Epidemiologi DE Disfungsi ereksi

Menurut World Health Organization WHO, ada 13 milyar perokok di dunia dan sepertiganya berasal dari populasi global yang berusia 15 tahun ke atas. Indonesia menduduki peringkat ke-4 jumlah perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang Gondodiputro, 2007. Pada hasil survei Massachusetts Male Aging Study MMAS menemukan bahwa kebiasaan merokok memiliki resiko 24 terjadinya disfungsi ereksi sedang dan berat, sementara pada bukan perokok hanya memiliki resiko sebesar 14 dan pada penelitian lain mengatakan kebiasaan merokok pada laki-laki yang berumur 30- 40 tahun dapat meningkatkan prevalensi disfungsi ereksi sebanyak 40 Kumar, 2010. Beberapa penelitian ilmiah tentang penggunaan rokok berkaitan dengan disfungsi ereksi. Studi ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor risiko independen untuk disfungsi ereksi vaskulogenik dan menggaris bawahi kemungkinan kebiasaan merokok dapat bertindak secara sinergis dengan faktor risiko lainnya. Kebiasaan merokok satu setengah kali lebih mungkin untuk terkena disfungsi ereksi dibandingkan yang tidak merokok Familia, 2010; Pangkahila, 2011; Irianto, 2014. Beberapa penelitian pendahuluan menyebutkan angka kejadian DE di beberapa daerah di Indonesia. Penelitian di Manado dengan 41 responden yang mempunyai kebiasaan merokok, 58,3 mengalami disfungsi ereksi sedangkan yang tidak mengalami disfungsi ereksi sebanyak 10,0 Grace Turalaki, 2014. Demikian pula penelitian lain juga dilakukan di Manado dilaporkan, bahwa secara keseluruhan penelitian pada laki-laki dengan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap fungsi ereksi, didapatkan seluruh responden mengalami disfungsi ereksi dan dengan tingkatan atau stadium yang berbeda-beda, didapatkan distribusi perokok menurut hasil perhitungan skor International Index of Erectile Function IIEF-5, berdasarkan kelompok usia, yaitu normal sebanyak 0 orang 0, disfungsi ereksi ringan sebanyak 19 orang 38, disfungsi ereksi sedang-ringan 19 orang 38, disfungsi sedang 11 orang 33, dan disfungsi berat 1 orang 2 Nurbaitt dkk, 2015.

2.1.3 Fisiologi Ereksi Penis

Ereksi penis adalah peristiwa neurovaskuler yang dimodulasi oleh faktor psikologis dan status hormonal. Ereksi penis terjadi ketika arteri di penis mengalami dilatasi dan jaringan erektil korpura kavernosus dan korpura spongiosum mengalami relaksasi Wespes dkk., 2012. Secara hemodinamika, telah diketahui beberapa fase ereksi sebagai berikut: 1. Fase flaksid lemas Pada fase ini otot polos trabekular berkontraksi, aliran darah arteri berkurang, dan aliran darah vena meningkat. Tekanan dalam korpura kavernosus kurang lebih sama dengan tekanan vena Wespes dkk., 2006. 2. Fase pengisian awal Pada stimulasi seksual, impuls saraf menyebabkan pelepasan neurotransmitter dari saraf kavernosus terminal dan faktor relaksasi dari sel-sel endotel di penis, sehingga terjadi relaksasi otot polos arteri dan arteriol yang memasok jaringan ereksi dan peningkatan beberapa kali lipat aliran darah penis. Pada saat yang sama, relaksasi dari otot trabekular halus meningkatkan kepatuhan dari sinusoid, memfasilitasi pengisian cepat dan perluasan sistem sinusoidal Wespes dkk., 2006. 3. Fase tumesensi Pada fase ini tekanan interkavernosus mulai meningkat dan ukuran penis terus bertambah. Aliran arteri perlahan-lahan mulai berkurang sampai terjadi fase ereksi penuh Wespes dkk., 2006. 4. Fase ereksi penuh Selanjutnya terjadi kompresi pada pleksus venular subtunika antara trabekula dan tunika albugenia, sehingga menyebabkan oklusi hampir total dari aliran vena. Peristiwa ini menjebak darah di dalam korpus kavernosa dan menegakkan penis dari posisi tergantung, dengan tekanan intrakavernosus fase ereksi penuh Wespes dkk., 2006. 5. Fase ereksi kaku Selama hubungan seksual yang memicu reflex bulbokavernosus, otot-otot ischiokavernosus dengan kuat menekan dasar korpura bulbokavernosus yang dipenuhi darah dan penis menjadi lebih keras lagi, dengan tekanan intrakavernosus mencapai beberapa ratus millimeter air raksa. Selama fase ini, arus masuk dan keluar darah berhenti sementara Wespes dkk., 2006.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PEER GROUP DENGAN KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA LAKI LAKI DI SMK WARGA SURAKARTA

1 4 46

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS ILMU KESEHATAN Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

1 7 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK MAHASISWA LAKI-LAKI Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Perilaku Merokok Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 4 16

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO Hubungan antara peran keluarga dengan perilaku Merokok pada remaja laki-laki kelas xi di smk tunas Bangsa sukoharjo.

0 2 12

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS Hubungan antara peran keluarga dengan perilaku Merokok pada remaja laki-laki kelas xi di smk tunas Bangsa sukoharjo.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA DEPRESI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI DI DESA SURUHKALANG HUBUNGAN ANTARA DEPRESI DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI DI DESA SURUHKALANG KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI PEROKOK SMKN 2 BATUSANGKAR.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI PEROKOK SMKN 2 BATUSANGKAR.

1 5 19

HUBUNGAN ANTARA RASIO LINGKAR PINGGANG-TINGGI BADAN DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI-LAKI DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA.

0 0 10

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN STADIUM HIPERTENSI PADA PRALANSIA LAKI-LAKI SKRIPSI

0 0 22