Patofisiologi dan Klasifikasi Disfungsi ereksi

3. Kegagalan untuk menyimpan volume darah yang cukup di dalam jaringan lacunar disfungsi venooklusif DE dapat diklasifikasikan sebagai psikogenik, organik neurogenik, hormonal, arterial, kavernosal, atau karena obat, atau campuran psikogenik dan organik Tabel 2.1 Klasifikasi dan Penyebab DE Papaharitou dkk., 2006 Kategori DE Kelainan yang sering Patofisiologi Psikogenik Neurogenik Hormonal Vaskulogenik arterial atau Kavernosal Drug-induced Penyebab akibat penuaan dan penyakit sistemik lain Kecemasan Masalah hubungan Stress psikologis Depresi Stroke Penyakit Alzheimer Trauma medulla spinalis Nueropati diabetic Trauma pelvis Hipogonadism Hiperprolaktinemia Aterosklerosis Hipertensi DM Trauma Antihipertensi Antidepresan Antipsikotik Antiandrogens Antihistamin Ketergantungan alkohol Merokok Usia tua DM Gangguan ginjal kronis Penyakit jantung coroner Penurunan libido Overinhibisi kegagalan Pelepasan NO Kegagalan memulai Impuls saraf atau Kegagalan transmisi Kehilangan libido dan Pelepasan NO yang tidak memadai Aliran arteri yang tidak adekuat atau sumbatan vena Penekanan sentral Penurunan libido Neuropati alkoholik Insufisiensi vaskular Biasanya multifactorial, disebabkan oleh neural dan disfungsi vaskular 1. DE psikogenik Penyebab umum dari disfungsi ereksi psikogenik meliputi kecemasan, hubungan yang tegang, kurang hasrat seksual, dan gangguan jiwa seperti depresi, cemas, dan skizofrenia. Risiko DE meningkat seiring durasi depresi yang berulang Cuzin dkk., 2011. Kecemasan memegang peranan dalam persepsi dan menetapnya masalah seksual, juga dalam efektivitas dari pengobatan DE Cuzin dkk., 2011. Pada laki-laki dengan skizofrenia, penurunan libido adalah masalah utama yang dilaporkan dan obat neuroleptik meningkatkan libido tetapi menyebabkan kesulitan ereksi, orgasme, dan kepuasan seksual Wespes dkk., 2006. 2. DE neurogenik Gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, Stroke, dan trauma serebri sering menyebabkan disfungsi ereksi dengan menurunnya libido atau mencegah inisiasi ereksi. Pada laki-laki dengan cedera tulang belakang, tingkat fungsi ereksi tergantung sifat, lokasi, dan tingkat lesi. Keterlibatan sensorik alat kelamin sangat penting untuk mencapai dan mempertahankan ereksi refleksogenik, dan ini menjadi lebih penting lagi mengingat efek rangsangan psikologis menurun seiring usia Wespes dkk., 2006. 3. DE hormonal Defisiensi androgen menurunkan ereksi nocturnal dan libido. Androgen penting untuk pertumbuhan penis dan berperan pada fisiologi ereksi melalui beberapa mekanisme. Androgen dapat mempengaruhi neuromodulasi ereksi sistem saraf pusat dan regulasi perifer tonus otot kavernosus Wespes dkk., 2006. Testosteron mengatur struktur dan fungsi saraf, ekspresi dan aktivitas sintesis NO, phosphodiesterase 5 PDE5, pertumbuhan dan diferensiasi selular Traish dkk.,2007. Kuesioner Androgen Deficiency of the Aging Male ADAM dapat digunakan untuk skirining diagnosis klinis insufiensi androgen Blumel dkk., 2009. Hiperprolaktinemia menyebabkan gangguan reproduksi dan seksual karena prolaktin menghambat aktivitas dopaminergik sentral, yang menyebabkan sekresi gonadotropin-relasing hormone, sehingga terjadi hipogonadisme hipogonadotropik Wespes dkk., 2006. 4. Penyebab vascular DE Faktor risiko yang sering berhubungan dengan insufiensi arteri penis adalah hipertensi, hiperlipidemia, merokok, dan diabetes mellitus Wespes dkk., 2006; Rudianto dkk.,2011. Stenosis fokal dari arteri penis paling sering terjadi pada laki-laki yang mengalami trauma panggul, misalnya kecelakaan bersepeda. Pada laki-laki dengan hipertensi, fungsi ereksi yang terganggu bukan karena peningkatan tekanan darah itu sendiri namun karena lesi stenosis arteri. Kegagalan pembuluh darah untuk menutup selama ereksi disfungsi veno oklusi dapat menyebabkan DE. Disfungsi veno oklusi dapat terjadi pada usia tus, DM, dan trauma fraktur penis Wespes dkk.,2012. 