunder diukur lebih panjang dari saluran tersier.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Efisiensi saluran primer pads daerah irigasi Ramonia sebesar 79,46 % artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 21, 54 %.

2. Efisiensi saluran sekunder pads daerah irigasi sebesar Ramonia 69,8% artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 31,2 %. 3. Efisiensi saluran tersier pads daerah irigasi Ramonia sebesar 77,27 %

artinya kehilangan air disepanjang saluran sebesar 22,73%.

4. Efisiensi penyaluran air pads daerah irigasi Ramonia sebesar 42,8 % . 5. Nilai rembesan pads saluran primer 0,00023 mm/hari, sekunder

0,00017 mm/hari dan tersier 0,00038 mm/hari.

6. Evaporasi merupakan air yang hilang melalui penguapan sebesar 0,0157 mm/hari.

Saran

1. Untuk memudahkan dalam pembagian air sebaiknya diperbaiki pintu air yang rusak dan perlu ker asama yang lebih baik antara masyarakat dan pemerintah setempat.

2. Untuk meningkatkan efisiensi pads daerah Ramonia in sebaiknya dilakukan perbaikan pads saluran yang dianggap banyak ter adi kehilangan air.

3. Untuk mencukupi kebutuhan air sebaiknya dilakukan pengerokan pads tiaptiap saluran yang sudah inggi permukaan tanahnya.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Ambler, J.S., 1991. Irigasi di Indonesia. LP3ES, Jakarta.

Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dake, J.M., 1985. Hidrolika Teknik. Erlangga, Jakarta.A

Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi. Departemen Peker aan Umum, CV. Galang Persada, Bandung.

Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong,

dan H.H. Ballet', 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UNILA, Lampung.

Hansen, V.E., O.W. Israelsen, dan G.E. Stringham, 1992. Irrigation Principles and Practices. John Wiley and Sons, New York.

Islami, T., dan Wani, H.U., 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, IKIP Semarang Press, Semarang.

Kartasapoetra, A.G. dan M. Sutedjo, 1994. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi, Bumi Aksara.

Lakitan, B., 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lenka, 1991. Irrigation and Drainage. Kalyani Publisher, New Delhi. India.

Linsley, R.K. dan J. Franzini, 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah Djoko Sasongko. Erlangga, Jakarta.

Linsley, R.K., M.A. Kohler and J.L.H. Paulhus., 1989. Hidrologi untuk Insinyur. Penerjemah Yandi Hermawan. Erlangga, Jakarta.

Lubis, J., Soewarno, dan Suprihadi, B., 1993. Hidrologi Sungai. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Pasandaran, E., 1991. Irigasi di Indonesia, Strategi dan Pengembangan. LP3ES, Jakarta.


(56)

Prabowo A.,dkk.,2006. Disain dan Rekayasa Sistem Irigasi Mikro untuk Jeruk Siam pads Lahan Rawa Lebak.http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id //indeks.php. Diakses 15 Februari 2009.

Raes, D., 1987. Irrigation Scheduling Information System. Katholike Unuversiteit Leuven, Belgium.

Seyhan, E., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sianturi,G.,2002. Akibat Kekeringan, Ribuan Hektar Sawah Gagal Panen. http://www.kompas.com/utama/news/0210/09/085828.htm. Diakses 15 Februari 2009.

Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra hudaya, Jakarta. Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.

Sosrodarsono, S., dan M. Tominaga, 1994. Perbaikan dan Pengairan Sungai. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sri Harto, B., 1993. Analisa Hidrologi. Gramedia, Jakarta.

Sunaryo, T.M., Tjoek, W dan Axis, H., 2004. Pengelolaa* Sumber Daya Air. Bayu. Media, Malang.

Syarnadi, A., 1985. Penelitian Kehilangan Air dan Perembesan Air Pada Saluran Daerah Pengairan Wai Seputih Lampung Tengah. Fakultas Pasca Sarjana, IPB.

Wikipedia,2009. Penguapan. http://id.wikipedia.og/wiki/Penguapan. Diakses tanggal 15 November 2009,Medan.


(57)

(58)

Lampiran 2. Tabel tekanan uap jenuh

0°C p (mmHg)

-60 0,0008 -40 0,096 -20 0,783 -10 1,964 -1 4,22 0(air+es+uap) 4,58

10 9,21 20 17,55 30 31,86 40 55,4 50 92,6 60 149,6 80 355,4

100 760,0 (1 atm)

110 1.074 125 1.740 200 11.650 250 29.770 300 64.300 350 123.710


(59)

Lampiran 3. Tabel kelembaban

Selisih antara thermometer bola kering dan bola basah Pembacaan

thermometer

bola basah 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0

Derajat centrigrade

(° C )

Persentasi (%)

