BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien penyakit dalam biasanya mendapat kombinasi dua obat atau lebih
yang  berpotensi  terjadi  interaksi  obat.  Pasien  yang  menderita  penyakit  dalam
biasanya  tidak  hanya  menderita  satu  jenis  penyakit  saja.  Pengobatan  pada penderita  tentu  diberi  kombinasi  obat  yang  lebih  banyak  sehingga  potensi
kejadian interaksi obat semakin besar. Interaksi obat terjadi ketika respon pasien terhadap obat diubah oleh obat
lain. Interaksi obat dapat bermanfaat maupun berbahaya bagi tubuh. Interaksi obat yang  membahayakan  yaitu  ketika  terjadi  peningkatan  efek  obat  yang
menyebabkan  toksisitas  dan  penurunan  efek  obat  secara  drastis  yang mengakibatkan  kegagalan  terapi.  Interaksi  obat  berbahaya  karena  menyebabkan
10-20  reaksi  obat  yang  merugikan  sehingga  pasien  mengalami  rawat  inap  di rumah  sakit  Snyder  et  al.,  2012.  Beberapa  contoh  interaksi  obat  yaitu
spironolakton  dengan  ACE-inhibitor  dapat  menurunkan  kadar  aldosteron antagonis  spironolakton  yang  menyebabkan  hiperkalemia.  Penggunaan
rifampisin  dengan  kortikosteroid  menyebabkan  efek  sistemik  dari  kortikosteroid berkurang dengan adanya rifampisin. Rifampisin adalah penginduksi enzim yang
sangat  kuat  sehingga  terjadi  peningkatan  metabolisme  kosrtikosteroid  di  hati, kadar  kortikosteroid  menurun  dan  efek  berkurang.  Interaksi    aspirin  dengan
klopidogrel dapat meningkatkan terjadinya risiko perdarahan Baxter, 2008. Berdasarkan  penelitian  sebelumnya  di  RSUD  Prof.  Dr.  Margono
Soekarjo Purwokerto periode November 2009-Januari 2010 menunjukkan potensi interaksi  obat  pada  pasien  rawat  inap  penyakit  dalam  sebesar  56,76  n=259.
Sari et al., 2010. Studi penelitian lain di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada  pasien  anak  dengan  pengambilan  data  secara  retrospektif  dan  sampel
sebanyak  232  rekam  medik.  Berdasarkan  penelitian  tersebut  didapatkan  potensi interaksi  obat  sebanyak  75,43.  Berdasarkan  mekanisme  interaksi  obat  dibagi
1
menjadi  interaksi  farmakokinetik  sebanyak  24,76,  interaksi  farmakodinamik sebanyak  3,45,  dan  interaksi  obat  yang  tidak  diketahui  sebanyak  71,78.
Berdasarkan tingkat keparahan yaitu mayor sebanyak 8,83, moderate sebanyak 66,41,  dan  minor  sebanyak  24,76.  Obat-obat  yang  sering  terlibat  dalam
interaksi  obat  yaitu  deksametason,  vitamin  E,  spironolakton,  fenitoin,  dan furosemid Manik et al., 2014.
Penelitian  yang  dilakukan  di  Mexico  terhadap  624  pasien  rawat  jalan berusia 50 tahun ke atas diperoleh hasil 80 pasien mendapat resep yang terdapat
potensi interaksi obat dan 3,8 pasien mendapat kombinasi obat yang berinteraksi sebaiknya dihindari Doubova et al., 2007. Oleh karena tingginya angka kejadian
potensi  interaksi  obat  pada  penelitian-penelitian  sebelumnya,  maka  dilakukan penelitian  identifikasi  potensi  interaksi  obat  pada  pasien  rawat  inap  penyakit
dalam di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014.
B. Rumusan Masalah