5. DE karena obat-obatan Banyak obat telah dilaporkan dapat menyebabkan DE diantaranya obat-obatan antipsikotik, antidepresan, dan obat antihipertensi Wespes dkk., 2012. Obat golongan penghambat beta-adrenergik dapat menyebabkan DE dengan mempotensiasi aktivitas alfa 1-adrenergik pada penis. Tiazid diuretik juga dilaporkan dapat menyebabkan DE, namun mekanismenya belum jelas. Spironolakton dapat menyebabkan DE, ginekomastia, dan penurunan libido Wespes dkk., 2006. Disfungsi seksual sering dijumpai pada penggunaan diuretik yang dikombinasikan dengan obat lain dan masalah yang sama juga sering dijumpai pada pasien yang mendapat beta bloker, Simetidin, antagonis receptor histamine H2 dilaporkan dapat menurunkan libido dan menyebabkan kegagalan ereksi. Simetidin bekerja seperti antiandrogen dan dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Obat-obat lain yang dikenal dapat menyebabkan DE adalah estrogen dan obat dengan cara kerja antiandrogenik, seperti ketokonazol dan siproteron asetat Manolis dan Doumas, 2012. 6. Alkohol dalam jumlah sedikit meningkatkan ereksi dan libido karena efek vasodilatasi dan menekan kecemasan. Namun dalam jumlah banyak dapat menyebabkan sedasi sentral, penurunan libido, dan DE yang sementara. Peminum alkohol yang kronis dapat menyebabkan hipogonadism dan polineuropati yang dapat mempengaruhi fungsi saraf penis Wespes dkk., 2012. 7. DE akibat penuan dan penyakit sistemik lain Fungsi seksual secara progresif akan menurun seiring bertambahnya usia. Seperti misalnya, periode laten antara stimulasi seksual dan ereksi memanjang, ereksi akan lebih lembek, ejakulasi kurang kuat dan volumenya menurun, dan periode refrakter antara ereksi memanjang. Terdapat juga penurunan pada sensitivitas penis dan stimulasi taktil, penurunan konsenterasi serum testosteron, dan meningkatnya tonus otot kavernosus Wespes dkk., 2012. 8. Merokok, nikotin yang dihirup oleh perokok, masuk ke jantung dan bersama darah masuk ke dalam sistem peredaran darah. Semakin lama timbunan nikotin semakin banyak dan mengalami pengendapan. Pengendapan ini berlanjut sehingga menjadi penyumbatan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk ke dalam jaringan erektil penis menyebabkan disfungsi ereksi yang umum terjadi laki-laki perokok berat yang tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok. Disfungsi ereksi stadium awal biasanya ditandai dengan hubungan yang terjadi sangat singkat 3-5 menit, dan stadium akhir laki-laki tidak bisa mengalami ereksi sama sekali dan akan sangat sulit mendapat rangsangan dari pasangannya. Laki-laki yang merokok lebih dari 20 batang dalam sehari akan mengalami disfungsi ereksi 40 lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Tidak hanya itu saja, kebiasaan merokok juga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi sel sperma yang dihasilkan seorang laki-laki. Sel sperma yang dihasilkan laki-laki perokok memiliki cacat bentuk dan mempunyai pergerakan lambat sehingga menurunkan tingkat kesuburan laki-laki. Meskipun sel sperma laki-laki perokok mampu membuahi sel telur wanita, tapi besar kemungkinan DNA janin akan mengalami perubahan susunan sehingga bayi yang dilahirkan menjadi cacat. Rokok akan berpotensi merubah rangkaian DNA dari sel sperma. Hal ini akan menurun pada calon bayi Wespes dkk., 2012.