0 100 90 80 71 63 56 49 43 37 32 28 23 20 16 13

1 100 90 81 72 65 58 51 45 40 35 30 26 22 19 16

2 100 90 82 74 66 59 53 47 42 37 33 29 25 22 19

3 100 91 82 75 67 61 55 49 44 39 35 31 27 24 21

4 100 91 83 75 69 62 56 51 46 41 37 33 30 26 24

5 100 91 84 76 70 64 58 53 48 43 39 35 32 29 26

6 100 92 84 77 71 65 59 54 49 45 41 37 34 31 28

7 100 92 85 78 72 66 61 56 51 47 43 39 36 33 30

8 100 92 85 79 73 67 62 57 52 48 44 41 37 34 32

9 100 93 86 79 74 68 63 58 54 50 46 42 39 36 33

10 100 93 86 80 75 69 64 59 55 51 47 44 41 38 35

11 100 93 87 81 75 70 65 60 56 52 49 45 42 39 36

12 100 93 87 81 76 71 66 61 57 54 50 47 43 41 38

13 100 94 88 82 76 71 67 63 58 55 51 48 45 42 39

14 100 94 88 82 77 72 68 63 59 56 52 49 46 43 40

15 100 94 88 83 78 73 68 64 60 57 53 50 47 44 42

16 100 94 88 83 78 74 69 65 61 58 54 51 48 45 43

17 100 94 89 83 79 74 70 66 62 59 55 52 49 46 44

18 100 94 89 84 79 75 70 67 63 59 55 53 50 47 45

19 100 94 89 84 80 75 71 67 63 60 56 54 51 48 46

20 100 95 89 85 80 76 72 68 64 61 57 55 52 49 47

21 100 95 90 85 80 76 73 68 65 62 58 55 53 50 47

22 100 95 90 85 81 77 73 69 66 62 58 56 53 51 48

23 100 95 90 86 81 77 73 70 66 63 59 57 54 51 49

24 100 95 90 86 82 78 74 70 67 63 60 58 55 52 50

25 100 95 90 86 82 78 74 71 67 64 61 58 56 53 50

26 100 95 91 86 82 78 75 71 68 65 62 59 56 54 51

27 100 95 91 87 83 79 75 72 68 65 62 59 57 54 52

28 100 95 91 87 83 79 75 72 69 66 63 60 57 55 52

29 100 95 91 87 83 79 76 72 69 66 63 60 58 55 53

30 100 96 91 87 83 80 76 73 70 67 64 61 58 56 53

31 100 96 91 87 83 80 76 73 70 67 64 61 59 56 54

32 100 96 91 88 84 80 77 73 70 67 65 62 59 57 54

33 100 96 92 88 84 80 77 74 71 68 65 62 60 57 55

34 100 96 92 88 84 81 77 74 71 68 65 63 60 58 55


(60)

Lampiran 4. Data untuk menghitung Evaporasi

Daerah Deli Serdang dan Sekitarnya Bulan September 2009

Suhu Udara Tanggal

Bola Kering (0C) Bola Basah (0C)

Kecepatan Angin (m/dtk)

1 26,3 24,6 0,90

2 27,8 25 0,90

3 27,7 25,2 0,95

4 26,5 24,8 1,00

5 25,9 25 0,75

6 26,5 24,5 0,50

7 28,1 25,9 0,70

8 27,8 25,7 0,85

9 27,4 25,1 0,15

10 27,7 25,6 0,35

11 28,6 25,9 1,00

12 27,4 25,8 0,15

13 26,6 25 0,15

14 26,4 25,4 0,15

15 26,5 24,9 0

16 26,5 24,9 0,50

17 26,6 24,7 0,80

18 26,7 24,7 0,35

19 24,3 23,6 0,10

20 26,9 24,8 0,40

21 26,8 24,9 0,25

22 26,6 24,8 1,35

23 27,1 25,2 0,65

24 27,5 25,1 0,40

25 28,1 25,3 0,50

26 27,5 24,7 0,65

27 27 24,8 0,10

28 27,6 25,3 0,85

29 26,7 24,9 0,60

30 27,3 25,3 0,35

Total 810,4 751,4 16,35 Rata-rata 27,01 25,05 0,545


(61)

Lampiran 6. Perhitungan Evaporasi

1. Tekanan uap jenuh (es)

   20 01 , 27 01 , 27 30 55 , 17 86 , 31   x x

2,99 x -52,47 = 223,34 – 7,01 x 10 x = 275,81

x = 27,58 mmhg

2. Kelembaban Relatif

 27,01 – 25,05 = 1,96

    5 , 1 96 , 1 96 , 1 2 86 82   x x

0,04 x -3,44 = 37,72 – 0,46x 0,5 x = 41,16

x = 82,32  x = 82,32 %

3. Tekanan Uap Aktual (ed)

 82,32 % x 27,58 = 22,70 mmHg

4. Evaporasi

Eo = 0,35 (es – ed) ( 0,5 + 0,54 u2)

Eo = 0,35 (27,58 – 22,70) (0,5 + 0,54 x 0,545 )

Eo = 0,35 (4,88) (0,794)

Eo = 1,356 m/det

Eo = 1,356 x 103 mm/ (24 jam x 60 mnt x 60 dtk) hari


(62)

Lampiran 7. Perhitungan Rembesan

1. Saluran Primer

 k = 6,8 x 107cm/detik = 6,8 x 109m/detik Q = k (B – 2d)

Q = 6,8 x 109 (3,5– 2(0,56)) Q = 6,8 x 109 (2,38)

Q = 16,184 x 109 m3/detik Q = 16,184 x 106 l/detik Q = 0,000135 mm/hari

2. Saluran Sekunder

Q = k (B – 2d)

Q = 6,8 x 109 (2,13 – 2(0,27)) Q = 6,8 x 109 (1,59)

Q = 10,812 x 109 m3/detik Q = 10,812 x 106 l/detik

Q = 0,000093 mm/hari

3. Saluran Tersier

Q = k (B – 2d)

Q = 6,8 x 109 (0,73 – 2(0,21)) Q = 6,8 x 109 (0,31)

Q = 2,108 x 109m3/detik Q = 2,108 x 106l/detik Q = 0,0000178 mm/hari


(63)

(64)

(65)

(1)

Lampiran 4. Data untuk menghitung Evaporasi

Daerah Deli Serdang dan Sekitarnya Bulan September 2009

Suhu Udara Tanggal

Bola Kering (0C) Bola Basah (0C)

Kecepatan Angin (m/dtk)

1 26,3 24,6 0,90

2 27,8 25 0,90

3 27,7 25,2 0,95

4 26,5 24,8 1,00

5 25,9 25 0,75

6 26,5 24,5 0,50

7 28,1 25,9 0,70

8 27,8 25,7 0,85

9 27,4 25,1 0,15

10 27,7 25,6 0,35

11 28,6 25,9 1,00

12 27,4 25,8 0,15

13 26,6 25 0,15

14 26,4 25,4 0,15

15 26,5 24,9 0

16 26,5 24,9 0,50

17 26,6 24,7 0,80

18 26,7 24,7 0,35

19 24,3 23,6 0,10

20 26,9 24,8 0,40

21 26,8 24,9 0,25

22 26,6 24,8 1,35

23 27,1 25,2 0,65

24 27,5 25,1 0,40

25 28,1 25,3 0,50

26 27,5 24,7 0,65

27 27 24,8 0,10

28 27,6 25,3 0,85

29 26,7 24,9 0,60

30 27,3 25,3 0,35

Total 810,4 751,4 16,35 Rata-rata 27,01 25,05 0,545


(2)

Lampiran 6. Perhitungan Evaporasi 1. Tekanan uap jenuh (es)

   20 01 , 27 01 , 27 30 55 , 17 86 , 31   x x

2,99 x -52,47 = 223,34 – 7,01 x 10 x = 275,81

x = 27,58 mmhg 2. Kelembaban Relatif

 27,01 – 25,05 = 1,96

    5 , 1 96 , 1 96 , 1 2 86 82   x x

0,04 x -3,44 = 37,72 – 0,46x 0,5 x = 41,16

x = 82,32  x = 82,32 %

3. Tekanan Uap Aktual (ed)

 82,32 % x 27,58 = 22,70 mmHg 4. Evaporasi

Eo = 0,35 (es – ed) ( 0,5 + 0,54 u2)

Eo = 0,35 (27,58 – 22,70) (0,5 + 0,54 x 0,545 )

Eo = 0,35 (4,88) (0,794)

Eo = 1,356 m/det

Eo = 1,356 x 103 mm/ (24 jam x 60 mnt x 60 dtk) hari


(3)

Lampiran 7. Perhitungan Rembesan

1. Saluran Primer

 k = 6,8 x 107cm/detik = 6,8 x 109m/detik Q = k (B – 2d)

Q = 6,8 x 109 (3,5– 2(0,56)) Q = 6,8 x 109 (2,38)

Q = 16,184 x 109 m3/detik Q = 16,184 x 106 l/detik Q = 0,000135 mm/hari 2. Saluran Sekunder

Q = k (B – 2d)

Q = 6,8 x 109 (2,13 – 2(0,27)) Q = 6,8 x 109 (1,59)

Q = 10,812 x 109 m3/detik Q = 10,812 x 106 l/detik Q = 0,000093 mm/hari 3. Saluran Tersier

Q = k (B – 2d)

Q = 6,8 x 109 (0,73 – 2(0,21)) Q = 6,8 x 109 (0,31)

Q = 2,108 x 109m3/detik Q = 2,108 x 106l/detik Q = 0,0000178 mm/hari


(4)

(5)

(6)