2.1.5 Pengukuran disfungsi ereksi DE

Menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi seperti International Index for Erectile Function IIEF membantu untuk memeriksa semua domain fungsi seksual fungsi ereksi, fungsi orgasme, hasrat seksual, ejakulasi, intercourse, dan kepuasan secara keseluruhan, dan juga pengaruh dari modalitas pengobatan Wespes dkk., 2012. . IIEF disusun oleh Rosen dkk., 1997 untuk mengukur fungsi ereksi, fungsi orgasme, hasrat seksual, ejakulasi, intercourse, dan kepuasan secara keseluruhan serta menilai luaran dari penatalaksanaan impotensi. IIEF terdiri dari 15 pertanyaan dimana validasi dan reabilitisnya sudah terbukti. IIEF-5 merupkan bentuk IIEF yang terdiri dari lima pertanyaan, khusus untuk mengukur fungsi ereksi, dan memiliki sensitivitas 0,98 dan spesifisitas 0,88 Rosen dkk., 2002. IIEF-5 lebih umum digunakan dibanding IIEF karena lebih sederhana dan memiliki sensitivitas dan spesifikasi yang baik Rosen dkk., 2002. Di Indonesia, IIEF-5 juga telah umum digunakan dalam berbagai penelitian untuk mengukur DE Sihaloho, 2006; Rachmadi, 2008; Saraswati dkk., 2008; Santosa, 2010. Setiap butir pertanyaan IIEF-5 memiliki skor 1 sampai 5 sehingga total skor untuk IIEF-5 adalah 5 sampai 25. Seseorang dikatakan tidak DE apabila skor IIEF-5 antara 22-25 dan DE apabila 5-21. Lebih lanjut lagi penderita DE dikelompokkan berdasarkan skor IIEF-5 menjadi derajat ringan 17-21, ringan-sedang 12-16, sedang 8-11, dan berat 5-7 Rosen dkk., 2002.

2.2 Ketergantungan Merokok

Salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian disfungsi ereksi adalah ketergantungan merokok. Ada baiknya sebelum lebih jauh mengetahui hubungan tingkat ketergantungan merokok dengan kejadian disfungsi ereksi, perlu sekilas untuk diketahui tentang sejarah rokok, nikotin sebagai komponen psikoaktif, seluk beluk reseptor nikotin dan interaksinya neurutransmiter lain dan hal-hal yang mendasari ketergantungan nikotin dalam rokok. 2.2.1 Sejarah merokok Dimulai saat warga asli benua Amerika mengisap tembakau pipa atau menguyah tembakau sejak 1000 tahun sebelum masehi. Tradisi membakar

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PEER GROUP DENGAN KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA LAKI LAKI DI SMK WARGA SURAKARTA

1 4 46

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS ILMU KESEHATAN Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

1 7 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA LAKI-LAKI Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 4 16

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO Hubungan antara peran keluarga dengan perilaku Merokok pada remaja laki-laki kelas xi di smk tunas Bangsa sukoharjo.

0 2 12

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS Hubungan antara peran keluarga dengan perilaku Merokok pada remaja laki-laki kelas xi di smk tunas Bangsa sukoharjo.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA DEPRESI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI DI DESA SURUHKALANG HUBUNGAN ANTARA DEPRESI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI DI DESA SURUHKALANG KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI PEROKOK SMKN 2 BATUSANGKAR.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI PEROKOK SMKN 2 BATUSANGKAR.

1 5 19

HUBUNGAN ANTARA RASIO LINGKAR PINGGANG-TINGGI BADAN DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI-LAKI DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA.

0 0 10

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN STADIUM HIPERTENSI PADA PRALANSIA LAKI-LAKI SKRIPSI

0 0 22